Makalah Metabolisme Dan Teknik Analisis Obat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

METABOLISME DAN TEKNIK ANALISIS OBAT JALUR METABOLISME DAN MEKANISME OBAT, TEKNIK ANALISIS OBAT SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF



MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Kimia Farmasi”



Dosen Pengampu: Ratna Kumala Dewi, M. Pd.



Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4.



Rafika Firna Hidayah Isro’un Julaikah Arfina Dwi Aprillia Zeni Febriana Sari



(12212183067) (12212183068) (12212183070) (12212183076)



JURUSAN TADRIS KIMIA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG MARET 2021



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan makalah Kimia Farmasi dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Makalah ini membahas mengenai Metabolisme dan Mekanisme Obat, serta Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju sinar ilahi dengan perantara agama islam. Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Dr. Maftukhin, M. Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengenyam pendidikan. 2. Dra. Umy Zahroh, M. Kes. Ph. D., selaku Ketua Jurusan Tadris Kimia yang telah memberikan kemudahan dalam menempuh perkuliahan. 3. Ratna Kumala Dewi, M. Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Kimia Farmasi yang memberikan materi pendukung, masukan serta bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini. 4. Teman – teman Tadris Kimia VIA yang telah membantu memberikan inspirasi, dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki sangat terbatas, sehingga penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah kami.



Tulungagung, 21 Maret 2021



Penulis ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2 C. Tujuan Pembahasan Masalah ............................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Metabolisme dan Mekanisme Obat ................................................................................... 3 B. Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif ..................................................... 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 24 B. Saran ................................................................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kimia farmasi merupakan salah satu disiplin ilmu gabungan kimia dan farmasi yang terlibat dalam desain, isolasi sintesis, analisis, identifikasi, pengembangan bahan – bahan alam dan sisntesis yang digunakan sebagai obat – obat farmasetika, yang dapat digunakan untuk terapi. Kimia farmasi bertujuan untuk mengetahui sifat – sifat kimia dan fisika dari bahan obat maupun obat jadi. Khusus untuk bahan obat/obat jadi yang berasal dari alam dipelajari dalam ilmu farmakognosi dan fitokimia, sehingga dalam ilmu kimia farmasi umumnya dipelajari bahan obat/obat yang berasal dari bahan sintetik. Kimia farmasi berkaitan erat dengan bidang farmakologi dan kimia organik.disamping ilmu lain seperti biologi, mikrobiologi, biokimia dan farmasetika. Ilmu farmakologi mempelajari pengetahuan seluruh aspek mengenai obat seperti sifat kimiawi dan fisikanya, farmakokinetik (absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat), serta farmakodinamik. Sifat fisika dan kimiawi obat ditentukan oleh struktur kimianya, sehingga struktur kimia suatu obat mempengaruhi aktivitasnya dan perubahan struktur kimia dapat mempengaruhi perubahan aktivitas biologis obat. Proses mengenal sifat – sifat kimia fisika bahan obat disebut dengan identifikasi atau sering disebut analisa. Teknik analisis obat ialah suatu kegiatan yang diperlukan untuk melakukan pengujian kualitas bahan obat maupun obat jadi. Pada materi yang akan dibahas ini ialah analisis kualitatif (identifikasi) bahan baku dan analisis kuantitatif (penetapan kadar) bahan baku obat maupun sediaan obat dengan kandungan zat aktif tunggal. Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan senyawa – senyawa yang ada di dalam sampel. Sedangkan analisis kuantitatif merupakan analisis untuk menentukan jumlah (kadar) dari suatu elemen atau spesies yang ada dalam sampel.



1



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Metabolisme dan Mekanisme Obat? 2. Bagaimana Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif?



C. Tujuan Pembahasan Masalah 1. Untuk Mengetahui Metabolisme dan Mekanisme Obat. 2. Untuk Mengetahui Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Metabolisme dan Mekanisme Obat 1. Metabolisme Obat Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yakni dengan obat aktif yang setelah masuk ke peredaran darah langsung bereaksi dengan reseptor dan pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami metabolisme menjadi obat aktif. Pada proses metabolisme obat terjadi perubahan struktur kimia obat didalam tubuh dan proses ini dikatalisis enzim. Metabolisme dapat menghasilkan metabolit yang tidak aktif (bioinaktivasi) atau metabolit yang mempunyai efek terapeutik (bioaktivasi), bahkan dapat membentuk metabolit yang bersifat toksin atau beracun. Metabolisme obat bertujuan mengubah obat menjadi metabolit yang tidak aktif, tidak beracun/tidak bersifat toksin, mudah larut dalam air (hidrofil), dan mudah diekskresikan dari tubuh. Kecepatan biotransformasi obat dipengaruhi oleh konsentrasi obat, fungsi hati, usia, genetic, dan pemakaian obat lain. Enzim hepatik mikrosomal berperan dalam hampir sebagian besar metabolisme obat. Tempat metabolisme obat lain adalah plasma, paru, ginjal, dan saluran gastrointestinal, serta plasenta. Metabolisme obat terdiri dari dua fase yaitu fase perombakan dan fase konjugasi. a. Fase Perombakan (Fungsionalisasi) Fase Perombakan merupakan fase untuk membuat senyawa obat menjadi lebih polar dan mudah diekskresikan dengan cara memasukan gugus baru kedalam molekul obat atau gugus fungsional yang ada.1 Cara kerja nya yait dengan memberikan gugus fungsional (misalnya hidroksilasi aromatik dan alifatik) dan dapat juga dimodifikasi atau dengan membuka gugus fungsional yang ada (reduksi keton dan aldehid menjadi alkohol, oksidasi alkohol menjadi asam). Apabila reaksi pada fase I tidak dapat menjadikan obat menjadi hidrofilik, maka reaksi ini umumnya cenderung memberikan gugus



