Makalah Modif Perilaku [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MODIFIKASI PERILAKU RULES & GOALS Dosen Pengampu : Zulfa Indira Wahyuni M.Psi



DISUSUN OLEH : Kelompok 9 Elvina Indah Murni



11190700000069



Daema Cinderakasih I.



11190700000077



Evan Malik Baihaqi



11190700000126



Valda Dwi Kartika



11190700000153



SEMESTER/KELAS: 6 Peminatan FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam, dan sehatnya yang selalu diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat serta salam pun tak lupa selalu kami panjatkan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW. Ucapan terima kasih pun tak lupa kami sampaikan untuk Ibu Zulfa Indira Wahyuni M.Psi. selaku dosen mata kuliah Modifikasi Perilaku kami yang telah memberi pengajaran yang sangat berharga untuk penyusunan tugas makalah ini, juga kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih juga kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini. Kami bersyukur telah menyelesaikan Tugas Makalah: Goals and Rules ini dengan tepat waktu dan dengan sebaik mungkin. Tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi penugasan kelompok Modifikasi Perilaku serta menambah wawasan kami mengenai materi tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penyusunan makalah ini pun tak luput dari berbagai kesalahan dan kekurangan, maka segala kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.



Jakarta, 11 April 2022



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR



2



DAFTAR ISI



3



BAB I PENDAHULUAN



1



LATAR BELAKANG



1



RUMUSAN MASALAH



1



TUJUAN



1



BAB II PEMBAHASAN



2



Antecedent Control



2



Rules



3



Goals



13



BAB III PENUTUP



20



KESIMPULAN



20



DAFTAR PUSTAKA



21



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



LATAR BELAKANG Menurut Skinner, functional analysis of behavior: suatu analisis tingkah laku dalam bentuk hubungan sebab akibat, bagaimana suatu respon timbul mengikuti stimuli atau kondisi tertentu, akan menyingkap bahwa penyebab tingkah laku sebagian besar berada di event antesedennya atau berada di lingkungan. Apabila penyebab, stimulus atau event anteseden dapat dikontrol itu berarti dapat mengontrol tingkah laku. Karena perilaku kita dalam menanggapi berbagai stimulus anteseden (orang, tempat, kata-kata, bau, suara, dll.) telah diperkuat, dihukum, atau dipadamkan, stimulus-stimulus tersebut mengendalikan perilaku kita kapan pun itu terjadi. Serangkaian treatment yang berfokus pada manipulasi stimulus anteseden diantaranya terdapat dalam kategori aturan (rules), tujuan (goals), pemodelan (modeling), bimbingan fisik (physical guidance), bujukan situasional (situational inducement), dan motivasi (motivation). Dan pembahasan mengenai antecendent control beserta serangkaian treatment yang berfokus pada manipulasi stimulus dalam kategori Rules dan Goals, akan menjadi fokus kami pada makalah ini.



1.2.



RUMUSAN MASALAH a. Apakah yang dimaksud dengan antecendent control? b. Apa yang dimaksud dengan rules c. apa yang dimaksud dengan goals



1.3.



TUJUAN a. Untuk mengetahui pengertian dari atnecendent control b. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan rules sebagai penyebab tingkah laku c. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan goals sebagai penyebab tingkah laku



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Antecedent Control 2.1.1 Helping Susan to Skate Well Susan, seorang figure skater berusia 12 tahun yang berkompetisi dalam kategori pemula, berdiri di samping psikolog olahraga dan pelatihnya di permukaan es, menunggu gilirannya untuk meluncur dalam program singkatnya di Kejuaraan Figure Skating Provinsi. Menunjukkan tanda-tanda kegugupan yang ekstrem, Susan menoleh ke psikolog olahraganya dan mengungkapkan keprihatinannya: “Saya harap saya tidak jatuh pada saat say a melakukan gerakan double-axel saya. Saya harap saya tidak masuk peringkat terakhir. Bagaimana jika saya tidak bisa menampilkan yang terbaik?” Psikolog olahraganya dapat melihat bahwa selftalk negatif



(negative



self-talk) Susan menyebabkan dia merasa cemas, dan kecemasannya kemungkinan akan mengganggu penampilan skatingnya dengan baik. Tetapi tidak ada waktu untuk menjalani program modifikasi perilaku yang panjang. Akhirnya, psikolog itu pun berkata kepada Susan, “Saya ingin Anda mengulanginya setelah saya, dan fokus pada apa yang Anda katakan: 'Saya telah berhasil mendaratkan semua lompatan saya dalam latihan dan saya juga dapat berhasil mendaratkan lompatan tersebut di sini.'” Susan pun mengulangi kalimat tersebut. Lalu, psikolog tersebut kembali berkata “Jika saya berani untuk mengambil selangkah demi selangkah, dan jika saya fokus pada hal-hal yang saya lakukan ketika saya berlatih skating dengan baik, saya akan meluncur dengan baik di kejuaraan ini.” Sekali lagi, Susan mengulangi kata-kata itu. Kemudian, psikolog tersebut mengucapkan beberapa kalimat terakhir yang berbunyi “Saya akan tersenyum, bersenang-senang, dan bermain di hadapan para juri.” Setelah Susan mengulangi pernyataan terakhir, psikolognya memintanya untuk mempraktikkan teknik relaksasi yang disebut pernapasan pusat-dalam (deep-center breathing), di mana dia bernapas rendah di perutnya, dan dengan tenang mengatakan "r-e-l-a-x" setiap kali dia menghembuskan napas. Kombinasi self-talk positif (positive self-talk) dan pernapasan dalam (deep-center breathing) membantu Susan untuk merasa jauh lebih tenang dan lebih percaya diri. Pada saat itu, skater di depannya menyelesaikan programnya. Tak lama kemudian Susan menginjak es, meluncur ke posisi awalnya, dan tampil di hadapan juri dengan baik.



