Makalah Pengembangan Profesionalisme Guru Penjas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN JASMANI DI ERA GLOBALISASI



DISUSUN SEBAGAI KEGIATAN PENUNJANG DALAM KEGIATAN PENILAIAN KINERJA GURU



Oleh: LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd. NIP. 197911282008011006 PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO



DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 1 DANDER SEKOLAH STANDAR NASIONAL Jalan Raya Sumberarum KM 15 No.678 Dander,Bojonegoro Website :www.smpn1dander.sch.id e-mail : [email protected] TAHUN 2017



i



HALAMAN PENGESAHAN



MATA PELAJARAN : PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN



JUDUL : PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN JASMANI DI ERA GLOBALISASI



Diajukan oleh



:



Nama



: LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd.



Unit Kerja



: SMP NEGERI 1 DANDER



Telah diteliti dan dinyatakan layak untuk dapat dipublikasikan di Perpustakaan SMP Negeri 1 Dander.



Mengetahui Kepala Sekolah



Bojonegoro, 24 April 2017 Penulis



Dra. WIWIK SUHARTI , M.M. NIP. 19600209 198603 2 012



LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd. NIP. 197911282008011006



ii



MAKALAH



1.



Judul : PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN JASMANI DI ERA GLOBALISASI



2.



Identitas Penulis : Nama NIP Golongan/ Ruang Jabatan Unit Kerja



: : : : :



LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd. 197911282008011006 Penata / III-c Guru Dewasa SMP NEGERI 1 DANDER Kabupaten Bojonegoro



Petugas Pustaka



Penulis



H. WIKNYO SUMARKO, M.Si.



LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd.



NIP. 19621104 198403 1 008



NIP. 197911282008011006



Mengetahui Kepala SMP NEGERI 1 DANDER Kabupaten Bojonegoro



Dra. WIWIK SUHARTI , M.M. NIP. 19600209 198603 2 012



iii



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subchanahu



Wa



Ta’ala yang telah mem-berikan berkah dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan



makalah



yang berjudul “



PENGEMBANGAN



PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN



JASMANI



DI ERA



GLOBALISASI ” . Tujuan penyusunan makalah



ini



adalah



untuk memberikan informasi pada para guru pada umumnya, dan guru Pendidikan Jasmani pada khususnya tentang



tantangan



yang



paling



besar



pada era



globalisasi yang mana arus informasi yang semakin cepat, semakin akurat, dan semakin beragam. Guru pendidikan jasmani merupakan salah satu komponen utama dalam proses pendidikan harus berusaha memahami tantangan dan masalah yang akan dihadapi oleh guru pendidikan jasmani pada masa depan merupakan upaya yang baik dalam rangka untuk



mengembangkan



profesionalisme guru pendidikan jasmani pada masa mendatang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah turut membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga bantuan dan kebaikan rekan-rekan yang telah membantu dapat diterima sebagai amal kebaikan di sisi Allah Subchanahu Wa Ta’ala. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian tindakan kelas ini masih memiliki banyak kekurangan, namun demikian penulis berharap semoga laporan penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.



Bojonegoro, 24 April 2017 Penulis,



LULUS BUDI PRASETYO, S.Pd. NIP. 197911282008011006



iv



BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Pada tahun 1998 Holton mengatakan bahwa globalisasi adalah satu kesatuan dunia atau komunitas manusia yang di dalamnya secara regional, nasional, dan elemen-elemen lokal diikat bersama dalam satu kesatuan yang saling mendukung (dalam Hong F, 2003). Globalisasi yang termanifestasikan dalam strukturnya melibatkan semua jaringan dengan tatanan global yang seragam dalam pola hubungan yang sifatnya penetratif, kompetitif, rasional dan pragmatis (Semiawan CR, 1997) dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam dimensi kebugaran, kesehatan, ekonomi dan budaya. Konsekuensinya adalah di dalam berbagai penyiapan sumber daya manusia (SDM) harus bersifat realistis karena globalisasi menjadi tantangan yang terkait dengan daya saing dan prakarsa, yaitu kemampuankemampuan yang belum menjadi ciri budaya bangsa Indonesia, yang mementingkan keselarasan dan keserasian (Semiawan CR, 1997). Dalam



menghadapi



tantangan



masa



depan,



perencanaan



pengembangan profesional guru pendidikan jasmani dan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) harus diubah dari yang berwawasan mikro menjadi berwawasan makro, antisipatif, (Depdikbud,



1995).



Pendekatan



ekstrapolatif,



makro berarti



dan



strategik



memperluas



cakupan



wawasan dalam perencanaan pendidikan tenaga kependidikan dengan meletakkan sistem pendidikan sebagai subsistem yang lebih luas, yaitu sistem pembangunan ekonomi. Antisipatif berarti bahwa perencanaan pendidikan tenaga kependidikan, termasuk guru pendidikan jasmani, bertumpu kepada tantangan-tantangan yang akan terjadi di masa depan, baik yang bersifat internal ataupun eksternal. Eksploratif berarti bahwa dalam perencanaan pendidikan guru pendidikan jasmani harus bertumpu kepada kenyataan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai pada saat sekarang beserta permasalahannya. Memperhatikan ketiga pendekatan tersebut di