1



Harpolia Cartika.(2016). KIMIA FARMASI .Hal. 5



3



fungsional dalam molekul yang dapat diteruskan ke reaksi fase II berikutnya. 2 Metabolisme fase I termasuk reaksi oksidasi, oksidasi, dan hidrolisis. 1) Oksidasi Proses biotransformasi oksidatif merupakan metabolisme obat yang paling umum, penting, dan berperan secara kualitatif maupun kuantitatif. Reaksi oksidatif terjadi pada berbagai molekul menurut proses tertentu tergantung pada tipe struktur kimianya yaitu proses reaksi hidrolisis pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik, reaksi oksidasi alkohol dan aldehid, reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida, reaksi deaminasi oksidatif, pembukaan inti



dan lain lain. Beberapa



reaksi



oksidasi



pada



biotransformasi yaitu : a) Oksidasi aromatik, merupakan oksidaasi fungsi campuran senyawa aromatik menjadi metabolit fenolik senyawa yang sesuai (arenol). b) Oksidasi olefin, c) Oksidasi atom benzilik, d) Oksidasi atom karbon alilik, e) Oksidasi alkohol dan aldehid, f) Oksidasi yang melibatkan sistem karbon nitrogen, g) Oksidasi yang melibatkan sistem karbon oksigen, h) Oksidasi yang melibatkan sistem karbon sulfur 2) Reduksi Reduksi



pada



prosesnya



memegang



peranan



penting



pada



metabolisme, khususnya pada senyawa yang mengandung gugus karbonil, nitro, dan azo. Bioredukasi pada senyawa karbonil dapat menghasilkan turunan amino. Hidroksil dan amino akan lebih mudah mengalami konjugasi dibandingkan gugus fungsional senyawa induk. Reduksi yang dapat memudahkan eliminasi obat. a) Reduksi karbonil aldehid dan keton b) Reduksi senyawa nitro dan anzo



2



Muchtaridi, Arry, dkk. (2018). KIMIA MEDISINAL: Dasar-dasar Dalam Perancangan Obat Edisi Pertama. Hal. 17



4



3) Hidrolisis Hidrolisis enzimatik dari senyawa



asing dapat menyebabkan



pembentukan senyawa karboksilat, alkohol, dan amino. Hasil dari senyawa tersebut merupakan polar dan secara fungsional lebih mudah terpengaruh oleh konjugasi dan ekskresi daripada molekul induknya. Enzim hidrolisis yang terdapat pada ginjal, usus, dan plasma hati mampu melakukan hidrolisis ester dan amida. b. Fase Konjugasi Fase konjugasi merupakan fase untuk melindungi gugus fungsi suatu obat atau metabolit obat dengan gugus baru seperti glukuronat, sulfat, dan asam amino yang diperoleh dari fase perombakan. Tujuan reaksi fase konjugasi yaitu untuk meningkatkan senyawa endogen yang kecil, polar, dan dapat di ionkan, membentuk produk terkonjugasi yang larut dalam air dengan asam glukuronat, sulfat, glisin, dan asam amino lain pada gugus fungsional metabolit yang dihasilkan pad fase I. Produk hasil konjugasi relatif larut dalam air dan siap diekskresikan, umumnya bersifat biologik inaktif dan nontoksik. Obat akan berkonjugasi dengan : 1) Konjugasi Asam Glukoronat Asam glukoronat aktif merupakan asam yang mengandung gugus -OH alkohol tambahan sehingga sangat hidrofil yang kemudian diubah menjadi glukoronat aktif yaitu UDP-asam glukoronat oleh glukoroniltransferase yang terikat pada membran di usus, hati, dan ginjal. Senyawa yang dapat dikonjugasi yaitu alkohol, asam karboksilat, dan amina. 2) Konjugasi Sulfat Asam sulfat aktif (diaktifkan oleh enzim sulfotransferase) akan berkonjugasi dengan fenol menjadi ester asam sulfat. 3) Konjugasi dengan Glisin, Glutamin, dan Asam Amino Glisin berkonjugasi dengan asam karboksilat (asam salisilat) yang dikatalis oleh enzim transasilase. Mekanisme interaksi obat dapat berupa penghambatan metabolisme, induksi metabolisme, dan perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku terhadap obat –



5



obat atau zat – zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). 2. Mekanisme Kerja Obat Mekanisme kerja obat yaitu obat akan terikat pada reseptor, kemudian reseptor tersebut akan melokalisasikan obat. Pada umumnya obat akan mengalami reaksi pada tiga fase yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Berikut skema proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral: Penghancuran sediaan obat, pelarutan bahan berkhasiat



Pemakaian



Absorbsi



Cadangan



Distribusi



Ekskresi



a.



Fase farmakodinamik



biotransformasi



Fase Farmasetik Fase farmasetik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana yang umum digunakan berbentuk padat. Maka dari itu fase ini ditentukan oleh sifat fisiko-kimia obat.



b.



Fase Farmakokinetik Fase farmakokinetik yaitu proses invasi dan proses elminasi. Invasi merupakan proses yang berlangsung pada pengambilan bahan obat kedalam organisme (adsorbsi dan distribusi), dan eliminasi merupakan proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat organisme diartikan sebagai sistem terbuka atau sistem aliran karena berlangsung pertukaran bahan dan energi disekitarnya. Keseimbangan aliran dapat tercapai apabila pemasukan dan pengeluaran sama. Organisme akan berusaha mengembailak keseimbangan bila terjadi perubahan.



6



c.



