Makalah Kelompok 7 Sejarah Dan Filsafat Matematika [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Liana
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SEJARAH DAN FILSAFAT MATEMATIKA PONDASI/LANDASAN MATEMATIKA



Dosen Pengampu : Roni Priyanda M.Pd Disusun Oleh: Kelompok 7 Mirza Luffita sari



(190406002)



Putri Balqis



(190406004)



Liana



(190406005)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SAMUDRA 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan makalah “mengenai Pondasi/ Landasan Matematika “ini dibuat dimaksudkan untuk melengkapi tugas mata kuliah Sejarah dan Filsafat matematika. Yang mana isi makalah ini kami ambil dari beberapa buku dengan sumber yang ada dan kami anggap relevan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan baik dari isi maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang mengarah pada perbaikan makalah ini sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Langsa , 09 Maret 2021



Penyusun



I



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang......................................................................................1 1.2 Tujuan...................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pondasi / Landasan Matematika............................................................2 2.1.1 Landasan dan Paradoks Matematika...................................................3 2.1.2 Tiga Aliran – aliran filsafat matematika..............................................7 1) aliran logistis.....................................................................................7 2) aliran intuisionis...............................................................................11 3) aliran formalis...................................................................................14 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan.....................................................................................20 3.2 Saran...............................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21



II



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά – mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas.a matematikawan mencari pola dan dimensi-dimensi kuantitatif lainnya, berkenaan dengan bilangan, ruang, ilmu pengetahuan alam, komputer, abstraksi imajiner, atau entitas-entitas lainnya. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Sebuah 'paradoks adalah sebuah pernyataan yang betul atau sekelompok pernyataan yang menuju ke sebuah kontradiksi atau ke sebuah situasi yang berlawanan dengan intuisi. Biasanya, baik pernyataan dalam pertanyaan tidak termasuk kontradiksi, hasil yang membingungkan bukan sebuah kontradiksi, atau "premis"nya tidak sepenuhnya betul (atau, tidak dapat semuanya betul). 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Bagaimana pondasi/landasan matematika ?



1.2.2



Apa yang menyebabkan krisis landasan matematika?



1.2.3



Apa saja macam-macam aliran dalam membangun landasan matematika?



1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui pondasi/landasan matematika 1.3.2 Mengetahui penyebab timbulnya krisis landasan matematika 1.3.3 Untuk mengetahui apa saja macam-macam aliran-aliran dalam membangun landasan matematika.



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pondasi/Landasan Matematika Matematika



ibarat



sebuah



bangunan



bertingkat.



Matematika



mempunyai pondasi, rangka, lantai yang bertingkat, dan unsur-unsur lain yang melekat padanya. Secara struktural bangunan itu hanya dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya sebagai bangunan apabila dibangun di atas pondasi atau landasan yang kuat. Landasan dalam matematika berfungsi untuk memperkokoh, menyokong atau menopang bangunan matematika. Selain itu landasan matematika juga sebagai sarana yang diperlukan untuk merenovasi bangunan matematika itu sendiri. Bangunan ilmu matematika juga dibangun di atas suatu landasan, yang dari masa ke masa terus menerus disempurnakan supaya dapat berfungsi sebagai landasan yang kokoh. Landasan matematika tidak hanya berfungsi sebagai penyokong atau penopang bangunan matematika, tetapi juga sebagai sarana yang diperlukan untuk membangun dan mengembangkan matematika itu sendiri. Menurut Prabowo (2009) dua unsur pokok dari landasan matematika adalah logika matematika dan teori himpunan. Logika pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari dan merumuskan secara sistematis kaidah-kaidah yang mengatur bagaimana manusia bernalar secara benar, yang dimaksud dengan penalaran sendiri yaitu penarikan kesimpulan dari sekumpulan pernyataan yang diberikan atau yang biasa kita sebut sebagai premis. Suatu penalaran yang sah hanya dapat dianggap valid jika premis-premisnya benar sehingga memperoleh kesimpulan yang benar. Maka dari itu logika matematika adalah ilmu yang mempelajari dan merumuskan secara sistematis kaidah-kaidah matematika. Ilmu logika semula merupakan bagian dari ilmu filsafat dan telah mulai dikembangkan oleh filsuf Yunani Kuno ratusan tahun sebelum masehi, seperti Thales, Pythagoras, Aristoteles, Euclides, dan lain-lain.



