Makalah Pengawet Makanan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • irul
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGAWET MAKANAN



Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Zat Aditif dan Adiktif Yang Dibina Oleh Bapak Dr. Muntholib, S.Pd, M.Si Ibu Dr. Yayuk Mulyati, S.Si, S.Pd, M.Si



Oleh : Alfinatus Sholikhah (190351620426) Muhammad Nurul



(190351620512)



Kelompok 11 / Offering C



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA Maret 2021



Daftar Isi



Daftar Isi...............................................................................................................................1 A. Konsep dan Sifat Zat Pengawet...................................................................................2 B. Mekanisme Kerja Zat Pengawet dan Efeknya...........................................................9 C. Dampak Penyalahgunaan Zat Pengawet Bagi Tubuh.............................................11 D. Pola Konsumsi Bijak Apabila Harus Mengkonsumsinya.......................................12 Daftar Pustaka....................................................................................................................16



1



A. Konsep dan Sifat Zat Pengawet Ide pengawetan pangan muncul dari keinginan untuk menjaga kualitas pangan, sifat fisik, sifat kimiawi, dan menjaga fungsionalitas komponen gizinya tanpa memengaruhi produk itu sendiri. Sepanjang peradaban, kebutuhan untuk mengawetkan pangan selalu ada. Di masa kini dan masa depan pengawetan pangan digunakan untuk sejumlah alasan, yaitu: untuk memelihara integritas produk makanan; untuk mengisi kembali persediaan makanan selama kelaparan (ketahanan pangan); atau pengawetan produk makanan yang akan diangkut untuk digunakan di lokasi yang berbeda. Pengawet didefinisikan sebagai zat kima alami atau sintetis yang mencegah deomposisi oleh pertumbuhan mikroorganisme atau perubahan kimiawi yang tidak diinginkan pada produk jadi. Bahan pengawet adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh suatu mikroorganisme. Berdasarkan sumber asalnya bahan pengawet dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu pengawet buatan dan pengawet alami (Kusnasi, 2018). Pengawet adalah zat (biasanya bahan kimia) yang di gunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk. Zat pengawet hendaknya tidak bersifat toksik, tidak mempengaruhi warna, tekstur, dan rasa makanan. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Tahir et al., 2019). Bahan pengawet makanan dapat berupa agen antimikroba atau berupa agen antioksidan. Agen antimikroba yang biasa digunakan sebagai pengawet makanan terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang sengaja ditambahkan pada makanan untuk menghambat pertumbuhan mikororgansime. Agen antioksidan biasanya digunakan untuk memperpanjang umur simpan makanan dengan mencegah ketengikan oksidatif, degradasi dan juga terjadinya perubahan warna makanan (Kusnasi, 2018). Sekuestran Umumnya sekuestran sebagai aditif makanan digunakan sebagai pengawet dalam makanan. Sebagian besar sekuestran adalah senyawa garam organik atau anorganik seperti kalsium disodium etilen diamina tetra asetat (EDTA), glukono deltalakton, natrium glukonat, natrium tripolifosfat dan natrium heksametafosfat. Garam EDTA adalah agen pengkelat atau pengikat sintetis yang juga bisa membentuk kompleks kuat dengan kation sehingga menjadikannya agen yang baik untuk digunakan dalam stabilisator dan sekuestran. Garam ini memiliki aktivitas antimikroba karena garam EDTA berkelat dengan kation, yang merupakan elemen penting untuk pertumbuhan mikroba, sehingga membatasi ketersediaannya pada patogen. EDTA juga dikenal untuk mengasingkan terutama dengan kation divalent yang merupakan jembatan lipopolisakarida dan biomolekul membran lainnya, 2