Fase Farmakodinamik Fase farmakodinamik merupakan iteraksi obat reseptor dan juga proses yang terlibat. Bentuk kerja obat tidak hanya bergantung pada sifat farmakodinamik bahan obat, juga bergantung pada parameter farmasetik dan farmakokinetik, yaitu: 1) Bentuk sediaan dan bahan pembantu yang digunakan, 2) Jenis dan tempat pemberian, 3) Keterabsorbsian dan kecepatan absorbsi 4) Distribusi dan organisme 5) Ikatan dan lokalisasi dalam jaringan 6) Biotransvormasi 7) Keterekskresian dan kecepatan ekskresi.



B. Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif 1. Teknik Analisis Obat secara Kualitatif Ilmu farmasi merupakan bidang terkait dengan kajian berbagai aspek obat, sehingga kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis senyawa obat penting yang dimiliki oleh seorang ahli farmasi (pharmacyst). Analisis kualitatif obat diarahkan pada pengenalan senyawa obat meliputi pengetahuan tentang analisis yang hingga kini telah dikenal. Analisis ini menggunakan sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisik maupun sifat kimiana. Teknik analisis obat secara kualitatif didasarkan pada golongan obat menurut jenis senyawanya secara kimia dan bukan berdasarkan efek farmakologinya. Hal ini disebabkan karena suatu obat dengan struktur kimia yang sama mempunyai efek farmakologi yang berbeda. Misalnya asam hidroksi benzoat dan turunannya sebagai berikut : a. Asam salisilat (asam orto-hidroksi benzoat) digunakan sebagai obat luar (keratolitikum) b. Asetosal



(asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat analgetikum dan



antipiretikum c. Nipagin (metil-p-hidroksibenzoat) digunakan sebagai zat pengawet



7



a



b



c



Gambar a. asam salisilat b. asetosal c. Nipagin



Dalam bidang farmasi, analisi kualitatif



bahan baku yang digunakan



sebagai bahan obat atau bahan baku pembantu yang diperlukan untuk memastikan jenis obat atau bahan tambahan tersebut. Dalam analisis kualitatif senyawasenyawa anorganik dan senyawa organik memiliki perbedaan. Sebagian besar senyawa-senyawa anorganik merupakan senyawa ionic yang dapat ditentukan dengan suatu bagan tertentu dalam identifikasina secara konvensional (secara kimiawi). Senyawa-senyawa organic pada umumnya terikat melalui ikatan kovalen namun ada suatu skema yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi secara konvensional. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, teknik analisis kualitatif senyawa organic juga semakin berkembang. Identifikasi jenis senyawa dilakukan secara modern menggunakan instrumen-instrumen seperti spektrofotometri UVVis, spektrofometri IR, spektrofotometri Massa, Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatograpy (HPLC) , kromatografi gas (KG), atau Gas Chromatograpy (GC) yang dapat memberikan hasil yang valid. Dalam melakukan identifikasi obat secara konvensional menggunakan sifat-sifat bahan, baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia, apabila ingin mengetahui nama dan jenis sampel cair tersebut, maka harus melakukan analisis kualitatif terhadap sampel cairan itu. Langkah pertama adalah menentukan sifat fisik sampel tersebut, seperti warna, bau, indeks bias, titik didih, massa jenis, dan kelarutannya. Begitu pula jika sampel yang kita jumpai berbentuk padatan, kita tentukan sifat fisiknya meliputi warna, bau, warna nyala, titik leleh, bentuk kristal, dan kelarutannya. Harus disadari bahwa untuk melalukan analisis kualitatif yang cepat dan tepat diperlukan 8



pengetahuan yang cukup mengenai sifat fisik bahan-bahan yang dianalisa. Pengetahuan ini sangat diperlukan dalam menarik kesimpulan yang tepat. Data tentang sifat-sifat fisik ini dapat ditemukan dalam Farmakope Indonesia, Merck Indeks, dan beberapa literatur lainnya. Metode identifikasi obat secara konvensional dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu: a. Uji Pendahuluan 1) Penginderaan/penyandraan (organoleptik) adalah uji identifikasi sifat fisik obat meliputi bentuk, warna, bau, dan rasa obat menggunakan indera. Uji organoleptik merupakan pengamatan sifat fisik obat secara langsung dan hasil pengamatannya merupakan informasi awal yang berguna untuk analisis selanjutnya. Pada umumnya bahan baku obat tidak berwarna atau berwarna putih, oleh karena itu adanya pewarnaan lain dari bahan dapat menjadi titik awal untuk identifikasi lanjutan. Berikut ini warna spesifik beberapa bahan obat : Dipiridamol



: kuning



Etakridin



: kuning



Etaverin



: kuning terang



Menadion



: kuning terang



Niklosamida



: kuning pucat



Nitrazepam



: kuning muda



Riboflavin



: kuning sampai kuning-jingga



Tetrasiklin



: kuning



2) Tes kelarutan Kelarutan zat dalam pelarut tertentu merupakan sifat kimia fisik yang dapat digunakan untuk identifikasi obat. Zat mempunyai kelarutan yang berbeda-beda terhadap beberapa pelarut (air, alkohol, atau pelarut lainnya). Tes kelarutan dilakukan dengan memasukan sedikit zat ke dalam tabung reaksi kemudian di dalamnya ditambahkan pelarut kemudian digoyang-goyang dan diamati apakah zat tersebut dapat larut. Apabila tidak ditentukan lain untuk menyatakan kelarutan zat, istilah kelarutan dalam



pengertian



umum



kadang-kadang



perlu



digunakan



tanpa



mengindahkan perubahanperubahan kimia yang mungkin terjadi pada 9



pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu menunjukkan bahwa satu bagian bobot zat larut dalam volume tertentu pelarut. Kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah kelarutan berikut :



