Makalah Optik Kel 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

OPTIK POLARISASI DAN PRINSIP FERMAT (makalah) Dosen Pengampu : Diah Mulhayatiah, M.Pd. Pina Pitriana, M.Si



Kelompok 01 Aaan Hanifah



1142070001



Ardiansyah SE



1142070011



Dina Rachmahani 1142070021 Gilang Ramdani



1142070031



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN P-MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI BANDUNG 2017



KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan nikmat yang tidak bisa terhitung kepada kita semua, baik jasmani maupun rohani, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Polarisasi Dan Prinsip Fermat”. Tak lupa salawat beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhamad SAW serta kepada keluarganya, sahabatnya, serta semua umatnya. Makalah ini merupakan salah satu tugas terstruktur dari mata kuliah Optik di program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Makalah ini membahas tentang materi yang berkaitan degan polarisasi dan prisip fermat, seperti apa polarisasi, bagainya polarisasi, apa yang dimaksud dengan prisip fermat , dan juga hal-hal lain yang berkaitan dengan keduanya. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Diah Mulhayatiah, M.Pd dan Pina Pitriana, M.Si selaku dosen mata kuliah optik atas bimbingan serta waktunya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Bandung, Maret 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1 A.



Latar Belakang............................................................................................................................. 1



B.



Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1



C.



Tujuan ......................................................................................................................................... 1



BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 2 A.



Polarisasi ..................................................................................................................................... 2



B.



Prinsip Fermat ............................................................................................................................. 9



BAB III PENUTUP ......................................................................................................................................... 27 A.



Simpulan ................................................................................................................................... 27



B.



Saran ......................................................................................................................................... 28



REFERENSI ................................................................................................................................................... 29



ii



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Terdapat beberapa pendapat yang mengemukakan mengenai plarisasi, ada yang mengatakan bahwa polarisasi adalah suatu peristiwa perubahan arah getar gelombang pada cahaya yang acak menjadi satu arah getar; pendapat lain mengatakan bahwa polarisasi adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar dari gelombang. Peristiwa polarisasi ini hanya dapat dialami oleh gelombang transversal. Prinsip Fermat atau principle of least time adalah sebuah prinsip yang mendefinisikan jarak tempuh yang terpendek dan tercepat yang dilalui oleh cahaya. kedua hal ini memiliki keterkaitan dan tentunya banyak sekali pemanfaatan-pemanfaatannya. Maka selanjutnya akan dibahas lebih mendalam megenai hal-hal yang berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terjadi pada polarisasi perinsip fermat.



B.



C.



Rumusan Masalah 1.



Apa yang dimaksud dengan polarisasi?



2.



Bagaimana cahaya dapat terpolarisasi?



3.



Apakah contoh penerapan polarisasi?



4.



Apa yang terkadung pada prinsip fermat?



5.



Bagaimana penerapan prinsip fermat pada pemantulan dan pembiasan?



Tujuan 1.



Mengetahui pengertian polarisasi



2.



Mengidentifikasi cara-cara cahaya dapat terpolarisasi



3.



Mengetahui penerapan polarisasi.



4.



Mengetahui bunyi prinsip fermat



5.



Mengidentifikasi penerapan prinsip fermat pada pemantulan dan pembiasan



1



BAB II PEMBAHASAN A.



Polarisasi Menurut Alonso dan Finn (1992), polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang. Tjia (1993) menjelaskan bahwa gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada tali yang dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali digetarkan dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak bisa melewati celah tersebut.



Gambar Peristiwa Polarisasi (a) Tali Digetarkan Searah dengan Celah (b) Tali Digetarkan dengan Arah Tegak Lurus Celah Seberkas sinar terdiri atas banyak gelombang yang dipancarkan oleh atom-atom dari sumber cahaya. Setiap atom menghasilkan gelombang yang memiliki orientasi tertentu dari vektor medan listrik E. Arah polarisasi dari setiap gelombang didefinisikan sebagai arah medan listrik yang bervibrasi.



2



Gambar. Sebuah Diagram Skematis dari Gelombang Elektromaknetik Pada tersebut, arah medan listrik terletak disepanjang sumbu y. Namun, gelombang elektromagnetik dapat memiliki vektor E yang terletak di bidang yz membentuk sudut berapapun yang memungkinkan dengan sumbu y. Oleh karena itu arah vibrasi dari suatu sumber gelombang semuanya mungkin, maka resultan gelombang elektromagnetiknya adalah suatu superposisi dari gelombang-gelombang yang bervibrasi ke arah yang berlainan. Hasilnya adalah sinar cahaya yang tidak terpolarisasi.