2



Logika matematika disebut juga sebagai logika simbolik, karena dalam logika matematika kita menggambarkan suatu pernyataan dan relasi antar pernyataan dengan simbol. Misalkan pernyataan “1 adalah bilangan asli” disimbolkan dengan P lalu pernyataan “1 adalah bilangan bulat” disimbolkan dengan Q, apabila antara kedua pernyataan dihubungkan atau direlasikan dengan kata “atau” maka diperoleh suatu hubungan antar pernyataan “1 bilangan asli atau 1 bilangan bulat” yang secara simbolik dapat ditulis  P V Q. Teori Himpunan adalah ilmu yang mempelajari mengenai sekumpulan objek, khususnya objek matematis, yang terdefinisi jelas. Maksudnya objek itu memiliki sifat yang jelas. Misalnya himpunan bilangan ganjil, bilangan ganjil terdefinsi dengan jelas karena memiliki sifat yang jelas, yaitu bilangan ganjil (selalu) dalam bentuk 2n+1, atau himpunan bilangan prima memiliki sifat yang jelas yaitu bilangannya memiliki faktor 1 dan bilangan itu sendiri. Teori himpunan memiliki andil yang sangat besar dalam perkembangan matematika, misalnya dalam mendefinisikan cabang matematika lain seperti teori bilangan, teori grup, geometri dan bahkan membantu ilmu-ilmu diluar matematika seperti fisika dalam fisika teorinya, biologi dengan sistem taksonominya dan lain sebagainya Ilmu logika dan teori himpunan adalah ilmu-ilmu klasik yang menjadi dasar bagi ilmu-ilmu lainnya, seperti sebuah pondasi dalam sebuah bangunan dan ilmu-ilmu lainnya seperti bangunan yang dibangun diatas pondasi ini.



2.1.1



Landasan dan Paradoks dalam Matematika



A. Paradoks Menurut KBBI paradoks merupakan pernyataan yang seolah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Paradoks juga dikenal dengan nama antinomi karena melanggar hukum kontradiksi principium contradictions (law of contradiction). Matematikawan adalah mahluk yang cerdik dan tidak bersedia menerima jika



3



rekonstruksinya gagal. Memilih menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan sebuah penghalusan atau eufemisne, bahwa yang terjadi bukanlah kontradiksi tetapi paradoks, merupakan pilihan cerdas yang dapat dilakukan. Semacam anomali, dengan kecerdikan yang demikian matematika tetap berjaya, terbebas dari segala kesalahan dan tentunya terbebas dari kontradiksi. Menurut Sembiring (2010) Paradoks antara lain muncul dari dialog Socrates dengan Plato berikut ini. Socrates: ”Apa yang berikut ini akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan: ”Yang barusan dikatakan Socrates benar”. Contoh yang cukup populer adalah paradoks Zeno (±450 SM) yang menemukan adanya kesulitan mengenai ide kuantitas kecil tak berhingga sebagai penyusun besaran kontinu. Zeno mencoba membuktikan bahwa pergerakan ke arah kecil tak berhingga adalah khayalan. Paradoks Zeno mengenai “Achiles si Gesit” begitu terkenal dan memukau ke arah penelusuran konsep ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih lambat tidak dapat disalip oleh yang lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak akan mampu menyalip atau mendahului kuya. Paradoks ini tidaklah menyatakan bahwa dalam praktek lomba lari yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip kura-kura, tetapi memberi gambaran bagaimana terbatasnya pemikiran dalam logika formal matematika. Upaya



menyelesaikan



berbagai



paradoks



menyebabkan



terpecahnya



matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau filsafat. Lahirlah faksifaksi dan aliran-aliran dalam filsafat matematika, yang saling berbeda dan saling tidak mau menerima satu sama lain. Menyembunyikan kontradiksi dalam paradoks tidak selalu membuat pekerja matematika dapat tidur dengan nyenyak. Matematikawan juga adalah mahluk yang tidak dapat menipu dirinya sendiri. Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat mengurangi nilai keindahan matematika, meskipun diperhalus terus menerus. Secara eksternal matematikawan menyatakan matematika bebas dari kontradiksi, tetapi diam-diam mereka melanjutkan pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi tersebut, dan memastikan bahwa penyelesaian yang



4



dilakukannya tidak akan menimbulkan kontradiksi baru, sehingga konsistensi matematika tetap tegak berdiri, bendera matematika berkibar di tiang tertinggi dengan lantang dan gagah berani menatap langit biru, tidak akan pernah berkibar setengah tiang dan malu-malu. Para matematikawan mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut, membuang kontradiksi dan mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah. Mereka membuat rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai meninggalkan kepercayaan pada disain alam semesta yang matematis. Meskipun merupakan suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta dan orang tinggal menemukannya, keyakinan tersebut harus ditinggalkan dan beralih pada matematika yang merupakan hasil konstruksi pikiran bebas manusia yang kebenarannya tidak perlu harus sesuai dengan apa yang terjadi di alam semesta, cukup kebenaran karena kesepakatan. Tetapi, lagi-lagi muncul kontradiksi yang mencemari logika matematika dalam rekonstruksi baru tersebut, misalnya paradok Russel dan paradok Burali-Forti. B. Krisis landasan Munculnya filsafat matematika disebabkan oleh adanya kontradiksi, paradoks dan terjadinya krisis dalam matematika. Menengok sejarah matematika sejak Yunani kuno sampai sekarang menunjukkan bahwa landasan (fondasi) matematika telah mengalami tiga gangguan krisis yang mendalam. Berikut krisis yang terjadi : 1. Krisis I. Pada abad ke-5 SM, muncul paradoks bahwa ukuran sama jenis (dalam geometri) adalah proporsional. Konsekuensi dari paradoks ini menjadikan semua ‘teori proporsi’ model Pythagoras dicoret dan dinyatakan salah. Krisis ini tidak segera di atasi dan baru sekitar 500 tahun kemudian oleh Eudoxus dengan penemuannya bilangan rasional pada tahun 370 SM. 2.