Tabel 1. Istilah kelarutan pada uji pendahuluan identifikasi obat secara konvensional Istilah Kelarutan



Jumlah



bagian



pelarut



yang



dibutuhkan untuk melarutkan suatu bagian yang dilarutkan Sangat mudah larut



Kurang dari 1



Mudah larut



1 sampai 10



Larut



10 sampai 30



Agak sukar larut



30 sampai 100



Sukar larut



100 sampai 1000



Sangat sukar larut



1000 sampai 10.000



Praktis tidak larut



Lebih dari 10.000



3) Uji keasaman Saat menguji kelarutan obat, perlu diuji pula keasaman larutan atau pH larutan obat/zat. Uji keasaman larutan obat/zat secara sederhana dilakukan menggunakan kertas lakmus merah atau biru. Larutan yang bersifat asam akan mengubah warna kertas lakmus biru menjadi merah dan larutan yang bersifat basa akan mengubah warna kertas lakmus merah menjadi biru. Hasil uji keasaman ini dapat digunakan pula untuk mengetahui jenis senyawa yang dianalisis. Larutan senyawa-senyawa golongan asam, misalnya asam benzoat, asam sitrat, asam askorbat, dan lain-lain, didalam air sudah pasti mengubah lakmus biru menjadi merah. Hasil uji ini dapat pula membedakan antara alkaloid basa dan alkaloid asam (garamnya). Alkaloid basa, misalnya efedrin, akan mengubah lakmus merah jadi biru , tetapi karena sifat kebasaannya yang sangat lemah maka perubahan lakmus merah menjadi biru hampir tidak jelas. Sedangkan alkaloid asam, misalnya 10



efedrin HCl, akan mengubah lakmus biru menjadi merah dan perubahannya sangat jelas. 4) Penentuan unsur-unsur Penentuan unsur dalam identifikasi senyawa obat adalah tahap untuk menentukan keberadaan/kehadiran unsur selain karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) pada obat yang diidentifikasi. Unsur-unsur lain yang diperiksa tersebut adalah nitrogen (N), sulfur (S), fosfor (P), dan halogen (Cl, Br, dan I). Keberadaan unsur-unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap langkah pengujian senyawa obat tersebut. Untuk melakukan pengujian unsur, maka zat uji sebelumnya didestruksi/dipijarkan bersama dengan logam natrium. Kemudian sisa destruksi/residu dilarutkan dalam air untuk selanjutnya dilakukan pengujian unsur. Keberadaan unsur N, S, P, dan halogen dapat disesuaikan dengan unsur-unsur penyusun senyawa obat yang dapat dilihat pada rumus kimia obat yang tertera pada monografi masing-masing dalam Farmakope Indonesia a) Jika



hasil



pengujian



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N pada rumus kimianya, seperti benzokain



, parasetamol



, salisilamid



dan lain-lain; b) Jika



hasil



pengujian



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N dan Cl, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N dan CL dalam rumus



kimianya,



difenhidramin



seperti



efedrin



hidroklorida



,



,



kloramfenikol



hidroklorida , dan lain-lain;



c) Jika



hasil



pengujian



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N dan Br, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N dan Br dalam rumus kimianya, seperti bromheksin



, bromisoval



11



skopolamin-N-butilbromida



,



dan



lain-lain; d) Jika



hasil



pengujian



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N dan S, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N dan S dalam rumus kimianya, seperti metionin , tolbutamid e) Jika



hasil



pengujian



sulfametoksazol ,, dan lain-lain;



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N,S dan Cl, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N, S, dan CL dalam rumus kimianya, seperti hidroklorotiazid promazin



hidroklorida



,



,



tiamin



hidroklorida



, dan lain-lain; f) Jika



hasil



pengujian



penentuan



unsur



diperoleh



adanya



keberadaan/kehadiran unsur N dan P, maka pengujian selanjutnya diarahkan kepada senyawa yang mengandung unsur N dan P dalam rumus kimianya, seperti kodein fosfat (



, dan lain-lain.



Sebaliknya, jika hasil pengujian tidak ditemukan kehadiran unsur N, S, P, maupun halogen, maka pengujian diarahkan kepada senyawa yang dalam rumus kimianya tidak terdapat unsur-unsur tersebut. Misalnya asam askorbat



, menadion



, golongan karbohidrat



(glukosa, laktosa, dan karbohidrat lainnya), dan lain-lain. Jika hasil pengujian unsur ditemukan kehadiran unsur N, maka dapat dilakukan pengujian khas terhadap senyawa yang mengandung unsur nitrogen tersebut, seperti: a) Pemeriksaan senyawa nitro aromatic Gugus nitro aromatik terlebih dahulu direduksi menjadi gugus amin dengan melarutkan zat uji dalam etanol, kemudian diasamkan dengan HCl encer dan ditambah serbuk Zn. Campuran dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit kemudian disaring. Filtrat diuji sebagai gugus amin aromatik primer menggunakan pereaksi Diazo. 12



