Makalah Kritis Gagal Nafas Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS “PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS”



Pengampu : Ns. Azka Fathiyatir Rizqillah, S.Kep., MN Disusun oleh : 1. ANDINI RIZKA SEFIOLA (16142014244010)



10. DITA AYU AULITA



2. ANGGRAENI NURDIANA (16142014245011)



11. FERIAN CAHYATAMA (16142014269035)



3. ANUGRAH PRAHESTU K. (16142014247013)



12. FITRIA FEBRI LESTARI (16142014271037)



4. AQUAR FEBRYANA



(16142014248014)



13. FRIZKY INDRAWAN



(16142014273039)



5. ARIQ FAHMI



(16142014250016)



14. INTAN MUSTADIRO



(16142014280046)



6. DESTI NURHAYATI



(16142014254020)



15. INTAN NOVIKA C.



(16142014281047)



7. DEVIA PUTRI RATNA S



(16142014256022)



16. ITA TRIATUN S.



(16142014782048)



8. DEVI IRAWAN



17. KRISTANTO



(16142014286057)



(16142014255021)



18. KHUSNUL KHOTIMAH



(16142014287053)



9. DEVIT ARIANTI



(1614201425802



(16142014645115)



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA 2019



KATA PENGANTAR



Pertama-tama kami panjatkan Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas



limpahan



rahmat



dan



karunia_Nya kami diberikan



kesehatan



dan



kesempatan sehingga dapat meyelesaikan makalah kami yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS Tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya Di dalam makalah ini saya menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi. kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya pada diri kami sendiri.



Purwokerto, 17 November 2019



Penyusun



BAB II PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Gagal napas adalah masalah yang sering terjadi, yang biasanya meskipun tidak selalu merupakan tahap akhir dari penyakit kronik sistem pernafasan.Keadaan ini memang sering ditemukan sebagai komplikasi dari trauma akut, septicemia atau syok. Gagal nafas seperti kegagalan pada sistem organ lain, dapat dikenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan labiratorium. Tetapi harus di ingat bahwa, pada gagal nafas hubungan antara gambaran klinis dengan kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak langsung. Gagal napas akut merupakan kegagalan organpaling sering di Intensife Care Unit (ICU) dengan tingkat mortalitas tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam waktu 90 % pada acute respiratory disesase syndrome (ARDS) adalah 41 % dan Acute Lung Injury (ALI) adalah 42,2 %. Gagal nafas akut sering kali diikuti oleh gagal organ lainnya. Kematian akibat multiple organ dinfunction syndrome (MODS). Pada ARDS kematian akibta gagal nafas irreversible adalah 10-16 %. Sedangkan di Jerman, insiden gagal nafas akut, ALI dan RSDS adalah 77,6-88,6 % dari populasi 100.00 setiap tahun.



B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu gagal nafas? 2. Apa saja etiologi gagal nafas? 3. Apa saja klasifikasi gagal nafas? 4. Bagaimana patofisiologi gagal nafas? 5. Seperti apa pengobatan gagal nafas? 6. Bagaimana pathway gagal nafas? 7. Bagaimana asuhan keperawatan gagal nafas pada pasien kritis?



C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui apa itu gagal nafas? 2. Untuk mengetahui apa saja etiologi gagal nafas? 3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi gagal nafas? 4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi gagal nafas?



5. Untuk mengetahui seperti apa pengobatan gagal nafas? 6. Untuk mengetahui bagaimana pathway gagal nafas? 7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan gagal nafas pada pasien kritis?



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Gagal Nafas Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002) Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbondioksida (price& Wilson, 2005) Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang karbon dioksida secara adekuat (kapita selekta penyakit, 2011)



B. Etiologi Gagal Nafas 1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. 2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis. 3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis. 4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan



mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar 5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. 6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.



C. Klasifikasi Gagal Nafas a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.



D. Patofisiologi Gagal Nafas Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan kronik dimana masing – masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal napas akut adalah gagal napas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal napas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik. Mekanisme gagal nafas menggambarkan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup atau membuang karbon dioksida.



Pada gagal nafas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mmHg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti nafas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko henti jantung. Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaCO2 akan turun kira – kira dengan jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan pertanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal. Disfusingsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien bila pasien yang mempunyai penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi. Anak yang mengalami gangguan padanan ventilasi atau pirau biasanya dapat mempertahankan PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya karena kelelahan otot.



E. Farmakologi Gagal Nafas a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2. b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan membalikkan keadaan asidosis. c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap terapi yang di berikan tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru. d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas. f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi. g. Pembatasan cairan pada kor pulmonale untuk mengurangi volume dan beban kerja jantung.



h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung. i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah. j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan cairan.



F. Pathway Gagal Nafas



G. Tatalaksana kep kritis Saat mengalami gagal napas, penderita kondisi gawat tersebut perlu mendapatkan bantuan pernapasan melalui: 1.



Terapi oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah. Pemberian oksigen bisa melalui selang hidung atau kanul nasal serta masker oksigen.



2.



Trakeostomi, yaitu prosedur yang dilakukan untuk menempatkan sebuah alat bantu napas berupa tabung di tenggorokan sebagai jalur napas buatan, sehingga pasien dapat lebih mudah bernapas.



3.



Ventilasi mekanis, yakni teknik memberikan bantuan pernapasan dengan menggunakkan mesin ventilator. Pasien gagal napas umumnya membutuhkan pemasangan alat bantu napas berupa tabung endotrakeal atau endotracheal tube/ETT melalui tindakan intubasi atau trakeostomi sebelum dipasangkan mesin ventilator.



H. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret. b. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea. c. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru. d. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat



I. Intervensi Keperawatan Dx 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas pasien bersih/jelas.  Kriteria Hasil : 



Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang lain







Irama nafas regular







frekuensi nafas dalam rentang normal.



 Intervensi 1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan penumpukan sekret 2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada klien. Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga. 3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction. Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) 4. Monitor status oksigenasi klien. Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen 5. Posisikan klien pada posisi semi fowler. Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal. 6. Lakukan suction sesuai kebutuhan



Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas



DX 2 : Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.  Tujuan : Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3x24 jam polanapas menjadi efektif  kriteria hasil : 



Sesak berkurang atau hilang







RR 18-24x/menit







Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuesi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/bersih







Pernapasan klien normal ( 16-20x / menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.







Bunyi napas normal.







pergerakan dinding dada normal



 Intervensi : 1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan. Rasional: Adanya dispnea dan perubahan kedalaman pernapasan menandakan adanya distress pernapasan. 2. Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri. Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan indicator ketidakefektifan pernapasan. 3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada 4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.



DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.  Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran gas membaik.  Kriteria evaluasi : -



Frekuensi napas 18-20/menit



-



Frekuensi nadi 75-100/menit



-



Warna kulit normal, tidak ada dipnea



-



Dapat mendemonstrasikan batuk efektif



-



Hasil analisa gas darah normal : PH (7,35 – 7,45) PO2 (80 – 100 mmHg) PCO2 ( 35 – 45 mmHg)



 Intervensi 1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output. Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien. 2. Tempatkan klien pada posisi semifowler. Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik. 3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran. Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat. 4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2. Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan. 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi sebelumnya.



DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat  Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menunjukkan peningkatan perfusi jaringan.  Kriteria Hasil -



Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal



-



Tidak ada sianosis perifer



-



Kulit tidak kering



-



CRT