Krisis II. Pada abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus. Hasil ini sangat diagungkan karena penerapannya yang gemilang, dengan konsepnya ‘infinitesial’. Namun, hasil-hasil penerapannya justru digunakan



5



untuk menjelaskan landasannya. Krisis ini dapat diatasi pada abad ke-19 oleh Cauchy dengan memperbaiki konsep kalkulus melalui konsep ‘limit’. Dengan aritmetisasi oleh Wierstrass, krisis landasan II telah diatasi. 3. Krisis III. Abad ke-19 Cantor menemukan teori himpunan. Teori ini disambut antusias oleh para matematikawan dan teori himpunan telah menjadi landasan cabang-cabang matematika. Pada tahun 1897 Burali Forti, Bertrand Russel mengajukan paradoks-paradoks dalam teori himpunan. Salah satu bentuk paradox yang ditemukan Bertrand Russel pada tahun 1919 mengenai janji seorang tukang cukur pada suatu warga desa tempat ia tinggal dan mengumumkan suatu hukum bahwa ia akan mencukur siapa saja orang-orang di desa itu dan hanya orang-orang di desa yang tidak mencukur sendiri jenggotnya. Sama hal nya dengan paradox Epimenides seorang filsuf yang tinggal di pulau Kereta pernah membuat pernyataan Warga pulau Kereta selalu berbohong. Hal ini membuktikan bahwa pernyataan tersebut self-kontradiktori. Setelah lahirnya paradox-paradoks yang membuat landasan matematika semakin goyah maka para ahli mengusahakan solusi-solusi yang dapat mengatasi paradox-paradoks di atas. Diantaranya solusi yang pertama mucul dari Zermelo pada tahun 1908 kemudian dilengkapi oleh Fraenkel (1922,1925), Skolem (1922, 1929), Von Neumann (1925, 1928), dan Berneys (1937, 1948). Tetapi seiring berjalannya waktu, banyak kritik yang menganggap bahwa solusi tersebut hanyalah membuang paradoks – paradoks tanpa penjelasan yang pasti. Poincare memandang penyebab dari krisis III terletak pada definisi imperikatif yaitu definisi yang melingkar. Russell pun mengatakan dalam bukunya Vicious Circle Principle (prinsip lingkaran setan) :” Tidak dibenarkan himpunan S memuat anggota-anggota m yang dapat didefinisikan hanya dalam term S atau anggota-anggota m disangka S”. selain itu, para pakar mencari usaha lain untuk menghilangkan paradoks tersebut melalui filsafat yang dipandang sebagai penjelasan diluar sifat keteraturan dari suatu perangkat atau mencari sesuatu yang hakiki.



6



2.1.2 Tiga Aliran - Aliran Filsafat Matematika A.



Aliran – Aliran dalam Landasan Matematika Bagaimana matematikawan mengatasi ketiga krisis tersebut adalah dengan



melihat dan pergi ke filsafat matematika, sehingga di dalam matematika dikenal adanya berbagai aliran (madzhab) filsafat yang dianut dan dikembangkan oleh tokohnya masing-masing. Filsafat matematika dikembangkan melalui isu-isu eksternal seperti sejarah, asal-usul, dan praktek matematika dengan isu-isu internal seperti epistemologi dan ontologi. Metode yang digunakan untuk melakukan klasifikasi aliran-aliran dalam filsafat matematika salah satunya menggunakan kriteria kecukupan filsafat matematika (Ernest, 1991) yaitu: (1) pengetahuan matematika: sifat, justifikasi, dan asal-usul pengetahuan, (2) obyek matematika: ruang lingkup dan asal-usul obyek matematika, (3) aplikasi matematika: efektifitas matematika dalam mengembangkan sains, teknologi dan aplikasi lainnya, dan (4) praktek matematika: aktifitas matematikawan, dulu dan sekarang. Ada tiga aliran yang digunakan sebagai landasan atau acuan berpikir matematika, yaitu: logistis, formalis dan Intuisionis. Aliran pemikiran ini tidak sepenuhnya