1



atas, maka pendekatan strategik harus digunakan untuk memilih alternatif rancangan yang paling menguntungkan dan efisien dalam mencapai peran dan target yang telah ditetapkan (Depdiknas, 1995). Ditinjau dari sudut profesi keguruan, tantangan yang paling besar pada era globalisasi adalah adanya arus informasi yang semakin cepat, semakin akurat, dan semakin beragam. Guru pendidikan jasmani merupakan salah satu komponen utama dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, berusaha memahami tantangan dan masalah yang akan dihadapi oleh guru pendidikan jasmani pada masa depan merupakan upaya yang baik dalam rangka untuk mengembangkan profesionalisme guru pendidikan jasmani pada masa mendatang. Permasalahan yang dihadapi guru pendidikan jasmani dewasa ini dan pada masa yang akan datang adalah dapatkah guru pendidikan jasmani mengangkat harkat dan martabat profesinya sehingga guru pendidikan jasmani menjadi orang yang dapat digugu dan ditiru ?



2



BAB II KAJIAN TEORI A. Profesionalisme Guru 1.



Pengertian Profesionalisme Guru Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus InggrisIndonesia, “profession berarti pekerjaan”1.Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus2. Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.



Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.



3



Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli . Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli2. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.



4



Adapun mengenai kata Profesional , Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata prifesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal3. H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang



profesional



menjalankan



kegiatannya



berdasarkan



profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan



amatirisme.



Seorang



professional



akan



terus-menerus



5



meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar4.



6



Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi Bahasa Arab, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Bahasa Arab serta telah berpengalaman dalam mengajar Bahasa Arab sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Bahasa Arab dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki Kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian. 2.



Aspek-Aspek Kompetensi Guru Profesional Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut: a.



Kompetensi Pedagogik. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman



7



terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya5. b.



Kompetensi Kepribadian. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.



c.



Kompetensi Profesioanal. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.



d.



Kompetensi Sosial. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,



8



sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar. Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki “personality attributes” dan “teacher knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya. Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria



9



yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut: 1.



Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:



2.



a.



Latar belakang pre-service dan in-service guru.



b.



Pengalaman mengajar guru.



c.



Penguasaan pengetahuan keguruan.



d.



Pengabdian guru dalam mengajar.



Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari: a.



Kemampuan



guru



dalam merumuskan Rancangan



Proses Pembelajaran (RPP). b.



Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.



c. 3.



Kemampuan guru dalam mengelola kelas.



Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut. Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode,



10



media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya6. Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi: a.



Kemampuan profesional mencakup: 1) Penguasaan



materi



pelajaran



yang



terdiri



atas



penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsepkonsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu. 2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan. 3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. b.



Kemampuan



sosial



mencakup



kemampuan



untuk



menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.



11



c.



Kemampuan personal (pribadi) mencakup: 1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya. 2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai seyogianya dianut oleh seseorang guru. 3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.



Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa mengemukakan pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi: a.



Menguasai bahan meliputi: 1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah; 2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi;



b.



Mengelola program belajar mengajar, meliputi : 1) Merumuskan tujuan intsruksional; 2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat; 3) Melaksanakan program belajar mengajar; 4) Mengenal kemampuan anak didik;



c.



Mengelola kelas, meliputi: 1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;



12



2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi; d.



Menggunakan media atau sumber, meliputi: 1) Mengenal, memilih dan menggunakan media; 2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana; 3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar; 4) Menggunakan



micro



teaching



untuk



unit



program



pengenalan lapangan; e.



Menguasai landasan-landasan pendidikan.



f.



Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.



g.



Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.



h.



Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan: 1) Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan; 2) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;



i.



Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah;



j.



Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.



Dalam



lokakarya



kurikulum



pendidikan



guru



yang



diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut:



13



a.



Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulumkurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/ penunjang bidang studi.



b.



Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan



pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar. c.



Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan menciptakan iklim belajar yang efektif.



d.



Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.



e.



Menguasai landasan-landasan kependidikan.



f.



Merencanakan program pengajaran.



g.



Mengelola interaksi belajar mengajar.



h.



Menguasai macam-macam metode mengajar.



i.



Menilai



kemampuan



prestasi



siswa



untuk



kepentingan



pengajaran.



14



j.



Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.



k.



Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.



l.



Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran7. Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28) menegaskan



mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut: a.



Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.



b.



Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.



c.



Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: 1) Kompetensi pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian;



15



3) Kompetensi profesional; dan 4) Kompetensi sosial. d.



Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.



e.



Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas mengenai aspek-



aspek kompetensi guru profesional, untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka indikator yang akan diteliti dalam skripsi ini akan merujuk kepada pendapat yang ditulis oleh Nana Sudjana dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni: a.



Merencanakan program belajar mengajar. Sebelum membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih dahulu harus mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut,



16



dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan belajar mengajar. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik) dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya (penilaian)8. b.



Menguasai bahan pelajaran. Kemampuan menguasai bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional penuh mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana Sudjana mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan bahwa keefektifan pengajaran



17



dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa, (b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lain yang berkenaan dengan sistuasi pelajaran. Jadi terdapat hubungan yang positif antara penguasaan bahan pelajaran oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Artinya, makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. c.



Melaksanakan



dan



memimpin/mengelola



proses



belajar



mengajar. Melaksanakan atau mengelola program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan mengajar dihentikan, ataukah diubah metodenya, apakah mengulang kembali pelajaran yang lalu, manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan pengajaran. Pada tahap ini di samping pengetahuan teori tentang belajar mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik mengajar. Misalnya prinsipprinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.