2



2.1.2 Antecedent Control Karena perilaku kita dalam menanggapi berbagai stimulus anteseden (orang, tempat, kata-kata, bau, suara, dll.) telah diperkuat, dihukum, atau dipadamkan, stimulus-stimulus tersebut mengendalikan perilaku kita kapan pun itu terjadi. Sebelum merancang program modifikasi perilaku panjang yang melibatkan prosedur seperti shaping dan chaining, penting untuk bertanya, "Dapatkah saya memanfaatkan bentuk kontrol stimulus yang ada?" Psikolog olahraga Susan tidak melalui proses pembentukan yang panjang. Sebaliknya, psikolog olahraga Susan memanfaatkan sejarah penguatan Susan dalam menanggapi instruksi. Serangkaian treatment yang berfokus pada manipulasi stimulus anteseden termasuk dalam kategori aturan (rules), tujuan (goals), pemodelan (modeling), bimbingan fisik (physical guidance), bujukan situasional (situational inducement), dan motivasi (motivation). 2.2.



Rules Dalam terminologi behavioral, aturan atau rules menggambarkan situasi dimana suatu



perilaku akan mengarah pada suatu konsekuensi. Sederhananya, rules ini merupakan pernyataan bahwa perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang buruk dalam situasi tertentu. Ketika masih berusia balita, bagi kita mungkin aturan bukanlah sesuatu yang berarti. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia, kita belajar bahwa dengan mengikuti aturan seringkali menuntun kita pada hadiah (misalnya, “jika kamu menghabiskan sayurannya, kamu akan mendapatkan makanan pencuci mulut) dan membantu kita dalam menghindari hukuman (misalnya, “Jika kamu tidak bisa diam, saya akan menguncimu di dalam ruanganmu). Dengan demikian, aturan dapat berfungsi sebagai SD (Discriminative Stimulus) atau sebagai isyarat yang memberitahukan bahwa perilaku yang ditentukan oleh aturan akan mengarah pada penguat yang diidentifikasi dalam aturan, dan dapat berfungsi pula sebagai isyarat bahwa perilaku yang tidak mengikuti aturan akan mengarah pada hukuman. Terkadang aturan dengan jelas mengidentifikasi penguat (reinforcers) atau penghukum (punishers) yang terasosiasi dengan aturan. Namun dalam beberapa kasus lain, konsekuensi itu tersirat. Misalnya, ketika orang tua berkata kepada seorang anak dengan suara gembira, “Wow! Lihat itu!" melihat ke arah yang ditunjukkan kemungkinan akan memungkinkan anak untuk melihat sesuatu yang menarik. Penguat (reinforcers) juga bersifat tersirat untuk aturan yang dinyatakan dalam bentuk nasihat. Misalnya, nasihat “Anda harus mendapatkan pendidikan yang baik” biasanya menyiratkan bahwa hal itu akan membawa 3



konsekuensi yang menguntungkan seperti pekerjaan dengan gaji yang baik. Di sisi lain, aturan yang diberikan dalam bentuk perintah atau ancaman menyiratkan bahwa ketidakpatuhan akan dihukum. Misalnya, perintah "Jangan sentuh vas itu" menyiratkan bahwa menyentuhnya akan menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan seperti menerima teguran. Aturan yang tidak mengidentifikasi ketiga aspek kontingensi penguatan disebut sebagai aturan parsial. Contoh aturan parsial dalam paragraf sebelumnya berfokus pada perilaku. Aturan parsial lainnya mengidentifikasi anteseden (tanda zona sekolah) sementara perilaku (mengemudi perlahan) dan konsekuensinya (menghindari memukul anak atau mendapatkan tilang) tersirat. Dalam kasus lain, aturan parsial mengidentifikasi konsekuensi (misalnya, "pembayaran 98%") sementara antesedennya ("di kasino ini") dan perilaku (memasukkan uang ke mesin slot) tersirat. Karena berbagai pengalaman belajar kita, aturan parsial juga mengendalikan perilaku kita. 2.2.1 Contingency-Shaped VS Rule-Governed Behavior Seperti yang dinyatakan dalam terminologi behavioral, aturan adalah rangsangan verbal yang mengendalikan perilaku karena mereka menentukan konsekuensi dari perilaku tertentu dalam situasi tertentu. Namun, tidak semua konsekuensi perilaku dalam situasi tertentu memiliki rangsangan verbal deskriptif yang terkait dengannya. Dalam buku ini, terdapat cerita dimana saat menghadiri gereja bersama orang tuanya, Bobby membisikkan suatu komentar yang lucu kepada adiknya. Namun adiknya mengabaikannya dan ibunya menatapnya dengan tatapan yang tegas. Di masa depan, Bobby cenderung tidak membisikkan komentar lucu di gereja, meskipun tidak ada yang mengajarinya aturan "Jangan membisikkan komentar di gereja atau Ibu akan menatapmu dengan tegas." Sekarang anggaplah Bobby membisikkan komentar lucu kepada rekan satu timnya di tim hoki pee-wee sementara pelatihnya mencoba menjelaskan cara melakukan permainan hoki tersebut. Rekan satu tim Bobby tertawa, dan perilaku membisikkan komentar lucunya tersebut diperkuat dalam situasi itu, meskipun tidak ada yang mengajarinya aturan "Jika saya membisikkan komentar lucu kepada rekan tim saya saat pelatih berbicara, mereka akan tertawa." Dalam contoh-contoh ini, dapat dikatakan bahwa bisikan Bobby adalah perilaku berbentuk kontingensi (contingency-shaped behavior). Perilaku berbentuk kontingensi (contingency-shaped behavior) merupakan perilaku yang berkembang 4



