Makalah Penilaian Afektif Dan Psikomotorik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN KIMIA PENILAIAN AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK



DISUSUN OLEH:



KELOMPOK 5 1. ERVITA ROSA



(A1C111017)



2. ERIK TAMPUBOLON



(A1C111061)



3. WULANDARI



(A1C112006)



DOSEN PEMBIMBING: Drs. ABU BAKAR, M.Pd



PENDIDIKAN KIMIA REGULER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2014 Page | 1



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kami rahmat dan karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang kami susun ini berjudul “Penilaian Afektif dan Penilain Psikomotorik“. Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Evaluasi Proses Dan Hasil Pembelajaran Kimia Semester 5. Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua.



Jambi , Januari 2014



Kelompok 5



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................i



DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................1 1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................2 1.3 TUJUAN................................................................................................................2 BAB II. PENILAIAN RANAH AFEKTIF 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5



HAKIKAT PEMBELAJARAN AFEKTIF...........................................................4 TINGKATAN RANAH AFEKTIF........................................................................5 KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF..............................................................6 TEKNIK PENGUKURAN AFEKTIF..................................................................9 LANGKAH PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI ATAU INSTRUMEN AFEKTIF ...............................................................................................................................9



2.6 PENGUKURAN RANAH AFEKTIF...................................................................10 2.7 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF...............................11 2.8 KATA ERJA OPERASIONAL RANAH AFEKTIF.............................................21 2.9 METODE PENILAIAN AFEKTIF.......................................................................22 BAB III. PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR 3.1 PENGERTIAN PSIKOMOTOR...........................................................................26 3.2 PEMBELAJARAN PSIKOMOTOR....................................................................27 3.3 PENILAIAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR...............................................28 3.4 JENIS PERANGKAT PENILAIAN PSIKOMOTOR..........................................29 3.5 KONSTRUKSI INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR............................29 3.6 PENYUSUNAN RANCANGAN PENILAIAN...................................................30 3.7 PENYUSUNAN KISI-KISI..................................................................................30 3.8 PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR..........................30 3.9 PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR................................................................31 BAB IV. PENUTUP 4.1 KESIMPULAN.....................................................................................................41 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................43



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap,pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaianharus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2007 menyebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian adalah menyeluruh dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Cakupan aspek penilaian yang dimaksud adalah aspek kognitif (pengetahuan), aspek psikomotor (keterampilan), dan aspek afektif (sikap). Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat(dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran kimia, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran kimia disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran kimia yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru kimia dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya. Penilaian psikomotorik implementasinya dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik



dalam simulasi. Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Untuk dapat merancang dan melaksanakan penilaian psikomotor yang sesuai dengan standar penilaian, guru harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan yang memadai dalam mengembangkan perangkat penilaian psikomotor. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Penilaian Ranah Afektif 1) Apakah hakikat pembelajaran afektif ? 2) Apa saja yang termasuk dalam tingkatan ranah afektif? 3) Bagaimana karakteristik ranah afektif? 4) Bagaimana teknik pengukuran afektif? 5) Apa saja langkah pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif? 6) Bagaimana cara pengukuran ranah afektif? 7) Bagimana cara pengembangan instrumen penilaian afektif 8) Apa saja kata kerja operasional ranah afektif? 9) Bagaimana metode dalam penilaian afektif?



1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)



1.2.2 Penilaian Ranah Psikomotorik Apakah pengertian psikomotor? Bagaimana pembelajaran psikomotor? Bagaimana penilaian hasil belajar psikomotor? Apa saja perangkat penilaian psikomotor? konstruksi instrumen penilaian psikomotor Bagaimana penyusunan rancangan penilaian psikomotor? Bagaiman penyusunan instrumen penilaian psikomotor? Bagaimana penilaian ranah psikomotor?



1.3 TUJUAN 1.3.1 Penilaian Ranah Afektif 1) Untuk mengetahui hakikat pembelajaran afektif. 2) Untuk mengetahui tingkatan dalam ranah afektif. 3) Untuk mengetahui karakteristik ranah afektif. 4) Untuk mengetahui teknik pengukuran afektif. 5) Untuk memahami langkah pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif. 6) Untuk mengetahui pengukuran ranah afektif. 7) Untuk memahami pengembangan instrumen penilaian afektif. 8) Untuk mengetahui kata kerja operasional ranah afektif. 9) Untuk mengetahui metode dalam penilaian afektif. 1.3.2 Penilaian Ranah Psikomotorik 1) Untuk mengetahui pengertian psikomotor. 2) Untuk mengetahui pembelajaran psikomotor. 3) Untuk mengetahui penilaian hasil belajar psikomotor. 4) Untuk mengetahui perangkat penilaian psikomotor.



5) Untuk mengetahui konstruksi instrumen penilaian psikomotor



6) Untuk memahami penyusunan rancangan penilaian psikomotor. 7) Untuk memahami penyusunan instrumen penilaian psikomotor. 8) Untuk memahami penilaian ranah psikomotor.



BAB II PENILAIAN RANAH AFEKTIF 2.1 HAKIKAT PEMBELAJARAN AFEKTIF



Istilah afektif dipergunakan untuk mengidentifikasi dimensi perasaan dan kesadaran siswa (the feeling dimension of consciousness) – emosi di dalam, perilaku, atau keinginan yang mempengaruhi pemikiran dan tindakan kita. Seperti pencapaian/prestasi (achievement), affektif merupakan suatu karakteristik manusia yang multidimensional, termasuk perilaku (attitude), nilai, dan minat. Untuk memahami skala kemungkinan tersebut, kami akan mengikuti petunjuk Anderson (1981) dan mendiskusikan beberapa jenis affektif yang relevan dalam lingkup sekolah:  Perilaku  Minat  Motivasi  Nilai yang berhubungan dengan sekolah  Pilihan  Konsep akademis diri  Tempat pengontrolan (locus of control) Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik. Tipe-tipe afektif bervariasi dalam tiga dimensi penting, diantaranya: 1) Berkenaan dengan perasaan tentang objek yang berbeda. Attitude dan nilai dapat difokuskan pada rentang objek yang tak terbatas, sedangkan academic self-concept memiliki fokus sentral yang lebih terbatas.



2) Variasi dalam arahnya. Berfikir tentang afektif merupakan perluasan keluar dan titik netral dalam arah secara kontinyu dan positif ke negative 3) Variasi dalam intensitasnya. Perasaan dan nertal dan arahnya secara extrim dapat menjadi positif dan negatif yang sangat kuat. Satu hal yang sifatnya umum yang harus kita perhatikan dengan baik saat kita akan menilai (mengassess) dan memikirkan afektif bahwa yang namanya perasaan itu sifatnya mudah menguap (hilang), terutama pada usia remaja (usia anak-anak sekolah). Perasaan siswa sangat bisa berubah dalam hal arahnya ataupun intensitasnya untuk beberapa alasan. Hal ini sengaja dijelaskan dengan tujuan supaya penilaian afektif penting dilakukan secara berulangulang sepanjang waktu untuk melihat kecenderungannya. Hasil penilaian mungkin berlaku untuk beberapa waktu singkat saja. 2.2 TINGKATAN RANAH AFEKTIF Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. 1) Tingkat receiving Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif. 2) Tingkat responding Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. 3) Tingkat valuing Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.



