Makalah Moralitas Dan Hukum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 2 1.2 Tujuan ................................................................................................... 3 1.3 Metode Penulisan .................................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hakikat Moralitas ................................................................................. 4 2.2 Hukum .................................................................................................. 8 2.3 Hubungan antara Hukum dan Moralitas .............................................. 15 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 18 3.2 Saran ..................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA



1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani (Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround of personality). Dengan adanya akal, manusia dapat mengembangkan perilaku melalui moral yaitu etika. Dimana manusia bertindak ada yang mengaturnya yaitu hukum. Agar tidak ada yang merasa dirugikan antara pihak yang satu dengan yang lain. Dari penjabaran diatas, bahwa Moral, dan Hukum saling berkaitan. Moral dan Hukum selalu ada dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai Pelaku, Moral dan Hukum bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam Masyarakat dan Negara Selain itu, dalam melakukan setiap aktivitasnya, terutama didalam bertingkah laku manusia haruslah bertindak sesuai dengan moral/etika yang berlaku di masyarakat, selalu berlaku adil dan tertib hukum. Demi mewujudkan keamanan, kenyamanan, kerasian dan kesejahteraan hidup, makadiciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol sosial tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap anggota kelompok. Kaidah yang mengatur kehidupan manusia itulah yang disebut dengan hukum. Namun di dalam kenyataanya, dewasa ini masih terlihat rendahnya kesadaran akan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut demi terwujudnya kesadaran di dalam masyarakat. 2



Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh normanorma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Di Indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui hakikat moralitas 2. Untuk mengetahui hakikat hokum 3. Untuk mengetahui hubungan moralitas dan hukum C. Metode Penulisan Makalah ini di tulis berdasarkan buku, dan Internet .Adapun metode penulisan pengumpulan data yakni kami mengumpulkan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Berikut sumber-sumbernya :



3



BAB II PEMBAHASAN A. HAKIKAT MORALITAS 1.



Pengertian Moralitas Berbicara tentang Moralitas, mari kita lihat terlebih dahulu di dalam Kamus Bahasa Indonesia apa definisi tentang moralitas, Moralitas berarti Budi Pekerti, Sopan Santun, Adat Kesopanan. Sementara kata Moralitas, berasal dari kata “Moral” dan moral di dalam kamus didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai budi pekerti. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens,2002:7). Jadi, jika kita berbicara tentang ”Moralitas atau Moral” pasti kita merujuk kepada cara berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh budi pekerti yang luhur. Istilah moral juga biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Ditinjau dari sudut etimologis, kata moral berasal dari kata mos, bentuk jamaknya mores yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dan lain-lain. Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai 4



baik dan buruk. Istilah moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan prosessosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan beberapa istilah terkait pengertian moral ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral. Kata moral atau akhlak sering kali digunakan untuk menunjukkan pada suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilainilai kehidupan pada seseorang. Sanksi moral itu sendiri berupa sanksi dari Tuhan yang ditimpakan kelak diakhirat, sanksi pada diri sendiri yang bersifat kejiwaan (sedih, resah, malu,dsb), dan sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat (dicemooh, dicela, dikucilkan,dsb). 2.



Fungsi Moral Adapun fungsi dari moral adalah sebagai berikut: 1.



Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat.



5



2.



Menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia.



Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu : 1.



Hati Nurani Merupakan fenomena moral yang sangat hakiki. Hati nurani merupakan penghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati nurani ini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalam dengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggup mererfleksikan dirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.



2.



Kebebasan dan tanggung jawab. Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasan itu juga terbatas karena tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lain ketika mereka melakukan interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidup sendiri.



3.