18



d.



Menilai kemajuan proses belajar mengajar. Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa, baik secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-objektif. Penilaian secara iluminatifobservatif dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian



secara



strukturalobjektif



berhubungan



dengan



pemberian skor, angka atau nilai yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. 3.



Kriteria Guru Sebagai Profesi Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin menjelaskan, kriteria profesi mencakup: (1) upah, (2) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan, (4) mengutamakan layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya. Kemudian Robert W. Richey dalam bukunya “Preparing for a Carier in Education” , yang dikutip Yunus Namsa mengemukakan ciri-ciri sekaligus syarat-syarat dari suatu profesi sebagai berikut: a.



Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan pribadi.



b.



Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.



19



c.



Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.



d.



Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikap serta cara kerja.



e.



Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.



f.



Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan disiplin diri dalam profesi, serta kesejahtraan anggotannya.



g.



Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live carier) dan menjadi seorang anggota yang permanen.



Soetjipto dan Raflis Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruan mengemukakan, Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriteria profesi keguruan. Misalnya National Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria sebagai berikut: a.



Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.



b.



Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus.



c.



Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.



d.



Jabatan



yang



memerlukan



latihan



dalam



jabatan



yang



bersinambungan. e.



Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.



f.



Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri.



20



g.



Jabatan yang mempunya organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.



Dalam buku yang dikutip Yunus Namsa, Sanusi mengutarakan ciriciri utama suatu profesi sebagai berikut : a.



Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).



b.



Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.



c.



Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.



d.



Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.



e.



Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.



f.



Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.



g.



Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.



h.



Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.



21



i.



Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.



j.



Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.



Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa, Syafaruddin dan Irwan Nasution berpendapat bahwa ada beberapa alas an rasional dan empirik sehingga tugas mengajar disebut sebagai profesi adalah; (1) bidang tugas guru memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang mantap, pengendalian yang baik. Tugas mengajar dilaksanakan atas dasar sistem; (2) bidang pekerjaan mengajar memerlukan dukungan ilmu teoritis pendidikan dan mengajar; (3) bidang pendidikan ini memerlukan waktu lama dalam masa pendidikan dan latihan, sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tenaga keguruan.



4.



Kriteria Guru Profesional Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti yang dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategori sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.



22



Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar, guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi; a.



Memiliki bakat sebagai guru.



b.



Memiliki keahlian sebagai guru.



c.



Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.



d.



Memiliki mental yang sehat.



e.



Berbadan sehat.



f.



Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.



g.



Guru adalah manusia berjiwa pancasila.



h.



Guru adalah seorang warga negara yang baik.



Kunandar mengemukakan bahwa suatu pekerjaan professional memerlukan persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar, guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun dalam metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam



23



melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. 5.



Indikator Guru Profesional Dalam penelitian ini, setelah penulis mengemukakan teori mengenai profesionalisme guru, maka selanjutnya untuk lebih memudahkan proses penelitian, dibawah ini penulis mencantumkan indikator guru profesional yang akan diteliti dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut:



Tabel 4 Indikator Guru Profesional No. Kompetensi (1)



Konsep



Sub Kompetensi



Indikator



(2) (3) (4) (5) Kompetensi Kompetensi 1.1 Kemampuan a. Mampu membuat Profesional Profesional merencanakan Rencana program merupakan program belajarPembelajaran (RPP). kondisi, arah, mengajar. b. Kemampuan guru nilai, tujuan dan dalam merumuskan kualitas suatu tujuan pembelajaran keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Guru profesional



24



No. Kompetensi (1)



(2)



Konsep



Sub Kompetensi



Indikator



(3) adalah guru yang memilki kompetansi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran



(4)



(5)



1.2 Menguasai bahan pelajaran.



a. Mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik. b. Mampu menjawab soal/pertanyaan dari siswa. a. Mampu membangkitkan motivasi kepada siswa. b. Mampu memberikan apersepsi kepada siswa. c. Mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi. d. Mampu memberi pujian kepada siswa. e. Mampu menggunakan alat bantu pengajaran. f. Mampu mengatur dan mengubah suasana kelas. g. Mampu memberikan teguran bagi siswa. h. Mampu mengaturan murid.



1.3. Melaksanakan/ mengelola proses belajarmengajar.



25



No. Kompetensi (1)



(2)



Konsep



Sub Kompetensi



(3)



(4)



Indikator i.



1.4 Menilai kemajuan proses belajarmengajar.



a.



b.



c.



(5) Mampu memberi reward dan sanksi pada siswa. Mampu membuat dan mengkoreksi soal. Mampu memberikan hasil penilaian (raport). Mampu mengadakan remedial.