4) Tingkat organization Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup. 5) Tingkat characterization Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial. 2.3



KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, kimia, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. a) Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta



didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. b) Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk :  Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran  Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya  Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik  Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas  Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama  Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi  Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik  Bahan pertimbangan menentukan program sekolah  Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.



     



c) Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut. Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.



          



Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki. Peserta didik memahami kemampuan dirinya. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. Peserta didik mampu menilai dirinya. Peserta didik dapat mencari materi sendiri. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya. d) Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.



 



e) Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah: Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.



 



Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.



2.4 TEKNIK PENGUKURAN AFEKTIF Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Afek merupakan traits psikologik yang tidak dapat diamati secara langsung. Kita hanya dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan. Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3 kecenderungan atau “arah”(Anderson, 1981): positif, netral, atau negatif. Struktur ranah afektif sebagaimana dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit. Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya cukup kompleks. Tidak semua karakteristik afektif harus dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan dinilai) di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai. Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal: (1) skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa); (3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis. 2.5 LANGKAH PENGEMBANGAN ALAT EVALUASI ATAU INSTRUMEN AFEKTIF Evaluasi efektif dapat berfungsi sebagai salah satu alat penjamin mutu pendidikan di sekolah sekaligus sebagai alat penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran. Pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif menuntut beberapa langkah: 1. Membuat definisi konseptual, dalam hal ini kita perlu memahami konstrak (construct) teoretik. 2. Membuat definisi operasional, di dalamnya kita menentukan domain atau indikator, serta menentukan objek psikologiknya, untuk kemudian dibuat kisi-kisi, serta membuat butirbutir pernyataan. 3. Menentukan metode pengukuran atau penskalaan, untuk mengukur sikap misalnya ada tiga metode utama yaitu : judgment method, response method, kombinasi kedua metode yakni judgment and response methods. 4. Analisis instrumen, hal ini dilakukan setelah kita melakukan ujicoba pengukuran, hasilnya kemudian dianalisis baik per butir maupun keseluruhan butir. Selain 4 langkah diatas, dari literatur lain didapatkan langkah-lagkah tambahan dalam pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif yaitu: 1. Pemilihan ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap suatu materi pelajaran.



2. Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran. 3. Beberapa contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu: (1) persentase kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2) aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, misalnya apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam diskusi, aktif memperhatikan penjelasan guru, dsb.; (3) penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau tugas lainnya; (4) kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya terkait materi pelajaran tersebut. 4. Penentuan jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang berminat; (3) netral; (4) berminat; dan (5) sangat berminat. 5. Penulisan draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang telah ditentukan. 6. Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat. 7. Revisi instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat, bila memang diperlukan. 8. Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut. 9. Pemberian skor inventori kepada siswa 10. Analisis hasil inventori minat siswa terhadap materi pelajaran 2.6 PENGUKURAN RANAH AFEKTIF Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan. Bagaimana memberikan skor dalam penilaian afektif ? Teknik penskoran untuk penilaian ranah afektif dapat dilakukan secara sederhana. Contoh, pada instrumen penilaian minat siswa terhadap suatu materi pelajaran terdapat 10 item (berarti ada 10 indikator), maka bila skala yang digunakan adalah skala Likert (1 sampai 5), berarti skor terendah yang mungkin diperoleh seorang siswa adalah 10 (dari 10 item x 1) dan skor paling tinggiyang mungkin diperoleh siswa adalah 50 (dari 10 item x 5). Maka kita dapat



menetukan median-nya, yaitu (10 + 50)/2 atau sama dengan 30. Bila kita membaginya menjadi 4 kategori, maka skor 10 -20 termasuk tidak berminat; skor 21 – 30 termasuk kurang berminat; skor 32 – 40 berminat, dan skor 41 – 50 termasuk kategori sangat berminat. 2.7 PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:  Menentukan spesifikasi instrumen  Menulis instrumen  Menentukan skala instrumen  Menentukan pedoman penskoran  Menelaah instrumen  Merakit instrumen  Melakukan ujicoba  Menganalisis hasil ujicoba  Memperbaiki instrumen  Melaksanakan pengukuran  Menafsirkan hasil pengukuran 1. Spesifikasi Instrumen Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral. a. Instrumen sikap Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat. b. Instrumen minat Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran. c. Instrumen konsep diri Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh. d. Instrumen nilai Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang



bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan. e. Instrumen moral Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu : (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen. Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen. 2. Penulisan Instrumen Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif No Indikator Jumlah butir 1 2 3 4 5



Pertanyaan/Pernyataan



Skala



Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut. a. Instrumen sikap Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini. Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran kimia misalnya.



     



     



Membaca buku kimia Mempelajari kimia Melakukan interaksi dengan guru kimia Mengerjakan tugas kimia Melakukan diskusi tentang kimia Memiliki buku kimia Contoh pernyataan untuk kuesioner: Saya senang membaca buku kimia Tidak semua orang harus belajar kimia Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran kimia Saya tidak senang pada tugas pelajaran kimia Saya berusaha mengerjakan soal-soal kimia sebaik-baiknya Memiliki buku kimia penting untuk semua peserta didik b. Instrumen minat Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.



   



     



Contoh indikator minat terhadap pelajaran kimia: Memiliki catatan pelajaran kimia. Berusaha memahami kimia Memiliki buku kimia Mengikuti pelajaran kimia Contoh pernyataan untuk kuesioner: Catatan pelajaran kimia saya lengkap Catatan pelajaran kimia saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran kimia Saya berusaha memahami mata pelajaran kimia Saya senang mengerjakan soal kimia. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran kimia c. Instrumen konsep diri



Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.



   



       



Contoh indikator konsep diri: Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik Contoh pernyataan untuk instrumen: Saya sulit mengikuti pelajaran kimia Saya mudah memahami bahasa Inggris Saya mudah menghapal suatu konsep. Saya mampu membuat karangan yang baik Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika Saya bisa bermain sepak bola dengan baik Saya mampu membuat karya seni yang baik Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika. d. Instrumen nilai Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk. Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya. Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.



   



     



Contoh indikator nilai adalah: Memiliki keyakinan akan peran sekolah Menyakini keberhasilan peserta didik Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru. Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik: Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya. Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.



   



        



e. Instrumen Moral Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah: Memegang janji Memiliki kepedulian terhadap orang lain Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas Memiliki Kejujuran Contoh pernyataan untuk instrumen moral Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya. Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya. Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya. Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar.







Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya. 3. Skala Instrumen Penilaian Afektif Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Contoh Skala Thurstone : Minat terhadap pelajaran kimia 7



6



5



4



3



2



1



1. Saya senang belajar kimia 2. Pelajaran sejarah bermanfaat 3. Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran sejarah 4. Saya berusaha memiliki buku pelajaran Sejarah 5. Pelajaran sejarah membosankan Dst Contoh Skala Likert : Sikap terhadap pelajaran kimia 1 Pelajaran kimia bermanfaat 2 Pelajaran kimia sulit 3 Tidak semua harus belajar kimia 4 Pelajaran kimia harus dibuat mudah 5 Sekolah saya menyenangkan Keterangan: SS : Sangat setuju TS : Tidak setuju



S STS



SS SS SS SS SS



S S S S S



TS TS TS TS TS



STS STS STS STS STS



: Setuju : Sangat tidak setuju



Contoh skala beda Semantik :Pelajaran kimia a b c d e f g Menyenangkan Membosankan Sulit Mudah Bermanfaat Sia-sia Menantang Menjemukan Banyak Sedikit 4. Sistem Penskoran Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya



untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran. 5. Telaah Instrumen Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab. Telah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif. Contoh pertanyaan yang biasa: Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua? Contoh pertanyaan yang tidak biasa: Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?



   



Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu: Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden Pertanyaannya jangan samar-samar Hindari pertanyaan yang bias. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian. Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan. 6. Merakit Instrumen Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat



menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya. 7. Uji Coba Instrumen Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat. Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang. 8. Analisis Hasil Ujicoba Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70. 9. Perbaikan Instrumen Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka. 10. Pelaksanaan Pengukuran Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen



harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen. 11.



Penafsiran Hasil Pengukuran Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif: Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (4) (3) (2) (1) Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (1) (2) (3) (4) Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu. Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan, dengan rentang skor 10 – 40.



a. b. c. d.



No. Skor peserta didik



Kategori Sikap atau Minat



1.



Lebih besar dari 35



Sangat tinggi/Sangat baik



2.



28 sampai 35



Tinggi/Baik



3.



20 sampai 27



Rendah/Kurang



4.



Kurang dari 20



Sangat rendah/Sangat kurang



Keterangan Tabel 2 : Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang



dari 20. Tabel 3. Kategorisasi sikap atau minat kelas No. Skor rata-rata kelas



Kategori Sikap atau Minat



1.



Lebih besar dari 35



Sangat tinggi/Sangat baik



2.



28 sampai 35



Tinggi/Baik



3.



20 sampai 27



Rendah/Kurang



4.



Kurang dari 20



Sangat rendah/Sangat kurang



Keterangan: a. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta didik di kelas ybs. b. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. c. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. d. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. e. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20. Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya. Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik. 2.8 KATA KERJA OPERASIONAL RANAH AFEKTIF Dalam penyusunan instrumen penilaian afektif, kita harus menggunakan kata kerja operasional dalam indikatornya. Ini dilakukan (sama seperti instrumen penilaian kognitif dan psikomotor) agar indikator dapat diamati / terukur. Menurut taksonomi Bloom, ada 5 tingkatan ranah afektif yaitu: (1) A1 – menerima; (2) A2 – menanggapi; (3) A3- menilai; (4) A4 – mengelola; dan (5) A5 – menghayati. Berikut ini disajikan contoh-contoh kata kerja operasional untuk kelima tingkatan dalam ranah afektif.







A1 – Menerima Contoh kata kerja operasional: Memilih







Memberi







Mempertanyakan







Mengikuti







Mematuhi







Meminati







Menganut



     







A2 – Menanggapi Contoh kata kerja operasional: Menjawab Membantu Mengajukan Mengkompromikan Menyenangi Menyambut Mendukung Menyetujui Menampilkan Melaporkan







Memilah











Mengatakan







        



    



A3 – Menilai Contoh kata kerja operasional: Mengasumsikan Meyakini Melengkapi Meyakinkan Memperjelas







        



       



Memprakarsai Mengimani Mengundang Menggabungkan Memperjelas Mengusulkan Menyumbang A4 – Mengelola Contoh kata kerja operasional: Menganut Mengubah Menata Mengklasifikasikan Mengkombinasikan Mempertahankan Membangun Memadukan Mengelola Menegosiasikan Merembukkan A5 – Menghayati Contoh kata kerja operasional: Mengubah perilaku Berakhlak muliaMempengaruhi Mendengarkan Mengkualifikasi Melayani Menunjukkan Membuktikan Memecahkan



2.9 METODE PENILAIAN AFEKTIF Terdapat empat tipe penilaian yang relevan untuk menilai afektif yaitu metode kertas dan pencil yang bertumpu pada respon terbatas atau essay, penilaian performa, dan penilaian personal komunikasi antar siswa. Dalam kasus ini, pilihan terbatas dan essay digabungkan ke dalam bentuk paper and pencil test karena kedua pilihan test tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk angket (alat mendasar penilaian sikap). Kita dapat menanyakan perasaan siswa melalui angket dan menawarkan rentang respon untuk dipilih, atau bisa memberi siswa pertanyaan terbuka dan meminta respon yang dalam atau luas tentang suatu hal. Jika kita memfokuskan pertanyaan affektif tentang objek tertentu, kita dapat menginterpretasikan respon siswa dalam arah dan intensitas perasaan. Penilaian performan hasil affektif tidak jauh beda dengan penilaian performan untuk pencapaian hasil belajar. Perlu adanya observasi yang sistematik terhadap perilaku siswa dan/atau produk siswa dengan kriteria yang jelas, dan menggambarkan kesimpulan tentang kecenderungan arah dan intensitas perasaannya. Sehingga, observasi dan professional judgemen dan penilaian menjadi dasar pada penilaian performan ini. Penilaian affektif melalui penilaian komunikasi personal dilakukan melalui wawancara baik dengan siswa langsung atau dengan orang-orang yang mengetahui siswa tersebut. Kita memberikan pertanyaan dan membicarakan tentang kecenderungan arah dan intensitas perasaannya. Supaya siswa dapat mengisi angket secara serius adalah dengan cara memberikan pemahaman kepada mereka bahwa mereka akan mempunyai segala sesuatu untuk dibedakan dan tidak ada satupun yang hilang dari diri mereka jika melakukannya dengan kejujuran. Melalui angket itu sendiri, kita harus berusaha untuk memberikan pertanyaan yang relevan tentang pilihan mana yang mungkin dapat dipilih siswa. Kita harus menghindari pertanyaan yang ambigu (bermakna ganda) dan berusaha mencari jawaban mendalam, akurat dan pertanyaan yang komplit. a.



