Makalah Perilaku Islami Dokter Muslim [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERILAKU ISLAMI DOKTER MUSLIM SESUAI “FIVE STARS DOCTOR”



OLEH :



RICO NAZA PUTRA 209.121.0052



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016



Pendahuluan Latar Belakang Karaktertstik DokterMuslim Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai kalangan. Menurut Ja'far Khadim Yamani, Ilmu kedokteran dapat dikatakan islami, mempersyaratkannya dengan 9 karakteristik, yaitu: Pertama, dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan al-Quran. Kedua, tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur haram. Ketiga,dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada alternatif lain. Keempat, pengobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid'ah. Kelima, hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai di bidang medis. Keenam, dokter memiliki sifat-sifat terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, takabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya. Ketujuh, harus berpenampilan rapih dan bersih. Kedelapan, lembagalembaga pelayan kesehatan mesti bersifat simpatik Kesembilan, menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambanglambang non-islamis. Dalam kode etik kedokteran (Islamic code of Medical Ethics), yang merupakan Hasil dari First International Conferene on Islamic Medicine yang diselenggarakan pada 6-10 Rabi' alAwwal 1401 H. di Kuwait dan selanjutnya disepakati sebagai kode etik kedokteran Islam, dirumuskan beberapa karakterrstik yang semestinya dimiliki oleh dokter muslim. lsi Kode Etik Kedokteran Islam tersebut terdiri atas duabelas pasal, Rinciannya disebutkan: Pertama, definisi profesi kedokteran. Kedua, ciri-ciri para dokter. Ketiga, hubungan dokter dengan dokter. Keempat, hubungan dokter dengan pasien. Kelima, rahasia profesi. Keenam, peranan dokter di masa perang. Ketujuh, tanggungjawab dan pertanggungjawaban. Kedelapan, kesucian jiwa manusia. Kesembilan, dokter dan masyarakat. Kesepuluh, dokter dan kemajuan biomedis modern. Kesebelas, pendidikan kedokteran. Keduabelas, sumpah dokter. Semua butir di atas, khususnya terhadap diri sendiri juga dengan pasien, antara lain disebutkan bahwa seorang dokter muslim di samping sebagai seorang yang bertakwa juga harus berakhlak mulia, seperti harus bijaksana, ramah, baik hati, pemaaf, pelindung, sabar,



dapat dipercaya, bersikap baik tanpa membedakan tingkat sosial pasien, bersikap tenang, dan menghormati pasien. Secara teologis dokter muslim harus menyadari bahwa soal kematian berada sepenuhnya di tang an Tuhan dan fungsi dokter hanya sebagai penyelamat kehidupan, berfungsi mempertahankan dan memelihara sebaik dan semampu mungkin. Di samping itu, dokter muslim harus dapat menjadi suri tauladan yang baik juga harus prefesional, dengan tetap pada prinsip ilmiah danjujur. Lebih dari itu semua, dokter muslim juga diharuskan memiliki pengetahuan tentang undang-undang, caracara beribadah dan pokok-pokok fikih sehingga dapat menuntun pasien untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Ditekankan pula, dalam keadaan bagaimana pun, dokter muslim harus erusaha menjauhkan diri dari praktek-praktek yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal lain yang disarankan, dokter muslim harus rendah hati, tidak sombong, serta bersikap tercel a lainnya. Dalarn bidang pengetahuan, dokter muslim diharuskan tetap menggali dan mencari pengetahuan agar tidak ketinggalan dalam bidang kemajuan ilmiah, dan upaya itu harus diyakini sebagai bentuk ibadah. Abu al-Fadl merinci karakteristik dokter Islam atas tiga hal. Pertama, percaya akan adanya kematian yang tidak terelakkan seperti banyak ditegaskan dalam al-Quran dan hadits Nabi. Untuk mendukung prinsip ini ia mengutip pernyataan Ibnu Sina yang menyatakan, yang harus diingat bahwa pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan itu tidak bisa mernbantu untuk menghindari kematian maupun membebaskan diri dari , penderitaan lahir. Ia juga tidak memberikan cara-cara untuk ' memperpanjang usia agar hidup selamanya. Dengan pemahaman demikian, tidak berarti dokter muslim menentang teknologi biomedis bila berarti upaya mempertahankan kehidupan dengan memberikan pasien suatu pernapasan at au alat lain yang sejenis. Sebab, berupaya menyelamatkan hidup adalah tugas mulia, siapa yang menyelamatkan hidup seorang manusia, seolah dia menyelamatkan hidup seluruh manusia. Ini sejalan dengan penegasan ayat al-Quran: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seorang manusia semuanya. (QS. Al Maidah 5 : 32)



Kedua, menghormati pasien, diantaranya berbicara dengan baik kepada pasien tidak membocorkan rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan seksual, itulah sebabnya disarankan pasien didampingi orang ketiga. Dokter tidak memberati pasien, dan lain-lain. Ketiga, pasrah kepada Allah sebagai Dzat Penyembuh. Ini tidak berarti membebaskan dokter dari segala upaya diagnosis dan pengobatan. Dengan kepasrahan demikian, maka akan menghindarkan perasaan bersalah jika segala upaya yang dilakukannya mendapatkan kegagalan. Rumusan Masalah 1.