26



BAB III PEMBAHASAN



2.1 Percepatan Arus Informasi Perkembangan



ilmu



pengetahuan,



teknologi,



dan



komunikasi



demikian cepat sehingga menimbulkan perubahan besar dalam arus informasi. Perubahan itu tidak hanya dalam hal semakin canggihnya jenis, sifat, dan volume informasi yang dapat diterima dan disimpan, tetapi juga percepatan serta ketepatan informasi yang diolah dan ditransferkan. Semuanya itu, sangat mempengaruhi corak dan prospek proses pendidikan, peran guru, dan perencanaan pendidikan guru pendidikan jasmani. Berkembangnya komunikasi dan teknologi modern, sumber informasi, dan ilmu pengetahuan, maka nilai dan sikap menjadi lebih kompleks. Selain orang tua dan guru, banyak sumber informasi lain yang dapat diperoleh oleh siswa melalui berbagai media (cetak, pandang, dengar, ataupun yang campuran), disengaja ataupun tidak disengaja, yang menjadi masukan (input) siswa dalam



proses belajarnya, seperti: mendengarkan radio,



televisi, komunikasi langsung dengan teman, komunikasi langsung dengan sumber pengetahuan yang lain (perpustakaan, musium, internet, dan lainlain)(Nurhadi MA, 1995). Tantangan bagi pengembangan peran guru pendidikan jasmani adalah bagaimana dapat membiasakan siswa untuk memahami sumber-sumber informasi, mencari, menyeleksi, dan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari sumber lain dengan yang diperoleh dari guru ataupun yang berasal dari luar, untuk dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan



27



ketrampilannya dalam pendidikan jasmani.



2.2 Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu alat untuk reflektif mengembangkan ilmu dalam bidang ilmu pendidikan yang mencakup pengembangan kurikulum, pengembangan keahlian mengajar ataupun praktik pembelajaran dalam berbagai bidang termasuk pembelajaran pendidikan jasmani yang dapat menumbuh kembangkan berbagai kemampuan yang memiliki dampak pengiring (narturing effect) untuk mewujudkan prakarsa, kreativitas, dan daya saing (Semiawan CR, 1997). PTK bertujuan meningkatkan berbagai kemungkinan pengatasan masalah yang terkait dengan pendidikan dan pembelajaran yang



dapat menjadi



jembatan



untuk



pengembangan ilmu pendidikan. PTK yang meneliti kondisi dan situasi konkerit dalam kelas, meskipun akan menghasilkan temuan kecil, namun temuan tersebut dapat memiliki dampak yang besar bagi perbaikan proses pembelajaran. Untuk



itu, perspektif kehidupan kelas agar dihayati



secara



sungguh- sungguh oleh guru pendidikan jasmani. Karena itu, guru pendidikan jasmani agar mengadakan refleksi tentang tugasnya sehari-hari. Perspektif kehidupan kelas dan perilaku guru pendidikan jasmani bersumber dari kaidah-kaidah



yang dianutnya dan



terkait



dengan



pembelajaran yang berpijak pada psikologi belajar



berbagai yang



prinsip



kontemporer



(konstruktivisme), yang menganut prinsip bahwa perhatian tertuju kepada (1) siswa dan masalah yang relevan yang muncul pada belajarnya siswa; (2) pemahaaman makna (verstehen) yang tersirat pada ekspresi perilaku siswa yang bersumber dari pandangan serta dari “inherent inner ability” ataupun berbagai interaksinya yang ia jalin dengan manusia dan objek sekitarnya, di luar dari pada dirinya, dalam membentuk (construct) “body of knowledge” pengetahuan tersebut; (3) interpretasi berbagai ekspresi tersebut dalam belajar siswa dan dengan mendalami evaluasi belajar dengan mengacu pada pembelajaran yang lebih efektif.



28



Seorang guru pendidikan jasmani merupakan pelaku pendidikan karenanya secara sengaja atau tidak sengaja, secara “volunter atau involunter, intensional atau unintensional” selalu mempengaruhi kehidupan bathiniah sesamanya. Untuk itu, setiap kali dalam pembelajarannya ditemukan refleksi dari ahli didik, agar terjadi interaksi yang langsung pada bidang ilmu pendidikan jasmani yang digeluti guru pendidikan jasmani dalam praktiknya akan memperkaya serta mengembangkan ilmu, karena mengandung dasar yang kuat apabila dilakukan dalam kontek PTK.



2.3 Peningkatan Peranan Guru Pendidikan Jasmani Dalam mengantisipasi tantangan yang harus dihadapi dengan masalah yang ada, maka upaya meningkatkan peran dan kualitas guru pendidikan jasmani dalam proses belajar-mengajar perlu dilakukan. Pertama,



peningkatan



pengajaran



dan



pengembangan



ilmu



pengetahuan dan teknologi (iptek) keolahragaan (Lawson HA, 2003). Peningkatan itu dilakukan mulai (SD



dan



dari



jenjang pendidikan



dasar



SLTP), pendidikan iptek keolahragaan mulai diperkenalkan



dengan cara meningkatkan proporsi pengajaran yang memberikan dasar pemahaman



iptek



keolahragaan



dan



mengintegrasikan kedalam mata



pelajaran pendidikan jasmani, termasuk kedalam buku pendidikan jasmani. Kemudian pada tingkat SMA/SMK upaya tersebut perlu dilanjutkan dan dikembangkan dengan memberikan bekal kegairahan dan kemampuan untuk melaksanakan penelitian sederhana di bidang iptek keolahragaan. Ini berarti guru pendidikan mengajarkan



jasmani



tidak



hanya



pendidikan jasmani saja, tetapi



diharapkan



mempunyai penguasaan



terhadap wawasan pengetahuan iptek keolahragaan



yang



mengintegrasikan pengajaran iptek keolahragaan kedalam pendidikan



jasmani



yang



diajarkannya.