membuat membran sitoplasma bakteri tidak stabil. Dalam semua fenomena ini, EDTA juga berperan sebagai pengawet makanan. Sequestrants lain seperti cholazol H, yang telah dilaporkan berfungsi secara kimiawi sebagai serat tidak larut , yaitu sebuah alkilasi, ikatan silang poli (alilamina) dan kolestiramin yang berguna karena mampu membentuk chelation dengan asam empedu di usus, sehingga menghambat absorpsi mereka. Siklodekstrin juga digunakan dalam industri makanan sebagai aditif makanan penting yang membentuk banyak fungsi seperti: melindungi kandungan lipofilik pada bahan pangan yang sensitif oksigen dan fotosensitif; pelarutan vitamin dan zat pewarna makanan; dan stabilisasi wewangian dan perasa. Siklodekstrin juga merupakan sekuestran dan digunakan untuk makanan kompleks seperti aspartam, glycyrrhizin dan rubusoside (pemanis), dengan demikian menstabilkan dan meningkatkan rasa dan rasa. Sebagai pengawet, siklodekstrin berguna dalam industri makanan sebagai bahan pengemas. Mereka mengurangi kemungkinan kontaminasi organik yang mudah menguap juga baik dalam hal mengontrol laju difusi dan transmisi bahan yang digunakan untuk pengemasan tanpa mempengaruhi kualitas makanan. Pengawet makanan dibedakan menjadi bahan pengawet alami dan agen pengawet buatan, ada juga teknik pengawetan secara tradisional dan secara modern untuk memperpanjang masa simpan makanan. Pengawet Makanan Alami Pengawet alami adalah unsur kimia yang diekstraksi dari sumber alami yang menawarkan kemampuan intrinsic untuk melindungi produk terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Termasuk dalam kelompok ini adalah unsur penyusun minyak esensial, flavonoid, senyawa fenolik dll (Kusnasi, 2018). Umumnya konsumen menyukasi pengawet makanan alami karena dianggap aman dibanding dengan pengawet buatan. Organisme hidup (hewan, tumbuhan serta mikroorganisme) mengandung berbagai molekul dengan sifat antimikroba yang telah berevolusi sebagai mekanisme pertahanan dan memiliki aplikasi potensial dalam industri makanan sebagai pengawet. Bahan alami pengawwt tersebut juga memiliki sejumlah manfaat penting lain, misalnya sebagai antioksidan, penyedap rasa atau sebagai antibakteri. Pengawet alami cenderung memperpanjang umur simpan makanan atau bahan makanan seperti daging dan produk daging. a. Ekstrak antimikroba tanaman Tumbuhan termasuk rempah-rempah mengandung senyawa minyak atsiri dan komponen fenolik lainnya dengan aktivitas antimikroba (Msagati, 2013). 1. Minyak esensial (minyak atsiri atau eter) adalah cairan berminyak aromatic yang berasal dari bagian tumbuhan (bunga, tunas, biji, daun, ranting, kulit kayu, tumbuhan, kayu, buah dan akar). Minyak esensial adalah dari bagian tanaman ini diperoleh melalui sejumlah proses kimiawi termasuk fermentasi, ekstraksi kimia dan, distilasi uap. Minyak atsiri memiliki sifat antimikroba dan potensial sebagai pengawet dalam industry makanan. Misalnya, minyak yang diekstrak dari mint dan damar wangi dilaporkan aktif melawan Salmonella enteritidis dan Listeria monocytogenes. 3



2. Ekstrak fenolik tumbuhan, tanaman yang mengandung senyawa fenolik berperan sebagai pengawet bahan makanan karena memiliki aktivitas antimikroba, terdiri dari fungsi fenolik seperti carvacrol, eugenol (2-metoksi-4(2-propenil) fenol) dan timol. 3. Eugenol, mekanismenya dikaitkan dengan adanya kelompok hidroksil pada eugenol yang berperan penting dalam mengikat protein sehingga mencegah fungsi normal enzim mikroba. 4. Cinnamaldehyde (3-phenyl-2-propenal) dikaitkan dengan adanya gugus karbonil yang berikatan dengan protein yang mengganggu aktivitas dekarboksilase asam amino dalam mikroorganisme. 5. p-cymene diketahui tidak larut, dengan demikian berkontribusi pada pembengkakan membran sel, memfasilitasi pengangkutan senyawa prekursornya (carvacrol) melintasi membran sitoplasma dan mengganggu struktur lapisan ganda lipid membran sel mikroba. 6. Carvone (2-methyl-5- (1-methylethenyl) -2-cyclohexen-1-one), bekerja dengan mengganggu status energi metabolisme sel mikroba. 7. Senyawa fenolik lain yang diekstrak dari rempah-rempah, misalnya asam kayu manis juga telah digunakan sebagai pengawet serta penyedap rasa di sejumlah bahan makanan seperti ikan Meskipun ekstrak tumbuhan dengan aktivitas antimikroba melimpah, ada satu keterbatasan untuk penggunaan efektifnya karena biasanya dibutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk bisa berefek dalam merendahkan sel mikroba, dan pada bahan makanan hal ini dapat mempengaruhi sifat makanan lainnya seperti rasa. b. Pengawet makanan alami dari serangga Kelas insekta juga dikenal sebagai sumber senyawa bermanfaat yang digunakan sebagai aditif dalam industri makanan. Salah satu senyawa ini adalah propolis, produk alami resin yang diproduksi oleh lebah (Apis mellifera) dan diperoleh dari sekresi nabati. Secara kimiawi, komposisi propolis bervariasi tergantung pada sifat botani dari propolis tersebut, dari mana sekresi nabati diperoleh, serta asal fitogeografinya. Namun, komposisi kimia propolis terdiri dari berbagai macam zat termasuk polifenol, kuinon, kumarin, steroid, asam amino dan senyawa anorganik. Sebagian besar komponen propolis bersifat fenolik, terutama yang mengandung flavonoid yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tiga kelompok –OH substitusi di cincin B dan gugus -OH ketiga di cincin C dalam struktur flavonoid merupakan struktur yang diperlukan untuk senyawa fenolik flavonoid dan myricetin. Dan senyawa tersebut ada di propolis yang memiliki aktivitas antimikroba. c. Pengawet yang diturunkan dari agen enzimatik mikroba (enzim litik) Enzim litik adalah biomolekul berprotein yang mampu menghancurkan/memecah sel biologis atau mendegradasi biomolekul yang tidak diinginkan seperti polisakarida. Studi telah menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengawet makanan baru dan 'alami'. Contoh enzim litik tersebut antara lain lisozim dari putih telur ayam betina, yang memiliki 4



