Makalah Metode Dakwah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

0



STANDAR KRITERIA PEMILIHAN METODE DAKWAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Metode Dakwah”



Dosen Pengampu: Teguh Ansori, S.Sos.I., M.E.



Disusun oleh: Kelas PAI. J/Kelompok 7 Kunni Zulfa Inayati



210316347



Nurul Fitriani



210316356



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2019/2020



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang tak dapat dipisahkan dari budaya. Budaya itu yang kemudian membedakan antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Budaya berpengaruh pula terhadap adat kebiasaan, pola pikir serta sikap setiap individu yang tergabung di dalamnya. Orang sunda berbeda dengan orang batak dari berbagai sisi, mulai bahasa, etika serta standar kepribadiannya. Begitu pula dengan etnis-etnis lain yang ada di Indonesia bahkan di dunia. Di era Nabi Muhammad, masyarakat Arab kala itu tersusun atas klan-klan suku. Nabi Muhammad terlahir dan besar di tengah suku yang terpandang di jazirah Arab kala itu, yakni Quraisy. Islam datang sebagai agama yang “menuntun” masyarakat Arab agar melaksanakan perintah Tuhan Allah, serta meninggalkan sesembahan nenek moyang mereka yaitu dewi-dewi banatullah Al-Latta, Al-Uzza dan Al-Mannat. Dakwah Nabi ini tidak mudah sebab setiap klan tidak menyetujui ajaran monotheisme yang diajarkan Nabi Muhammad. Dengan kegigihannya, Islam pun berkembang hingga saat ini. Dakwah memerlukan metode agar pesan yang dibawa tersampaikan dengan baik. Metode-metode yang terkandung di dalam nash-nash ini perlu dikaji dan diterapkan di dalam aktifitas dakwah. Begitupun, secara historis da’i perlu melihat perjuangan Rasul agar dakwah dapat diterima dengan baik. Oleh karena itu di makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai standar kriteria pemilihan metode dakwah.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pemahaman Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl: 125? 2. Bagaimana Pemahaman Da’i Terhadap Mad’u? 3. Bagaimana Menentukan Metode dalam Berdakwah?



1



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Pemahaman Metode Dakwah dalam Surat An-Nahl: 125



َ ‫سبِي ِل َربِ َك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ ‫ي‬ ُ ‫ا ْد‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ع إِلَ ٰى‬ َ ‫سنَ ِة ۖ َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِي ِه‬ َ‫سبِي ِل ِه ۖ َو ُه َو أ َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَدِين‬ َ ‫س ُن ۚ إِ َّن َرب ََّك هُ َو أ َ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬ َ ‫ض َّل َع ْن‬ َ ‫أ َ ْح‬ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Merujuk kepada firman Allah SWT dalam surat An-Nahl/16 ayat 125 dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu: 1. Al-Hikmah Sebagaimana dakwah itu salah satunya harus dilakukan dengan hikmah. Hikmah menurut Imam ‘Ali As-Sabuni adalah al-uslub al-hakim (metode atau cara-cara yang bijak), penuh dengan kelembutan, yang mampu memberikan dampak positif terhadap sasaran dakwah, bukan dengan mencaci maki dan ucapan-ucapan yang kasar. Ayat ini ditujukan kepada Rasul-Nya dan seluruh umat yang hidup pada generasi setelah beliau. Ayat ini menjelaskan manhaj dakwah, yaitu menggunakan hikmah yang menyentuh logika dan nasihat baik yang menggungah perasaan. Dua langkah ini biasanya diterapkan kepada orang-orang yang sepakat dengan ajakan kita. Sementara kepada orang-orang yang menentang, metode dakwah kepada mereka yaitu dialog dengan cara yang baik atau debat yang dilakukan dengan sangat baik.1 2. Al-Mau’idza Al-Hasanah Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’idzah dan hasanah. Mau’idzah yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan 1



Yusuf Qardhawi, Fiqih of Jihad terj. Azyumardi Azra (Bandung: Mizan, 2009), 365.



2



3



peringatan, sementara hasanah merupakan kebaikan. Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain: a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad An-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanuddin adalah sebagai berikut: al-Mau’idzah al- Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur’an. b. Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’idzah al-Hasanah merupakan suatu manhaj (metode) dalam berdakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.2 3. Al-Mujadalah Bi al-lati Hiya Ahsan Dari segi bahasa mujadalah bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Dari segi istilah al-Mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Tantawi ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.3 B. Pemahaman Da’i terhadap Mad’u Ketika kita hidup dan berinteraksi dengan orang lain dari berbagai negeri dengan budaya yang berlainan, semua mendambakan kedamaian dan kebahagiaan hanya prasangka dan etnosentrismelah yang membuat orang-orang merasa dan berperilaku seolah-olah mereka lebih baik daripada orang lain. AlQur’an memberi petunjuk bahwa dalam melaksanakan dan memelihara persaudaraan Islam diperlukan sikap terbuka, yaitu sikap sedia mengakui kebenaran orang lain jika memang ternyata salah. Pemahaman yang benar 2 3



1989), 19.



