Makalah Kanker Kolon by Siska Angraini [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kanker kolorektal Kanker kolon adalah kanker usus besar (kolon) dan usus pembuangan akhir (rektum). Kebanyakan kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (disebut adenoma) dimana pada stadium awal membentuk sebuah polip (Harold Shryock, 1982:310). Kanker kolorektal (colo-rectal carcinoma) atau disebut juga kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas yang ditemukan di colon atau rectum. Colon atau rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna. Menurut Siregar (2007: 4), kanker kolorektal merupakan penyakit kanker yang menempati urutan ketiga terbesar di dunia dan penyebab kematian keempat terbanyak di dunia yang disebabkan karena kanker. Berdasarkan data Wisconsin Reporting System, kanker kolorektal menempati urutan ketiga penyebab kematian tertinggi di dunia setelah kanker payudara dan kanker paru-paru yaitu terdapat 9,5% kasus dari jumlah penduduk dunia yang meninggal akibat kanker kolorektal atau mencapai 1,23 juta kematian pertahun (Wisconsin Cancer Reporting System, 2017: 8). American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2017 di U.S Amerika terjadi sebanyak 95.520 kasus baru kanker kolon yang didiagnosa dan sebanyak 39.910 kasus kematian yang diperkirakan akan terjadi akibat kanker ini. Kasus kanker



1



kolorektal di Indonesia pada perempuan adalah terbanyak ketiga setelah kanker payudara dan kanker serviks. Sedangkan pada lakilaki, ia menempati urutan kedua setelah kanker paru, diikuti yang ketiga kanker 2 prostat (American Cancer Society, 2017). Dari data Globocan 2012, insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus kanker. Saat ini, kanker kolorektal di Indonesia menempati urutan nomor tiga (Globocan IARC, 2012), kenaikan tajam yang diakibatkan oleh perubahan pada diet orang Indonesia, baik sebagai konsekuensi peningkatan kemakmuran serta pergeseran ke arah cara makan orang Barat (Westernisasi) yang lebih tinggi lemak serta rendah serat. Sekitar 25% pasien kanker kolorektal baru terdiagnosa pada stadium lanjut saat kanker sudah menyebar ke organ lain. Hal ini mengkhawatirkan, karena pengobatan jadi lebih sulit dan mahal, serta tingkat keberhasilan juga menurun (Yayasan Kanker Indonesia, 2017). Pada tahap awal, biasanya kanker tidak menunjukkan gejala, oleh karena itu pemeriksaan dini dapat mempermudah penyembuhan. Pemeriksaan dini kanker kolorektal dilakukan pada laki-laki atau perempuan yang berusia lebih dari 50 tahun dan memiliki faktor resiko penyakit kanker kolorektal. Pada usia tersebut dianjurkan untuk melakukan screening yaitu test darah samar pada feses setiap tahun. Screening juga harus dilakukan oleh penderita polip dan orang yang memiliki faktor resiko kanker kolorektal. Terdapat banyak tahapan yang dapat dilakukan pada deteksi dini. Pemeriksaan lanjut untuk mendeteksi adanya sel abnormal kanker kolorektal dan mengetahui posisi sel kanker, antara lain: colonoscopy secara virtual,



2



yaitu CTScan untuk membangun model 3D dari usus besar. Double Contrast Barium Enema (DCBE), yaitu sinar X pada usus menggunakan cairan berkapur yang dikenal sebagai barium. Selain itu untuk mengetahui penyakit kanker lebih lanjut dilakukan 3 pemeriksaan endoscopy dengan colonoscopy setiap 10 tahun karena kanker kolorektal tersembunyi. Prosedur colonoscopy dilakukan dengan memasukkan kamera kecil untuk memeriksa seluruh usus besar dan rektum. Jika seseorang positif terkena kanker kolorektal, maka tindakan lanjut adalah melakukan Carcinoembryonic Antigen (CEA) untuk mengetahui perkembangan penyakit sebelum pengobatan dimulai. Setelah hasil kanker terdeteksi maka dilakukan penentuan stadium kanker kolorektal untuk mengetahui seberapa jauh kanker telah menyebar ke organ lainnya. Penentuan stadium diperlukan untuk melakukan tindakan pengobatan pada tahap selanjutnya. B.     Rumusan Masalah 1. Apa defenisi Kanker kolon ? 2. Apa saja klasifikasi Kanker kolon ? 3. Apa riwayat alamiah Kanker kolon? 4. Bagaimana epidemiologi dalam penanggulan kanker kolon ? 5. Berapa frekuensi dan besaran masalah kanker kolon ? 6. Apa factor penyebab kanker kolon ? 7. Apa Sumber data kanker kolon ? 8. Bagaimana cara penanggulangan penyakit kanker kolon? C.    Tujuan 1. Untuk mengetahui defenisi kanker kolon 2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kanker kolon 3. Untuk mengetahui riwayat alamiah kanker kolon