aktivitas antimikroba terhadap spesies bakteri clostridium dan tela dilaporkan bermanfaat dalam mencegah pembusukan clostridial pada keju yang dimasak dengan keras di Prancis. Sejumlah enzim litik lainnya dengan aktivitas melawan pembusukan jamur dalam makanan juga diketahui, termasuk kelas mannanase dan glukanase dari enzim litik yang merusak mannan dan komponen glukan ragi. d. Belerang Oksida Sulfur dioksida telah digunakan sebagai pengawet utama, antiseptik dan antioksidan di dalam industri pembuatan anggur untuk menjaga integritas anggur dan untuk menghambat oksidasi dan pertumbuhan mikroba berbahaya seperti ragi liar. e. Konjugat Kitosan Kitosan merupakan biopolimer yang berpotensi digunakan sebagai aditif di industri makanan. Kitosan memiliki sifat antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme bawaan makanan dan oleh karena itu digunakan sebagai pengawet makanan alami yang potensial. Dalam hubungannya dengan senyawa polimerik lainnya, kitosan (secara alami dari cangkang udang) bisa digunakan sebagai pengawet makanan yang potensial. Konjugasi kitosan telah menunjukkan potensi besar untuk digunakan sebagai pengawet makanan termasuk xilan-kitosan; campuran kitosan-mint; dan kitosan kompleks glukosa. Kitosan, turunan kitin deasetilasi, membentuk kompleks dengan beberapa polimer bahan karena memiliki gugus amino dalam struktur kimianya, yang dapat menawarkan banyak situs titik-titik selektif untuk modifikasi kimia, misalnya, basa Schiff, asilasi N dan alkilasi reduktif. f. Metode Pengawetam Pangan Tradisional Teknik pengawetan makanan tradisional berupa perlakuan panas yang intens, penggaraman, pengasaman, pengeringan dan pengawetan bahan kimia. Penggunaan agen pengawet dalam bahan makanan selalu dianggap sejalan dengan metode dan teknik pengawetan untuk produk makanan tertentu. Teknik pengawetan cenderung membuat makanan berada pada kondisi fisik tertentu. Ada banyak teknik yang telah digunakan untuk pengawetan makanan baik jangka waktu pendek dan panjang. Misalnya, makanan segar dengan kadar air tinggi seperti daging mungkin membutuhkan perlakuan suhu rendah untuk menjaganya tetap aman dari pembusukan mikroba, tapi ini hanya efektif untuk waktu yang singkat. 1. Asap kayu, secara tradisonal telah digunakan untuk pengawetan bahan makanan seperti daging. Hal ini karena asap mengandung sejumlah senyawa antimikroba seperti fenol, syringol dan guaiacol dan turunannya serta turunan karbonil, katekol, dan naftalena. Kayu asap juga digunakan dalam industri makanan sebagai agen penyedap. 2. Pengasinan, garam diingat telah lama digunakan sebagai pengawet. Selain sebagai pengawet, garam juga telah digunakan untuk memberikan rasa khas pada banyak bahan makanan olahan.  Contoh garam yang digunakan sebagai pengawet antara lain natrium klorida (NaCl), natrium nitrat (NaNO 3 ) dan natrium nitrit (NaNO 2 ). Pada konsentrasi ringan (hingga 2%), natrium klorida