mampu



memadai,



bidang



studi



Penguasaan pengetahuan iptek



tersebut akan dapat mendorong dan mendidik anak agar mampu melaksanakan penelitian sederhana di bidang iptek pendidikan jasmani. Tantangan ini dihadapi dan dituntut dalam rangka untuk mengembangkan profesionalisme



29



guru, termasuk guru pendidikan jasmani. Kedua, penanaman nilai budaya masyarakat industri. Dalam menghadapi persaingan global pada masa mendatang, penanaman nilai budaya masyarakat industri perlu dirintis dan dilakukan oleh para guru (Nurhadi, 1995), termasuk guru pendidikan jasmani pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Nilai budaya masyarakat industri, seperti: etos kerja, penghargaan terhadap waktu, hidup berencana, wawasan keunggulan, iptek, cinta kepada produk sendiri untuk menghidup suburkan hasil produksi industri sendiri, kebiasaan menabung untuk modal, dan kebiasaan kerja keras. Wawasan keunggulan memberikan motivasi untuk berkompetisi secara terbuka dalam menghasilkan produk dalam pasar global, baik melalui keunggulan komparatif ataupun keunggulan kompetitif. Jika keunggulan kompetitif ini,



dapat



dikembangkan



di



antara



guru



pendidikan jasmani, maka semangat untuk berkompetisi dengan bangsa lain menjadi tinggi. Ketiga, untuk meningkatkan proporsi partisipasi pendidikan yang meningkat pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, peranan intervensi guru (Nurhadi, 1995),



termasuk



diperlukan.



ini dilakukan untuk memberikan motivasi dan



Intervensi



guru



pendidikan



jasmani



sangat



dorongan agar siswa dan masyarakat dapat menginvestasikan dirinya dalam bidang pendidikan secara efektif dan efesien selaras dengan kebutuhan akan komposisi guru pendidikan jasmani yang diperlukan. Keempat, perubahan peranan dari guru sebagai sumber informasi menjadi guru



sebagaifasilitator



dan



manager



informasi



(Tirta, 1997). Dengan perkembangan komunikasi dan teknologi modern, guru pendidikan jasmani tidak hanya mengkoordinasikan



berbagai



sumber



memberikan



pelajaran,



tetapi



belajar untuk kepentingan



pengembangan materi pelajaran pendidikan jasmani bagi siswa. Guru pendidikan jasmani, selain harus menguasai ilmu yang diajarkannya, juga harus memberikan petunjuk tentang sumber informasi lain yang dapat membantu siswa dalam memahami ilmu pengetahuan. Untuk itu, guru



30



pendidikan jasmani harus selalu mengikuti perkembangan sumber informasi yang mungkin dan dapat diperoleh siswa, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja di sekolah dan di luar sekolah. Jika guru pendidikan jasmani tidak dapat memperoleh isi informasi yang bersumber dari luar sekolah karena terbatasnya fasilitas yang dimilikinya, sedidak- tidaknya guru dapat menunjukkan kepada siswa agar sumber informasi itu dapat dimanfaatkan. Dalam peran sosialnya di masyarakat, seorang guru pendidikan jasmani tidak lagi



bisa



sebagai



sumber



informasi



yang



mahatahu



tentang



semua ilmu pengetahuan karena sumber informasi lain di masyarakat yang menjadi rivalnya cukup banyak. Oleh sebab itu, peran guru harus diubah menjadi agen pembaharu dan pengorganisasi perubahan-perubahan



di



masyarakat. Ini berarti, bahwa guru pendidikan jasmani selain harus menguasai bidang studi pendidikan jasmani, juga perlu



menguasai



metodologi mencari sumber ilmu pengetahuan yang ada di masyarakat. Seorang guru tidak lagi menggurui masyarakat, tetapi lebih sebagai motivator, dan organisator masyarakat. Jadi, peran guru pendidikan jasmani dalam era komunikasi dan teknologi modern harus berubah dari peran sebagai seorang pengajar menjadi seorang fasilitator ataupun seorang manager informasi. Kelima, perubahan peranan guru dari penceramah menggurui menjadi pendengar yang emphatik (Tirta, 1997). Filosofi Tut Wuri Handayani, yang menjadi dasar proses pendidikan belum menjadi pengalaman nyata bagi siswa dan guru pendidikan jasmani. Guru tetap mendominasi kegiatan belajar mengajar, kata- kata guru harus didengarkan dan dipatuhi oleh semua siswa. Akan tetapi, siswa masa kini lebih membutuhkan seseorang yang bersedia mendengarkan suara hati mereka.



Menjadi



pendengar yang emphatik berarti berusaha “masuk” ke dalam hati para siswa. Hasrat (mood) seorang guru hendaknya bertanya (Socrates) dan mendengarkan jawaban-jawaban siswa yang beraneka ragam tersebut. Dengan demikian, belajar berarti mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah.