3



4. Untuk mengetahui pendekatan epidemiologi dalam penanganan kanker kolon 5. Untuk mengetahui frekuensi besaran masalah Kanker kolon 6. Untuk mengetahui factor penyebab Kanker kolon 7. Untuk mengetahui sumber data Kanker kolon 8. Untuk mengetahui upaya pencegahan Kanker kolon



4



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Kanker Usus Besar (Colon) Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).



Patofisiologi Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma) (Abdullah, 2006).



5



Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal 1. Probably related a. Konsumsi diet lemak tinggi b. Konsumsi diet lemak rendah 2. Possibly related a. Karsinogen dan mutagen b. Heterocyclic amines c. Hasil metabolisme bakteri d. Bir dan konsumsi alkohol e. Diet rendah selenium 3. Probably protektif a. Konsumsi serat tinggi b. Diet kalsium c. Aspirin dan OAINS d. Aktivitas fisik (BMI rendah) 4. Possibly protekstif a. Sayuran hijau dan kuning b. Makanan dengan karoten tinggi c. Vitamin C dan E d. Selenium e. Asam folat 5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor 6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen) (Sumber : Abdullah, 2006). Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas



mikrosatelit (Microsatellite Instability



atau MIN).



Umumnya asl kenker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh



6



hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch (Abdullah, 2006). Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.



Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan sel tdk normal B. Klasifikasi Kanker Kolon 1. Kanker Kolon kanan



7



(Sumber : Jones dan Schofield, 1996) a. Pasien dengan obstruksi : sekitar seperempat pasien datang dengan tanda obstruksi usus kecil di bagian bawah yaitu kolik, muntah, konstipasi dan distensi. Foto polos abdomen memperlihatkan dilatasi usus kecil. b. Tanpa obstruksi : banyak pasien yang datang tanpa obstruksi tiadak mempunyai gejala yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Mereka memberikan riwayat anemia dan penurunan berat badan akibat perdarahan gastrointestinal samar. Gejala yang kompleks ini memberikan kemungkinan karsinoma lambung, tetapi karsinoma kolon kanan (yang seharusnya lebih membutuhkan terapi) seringkali terlewatkan. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya massa yang dapat dipalpasi dalam fossa iliaka kanan. Apakah ini ada atau tidak, seluruh kolon harus diperiksa dengan kolonoskopi atau pada pemeriksaan barium enema. 1. Kanker Kolon kiri



a. Pasien dengan obstruksi : pada semua 25-30% pasiendatang dengan lesi pada kolon kiri datang sebagai pasien gawat darurat. Pasien dapat



8



menderita perforasi dengan abses perikolik atau bahkan peritonitis umum tetapi lebih sering obstruksi usus besar. Sejauh ini penyebab paling umum dari obstruksi usus besar adalah karsinoma, penting untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin dapat ditangani dengan terapi konservatif. Pemeriksaan barium enema darurat diindikasikan pada semua kasus obstruksi usus besar untuk mengkonfirmasi derajat obstruksi dan untuk mendiagnosis pseudoobstruksi yang tidak membutuhkan pembedahan. Kolonoskopi darurat telah dianjurkan sebagai alternatif dari pemeriksaan barium enema. b. Pasien tanpa obstruksi : gangguan kebiasaan defekasi merupakan keluhan pasien yang datang tanp obstruksi. Hal ini bisa berupa konstipasi yang meninkat, diare atau berubah-ubah antara kedua hal tersebut, pasien biasanya menemukan darah bersama feses dan mengeluh nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen bawah. Penurunan berat badan umum ditemukan dan pada umumnya merupakan tanda yang buruk. Karsinoma kadang-kadang bisa diraba dengan palpasi abdomen. 3.



Karsinoma rektum Pasien dengan karsinoma rektum hampir tidak pernah datang sebgai pasien gawat darurat. Pasien mengalami perdarahan yang jelas melalui rektum. Mungkin terdapat perubahan kebiasaan defekasi dan sering tenesmus, perasaan defekasi yang belum selesai dengan keinginan defekasi yang berulang-ulang, tetapi yang keluar hanya lendir dan



9



darah. Tumor sampai 10 cm dari anal biasanya dapat dilihat dengan sigmoidoskopi.



