Makalah KMB Dekompensasi Kordis-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEKOMPENSASI KORDIS



MATA KULIAH: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



KELOMPOK 4



EGGIE JULIANTI



NAHDIYATY NUR RAHMI



EKA NOVIANA ANGGRAINI



NOLVA INDAH PERMATA



FATIMAH



TRI WAHYU FEBRIYANTO



M. WAHYU RAMDANI



VANESSA MEDYANA



S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR SAMARINDA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Dekompensasi Kordis” mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kami mengaharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat untuk kami dan semua yang membaca.



Samarinda, 23 Februari 2019



Kelompok 4



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................................1 C. Tujuan...........................................................................................................2 BAB II ISI...............................................................................................................3 A. Konsep Penyakit...........................................................................................3 1.Definisi.......................................................................................................3 2.Klasifikasi...................................................................................................4 3.Etiologi.......................................................................................................5 4.Patofisologi.................................................................................................8 5.Manifestasi Klinik......................................................................................8 6.Komplikasi...............................................................................................10 7.Pemeriksaan Penunjang............................................................................10 8.Penatalaksanaan........................................................................................11 B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................13 1.Pengkajian................................................................................................13 2.Diagnosa Keperawatan.............................................................................19 3.Intervensi..................................................................................................19 4.Implementasi............................................................................................24 5.Evaluasi....................................................................................................24 BAB III PENUTUP...............................................................................................25 A. Kesimpulan.................................................................................................25



B. Saran............................................................................................................25 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Jantung merupakan organ yang berperan untuk memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme pada setiap saat. Hal ini dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa baik, sistem katub serta pemompaan baik. Namun jika ditemukan ketidaknormalan pada salah satu di atas maka mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat menyebabknan kegagalan memompa (Kusuma, 2012). Prevalensi penyakit jantung di Indonesia dari tahun ketahun terus meningkat berdasarkan data Angka Kejadian Penyakit jantung di RSUD DR. Moewardi pada periode Januari-Maret 2012 berjumlah 20 pasien yang di ambil dari data register ruang IGD. Pentingnya tindakan yang segera dilakukan oleh petugas kesehatan di IGD RSUD Dr. Moewardi pada pasien decompensasi cordis adalah terjadinya peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi arteri vena jantung. Akibat yang paling buruk adalah kematian (Kusuma, 2012). Makalah yang kami susun ini akan membahas lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan dekompensasi kordis. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep penyakit dekompensasi kordis?



2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan dekompensasi kordis?



C. Tujuan 1. Mengetahui konsep penyakit dekompensasi kordis. 2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan dekompensasi kordis. 3. Mampu mengimplementasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan dekompensasi kordis.



BAB II ISI



A. Konsep Penyakit 1. Definisi Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal (Muttaqin, 2012). Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala) yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi pada jantung (Nurarif dan Kusuma, 2013). Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan okseigen secara adekuat (Udjianti, 2010). Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal jantung merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak mampu lagi memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.



2. Klasifikasi a. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya 1) Gagal jantung kiri Kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan diastolik (Nurarif dan Kusuma, 2013). 2) Gagal jantung kanan Kegagalan ventrikel kanan untuk memompa darah secara adekuat (Nurarif dan Kusuma, 2013). 3) Gagal jantung kongestif Kegagalan ventrikel kanan dan kiri secara bersamaan (Udjianti, 2010). b. Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya Derajat 1



Keterangan Pasien masih dapat melakukan aktivitas fisik sehari-



(Tanpa



hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak nafas.



keluhan) 2



Aktivitas fisik sedang menyebabakna kelelahan atau



(Ringan)



sesak nafas tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka



3



keluhan akan hilang. Aktivitas fisik ringan menyebabakna kelelahan atau



(Sedang)



sesak nafas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas



4



dihentikan. Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari



(Berat)



bahkan pada saat istirahatpun keluhan masih tetap



ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktifitas ringan. (Nurarif dan Kusuma, 2013).