31



Keenam,



untuk



meningkatkan



kualitas



pendidikan



guru



pendidikan jasmani dilakukan antara lain dengan memberikan kesempatan untuk belajar, baik melalui program pendidikan dan pelatihan yang bergelar ataupun tidak bergelar dalam jangka pendek atau jangka panjang, ataupun melalui program tatap muka dan jarak jauh. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan program penyetaraan, baik yang bersifat tatap muka ataupun dengan cara jarak jauh, serta penataran- penataran singkat sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, diharapkan nantinya semua guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar (SD) diharapkan minimal berpendidikan serendahrendahnya diploma dua (D2), guru pendidikan jasmani Sekolah Menengah Pertama (SMP) serendah-rendahnya berpendidikan Diploma Tiga dan



guru



pendidikan



jasmani



SMA/SMK



(D3)



serendah-



rendahnya berpendidikan Strata Satu (S1) (Nurhadi, 1997; Tengah, 1995).



2.4



Perubahan Sikap Guru Pendidikan Jasmani Pertama, perubahan sikap dari konservatif tradisional menjadi progresif futuristik (Tirta, 1997). Ditinjau dari tugas pokoknya, guru adalah



insan konservatif.



pembaharuan



dalam



Guru



sukar



menerima



perubahan



dan



proses belajar mengajar. Contohnya, setiap ada



perubahan kurikulum dan pembaharuan sistem



pembelajaran,



hampir



semua guru mengeluh karena terpaksa harus mempelajari materi yang baru, mengganti rencana pembelajaran, membuat soal- soal, dan membeli buku pegangan baru. Seharusnya, guru berpandangan jauh ke masa depan (futuristik). Orang belajar untuk masa depan, bukan untuk waktu yang sudah lewat. Oleh karena itu, guru termasuk guru pendidikan jasmani hendaknya merubah sikap konservatif tradisional menjadi bersikap dengan orientasi masa depan (futuristik). Tugas guru adalah meregenerasi tatanan baru yang lebih sesuai dengan tuntutan jaman. Kedua, perubahan sikap dari belajar tentang pengetahuan menjadi belajar untuk



hidup.



Secara



psikologis,



manusia



belajar



untuk



memuaskan hasrat (motivasi) ingin tahu. Sejak Francis Bacon (dalam Tirta,



32



1997) menyatakan bahwa “knowledge is power”, tujuan belajar adalah terutama untuk meningkatkan taraf kehidupan atau belajar demi untuk hidup. Hampir 2000



tahun yang lalu, seorang filosuf Roma bernama Seneca



(dalam Curm, 2003) menyatakan “non- scholae sed vitae discimus” yang berarti



jangan



mengajar



untuk



sekolah, mengajarlah untuk hidup.



Pengetahuan diaplikasikan untuk



menimbulkan perubahan ke arah



peningkatan martabat hidup. Olehkarena itu, setiap orang di era globalisasi dituntut untuk memiliki pengetahuan spesifik-praktis. Dengan memiliki pengetahuan spesifik praktis, maka akan dapat meningkatkan daya saing dalam mencari lapangan pekerjaan. Ketiga, perubahan sikap dari mengajarkan substansi kurikulum menjadi mengajarkan



metodologi



ilmu



pengetahuan.



Dalam



ilmu



pengetahuan tidak ada kebenaran monolitik. Kebenaran ilmiah berarti kebenaran



sementara



mempersilahkan



atau kebenaran tentatif. Kebenaran yang justru



untuk



dibuktikan



salah



(Tirta,



1997).



Dengan



menitikberatkan kepada metodologi ilmu pengetahuan guru tidak perlu harus meliput materi kurikulum dari awal sampai dengan akhir. Ada bagian-bagian tertentu



yang



dapat



diserahkan



kepada



para



siswa



sendiri



untuk



membahasnya. Perkembangan kecerdasan, emosi, sosial, dan moral, tidak dipandang sebagai dampak pengiring belaka, melainkan dapat dibina secara sengaja dan terarah sehingga menjadi bagian dari skenario dalam proses belajar- mengajar dalam pendidikan jasmani (Lutan, 2001).



2.5 Menciptakan Lingkungan Pendidikan Jasmani Yang Cerdas Ada beberapa cara untuk menciptakan lingkungan pendidikan jasmani yang cerdas, yakni (1) menciptakan lingkungan belajar dan berlatih yang aman; (2) meningkatkan kehadiran; (3) mengajarkan tanggungjawab personal dan sosial; (4) meningkatkan keberhasilan setiap siswa; (5) menghargai dan menilai usaha dan peningkatan. Barrette



GT



pada



tahun



1993



(dalam



menciptakan”Fit Sport Teaching and Coaching Model”,



Barrette, yakni



2003) model



33



ini secara konseptual didefinisikan sebagai sistem pengambilan keputusan terpadu



yang



dirancang untuk mengaitkan tujuan program dan hasilnya



dengan tindakan rencana pelatihan dan pengajaran pendidikan jasmani. Terpadu dimaksudkan bahwa empat criteria tersebut diterapkan secara bersamaan pada setiap tingkat dan setiap saat saat peristiwa pembelajaran pendidikan jasmani. Pencapaian hasil terkait dengan tanggung jawab sosial dan konsep diri menjadi positif. Konsep ini terdiri atas, empat kriteria paedagogis, yaitu (1) waktu keterlibatan yang tinggi bagi setiap siswa; (2) relevansi tugas setiap siswa terhadap hasil yang dicapai oleh individu ataupun kelompok; (3) keseimbangan antara pengalaman belajar berlomba dan bekerjasama; (4) menggunakan kesesuaian aktivitas yang terkait selama praktik kelompok dan dalam keahlian. Ketika kriteria tersebut di atas digunakan, maka akan dihasilkan sebuah “good fit” untuk mencapai nilai-nilai positif bagi siswa dalam pengalaman pendidikan jasmani



dan



olahraga



(Barrette,



2003). Strategi pembelajaran pendidikan jasmani yang mencakup model strategi permainan yang digunakan secara langsung dirancang untuk memberikan informasi kepada siswa tentang peran sosial dan personalnya serta



tanggung



jawab



satu



sama



lain



untuk mengembangkan rasa



kepemilikan dalam pengalaman pendidikan jasmani dan olahraga.