Gambar Berkas Cahya (a) Representasi dari Seberkas Cahaya yang Tidak Terpolarisasi. (b) Berkas Cahaya yang Terpolarisasi Secara Linier



Gambar (a) terlihat bahwa arah rambat gelombang tegak lurus bidang kertas. Panah menunjukkan beberapa arah yang mungkin dari vektor medan listrik untuk setiap gelombang yang membentuk resultan berkas sinar. Sebuah gelombang dikatakan 3



terpolarisasi linier jika resultan medan listriknya bervibrasi kearah yang sama disetiap waktu pada titik tertentu, seperti ditunjukkan pada Gambar (b). Bidang yang dibentuk oleh E dan arah rambatnya disebut bidang polarisasi gelombang. Sinar alami seperti sinar matahari pada umumnya adalah sinar yang tak terpolarisasi. Cahaya dapat mengalami gejala polarisasi dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan, pembias ganda, absorbsi selektif, dan hamburan. 1.



Polarisasi dengan Penyerapan Selektif Tehnik yang umum untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan polaroid. Polaroid akan meneruskan gelombang-gelombang yang arah getarnya sejajr dengan sumbu transmisi dan menyerap gelombang-gelombang pada arah lainnya. Oleh karena tehnik berdasarkan penyerapan arah getar, maka disebut polarisasi dengan penyerapan selektif. Suatu polaroid ideal akan meneruskan semua komponen medan listrik E yang sejajar dengan sumbu transmisi dan menyerap suatu medan listrik E yang tegak lurus pada sumbu transmisi. Jika cahaya tidak terpolarisasi dilewatkan pada sebuah kristal, maka arah getaran yang keluar dari kristal hanya terdiri atas satu arah disebut cahaya terpolarisasi linier. Kristal yang dapat menyerap sebagian arah getar disebut dichroic.(gambar 2)



Selanjutnya, pada Gambar 3 ditunjukkan susunan dua keping Polaroid. Keping Polaroid yang pertama disebut polarisator, sedangkan keping polaroid yang kedua disebut analisator. .Polarisatorberfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dari 4



cahaya tak terpolarisasi (cahaya alami).Analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya cahaya terpolarisasi. Polarisasi karena absorbsi. Selektif Polaroid adalah suatu bahan yang dapat menyerap arah bidang getar gelombang cahaya dan hanya melewatkan salah satu bidang getar. Seberkas sinar yang telah melewati polaroid hanya akan memiliki satu bidang getar saja sehingga sinar yang telah melewati polaroid adalah sinar yang terpolarisasi. Peristiwa polarisasi ini disebut polarisasi karena absorbsi selektif. Polaroid banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain untuk pelindung pada kacamata dari sinar matahari (kacamata sun glasses) dan polaroid untuk kamera.(gambar 3)



Prinsip kerja sistem adalah sebagai berikut, seberkas cahaya alami menuju polarisator. Di sini cahaya dipolarisasi secara vertikal, yaitu hanya komponen vektor medan listrik E yang sejajar dengan sumbu transmisi saja yang diteruskan sedangkan lainnya diserap. Cahaya terpolarisasi yang masih mempunyai kuat medan listrik belum berubah menuju analisator (sudut antara sumbu transmisi analisator dan polarisator adalah θ). Di analisator, semua komponen E yang sejajar sumbu analisator yang diteruskan. Jadi, kuat medan listrik yang diteruskan oleh analisator adalah



5



Jika seberkas cahaya dengan intensitas I0 dilewatkan pada sebuah polalisator ideal, intensitas cahaya yang dilewatkan adalah 50% atau ½ I0. Akan tetapi, jika cahaya dilewatkan pada polalisator dan analisator yang dipasang bersilangan, tidak ada intensitas cahaya yang melewati analisator. Secara umum, intensitas yang dilewati analisator adalah



Dengan I2 adalah intensitas cahaya yang lewat analisator.I0 adalah intensitas awal sebelum maasuk polalisator dan θ adalah sudut antara arah polarisasi polalisator dan arah polarisasi analisator. Jika keduanya sejajar, θ = 0. jika keduanya saling bersilangan, θ = 90°. Intensitas cahaya yang diteruskan oleh sistem Polaroid mencapai maksimum jika kedua sumbu polarisasi adalah sejajar (θ = 0o atau 180o) dan mencapai minimum jika kedua sumbu polarisasi saling tegak lurus atau 90. Polarisasi jenis ini dapat terjadi dengan bantuan kristal polaroid. Bahan polaroid bersifat meneruskan cahaya dengan arah getar tertentu dan menyerap cahaya dengan arah getar yang lain. Cahaya yang diteruskan adalah cahaya yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi polaroid. Polaroid banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain untuk pelindung pada kacamata dari sinar matahari (kacamata sun glasses) dan polaroid untuk kamera. Suatu cahaya tak terpolarisasi datang pada lembar polaroid pertama disebut polarisator (Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi), dengan sumbu polarisasi ditunjukkan oleh garis-garis pada polarisator. Kemudian dilewatkan pada polaroid kedua yang disebut analisator (Analisator untuk mengetahui apakah cahaya sudah terpolarisasi atau belum). Maka intensitas sinar yang diteruskan oleh analisator I, dapat dinyatakan sebagai:



Dengan I0 adalah intensitas gelombang setelah melalui analisator. Sudut q adalah sudut antara arah sumbu dan polarisator dan analisator. Persamaan di atas dikenal 6



dengan hukum malus, ditemukan oleh Etienne Louis Malus pada tahun 1809. Dari persamaan hukum Malus ini dapat disimpulkan : Intensitas cahaya yang diteruskan maksimum jika kedua sumbu polarisasi sejajar (q = 00 atau q = 1800). Intensitas cahaya yang diteruskan = 0 (nol) (diserap seluruhnya oleh analisator) jika kedua sumbu polarisasi tegak lurus satu sama lain. 2.