Pentingnya Moralitas Masalah moral merupakan masalah kemanusiaan, jadi sudah sewajarnya apabila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masalah moralitas menjadi masalah penting yang harus diperhatikan dalam rangka meningkatkan hubungan sosialnya dengan masyarakat sekitar yang merupakan realitas kehidupan yang harus dihadapi. Pada tahap awal pembentukan kepribadian misalnya, seorang bayi mulai mempelajari pola perilaku yang berlaku dalam masyarakat dengan cara mengadakan hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini pertama-tama dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Lambat laun setelah menjadi anak-anak dia mulai membedakan dirinya dengan orang lain. Dia mulai menyadari perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak. Bila ia melakukan perbuatan yang benar dia akan disukai oleh



6



lingkungan dan bila berbuat salah dia akan ditegur. Tahap demi tahap seorang anak akan mempunyai konsep tentang dirinya, kesadaran itu dapat diamati dari tingkah laku dalam interaksinya dengan lingkungan. Maka dalam proses interaksi tersebut diperlukan nilai-nilai moral sebagai petunjuk arah, cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta panduan menentukan pilihan dan juga sebagai sarana untuk menimbang penilaian masyarakat terhadap sebuah tindakan yang akan diambil, dan nilai-nilai moralitas juga penting untuk menjaga rasa solidaritas di kalangan kelompok atau masyarakat serta dapat menjadi benteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau masyarakat tertentu. Faktor-faktor yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak beramoral adalah: Faktor pertama, yaitu pengajaran tentang moral yang terlambat. Pada dasarnya, pendidikan moral harus diajarkan dan diterapkan mulai usia dini, karena potensi anak-anak yang lebih mudah mencontoh suatu perilaku baik/buruk dibandingkan pada saat dewasa. Ketika pendidikan moral dilakukan sejak usia dini, maka pendidikan moral tersebut akan menjadi kerangka berpikir atau kebiasaan anak tersebut ketika beranjak dewasa. Faktor kedua, yaitu proses transformasi pendidikan moral yang tidak diimbangi oleh pendidik yang bermoralitas. Bagaimana seorang anak atau murid mampu menyerap dengan baik pendidikan moral yang diajarkan oleh orang tua atau gurunya, jika pendidiknya sendiri tak mampu menunjukkan perilaku yang bermoral. Ibarat peribahasa, buah jatuh tak jauh dari pohonnya atau guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Seseorang akan mampu menyerap dengan baik informasi yang diterimanya jika informasi tersebut berlangsung dikehidupan nyata. Oleh sebab itu mengapa murid lebih suka melakukan praktek daripada hanya mendengarkan teori-teori saja. Faktor ketiga, yaitu kesadaran diri pada manusia itu sendiri. Pada dasarnya orang-orang yang tidak/kurang bermoral bisa belajar untuk jadi



7



bermoral jika orang tersebut memiliki keinginan, kemauan, kesadaran dan harapan. Oleh sebab itu tidak ada salahnya, jika orang tersebut dibekali oleh pendidikan agama (spiritual) dan contoh-contoh nyata perilaku yang bermoral dari orang-orang disekitarnya. B. HUKUM 1.



Pengertian Hukum Untuk terciptanya keteraturan diperlukan aturan yang disebut Hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntunan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka, manusia-masyarakat-dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pemeo “Ubi societas ibi ius” (di mana ada masyarakat di sana ada hukum) adalah tepat. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan). Kaidah yang mengatur kehidupan manusia adalah hukum, yang biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas. Hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian diantara warga masyarakat dan sistem sosial yang dibangun oleh suatu masyarakat. Pada masyarakat modern hukum dibuat oleh lembaga- lembaga yang diberikan wewenang oleh rakyat.



8



Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu, menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku. 2.



Fungsi Hukum Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut: a.



Sebagai Alat Pengatur Tertib Hubungan Masyarakat Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan. Hukum menunjukan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberi petunjuk apa yang harus diperbuat dan mana yang tidak boleh, sehingga segala sesuatunya dapat berjala tertib dan teratur. Kesemuanya itu dapat dimungkinkan karena hukum mempunyai sifat mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum mempunyai sifat memaksa agar hukum ditaati oleh anggota masyarakat.



b. Sebagi Sarana Untuk Mewujudkan Keadilan Sosial 1) Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang. 2) Hukum mempunyai sifat memaksa. 3) Hukum mempunyai daya yang mengikat secara psikis dan fisik. Karena hukum mempunyai sifat, cirri dan daya mengikat tersebut, maka hukum dapat member keadilan, yaitu menentukan siapa yang benar. Hukum dapat menghukum siapa yang salah, hukum dapat memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman. c.