karena konsekuensi langsungnya daripada karena pernyataan atau aturan tertentu. Misalkan pada awal latihan berikutnya, pelatih olahraga hoki Bobby berkata, “Bobby, jika kamu mendengarkan dengan seksama dan tidak berbisik ketika saya sedang berbicara dengan tim, kita akan mengadakan latihan pertandingan (scrimmage) selama 5 menit di akhir latihan saat ini.”. Lalu, setelah pelatihnya berkata demikian, selama latihan, Bobby sering mengulangi aturan yang diberikan oleh pelatihnya dan berhasil melewati latihan tanpa berbisik ke rekan timnya, dan mendapatkan penguatan berupa scrimmage. Dalam contoh ini, mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa berbisik saat pelatih berbicara kepada tim adalah perilaku yang diatur oleh aturan (rule-governed behavior). Perilaku yang diatur oleh aturan (rule-governed behavior) merupakan perilaku yang dikendalikan oleh pernyataan aturan. Seringkali perilaku yang tampaknya diperkuat oleh pengaruh langsung dari reinforcement merupakan hasil dari perilaku yang diatur oleh aturan (rule-governed behavior). Misalnya, ketika seorang anak perempuan baru saja membersihkan kamar nya dan orang tuanya mengatakan, “Good girl for cleaning your room”. Melalui hal itu, sang anak mungkin cenderung lebih sering melakukan perilakunya yang membersihkan kamar tersebut, dikarenakan stimulus "Good girl for cleaning your room" tampaknya bertindak sebagai penguat (reinforcer). Tetapi dalam hal ini, anak itu juga telah diberi aturan (rules), yaitu, “Jika saya membersihkan kamar saya, saya akan menjadi gadis yang baik” yang cenderung menggunakan rule-governed control atas perilaku membersihkan kamar di masa depan, terlepas dari penguatan efek pujian. Inilah salah satu alasan mengapa pujian deskriptif (descriptive praise) seperti “Good girl for cleaning your room”—yaitu, pujian yang menggambarkan perilaku spesifik atau bisa disebut behavior-specific praise, sering direkomendasikan daripada pujian umum (general praise) yaitu hanya ucapan “good girl”. Namun, beberapa penelitian yang membandingkan descriptive praise dan general praise menunjukkan adanya sedikit atau tidak ada perbedaan dalam efektivitas kedua jenis pujian ini (Polick, Carr, & Hanney, 2012; Stevens, Sidener, Reeve, & Sidener, 2011). Misalnya, Polick dkk. (2012) mengajar dua anak berkebutuhan khusus autisme untuk menjawab pertanyaan seperti "Dari hewan apakah kamu bisa mendapatkan susu?" dan memberikan pujian umum (seperti “kerja bagus!”) Atau pujian deskriptif (seperti "Kerja bagus karna sudah mengatakan 'sapi'!"). berdasarkan hal itu, Efisiensi pengajaran sedikit lebih baik dengan pujian deskriptif (descriptive praise) dibanding 5



pujian yang umum (general praise) , tetapi perbedaannya kecil. Dalam buku ini dijelaskan mengenai adanya kemungkinan bahwa anak-anak dalam studi ini tidak mendapat manfaat yang lebih saat mereka mendapatkan pujian deskriptif daripada mendapatkan pujian umum, karena mereka tidak memiliki keterampilan verbal yang diperlukan untuk merumuskan aturan yang efektif. 2.2.2 When Rules are Especially Helpful Program modifikasi perilaku harus selalu menyertakan instruksi dalam bentuk aturan walaupun dengan individu yang mempunyai keterbatasan kemampuan verbal sekalipun. Mengapa modifikasi perilaku ini harus dijelaskan secara jelas kepada seluruh klien juga didiskusikan dalam alasan etika. Namun, menyertakan aturan dalam modifikasi perilaku dalam situasi berikut dengan orang-orang verbal sangat efektif (Baldwin & Baldwin, 2000: Skinner, 1969, 1974). 1. Ketika Menginginkan Perubahan Perilaku Yang Cepat Penggunaaan aturan yang benar serinngkala menghasilkan perubahan perilaku yang lebih cepat daripada shaping, chaining, atau trial and error. Psikolog olahraga yang membantu Susan pada lomba figure skating pada dasarnya memberikan ia aturan: “ Jika saya fokus terhadap hal yang saya pikirkan ketika melakukan skating yang baik pada saat latihan, maka saya akan melakukan semua elemen dalam program sama halnya seperti ketika saya latihan.” Latihan mengenai aturan tersebut membantu Susan untuk fokus pada tanda yang biasanya membuat dia dapat mendarat dari lompatannya. 2. Ketika Konsekuensi Ditunda Misalkan orang tua ingin mendorong anaknya untuk belajar selama sejam atau ketika sore setiap minggunya. Penguat yang cocok mungkin memperbolehkan sang anak begadang di akhir pekan untuk menonton film. Namun, menonton film pada Jumat malam tertunda lama dari belajar selama satu jam pada hari Senin. Dengan menambahkan peraturan, “Jika kamu belajar selama satu jam tiap malamnya pada minggu ini, kamu dapat menonton film yang tayang tengah malam pada jumat malam,” maka orang tua telah meningkatkan peluang penguatan tertunda (delayed reinforcer) berpengaruh terhadap perilaku yang diinginkan.



6



3. When Natural Reinforcers are Highly Intermittent Misal saat sales di department store sedang mengerjakan komisi ketika penjualan sedang lambat. Membuat penjualan segera menjadi penguat karena berkaitan dengan bertambahnya uang bagi sales yang berhasil menjual barangnya. Namun, para sales ini harus mendekati banyak costumers sebelum penjualan sendiri dilakukan. Dalam kata lain, jadwal penguatan sangat ramping, sehingga ketegangan rasio mungkin terjadi. Manajer toko dapat meningkatkan kegigihan mereka dengan mendorong para penjual untuk melatih aturan, “Bersikaplah yang gigih! Pelanggan berikutnya mungkin berarti penjualan!” 4. When Behavior Will Lead to Immediate and Severe Punishment Aturan dapat membantu orang belajar perilaku yang tepat ketika belajar perilaku dengan cara yang lebih sulit justru akan merugikan mereka. Contohnya, beberapa siswa benar-benar tidak menyadari bahwa menyalin bagian dari buku teks kata demi kata pada makalah tugasnya tanpa mencantumkan sumbernya tidak diperbolehkan. Semua siswa seharusnya diberi tahu, bahkan jauh sebelum mereka memasuki perkuliahan mengenai peraturan, “Menyalin dari sumber tanpa memberi kredit merupakan bentuk plagiarisme dan bisa menjadi sebuah pinalti akademik yang sangat serius.” Contoh lainnya, menyetir sambil mabuk merupakan sumber dari kecelakaan lalu lintas yang serius dan dapat menyebabkan hukuman serius bagi individu yang dihukum karena mabuk. Namun, hanya beberapa orang saja yang sering ke bar memastikan bahwa salah satu dari mereka yang hadir merupakan pengemudi yang tidak minum pada malam itu. Untuk meningkatkan designated drivers ini pada bar yang sangat popular bagi mahasiswa di florida, Kazbour dan Bailey (2010) mengiklankan aturan dalam koran dan radio lokal serta poster dekat bar: “DESIGNATED DRIVERS GET THE FREE GAS & PASSENGER ENJOY FREE PIZZA AT (bar name) THURSDAY AND FRIDAY NIGHTS NOW THROUGH NOVEMBER 21ST!” Persentase pelanggan yang menjadi pengemudi dari jam 12 pagi sampai jam 2 pagi di bar itu rata-rata meningkat 12% dibandingkan hari-hari dimana program tersebut tidak berlaku. 2.2.3 Why Rules Control Our Behavior Sangat mudah bagi kita untuk memahami mengapa orang mau untuk belajar mengikuti aturan yang menggambarkan konsekuensi tindakan langsung. Mengikuti 7