dikembangkan



sampai



abad



kedua



puluh,



tapi



Korner



(1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat ditelusuri kembali setidaknya sejauh Leibniz dan Kant. 1. Aliran Logistis Sukardjono (2000) menyatakan bahwa perkembangan logika, sebagai ilmu pengetahuan yang memuat prinsip prinsip dan ide-ide yang mendasari semua ilmu pengetahuan lain, setidaknya dimulai oleh Leibniz tahun 1666. Reduksi konsep-konsep matematika ke dalam konsep logika telah dimulai pada era Dedekind tahun 1888 dan Gottlob Frege antara 1884 – 1903. Sementara itu, Peano mengerjakan proyek ”melogikakan matematika” dengan menuliskan teorema-teorema matematika ke dalam lambang logika antara tahun 18891908. Dedekind, Frege, dan Peano kemudian mendirikan aliran Logisisme yang puncak perkembangannya dicapai oleh Bertrand Arthur William Russel



7



(1872-1970) dan Alfred North Whitehead (1861-1947) melalui karya monumental Russel-Whitehead, Principia Mathematica, sebuah karya dari keindahan logika, yang berusaha mereduksi seluruh matematika ke dalam logika. Melogikakan matematika dengan cara yang lebih smooth telah dilakukan Wittgenstein (1922), Chwistek (1924-25), Ramsey (1926), Langford (1927), Carnap (1931), dan Quine (1940). Menurut Prabowo (2009) Tesis Logisisme adalah matematika sebagai cabang dari logika. Menurut aliran ini, seluruh matematika dari sejak jaman kuno perlu dikonstruksi kembali ke dalam term-term logika dan tentu saja programnya adalah mengubah seluruh matematika ke dalam logika. Semua konsep matematika haruslah dirumuskan dalam term-term logika dan semua teorema matematika harus dikembangkan sebagai teorema logika. Tesis ini muncul sebagai upaya untuk meletakkan pondasi matematika ke tempat yang paling dasar dan paling dalam. Pondasi matematika yang saat ini digunakan dibangun dengan sistem bilangan real, didorong ke sistem bilangan asli, dan akhirnya didorong lagi ke teori himpunan. Tokoh-tokoh aliran logistis antara lain : a)



G. Leibniz Menurut G. Leibniz aliran logistis adalah aliran yang memandang bahwa Matematika sebagai bagian dari logika.



b) G. Frage G. Frege adalah tokoh logistis. Dalam tulisannya Die Grundgesetze der Arithmetik (Basic Laws of Arithmatic) ia membangun aritmetika dari suatu sistem logika dengan prinsip pemahaman yang umum, yang disebut “Basic Law V” (untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama dengan perluasan G jika dan hanya jika untuk semua objek a, Fa jika dan hanya jika Ga), sebuah prinsip yang dapat diterima sebagai bagian dari logika. c)



B. Russel dan AN Whitehead Russell menemukan bahwa Basic Law V tidak konsisten. (disebut dengan paradox Russell).  Setelah Frege meningggalkan ahli-ahli program logikanya, kemudian diteruskan oleh Russell dan Whitehead dengan



8



menghubungkan paradoks “lingkaran setan” tersebut dan kemudian membangun apa yang mereka sebut dengan jenis teori yang bercabang (ramified type theory) untuk menanganinya. Dalam sistem ini, mereka akhirnya mampu membangun banyak matematika modern, tetapi bentuknya berubah dan kebanyakkan kompleks (sebagai contoh, ada bilangan asli yang berbeda dalam setiap jenis, dan banyak jenis yang tak hingga). Mereka juga telah membuat beberapa kompromi untuk mengembangkan



begitu



banyak



matematika,



seperti



“axiom



of



reducibility”. Bahkan Russell mengatakan bahwa aksioma ini tidak benarbenar termasuk logika d)



R. Carnap (1931) Menurut Carnap, logisisme adalah desertasi bahwa matematika diturunkan menjadi logika,  oleh sebab itu tidak ada sama sekali bagian dari logika. Para ahli Logika berpendapat bahwa matematik dapat dikenal  apriori, tetapi mereka menyarankan bahwa pengetahuan matematika adalah hanya bagian dari pengetahuan logika secara umum, jadi secara analitis tidak membutuhkan kemampuan khusus tentang intuisi matematik. Dalam sudut pandang ini, logika adalah dasar-dasar yang benar dari matematika, dan semua pernyataan matematik memerlukan kebenaran logika. Carnaf memperkenalkan desertasi para ahli logika yang terdiri dari dua bagian: 1) Konsep-konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi yang gamblang atau jelas. 2) Teorema-teorema matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika melalui pengambilan kesimpulan murni.



e)