5



(yang terdapat dalam banyak produk makanan) mampu menetralkan antimikroba sebagai karakter senyawa alami. Mikroorganisme memiliki membran sel yang semi permeabel di struktur luarnya. Adanya membran semi permeabel membuat mikroorganisme sensitif terhadap perubahan tekanan osmotic yang kaitannya dengan konsentrasi garam/ion. Bagian dalam sel mikroba terdiri dari sitoplasma (dengan air yang relatif lebih sedikit isi dari luar), ini akan mendorong pergerakan air dari luar ke dalam sel. Jika lingkungan luar menjadi asin, hal ini akan mengubah keseimbangan air antar di luar dan di dalam sel mikroba sehingga jumlah air di lingkungan di luar sel mikroba lebih sedikit daripada di dalam sel mikroba; air (sitoplasma) akan keluar dari sel menyebabkan dehidrasi sel, dan sel mikroba kemudian akan berhenti tumbuh dan mati. Dengan cara ini, garam berfungsi sebagai pengawet makanan. 3. Pengalengan adalah memasukkan bahan makanan ke dalam kaleng, menyegelnya dan kemudian menerapkan panas ke suhu yang dapat membunuh sebagian besar patogen. Penyegelan akan menjaga makanan tetap aman dari serangan mikroba lebih jauh. 4. Pengeringan membuat makanan dehidrasi dalam arti menghilangkan air/kelembaban dari makanan, sehingga tidak mendorong pertumbuhan mikroba yang menyebabkan pembusukan pangan. 5. Pembekuan dan pendinginan dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan enzimatik mikroba, sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakannya. dingin dan beku hanya memperlambat pertumbuhan dan tidak membunuh patogen. Hal ini perlu ditambah dengan cara pengawetan lain untuk mengawetkan bahan makanan secara efektif. 6. Pengasaman, lingkungan keasaman/alkalinitas mungkin memiliki pengaruh besar pada pertumbuhan mikroba. Menurunkan pH lingkungan tempat makanan disimpan dapat menghambat perkembangbiakan sel mikroba, karena ini juga menekan aktivitas metabolik dan enzimatik dari patogen mikroba. 7. Penambahan gula, gula cenderung mengambil air dari mikroba (plasmolisis). Proses ini menyebabkan sel mikroba mengalami dehidrasi, sehingga membunuh mereka. Dengan cara ini, makanan akan tetap aman dari mikroba pembusukan. Agen Pengawet Buatan Pengawet buatan adalah kelompok bahan kimia sisntetis yang mencegah pembusukan dan kontaminasi produk jadi oleh mikroorganisme. Beberapa contoh bahan pengawet ini meliputi nitrat, sulfit, natrium benzoaat, propel gallat dan kalium sorbet (Kusnasi, 2018). Agen pengawet yang paling umum digunakan meliputi: kafein; sakarin; asam sorbat dan garamnya (pengawet antijamur) digunakan untuk produk makanan dengan pH yang lebih tinggi; asam benzoat dan garamnya (penghambat perkembangan bakteri terutama digunakan untuk produk makanan asam; paraben (asam p-hidroksibenzoat metil ester (metilparaben), asam p-hidroksibenzoat etil ester (etil paraben), propilester asam p-hidroksibenzoat (propil paraben), p-hidroksibenzoat asam butil ester (butil 6



paraben)); dan asam salisilat. Agen pengawet tersebut kebanyakan digunakan dalam minuman seperti minuman ringan. a) Asam organik lemah Sejumlah asam organik lemah, seperti asam benzoat dan asam sorbat, diketahui memiliki sifat antimikroba. Fraksi asam lemah yang tidak terdisosiasi mudah larut dalam lipid, sedangkan fraksi bermuatan yang terdisosiasi tidak larut dalam lemak. Karena pH asam lemah lebih rendah dibandingkan dengan pH di dalam sel mikroba (sitoplasma memiliki pH hampir netral), spesies tak bermuatan dari fraksi tak terpisahkan dari asam lemah akan cenderung berdifusi melalui membran sel mikroba menuju sitoplasma. Ini akan memicu disosiasi asam lemah menjadi proton dan anion terkait. Karena spesies bermuatan tidak larut dalam lemak, mereka akan cenderung menumpuk di dalam membran sel (sitoplasma) dengan hasil penurunan pH sitosol. Hal ini merugikan sel mikroba, karena akan menghambat semua aktivitas metabolisme seluler (Msagati, 2013). Asam benzoat dan garamnya seperti natrium benzoat banyak digunakan sebagai aditif dalam asam makanan seperti jus buah dan minuman ringan. pH asam benzoat dan asam sorbat terbukti berbeda keefektifannya dalam aktivitas antibakteri. Asam benzoat terutama digunakan untuk produk makanan asam sedangkan asam sorbat digunakan untuk produk makanan dengan pH lebih tinggi. Pengawet makanan lainnya dalam kategori ini meliputi: kalsium propionat (roti bekas, makanan panggang lainnya, daging olahan dan produk susu); natrium nitrat (diperoleh dalam daun sayuran hijau), natrium nitrit yang dapat digunakan sebagai pengawet pada daging dan ikan; dan sulfit (ditemukan dalam anggur yang melindungi dari pembusukan mikroba dan oksidasi pada beberapa tahap pembuatan anggur; juga digunakan dalam buah-buahan dan kentang kering). Molekul kecil sepertiitu sebagai sulfur dioksida (SO2 ), hidrogen disulfida (H2O2 ) dan kelator tertentu juga telah digunakan sebagai pengawet. Kafein, produk berbasis kafein termasuk yang paling banyak terkandung dalam sejumlah makanan di dunia berupa teh, kopi dan coklat. Kafein (1, 3, 7trimetil xanthine) adalah turunan alkaloid xantin termetilasi yang ditemukan di banyak spesies tanaman di banyak lokasi Paraben adalah deret homolog asam hidroksibenzoat, yang diesterifikasi di posisi C-4. Contoh paraben termasuk metil-, etil-, propil-, butil-, heptyl- dan benzyl-paraben. Senyawa ini telah dilaporkan memiliki banyak bioaktivitas, termasuk sebagai agen antimikroba aktif. Paraben bisa digunakan secara tunggal atau dalam kombinasi untuk memberikan efek antimikroba yang optimal. Penghambatan mikroba mereka melibatkan gangguan membran sitoplasma dan efeknya tentang transportasi dan fungsi mitokondria. Penggunaan paraben sebagai pengawet makanan menarik karena memenuhi beberapa jenis kriteria pengawet yang ideal karena: mereka memiliki spektrum antimikroba yang luas; stabil pada kisaran pH; cukup larut dalam air; dan stabil terhadap panas sehingga aman dan masih mempertahankan aktivitas antimikroba mereka. Mereka juga diketahui memiliki toksisitas yang sangat rendah dan dapat