b) Pemeriksaan senyawa basa amin Senyawa basa amin merupakan senyawa dari kelompok alkaloid, pemeriksaan senyawa basa amin dapat dilihat pada uji golongan alkaloid menggunakan pereaksi Mayer. c) Pemeriksaan amin aromatik primer Pemeriksaan dilakukan dengan cara melarutkan zat uji dalam HCl encer, kemudian direaksikan dengan pereaksi Diazo. Adanya senyawa dengan gugus amin aromatis primer ditandai dengan terbentuknya warna merah jingga atau endapan. b. Uji Penentuan Gugus Fungsional (Uji Golongan) 1) Pemeriksaan golongan senyawa karbohidrat Pemeriksaan golongan senyawa karbohidrat dilakukan dengan pereaksi Molisch (larutan α-naftol 3% dalam etanol dan asam sulfat pekat). Pemeriksaan dilakukan dengan cara memasukkan ± 5 mg zat uji kedalam tabung reaksi dan melarutkannya dengan 1 mL air suling. Untuk mempersingkat waktu, dapat juga digunakan larutan hasil uji kelarutan zat uji dalam air. Kemudian ditambahkan 5 tetes pereaksi α-naftol kedalam larutan uji dan dikocok. Kemudian ditambahkan 1 mL asam sulfat pekat secara hatihati yang dialirkan melalui dinding tabung. Langkah ini dilakukan dalam lemari asam. Jika larutan uji mengandung senyawa karbohdirat, maka diantara kedua lapisan akan terbentuk cincin berwarna ungu. Senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat antara lain glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, amilum, karboksi metil sellulosa (CMC), dan lain-lain. Dalam pemeriksaan golongan karbohidrat ini, uji pendahuluan pendukung adalah rasa manis pada zat uji, kecuali amilum yang hampir tidak berasa. Hasil uji kelarutan amilum dalam air, yaitu tidak larut dalam air dingin, tetapi dengan pemanasan akan terbentuk larutan kental. 2) Pemeriksaan golongan senyawa asam organik Pemeriksaan golongan senyawa asam organik dilakukan dengan menguji larutan zat dalam air menggunakan kertas lakmus biru. Larutan zat uji akan mengubah lakmus biru menjadi merah. Senyawa yang termasuk dalam golongan asam antara lain asam sitrat, asam benzoat, asam salisilat, asetosal, asam askorbat, dan lain-lain. 13



Pengujian lain yang dapat digunakan terhadap golongan asam, khususnya asam-asam yang memiliki gugus karboksilat/ gugus -COOH, adalah dengan pembentukan senyawa ester. Pengujian terhadap golongan asam melalui pembentukan senyawa ester dilakukan dengan mereaksikan larutan uji menggunakan alkohol, misalnya metanol/etanol, dan katalisator asam sulfat pekat disertai dengan pemanasan/penggunaan kalor. Terbentuknya senyawa ester tersebut dapat diamati dengan mencium bau ester yang terbentuk secara spesifik. Dalam pemeriksaan golongan asam ini, uji pendahuluan pendukung adalah rasanya yang sangat asam. Beberapa senyawa lain yang merubah lakmus biru menjadi merah adalah garam hidroklorida dari golongan senyawa alkaloid, misalnya efedrin hidroklorida, tiamin hidroklorida, dan lain-lain. Uji pendahuluan garam hidroklorida dari golongan senyawa alkaloid ini memiliki rasa yang pahit dan tidak asam. 3) Pemeriksaan golongan senyawa fenol Pemeriksaan golongan senyawa fenol dilakukan dengan menguji larutan zat dalam air/etanol dengan 2 tetes larutan besi (III) klorida 1%. Larutan zat uji akan membentuk warna merah sampai ungu. Senyawa yang termasuk dalam golongan fenol antara lain parasetamol, asam p-aminosalisilat, asam salisilat, salisilamida, dan lain-lain. Asam salisilat juga memberi hasil positif fenol, karena asam salisilat disamping memiliki gugus karboksilat sebagai asam, juga memiliki gugus fungsi fenol (-OH) yang terikat pada inti benzen pada posisi orto terhadap gugus karboksilat. Tetapi karena rasanya yang asam dan mengubah lakmus biru jadi merah, maka asam salisilat dimasukkan dalam golongan asam. 4) Pemeriksaan golongan senyawa alkaloid Pemeriksaan senyawa alkaloid dilakukan dengan menguji larutan zat dalam asam klorida encer dengan pereaksi Mayer (Larutan



direaksikan



dengan KI berlebih) dan pereaksi Bouchardat (larutan iodium). Larutan zat uji akan membentuk endapan kuning dengan pereaksi Mayer, dan diperoleh endapan coklat dengan pereaksi Bouchardat. Dalam pemeriksaan golongan alkaloid ini uji pendahulun pendukung adalah hasil uji unsur positif mengandung unsur N dan pada umumnya alkaloid terasa pahit. Senyawa yang 14



termasuk dalam golongan alkaloid antara lain adalah kofein, kodein, papaverin, efedrin, dan lain-lain. 5) Pemeriksaan senyawa sulfonamida Pemeriksaan senyawa sulfonamida dilakukan dengan menguji larutan zat dalam asam klorida dengan batang korek api. Keberadaan senyawa sulfonamida dalam asam klorida akan mengubah batang korek api menjadi berwarna jingga. ini uji pendahuluan pendukung dalam pemeriksaan golongan sulfonamida adalah hasil uji unsur positif mengandung unsur N sebagai amin aromatis primer dan S, serta rasa agak pahit. Senyawa yang termasuk dalam golongan sulfonamida adalah sulfametoksazol, sulfanilamid, sulfaguanidin, dan lain-lain. 6) Pemeriksaan golongan senyawa barbiturat Pemeriksaan senyawa barbiturat dilakukan dengan menguji larutan zat dalam etanol dengan pereaksi Zwikker (campuran Zwikker I



1%



dalam etanol dan Zwikker II (piridin 10% dalam etanol). Keberadaan senyawa barbiturat yang direaksikan dengan pereaksi Zwikker akan mengubah larutan zat uji menjadi berwarna ungu. Dalam



pemeriksaan golongan



barbiturat



ini



uji



pendahuluan



pendukung adalah hasil uji unsur positif mengandung unsur N. Kelarutannya dalam air yaitu bentuk asam sukar larut sampai praktis tidak larut, garamnya (garam natrium) sangat mudah larut, rasa agak pahit. Senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa barbiturat antara lain adalah fenobarbital, heksobarbital, dan lain-lain. c. Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk Kristal Penentuan jenis zat/uji penegasan merupakan pengujian untuk memastikan senyawa yang diidentifikasi/diperiksa. Penentuan jenis zat ini dilakukan secara konvensional menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu dan pengamatan bentuk kristal zat yang diperiksa menggunakan mikroskop. Uji penegasan ini dilakukan untuk membedakan antara satu senyawa dengan senyawa lainnya yang segolongan.