Sebagai Penggerak Pembangunan Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju dan lebih sejahtera.



9



d. Fungsi Kritis Hukum Dewasa ini, sering berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan (petugas) saja, tetapi aparatur penegak hukum termasuk di dalamnya. 3. Tujuan Hukum Banyak teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teoriteori dari para ahli : a.



Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula



b.



Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.



c.



Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.



d.



Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law is tool of social engineering)



e.



Muchtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam



pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut



10



melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hukum bertujuan menjamin kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus bersendikan pada rasa keadilan di masyarakat. Dalam literature ilmu hukum, dikenal ada dua teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis dan utilities. Teori etis mendasarkan pada etika, hukum bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan, memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Hukum tidak identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu untuk mewujudkan keadilan. Contohnya, peraturan lalu lintas. Mengendarai mobil di sebelah kiri tidak bias dikatakan adil karena sesuai aturan. Sedangkan berjalan di sebelah kanan dikatakan tidak adil karena bertentangan dengan aturan. Jadi, teori ini tidak sepenuhnya benar. Agar tujuan kaidah hukum itu dapat terwujud dengan semestinya, atau sesuai dengan harapan seluruh anggota masyarakat/ Negara maka harus ada kepatuhan kepada kaidah hukum tersebut. Masyarakat perlu patuh dan menerima secara positif adanya kaidah hukum. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia tanpa adanya kaidah hukum. 4.



Pelaksanaan Hukum serta Hambatan-Hambatannya. Letak perbedaan hukum dan moral, yaitu norma-norma moral itu berakar pada batin manusia, sedangkan peraturan-peraturan hukum itu lain karena hukum positif mengendalikan kemungkinan paksaan, ialah paksaan yang diatur dalam negara harus dilaksanakan. Sesuatu itu hanya menurut hukum diwajibkan, karena hukum mengatakannya, dan hukum itu hanya mengikat karena dibentuk dengan cara yang ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar. Dan UUD itu mengikat karena UUD itu merupakan kesepakatan seluruh rakyat dalam negara. Hukum yang berlaku terdiri dari dan diwujudkan oleh aturan-aturan hukum yang saling berhubungan, dan oleh karena itu keberadaannya merupakan suatu susunan atau tatanan sehingga disebut tata hukum. Tata



11



hukum di Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia atau oleh negara Indonesia. Oleh sebab itu tata hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini berarti bahwa sejak saat itu bangsa Indonesia telah mengambil keputusan untuk menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri, yaitu hukum bangsa Indonesia dengan tata hukumnya yang baru ialah Tata Hukum Indonesia. Dasar-dasar dan asas-asas tata hukum nasional sebagai berikut: a.



Dasar Pokok Hukum Nasional RI adalah Pancasila.



b.



Hukum nasional bersifat: Pengayoman, Gotong royong, Kekeluargaan, Toleransi, Anti kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme.



Hukum di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.



Konsentris, artinya adanya satu tangan yang mengatur/membuat (yaitu pengundang-undang).



b.



Konvergen, artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap perubahan dan perkembangan.



c. 5.



Tertulis, untuk lebih menjamin kepastian hukum.



Pelaksana Hukum. Pelaksana atau penegak hukum dalam tatanan hukum di Indonesia terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Kendati, dalam ketentuan perundangan lembaga-lembaga ini terpisah, namun masih memiliki jalur koordinasi keatasnya, hingga ke presiden. Lembagalembaga tersebut tidak ada yang bebas dan independen, karena garis koordinasi bersifat vertikal bertanggung jawab kepada kepala negara. 1.



Kepolisian. Tugas Kepolisian menurut UU Kepolisian Bab III Pasal 13 yaitu: a.



Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum.



b.



Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan.



12



c.



Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.



d.



Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c.



2.