7



terurai secara hayati. Secara kimiawi, paraben dibuat dengan esterifikasi asam phidroksibenzoat dengan alkohol yang sesuai dengan adanya katalis asam. b) Teknik Pengawetan Pangan Modern Teknik inaktivasi non-termal pada pengawetan makanan dapat mempertahankan integritas nutrisi makanan dan umur simpan yang dapat diterima. Msagati (2013) membagi beberapa teknologi inaktivasi yang diketahui, antara lain: 1. Tekanan hidrostatis tinggi (HHP) Teknik ini melibatkan pemaparan produk makanan pada tekanan di atas 100 MPa yang memiliki efek inaktivasi pada mikroba, sehingga memperpanjang umur simpan serta meningkatkan keamanan produk makanan. 2. Medan listrik berdenyut (Pulsed electric field / PEF) Medan listrik berdenyut adalah teknologi inaktivasi non-termal yang didasarkan pada denyutan daya yang diterapkan ke produk makanan yang terjepit di antara satu set elektroda, sehingga menyebabkan gangguan parah sel mikroba. Dalam penggunaanya sebagai pengawet masih kurang maka bisa ditingkatkan dengan kombinasi teknologi lainnya, misalnya penambahan senyawa antimikroba seperti nisin dan asam organik. Teknologi lain untuk meningkatkan efek PEF termasuk meningkatkan aktivitas air, mengatur pH dan penerapan panas. 3. Kemasan atmosfer yang dimodifikasi (MAP) MAP adalah pengemasan / penutup produk pangan dengan bahan penahan gas lingkungan yang telah dimodifikasi. Teknologi ini berkontribusi pada perpanjangan umur simpan banyak produk makanan. 4. Teknologi pengawetan pangan biologis Teknologi ini memanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) dan produk antibakteri semacamnya sebagai asam laktat, bakteriosin dan lainnya untuk memperpanjang umur penyimpanan serta meningkatkan keamanan produk makanan. BAL menghambat pertumbuhan mikroba lain dengan dua cara: (1) dengan bersaing mikroba lain untuk mendapatkan nutrisi dan (2) dengan menghasilkan beberapa produk sampingan metabolic seperti asam organik (laktat dan asetat, hidrogen peroksida, enzim antimikroba, bakteriocins dan reuterin, yang diketahui memiliki sifat antimikroba). 5. Kultur bakteriosinogenik untuk pengawetan makanan Bakterisin merupakan senyawa yang dapat digunakan untuk membunuh sel bakteri lain yang berkerabat dekat spesies bakteri (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhannya (bakteriostatik). Aksi senyawa bakterisida ini melibatkan pemecahan membran sel mikroba dengan menghancurkan struktur lapisan ganda lipid dan memaksa keluar beberapa isi sitoplasma. Contoh bakteriosin termasuk nisin yang diekstrak dari Lactococcus lactis strain, pediocin yang dihasilkan oleh strain Pediococcus acidilactici dan diperoleh dari sakacins Strain Lactobacillus sakei. Semua strain ini bertindak sebagai kultur pelindung dalam berbagai makanan seperti pada ikan dan produk 8



susu, yang menghambat pertumbuhan jamur bahan mengandung strain Propionibacterium / Lactobacillus.