15



1) Pengamatan hasil reaksi dengan pereaksi tertentu Untuk melakukan pengujian menggunakan pereaksi tertentu, pereaksipereaksi yang dapat digunakan dapat dilihat pada masing monografi zat uji yang tertera dalam Farmakope Indonesia edisi III maupun edisi IV. Pengamatan hasil uji yang diamati berupa warna, endapan, dan bau yang terjadi disesuaikan dengan hasil reaksi identifikasi dalam monografi zat uji tersebut. Sebagai tambahan untuk uji identifikasi ini dapat dilihat pada buku identifikasi obat (Auterhoff dan Kovar). Uji ini dikenal sebagai reaksi warna. Sebagai contoh berdasarkan hasil uji pendahuluan diketahui bahwa senyawa yang dianalisis merupakan golongan senyawa alkaloid, hasil uji unsur menunjukkan bahwa selain mengandung unsur N, senyawa tersebut mengandung unsur halogen (klorida). Uji penegasan senyawa ini dapat diarahkan pada pengujian garam hidroklorida dari alkaloid, misalnya efedrin HCl, papaverin HCl, dan piridoksin HCl. Lakukan pengujian penegasan dengan melihat uji identifikasi yang tertera pada monografi masing-masing zat uji dalam Farmakope, dan amati hasil reaksinya. Reaksi identifikasi konvensional (reaksi warna) beberapa senyawa menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah : a) Efedrin HCl, prosedur atau langkah-langkah kerjanya adalah: 1.1 Larutkan 10 mg dalam 1 ml air, tambahkan 0,1 ml larutan tembaga (II) sulfat p dan 2 ml larutan natrium hidroksida maka terjadi warna violet, tambahkan 1 ml eter kocok; lapisan eter berwarna violet kemerahan, lapisan air berwarna biru. 1.2 Larutkan 50 mg dalam 1 ml air, tambahkan 4 ml natrium hidroksida 0,1 N dan 3 ml karbontetraklorida , kocok selama beberapa detik, dan biarkan selama 2 menit. Pisahkan lapisan organik, tambahkan sedikit tembaga P, kocok; terjadi kekeruhan segera dan setelah 1 atau 2 menit terbentuk endapan 1.3 Menunjukkan reaksi klorida (larutan zat dengan pereaksi perak nitrat memberi endapan putih) b) Papaverin HCl, prosedur atau langkah-langkah kerjanya adalah: 1.1 Larutkan 10 mg dalam 1 ml asam sulfat , panaskan hingga suhu 160ºC terjadi warna violet. 16



1.2 Larutkan lebih kurang 20 mg dalam 9 mL air yang telah ditambah ammonia encer p; biarkan; terbentuk endapan, saring, cuci endapan dengan air; suhu lebur endapan lebih kurang 146ºC. 1.3 Menunjukkan reaksi klorida c) Piridoksin HCl, prosedur atau langkah-langkah kerjanya adalah: 1.1 Masukkan ke dalam 2 tabung kimia masing-masing 1 mL larutan yang mengandung 1μg dan 2 mL larutan natrium asetat P 20% b/v. pada tabung pertama tambahkan 1 mL larutan asam borat 4% b/v, campur. Dinginkan kedua tabung hingga suhu 20º. Pada masing-masing tabung tambahkan dengan cepat 1 mL larutan diklorokinonklorimida p 0,5 % b/v dalam etanol (95%) p,. dalam tabung pertama terjadi warna biru, yang segera memucat dan setelah beberapa menit berubah menjadi merah; dalam tabung kedua tidak terjadi warna biru. 1.2 Pada 2 mL 0,5% b/v tambahkan 0,5 mL larutan asam fosfowolframat P, terbentuk endapan putih. 1.3 Menunjukkan reaksi klorida 2) Pengamatan Bentuk Kistal (Uji sublimasi mikro) Bentuk kristal suatu zat padat sangat penting dalam analisis kualitatif zat, karena bentuk kristal suatu zat adalah khas. Alat yang digunakan untuk melihat bentuk kristal adalah mikroskop. Sublimasi mikro merupakan salah satu cara analisa fisika digunakan untuk mengidentifikasi beberapa obat dan bahan farmasi. Dasarnya ialah ada zat padat bila dipanasi, sebelum mencair, bisa langsung berubah menjadi fasa gas, dan pada pendinginan berubah lagi menjadi fasa padat dengan bentuk khas. Dalam proses sublimasi ini, beberapa zat padat pada pendinginan mungkin dari fasa gas itu melalui fasa cair dulu, kemudian menghablur dan ada zat yang langsung dari fasa gas berubah, menjadi fasa padat. Hasil sublimat inilah yang nantinya akan diamati dibawah mikroskop. Masingmasing senyawa obat akan menampakkan bentuk kristal yang spesifik.