Polarisasi pada Pemantulan dan Pembiasan Jika seberkas pola cahaya alamiah dijatuhkan pada permukan bidang batas dua medium, maka sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi mengalami pemantulan. Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi sebagian. Jika sudut sinar datang diubah-ubah, pada suatu saat sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Pada keadaan ini, sudut sinar datang (i) disebut sudut polarisasi (ip) karena sinar yang terpantul mengalami polarisasi sempurna atau terpolarisasi linear. Menurut Hukum Snellius, Pemantulan akan menghasilkan cahaya terpolarisasi jika sinar pantul dan sinar biasnya membentuk sudut 90o. Arah getar sinar pantul yang terpolarisasi akan sejajar dengan bidang pantul. Oleh karena itu sinar pantul tegak lurus sinar bias, berlaku ip + r = 90° atau r = 90° – ip . Dengan demikian, berlaku pula Jadi, diperoleh persamaan



Dengan n2 adalah indeks bias medium tempat cahaya datang n1 adalah medium tempat cahaya terbiaskan, sedangkan ip adalah sudut pantul yang merupakan sudut terpolarisasi. Persamaan di atas merupakan bentuk matematis dari Hukum Brewster.



Gambar 1. Polarisasi karena refleksi



7



Sudut ip disebut sudut polarisasi atau sudut Brewster, yaitu sudut datang pada sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 90°. Dalam sebuah kristal tertentu, cahaya alamiah yang masuk ke dalam kristal dapat mengalami pembiasan ganda. Pembiasan ganda ini dapat terjadi karena kristal tersebut memiliki dua nilai indeks bias. Perhatikan Gambar 4 tampak ada dua bagian sinar yang dibiaskan yang hanya mengandung E// dan yang lain hanya mengandung. Jadi, indeks bias serta laju E// dan E(tegak lurus) adalah tidak sama. 3.



Polarisasi karena pembiasan ganda Polarisasi karena bias kembar dapat terjadi apabila cahaya melewati suatu bahan yang mempunyai indeks bias ganda atau lebih dari satu, Jika berkas kaca dilewatkan pada kaca, kelajuan cahaya yang keluar akan sama ke segala arah. Hal ini karena kaca bersifat homogen, indeks biasnya hanya memiliki satu nilai. Namun, pada bahanbahan kristal tertentu misalnya kalsit, mika, Kristal gula, Kristal es dan kuarsa, kelajuan cahaya di dalamnya tidak seragam karena bahan-bahan itu memiliki dua nilai indeks bias (birefringence).(gambar 5)



Cahaya yang melalui bahan dengan indeks bias ganda akan mengalami pembiasan dalam dua arah yang berbeda. Sebagian berkas akan memenuhi hukum Snellius (disebut berkas sinar biasa yang arah cahayanya Lurus dan cahaya ini tidak terpolarisasi), sedangkan sebagian yang lain tidak memenuhi hukum Snellius (disebut berkas sinar istimewa yang cahayanya di belokan dan cahaya ini cahaya yang terpolarisasi). 8



4.



Polarisasi dengan Hamburan Berkas cahaya yang melewati gas akan mengalami polarisasi sebagian karena partikel-partikel gas dapat menyerap dan memancarkan kembali cahaya yang mengenainya. Penyerapan dan pemancaran cahaya oleh partikel-partikel gas disebut hamburan.Oleh karena peristiwa hamburan ini, langit pada siang hari tampak berwarna biru.Hal tersebut dikarenakan partikel-parikel udara menyerap cahaya matahari dan memancarkan kembali (terutama) cahaya biru. Demikian pula, pada pagi hari dan sore hari, partikel-partikel udara akan menghamburkan lebih banyak cahaya merah (melalui kolom udara yang lebih panjang) sehingga pada pagi dan sore hari, cahaya matahari tampak lebih banyak memancarkan cahaya merah. Sebaliknya, di bulan tidak ada yang dapat menghamburkan cahaya matahari karena bulan tidak memiliki atmosfir. Oleh karena itu, atmosfir bulan akan tampak gelap.



5.



Penerapan Polarisasi Salah satu penerapan penting dari proses polarisasi adalah Liquid Crystal Dsiplay (LCD). LCD digunakan dalam berbagai tampilan, dari mulai jam digital, layar kalkulator, hingga layar televise. LCD dapat diartikan alat peraga kristal cair, berisi dua filter polarisasi yang saling menyilang dan didukung oelh sebuah cermin. Biasanya polarisator yang saling menyilang menghalangi semua cahaya yang melewatinya. Namun, diantar kedua filter itu terdapat lapisan kristal cair. Selain energi listrik alat ini dipadamkan, kristalnya memutar sinar-sinar yang kuat dengan membentuk sudut 900. Sinar-sinar yang berputar itu kemudian dapat menembus filter (penyaring) bagian belakang. Kemudian sinar-sinar itu dipantulkan oleh cermin sehingga peraga (layar) tampak putih. Angka atau huruf pada peraga dengan menyatakan daerah-daerah kristal cair. Ini mengubah posisi kristal cair tersebut sehingga kristal-kristal tidak lagi memutar cahaya.