makanan



yang



B. Mekanisme Kerja Zat Pengawet dan Efeknya Mekanisme zat antimikroba sebagai pengawet alami makanan dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain (1) merusak dinding sel bakteri sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh, (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrient dari dalam sel, misalnya yang disebabkan oleh senyawa fenolik, (3) menyebabkan denaturasi sel, misalnya oleh alkohol dan (4) menghambat kerja enzim di dalam sel. Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Gangguan pada senyawa penyusun dinding sel; Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel (3) menginaktivasi enzim; mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba sehingga mengakibatkan enzim memerlukan energi yang besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya, energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif). Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antimikroba. dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik (Koswara, 2009). Kitosan merupakan modifikasi senyawa kitin yang banyak terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang serta kepiting. Khasiat kitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk mengimobilisasi bakteri tampaknya menjadikan senyawa tersebut dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehingga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serum darah. Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat hipokolesterolemik yang sangat efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa menimbulkan efek samping (Riswan, 2014). Mekanisme Kerja Formalin dan Efeknya di Dalam Tubuh Formalin dapat masuk lewat mulut karena mengkonsumsi makanan yang diberipengawet formalin. Jika formalin terakumulasi dalam tubuh, maka akan bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel karena sifat formalin sebagai oksidator terhadap 9



sel hidup (Sahusilawane, 2013). Formalin mempunyai BM = 30 dengan RM CH2O (2). Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil pada formalin sangat aktif dapat bereaksi dengan gugus -NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap. Enzim, hormon, atau reseptor adalah protein tersier/kuarterner yang jika bereaksi dengan karbonil dari formaldehid dapat menyebabkan hilangnya sifat spesifiknya. Metabolit yang terdapat pada RNA dan DNA pun akan dapat berikatan dengan gugus karbonil formaldehid yang mengakibatkan cacatnya gen akibat jangka panjangnya adalah terjadinya kanker. Efek formalin pada produk makanan yang mengandung protein10 seperti tahu, baso, ikan, ikan asin, dan mie sudah dapat dilihat yaitu berubahnya konsistensi menjadi keras atau kenyal pada produknya, tentunya hal ini akan terjadi juga jika formalin bebas masuk ke organ tubuh dan bereaksi dengan protein tubuh, maka membran sel, tulang rawan akan mengeras; enzim, dan hormon akan berubah atau tidak berfungsi. Sifat permeabilitas dari sel akan hilang, akibatnya proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi tubuh akan terganggu (Harmita, 2006). Mekanisme Kerja dan Efek Asam Benzoat dan Garamnya (Ca, K, dan Nabenzoat) Terhadap Kesehatan Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim sintetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang dibentuk dan diproses dari dalam hati, kemudian diekskresikan melalui urin. Jadi, dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak diekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. Menurut PerMenKes RI No.722/MenKes/Per/IX/88 batas maksimum penggunaan asam benzoat dalam minuman ringan adalah 600 mg/kg. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis (Winarno, 1992). Mekanisme Kerja dan Efeknya dari Zat Boraks Dalam Tubuh Mekanisme toksifikasi zat pengawet boraks diketahui berbeda dengan mekanisme toksifikasi formalin pada makanan. Bila mengkonsumsi formalin pada makanan akan memberikan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Namun, boraks memiliki sifat perusak kesehatan yang berbeda. Ketika boraks dikonsumsi manusia, masuk ke dalam tubuh manusia, substansinya akan diserap oleh usus. Selanjutnya disimpan terus menerus secara kumulatif di dalam hati, otak, ginjal, bahkan testis hingga berdampak pada peningkatan dosis toksin dari boraks, semakin banyak, di dalam tubuh.



10



Pada dosis normal, di bawah batas ambang maksimal, efek negatif toksisitas boraks pada manusia dapat ditoleransi, seperti nafsu makan yang menurun, gangguan11 sistem pencernaan, gangguan pernafasan gangguan sistem saraf pusat ringan seperti halnya mudah bingung, anemia, serta kerontokan pada rambut. Namun, apabila dosis toksin telah mencapai atau bahkan melebihi ambang batas maksimal akan mengakibatkan dampak yang fatal, mulai dari muntah-muntah, diare, sesak nafas, kram perut, dan nyeri perut bagian atas (epigastrik), mual, lemas, pendarahan gastroensitis disertai muntah serta muntah darah serta sakit kepala yang hebat. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, tetapi juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga mengganggu alat reproduksi pria. Tetapi boraks yang sedikit ini akan diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Boraks yang terserap dalam tubuh ini akan disimpan secara akumulatif di dalam hati, otak, dan testis (Sarmilah, 2015). C. Dampak Penyalahgunaan Zat Pengawet Bagi Tubuh Banyak pengawet makanan, termasuk sorbat, hidrogen peroksida, asam benzoat dan natrium benzoat, berpotensi menyebabkan masalah kesehatan, terutama jika digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi dalam bahan makanan. Asam propionat telah dilaporkan sebagai karsinogenik (penyebab kanker). Pengawet sulfit, bisulfit, dan metabisulfit juga dilaporkan menyebabkan beberapa masalah yang berhubungan dengan kesehatan, seperti hipersensitivitas yang diinduksi sulfit, terutama pada penderita asma. Untuk pasien sensitif sulfit yang memiliki enzim hati sulfit oksidase, yang mengkatalisis konversi sulfit menjadi sulfat anorganik, komplikasinya lebih parah. Akumulasi sulfit akan terurai menjadi belerang dioksida, bahan kimia yang menyebabkan iritasi paru. Berikut beberapa dampak penyalahgunaan penggunaan pengawet makanan (Kusnasi, 2018): 1. Nitrat dan nitrit sebagai pengawet dalam makanan seperti daging dan produk daging, hingga mengakibatkan pertumbuhan Clostridium botulinum , juga dilaporkan menyebabkan gangguan kesehatan. Pengawet makanan yang mengandung sulfit dapat menyebabkan reaksi alergi yang parah dan memicu asma. 2. Dampak dari mengonsumsi makanan yang mengandung monosodium glutamate (MSG) akan menimbulkan gejala pada tubuh berupa sakit kepala, berkeringat, kemerahan pada kulit, mual dan lemah. 3. Paraben sering digunakan bersamaan dengan methyl chloroisothiazolinone dan methyl isothiazoline. Bahan kimia ini dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan merupakan bahan pengiritasi dan allergen yang berbahaya. Pada ibu hamil bahan kimia beracun ini dapat memengaruhi perkembangan otak janin. 4. Formaldehyde DMDD hydantoin, diazolidinyl urea dan imidazolidinyl urea adalah bahan pengiritasi kulit, mata dan paru-paru yang kuat. Tingginya kadar paparan bahan seperti ini bisa menyebabkan kerusakan DNA pada sperma. 11