Kejaksaan. Tugas kejaksaan menurut Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1999 pada Bab I Pasal 2, yaitu: “Kejaksaan mempunyai tugas melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugastugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum”. Lembaga ini memiliki banyak masalah yang juga meresahkan masyarakat. Jaksa selaku Penuntut Umum telah juga ternoda, karena ulah sebagian oknum jaksa nakal dan silau dengan materi. Kenakalan jaksa tidak hanya dalam kasus-kasus yang telah dilimpahkan di Pengadilan. Namun, kenakalan itu juga di luar Pengadilan. Misalnya, kasus-kasus yang masih dalam tahap penyelidikan/penyidikan. Di tingkat penyelidikan atau penyidikan kerap terjadi penyalah-gunaan wewenang. Tertuduh/tersangka atau keluarganya bisa saja melobi jaksa yang menyelidik/menyidik kasusnya meminta kasusnya di-peti es-kan atau istilah formalnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).



3.



Kehakiman. Kekuasaan kehakiman dapat dilihat dalam UU Tentang Kekuasaan Kehakiman Bab III Pasal 19. Sedangkan tugas pokok hakim yaitu: “Menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara (melaksanakan persidangan)”.



13



4.



Hambatan-hambatan Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah merupakan suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kadangkadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat ditegakkan. Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain: a.



Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan karena masing-masing mempunyai kepentingan (ego sektoral). Akibatnya, ketidakpastian dan penegakan peraturan perundang-undangan lebih mengemuka dan pada akhirnya rakyatlah yang dirugikan karena sangat bertentangan dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman.



b.



Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lain juga masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Dapat dilihat dari banyaknya kasus yang diputuskan oleh pengadilan yang bersifat kontroversial, yang bertentangan dengan moral dan rasa keadilan masyarakat.



c.



Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup



14



kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi. d.



Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas sehingga sering menimbulkan multiinterpretasi dalam penyusunan peraturan perundangundangan, baik di pusat maupun di daerah.



e.



Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam masyarakat. Merupakan suatu kenyataan bahwa kegiatan penyuluhan hukum dan pemahaman terhadap nilai-nilai HAM belum memengaruhi perilaku setiap anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.



f.



Rendahnya moral penegak hukum dan masyarakat di Indonesia. Menimbulkan berbagai kasus dalam hukum seperti korupsi, mafia hukum, dan mafia pajak dimana kasus-kasus ini menyeret para pejabat tinggi di pengadilan.



C. Hubungan antara Hukum dan Moralitas Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilainilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya. Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Hukum berisikan perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin manusia. Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan



15



moralnya baik apabila sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum. Pelanggaran terhadap norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2) sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat. Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai dianggap penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk (etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai- nilai yang terkandung dalam perbuatan tersebut. Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia.pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permaslahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional” Selain itu fungsi dari nilai, moral dan hukum yaitu dalam rangka untuk pengendalian dan pengaturan. Pentingnya system hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan karena belum cukup kuat untuk melindungi dan menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur. Untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi maka diperlukanlah system hukum. K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan moral,pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih dibukukan daripada moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur



16



tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap bathin seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas, keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi para individu dan masyarakat.



17



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia. pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat.kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia.Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain:Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi. Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia. B. Saran ketika intelektual tidak diimbangi dengan moralitas maka yang terjadi adalah banyaknya kasus-kasus beramoral seperti korupsi yang menyeret mereka ke dalam pengadilan. Oleh sebab itu, kita sebagai penerus muda yang akan menggantikan posisi pejabat tinggi Indonesia saat ini, sebaiknya mulai berbenah diri, tidak hanya menuntut ilmu saja, namun juga harus diimbangi 18



dengan pendidikan moral agar kelak kita bisa menjadi pemimpin negara yang bermoral. Karena apa artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jika dijiwai oleh moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas, hukum tampak kosong dan hampa.



19



DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhamad. 2011. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Anton. 2009. Hubungan Antara Etika dan Moral.



http://anton44n.wordpress.com/2009/02/01/hubungan-antara-etika-



norma-dan-hukum/



(diakses pada tanggal 26 Maret 2016 )



Anonim. 2008. Pengertian Etika dan Moral.http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-



etika-moral-



dan-etiket/ ( diakses pada tanggal 26 Maret 2016 ) Mustofa Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: CV. Pustaka Setia. Prasetya, Joko Tri. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Rineka Cipta: Jakarta. Alisyahbana Setiadi Elly. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana



20