aturan “Coba rasa baru es krim in: aku rasa kamu akan suka” akan dikuatkan secara langsung melalui rasa dari es krim tersebut. Kegagalan untuk mengikuti aturan “Jaga jarak dari api unggun atau kamu akan terbakar” dapat mengarah pada hukuman langsung. Namun, mengapa kita mengikuti aturan yang mengidentifikasi konsekuensi yang sangat tertunda? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, walaupun penguatan yang terdapat dalam aturan mungkin tertunda bagi beberapa individu, orang lain mungkin memberi konsekuensi langsung lainnya jika individu mengikuti atau tidak mengikuti aturan tersebut. Contohnya dalam orang tua yang memberikan aturan, “Jika kamu belajar sejam tiap malam pada minggu ini, kamu bisa menonton tayangan malam pada hari jumat,” orang tua tersebut juga mungkin bisa mengucapkan langsung segera setelah contohnya belajar pada senin malam, “ Bagus. Pertahankan dan kamu bisa begadang pada hari jumat.” Kedua, individu kemungkinan akan mengikuti aturan dan selanjutnya langsung membentuk pernyataan penguat. Kemungkinan ketiga ialah interaksi operant-respondent kita memberi reinforcment history (penguatan pengalaman) sehingga aturan selanjutnya otomatis memperkuat dan jika gagal untuk mengikuti aturan akan otomatis dihukum. Contohnya anda memberi diri sendiri sebuah aturan, “Saya harus mulai belajar materi modifikasi perilaku sekarang atau saya tidak akan lulus ujian besok hari.” Mungkin karena adanya pengalaman anda sebelumnya dimana anda dihukum akibat gagal untuk menyerahkan sebelum waktu tenggat, pernyataan seperti tersebut akan meningkatkan keenganan stimuli yang berhubungan dengan tidak belajar untuk ujian, yang tentunya akan menimbullkan sebuah kecemasan. Ketika anda mematuhi aturan tersebut, kecemasan pun menurun dan aturan anda tersebut dipertahankan dengan escape conditioning. Dalam bahasa sehari-hari, latihan tenggat waktu dapat menimbulkan kecemasan, namun merespon kepada aturan untuk sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan akan membuat kita merasa lebih baik (Mallot, 1989). Tentu saja, apakah konsekuensi otomatis tersebut akan terus memengaruhi kepatuhan individu terhadap aturan akan bergantung pada sejauh mana indicidu terus mengalami hukuman karena ketidakpatuhan terhadap aturan dan kegagalan memenuhi tenggat waktu.



8



Walaupun kita diberi banyak contoh ilustrasi bagaimana aturan secara umum meningkatkan pengembangan dan pemeliharaan perilaku, penting untuk kita sadari ada pengecualian bagi generalisasi ini. Aturan memperkenalkan rangsangan dan tanggapan ekstra yang dalam beberapa kondisi dapat memiliki efek bersih dari gangguan dalam contingency-shaped behaviour. Seseorang yang mencoba untuk memverbalisasi dan mengikuti aturan mungkind alam kondisi ini akan menjadi seperti kelabang yang mengikat dirinya dalam simpul untuk mencoba berpikir tentang bagaimana ia berjalan. 2.2.4 Effective & Ineffective Rules Rule adalah isyarat berperilaku seperti yang ditentukan dalam aturan, apakah akan mengarah pada penguatan atau penghindaran aversive stimulus. Tapi semua aturan tidak diciptakan sama. Beberapa aturan lebih mungkin untuk diikuti daripada yang lain. Mari kita lihat lima kondisi yang memengaruhi kemungkinan perilaku mengikuti aturan (rule-following behavior) 1. Specific Versus Vague Descriptions of Behavior (Deskripsi Perilaku yang Spesifik Vs Tidak Jelas) Rules yang menggambarkan perilaku secara spesifik lebih mungkin untuk diikuti daripada aturan yang menggambarkan perilaku secara tidak spesifik/samar-samar. Misalnya dengan mengatakan pada diri sendiri, bahwa “Saya perlu mempelajari buku ini lebih banyak untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dalam kursus modifikasi perilaku” ucapan ini kurang efektif dibandingkan dengan mengatakan pada diri sendiri, “Untuk setiap 20 pertanyaan pelajaran yang saya pelajari jawabannya, saya akan memberikan waktu satu jam untuk diri saya sendiri di Facebook." 2. Specific Versus Vague Descriptions of Circumstances (Deskripsi Keadaan yang Spesifik Versus Tidak Jelas) Rules yang menggambarkan keadaan spesifik tertentu di mana perilaku harus



terjadi



lebih



mungkin



untuk



diikuti



daripada



aturan



yang



menggambarkan keadaan secara samar-samar atau tidak sama sekali. Misalnya dalam memberitahu seorang anak kecil, "Ingatlah untuk mengatakan 'tolong'"