5. Bahan pengawet makanan yang biasa digunakan umunya dapat menimbulkan bahaya kesehatan yaitu hipersensitivitas, asma dan kanker. 6. Pengawet E210 dan E213 dicurigai mengalami sintetis dengan zat lain dalam bahan makanan yang menyebabkan reaksi alergi terutama pada orang yang menderita intoleransi terhadap asetilsalisilat, individu yang menggunakan obat antiinflamai atau menderita asma atau urtikaria. 7. Sulfur dioksida dapat merusak thiamin dan menyebabkan hilangnya vitamin B1. Reaksi alergi pada individu sensitive yaitu asma, sakit kepala, iritasi pada perut dan kulit, eksema, mual, diare dan karsinogenik. 8. Jika sering mengonsumsi natrium benzoate yang terdapat pada minuman ringan dapat menyebabkan kanker, tekanan darah tinggi, dan edema (bengkak). Penyalahgunaan pengawet berbahaya salah satunya penggunaan formalin pada bahan makanan, khususnya produk perikanan. Umumnya formalin digunakan sebagai salah satu zat untuk mengawetkan makanan sehingga makanan akan lebih bertahan lama. Pengunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan sangat berabahaya karena formalin bisa menjadi ancaman bagi kesehatan dan keselamatan jiwa baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang (Hasnidar et al., 2020). Berdasarkan peraturan menteri kesehatan tahun 2012 No 033 menyatakan bahwa formalin dilarang sebagai bahan tambahan pangan. Formalin yang masuk melalui saluran pencenaan akan menyebabkan nyeri hebat disertai inflamasi, ulserasi dan nekronis membran mukosa lambung (Dewi, 2019). D. Pola Konsumsi Bijak Apabila Harus Mengkonsumsinya Dalam mengkosumsi BTP pengawet ini lebih baik jika mengikuti pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah BPOM, dimana BPOM sendiri merupakan badan yang secara khusus mengkaji mendalam mengenai BTP termasuk pengawet. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Nomor 36 Tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengawet, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: Jenis BTP Pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas: 1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts); 2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts); 3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate); 4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate); 5. Sulfit (Sulphites); 6. Nisin (Nisin); 7. Nitrit (Nitrites); 8. Nitrat (Nitrates); 9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts); dan 10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride) Dilarang menggunakan BTP Pengawet sebagaimana yang dimaksud dalam Lampiran I untuk tujuan: 12



1. 2. 3. 4.



menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan; menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan yang baik untuk pangan; dan/atau menyembunyikan kerusakan pangan.



Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet sebagai berikut, 1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts) a. Asam sorbat (Sorbic acid) INS. 200 ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan Sinonim : Sorbic acid; (e,e)-2,4-hexadienoic acid; 2-Propenylacrylic acid. b. Natrium sorbat (Sodium sorbate) INS. 201 ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan c. Kalium sorbat (Potassium sorbate) INS. 202 ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan Sinonim : Potassium sorbate; Potassium salt of trans; Trans-2,4-hexadienoic acid. d. Kalsium sorbat (Calcium sorbate) INS. 203 ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan Sinonim : Calcium sorbate; Calcium salt of trans; Trans-2,4-hexadienoic acid. 2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts) a. Asam benzoat (Benzoic acid) INS. 210 ADI : 0–5 mg/kg berat badan Sinonim : Benzoic acid; Benzenecarboxylic acid; Phenylcarboxylic acid b. Natrium benzoat (Sodium benzoate) INS. 211 ADI : 0–5 mg/kg berat badan Sinonim : Sodium benzoate; sodium salt of benzenecarboxylic acid; sodium salt of phenylcarboxylic acid c. Kalium benzoat (Potassium benzoate) INS. 212 ADI : 0–5 mg/kg berat badan Sinonim : Potassium salt of benzenecarboxylic acid; potassium salt of phenylcarboxylic acid d. Kalsium benzoat (Calcium benzoate) INS. 213 ADI : 0–5 mg/kg berat badan Sinonim : Monocalcium benzoate 3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para- hydroxybenzoate) INS. 214 13



4.



