Makalah Ikhlas Beramal - Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ikhlas dalam Beramal”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan kepada para pembaca agar dapat memahami dan dapat mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Matnur Ritonga, M.Pd, selaku Dosen Mata Kuliah Hadist Tarbawi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan banyak manfaat untuk para teman-teman yang lainnya. Serang, 24 September 2020  



i



DAFTAR ISI



Contents KATA PENGANTAR



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I



1



PENDAHULUAN



1



A. Latar Belakang



1



B. Rumusan Masalah



1



C. Tujuan Pembahasan



2



BAB II



3



PEMBAHASAN



3



A. Pengertian Ikhlas dalam Beramal



3



B. Tujuan Ikhlas dalam Beramal



3



C. Menjauhi Sifat Riya’ atau Syirik Kecil



4



BAB III



6



PENUTUP



6



A. Kesimpulan



6



B. Saran



6



DAFTAR PUSTAKA



7



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikhlas merupakan salah satu dari berbagai amal hati, dan bahkan ikhlas berada di barisan pemula dari amal-amal hati. Sebab diterimanya berbagai amal tidak bisa menjadi sempurna kecuali dengannya.1 Sikap ini merupakan tindakan tulus hati yang bisa memberikan ketenangan, kedamaian bagi diri pribadi dan orang lain. Lebih dari itu, sikap ini akan mampu memberikan pencerahan-pencerahan terhadap dimensi-dimensi lain seperti: terbentuknya sikap taat beribadah, rasa tanggung jawab, terbentuknya pribadi yang disiplin, sikap keakraban yang tinggi dan lain-lain. Karena itu Allah memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki sikap ikhlas ini. Berkenaan dengan hal ini, dalam salah satu haditsnya Rasulullah bersabda: ‫ ال يقبل اهللا من عمل إال ما‬،‫ قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم‬:‫عن أبي هريرة رضي اهللا عنه قال‬ )‫كان له خالصا وابتغى به وجهه (رواه ابن ماجه‬ Artinya: Dari Abi Hurairah ra berkata: Bersabda Rasulullah Saw, Allah tidak menerima amalan seseorang hamba, kecuali apabila ia memiliki sikap ikhlas pada dirinya, dan dengan sikap ikhlas tersebut seseorang akan mampu mencari keridhaan-Nya (Hadits Riwayat Ibnu Majah).2 Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa kunci utama diterimanya amalan seseorang adalah ikhlas dalam melakukannya.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1.



Apa pengertian ikhlas dalam beramal?



2.



Apa tujuan ikhlas dalam beramal?



3.



Mengapa perbuatan riya’ dan syirik harus dijauhi?



1 Yusuf Al-Qadrdhawy, Niat dan Ikhlas: Penerjemah Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1997), hlm 17 2 Ibnu Majah, Sunah Ibnu Majah, Jilid II, (Mesir: Dar al-Fikr), hlm 22



C. Tujuan Pembahasan 1.



Mengetahui pengertian ikhlas dalam beramal.



2.



Mengetahui tujuan ikhlas dalam beramal.



3.



Agar dapat mengetahui bahaya dari sifat riya’ dan syirik.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Ikhlas dalam Beramal Ikhlas ditinjau dari sisi bahasa berasal dari khulusho, yaitu kata kerja intransitif yang artinya bersih, jernih, murni, suci, atau bisa juga diartikan tidak ternoda (terkena campuran). Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.3 Dalam pengertian yang lebih spesifik lagi, ikhlas pada hakikatnya adalah “niat, sikap, atau perasaan yang timbul dalam hati nurani yang dalam pada diri seseorang dan disertai dengan amal perbuatan”. Ikhlas juga dapat dimaknai sebagai “ketulusan dalam mengabdikan diri kepada tuhan dengan segenap hati, pikiran dan jiwa seseorang”.4 Niat dan ikhlas saling berkaitan, karena perbuatan yang ikhlas tidak akan muncul jika tidak didasari oleh niat yang baik. Niat dalam sebuah amal perbuatan itu merupakan sebuah keharusan. Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan seseorang kecuali karena niat dan keikhlasan dari perbuatan tersebut. Ikhlas merupakan salah satu dari berbagai amal hati, dan bahkan ikhlas berada dalam barisan pemula dari amal-amal hati. Sebab diterimanya berbagai amal tidak bisa menjadi sempurna kecuali dengannya.5