C. Riwayat Alamiah kanker Kolon



Berdasarkan National Cancer Institute (2006:12), tingkat stadium kanker kolorektal dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Tahap Prepatogenesis Pada fase ini penyakit belum terlihat dan berkembang tapi kondisi yang melatar belakangi untuk terjadinya penyakit telah ada.



Interaksi



awal



antara



agent-host



dan



environment



menghasilkan stimulus yang berupa kanker hanya terdapat pada lapisan terdalam rektum, belum menembus ke luar dinding.



2. Tahap Patogenesis Interaksi lanjutan antara stimulus dengan host yang mengsilkan respons berupa sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau rektum, tetapi belum menembus ke luar dinding Bila reaksi antara stimulus dengan host terus berlanjut dan telah melibatkan system organ maka akan timbul gejala-gejala dan tanda klinis sehingga akan terjadi Kelelahan , Sering merasa BAB tidak tuntas, Perubahan pada bentuk tinja yang terjadi lebih dari sebulan, Penurunan berat badan drastis



3. Tahap Subklinis sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon atau rektum, tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke kelenjar getah bening.



10



4. Tahap Klinis kanker telah menyebar di bagian lain dari tubuh, seperti hati, paruparu, atau tulang 5. Tahap Konvalescen Akhir dari fase klinis dapat berupa : -Meninggal - Sembuh total Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini: Stadium Duke TNM s A T1N0M0



Deskripsi histopatologi



Bertahan tahun (%)



Kanker terbatas pada mukosa/submukosa Kanker mencapai muskularis Kanker cenderung masuk/melewati mukosa Tumor melibatkan KGB regional Metastasis



>90



Derajat I



B1 B2



T2N0M0 T3N0M0



II III



C



TxN1M0



IV



D TxN2M1 V (sumber : Abdullah, 2006).



5



85 70-80 35-65 5



11



Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat menyebabkan perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang tinggi. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang dimodifikasi dari skala Dukes-Turnbull. Untuk semua pasien hasil kelangsungan hidup adalah sekitar 25% tetapi pada pasien yang bisa diobati dengan reseksi meningkat menjadi 50% dan jika tidak menembus seluruh ketebalan dinding kolon maka harapan hidupnya hampir normal. Kriteria terpenting adalah keterlibatan KGB regional saat dilakukan reseksi primer, pasien dengan tumor yang belum menembus dinding kolon dan belum terdapat keterlibatan KGB regional mempunyai harapan hidup 90%, tapi bila KGB regional sudah terlibat angka harapan hidup menurun tinggal 40%. Jumlah KGB regional yang terlibat juga penting, karena apabila lebih dari 3 KGB regional terlibat angka harapan hidup menjadi lebih rendah yaitu 15-26%. Pada intinya kanker yang sudah menunjukkan gejala biasanya pada stadium yang sudah parah dan angka harapan hidup secara keseluruhan 12



ahanya berkisar 50%. Prognosis yang buruk juga terjadi pada pasien dengan usia muda, menderita kanker koloid, dan menunjukkan gejala obstruksi atau perforasi (Roediger, 1994)



D. Pendekatan Epidemiologi terhadap Penanganan Kanker Kolon Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara, seperti : tes darah samar dari feses, dan sigmoidoskopi. Pilihan lain berdasarkan waktu antara lain: FOBT (Fecal Occult Blood test) setahun sekali, sigmoidokopi fleksibel setiap 5 tahun, enema barium kontras ganda setiap 5 tahun dan kolonoskopi setiap 10 tahun (Abdullah, 2006). E. Gejala kanker kolon Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematosezia dan konstipasi). Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tandatanda fisik timbul sebagaia bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Perdarahan invasi lokal kakheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon desendens dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total terjadi akan menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya tersamar



13



namun hematochesia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematoseczhia atau darah tumor dalam feses, tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikhterus dan hipertensi portal (Abdullah, 2006). Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan kira-kira enam kali lebih besar daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus bagian kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak tumbuh mengelilingi usus. Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang tidak enak atau kolik di abdomen yang samarsamar. Lebih sering, penyakit disertai dengan kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah gambaran klinis yang penting. Di



14



samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses (Schein, 1997). F. Frekuensi dan besaran penyakit kanker kolon di dunia Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk (Abdullah, 2006). Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker di Amerika Serikat. Kanker usus besar dan rektum adalah penyebab paling umum ketiga kematian kanker pada wanita (setelah kanker paru-paru dan payudara) dan penyebab yang paling umum ketiga kematian kanker pada laki-laki (setelah kanker paru-paru dan prostat). Lebih dari 150.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan angka kematian per tahun mendekati angka 60.000 (www. Medicineworld, 2010) Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun, fenomena ini dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup. Di Amerika Serikat rata-rata pasien



15



kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun (Abdullah, 2006). Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional, didapatkan angka yang berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomi FKUI didapatkan angka 35,36% (Abdullah, 2006).



Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:



6.8%



8.7%



11.7%



Sigmoid 9.7%



Sekum 1.9%



51.5%



(sumber : Abdullah, 2006). G. Faktor Penyebab Kanker Kolon Usia.



Risiko



kanker



kolorektal



akan



meningkat



seiring



bertambahnya usia. Lebih dari 90% kasus kanker kolorektal dialami oleh seseorang berusia 50 tahun atau lebih.



16



Riwayat penyakit. Seseorang dengan riwayat penyakit kanker atau polip kolorektal lebih berisiko terserang kanker kolorektal. Begitu juga seseorang dari keluarga yang pernah mengalami penyakit kanker atau polip kolorektal. Penyakit genetik. Seseorang dengan penyakit yang diturunkan dari keluarga, seperti sindrom Lynch, berisiko tinggi mengalami kanker kolorektal. Radang usus. Kanker kolorektal berisiko tinggi menyerang penderita kolitis ulseratif  atau penyakit crohn Gaya hidup. Kurang olahraga, kurang asupan serat dan buahbuahan, konsumsi minuman beralkohol, obesitas atau berat badan berlebih, dan merokok meningkatkan risiko kanker kolorektal. Radioterapi. Paparan radiasi pada area perut meningkatkan risiko kanker kolorektal. Diabetes. H. Sumber Data Kanker Kolon Dari data Globocan 2012, insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus kanker. Saat ini, kanker kolorektal di Indonesia menempati urutan nomor tiga (Globocan IARC, 2012), kenaikan tajam yang diakibatkan oleh perubahan pada diet orang Indonesia, baik sebagai konsekuensi peningkatan kemakmuran serta pergeseran ke arah cara makan orang Barat (Westernisasi) yang lebih tinggi lemak serta rendah serat. Sekitar 25% pasien kanker kolorektal baru terdiagnosa pada stadium lanjut



saat



kanker



sudah



menyebar



ke



organ



lain.



Hal



ini



17



mengkhawatirkan, karena pengobatan jadi lebih sulit dan mahal, serta tingkat keberhasilan juga menurun (Yayasan Kanker Indonesia, 2017) Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, kanker kolorektal merupakan penyebab kematian kedua terbesar untuk pria dan penyebab kematian ketiga terbesar untuk perempuan. Insiden kanker kolorektal (usus besar) di Indonesia cukup tinggi. Data WHO 2014 memperlihatkan bahwa jumlah pria penderita kanker kolorektal sebanyak 15.985 kasus, sedangkan wanita sebanyak 11.787 kasus. Dengan tingginya insiden kanker kolorektal di Tanah Air, angka kematian pria di Indonesia akibat kanker kolorektal sebesar 10,2% dengan 103.100 kematian, sedangkan wanita sebesar 8,5% dengan 92.200 kematian. Kurangnya skrining kolonoskopi dan perubahan gaya hidup berkontribusi



pada



jumlah



kasus



kanker



kolorektal.



Tingginya angka kematian oleh kanker kolorektal di Indonesia disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya pemeriksaan dini. Akibatnya, sebagian besar penderita kanker kolorektal di Indonesia mendatangi tenaga kesehatan untuk melakukan pengecekan saat sudah stadium lanjut, di mana pada tahap ini tanda dan gejala kanker kolorektal terlihat atau dapat dirasakan. Berdasarkan data WHO 2018, kanker merupakan penyebab kematian utama di dunia, diperkirakan 9,6 juta pada 2018. Selain itu, kanker kolorektal juga dikenal sebagai penyebab utama



18



kematian dengan jumlah kematian sebesar 862.000 yang membuatnya menjadi kanker nomor dua penyebab kematian



I. Upaya Pencegahan Kanker kolon 1. Kemoprevensi Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis (FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanaya penurunan risiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI) 2. Endoskopi dan operasi Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi. Bila ukuran Schein, Philips. 1997. Onkologi Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan. Binarupa Aksara : Jakarta. Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al. Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale.



23



Gastroenterology



1997;112:594-642



[Published



errata



in



Gastroenterology 1997;112:1060 and 1998;114:635].) http://repository.unimus.ac.id/(diaksestgl27maret2020)



24