Format Respon Terbatas (Selected Respon) Format ini dapat digunakan untuk mengukur atau menilai affektif seseorang. Gable (1986) menjelaskan bahwa kita dapat menanyakan siswa tentang persetujuannya dengan pernyataan khusus, seberapa penting mereka memilih suatu hal, bagaimana mereka mampu memutuskan seberapa bagus suatu objek yang menarik atau seberapa sering suatu hal terjadi. Contoh: Apakah kita setuju atau tidak setuju dengan pemyataan berikut sebagai pandangan terhadap pembelajaran : Kerja kelompok yang dilaksanakan menolong saya untuk belajar lebih tentang keterampilan kepemimpinan saya: a. Sangat setuju b. Setuju



c. Ragu-ragu d. Tidaksetuju e. Sangat tidak setuju



Atau penilaian interes partisipasi siswa dalam kegiatan yang berlangsung : Apakah anda suka mengerjakan tugas kolaborasi di waktu mendatang? Berapa penting tugas tersebut bagi anda? a. Sangat penting b. Penting c. Tanpa keputuasn d. Tidak penting e. Sangat tidak penting Contoh lain format skala selected response untuk menilai persepsi siswa tentang beberapa objek: Seberapa baik anda menyusun pola pikir anda dalam menyiapkan laporan team anda: a. Luar biasa b. Bagus c. Sedangsaja d. Jelek e. Sangat jelek Beberapa cara untuk menanyakan persepsi frekuensi suatu kejadian tertentu: Seberapa sering anda merasa memahaini dan dapat mengerjakan PR seperti yang telah dutuliskan: a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah Salah satu bentuk paling umum format item angket selected response adalah pertanyannya meminta siswa untuk memilih jawaban diantara pilihan yang kuat. Contoh berikut ditujukan untuk memahami locus of control siswanya: Jika kita mengerjakan tes dengan baik, hal ini secara tipical karena: a. Guru saya mengajar dengan baik b. Keberuntungan saya c. Saya belajar dengan keras Atau Saya gagal mendapat gelar sarjana karena: a. Saya tidak mencoba dengan baik b. Guru saya tidak memperlihatnya kepada kaini bagaimana belajar



Bentuk lain dan pilihan terbatas (selected response ) adalah dengan skala anchor pada masing-masing ujung dengan diantaranya terdapat kutub sifat dan kecenderungan pilihan arah dan intensitas. Berikut adalah contoh angket yang difokuskan pada interes dan motivasi siswa. Gunakan skala yang tersedia di bawah ini untuk menjelaskan perasaan anda tentang keterlibatan (partisipasi) anda di dalam tujuan sekolah seperti berikut: Kimia sangat tertarik sangat termotivasi Sains tertarik sangat termotivasi



sangat tidak tertarik sangat tidak termotivasi sangat tidak tertarik sangat tidak termotivasi



Jika kita fokus pada jenis – jenis penilaian respon terbatas tentang objek yang berhubungan dengan sekolah seperti tertulis di atas, maka siswa dapat memiliki waktu yang realtif mudah untuk menyatakan sikapnya, interesnya, nilai terhadap sekolah, preperance, academic self concept dan rasa sukanya. Lebih jauh lagi, hal tersebut lebih mudah untuk menyimpulkan hasilnya. Untuk melihat kecenderungan perasaan kelompok, dapat dilakukan dengan men-talli jumlah dan persentase siswa yang meinilih masingmasing pilihan respon. b.



Respon Tertulis Jenis lain angket yang dapat ditampilkan adalah jenis angket essay, sehingga responden bebas mengisi sesuai perasaannya secara total. Kita juga boleh menggabungkan beberapa jenis penilaian affektif didalam mengevaluasi pemahaman.



c.



Angket Sangat sering seorang pengembang angket menggabungkan format jenis respon terbatas dengan format jeris open ended. Jika kita mencari komentar responden terhadap suatu masalah, tanyakan hal ini dengan konteks khusus yang jelas. Atau dengan kata lain, jika dasar pertanyaannya kurang jelas bagi kita, jangan ditanyakan. Disarankan untuk menepati janji yang sudah kita sampaikan kepada siswa, jangan sampai dilanggar, kepercayaan siswa perlu dijaga.



d.



Menilai Afektif Melalui Penilaian Kinerja



Dalam suatu pengertian, penggunaan pengamatan dan pendapat sebagai dasar untuk mengevaluasi affektif merupakan praktek yang sama tuanya dengan umat manusia. Pengertian bahwa performans assessment dapat dijadikan sebagai indikator standar dalam membuat kesimpulan ketika kita melihat siswa melakukan sesuatu. Menerapkannya di kelas, misalnya sering disebutkan sebagai fakta dan dan sikap positif, atau kelambatan (tardiness) sebagai bukti ketiadaan nilai atau kurangnya rasa tanggung jawab. Kadang diamati dan direfleksikan dengan interaksi dengan siswa, seperti ketika mereka tampak tidak berusaha atau tidak peduli, dan kita menyimpulkan bahwa mereka meiniliki motivasi dan kepercayaan akademik yang rendah. Dalam beberapa masalah kesimpulan ini mungkin benar, tapi juga dapat salah. Akibatnya bagaimana jika pengamatan kita menyebabkan kita salah dalam menarik kesimpulan? Bagaimana mengurangi resiko kesalahan tersebut, karena sangat dimungkinkan bahwa kelemahan siswa berkaitan dengan beberapa faktor di luar kendali siswa, atau rendahnya motivasi bukan karena rendahnya kepercayaan diri tapi indikator yang tidak jelas bagi siswa untuk menyelesaikan tugasnya? Jika kesimpulan kita salah, kita mungkin dapat membuat perencanaan yang baik dan bisa mendapatkan tanggapan yang sebelumnya tidak diperoleh. Ketika kita berusaha membuat gambaran atau kesimpulan tentang sikap siswa, nilainilai, minat, dan semacamnya, sering direfleksikan kelemahan kita dalam prinsip dasar penilaian suara (sound assessment). Fakta dalam pengamatan dan pengambilan keputusan tidak dapat merubahnya karena perubahan hasil secara alamiah. Target yang tidak jelas, menyebabkan pemilihan metode yang salah, sehingga gagal dalam pelaksanaan dan pengendalian penyimpangan dalam kesalahan penilaian yang mendorong pada kesimpulan yang salah tentang prestasi. Ketentuan dan fakta untuk sound assessment tidak pernah dapat diatasi. Karena alasan ini, perlu dikembangkan performans assessmen untuk afektif dengan bentuk dan desain dasar yang sama dengan yang digunakan dalam performans assessment untuk prestasi. Kita menetapkan performans apa yang akan dievaluasi, metode dan konteks apa yang digunakan, dan apa yang digunakan untuk merekam dan menyimpan hasil. ini tidak berarti pertimbangan dan pengamatan secara spontan tentang afektif tak dapat diterima. Tetapi penilai harus tetap waspada karena bisa terjadi banyak peyimpangan dalam penilaian spontan tersebut. Kesadaran untuk memberikan pelayanan harus membuat kita berhati-hati dalam melakukan penilaian afektif.