B. Tujuan Ikhlas dalam Beramal Adapun al-Qurtubi menegaskan bahwa tujuan ikhlas pada hakikatnya adalah “untuk meningkatkan martabat umat manusia selama di dunia hingga akhirat nanti”. 6 Hal ini karena sikap ikhlas itu mencerminkan hubungan yang baik dan harmonis antar sesama muslim. Dengan hal ini juga kebahagiaan akan mudah didapat jika seseorang itu menghayati sifat ikhlas itu sendiri. Penegasan Islam dalam menuntun ikhlas dan pemurnian niat karena Allah serta meluruskan tujuan hanya kepada-Nya. Menurut Alwi Shihab, “bukan sekadar 3 Mahmud Ahmad Mustafa, (Dahsatnya Ikhlas), MedPress Digital 2012, hlm 9 4 Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas (the Consice Encyclopaedia of Islam), terj. Ghufron A. Mas’ adi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 162. 5 Yusuf Al-Qadhawy, Niat dan Ikhlas: Penerjemah Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1997) hlm 17 6 Soffandi dan Wawan Djunaedi, Akhlak seseorang Muslim, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm 132



3



omong kosong. Sebab kehidupan itu sendiri tidak akan berjalan mulus dan lurus tanpa adanya orang-orang yang ikhlas. Banyak bencana dan krisis yang menimpa berbagai ummat manusia disebabkan adanya sejumlah orang yang mengingkari eksistensi Allah dan hari akhirat. Mereka tidak peduli terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain, karena matanya sudah tertutup oleh tipu daya dunia dan hawa nafsunya”.7 Adapun suatu hadist yang menerangkan motivasi dalam beramal, yaitu: ْ ‫ن َكان‬vْ ‫ئ َما نَ َوى فَ َم‬ َ ِ ‫ع َْن ُع َم َر أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬ ِ ‫َت ِهجْ َرتُهُ إِلَى هَّللا‬ ٍ ‫ة َولِ ُك ِّل ا ْم ِر‬vِ َّ ‫ه َو َسل َّ َم قَا َل إِن َّ َما اأْل َ ْع َما ُل بِالنِّي‬vِ ‫صل َّى اللَّهم َعلَ ْي‬ ْ ‫ إِلَى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه َو َم ْن َكان‬vُ‫َو َرسُولِ ِه فَ ِهجْ َرتُه‬ ‫ إِلَى َما هَا َج َر إِلَ ْي ِه‬vُ‫صيبُهَا أَ ِو ا ْم َرأَ ٍة يَتَ َز َّو ُجهَا فَ ِهجْ َرتُه‬ ِ ُ‫ ي‬v‫َت ِهجْ َرتُهُ ل ُد ْنيَا‬



“Dari Umar RA berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niat, dan yang diperoleh seseorang adalah apa yang diniatkan. Barang siapa hijrahnya semata-mata taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan diterima Allah dan Rasulnya. Barang siapa yang hijrahnya karena mengejar dunia atau karena perempuan yang akan dinikahi, maka hijrahnya hanya berhenti pada apa yang ia niatkan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)8



C. Menjauhi Sifat Riya’ atau Syirik Kecil Penyekutuan dalam ibadah dapat terjadi dengan menyekutukan Allah SWT dengan segala sesuatu selain Allah SWT., baik berupa manusia, materi dunia, atau diri sendiri. Jika menyekutukan dengan manusia (untuk mendapatkan kemuliaan dan kedudukan disisinya), maka ia dinamakan riya’. Dan jika menyekutukan dengan diri sendiri, maka ia dinamakan dengan ‘ujub.9 Riya’ adalah salah satu penyakit hati yang sering terjadi terhadap manusia dalam melakukan suatu amal perbuatan. Yang dimana perbuatan tersebut tidak hanya ditujukan kepada Allah SWT karena memiliki maksud tertentu, yaitu ingin dipuji oleh orang lain dan mengharapkan imbalan dari amal perbuatannya. ‫ إِ َّن أَ ْخ َوفَ َما أَخَافُ َعلَ ْي ُك ُم‬: ‫ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ع َْن َمحْ ُمو ِد ْب ِن لَبِي ٍد أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬ ُ ْ‫قَالُوا َو َما ال ِّشر‬ ‫األَصْ َغ ُر‬ ‫ك‬ ُ ْ‫ال ِّشر‬ ‫ال ِّريَا ُء يَقُو ُل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل لَهُ ْم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة إِ َذا‬ : ‫ك األَصْ َغ ُر يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل‬ 7 Alwi Shihab, Memilih Bersama Rasulullah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 66-67. 8 Imam An-Nawawi, Riyadus Sholihin, Darul Hadits Qahirah Cetakan Ke-12, 2016, hal 32 9 Mahmud Ahmad Mustafa, (Dahsatnya Ikhlas), MedPress Digital 2012, hlm 12