17



Tabel 2. Hasil Pengamatan Bentuk Kristal dari Senyawa Garam Alkaloid. NO Senyawa



1



Hasil Pengamatan



Keterangan



Obat



(bentuk kristal)



Efedrin HCl



Kristal terbentuk bulat



dengan



lingkaran



di



bagian tengahnya



2



Papaverin



Kristal berbentuk



HCl



batang



yang



menyerupai serat kayu



3



Piridoksin



Kristal berbentuk



HCl



jarum, ada yang panjang dan ada yang pendek



2



Teknik Analisis Obat secara Kuantitaif Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah atau kadar dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Analisis ini secara spesifik bertujuan untuk mengetahui kadar suatu senyawa obat dalam sampel, misalnya dalam sediaan tablet atau untuk mengetahui tingkat kemurnian suatu obat. a. Analisis Volumetri Merupakan suatu cara analisis kuantitatif dengan mengukur secara teliti volume larutan yang diketahui konsentrasinya yang dapat bereaksi sempurna



18



dengan zat yang akan ditentukan kadarnya. Berikut adalah hal-hal yang diperlukan dalam analisis secara volumetri : 1) Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu ukur 2) Neraca analitik untuk menimbang bahan yang akan diselidiki atau senyawa baku untuk membuat larutan baku 3) Senyawa yang digunakan sebagai larutan baku atau untuk pembakuan harus senyawa dengan kemurnian tinggi Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil analisis secara volumetri yang shahih adalah : 1) Reaksi harus sederhana dan dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi 2) Reaksi harus berlangsung cepat 3) Pada titik ekuivalen reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam atau terlihat jelas perubahannya 4) Harus ada indikator Analisis kuantitatif dengan metode volumetri didasarkan pada reaksi kimia antara zat uji dengan larutan titer, baik reaksinya langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan cara titrasi, metode volumetri dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1) Titrasi langsung Cara ini dilakukan dengan menitrasi langsung zat yang akan ditetapkan kadarnya. Perhitungan didasarkan pada kesetaraan langsung larutan titer dengan zat uji. Contohnya pada metode iodimetri. 2) Titrasi tidak langsung/ titrasi kembali Cara ini dilakukan dengan penambahan titran dalam jumlah berlebih, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan larutan titran lain. Dengan cara ini, umumnya dilakukan titrasi blanko (tanpa zat uji), perhitungannya didasarkan pada kesetaraan tidak langsung larutan titer dengan zat uji. Contohnya pada metode iodometri. b. Analisis Titrimetri Analisis titrimetri disebut juga analisis titrasi yang dibagi atas beberapa jenis,



diantaranya



:



titrasi



asam



basa,



titrasi



pengendapan,



titrasi



kompleksometri, titrasi oksidasi reduksi.



19



1) Titrasi asam basa Melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Reaksi antara asam dan basa dapat berupa asam kuat atau lemah dengan basa kuat atau lemah. Perbedaan pH pada titik ekuivalen titrasi asam basa ini mempengaruhi jenis indikator yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. Pemilihan jenis indikator harus memperhatikan pH indikator. Sedapat mungkin, pH indikator sama dengan pH titik ekuivalen netralisasi. Karakteristik indikator yang paling banyak dipilih pada titrasi asam basa adalah indikator yang mampu menunjukkan perubahan warna yang nyata pada pH yang dekat dengan titik ekuivalen. Contoh indikator yang biasa digunakan antara lain : Fenolftalein (pp), Jingga metil/ methyl orange (mo), Metil metil (mm), dan masih banyak lainnya. 2) Titrasi pengendapan Berdasarkan reaksi pembentukan endapan. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode argentometri. Adapun titrasi pengendapan dengan metode argentometri adalah metode umum untuk menetapkan kadar senyawa halogenida (Cl-, Br-, dan I-) dan senyawa-senyawa lain (SCN-) yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3). Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan, maka titrasi argentometri dibedakan atas 3 macam, yaitu : Metode Mohr, Metode Volhard, dan Metode Fayans. 3) Titrasi kompleksometri Berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan senyawa pengkompleks atau ligan. Senyawa pengompleks yang paling umum digunakan adalah asam etilendiamin tetraasetat atau EDTA (H4Y) dalam bentuk garam dinatrium (Na2H2Y). Untuk menentukan titik akhir titrasi ini digunakan indikator, diantaranya : Calmagite, Biru hidroksi naftol (BHN), Eriochrome Black T (EBT). Titik akhir ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna merah/ ungun menjadi biru. 4) Titrasi oksidasi reduksi Berdasarkan reaksi reduksi oksidasi (redoks). Salah satu ciri reaksi redoks adalah terjadinya perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat – zat yang 20



bereaksi sebelum dan sesudah reaksi. Macam-macam titrasi oksidasi reduksi antara lain : Permanganometri, Iodimetri, dan Iodometri. 5) Dasar – Dasar Perhitungan pada Volumetri Hal utama yang harus diperhatikan dalam perhitungan pada volumetri adalah satuan konsentrasi dari larutan yang digunakan untuk analisis dan kesetaraan dalam penentuan Berat Ekuivalen (BE). Berikut penjelasan dari hal utama tersebut. a) Konsentrasi larutan titer biasanya ditentukan dengan satuan konsentrasi normalitas (N) atau molaritas (M) -



Normalitas (N), adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah gram ekuivalen (grek) zat terlarut dalam 1 liter (1.000 ml) larutan. N dihitung dengan rumus : N=



=



Keterangan : BE adalah berat ekuivalen molekul zat uji yang didapatkan dari



, sementara valensi ditentukan berdasarkan



jumlah ekuivalen ion H+/OH- asam/basa pada titrasi asam basa atau jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi redoks. -



Molaritas (M), adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter (1.000 ml) larutan. M dihitung dengan rumus : M=