Bob Hale dan Cripsin Wright Kembali ke program yang lebih mendekati ke Frege. Mereka telah meninggalkan Basic Law V dan setuju terhadap prinsip-prinsip abstraksi seperti prinsip hume (banyaknya objek yang jatuh dibawah konsep F sama dengan banyaknya objek yang jatuh dibawah konsep G jika dan hanya jika extension dari F dan extension dari G dapat digolongkan ke dalam korespondensi satu-satu). Frege membutuhkan Basic Law V agar mampu



9



memberikan definisi eksplisit dari bilangan, tetapi semua sifat-sifat bilangan dapat diturunkan dari hume. Hal ini tidak cukup untuk Frege karena tidak meniadakan kemungkinan bahwa bilangan 3 sebetulnya adalah Julius Caesar. Sukardjono (2000) menyatakan bahwa Bertrand Russel berhasil memperlihatkan bahwa dua buah klaim aliran logisisme berikut dapat diselesikan dengan logika yaitu : a. Seluruh konsep matematika secara mutlak dapat direduksi ke dalam konsep logika, tercakup dalam konsep teori himpunan atau beberapa sistem yang kekuatannya sama, seperti Teori Type dan b. Seluruh kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturanaturan inferensi dalam logika Tujuan kedua klaim ini adalah jika seluruh matematika dapat diekspresikan ke dalam term-term logika secara murni dan dapat dibuktikan menggunakan prinsip-prinsip logika, maka kepastian pengetahuan matematika dapat direduksi ke dalam logika. Jadi, tugas logisistis adalah menyediakan dasar logika untuk pengetahuan matematika secara pasti dan meyakinkan serta mengukuhkan kembali kemutlakan kepastian dalam matematika Whitehead dan Russel



mampu membangun yang pertama dari dua



tuntutan melalui arti dari defenisi berantai. Bagaimanapun logika dibangun pada tuntutan yang kedua. Matematika meminta aksioma non logika seperti aksioma tidak terbatas (himpunan semua bilangan asli adalah tidak terbatas). Dan aksioma pilihan (hasil cartesian dari himpunan kosong adalah himpunan kosong itu sendiri). Russel mengekspresikannya pada dirinya sendiri sebagai pengikut. Buku beliau yang berjudul “The Principles of Mathematics” yang berpegang pada pendapat bahwa matematik muri semata-mata terdiri atas deduksi-deduksi dengan prisip-prinsip logika dari prisip-prinsip logika. Menurutnya logika telah mejadi lebih bersifat matematis dan matematik sehingga lebih logis. Akibatnya ialah bahwa kini menjadi sepenuhnya tak mungkin untuk menarik suatu garis diantara keduanya. Sesungguhnya kedua hal itu adalah satu. Mereka berbeda seperti anak dan orang dewasa. Logika



10



merupakan masa muda dari matematika dan matematika merupakan masa dewasa dari logika. Semua dalil  logika (atau matematika) dapat diekspresikan seluruhnya dalam teorema dari logika konstanta bersama dengan variable, itu bukanlah masalah bahwa sebaliknya semua dalil itu dapat diekspresikan dalam cara logika ini, kita telah menemukan sejauh kepentingan tetapi bukan sebuah standar yang perlu dari dalil matematika. Kita perlu menentukan karakter dari ide kuno dalam teorema yang mana semua ide dalam matematika dapat ditentukan. Tetapi bukanlah dalil kuno dari semua dalil dalam matematika dapat dibuktikan secara deduktif. Ini adalah sebuah masalah yang lebih sulit, yang mana belum diketahui apa jawaban seutuhnya. Menurut Ernest (1991, p.144) ada beberapa keberatan terhadap logisitis antara lain: a. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi. b. Teorema ketidaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika. c. Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisitis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika. 2. Aliran Formalis Menurut



Haryono



(2014)



aliran



formalis



menyatakan



bahwa



matematika merupakan sistem lambang yang digunakan dalam mewakili benda-benda yang ada atau menggunakan simbol dan proses pengolahan