9



kurang efektif daripada memberi tahu anak itu dengan ucapan, "Ingatlah untuk mengatakan 'tolong' ketika kamu meminta sesuatu, ya?." 3. Probable Versus Improbable Consequences (Konsekuensi yang mungkin Vs Konsekuensi yang tidak mungkin) Rules kemungkinan besar akan diikuti jika mereka mengidentifikasi perilaku yang konsekuensinya sangat mungkin terjadi meskipun mungkin tertunda. Misalkan orang tua memberi tahu seorang anak remaja, "Kalau kamu memotong rumput pada hari Senin dan saya akan memberi Anda $20 pada hari Sabtu." kita kemudian dapat berasumsi bahwa kemungkinan besar remaja apabila memotong rumput pada hari Senin. maka menerima $20 pada hari Sabtu berikutnya adalah suatu kepastian. Sebaliknya, rules cenderung tidak efektif jika mereka menggambarkan hasil dengan probabilitas rendah untuk perilaku, bahkan jika hasil tersebut langsung terjadi ketika itu terjadi (Malott, 1989, 1992). Contohnya, kebanyakan orang tahu bahwa memakai helm saat bersepeda dapat mencegah kerusakan otak akibat kecelakaan serius. tapi, mengapa banyak orang pergi bersepeda tanpa helm, salah satu alasannya dalah bahwa aturan untuk memakai helm saat mengendarai sepeda melibatkan konsekuensi probabilitas rendah. Karena tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda yang serius sebelumnya, dan banyak pengendara sepeda berpikir bahwa kecelakaan yang akan menyebabkan kerusakan otak tidak mungkin terjadi. 4. Sizeable



Consequences



Versus



Small



but



Cumulatively



Significant



Consequences (Konsekuensi yang Cukup Besar Versus Konsekuensi Kecil tapi Secara Kumulatif Signifikan) Rule yang menjelaskan konsekuensi yang cukup besar, kemungkinan akan efektif. Dalam contoh memotong rumput yang baru saja dikutip di point 3 bahwa $20 adalah konsekuensi yang cukup besar bagi remaja itu. Namun, sebuah aturan cenderung tidak efektif jika konsekuensinya kecil. Misalkan seseorang memutuskan, "Saya akan berhenti makan makanan penutup". Mengapa aturan seperti itu seringkali tidak efektif? ● Salah satu alasan yang tidak selalu melibatkan aturan adalah bahwa ada konsekuensi tindakan langsung yang mendukung perilaku yang tidak 10



sesuai dengan mengikuti aturan. Menyantap dessert langsung diperkuat dengan rasanya yang lezat. ● Alasan lain bahwa aturan tersebut tidak efektif adalah bahwa konsekuensinya terlalu kecil untuk terlihat dan hanya signifikan secara kumulatif (Malott, 1989, 1992). Artinya, bukan kelebihan berat dari satu makanan penutup ekstra yang menjadi masalah; tetapi itu adalah peningkatan berat badan yang terjadi ketika Anda banyak makan dessert (lihat Gambar 17.1) Misalnya orang yang tadinya memutuskan “saya akan berhenti memakan dessert” ia tiba-tiba berfikir bahwa “kalau makan satu saja gak masalah kok, gak akan naik berat badan. kan kalau naik berat badan kalau kita makan banyak dessert”



5. Deadlines Versus No Deadlines Misalkan seorang guru prasekolah berkata kepada seorang anak, "Jika Anda menyimpan semua mainan, saya akan membawakan Anda hadiah minggu depan." Apakah anak cenderung menyimpan mainan dengan delayed renforcer seperti itu? Bagaimana jika guru berkata kepada anak itu, "Jika kamu menyimpan semua mainan sekarang, aku akan membawakanmu hadiah minggu depan." Apakah kata "sekarang" akan membuat perbedaan? Anehnya, itu akan terjadi. Braam dan Malott (1990) menemukan bahwa pemberian rule kepada anak-anak berusia 4 tahun untuk melakukan perilaku tanpa tenggat waktu (no deadlines) dan penundaan penguat selama 1 minggu ( 1-week delay of the reinforcer) relatif tidak efektif, sementara memberikan aturan kepada 11



anak-anak untuk melakukan perilaku dengan tenggat waktu (with deadlines) cukup efektif. Kita pun belajar dalam kehidupan, bahwa memenuhi tenggat waktu kemungkinan akan diperkuat dan apabila kita gagal memenuhinya akan mengarah pada ketidaknyamanan. Untuk meringkas, rules yang menggambarkan keadaan tertentu dan tenggat waktu untuk perilaku tertentu yang akan menyebabkan hasil yang cukup besar dan kemungkinan sering efektif. Sebaliknya, aturan yang menggambarkan perilaku dan keadaannya secara samar, yang tidak mengidentifikasi tenggat waktu untuk perilaku tersebut, dan yang mengarah pada konsekuensi kecil atau tidak mungkin untuk perilaku tersebut seringkali lemah atau tidak efektif. 2.2.5 Guidelines for Using Rules Effectively Berikut adalah beberapa pedoman umum untuk penggunaan rule yang efektif : 1. Rule harus dalam pemahaman individu kepada siapa aturan itu diterapkan. 2. Rule harus dengan jelas mengidentifikasi: a. Keadaan di mana perilaku harus terjadi b. Perilaku spesifik di mana individu akan terlibat c. Tenggat waktu untuk melakukan perilaku d. Konsekuensi khusus yang terkait dengan kepatuhan terhadap aturan e. Konsekuensi khusus untuk tidak mematuhi aturan 3. Rule harus menjelaskan kemungkinan dan hasil yang cukup besar daripada hasil yang tidak mungkin dan kecil 4. Rule yang rumit harus dipecah menjadi langkah-langkah yang mudah diikuti. 5. Rule harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, sopan, dan tidak emosional. 6. Aturan yang samar harus digunakan seperlunya untuk memungkinkan rangsangan lain yang hadir untuk mengendalikan perilaku.



12



2.3.