Hasanuddin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), 37. Ali Al-Jarisyah, Adab Al-Khaiwar wa Al-Mudhoroh (Al-Munawarah: Dar Al-Wifa,



4



terhadap semua persoalan pada gilirannya akan sangat bermanfaat dalam merespons problem pluralitas umat dalam berbagai segi yang akhir-akhir ini sering terkoyak. Menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i di tuntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Semua bangsa adalah sama dan sejajar dalam ketidak sempurnaan mereka. Namun mereka mempunyai kelebihan dari yang lain adalah semata karena potensi yang dimiliki, ditambah dengan pilihan dan usaha yang dihadapi masing-masing. Dengan semakin majunya peradaban manusia, para da’i selain berdakwah dengan al-hikmah juga harus mampu melakukan gerakan dakwah yang bersifat menyembuhkan. Dakwah bukan hanya harus memberikan wawasan keislaman yang lebih luas (yang bersifat kognitf), bukan hanya memberikan hiburan untuk melupakan persoalan dan meredakan tekanan psikologis, akan tetapi dakwah juga harus memahami orang-orang modern dalam memahami dirinya. Para da’i harus mampu membimbing umat untuk memahami realitas, memaksimalkan potensi yang mereka miliki dan akhirnya mengembangkan kepribadian mereka. Para da’i adalah agen sosialisasi nilai-nilai Islam. Mereka ditantang untuk bersaing dengan agen-agen hiburan yang bersifat global. Sekarang para da’i tidak cukup hanya membacakan kisah-kisah dari Al-Qur’an , sirah nabawi dan lain-lain, akan tetapi para da’i harus mengemasnya dengan memanfaatkan teknologi informasi mutakhir.4 Dalam menyampaikan dan meyebarkan Islam, hendaknya para da’i harus memegang rambu-rambu dalam berdakwah. Menurut Yusuf Qardhawi, ada 10 rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam berdakwah di dunia global, yaitu: 1. Menyeru Muslim dan non-Muslim kepada Islam



4



Syamsuddin, Pengantar Sosiologi Dakwah (Jakarta: Kencana, 2016), 290-291.



5



2. Menyajikan Islam secara utuh baik dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, adab, hukum, maupun peradabannya. 3. Ajaran Islam, hukum dan nilai-nilainya diambil dari sumber yang bersih yaitu Al-Qur’an dan sunnah atau hadist shahih. 4. Berpegang pada sifat wasathiyah 5. Mempertahankan prinsip memudahkan, bukan menyulitkan 6. Memadukan orisinalitas dan modernitas 7. Tidak fanatik terhadap pendapat lama dan pikiran baru 8. Memperlakukan manusia sampai para penentang sekalipun dengan cara lemah lembut bukan dengan cara kasar atau kekerasan. 9. Memadukan keilmiahan dalam isi dan teknik penyajian yang menarik perhatian masyarakat dunia. 10. Melakukan pengulangan atau penggandaan jika dibutuhkan dan bekerja sama dengan para aktivis Islam. Kemudian berbagai macam latar belakang jama’ah menuntut da’i untuk berperan sebagai orang yang bisa mempengaruhi jama’ah dalam pemahaman pesan dakwah dengan menerapkan komunikasi persuasif melalui aspek-aspek psikologis. Salah satu cara agar komunikasi persuasif mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukan perencanaan yang matang. Pelaksanaan dilakukan berdasarkan komponen-komponen proses komunikasi seperti komunikator, pesan, saluran dan komunikan. Apabila komponen tersebut sudah ditetapkan maka tahapan selanjutnya adalah penataan pesan. Komunikasi dalam proses dakwah juga tidak hanya memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, membina hubungan yang baik, tetapi tujuan utama dalam komunikasi adalah mendorong mad’u untuk bertindak melaksanakan ajaran-ajaran agama. Hal utama yang dilakukan oleh para da’i untuk melakukan komunikasi persuasif dalam meberikan pemahaman pesan dakwah kepada mad’u adalah dengan cara menciptakan perhatian (attention).5



5



Wamy, Etika diskusi (Blora: Era Inter Media, 2001), 21.