4



 ‫ى النَّاسُ بِأ َ ْع َمالِ ِه ْم ْاذهَبُوا إِلَى الَّ ِذينَ ُك ْنتُ ْم تُ َراءُونَ فِى ال ُّد ْنيَا فَا ْنظُرُوا هَلْ ت َِج ُدونَ ِع ْن َدهُ ْم َجزَ ا ًء ؟‬ َ ‫ُز‬ ِ ‫ج‬ Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgor adalah) riya’. Allah SWT berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: “Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?“10 Sesungguhnya riya’ itu memiliki klasifikasi, namun klasifikasi yang lebih parah adalah seseorang melakukan ibadah hanya atas dasar riya’ semata-mata dan tidak sedikitpun mengharapkan ridha dari Allah SWT. Dengan kata lain, ibadahnya bukan untuk Allah SWT melainkan untuk manusia, sementara yang teringan adalah riya’ tersebut mendorongnya untuk melakukan ibadah, sehingga jika tidak dilihat oleh orang lain dia tetap melakukan ibadah. Namun, dia lebih merasa semangat jika ibadahnya dilihat oleh manusia.11 Fudhail bin Iyadh berkata, “Meninggalkan ibadah karena manusia adalah riya’, sedangkan mengerjakan ibadah karena manusia adalah syirik. Yang disebut ikhlas adalah apabila Allah SWT menyelamatkanmu dari keduanya”. Maksud dari perkataan Al-Fudhail tersebut ialah barang siapa yang berkeinginan untuk mengerjakan suatu ibadah, kemudian dia meninggalkannya karena khawatir dilihat oleh manusia, maka dia telah melakukan riya’. Sebab dia meninggalkan ibadah karena manusia. Adapun jika dia meninggalkan ibadah itu, misalnya shalat, untuk mengerjakannya saat sendirian tidak ada yang mengawasinya, maka hal tersebut sangat dianjurkan. Kecuali jika itu shalat fardhu, zakat wajib, sedangkan yang bersangkutan merupakan ulama yang menjadi panutan umat, maka mengerjakannya secara terang-terangan itu jauh lebih utama.12



10 Toto Haryanto dan Uswatun Hasanah, Hadist, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006), hlm 24 11 Abdul Hamid Ritonga, Hadist Seputar Islam dan Tata Kehidupan, hlm 71-72 12 Abu Abdillah Said bin Ibrahim, Hadits Abrain Imam An-Nawawi, (Solo: Al-Wafi, 2016), Hal.37



5



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa ikhlas beramal adalah niat mengharapkan ridha Allah SWT. Dan hendaklah setiap perbuatan disertai dengan keikhlasan yaitu semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah SWT tidak dengan selainnya. Karena perbuatan yang ditujukan kepada selain Allah SWT, seperti hanya ingin dipuji atau ingin dilihat orang termasuk perbuatan syirik kecil (riya’).



B. Saran Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar bahwasannya makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari hal yang sempurna. Kami juga membutuhkan kritik dan saran agar bisa menjadi suatu motivasi bagi diri kami agar dapat menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



6



DAFTAR PUSTAKA



 Niat dan Ikhlas: Penerjemah Kathur Suhardi, Yusuf Al-Qadrdhawy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1997)



 Sunah Ibnu Majah, Ibnu Majah, Jilid II, (Mesir: Dar al-Fikr)  Dahsatnya Ikhlas, Mahmud Ahmad Mustafa, MedPress Digital 2012  Ensiklopedi Islam Ringkas (the Consice Encyclopaedia of Islam), terj. Ghufron A. Mas’ adi, Cyrill Glasse, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)



 Akhlak seseorang Muslim, Soffandi dan Wawan Djunaedi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)



 Memilih Bersama Rasulullah, Alwi Shihab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)  Riyadus Sholihin, Imam An-Nawawi, Darul Hadits Qahirah (Cetakan Ke-12), 2016  Hadist, Toto Haryanto dan Uswatun Hasanah, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006)



 Hadist Seputar Islam dan Tata Kehidupan, Abdul Hamid Ritonga  Hadits Abrain Imam An-Nawawi, Abu Abdillah Said bin Ibrahim, (Solo: Al-Wafi, 2016)



7