B.



Prinsip Fermat Hukum-hukum optik geometris juga bisa diperoleh, mungkin lebih elegan, dari hipotesis dasar yang berbeda. Akar gagasan telah diperkenalkan oleh Hero dari Alexandria,



9



yang hidup pada abad kedua SM Menurut Hero, ketika cahaya disebarkan antara dua titik, dibutuhkan jalur terpendek. Untuk propagasi antara dua titik dalam medium seragam yang sama, jalur ini jelas berupa garis lurus yang bergabung dengan dua poin. Ketika cahaya dari titik A pertama, Gambar 3-5, mencapai titik kedua B,



Konstruksi untuk membuktikan hukum pantulan dari prinsip Hero setelah refleksi dari permukaan pesawat, namun, prinsip yang sama memprediksi hukum pemantulan, sebagai berikut. 3-5 menunjukkan tiga alur yang mungkin dari A ke B, termasuk yang benar, ADB. Anggaplah , bagaimanapun, jalan ACB sewenang-wenang. Jika titik A 'dibangun pada AO tegak lurus sehingga AO OA', AOC kanan dan A'OC adalah sama. Jadi AC A'C dan bepergian dengan sinar cahaya A ke B melalui C adalah sama dengan jarak dari ke B melalui C. jarak terpendek dari A 'to B jelas garis lurus A' DB, sehingga jalan ADB adalah pilihan yang tepat diambil oleh sinar cahaya yang sebenarnya. geometri dasar menunjukkan bahwa untuk jalan ini, 6 = 6 ,. Perhatikan juga bahwa untuk mempertahankan A 'DB sebagai lurus tunggal sinar yang dipantulkan harus tetap dalam bidang bahwa pesawat halaman. Matematikawan Perancis, Pierre de Fermat menyimpulkan prinsip Hero untuk membuktikan hukum refraksi. Jika terminal titik B terletak di bawah permukaan dari medium kedua, seperti dalam 3-6, jalan yang benar pasti bukan jalan terpendek atau garis lurus AB, untuk itu akan membuat bias sama dengan sudut datang, melanggar hukum empirik pembiasan. Menarik bagi "ekonomi alam," Fermat menduga bahwa sinar cahaya berjalan melalui jalur yang paling membutuhkan waktu terendah dari A ke B, generalisasi yang termasuk prinsip Hero sebagai kasus khusus. Jika cahaya bergerak lebih lambat dalam medium kedua, seperti yang diasumsikan dalam gambar 3-6, membungkuk pada 10



antarmuka sehingga dapat mengambil yang nikmat pendek dalam medium kedua, sehingga meminimalkan waktu transit keseluruhan dari A ke B. Secara matematis, kami perlu untuk meminimalkan total waktu. t



AO OB  vi vt



Konstruksi untuk membuktikan hukum pantulan dari prinsip Fermat di mana vi dan vt, adalah kecepatan cahaya dalam kejadian di atas dan mengirimkan masing-masing. Menggunakan teorema Pythagoras dan didefinisikan dalam Gambar 3-6, kami memiliki



t



b 2  (c  x ) 2 a2  x2  vi vt



Sejak pilihan lain dari jalan dari titik 0 dan karena jarak x, kita dapat meminimalisasi waktu dengan menetapkan dt/dx = 0: dt x cx   0 dx vi a 2  x 2 vt b 2  (c  x) 2



Dan lagi dari gambar 3-6, tingkat kejadian dan refraksi dapat dengan mudah diperkenalkan ke kondisi ini, memberikan dt sin i sin t   0 dx vi vt



11



sehingga vt sin i  vi sin t ., memperkenalkan indeks bias dari media melalui hubungan, v  c , kami tiba di hukum Snell, n