Goals Goals (tujuan) adalah tingkat kinerja atau hasil yang ingin dicapai oleh individu atau kelompok. Goal setting (penetapan tujuan) adalah proses membuat tujuan untuk diri sendiri atau satu atau lebih orang lain. Contohnya adalah seorang pedagang yang menetapkan tujuan untuk menghasilkan sejumlah penjualan tertentu per minggu. Dalam setting industri dan organisasi, program penetapan tujuan telah menyebabkan peningkatan kinerja di bidang-bidang seperti produktivitas, perilaku keselamatan dalam bekerja, layanan pelanggan, dan sebagainya (Latham & Arshoff, 2013; Locke & Latham, 2002; Pritchard, Young, Koenig, Schmerling, & Dixon, 2013; Saari, 2013; Schmidt, 2013). Penetapan tujuan telah digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisik pada anak-anak prasekolah yang obesitas (Hustyi, Normand, & Larson, 2011), untuk meningkatkan kemajuan pengemudi muda yang berbicara di telepon seluler dalam simulasi mengemudi (Arnold & Van Houten, 2011), dan banyak yang lainnya. Hal ini telah digunakan untuk meningkatkan kinerja akademik (Morisano, 2013), mempromosikan perilaku kesehatan (Shilts, Townsend, & Dishman, 2013), dan mempromosikan pengembangan pribadi (Travers, 2013). Dalam olahraga, program penetapan tujuan telah menghasilkan peningkatan di bidang-bidang seperti banyaknya putaran yang diselesaikan untuk pelari, pukulan dalam bola basket, servis dalam tenis, dan akurasi dalam memanah (Gould, 2010; Ward, 2011; Williams, 2013). Tujuan juga bersifat motivasi. Dari perspektif perilaku, tujuan adalah aturan yang bertindak sebagai operasi yang memotivasi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu yang diinginkan. Jika seorang pemain bola basket berkata, “Saya akan pergi ke gym dan berlatih menembakkan pukulan-pukulan sampai saya dapat membuat 10 pukulan berturut-turut,” pemain tersebut telah mengidentifikasi keadaan (di gym), perilaku (melatih pukulan-pukulan), dan reinforcement atau tujuan yang diinginkan (membuat 10 berturut-turut, ditambah penguat tersirat mencetak persentase yang lebih tinggi dari tembakan dalam permainan). Dan tujuan sering digunakan untuk mempengaruhi individu untuk meningkatkan kinerja ketika reinforcement tertunda (misalnya, bonus dalam setting kerja diterima dengan baik setelah pekerjaan selesai). Keadaan dimana seseorang mungkin menerapkan goal setting (penetapan tujuan) berbeda dari memanfaatkan kontrol stimulus dengan menggunakan aturan untuk membawa perubahan perilaku instan. Psikolog olahraga, misalnya, lebih peduli untuk membantu seseorang “on the spot” daripada memberinya tujuan jangka 13



panjang untuk diusahakan. Goal setting (penetapan tujuan), sebaliknya, sering digunakan untuk mempengaruhi individu agar bekerja menuju suatu tujuan selama periode waktu tertentu atau selama sejumlah kesempatan latihan. Contohnya, pelatih tidak akan mengharapkan pemain bola basket untuk segera memenuhi tujuan membuat 10 tembakan berturut-turut. Namun demikian, menetapkan tujuan latihan dalam situasi seperti itu cenderung mengarah pada peningkatan kinerja yang lebih cepat daripada jika pemain hanya berlatih menembakkan bola tanpa tujuan tertentu dalam pikiran. 2.3.1 Effective & Ineffective Goal Setting Efektivitas penetapan tujuan dapat stabil asalkan sejumlah kondisi terpenuhi (Gould, 2010; Locke & Latham, 2013). Kita dapat membedakan dua jenis tujuan: (a) tujuan untuk perilaku dan (b) tujuan untuk produk atau hasil perilaku. 1) Specific Goals are More Effective than Vague Goals (Tujuan Spesifik Lebih Efektif daripada Tujuan Samar/ Tidak Jelas): Sebagai contoh, daripada bertujuan untuk memiliki hubungan yang lebih baik, pasangan mungkin akan menyusun tujuan untuk menghabiskan setengah jam waktu berkualitas bersama atau untuk saling memberi tahu setiap hari setidaknya tiga hal yang mereka hargai tentang hubungan mereka, dimana tujuan pasangan tersebut menjadi lebih spesifik daripada sebelumnya. 2) Goals with Respect to Learning Specific Skills Should Include Mastery Criteria (Tujuan sehubungan dengan Pembelajaran Keterampilan Khusus Harus Mencakup Kriteria Penguasaan): Mastery Criteria adalah pedoman khusus untuk melakukan suatu keterampilan sehingga jika pedoman tersebut dipenuhi, keterampilan tersebut kemungkinan besar akan dikuasai. Artinya, individu yang telah memenuhi kriteria penguasaan untuk suatu keterampilan telah mempelajarinya dengan cukup baik untuk melakukannya dengan benar saat diminta atau ketika diperlukan untuk melakukannya. Ketika dihadapkan dengan tugas yang kompleks, biasanya akan lebih efisien untuk menetapkan tujuan pembelajaran sebelum menetapkan tujuan kinerja. Misalnya, jika tujuan akhir seseorang adalah untuk memulai bisnis, jika ia belum terampil melakukannya, akan lebih 14