BAB III PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR 3.1 PENGERTIAN PSIKOMOTOR Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan



belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik. Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor. 3.2 PEMBELAJARAN PSIKOMOTOR Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan. Oleh karena ada perbedaan titik berat



tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi pembelajarannya juga berbeda. Menurut Mills (1977), pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih melalui praktik secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau otomatis dilakukan. Sementara itu Goetz (1981) dalam penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang dilakukan berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran keterampilan. Lebih lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa pengulangan saja tidak cukup menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun diperlukan umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan. Sekali berkembang maka kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang. Sementara itu, Gagne (1977) berpendapat bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk kondisi eksternal dapat dilakukan dengan (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d) praktik, dan (e) umpan balik. Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills (1977) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik. Edwardes (1981) menjelaskan bahwa proses pembelajaran praktik mencakup tiga tahap, yaitu (a) penyajian dari pendidik, (b) kegiatan praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil kerja peserta didik. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi kunci adalah kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh, dalam memukul bola, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik menempatkan bola pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit namun hasilnya optimal. Contoh lain, dalam mengendorkan mur dari bautnya, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik memegang kunci pas secara tepat yakni di ujung kunci. Dengan cara ini tenaga yang dikeluarkan untuk mengendorkan mur jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengendoran mur dengan cara memegang kunci pas yang tidak tepat. Dalam proses pembelajaran keterampilan, keselamatan kerja tidak boleh dikesampingkan, baik bagi peserta didik, bahan, maupun alat. Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran psikomotor. Guru harus menjelaskan keselamatan kerja kepada peserta didik dengan sejelas-jelasnya. Oleh karena kompetensi kunci dan keselamatan kerja merupakan dua hal



penting dalam pembelajaran keterampilan, maka dalam penilaian kedua hal itu harus mendapatkan porsi yang tinggi. 3.3 PENILAIAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. 3.4 JENIS PERANGKAT PENILAIAN PSIKOMOTOR Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa lembar observasi atau portofolio. Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang diamati. Lembar observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai unjuk kerja peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan kemampuan peserta didik dapat diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu. 3.5 KONSTRUKSI INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi 2 kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator atau lebih, dan setiap



indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator untuk soal psikomotor dapat mencakup lebih dari satu kata kerja operasional. Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal ranah psikomotor perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa observasi atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) hasil. 3.6 PENYUSUNAN RANCANGAN PENILAIAN Sebaiknya guru merancang secara tertulis sistem penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan penilaian ini sifatnya terbuka, sehingga peserta didik, guru lain, dan kepala sekolah dapat melihatmya. Langkah-langkah penulisan rancangan penilaian adalah: 1. Mencermati silabus yang sudah ada 2. Menyusun rancangan sistem penilaian berdasarkan silabus yang telah disusun Selanjutnya, rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta didik pada awal semester. Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan guru semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip – prinsip penilaian. 3.7 PENYUSUNAN KISI-KISI Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisikisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Contoh kisi-kisi soal ranah psikomotor adalah sebagai berikut. Contoh Kisi-Kisi Penilaian Jenis Sekolah Mata Pelajaran Jenis Tagihan Jumlah Soal/Waktu



: Sekolah Menengah Atas (SMA) : Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan : Ulangan Harian : 1/30 menit



Standar Kompetensi : Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga dalam bentuk sederhana dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.



Kompetensi Dasar



Mempraktikkan keterampilan atletik dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, dan percaya diri



Kelas / Sem



Materi Pembelajara n



X/1



Lari cepat 100 meter



Indikator



Mendemonstrasikan lari cepat dengan teknik yang benar



Bentuk soal



Nomor soal



Tes perbuatan



3.8 PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan pedoman penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut. a) Penyusunan soal Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal ranah psikomotor adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Soal harus dijabarkan dari indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran. Pada contoh kisi-kisi di atas, dapat dibuat soal sebagai berikut: ”Demonstrasikan/lakukan lari cepat 100 meter dengan teknik yang benar. Perhatikan posisi mulai, teknik mulai, teknik lari, dan teknik memasuki garis finish”. Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah semester dan akhir semester yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator. b) Pedoman penskoran Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja ini selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi atau skal penilaiannya sebagai berikut. 1. Mencermati soal (dalam hal ini lari cepat 100 m) 2. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci dalam lari 100 m; dalam hal ini aspek–aspek keterampilan kunci itu adalah : (1) posisi mulai (starting position), (2) teknik mulai (starting action), (3) teknik lari (sprinting action), dan (4) teknik memasuki garis finish (finishing action). 3. Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci (dalam hal ini aspek keterampilan kunci posisi mulai/starting position dirinci menjadi aspek keterampilan memposisikan kaki, tangan, badan, pandangan mata, dan posisi tungkai pada saat aba-aba “siap”). 4. Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik, apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian 5. Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk pertanyaan/ pernyataan ke dalam tabel



1



6. Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat 7. Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain. Langkah (f) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki validitas isi tinggi, sedangkan langkah (g) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki reliabilitas tinggi. 3.9 PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR Tidak jauh berbeda dengan penilaian ranah kognitif, penilaian ranah psikomotor juga dimulai dengan pengukuran hasil belajar peserta didik. Perbedaan di antara keduanya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau tes perbuatan. 1. Kriteria (Rubrics) Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik. Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya karena kriteria penilaiannya jelas. Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal 5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan hakikat kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada lembar skala penilaian sebagai berikut. Berilah centang () di bawah skor 5 bila Anda anggap cara melakukan aspek keterampilan sangat tepat, skor 4 bila tepat, 3 bila agak tepat, 2 bila tidak tepat, dan skor 1 bila sangat tidak tepat untuk setiap aspek keterampilan di bawah ini!  kriteria (rubrik) Nomor Aspek Keterampilan Butir Starting Position 01 Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di depan ujung kaki lainnya 02 Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari agak rapat mengarah ke samping luar. 03 Waktu jonkok posisi punggung segaris dengan kepala



5



4



Skor 3 2



1



04



Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis start 05 Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120° Starting Action 06 ……………………………………………… 07 ……………………………………………… 08. ……………………………………………… 09. ……………………………………………… 10 ……………………………………………… Tampak dalam skala penilaian di atas bahwa penilai harus bekerja keras untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat tepat sehingga harus diberi skor 5, atau agak tepat sehingga skornya 3. Oleh karena itu, dalam menggunakan skala penilaian ini harus dilakukan secermat mungkin agar skor yang didapat menunjukkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sedikit berbeda dengan skala penilaian, skor yang ada di lembar daftar periksa observasi tidak banyak bervariasi, biasanya hanya dua pilihan, yaitu: ada atau “ya” dengan skor 1 dan “tidak” dengan skor 0. Kriteria (rubrik) dan penggunaannya pada datar periksa observasi dapat dilihat pada contoh berikut. Berilah centang (√) di bawah kata “ya” bila aspek keterampilan yang dinyatakan itu muncul dan benar, dan berilah centang di bawah kata “tidak” bila aspek keterampilan itu muncul tetapi tidak benar atau aspek itu tidak muncul sama sekali. Kata “ya” diberi skor 1, dan kata “tidak” diberi skor 0.  kriteria (rubrik) Nomor Aspek keterampilan Butir Starting Position 01 Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di depan ujung kaki lainnya 02 Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari agak rapat mengarah ke samping luar. 03 Waktu jonkok posisi punggung segaris dengan kepala 04 Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis start 05 Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120° Starting action 06 …………………………………… 07 …………………………………… 2. Penskoran dan Interpretasi Hasil Penilaian