ni sin i  nt sin t Prinsip Fermat, seperti itu dari Huygens, diperlukan perbaikan untuk mencapai penerapan yang lebih umum. Situasi di mana jalan yang sebenarnya diambil oleh sinar cahaya mungkin merupakan waktu maksimal atau bahkan salah satu dari banyak jalur yang mungkin, membutuhkan waktu yang sama. Sebagai contoh kasus terakhir, menyebarkan cahaya dari satu fokus ke yang lain dalam sebuah cermin ellipsoidal, setiap dari nomor yang tak terbats/sangat kecil dari kemungkinan jalur. Semua jalur adalah semua titik yang dikombinasikan dari dua fokus adalah konstan, semua jalur memang saat yang sama. Sebuah pernyataan yang lebih tepat dari prinsip Fermat, yang membutuhkan hanya sebuah ekstrem relatif terhadap jalur tetangga, dapat diberikan sebagai berikut: jalur aktual yang diambil oleh sinar cahaya dalam propagasi antara dua titik diberikan dalam optik adalah seperti membuat jalur optik yang sama dalam pendekatan pertama, untuk jalur lain yang berdekatan dengan yang aktual. Dengan formulasi ini, prinsip Fermat jatuh dalam masalah yang disebut variasional kalkulus, teknik yang menentukan bentuk fungsi yang meminimalkan suatu integral tertentu. Dalam optik, yang pasti adalah integral dari waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan sinar cahaya dari awal sampai akhir. Cahaya akan selalu mengambil waktu tempuh jarak minimal untuk berjalan dari satu titik ke sebuah titik lainya. Cahaya akan selalu mencari lintasan yang paling pendek atau waktu yang paling cepat untuk mencapai titik yang dituju. Ternyata prinsip ekonomi juga telah berlaku pada penjalaran cahaya. Jika medium yang dilewati cahaya homogen dan isotropik maka lintasan yang ditempuh adalah lintasan yang dengan waktu sependekpendeknya adalah lintasan sependek-pendeknya. Jadi dalam medium yang demikian maka lintasan yang diambil adalah lurus. Sedangkan jika cahaya melalui berbagai medium homogen dan isotropik yang berbeda maka lintasanya merupakan garis lurus yang patahpatah sedemikian sehingga mengambil waktu sesingkat-singkatnya.



12



Prinsip Fermat atau principle of least time adalah sebuah prinsip yang mendefinisikan jarak tempuh yang terpendek dan tercepat yang dilalui oleh cahaya. Prinsip ini kadangkadang digunakan sebagai definisi sinar, sebagai cahaya yang merambat sesuai prinsip Fermat. Prinsip ini merupakan penyederhanaan yang dilakukan oleh Pierre de Fermat pada tahun 1667 dari konsep-konsep serupa sebelumnya dari berbagai macam percobaan refleksi cahaya. Pada pengembangan teori-teori cahaya, prinsip Fermat selalu ditilik ulang dan disempurnakan. Pada hukum Snellius, dijelaskan rasio yang terjadi akibat prinsip ini sebagai: sin 1 v1 n1   sin  2 v2 n2



walaupun terdapat keraguan metode yang digunakan Willebrord Snellius pada tahun 1621 untuk menentukan nisbah kecepatan cahaya mengingat bahwa cahaya baru dipastikan mempunyai kecepatan yang konstan pada tahun 1676 oleh Ole Christensen Rømer. Dan Isaac Newton baru pada tahun 1675 menyatakan bahwa partikel cahaya mempunyai kecepatan yang lebih tinggi pada medium yang lebih padat, akibat gaya gravitasi, walaupun teori ini kemudian dibuktikan adalah keliru. Isaac Newton dengan persamaan gaya yang sangat terkenal:



F  ma yang mendefinisikan massa sebagai kelembaman benda terhadap perubahan kecepatan, dapat menjabarkan hukum Snellius sebagai teori partikel cahaya: ma  n sin 



karena analogi indeks bias dengan massa dan percepatan dengan perubahan sudut sinar bias terhadap perubahan sudut sinar insiden. Dan mendefinisikan prinsip Fermat sebagai prinsip kekekalan gaya dengan sinar cahaya sebagai gaya yang memicu kecepatan massa pada jarak tempuhnya.



F1  F2 Sehingga: 13



n1 sin 1  n2 sin 2 Dan dengan penurunan persamaan ini, banyak yang menyangsikan bahwa Isaac Newton mengatakan kecepatan cahaya pada medium yang lebih padat menjadi lebih cepat. Prinsip Fermat disebut sebagai konsekuensi extremum principle of wave mechanics dari teori gelombang yang dipresentasikan Christiaan Huygens pada tahun 1690 yang kemudian disebut prinsip Huygens, dengan menambahkan parameter panjang gelombang pada nisbah hukum Snellius: ..of all secondary waves (along all possible paths) the waves with the extrema (stationary) paths contribute most due to constructive interference. Sebagai kecenderungan gelombang cahaya untuk merambat melalui jarak tempuh yang stasioner yang membentuk sudut tertentu terhadapat normal antarmuka dua medium. Beberapa fakta tentang rambatan cahaya adalah sebagai berikut: 



Cahaya merambat pada gari slurus pada suatu materi dengan kepadatan konstan,







Cahaya akan membias ketika melewati dua materi yang memiliki kepadatan berbeda,







Cahaya juga memantul dari cermin dengan sudut pantul sama dengan sudut insidensi.