11



terhadap lambang-lambang yang digunakan. Aliran formalis muncul ketika adanya sebagian orang yang menolak anggapan kaum logistis yang menyatakan bahwa konsep matematika dapat direduksikan menjadi konsep logika. Mereka berpendapat bahwa banyak masalah-masalah dalam bidang logika yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan matematika. Bagi kaum formalis matematika adalah pengetahuan tentang struktur formal dari lambang. Aliran formalis adalah suatu aliran yang menjadi titik pokok atau landasan karakteristik filsafat pendidikan matematika. Dalam istilah populer, formalis adalah pandangan bahwa matematika adalah permainan yang dimainkan dengan formal. Artinya matematika adalah sebuah permainan formal tak bermakna dan dimainkan di atas kertas dengan tidak melupakan aturan-aturan yang ada. Prabowo (2009) menyatakan bahwa aliran formalis dalam matematika dapat dilacak pada Bishop Berkeley, tetapi sebenarnya aliran formalis ini dibentuk sekitar tahun 1910 oleh David Hilbert, seorang ahli matematika dari Jerman. David Hilbert lahir pada tanggal 23 Januari 1862 dan meninggal pada umur ke 81 tepatnya pada tanggal 14 Februari 1943. Pada tahun 1925, aliran formalis diteruskan oleh J. Von Neumann tahun 1931 dan H. Curry tahun 1951. John von Neumann termasuk salah satu matematikawan abad 20. Seperti kebanyakan matematikawan yang lain ia pun berkontribusi penting baik dalam matematika maupun dalam sains. Von Neumann khususnya tertarik pada permainan strategi dan peluang. Jadi tidak mengejutkan apabila ia adalah salah seorang yang membuka bidang matematika baru yang disebut game theory (teori permainan). Dengan menggunakan peluang yang terlibat dalam peluang strategi dan ia membuat strategi yang menghasilkan "pemenang" dalam permainan pembuatan keputusan, teori permainan Von Neumann dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam ekonomi, sains, dan strategi militer.  Von Neumann dilahirkan di Budapest, Hongaria. Ketika berusia 6 tahun, ia mampu melakukan operasi pembagian seperti 78.463.215: 49.673.235 di luar



12



kepala. Pada usia 8 tahun ia telah memperoleh master dalam kalkulus dan mempunyai trik tertentu mengingat dalam sekali pandang terhadap nama, alamat, dan nomor telepon dalam satu kolom buku telepon. John von Neumann termasuk matematikawan yang menganut dan meneruskan aliran formalis. Aliran Formalis banyak dianut oleh matematikawan Amerika akibat pengaruh Oswald Veblen dan V.E. Huntington. Aliran ini sering disebut aliran postulatsional atau aliran aksiomatik dan dalam pendidikan matematika melahirkan jenis matematika yang disebut matematika modern (New Math) seperti yang sekarang diberikan di sekolah-sekolah. Formalis dibentuk dengan tujuan khusus yaitu mengaksiomakan semua matematika secara lengkap dan konsisten. ("Konsisten" disini berarti bahwa tidak ada kontradiksi yang dapat berasal dari sistem.). Hilbert bertujuan menunjukkan konsistensi sistem matematik dari asumsi bahwa " aritmetik yang hingga" (suatu subsistem aritmetik lazimnya dari bilangan bulat positif, yang terpilih tidak kontroversi secara filsafat) adalah konsisten. serta menyingkirkan semua kontradiksi dalam matematika, antara lain mengatasi paradoks dalam teori himpunan (Paradoks Russel/Paradoks Tukang Cukur) dan untuk menyelesaikan tantangan matematika klasik yang disebabkan oleh kritik kaum Intuisionis. Dengan kata lain aliran formalis bertujuan untuk menterjemahkan seluruh matematika ke dalam sistem formal yang tidak dapat diinterpretasikan (kosong dari arti). Aliran formalis menganjurkan pendekatan murni abstrak, berangkat dari prinsip awal, dan mendeduksi segalanya dari prinsip awal tersebut. Karya-karya yang dihasilkannnya sama sekali tidak mempunyai (dan memang tidak perlu mempunyai) hubungan dengan ilmu pengetahuan dan dunia nyata, sesuatu yang sangat membanggakan aliran ini. Menurut aliran formalis matematika sekedar rekayasa simbol berdasarkan aturan tertentu untuk menghasilkan sebuah sistem pernyataan tautologis, yang memiliki konsistensi internal, tetapi kosong dari makna. Matematika direduksi hanya menjadi sebuah permainan intelektual, seperti catur. Dalam bahasa populer, formalis memandang matematika sebagai permainan formal penuh makna



13



yang dimainkan dengan lambang-lambang di atas kertas menggunakan aturan tertentu. Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu: a. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan



sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui



teorema- teorema formal. b. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan. Secara ringkas, tesis kaum Formalis adalah membangun matematika yang berpusat pada penggunaan sistem lambang formal. Programnya adalah membangun konsistensi seluruh matematika dengan menggunakan teori bukti. Tesisnya bahwa matematika harus dikonstruksi kembali atas dasar kaidah konsistensi dengan lambang-lambang formal, menemukan hasilnya dalam karya Hilbert, Grundlagen der Mathematik. Menurut beberapa ahli, matematika sebagai konsep formalis tidak diterima, walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma. Keberatan ini bermula ketika Godel membuktikan bahwa tidak mungkin bisa membuat sistem yang lengkap dan konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini dikenal dengan Teorema Ketidaklengkapan Godel (Godel’s Incompleteness Theorem).  Menurut Prabowo (2014) menyatakan bahwa keberatan terhadap formalis tersebut adalah: a.



Formalis dalam memahami obyek matematika seperti lingkaran, sebagai suatu yang konkrit, padahal tidak bergantung pada obyek fisik



b.



Formalis tidak dapat menjamin permainan matematika itu konsisten.