3. Etiologi Menurut Manurung (2016), etiologi dekompensasi cordis sebagai berikut: a. Kelainan otot jantung Kelainan otot jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. b. Aterosklerosis Koroner Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot. c. Hipertensi sistemik atau pulmonal Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrophi serabut otot jantung. d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara



langsung



merusak



serabut



jantung,



menyebabkan



kontraktilitas menurun. e. Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. f. Faktor sistemik



Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal ginjal. Asidosis respiratorik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung . Sedangkan menurut Muttaqin (2012), etiologi dekompensasi jantung yaitu: a. Kelainan mekanis 1) Peningkatan beban tekanan - Dari sentral (stenosis aorta) - Dari peripheral (hipertensi sistemik) 2) Peningkatan beban volume - Regurgitas katup - Meningkatnya beban awal akibat regurgitas aorta dan cacat septum. 3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel - Stenosis mitral atau tricuspid 4) Temponade pericardium 5) Retriksi endokardium dan miokardium 6) Aneurisma ventricular 7) Dis-sinergi ventrikel b. Kelainan miokardial 1) Primer - Kardiomiopati - Ganguan neuromuskular miokarditis



- Metabolik (DM) - Keracunan (alkohol dan lain-lain) 2) Sekunder - Iskemik, inflamasi, penyakit infiltrative - Penyakit sistemik, PPOK - Obat-obatan yang mendepresi miokard, 3) Gangguan irama jantung - Henti jantung - Ventrikular fibrilasi - Takikardi atau bradikardi yang ekstrim - Asinkronik listrik dan gangguan konduksi (Nurarif dan Kusuma, 2013).



4. Patofisologi



5. Manifestasi Klinik Dalam Manurung (2016), berikut tanda dan gejala dekompensasi cordis: Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. a. Decompensasi cordis kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu : 1) Dispnoe Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa



pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) 2) Mudah lelah Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk. 3) Kegelisahan dan kecemasan Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. 4) Batuk b. Decompensasi Cordis kanan : 1) Kongestif jaringan perifer dan viseral. 2) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan. 3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. 4) Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen. 5) Nokturia



6) Kelemahan. c. Decompensasi Cordis Congestif Gejalanya merupakan gabungan Dekompensasi Cordis kiri dan kanan.



6. Komplikasi a. Edema paru b. Gagal ginjal c. Aritmia d. Tromboembolisme e. Kerusakan metabolik (Kowalak, 2011).



7. Pemeriksaan Penunjang a. Ekokardiografi Digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri (Muttaqin, 2012). b. Rontgen dada Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru atau kardiomegali (Muttaqin, 2012). c. EKG Ditemukan adanya LBBB, kelainan ST atau T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis. Gelombang Q menunjukkan infark



sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi (Muttaqin, 2012).



8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan non farmakologis 1) Pembatasan natrium 2) Tirah baring 3) Pembatasan lemak b. Penatalaksanaan farmakologis 1. Pemberian O2 2. Terapi nitrat dan vasodilator Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator parenteral berupa nitrogliserin parenteral atau nitropusid natrium 3. Diuretik kuat Diuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat transport klorida terhadap natrium ke dalam sirkulasi (menghambat reabsorbsi natrium pasif). Garam natrium dan air akan keluar bersama dengan kalium, kalsium, dan magnesium. Obat yang termasuk dalam diuretik kuat adalah furosemid dan asam etakrinat. 4. Digitalis



Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan konraktilitas. Obat yang termasuk dalam digitalis adalah digoksin dan digitoksi. 5. Inotropik positif Obat dalam inotropik positif adalah dopamin yang fungsinya



meningkatkan



denyut



jantung



pada



keadaan



bradikardi disaat atropin tidak menunjukkan kerja yang efektif. Selain itu dobutamin juga dapat digunakan sebagai peningkat kontraksi miokardium. 6. Sedatif Phenobarbital dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan sehingga pasien dapat beristirahat dan memberi relaksasi pada pasien.



B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a.



Biodata Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak, 2011).



b.