Prinsip fermat merupakan rangkuman dari sifat-sifat cahaya diatas yang dinyatakan dalam masalah kalkulus variasi sebagai berikut: cahaya merambat mengikuti lintasan dengan waktu tersingkat. Kecepatan dan waktu Kecepatan dalam mekanika klasik didefinisikan sebagai pergeseran posisi dalam kurun waktu v



dx dt



Jika pada diagram ditumpangkan sebuah lingkaran dengan jari-jari yang disebut kurun waktu ∆t, dan menggabungkan dengan persamaan hukum Snellius dengan hukum Newton sebagai berikut:



14



sin   da 



dv dt



maka: v  sin   dt



Persamaan ini mendefinisikan kecepatan sebagai proyeksi berjalannya waktu terhadap rentang sudut pengamatan pengamatnya. Sebagai contoh, sebuah kereta api yang berjalan pada kecepatan yang sama, jika diamati dari jarak dekat akan terasa lebih cepat daripada jika diamati dari kejauhan, karena sudut pandang pengamatan yang lebih kecil, pada kurun waktu pengamatan yang sama. Prinsip Fermat menyatakan bahwa jarak tempuh refraksi yang membias adalah jarak tempuh yang tersingkat bagi cahaya. Pernyataan ini dari sudut pandang geometris adalah keliru sama sekali, karena jarak tempuh yang tersingkat adalah sebuah garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada satu bidang. Dilihat dari sudut pandang kenisbian, cahaya yang membias merupakan arah rambat waktu yang melengkung akibat ketergantungan terhadap kecepatan. Ini berarti bahwa waktu ada karena adanya gerakan pada kecepatan tertentu. Waktu masih mempunyai proyeksi yang lain berupa kecepatan pada sumbu normal yang lepas dari pengamatan, sehingga waktu menurut prinsip Fermat adalah bilangan kompleks yang terdiri dari dua unsur kecepatan, yaitu kecepatan kejadian yang diamati oleh pengamat dari kecepatan tertentu. Jarak tempuh dalam mekanika klasik ditulis ulang berdasarkan sudut pengamatan menjadi: dx  v sin  dt



yang ditunjukkan oleh luas area di antara waktu dan kecepatan.



Gaya dan massa Pada hukum Newton, gaya ditentukan menurut persamaan:



dF  m.da Persamaan ini mengatakan bahwa gaya adalah produk sebuah massa yang mengalami percepatan, sesuai dengan hukum Newton yang pertama, yang menyebutkan bahwa benda 15



yang mempunyai massa akan mempunyai kecepatan yang konstan dan akan mengalami percepatan pada saat dikenai gaya. Dengan penggabungan dengan prinsip Fermat, diperoleh persamaan sebagai berikut: n 



c c   m v c



yang menjadi addendum hukum Newton yang pertama dengan mengaitkan pengurangan massa dengan penambahan kecepatan dan sebaliknya, sehingga terjadi relasi antara impulsi percepatan dengan perubahan massa. Sebagai contoh, dapat dilihat pada kejadian saat sebuah pesawat terbang atau kapal laut yang membuang sebagian muatan untuk mempertahankan kecepatan. Persamaan hukum Newton kemudian ditulis ulang menjadi menurut prinsip Fermat: dF  m . da  a . dm



Menurut persamaan tersebut, gaya didefinisikan ulang sebagai bilangan kompleks produk dari sifat kebendaan suatu materi dan sifat gelombang materi tersebut. Persamaan ini kemudian dikenal dengan teori partikel cahaya yang mendefinisikan massa dari gelombang cahaya. Gaya adalah penjumlahan produk dari massa yang mengalami percepatan dan produk dari bertambahnya/berkurangnya sebagian dari massa akibat percepatan yang dialaminya. 1.



Hukum pemantukan dan hukum pembiasan. Bunyi hukum pemantulan dan pembiasan yang sering kita kenal sebagai hukum Snellius adalah 



sinar datang, garis normal, sinar pantul dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.







sudut datang sama dengan sudut pantul







perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias adalah tetap artinya tidak tergantung besarnya sudut datang.



Bukti sinar datang, garis normal, sinar pantul dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.



16



Berdasarkan prinsip fermat cahaya dari titik A akan menuju B melalui jarak yang paling dekat. Cahaya akan menempuh lintasan AOB yang paling dekat daripada lintasan ACB yang lebih jauh. 2.



Metode 1 Perhatikan gambar dibawah ini!



Gambar diatas adalah gambar dua buah berkas sinar cahaya R1 dan R2 yang mengenai sebuah permukaan. Kedua berkas sinar tersebut kemudian dipantulkan dan dibiaskan. AB adalah gelombang datang, A’B’ adalah gelombang bias, A”B’ adalah gelombang pantul. Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa cahaya akan mempunyai kecepatan yang sama pada medium yang sama dan kecepatanya berkurang saat masuk ke medium yang berbeda. Berdasarkan teorama malus kita dapat menyimpulkan 17



bahwa saat sinar R2 bergerak dari B ke B’ dalam waktu t dengan kecepatan v1, maka sinar R1 juga akan bergerak dari A ke A” dalam waktu t dengan kecepatan v1 sebagai sinar pantul, dan akan bergerak dari A ke A’ dalam waktu t dengan kecepatan v 2 sebagai sinar bias. Oleh karena itu dapat kita tuliskan :



BB '  v1t



; AA '  v2t



; AA"  v1t



Berdasarkan ilmu ukur pada gambar maka diperoleh : Lihat ∆ ABB’ maka sin i 



BB ' v1t  AB AB



sin  r ' 