2.6 Pengembangan Pendidikan Guru Pendidikan Jasmani Dalam rangka mengantisipasi tantangan yang dihadapi pada masa depan dan memperhatikan permasalahan yang dihadapi masa kini, maka perlu dilakukan orientasi ulang terhadap upaya pengembangan pendidikan guru pendidikan jasmani. Pertama, hanya lulusan (out put) yang bermutu dapat mempunyai nilai kompetitif tinggi (Sumantri HM, 1997). Lulusan yang demikian ini, hanya dapat dihasilkan oleh tenaga guru pendidikan jasmani yang sudah terampil serta mempunyai



pengalaman



di



lapangan



yang



34



didasari



dengan konsep ilmu pengetahuan



yang



kuat.



Proses



pendidikan di LPTK, harus dikaitkan dan disepadankan (link and match) dengan keterampilan praktik yang dialami di dunia pendidikan



yang



sebenarnya. Kebutuhan untuk keterkaitan dan kesepadanan ini menjadi sangat penting pada jenis-jenis pekerjaan seperti guru pendidikan jasmani. Kedua, untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan guru yang berubah selaras dengan pergeseran struktur demografi ataupun kebutuhan struktur tenaga kerja dan perkembangan iptek, maka upaya untuk membuat sistem pendidikan guru yang lebih fleksibel yang mampu menghadapi tantangan pasang surutnya kebutuhan akan guru pendidikan jasmani yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS), sangat diperlukan untuk menekan terjadinya pemborosan. Pengembangan



Jurusan



Pendidikan



Jasmani



dan



Kesehatan



(Penjaskes) pada Fakultas Pendidikan Ilmu Keolahragaan diarahkan untuk menghasilkan calon guru pendidikan jasmani yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang kuat di bidang pendidikan jasmani dan kemampuan metodologi pengajaran, serta mempunyai peluang pasar yang lebih fleksibel dalam menghadapi perkembangan iptek, antara lain kemampuan



yang



diimplementasikan



dalam bentuk pengembangan kurikulum. bidang



studi



pendidikan



jasmani



Peningkatan



dilakukan dengan



mempertinggi bobot mata kuliah bidang studi, sedangkan peningkatan metodologi



pendidikan



jasmani



dilakukan



dengan



meningkatkan



intensitas kegiatan praktik mengajar. Selain itu kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga



lulusannya



memiliki



fleksibilitas



horizontal ataupu vertikal. Fleksibilitas horizontal dengan maksud agar lulusan dapat mengajar lebih dari satu bidang studi dalam satu rumpun. Ada pula pemikiran agar fleksibilitas horizontal ini dapat memberikan kemampuan lain, selain profesi guru. Sifat



fleksibilitas



vertikal



dimaksudkan



untuk



memberikan



kemampuan profesional kepada calon guru pendidikan jasmani untuk dapat mengajar, baik di SD, SMP ataupun SMA/SMK. Fleksibilitas dapat pula



35



diartikan memberikan kewenangan Ilmu



kepada Fakultas



Keolahragaan dalam mengembangkan



Pendidikan



kurikulumnya



sesuai



dengan variasi kebutuhan di daerah. Oleh karena itu, isi kurikulum yang ditetapkan secara nasional hanya berkisar 60 sampai dengan 80 persen, sedangkan



sisanya



dapat



dikembangkan



sendiri



oleh Fakultas Ilmu



Keolahragaan yang bersangkutan sebagai kurikulum muatan lokal. Ketiga, mengingat sumber daya yang dapat disediakan oleh pemerintah terbatas,



sementara



itu



mutu



peranan swasta dan partisipasi masyarakat untuk membantu



harus



ditingkatkan,



perlu juga



maka



ditingkatkan



upaya pengembangan lembaga pendidikan tenaga



kependidikan. Upaya



untuk mendapatkan bantuan dari masyarakat, pemberian



beasiswa, atau model sponsor, perlu juga dikembangkan guna menggali dana dan sumber daya dari masyarakat. Menurut hasil penelitian uji coba dari Coplaner 1995 (dalam Nurhadi, 1995), bahwa potensi sumber daya masyarakat untuk menunjang program pendidikan masih cukup besar di semua lapisan masyarakat. Jadi, yang diperlukan adalah cara menggali dan memanfaatkannya secara optimal sumber daya yang ada di masyarakat tersebut. Keempat, dengan meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan dan menurunnya jumlah penduduk di pedesaan, maka pendekatan pemetaan sekolah dan kebutuhan guru termasuk guru pendidikan jasmani yang selama ini dipergunakan perlu dirubah. Perencanaan pendidikan guru termasuk



guru pendidikan



jasmani



diintegrasikan



dengan



sistem



pemetaan



pengembangan perkotaan termasuk pemukiman penduduk pada



masa mendatang. Kelima, untuk mengisi kebutuhan akan guru pendidikan jasmani di daerah terpencil dan di desa-desa yang semakin langka penduduknya, perlu dirancang program pendidikan guru pendidikan jasmani yang dapat menghasilkan guru pendidikan jasmani yang profesional yang dapat menjadi tutor pada SLTP terbuka (Jalal, 1997).