Keluhan utama



Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Muttaqin, 2012). c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat penyakit sekarang Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan kelemahan (Muttaqin, 2012). 2) Riwayat penyakit dahulu Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012). 3) Riwayat penyakit keluarga Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor risiko utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung (Muttaqin, 2012). 4) Riwayat kebiasaan



Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok aktif, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012). d. Psikososial Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012). e. Pengkajian primer 1) A (Airway) Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007). 2) B (Breathing) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk mempertahnkan saturasi > 92 %. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan adanya sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple mask, atau non rebreathingmask sesuai dengan kebutuhan oksigen. 3) C (Circulation) Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien decompensasai cordis berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh karena pada pasien dengan decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan.



4) D (Disability) Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS.



Jika



pasien



mengalami



penurunan



kesadaran



menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICCU. 5) E (Exposure) Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya. f. Pengkajian sekunder Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan adalah pemeriksaan EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan. Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin untuk mengurangi rasa sesak pasien. 7. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012). 2) Pemeriksaan fisik (B1-B6) a) B1 (Breathing)



Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar



pada



dasar



posterior



paru.



Hal



ini



dikenalsebagai bukti kegagalan ventrikel kiri (Muttaqin, 2012). b) B2 (Blood) -



Inspeksi Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini merupakan tanda dari penurunan curah jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi latihan juga merupakan tanda dari penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan distensi vena jugularis akibat kegagalan ventrikel ventrikel kanan dalam memompa darah. Dan tanda yang terakhir adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin, 2012).



-



Palpasi Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah



sekuncup



dan



adanya



vasokonstriksi



perifer



menyebabkan bradikardi. Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans (perubahan kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, 2012). -



Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik yang berakitan dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3 dan ke empat (S3, S4) serta cracles pada paru-paru (Muttaqin, 2012).



-



Perkusi Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya



hipertrofi



jantung



atau



kardiomegali



(Muttaqin, 2012). c) B3 (Brain) Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat, wajah meringis, menangis, merintih, dan mereganag (Muttaqin, 2012). d) B4 (Bladder)



Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya edema ekstremitas merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah (Muttawin, 2012). e) B5 (Bowel) Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu dapat terjadi hepatomegali akibat pembesaran vena di hepar dan pada akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012). f) B6 (Bone) Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah (Muttaqin, 2012).



2. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, peningkatan afterload dan konduksi elektrikal. b. Ketidakefektifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema paru. c. Kelebiham volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi renal. d. Intolerans aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otak dan jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.



e. Hambatan pertukaran gas b.d edema pulmonal f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake nutrisi, mual, muntah dan anoreksia. g. Ansietas b.d penurunan status kesehatan dan sesak nafas (Herdman, 2018).



3. Intervensi a. Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, peningkatan afterload dan konduksi elektrikal. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi. Kriteria hasil : 1) Pasien akan melaporkan penurunan episode sesak nafas 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal 3) CRT < 2 detik dan produksi urine > 30 ml/jam 4) Irama jantung teratur. Intervensi : 1) Ukur tekanan darah Rasional



: perbandingan tekanan darah dapat



memberikan gambaran yang lengkap tentang keterlibatan masalah vaskular. 2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer



Rasional denyutan



: dengan mencatat keberadaan, kulaitas sentral



dan



perifer



akan



diketahui



adanya



vasokonstriksi pada pembuluh darah. 3) Kaji dan dengarkan bunyi jantung Rasional



: S1 dan S2 mungkin lemah karena



menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke ventrikel yang mengalami distensi murmur. 4) Anjuran pasien untuk istirahat atau tirah baring optimal Rasional



: melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan



jantung diturunkan sehingga terjadi penurunan tekanan darah. 5) Beri posisi semi fowler atau fowler Rasional



: mengurangi jumlah darah darah yang kembali



ke jantung sehingga mengurangi kongesti paru. 6) Ciptakan lingkungan yang tenang Rasional



: stres emosi menghasilkan vasokontrikasi



sehingga dapat meningkatkan tekanan tekanan darah dan kerja jantung. 7) Kolaborasi dengan dokter pemberian digoksin Rasional