efektif baginya untuk memulai dengan menetapkan tujuan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memulai bisnis terlebih dahulu (JR Baum, 2013; Saari, 2013; Seijts, Latham, & Woodwark, 2013). 3) Goals Should Identify The Circumstances Under which The Desirable Behavior Should Occur (Tujuan Harus Mengidentifikasi Keadaan di mana Perilaku yang Diinginkan Harus Terjadi): Sebagai contoh, tujuan bagi pegulat untuk berlatih takedown agak tidak jelas. Sebuah tujuan untuk berlatih arm-drag sampai tiga kali berturut-turut terjadi menambah dimensi kuantitas tetapi masih tidak menunjukkan keadaan di mana perilaku itu harus terjadi. Sebuah tujuan untuk melatih takedown dengan arm-drag sampai tiga kali berturut-turut terjadi pada lawan yang menawarkan perlawanan moderat mengidentifikasi keadaan di sekitar pertunjukan. Demikian pula, tujuan untuk memberikan ceramah kepada audiens yang terdiri dari 30 orang asing berbeda dengan tujuan untuk memberikan ceramah yang sama kepada dua orang teman. 4) Realistic and Challenging Goals are More Effective Than Do-Your-Best Goals (Tujuan yang Realistis dan Menantang Lebih Efektif daripada “Lakukan Tujuan Terbaikmu”): Ungkapan “do your best” (lakukan yang terbaik) sering dikatakan oleh pelatih kepada atlet sebelum kompetisi, oleh orang tua kepada anak-anak yang akan tampil di sebuah pertunjukkan, oleh guru untuk siswa sebelum ujian, dan oleh bos untuk karyawan dalam melakukan pekerjaan mereka. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tujuan “do your best” tersebut hampir tidak seefektif tujuan khusus untuk meningkatkan kinerja. Mungkin tujuan “do your best” tidak efektif karena tidak jelas. Atau mungkin individu yang diinstruksikan untuk melakukan yang terbaik menetapkan tujuan yang relatif mudah, dan, seperti yang disarankan Locke dan Latham (2002, 2013), tujuan yang sulit atau menantang mungkin menghasilkan kinerja yang lebih baik. Dari perspektif perilaku, seorang instruktur yang mengidentifikasi tujuan tertentu untuk pelajar lebih mungkin untuk secara konsisten memberikan penguatan untuk memenuhi tujuan daripada instruktur yang hanya memberikan pelajar tujuan “do your best”. Alasannya adalah bahwa instruktur dan pelajar mungkin tidak setuju apakah pelajar melakukan yang terbaik atau tidak. 15



Bagaimanapun, penilaian apakah suatu tujuan itu mudah atau sulit agak subjektif karena informasi kita tentang kemampuan fisiologis dan perilaku seseorang selalu tidak komprehensif. Keakuratan penilaian itu dapat dimaksimalkan, dengan mempertimbangkan tingkat kinerja individu saat ini dan kisaran kinerja pada tugas serupa oleh orang lain dengan kemampuan yang setara. Seberapa sulit atau menantang tujuan yang seharusnya merupakan masalah yang menerima penelitian yang cukup besar (Locke & Latham, 2013). Bahkan telah disarankan bahwa dalam keadaan tertentu, apa yang disebut “stretch goals” (tujuan peregangan)—yaitu, tujuan yang tidak mungkin dicapai—dapat efektif dalam meningkatkan kinerja, meskipun menurut definisi tujuan tersebtu berarti tidak pernah tercapai. Namun, “stretch goals”, atau bahkan tujuan yang sangat sulit, dapat menyebabkan frustrasi yang cukup besar dan harus digunakan hanya dengan sangat hati-hati (Kerr & LePelley, 2013). 5) Public Goals are More Effective than Private Goals (Tujuan Umum Lebih Efektif daripada Tujuan Pribadi): Terdapat eksperimen yang dilakukan pada tiga kelompok mahasiswa yang semuanya diberi booklet materi yang sama untuk dipelajari. Kelompok I berpartisipasi dalam program public goals setting. Setiap siswa menetapkan tujuan tentang jumlah waktu yang akan mereka gunakan untuk belajar dan skor yang diharapkan untuk diterima pada tes yang akan diberikan pada akhir program. Siswa-siswa ini mengumumkan tujuan mereka kepada anggota lain dalam kelompok mereka. Kelompok II berlatih dengan private goals setting (penetapan tujuan pribadi). Mereka diperlakukan sama seperti kelompok I kecuali bahwa mereka menyimpan tujuan mereka untuk diri mereka sendiri. Kelompok III tidak diminta untuk menetapkan tujuan apapun; dimana mereka adalah kelompok kontrol. Siswa-siswa ini hanya diberi materi untuk dipelajari dalam jumlah waktu yang sama dengan kelompok pertama dengan pengetahuan bahwa mereka akan menerima tes di akhir percobaan. Hasil yang diperoleh yaitu Kelompok I dengan public goals setting mencetak rata-rata 17 poin persentase lebih tinggi pada tes daripada salah satu dari dua kelompok lainnya, yang tampil pada tingkat yang hampir sama (Hayes et al., 1985). Hasil serupa pada efek public versus private goals ditemukan oleh Seigts, Meertens, dan Kok (1997). 16



Hayes dan rekan-rekannya berteori bahwa menetapkan tujuan publik menghasilkan standar publik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan itu juga menyiratkan konsekuensi sosial untuk mencapai atau tidak mencapai tujuan. Meskipun tujuan yang diketahui orang lain lebih mungkin untuk dipenuhi daripada tujuan pribadi yang tidak diketahui siapa pun, komponen publik harus dipraktikkan dengan hati-hati. Misalnya, kita merekomendasikan penetapan tujuan sebagai bagian dari program modifikasi perilaku untuk membantu seseorang berolahraga secara konsisten. Jika kita merekomendasikan agar orang yang berolahraga berbagi tujuan dengan orang lain, orang itu harus menjadi seseorang yang kemungkinan akan mendorong orang yang berolahraga dengan pengingat lembut ketika tujuan tidak tercapai dan yang akan menawarkan dorongan ketika kemajuan memuaskan. Orang itu seharusnya tidak menjadi seseorang yang akan mengirim orang yang berolahraga dalam perjalanan rasa bersalah yang berat karena tidak memenuhi tujuan. 6) Goal Setting is More Effective If Deadlines are Included (Penetapan Tujuan Lebih Efektif Jika Tenggat Waktu Disertakan): Masing-masing dari kita terbiasa dengan positive reinforcement (penguatan positif) untuk memenuhi berbagai tenggat waktu dan untuk menghadapi konsekuensi aversif ketika kita tidak memenuhinya. Memanfaatkan hal ini dapat meningkatkan efektivitas goals setting (penetapan tujuan). Misalnya, kita menetapkan tujuan selama setahun ke depan untuk lebih sering menyapa lewat pesan ke teman-teman lama. Kita lebih mungkin untuk bisa memenuhi tujuan itu jika kita membuat deadline seperti: 1 Februari kita akan mengirim pesan ke 10 orang, lalu pada 1 Maret kita akan mengirim pesan ke 10 orang berbeda lainnya, dan seterusnya. 7) Goal Setting Plus Feedback is More Effective than Goal Setting Alone (Penetapan Tujuan Ditambah Umpan Balik Lebih Efektif daripada Hanya Penetapan Tujuan): Tujuan lebih mungkin tercapai jika kita memiliki feedback yang menunjukkan tingkat kemajuan menuju tujuan (Ashford dan De Stobbeleir, 2013). Salah satu cara untuk memberikan feedback adalah dengan memetakan kemajuan yang dibuat. Individu yang memetakan kemajuan mereka menuju suatu tujuan cenderung menemukan perbaikan dalam grafik untuk diperkuat. Cara lain untuk memberikan 17