36



Keenam, perencanaan pendidikan guru pendidikan jasmani pada masa mendatang dituntut tidak hanya berorientasi kepada upaya untuk memberikan kesempatan memperoleh pendidikan, tetapi bagaimana dapat memberikan layanan pendidikan yang bermutu pada masa mendatang (Lawson, 2003). Ketujuh, pendidikan guru pendidikan jasmani memerlukan biaya yang mahal, sementara itu keuntungan baliknya baru dapat diperoleh beberapa tahun lagi (Nurhadi, 1997). Investasi di bidang pendidikan pada masa



depan



akan dituntut seefisien mungkin. Ini berarti,



walaupun



pendekatan tuntutan akan tenaga kerja dipergunakan dalam perencanaan pendidikan guru pendidikan jasmani di jenjang pendidikan tinggi, perlu estimasi besaran nilai balik dari investasi yang telah dilakukan perlu dipertimbangkan.



37



BAB IV PENUTUP



Guru pendidikan jasmani merupakan salah satu komponen utama dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, berusaha memahami tantangan dan masalah yang akan dihadapi oleh guru pendidikan jasmani pada masa depan merupakan upaya yang baik untuk mengembangkan profesionalisme guru pendidikan jasmani di era globalisasi. Peningkatan



peranan



dan



pengembangan



profesionalisme



guru



pendidikan jasmani, di samping bergantung kepada program yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah ataupun masyarakat, pada akhirnya lebih banyak bergantung kepada



inisiatif



dan



kemauan



guru



itu



sendiri



untuk



meningkatkannya. Tanpa kemauan dan penghayatan yang kuat serta kecintaan yang mendalam terhadap profesi yang ditekuninya, maka hampir dapat dipastikan akan susah terjadinya perkembangan suatu profesionalisme. Untuk mengantisiPasi permasalahan yang dihadapi guru pendidikan jasmani di era globalisasi agar dapat mengangkat harkat dan martabat profesinya, maka upaya untuk meningkatkan peranan dan pengembangan profesionalisme guru pendidikan jasmani, merupakan upaya yang perlu dilakukan secara bersamasama baik



oleh



unsur



pemerintah,



masyarakat,



ataupun



individu



guru



pendidikan jasmani itu sendiri.



38



DAFTAR PUSTAKA Barrette GT. 2003. Sport and Integration Social. Paper in International Conference on Sport and Sustainable Development, Yogyakarta. Bart Crum. 2003. Physical Education and School Sport and the Multiformity of Movement Culture. Paper in International Conference on Sport and Sustainable Development, Yogyakarta. Depdikbud. 1995. Program-Program Prioritas Pembangunan Pendidikan Dalam Repelita VI, Jakarta. Fasli Jalal. 1997. Identifikasi dan Pengembangan Indikator Kualitas Sumber Daya manusia Dalam Kaitannya Dengan Pemberdayaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan. Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Bandung. Ginanjar Kartasasmita. 1994. Pembangunan Sumber Daya Manusia. Disampaiakan pada Rapat Kerja Depdikbud pada Rapat Kerja Depdikbud Tahun 1994, Jakarta. Hong F. 2003. Into The Future: Asian Sport and Globalization. Paper in International



Conference



on



Sport and



Sustainable



Development, Yogyakarta. Lawson HA. 2003. Empowering People and Advancing Community Development: The Social Work of Sport, Exercise, and Physical Education Programs. Paper in International Conference on Sport and Sustainable Development, Yogyakarta. Nurhadi MA. 1995. Masalah dan Tantangan Pendidikan Bagi Perencanaan Pengembangan Guru dan Lembaga Pendidikan Guru. Disampaikan pada Seminar Tentang Guru dan Pendidikan Guru, Singaraja Bali. Rusli Lutan. 2001. Pencarian Konsep dan Wilayah Bookman Old Style Tubuh



Ilmu Keolahragaan.



Program



Pendidikan



Olahraga,



Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Semiawan CR.



1997. Keterkaitan



Antara Lembaga



Pendidikan



Tenaga Kependidikan (LPTK) Dengan Sekolah, Model Alternatif Program Kemitraan



Pengembangan



Pendidikan



Guru



39



pada



EraGlobalisasi. Konsorsium Ilmu Pendidikan Direktorat



Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta. Sumantri HM. 1997. Anak Perempuan Dalam Program Olahraga Di Sekolah. Makalah disampaiakan



pada



Konferensi



Nasional



Pendidikan



Jasmani dan Olahraga, Bandung. Tengah DP. 1995. Guru Sekolah Suatu Kajian Emperik Terhadap Permasalahan Guru. Makalah disampaikan dalam Seminar Guru Dan Pendidikan Guru, Masalah dan Tantangan Pada Abad Ke 21, STKIP, Singaraja. Tirta N. 1997. Profesionalisme Guru (Suatu Tantangan Perubahan). Makalah Studium General/Seminar Dalam Rangka Dies Natalis IV dan Wisuda VII STKIP, Singaraja.



40