AA " v1t  AB AB



sin  r 



AA ' v2t  AB AB



Lihat ∆ AB’A” maka



Lihat ∆ AA’B’ maka



Dengan membagi persamaan pertama dengan kedua maka diperoleh



sin i  sin r ' Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa sudut datang θi sama dengan sudut pantul θr’



sin i  sin  r '



i   r ' Kemudian dengan membagi persamaan 1 dengan persamaan 3 maka diperoleh sin i v1  sin  r v2



Perbandingan antara indeks bias medium 1 dengan medium 2 dituliskan sebagai indeks bias medium 2 relatif terhadap medium 1. 18



n2  n12 n1



Berdasarkan definisi indeks bias suatu zat yaitu n



c v



Maka dapat kita tuliskan



c sin i n v v n12  2  2  1  c n1 n2 sin  r v1 n1 sin i  n2 sin  r Ini adalah hukum snellius yang sangat kita kenal. 3.



Metode kedua



Pemantulan Perhatikan gambar dibawah ini!



Sebuah sinar cahaya bergerak dari titik A menuju titik B melewati sebuah pemantul. Sudut datang dari sinar tersebut adalah i dan sudut pantul dari sinar tersebut adalah r. Cepat rambat sinar tersebut adalah v. Karena medium penjalaran sinar datang dan sinar pantul sama (homogen dan isotropik) maka cepat rambat saat sinar tersebut



19



datang dan memantul sama. Dengan demikian panjang lintasan yang ditempuh sinar dalam waktu t dari titik A ke titik B adalah t



S  S1 v



Dari gambar diperoleh:



S  a sec i ; S1  b sec r t



S  S1 a sec i  b sec r  v v



Jika O digeser sedikit maka sudut i dan r akan berubah sedikit menjadi di dan dr dan perubahan waktu tempuhnya adalah dt sehingga t



1  a sec i .tan i .di  b sec r .tan r .dr  v



Jika waktu tempuhnya minimum maka dt = 0 (prinsip Fermat) sehingga



 a sec i .tan i .di  b sec r.tan r.dr ......................( A) Dari gambar juga didapat: c  d  a tan i  b tan r  kons tan



Bila ruas kiri dan kanan dideferinsiasi maka



 a sec



2



i .di  b sec 2 r .dr 



Sehingga bila (A) dibagi dengan (B) maka hasilnya adalah



a sec i.tan i. di b sec r.tan r. dr  a sec2 i. di b sec2 r. dr tan i tan r  sec i sec r ir Pembiasan Perhatikan gambar dibawah ini!



20



Sinar cahaya bergerak dari titik A ke titik B melalui medium yang berbeda dengan indeks bias n dan n’. Sudut datang adalah i dan sudut bias adalah r’.Telah diketahui bahwa cahaya akan mempunyai kecepatan yang berbeda. Kecepatan cahaya di medium 1 adalah v dan kecepatan cahaya pada medium 2 adalah v’ . Waktu yang diperlukan cahaya dari titik A ke titik B adalah S S ' a sec i b sec r '    v v' v v' sehingga a sec i.tan i. di b sec r '.tan r '. dr ' dt   v v'



t



Menurut Fermat waktu lintas harus sesingkat mungkin maka dt =0. Sehingga a sec i.tan i. di b sec r '.tan r '. dr '  ............(C ) v v'



Dari gambar juga didapat: c  d  a tan i  b tan r  kons tan



Bila ruas kiri dan kanan dideferinsiasi maka



0  a sec2 i .di  b sec2 r .dr sehingga a sec2 i .di  b sec2 r .dr..............( D) Jika (C) dibagi dengan (D) maka diperoleh



21



a sec i.tan i. di b sec r '.tan r '. dr ' v v'  a sec2 i .di b sec2 r .dr sin i sin r  v v' Menggunakan definisi indeks bias bahwa



c c c ; maka v  dan v '  v n n' sehingga sin i sin r  v v' sin i sin r  c c n n' n sin i  n 'sin r



n



Ini adalah hukum Snellius yang sudah kita ketahui. 4.



Metode 3



Pemantulan Perhatikan gambar dibawah ini.



Gambar yang hampir sama dengan metode kedua, hanya cara yang digunakan dalam perhitunganya berbeda. Perhatikan ∆ AFO diperoleh bahwa



S  a2  x2 Perhatikan ∆ BGO diperoleh bahwa S  b 2  (d  x) 2 22



Panjang lintasan total perjalanan sinar cahaya dari A ke B adalah l  S  S '  a 2  x 2  b 2  (d  x ) 2



Menurut Prinsip Fermat letak titik O harus esedemikian rupa sehingga waktu tempuh cahaya yang melewati titik ini dari A ke B adalah minimum. Dengan kata lain lintasan yang ditempuh oleh cahaya dari A ke B haruslah minimum sehingga berdasarkan syarat dalam metode kalkulus diharuskan



dl



dx



= 0. Maka kita dapat



menuliskanya dalam kasus ini menjadi











2 2 2 2 dl d a  x  b  (d  x)  dx dx 1 1   dl  1  2 1     a  x 2  2  2 x      b 2  (d  x) 2  2  2  d  x  1  0 dx  2  2 1 1   1 1     a 2  x 2  2  2 x      b 2  (d  x) 2  2  2  d  x  1 2 2 x (d  x)  a2  x2 b 2  (d  x ) 2