-



=



Dari satuan-satuan di atas sapat diperoleh persamaan berikut N



=



M x Valensi



ml x N



=



mgrek



liter x N



=



grek



1 grek



=



1.000 mgrek



VxN



=



liter x N



=



grek, atau



=



ml x N



=



mgrek



=



grek



=



21



Demikian juga ml x M



=



mmol



liter x M



=



mmol



1 mol



=



1.000 mmol



VxM



=



liter x M



=



mol, atau



=



ml x M



=



mmol



Pada pengenceran larutan berlaku rumus V1 x N1 = V2 x N2 V1 x M1 = V2 x M2 b) Kesetaraan dalam penentuan Berat Ekuivalen (BE) -



Didasarkan pada prinsip netralisasi Pada



reaksi



asam-basa, valensinya



ditentukan berdasarkan



banyaknya mol H+ atau OH- yang dihasilkan tiap mol asam atau basa. Contoh :  HCl akan terurai menurut reaksi HCl → H+ + Cl-, maka 1 mol HCl = 1 grek (BE = BM)  H2SO4 akan terurai menurut reaksi H2SO4 → 2H+ + SO42-, maka 1 mol H2SO4 = 2 grek (BE = ½ BM) -



Didasarkan pada prinsip reaksi pengendapan Pada reaksi pengendapan, 1 ion Ag+ dapat mengikat 1 ion halogen (Cl-, Br-, dan I-), maka kesetaraan suatu senyawa halogen ditentukan oleh banyaknya atom halogen di dalam rumus molekulnya yang dapat diendapkan sebagai garam perak. Jika mengandung :  1 atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 1 grek (BE = BM)  2 atom halogen, maka 1 mol senyawa tersebut = 2 grek (BE = ½ BM), dst



-



Didasarkan pada prinsip reaksi pembentukan senyawa kompleks Kelebihan EDTA sebagai ligan adalah kemampuannya membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion logam, baik logam valensi 1, 2, atau 3. Sehingga kesetaraannya selalu 1 : 1 pula, yaitu 1 mol senyawa = 1



22



grek (BE = BM). Oleh karena itu konsentrasi larutan titer (EDTA) yang digunakan adalah dalam satuan molaritas (M). -



Didasarkan pada prinsip reaksi redoks Kesetaraan suatu oksidator dan reduktor dalam suatu redoks tergantung pada jumlah elektron yang dilepaskan atau diterima, dimana 1 ekuivalen zat oksidator atau reduktor setara dengan 1 mol elektron. Contohnya pada reaksi :  MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O Maka 1 mol KMnO4 setara dengan 5 mol elektron. Jadi 1 mol KMnO4 = 5 grek (BE = 1/5 BM)  2S2O32- → S4O62- + 2e Maka 2 mol Na2S2O3 setara dengan 2 mol elektron. Jadi 2 mol Na2S2O3 = 1 grek (BE = BM)



23



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kimia farmasi berkaitan erat dengan bidang farmakologi dan kimia organik.disamping ilmu lain seperti biologi, mikrobiologi, biokimia dan farmasetika. Sifat fisika dan kimiawi obat ditentukan oleh struktur kimianya, sehingga struktur kimia suatu obat mempengaruhi aktivitasnya dan perubahan struktur kimia dapat mempengaruhi perubahan aktivitas biologis obat. Dengan demikian perlu diketahui bahwa obat juga memerlukan metabolisme. Metabolisme ini bertujuan untuk mengubah obat menjadi metabolit yang tidak aktif, tidak beracun/tidak bersifat toksin, mudah larut dalam air (hidrofil), dan mudah diekskresikan dari tubuh. Mekanisme kerja dari suatu obat melalui tiga tahap, yakni fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Ketiga fase tersebut sangat penting dalam proses penemuan dan pengembangan obat. Kemudian proses mengenal sifat – sifat kimia fisika bahan obat disebut dengan identifikasi atau sering disebut analisa. Teknik analisis obat ialah suatu kegiatan yang diperlukan untuk melakukan pengujian kualitas bahan obat maupun obat jadi. Pada materi yang akan dibahas ini ialah analisis kualitatif (identifikasi) bahan baku dan analisis kuantitatif (penetapan kadar) bahan baku obat maupun sediaan obat dengan kandungan zat aktif tunggal.



B. Saran Dari pembahasan diatas telah dideskripsikan Metabolisme dan Mekanisme Obat, serta Teknik Analisis Obat secara Kualitatif dan Kuantitatif. Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat memahami penjelasan yang terdapat dalam makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena sumber dan penngetahuan yang masih terbatas. Maka dari itu dibutuhkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun.



24



DAFTAR PUSTAKA



Cartika, Harpolia. 2016. KIMIA FARMASI. (Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan).



Gitawati, Retno. 2008. INTERAKSI OBAT DAN BEBERAPA IMPLIKASINYA. Jurnal Media Litbang Kesehatan. Volume 18. Nomor 4.



Muchtaridi, Arry, dkk. 2018. KIMIA MEDISINAL: Dasar - Dasar Dalam Perancangan Obat Edisi Pertama. (Jakarta: Prenadamedia Group).



Pramita, Subragiartha. 2017. PRINSIP DASAR FARMAKOLOGI. (FK Universitas Udayana).



Siswandono. 2016. KIMIA MEDISINAL 1. Edisi 2. (Surabaya: Airlangga University Press). (On – line) From https://www.google.co.id/books/edition/Kimia_Medisinal_1_Edisi_2/UKbJDwAAQB AJ?hl=id&gbpv=1&dq=jalur%20metabolisme%20obat%20jurnal&pg=PP1&printsec =frontcover diakses pada tanggal 27 Maret 2021.



25



26