Jawaban Ya Tidak



Hal pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan penskoran adalah ada atau tidak adanya perbedaan bobot tiap-tiap aspek keterampilan yang ada dalam skala penilaian atau daftar periksa observasi. Apabila tidak ada perbedaan bobot maka penskorannya lebih mudah. Skor akhir sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir penilaian. Selanjutnya untuk menginterpretasikan, hasil yang dicapai dibandingkan dengan acuan atau kriteria. Oleh karena pembelajaran ini menggunakan pendekatan belajar tuntas dan berbasis kompetensi maka acuan yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil penilaian kinerja dan hasil kerja peserta didik adalah acuan kriteria. Untuk contoh lembar penilaian “Lari cepat 100 meter” yang butirnya ada 20 dengan rentang skor tiap butir 1 sampai dengan 5, maka skor minimalnya 20 dan skor maksimalnya 100. Ini berarti bahwa peserta didik yang mendapat skor 20 diartikan gagal total, sedangkan peserta didik yang mendapat skor 100 diartikan berhasil secara sempurna. Sebagai contoh perhatikan tabel dan penjelasan berikut.



NO



SKOR HASIL PENILAIAN



PERNYATAAN 5



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Starting Position Posisi lutut waktu jongkok Posisi tangan waktu jongkok Posisi punggung waktu jongkok Pandangan mata saat start Posisi tungkai saat aba-aba siap Starting action Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai Kecepatan gerakan kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan Jangkauan ayunan dan ketinggian kaki kanan Posisi lutut saat kaki kanan mendarat di tanah Sprinting action Keadaan lutut kaki belakang saat menolak ke depan Keadaan telapak kaki saat kaki depan menapak ke tanah Sumber ayunan lengan saat lari Posisi siku saat lari Posisi badan saat lari Finishing Action Gerakan kaki saat masuk finish Pandangan mata saat masuk finish Kecepatan saat masuk finish Posisi badan saat masuk finish Kecepatan lari setelah masuk finish JUMLAH



4



3



2



1



X



2 3 4 2 3



X X X X X



4 5



X X X



1



X



2 3



X



3 X



X X X X X X X X



SKOR BUTI R



2 3 5 5 4 4 4 3 5 67



Apabila ditetapkan batas kelulusan 75% dari skor maksimal maka peserta didik yang mendapat skor 75 ke atas dikatakan lulus sedangkan peserta didik yang mendapat skor kurang dari 75 diharuskan mengikuti program remedial. Dalam contoh ini, karena skor yang dicapai peserta didik adalah 67, maka peserta didik itu masih perlu remedi. Apabila tiap-tiap aspek keterampilan tidak sama bobotnya, maka skor akhir yang dicapai peserta didik sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir yang sudah ditentukan bobotnya. Skor tiap-tiap butir sama dengan skor yang dicapai dibagi banyaknya pilihan jawaban kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing butir. Pada contoh lembar penilaian “Lari cepat 100 meter” dengan bobot untuk kelompok starting position = 25%, starting action = 25%, sprinting action = 30%, dan kelompok



finishing action 20% dari skor maksimal, bobot tiap-tiap butir sama dengan bobot kelompok itu dibagi dengan jumlah butir, jadi bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting position adalah 5%, starting action = 5%, sprinting action = 6%, dan finishing action 4% dari skor maksimal. Oleh karena skor maksimalnya 100 maka bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting position adalah 5, starting action = 5, sprinting action = 6, dan finishing action 4. Dengan demikian, skor tiap-tiap butir yang sudah ditentukan bobotnya sama dengan skor butir sebelum ditentukan bobotnya dibagi banyaknya pilihan jawaban dikalikan bobot tiap-tiap butir. Misal: untuk butir nomor 1 dari contoh di atas, skor butir yang sudah ditentukan bobotnya = (2/5) x 5 = 2. Secara lengkap, untuk contoh di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut.



Skor butir



skor perolehan skor maksimal x bobot



NO



SKOR HASIL PENILAIAN



PERNYATAAN 5



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Starting Position (bobot 25%) Posisi lutut waktu jongkok Posisi tangan waktu jongkok Posisi punggung waktu jongkok Pandangan mata saat start Posisi tungkai saat aba-aba siap Starting action (bobot 25%) Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai Kecepatan gerakan kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan Jangkauan ayunan dan ketinggian kaki kanan Posisi lutut saat kaki kanan mendarat di tanah Sprinting action (bobot 30%) Keadaan lutut kaki belakang saat menolak ke depan Keadaan telapak kaki saat kaki depan menapak ke tanah Sumber ayunan lengan saat lari Posisi siku saat lari Posisi badan saat lari Finishing Action (bobot 20%) Gerakan kaki saat masuk finish Pandangan mata saat masuk finish Kecepatan saat masuk finish Posisi badan saat masuk finish Kecepatan pelari setelah masuk finish JUMLAH



4



3



2



1



X



2 3 4 2 3



X X X X X



4 5



X X X



1



X



2 3



X



3,6 X



X X X X X X X X



SKOR BUTI R



2,4 3,6 6 6 3,2 3,2 3,2 2,2 4 67,6



Ternyata ada perbedaan sedikit antara jumlah skor yang menggunakan bobot dan jumlah skor yang tidak menggunakan bobot. Jumlah skor setelah memperhatikan bobot adalah 67,6. Selanjutnya, apabila batas kelulusan itu 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum lulus. Daftar periksa observasi yang bobot tiap-tiap aspek keterampilannya sama, penskorannya lebih mudah. Untuk contoh daftar periksa observasi “Lari cepat 100 meter” yang butirnya 20 dengan skor tiap-tiap butir 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban “tidak” maka skor minimalnya 0 dan skor maksimalnya 20. Ini berarti bahwa peserta didik yang mendapat skor 0 diartikan gagal total, sedangkan peserta didik yang mendapat skor 20 diartikan berhasil secara sempurna.



Khusus untuk contoh di atas, apabila rentang skor yang digunakan 0 sampai dengan 100 maka skor akhir yang diperoleh peserta didik dikalikan dengan 5, yaitu angka konversi dari skor maksimal 20 menjadi skor maksimal 100. Sebagai contoh perhatikan penjelasan berikut.