Dengan melihat gambar kita dapat menuliskan bahwa persamaan diatas adalah sama dengan sin i  sin r ir



Ini adalah hukum pemantulan cahaya



Pembiasan



23



atau



Telah kita katahui bahwa kecepatan cahaya berubah jika melalui medium yang berbeda. Kita juga telah mengetahui bahwa perbandingan kecepatan pada dua medium tersebut adalah indeks bias relatif medium tersebut terhadap medium lainya. Dari gambar kita dapat menuliskan waktu yang ditempuh oleh sinar cahaya dari titik A menuju titik B yaitu t



S S"  v v'



Dengan menghubungkan indeks bias



c c c ; maka v  dan v '  v n n' sehingga S S" S S " nS nS " t      c v v' c c c n n' nS  nS " l t  c c n



Dimana l lintasan yang ditempuh oleh sinar dari A ke B. Maka



l  nS  nS " Perhatikan ∆AFO diperoleh bahwa



S  a2  x2 Perhatikan ∆BGO diperoleh bahwa 24



S "  b 2  (d  x) 2 maka l  nS  nS "  n







 



a2  x2  n '



b 2  (d  x ) 2







Menurut Prinsip Fermat letak titik O harus esedemikian rupa sehingga waktu tempuh cahaya yang melewati titik ini dari A ke B adalah minimum. Dengan kata lain lintasan yang ditempuh oleh cahaya dari A ke B haruslah minimum sehingga berdasarkan syarat dalam metode kalkulus diharuskan



dl



dx



= 0. Maka kita dapat



menuliskannya dalam kasus ini menjadi



Dengan melihat gambar kita dapat menuliskan bahwa persamaan diatas adalah sama dengan n sin i  n 'sin r



Ini adalah hukum snellius untuk pembiasan Catatan pada pembiasan



Cahaya yang datang dari medium dengan indeks bias lebih rendah akan dibiaskan mendekati garis normal dan sebaliknya cahaya yang datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih tinggi akan dibiaskan menjauhi garis normal. 25



26



BAB III PENUTUP A.



Simpulan  















Menurut Alonso dan Finn (1992), polarisasi cahaya adalah peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang. Salah satu penerapan penting dari proses polarisasi adalah Liquid Crystal Dsiplay (LCD). LCD digunakan dalam berbagai tampilan, dari mulai jam digital, layar kalkulator, hingga layar televisi. Salah satu penerapan penting dari proses polarisasi adalah Liquid Crystal Dsiplay (LCD). LCD digunakan dalam berbagai tampilan, dari mulai jam digital, layar kalkulator, hingga layar televise. Prinsip Fermat atau principle of least time adalah sebuah prinsip yang mendefinisikan jarak tempuh yang terpendek dan tercepat yang dilalui oleh cahaya. Prinsip ini kadangkadang digunakan sebagai definisi sinar, sebagai cahaya yang merambat sesuai prinsip Fermat. Penerapan prinsip fermat pada pemantulan dan pembiasan Metode 1 c sin i n v v n12  2  2  1  c n1 n2 sin  r v1



n1 sin i  n2 sin  r Metode 2 o Pemantulan



a sec i.tan i. di b sec r.tan r. dr  a sec2 i. di b sec2 r. dr tan i tan r  sec i sec r ir o Pembiasan



27



c c c ; maka v  dan v '  v n n' sehingga sin i sin r  v v' sin i sin r  c c n n' n sin i  n 'sin r



n



Metode 3 o Pemantulan











2 2 2 2 dl d a  x  b  (d  x)  dx dx 1 1  dl  1  2 1 2 2 2 2 2     a  x   2 x      b  (d  x)   2  d  x  1  0 dx  2  2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2     a  x   2 x      b  (d  x)   2  d  x  1 2 2 x (d  x)  a2  x2 b 2  (d  x ) 2



o Pembiasan



B.



Saran Untuk lebih menambah wawasan pembaca alangkah lebih baiknya melihat atau mebaca rujukan rujukan lain, termasuk alangkah lebih baiknya membaca rujukan-rujuan buku yang menjadi sumber referensi pembuatan makalah ini. Dari pihak penulis sangat berharap adanya saran – saran yang nantinya agar dapat memperbaiki kekurangankekurangan yang terdapat dalam makalah ini.



28



REFERENSI Serway, Raymond, dan John W. Jewett, Jr. 2010. FISIKA Untuk Sains dan Teknik Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Salemba Teknika. Arthur Schuster.1904. An Introduction to the Theory of Optics. London: Edward Arnold Frank L Pedrotti. 1993. Introduction to Optics. Second Edition. New Jersey: Prentice-hall.inc.)\



29