feedback adalah dengan memecah tujuan jangka panjang menjadi beberapa tujuan jangka pendek dan memberi apresiasi kepada diri sendiri setiap kali tujuan jangka pendek tercapai. Misalkan pasangan memutuskan untuk mengecat ulang seluruh rumah mereka, di dalam dan di luar. Tujuan jangka pendek mungkin termasuk mengecat kamar tidur pada akhir Februari, kemudian ruang tamu pada akhir Maret, dan seterusnya, dan mengagumi setiap kamar setelah selesai. 8) Goal Setting is Most Effective When Individuals are Committed to the Goals (Penetapan Tujuan Paling Efektif Ketika Individu Berkomitmen pada Tujuan): Tujuan akan efektif hanya jika individu yang terlibat memiliki komitmen berkelanjutan terhadapnya. Meskipun ada masalah mendefinisikan dan mengukur komitmen dalam literatur penetapan tujuan (Klein et al., 2013), dengan komitmen, seperti pernyataan atau tindakan oleh pelajar yang menunjukkan bahwa tujuan itu penting, pelajar akan bekerja ke arah itu, dan pelajar tersebut menyadari manfaat dari melakukannya. Salah satu cara untuk mendapatkan komitmen adalah dengan meminta mereka berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa tujuan yang dipilih sendiri setidaknya sama efektifnya dengan tujuan yang dipaksakan dari luar (Fellner & Sulzer Azaroff, 1984). Juga individu harus sering diberikan pengingat komitmen mereka untuk tujuan mereka (Watson & Tharp, 2007).



2.3.2 Guidelines for Goal Setting Banyak orang mencoba memanfaatkan penetapan tujuan dengan resolusi Tahun Baru. Namun, ini belum tentu waktu terbaik untuk menetapkan tujuan karena itu hanyalah kegiatan meriah yang sedang dirayakan. Selain itu, stimulus yang ada pada 1 Januari kemungkinan akan sangat berbeda dari stimulus yang ada selama waktu lain dalam setahun. Hal ini tidak mungkin menghasilkan generalisasi yang baik. Juga, jika penetapan tujuan hanya terjadi pada Tahun Baru, maka menurut definisi, itu hanya terjadi setahun sekali, sedangkan penetapan tujuan lebih efektif bila dapat dilakukan beberapa kali sepanjang tahun. Selain itu, jelas ada cara menetapkan tujuan yang lebih efektif daripada jenis resolusi Tahun Baru yang biasanya dibuat orang. Jika tujuan kita tidak 18



jelas atau melakukan do-your-best goal tanpa tenggat waktu untuk mencapainya dan tanpa mekanisme feedback untuk memantau kemajuan, hal ini tidak akan banyak berpengaruh pada perilaku. Namun, jika kita mempraktikkan penetapan tujuan sesuai dengan panduan berikut, tujuan kita kemungkinan besar akan lebih efektif dalam mengubah perilaku kita, di antaranya: 1) Tetapkan tujuan yang spesifik, realistis, dan menantang. 2) Identifikasi perilaku spesifik dan keadaan di mana perilaku tersebut harus terjadi agar tujuan tercapai. 3) Jelas tentang konsekuensi spesifik yang mungkin terjadi untuk memenuhi atau tidak memenuhi tujuan. 4) Bagi tujuan jangka panjang menjadi beberapa tujuan jangka pendek. 5) Jika tujuannya kompleks, buatlah rencana tindakan untuk mencapainya. 6) Tetapkan tenggat waktu untuk pencapaian tujuan. 7) Pastikan bahwa individu yang terlibat berkomitmen pada tujuan. 8) Dorong pembelajar untuk berbagi tujuan dengan pendukung yang ramah. 9) Merancang sistem untuk memantau kemajuan menuju tujuan. 10) Berikan feedback positif saat kemajuan menuju tujuan tercapai.



19



BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Karena perilaku dalam menanggapi berbagai stimulus anteseden (orang, tempat, kata-kata,



bau,



suara,



dll.)



telah



diperkuat,



dihukum,



atau



dipadamkan,



stimulus-stimulus tersebut mengendalikan perilaku kita kapan pun itu terjadi sejomhha dapat mempengaruhi perilaku individu. Serangkaian treatment yang berfokus pada manipulasi stimulus anteseden termasuk dalam kategori aturan (rules), tujuan (goals), pemodelan (modeling), bimbingan fisik (physical guidance), bujukan situasional (situational inducement), dan motivasi (motivation). Dalam terminologi behavioral, aturan atau rules menggambarkan situasi dimana suatu perilaku akan mengarah pada suatu konsekuensi. Namun, tidak semua konsekuensi perilaku dalam situasi tertentu memiliki rangsangan verbal deskriptif yang terkait



dengannya.



Karena



terdapat



Perilaku



berbentuk



kontingensi



(contingency-shaped behavior) yang berkembang karena konsekuensi langsungnya daripada karena pernyataan atau aturan tertentu dan seringkali perilaku yang tampaknya diperkuat oleh pengaruh langsung dari reinforcement merupakan hasil dari perilaku yang diatur oleh aturan (rule-governed behavior). Sedangkan Goals (tujuan) adalah tingkat kinerja atau hasil yang ingin dicapai oleh individu atau kelompok. Goal setting (penetapan tujuan) adalah proses membuat tujuan untuk diri sendiri atau satu atau lebih orang lain. Tujuan juga bersifat motivasi. Dari perspektif perilaku, tujuan adalah aturan yang bertindak sebagai operasi yang memotivasi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu yang diinginkan.



20



DAFTAR PUSTAKA



Martin, G. & Pear, J. (2015). Behavior Modification: What it is and How to Do it. Boston: Pearson Education.



21