Keberatan tersebut dijawab oleh kaum formalis sebagai berikut: a. Lingkaran dan yang lainnya adalah obyek yang bersifat material b. Meskipun beberapa permainan itu tidak konsisten dan kadang-kadang trivial, tetapi yang lainnya tidak demikian. 3. Aliran Intuisionis Menurut Prabowo (2009) Intuisionisme adalah aliran filsafat dalam tradisi Kant bahwa semua pengetahuan manusia diawali oleh intuisi,



14



menghasilkan konsep-konsep, dan diakhiri dengan ide-ide. Setidaknya untuk semua tujuan praktis, segala sesuatu, termasuk matematika, hanya ada dalam pikiran. Aliran Intuisionisme mulai dikembangkan sekitar 1908 oleh matematikawan Belanda L.J.W. Brouwer (1882-1966), meskipun beberapa ide awal intuisionisme diketahui telah ada, seperti yang dirumuskan Kronecker (1890-an) dan Poincare antara 1902-1906. L.E.J. Brouwer menyatakan bahwa matematika adalah kreasi pikiran manusia. Bilangan ibarat karakter dalam cerita dongeng, hanyalah entitas mental, yang tidak akan pernah ada, kecuali dalam pikiran manusia yang memikirkannya. Jadi, intuisionisme menolak keberadaan obyek-obyek dalam matematika. Aliran Intuisionisme tidak memandang kebenaran matematis sebagai struktur obyektif seperti pendapat aliran Formalisisme dan Logisisme. Menurut aliran ini, matematika tidak akan dapat seluruhnya dilambangkan, berpikir matematis tidak tergantung pada bahasa tertentu yang digunakan untuk mengungkapkannya. Pengetahuan dari proses matematis haruslah sedemikian sehingga proses itu dapat diperluas hingga tak terbatas. Menurut Haryono (2014) Tesis aliran Intusionisme adalah matematika harus dibangun sematamata atas dasar metode konstruktif finit (dalam sejumlah langkah yang hingga) dengan dasar barisan bilangan asli yang diketahui secara intuitif. Ketepatan dalil-dalil matematika terletak dalam akal manusia dan tidak pada simbol-simbol di atas kertas sebagaimana yang diimanioleh pengagum aliran formalis diatas. Dalam pemikiran aliran intisionis ini matematika berlandaskan pada intuisi dasar mengenai kemungkinan untuk membangun sebuah serangkaian bilangan yang tidak terbatas (infinite). Intuisi ini pada hakikatnya merupakan dasar suatu aktifitas berpikir yang tergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa dan simbolisme, serta bersifat objektif. Menurut Ernest (1991) Intuisionis mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksioma-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusif pada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran



15



absolut (yang diakui diberikan intuisionis) tidak dapat didasarkan pada pandangan yang subyektif semata. Menurut aliran ini, pada dasar yang paling dalam terletak intuisi primitif, bersekutu



dan



bekerja



sama



dengan



akal



duniawi



manusia,



yang



memungkinkan manusia mengangankan suatu obyek tunggal, kemudian satu lagi, satu lagi dan seterusnya tak berakhir. Dengan cara ini diperoleh barisan tak berakhir, yang dikenal dengan barisan bilangan alam. Dengan menggunakan dasar intuitif bilangan asli ini, sebarang obyek matematika harus dibangun dengan cara konstruktif murni, dengan menggunakan operasi dan langkah-langkah yang banyaknya berhingga. Bagi kaum Intuisionis, suatu himpunan tak boleh dipikirkan sebagai koleksi yang telah siap jadi, akan tetapi harus dipandang sebagai hukum yang elemen-elemennya dapat atau harus dikonstruksi selangkah demi selangkah. Konsep himpunan



seperti



ini dapat



membebaskan



matematika



dari



kemungkinan terjadinya kontradiksi, seperti munculnya kontradiksi pada pernyataan ”himpunan semua himpunan”. Kaum Intuisionis juga menolak pendapat aliran formalisme bahwa hukum excluded midle dan hukum kontradiksi adalah ekuivalen. Tokoh – tokoh aliran intuisionis antara lain: a) Arend Heyting (1898-1980) Menurut Ningsih (2009) di lain hal, murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting. Heyting membangun sebuah formalisasi logika intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini dinamakan ”Predikat Kalkulus Heyting”. Heyting menegaskan bahwa dari asumsi metafisika yang pokok dalam kebenaran realism-logika klasik, bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam pernyataan benar atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat untuk intuisinisme.