No 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Aspek Keterampilan Starting Position Posisi lutut waktu jongkok Posisi tangan waktu jongkok Posisi punggung waktu jongkok Pandangan mata saat start Posisi tungkai saat aba-aba siap Starting action Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai Kecepatan gerakan kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan Jangkauan ayunan dan ketinggian kaki kanan Posisi lutut saat kaki kanan mendarat di tanah Sprinting action Keadaan lutut kaki belakang saat menolak ke depan Keadaan telapak kaki saat kaki depan menapak ke tanah Sumber ayunan lengan saat lari Posisi siku saat lari Posisi badan saat lari Finishing Action Gerakan kaki saat masuk finish Pandangan mata saat masuk finish Kecepatan saat masuk finish Posisi badan saat masuk finish Kecepatan pelari setelah masuk finish JUMLAH



Hasil Observasi Ya Tidak X X X X X X



0 1 1 1 1



X



1 0



X



0 1 1



X X X X X X X X X X X X



Skor Butir



0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 13



Jumlah skor hasil pengamatan = 13. Jika digunakan rentang skor 0 sampai dengan 100, maka skor yang diperoleh peserta didik itu adalah 13 x 5 = 65. Selanjutnya, apabila batas kelulusan 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum lulus. Sedikit berbeda apabila tiap-tiap aspek keterampilan itu tidak sama bobotnya. Skor akhir yang dicapai peserta didik sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir yang sudah ditentukan bobotnya, sedangkan skor tiap-tiap butir yang sudah ditentukan bobotnya sama



dengan skor tiap-tiap butir yang belum ditentukan bobotnya dikalikan dengan bobot masing-masing butir. Untuk contoh daftar periksa observasi “Lari cepat 100 meter” dengan bobot starting position = 25%, starting action = 25%, sprinting action = 30%, dan finishing action 20% dari skor maksimal, bobot tiap-tiap butir sama dengan bobot kelompok itu dibagi dengan jumlah butir, sehingga bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting position adalah 5%, starting action = 5%, sprinting action = 6%, dan finishing action 4% dari skor maksimal. Oleh karena skor maksimalnya sama dengan 20 maka bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting position adalah 1 (yaitu : 5/100 x 20 = 1), starting action = 1, sprinting action = 1,2, dan finishing action 0,8. Untuk jelasnya perhatikan penjelasan berikut.



No 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Aspek Keterampilan Starting Position Posisi lutut waktu jongkok Posisi tangan waktu jongkok Posisi punggung waktu jongkok Pandangan mata saat start Posisi tungkai saat aba-aba siap Starting action Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai Kecepatan gerakan kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan Jangkauan ayunan dan ketinggian kaki kanan Posisi lutut saat kaki kanan mendarat di tanah Sprinting action Keadaan lutut kaki belakang saat menolak ke depan Keadaan telapak kaki saat kaki depan menapak ke tanah Sumber ayunan lengan saat lari Posisi siku saat lari Posisi badan saat lari Finishing Action Gerakan kaki saat masuk finish Pandangan mata saat masuk finish Kecepatan saat masuk finish Posisi badan saat masuk finish Kecepatan pelari setelah masuk finish JUMLAH



Hasil Observasi Ya Tidak X X X X X X



0 1 1 1 1



X



1 0



X



0



X X



1 1 X



X



0 1,2



X X X X X X X X



Skor Butir



0 1,2 1,2 0 0,8 0 0,8 0,8 13



Ternyata jumlah skor setelah memperhitungkan bobot juga = 13. Bila digunakan rentang skor 0 sampai dengan 100, maka skor yang diperoleh peserta didik itu adalah 13 x 5 = 65. Selanjutnya, apabila batas kelulusan 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum lulus. Setelah skor tiap-tiap peserta didik diperoleh, langkah selanjutnya adalah menghitung peserta didik yang telah lulus dan peserta didik yang belum lulus, kemudian dibuat persentase, misal: sekitar 70 % peserta didik sudah lulus dalam ujian “lari 100 meter”. Batas kelulusan 75 dapat dipenuhi secara bertahap. Misalkan, untuk tahun ini batas kelulusan ditetapkan 65, harus ada usaha untuk menaikkan batas kelulusan dari tahun ke tahun sehingga mencapai angka 75. 3. Analisis Hasil Penilaian Penilaian yang diselenggarakan oleh pendidik mempunyai banyak kegunaan, baik bagi peserta didik, satuan pendidikan, ataupun bagi pendidik sendiri. Secara rinci dapat dijelaskan manfaat penilaian, yaitu:  Mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke Kompetensi Dasar.  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik.  Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.  Mendorong peserta didik belajar/berlatih.  Mendorong pendidik untuk mengajar dan mendidik lebih baik.  Mengetahui keberhasilan satuan pendidikan dan mendorongnya untuk berkarya lebih terfokus dan terarah. Untuk mendapatkan manfaat seperti yang telah dijelaskan di atas maka perlu dilakukan analisis terhadap hasil tes/penilaian yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang dapat menunjukkan kompetensi dasar, indikator, atau aspek keterampilan mana yang belum dikuasai oleh peserta didik. Selanjutnya, aspek keterampilan yang belum dikuasai itu dituliskan dalam kolom keterangan. Contoh analisis hasil tes dapat dilihat pada tabel berikut. Contoh tabel analisis hasil tes Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas (SMA) Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah raga, dan Kesehatan Kelas/Semester : X/I Jenis ujian : Ulangan Harian Nama Peserta didik : Badar



Kompetensi Dasar



Jumlah Jumlah Persentase butir butir keber- Penguasaan yang yang hasilan diujikan betul



Mempraktikkan keterampilan bermain salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, dan percaya diri



20



12



60



BL*)



Keterangan Menguasai aspek keterampilan dalam menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dan punggung kaki, tetapi belum menguasai aspek keterampilan menendang bola menggunakan kaki bagian luar dengan teknik yang benar.



*) BL = Belum Lulus Berdasar tabel diatas, tampak bahwa Badar sudah menguasai aspek keterampilan dalam menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dan punggung kaki, tetapi belum menguasai aspek keterampilan menendang bola menggunakan kaki bagian luar dengan teknik yang benar. Dengan demikian, guru mengetahui dengan persis aspek keterampilan apa yang belum dikuasai oleh Badar. Berdasarkan hasil analisis inilah guru memberikan bantuan untuk perbaikan prestasi belajarnya melalui program remedi. Hal yang harus diperhatikan adalah peserta didik yang mengikuti remedi harus diberi bantuan/layanan untuk memperbaiki penguasaan aspek keterampilan yang belum dikuasainya. Tidak hanya diuji ulang, tetapi juga harus berlatih kembali untuk dapat mencapai kompetensi psikomotor yang ditetapkan.



4.



Laporan Hasil Penilaian Hasil belajar peserta didik mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu laporan hasil belajar peserta didik juga harus mencakup ketiga ranah tersebut. Informasi ranah afektif dapat diperoleh melalui kuesioner atau pengamatan yang sistematik. Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran, sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Jadi tidak semua mata pelajaran memiliki nilai untuk ranah psikomotor. Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya



sama, sehingga kemampuan kedua orang ini tampak sama walau sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada informasi penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu. Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus melakukan kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena itu, laporan hasil belajar harus dinyatakan dalam tiga ranah tersebut. Laporan hasil belajar peserta didik untuk setiap akhir semester berupa rapor yang disampaikan kepada orang tua peserta didik. Untuk meningkatkan akuntabilitas satuan pendidikan, hasil belajar peserta didik dilaporkan kepada dinas pendidikan, dan sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat. Laporan ini dapat berupa laporan perkembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan di tempat pengumuman sekolah.