5.



6.



7.



ADI : 0-10 mg/kg berat badan Sinonim : Ethyl ester of p-hydroxybenzoic acid; ethyl phydroxybenzoate Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate) INS. 218 ADI : 0-10 mg/kg berat badan Sinonim : Methyl p-hydroxybenzoate; methyl ester of phydroxybenzoic acid Sulfit (Sulphites) a. Belerang dioksida (Sulphur dioxide) INS. 220 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan b. Natrium sulfit (Sodium sulphite) INS. 221 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Disodium sulfite c. Natrium bisulfit (Sodium hydrogen sulphite) INS. 222 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Sodium hydrogen sulfite; sodium bisulfite d. Natrium metabisulfit (Sodium metabisulphite) INS. 223 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Sodium disulfite; disodium pentaoxodisulfate; disodium pyrosulfite e. Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite) INS. 224 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Potassium disulfite; potassium pentaoxodisulfate; potassium pyrosulfite f. Kalium sulfit (Potassium sulphite) INS. 225 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Potassium sulphite g. Kalsium bisulfit (Calcium hydrogen sulphite) INS. 227 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Calcium hydrogen sulphite h. Kalium bisulfit (Potassium bisulphite) INS. 228 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Potassium bisulphite Nisin (Nisin) INS. 234 ADI : 0 - 33000 unit/kg berat badan Sinonim : Nisin preparation Nitrit (Nitrites) 14



a. Kalium nitrit (Potassium nitrite) INS. 249 ADI : 0– 0,06 mg/kg berat badan b. Natrium nitrit (Sodium nitrite) INS. 250 ADI : 0– 0,06 mg/kg berat badan 8. Nitrat (Nitrates) a. Natrium nitrat (Sodium nitrate) INS. 251 ADI : 0– 3,7 mg/kg berat badan Sinonim : Chile saltpetre; cubic or soda nitre b. Kalium nitrat (Potassium nitrate) INS. 252 ADI : 0– 3,7 mg/kg berat badan 9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts) a. Asam propionat (Propionic acid) INS. 280 ADI : Tidak dinyatakan (not limited) b. Natrium propionat (Sodium propionate) INS. 281 ADI : Tidak dinyatakan (not limited) c. Kalsium propionat (Calcium propionate) INS. 282 ADI : Tidak dinyatakan (not limited) d. Kalium propionat (Potassium propionate) INS. 283 ADI : Tidak dinyatakan (not limited) 10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride) INS. 1105 ADI : Tidak dinyatakan (not specified)



15



Daftar Pustaka Dewi, S. R. 2019. Identifikaasi Formalin pada Makanan Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Naga. Jurnal Nasional Ilmu Keehatan, 2(1): 45-51. Hasnidar, Tamsil. A. & Akram. A. 2020. Bahaya Penggunaan Formalin Sebagai Pengawet Bahan Makanan. Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat, 4(1): 39-44. DOI: https://doi.org/10.36339/je.v4i1.266 Kusnadi, J. 2018. Pengawet Alami untuk Makanan. Malang: UB Press. Msagati, Titus A M. 2013. Chemistry Of Food Additives and Preservatives. University of Johannesburg: Wiley Blackwell Publication. Tahir, M., Nardin & Nurmawati, J. 2019. Identifikasi Pengawet dan Pewarna Berbahaya pada Bumbu Giling yang Diperjualbelikan di Pasar Daya Makassar. Jurnal Media Laboran, 9(1): 21-27. Harmita. 2006. Amankah Pengawet Makanan Bagi Manusia?. Kefarmasian Departemen Farmasi FMIPA-UI, Vol.3(1): 53-54.



Majalah



Ilmu



Koswara, Sutrisno. 2009. Pengawet Alami Untuk Produk dan Bahan Pangan. (Online), EBookPangan.com. Peraturan Kepala BPOM RI No 36. 2013. Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Riswan. 2014. Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Bekicot Dengan Variasi Konsentrasi Natrium Hidroksida (NaOH) Pada Tahap Deasetilasi. Tesis. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya. Sarmilah. 2015. Bahan Tambahan Makanan Boraks. Makalah. Makassar: Politeknik Kesehatan makassar. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.



16