6



C. Penentuan Metode Dakwah Dalam penentuan metode dakwah ada beberapa cara yang dapat di lakukan seorang da’i dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Untuk menerapkan strategi yang telah ditetapkan kita memerlukan sebuah metode yaitu sebagai berikut: 1. Metode Bi Lisanil Maqal Metode



yang



menggunakan



tutur



kata



secara



lisan



dalam



menyampaikan pesan dakwahnya. Yang penting di catat dari metode ini adalah Nabi tidak pernah menampilkan kelucuan yang berlebih-lebihan. Metode ini merupakan dasar acuan dari metode lisan seperti yang diungkapkan diatas, namun tidak menampilkan aspek humornya. 2. Metode Bi Lisanil Maktub Metode ini dilaksanakan Nabi Muhammad melalui korespondensasi atau penyampaian surat ke berbagai pihak. Dalam sejarah dakwah Rasulullah ada sekitar 105 surat Nabi dan dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu surat yang berisi seruan masuk Islam kepada nonmuslim (Yahudi, Nasrani dan Majusi), musyrikin, baik raja, amir maupun perseorangan. Surat berisi ajaran Islam (misalnya tentang zakat, sadaqah dan lainnya). Sasarannya muslim yang jauh dari Madinah yang memerlukan penjelasan tentang ajaran Islam. Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap pemerintah Islam (seperti tentang jizyah). Sasarannya adalah orang Yahudi dan Nasrani yang telah membuat perjanjian damai dengan Nabi.6 3. Metode Bi Lisanil hal Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan perilaku konkret yang dilakukan secara langsung oleh Rasulullah. Rasulullah dalam kesehariannya biasa memberi hidangan makanan kepada para sahabat atau orang yang tampak kelaparan, meskipun seringkali Nabi sendiri dalam keadaan lapar. Hal ini sebagai indikasi Rasulullah memiliki sifat sosiologis yang tinggi. Dan hal lain dilakukan Rasulullah sebagai aktualisasi dan



6



Hasanuddin, Hukum Dakwah, 39.



7



realisasi dari firman Allah dalam surat Al-Ma’un 1-3, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. Karena pribadi Rasulullah sendiri mengandung suri tauladan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S Al-Ahzab ayat 21) Seluruh pribadi Rasulullah juga dihiasi dengan akhlak mulia. Karena itu seluruh sikap dan perilakunya dalam semua aspek kehidupan menjadi suri tauladan bagi umat Islam. Menutup dari bagian ini perlu ditegaskan bahwa semua metode dakwah, kecuali metode lisan dengan humor yang terlalu mengedepankan kelucuan sehingga menghilangkan tujuan dakwah. Untuk itu perlu kemampuan yang baik, kesabaran dalam melakukannya serta keuletan dalam penerapannya. Sudah barang tentu penerapan suatu atau beberapa metode dalam suatu kegiatan dakwah harus mempertimbangkan situasi dan kondisi, tempat dan waktu serta faktor psikologis objek dakwah.7



BAB III PENUTUP



7



Ibid, 40.



8



Kesimpulan 1. Pemahaman metode dakwah dalam Surat An-Nahl: 125 yaitu pertama dakwah itu bil hikmah (cara-cara yang bijak), kemudian nasehat-nasehat yang baik juga ketika dalam berdebat juga dengan cara yang baik 2. Pemahaman da’i terhadap mad’u yaitu dengan melalui komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, membina hubungan yang baik, tetapi tujuan utama dalam komunikasi adalah mendorong mad’u untuk bertindak melaksanakan ajaran-ajaran agama. Hal utama yang dilakukan oleh para da’i untuk melakukan komunikasi persuasif dalam meberikan pemahaman pesan dakwah kepada mad’u adalah dengan cara menciptakan perhatian (attention). 3. Penentuan metode dakwah kita bisa menggunakan sebuah metode yaitu sebagai berikut metode Bi Lisanil Maqal, metode Bi Lisanil Maktub dan metode Bi Lisanil hal.



DAFTAR PUSTAKA 8



9



Al-Jarisyah, Ali. Adab Al-Khaiwar wa Al-Mudhoroh. Al-Munawarah: Dar Al-Wifa, 1989. Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Qardhawi, Yusuf. Fiqih of Jihad terj. Azyumardi Azra. Bandung: Mizan, 2009. Syamsuddin. Pengantar Sosiologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2016. Wamy. Etika diskusi. Blora: Era Inter Media, 2001.