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. 2. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. 3. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu : 



Sikap : suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek.







Minat : kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.







Konsep diri : evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.







Nilai : suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.







Moral : berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.



4. Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal: (1) skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa); (3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis. 5.            6.



Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu: Menentukan spesifikasi instrumen Menulis instrumen Menentukan skala instrumen Menentukan pedoman penskoran Menelaah instrumen Merakit instrumen Melakukan ujicoba Menganalisis hasil ujicoba Memperbaiki instrumen Melaksanakan pengukuran Menafsirkan hasil pengukuran Terdapat empat tipe penilaian yang relevan untuk menilai afektif yaitu metode kertas dan pencil yang bertumpu pada respon terbatas atau essay, penilaian performa, dan penilaian personal komunikasi antar siswa. 7. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. 8. Hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang kompleks. 9. Penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu



peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. 10. Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa lembar observasi atau portofolio. 11. Manfaat penilaian, yaitu:  Mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke Kompetensi Dasar.  Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik.  Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik.  Mendorong peserta didik belajar/berlatih.  Mendorong pendidik untuk mengajar dan mendidik lebih baik.  Mengetahui keberhasilan satuan pendidikan dan mendorongnya untuk berkarya lebih terfokus dan terarah.



DAFTAR PUSTAKA Haryati, Mimin. 2009. Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press. Joesmana. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Depdikbud. Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Sudrajat,



Akhmad.



2004.



Penilaian



Ranah



Afektif.



http://www.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-afektif. Diakses 15 Januari 2014.



Sumardi.



2011.



Ranah



Penilaian



Kognitif,



Afektif



dan



Psikomotorik.



http://sumardi28.blogspot.com/2011/01/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan psikomotorik.html.Diakses 15 Januari 2014. Uno, Hamzah B, Koni, Sastria 2012. Assessment Pembelajaran. Jakarta : Bumi aksara.



PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Penilaian afektif ada tingkatan belajarnya (1) receiving (2) responding (3) valuing (4) organization (5) characterization , berikan contohnya ! Jawab:  Receiving atau attending (= menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.  Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”, Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk















mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran agama tentang kedisiplinan. Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Organization Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh bapak presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995. Characterization. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menyangkut disiplinan, baik kedisiplinan sekolah, dirumah maupun ditengah-tengan kehidupan masyarakat.



2. Bagaimana menetukan nilai dalam penilaian afektif, apakah menggunakan skala angka ? Jawab: Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1.



3. Rubrik digunakan untuk pilihan ganda,bagaimana cara kerjanya? Jawab: Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal 5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan hakikat kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada lembar skala penilaian sebagai berikut. Berilah centang () di bawah skor 5 bila Anda anggap cara melakukan aspek keterampilan sangat tepat, skor 4 bila tepat, 3 bila agak tepat, 2 bila tidak tepat, dan skor 1 bila sangat tidak tepat untuk setiap aspek keterampilan di bawah ini!  kriteria (rubrik)



Skor Nomor Aspek Keterampilan 5 4 Butir Starting Position 01 Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di depan ujung kaki lainnya 02 Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari agak rapat mengarah ke samping luar. 03 Waktu jonkok posisi punggung segaris dengan kepala 04 Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis start 05 Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120° Starting Action 06 ……………………………………………… 07 ……………………………………………… 08. ……………………………………………… 09. ……………………………………………… 10 ………………………………………………



3



2



1



Tampak dalam skala penilaian di atas bahwa penilai harus bekerja keras untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat tepat sehingga harus diberi skor 5, atau agak tepat sehingga skornya 3. Oleh karena itu, dalam menggunakan skala penilaian ini harus dilakukan secermat mungkin agar skor yang didapat menunjukkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya. Sedikit berbeda dengan skala penilaian, skor yang ada di lembar daftar periksa observasi tidak banyak bervariasi, biasanya hanya dua pilihan, yaitu: ada atau “ya” dengan skor 1 dan “tidak” dengan skor 0. Kriteria (rubrik) dan penggunaannya pada datar periksa observasi dapat dilihat pada contoh berikut. Berilah centang (√) di bawah kata “ya” bila aspek keterampilan yang dinyatakan itu muncul dan benar, dan berilah centang di bawah kata “tidak” bila aspek keterampilan itu muncul tetapi tidak benar atau aspek itu tidak muncul sama sekali. Kata “ya” diberi skor 1, dan kata “tidak” diberi skor 0.  kriteria (rubrik) Jawaban Nomor Aspek keterampilan Ya Tidak Butir Starting Position 01 Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di depan ujung kaki lainnya 02 Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari agak rapat mengarah ke samping luar. 03 Waktu jonkok posisi punggung segaris dengan kepala 04 Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis start



05



Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120° Starting action 06 …………………………………… 07 …………………………………… 4. Bagaiamana cara menilai hasil akhir siswa ( psikomotor,afektif,kognitif) bagaimana hasil akhir agar selaras ? Jawab : Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang ini tampak sama walau sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada informasi penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu. 5. Bagaimana membuat kisi-kisi afektif dan psikomotor? Berikan contohnya. Jawab : Langkah-langkah menentukan kisi-kisi adalah : Menentukan definisi konseptual yang diambil dari buku teks. Selanjutnya ditentukan definisi operasional, yaitu yang bisa diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumiah indikator. Indikator ini merupakan pedoman dalam menulis instrumen, Tiap indikator bisa ditulis dua atau lebih butir instrumen. Definisi konseptual diambil dari teori-teori yang ada dalam buku, sedang definisi operasional dapat dikembangkan oleh tim pembuat instrumen. Selanjutnya definisi operasional dikembangkan menjadi sejumiah indikator. Indikator ini menjadi acuan penulis instrumen. Kisi-Kisi Penilaian Afektif No 1 2 3 4



No Item (+)



Aspek Penerimaan (receiving) Partisipasi (responding) Penentuan sikap (value) Organisasi (organization)



Jumlah



No Item (-)



1



2,4



3



3,6,20



5,7,21



6



8,9



10,11



4



14,16,17,22



15,18,19,23



8



5



Pengembangan pola (value complex) Pembentukan pola Total



13,24,27,29



12,25,26,28,30



9



14



16



30



Kisi-Kisi Penilaian Psikomotorik Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : kimia Teknik Penilaian : Tes praktik Penilaian Pendidik : Ulangan Harian Jumlah Soal/Waktu : 1/30 menit Standar Kompetensi : 2. Mempraktikkan perubahan warna indikator pada larutan Asam Basa. Kompetensi Bahan Materi Indikator soal Bentuk Nomor Dasar kelas/sem pembelajaran soal soal XI / II 1 Mempraktikkan Indikator Peserta didik Unjuk Dan Mengamati asam basa dapat Kerja perubahan – mendemonperubahan warna strasikan indikator pada perubahan larutan Asam warna Basa. indikator pada larutan Asam Basa.