: meningkatkan kontraksi miokardium dan



memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular sistemik dan kerja ventrikel.



b. Ketidakefektifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema paru. Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas. Kriteria hasil : 1) Pasien tidak sesak nafas 2) RR dalam batas normal (16-20 x/menit) 3) Respon batuk berkurang Intervensi : 1) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh perawat pada pasien Rasional



: mencegah kesalahfahaman antara perawat dan



pasien serta meningkatkan pengetahuan pasien. 2) Observasi tanda-tanda vital Rasional



: peningkatan pernafasan dapat menunjukkan



adanya ketidakefektifan pengembangan ekspansi paru. 3) Auskultasi bunyi nafas (cracles) Rasional



: indikasi adanya edema paru sekunder akibat



decompensasi jantung. 4) Atur posisi semi fowler atau fowler Rasional



: meningkatkan kemampuan usaha nafas



sehingga sesak nafas berkurang.



5) Kolaborasi dengan dokter pemberian O2 Rasional



: meningkatkan intake O 2 dalam tubuh



sehingga kebutuhan O2 dalam tubuh terpenuhi. c. Kelebihan volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi renal. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik. Kriteri hasil : 1) Tidak terjadi edema ekstremitas 2) Tidak terjadi pitting edema dan sesak nafas berkurang 3) Produksi urine > 600 ml/hari Intervensi : 1) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh perawat pada pasien Rasional



: mencegah kesalahfahaman antara perawat



dan pasien serta meningkatkan pengetahuan pasien. 2) Observasi TTV Rasional



: takikardi dan peningkatan tekanan darah



menunnjukan kegagalan fungsi jantung serta mengetahui peningkatan beban jantung. 3) Cek distensi vena jugularis



Rasional



: peningkatan cairan dapat membebani



fungsi ventrikel kanan yang dapat di pantu melalui pemeriksaan vena jugularis. 4) Observasi intake dan output\ Rasional



: penurunan curah jantung mengakibatkan



gangguan perfusi ginjal sehingga menurunkan haluaran urine. 5) Atur asupan cairan sesuai indikasi Rasional



: mengurangi kelebihan volume cairan



dalam tubuh 6) Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretic Rasional menurunkan



: menurunkan volume plasma dan rentensi



cairan



di



jaringan



sehingga



menurunkan terjadinya edema paru.



4. Implementasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan



yang



telah



disusun



pada



tahap



perencanaan.



Implementasi keperawatan decompensasi cordis sesuai dengan intervensi yang telah dibuat sebelumnya.



5. Evaluasi Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Pengkajian terpenting dari dekompensasi kordis adalah melakukan anamnesa serta pemeriksaan fisik untuk menentukan penyebab terjadinya dekompensasi kordis. Dekompensasi kordis merupakan satu kasus kegawatan, apabila tidak segera di tangani dapat menimbulkan kematian. Implementasi asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada kasus dekompensasi kordis antara lain adalah monitor vital sign, posisikan semi fowler, pembatasan aktifitas dan istirahatkan klien, anjurkan klien menghindari



stress,



kolaborasi



obat



diuretic/vasodilator.



Evaluasi



merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan. Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan klien yang dapat berubah ubah setiap waktu. B. Saran 1.



Diharapkan perawat mengetahui konsep penyakit dan asuhan keperawatan sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara tepat pada klien.



2.



Diharapkan perawat melakukan pengkajian secara teliti sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara tepat pada klien.



DAFTAR PUSTAKA



Herdman, T. H. (2018). NANDA. Jakarta: EGC. Kowalak, M. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Kusuma, R. (2012). Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Decompensasi Cordis di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi. Surakarta : UMS. Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Trans Info Media. Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, H. Amin & Kusuma Hadi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publisihing. Tabrani, I. (2007). Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori 1 antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Obat Anti Tuberkulosis Generik di RSUP. H. Adam Malik. Medan: Tesis. Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.