Sebagai



pengganti,



bahasa



intuisionisme



seharusnya



dimengerti dalam faktor-faktor syarat-syarat penyelesaian. Semantic akan



16



menggambarkan suatu perhitungan seperti sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan. Heyting pada tahun 1939 mulai membangun piranti logis intuisionis dengan mengembangkan lambang logika kaum intuisionis. Kaum Intuisionis dengan logika yang dikembangkannya sendiri telah berjaya dengan berhasil menyusun kembali sebagian besar matematika masa kini, termasuk teori kekontinuan dan teori himpunan. Namun demikian, akibat dari tesisnya sendiri terlalu banyak hal menarik dalam matematika yang harus dihilangkan dan dikorbankan. Kekurangan lainnya, matematika intusionis dianggap sebagai kurang kuat dibanding matematika klasik, dan dalam banyak hal jauh lebih rumit untuk berkembang. Kelebihannya, metode intuisionisme diyakini tidak menghasilkan kontradiksi. Heyting mempunyai andil dalam pandangan Brouwer mengenai kelaziman kontruksi mental dan down playing bahasa dan logika. Dalam buku “Intuitionism” (1956) dia mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa adalah media tidak sempurna untuk mengkomunikasikan konstruksi nyata matematika. System formalnya adalah dirinya sendiri sebagai sebuah legitimasi konstruksi matematika, tetapi satu yang tidak diyakini system formal menggambarkan secara utuh domain pemikiran matematika. Pada suatu penemuan metode baru memungkinkan kita untuk memperluas system formal. Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan pada yang lain. Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya pada logika untuk menyusun pertimbangan intuisionistik. b) Sir Michael Anthony Eardley Dummett (1925 – sekarang) Mengingat kembali Brouwer dan Heyting yang mengatakan bahasa merupakan media tidak sempurna untuk komunikasi konstruksi mental matematika. Keduanya, logika menyangkut bentuk yang berlaku untuk penyebaran media ini dan tentu saja focus langsung pada bahasa dan logika telah jauh berpindah dari permasalahan yang seharusnya. Menurut Ningsih (2009) Pendekatan utama Dummett, matematika dan logika adalah linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik



17



daripada matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting,



Dummet



tidak



memiliki



orientasi



memilih.



Dummet



mengeksplorasi matematika klasik dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika. Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya. Acuan arti pernyataan matematika secara umum, harus mengandung kapasitas untuk menggunakan pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh, seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “ jika dan hanya jika”. Menurut Ernest (1991) ada berbagai macam keberatan terhadap pendapat aliran intuisionis, yaitu: a. Intusionis tidak dapat mempertanggungjawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2+2 masih tetap 4 b. Matematis intuisionisme adalah manusia timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini



18



Anglin (1994) menyatakan bahwa kemudian penganut aliran intuisionis menjawab keberatan tersebut sebagai berikut: a. Tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkan suatu dunia tanpa manusia b. Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dari pada memiliki sejumlah besar matematika dari kebanyakan omong kosong



19



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Dalam



matematika,



landasan



berfungsi



untuk



memperkokoh,



menyokong atau menopang bangunan matematika. Selain itu landasan matematika juga sebagai sarana yang diperlukan untuk 'merenovasi' bangunan matematika itu sendiri. Dalam landasan matematika kita akan memfokuskan diri pada 2 unsur pokok, yaitu Logika Matematika (atau yang biasa disebut Symbolic Logic) dan Teori Himpunan (Set Theory). 2.



Logika pada dasarnya adalah ilmu yang mempelajari dan merumuskan secara sistematis kaidah-kaidah yang mengatur bagaimana manusia bernalar secara benar. Sedangkan Teori Himpunan adalah ilmu yang mempelajari mengenai sekumpulan objek, khususnya objek matematis, yang terdefinisi jelas.



3.



Krisis landasan dalam matematika selalu diawali dengan munculnya paradoks atau antinomi dalam matematika sampai sekarang. Berikut krisis yang terjadi : 1) Krisis I. Pada abad ke-5 SM 2) Krisis II. Pada abad ke-17 3) Krisis III. Abad ke-19



4. Tiga aliran yang mengatasi krisis landasan dalam matematika yaitu: 1) Aliran Logistis 2) Aliran Intuisionis 3) Aliran Formalis 3.2 Saran Demikian makalah yang dapat penulis susun, penulis menyadari bahwa makalahini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, keterbatasaan ini kiranya akan dapatdiminimalis dengan partisipasi pembaca untuk memberikan saran dan kritik yangkonstruktif agar makalah kedepan dapat lebih baik.



20



DAFTAR PUSTAKA Kartasasmita,Bana G. and Wahyudin (2014) sejarah dan filsafat matematika : universitas terbuka Jakarta Gie , The liang, 1981, Filsafat Matematika, Supersukses, : Yogyakarta Sadulloh,Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan Bandung : Alfa beta Sukardjono. (2000). Filsafat dan Sejarah Matematika. Universitas Terbuka Suriasumantri, J, S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan Prabowo, A. (2009).



Aliran-Aliran Filsafat Dalam Matematika. Jurnal



Pendidikan Matematika, 1(2), 25-45. Retrieved from



21