Makalah Miastenia Gravis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



SISTEM NEUROBEHAVIOUR (Miastenia Gravis)



Disusun oleh : NERI



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES INDONESIA 2019 / 2020



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnyapemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis dibedakan dari kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih baik setelah minum obat efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).



B. Tujuan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum Untuk mengetahui secara umum penyakit Miastenia Gravis dan asuhan keperawatan tentang penyakit Miastenia Gravis. 2. Tujuan Khusus a. Mampu mengetahui dan memahami definisi dari Miatenia gravis b. Mampu mengetahui dan memahami etiologi dari Miastenia gravis c. Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Miastenia gravis d. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari Miastenia gravis e. Mampu mengetahui dan memahami pathway Miastenia gravis f. Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari Miastenia gravis g. Mampu mengetahui dan memahami penatalasanaan medik dari Miastenia gravid h. Mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari Miastenia gravis i. Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Miastenia gravis



BAB II TINJAUAN TEORI



A. Definisi Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujungujung saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah. Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction. Hipotesis yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini ada beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot kelopak mata, otototot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan. Otot-otot tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini. Miastenias gravis berakhir dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi lumpuh sama sekali. B. Etiologi Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Menurut hipotesis bahwa sel-sel myoid (sel-sel thymus yang menyerupai sel-sel otot sketel) sebagai tempat yang paling terjangkit penyakit. Virus bertanggung jawab terhadap cidera sel-sel ini, yang mana menyebabkan pembentukan antibodi. Penelitian lain



mengemukakan bahwa lymphocytic thymic dari orang yang mengidap MG (Miastenia Gravis) dapat mensintesa Ach Reseptor Antibody (Achrab) ke dalam vitro dan vivo yang menimbulkan perbedaan mode thymic yang dipengaruhi. C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi : 



Kelelahan







Wajah tanpa ekspresi







Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat pergerakan.







Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan jari.







Kesulitan mengunyah







Kelemahan, nada tinggi, suara lembut







Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata







Kelumpuhan okular







Diplopia







Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan jari kaki







Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan







Inkontinensia stress







Kelemahan pada sphincter anal







Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.



D. Patofisiologi Pada



keadaan



normal,



neurotransmiter



Ach



dilepaskan



neuromuscular junction, menyebar melalui celap sinap dan bergabung dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap dari serabut otot. Hal ini



merubah permeabilitas membran terhadap kalium dan natrium, sehingga terjadi depolarisasi. Bila sudah mencapai depolarisasi maka potensial aksi anak terjadi bersamaan dengan terpencarnya sarkolema yang menimbulkan kontraksi



serabut



otot.



ACH



dihancurkan



oleh



enzim



Acethylcolinesterease setelah terjadi pengiriman menuju neuromuscular junction. Patologi utama kelainan miastenia gravis adalah ketidakmampuan menyebarkan rangsang saraf ke otot sketel pada neuromuscular junction, kelainan terlihat akibat kekurangan Ach yang dilepaskan dari terminal membran sebelum sinap atau karena adanya penurunan jumlah normal reseptor Ach. Kemungkinan diakibatkan adanya cidera pada autoimmune. Pada sekitar 60-90 % orang menderita MG dan bayi dengan neonatal myasthenia pada protein reseptor Ach terdapat antibodi. Antibodi ini tidak bertambah dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap. Tidak ada petunjuk yang jelas apakah MG termasuk dalam penyakit saraf pusat atau perifer. Penampilan otot secara mikroskopis biasa tanpa adanya atropi. Secara mikroskopis infiltrasi limposit dapat terlihat dalam otot-otot dan organ lain dengan menggunakan mikroskop, tetapi penemuan ini tidak tetap. Kelenjar timus sering abnormal. Tumor kelenjar timus atau timoma, diperkirakan telah terajdi sekitar 15% kasus dan yang menunjukkan hiperplasia pada timus sekitar 80 % kasus. Belum diketahui secara pasti apa yang sebenarnya peranan thymus. Tetapi diperkirakan sebagai stimulus sntigenik yang memproduksi Anti Ach reseptor antibosi, dan ada juga hubungan yang sangat erat antara MG dengan hipertiroidism.



E. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium A. Anti-acetylcholine receptor antibody -



85% pada miastenia umum



-



60% pada pasien dengan miastenia okuler



B. Anti-striated muscle -



Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun



C. Interleukin-2 receptor -



Meningkat pada MG



-



Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit



2. Imaging A. X-ray thoraks -



Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior



B.  CT scan thoraks -



Identifikasi timoma



C.   MRI otak dan orbita -



Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin



3. Pemeriksaan klinis  Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis  Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia  Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita suara à suara hilang  Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring



 Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali  Tes tensilon (edrophonium chloride)  Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit  Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung 4. Tes Prostigmin (neostigmin) A. Injeksi prostigmin 1,5 mg im, B. Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam 5. Pemeriksaan EMNG Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80% 6. Pemeriksaan antibodi AchRss Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit 7. Evaluasi Timus Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat



dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal. 8. Diagnosis Banding A. Sindroma Eaton-Lambert -



Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru



-



Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik



B. Botulism -



Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg terkontaminasi



-



Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson persinaptik



9. Pengobatan -



Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach



-



Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare



-



 Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam



-



Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg



prednison).



Dosis



dipertahankan



sampai



perbaikan



mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat -



 Obat : azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison



-



 Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil



-



Intravenous Imunoglobulin



-



Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2



-



Pada MG berat



-



Plasmapharesis



-



Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yang beredar dalam serum penderita.



F. Penatalaksanaan Medik Penatalaksanaan medis klien myasthenia gravis meliputi : a. Medikamentosa  Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet ) stelah 2 haridtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.Dosis maksimum 6 table / hari ( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid maupun Azathioprine. Bila Pasien usia