Bagaimana perilaku dokter muslim yang sesuai dengan five stars doctor ? Tujuan



1.



Mengetahui perilaku dokter muslim yang sesuai dengan five stars doctor



Isi



Sifat dan Sikap Dokter Muslim Etika / adab yang harus dimiliki oleh dokter muslim menurut Dr. Zuhair Ahmad al-Sibai dan Dr. Muhammad 'Ali al-Bar dalam karyanya Al-Thabib, Adabuh wa Fiqhuh (Dokter, Etika dan Fikih Kedokteran), antara lain dikemukakan bahwa dokter muslim harus berkeyakinan atas kehormatan profesi, menjernihkan nafsu, labih mendalami ilmu yang dikuasainya, menggunakan metode ilmiah dalam berfikir, kasih sayang, benar dan jujur, rendah hati, bersahaja dan mawas diri. 1. Berkeyakinan atas Kehormatan Profesi. 2. Berusaha Menjernihkan Jiwa. 3. Lebih Mendalami Ilmu yang Dikuasainya. 4. Menggunakan Metode Ilmiah dalam Berfikir. 5. Memiliki Rasa Cinta Kasih. 6. Keharusan Bersikap Benar dan Jujur. 7. Berendah Hati (Tawadhu'). 8. Keadilan dan Keseimbangan. 9. Mawas Diri. 10. Ikhlas, Penyantun, Ramah, Sabar dan Tenang.



Sebagai suatu pendidikan profesi, pendidikan kedokteran diharapkan dapat menghasilkan dokter yang menguasai teori-praktik kedokteran beserta perilaku dan etika yang mulia. Saat upacara wisuda, semua calon dokter harus mengucapkan sumpah dokter



disaksikan



oleh



dekan,



Direktur



Rumah



Sakit,



Kepala



Kantor



Wilayah Departemen Kesehatan, para dosen dan anggota keluarga. Dalam mengikrarkan sumpah yang didampingi oleh para pemuka agama, calon dokter berjanji akan mengamalkan Kode Etik Kedokteran. Dengan adanya hal tersebut diharapkan kelak para calon dokter akan menjadi dokter yang beretika mulia, bertanggungjawab dan taat pada hukum yang berlaku.



Etika bagi para dokter Muslim Dalam etika kedokteran Islam, tercantum nilai-nilai Alquran dan Hadits yang merupakan sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia akhirat. Etika kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekannya. Berikut ini dibahas mengenai etika seorang Dokter muslim terhadap sang Pencipta, terhadap pasien, dan terhadap sejawatnya:



1. Etika Dokter Muslim terhadap sang Pencipta Seorang dokter muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa diiringi ridha Allah SAW. Adapun contoh etika terhadap sang Pencipta disebutkan bahwa: 



Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam bidang kesehatan dan kedokteran.







Melaksanakan profesinya hanya karena Allah.







Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah hak Allah.







Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.



2. Etika Dokter Muslim terhadap pasien:



Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan antarmanusia dan manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya. Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter Muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya. Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa seorang dokter muslim wajib: 



Memperlihatkan



jenis



penyakit,



sebab



musabab



timbulnya



penyakit, kekuatan tubuh orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di mana ia sakit, daya penyembuhan obat itu. 



Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.







Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna, mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku lemah lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.



3. Etika Dokter Muslim terhadap Sejawatnya: Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah kawan-kawan seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibawah panji perikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan mereka menempatkan para dokter pada suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan tolong-menolong yang senantiasa perlu dipertahankan dan dikembangkan. Mengenai etika yang bagi Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu: 



Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup



dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada teman sejawat yang berdekatan. 



Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuanpertemuan yang diadakan.







Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik, seminar, workshop, bila ada kesempatan. Sehingga dapat dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedokteran.



Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah: 



Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial yang ditunjukkan kepada masyarakat.







Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan profesional.







Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus percaya diri.







Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun temurun dari buku-buku masih jauh memadai.







Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari ketentuanketentuan agama.







Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien miskin.







Seorang dokter muslim harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak membuang waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan yang menyebabkan lupa kepada Allah SWT.







Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara.







Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter.



Istilah Arab untuk menyebut dokter adalah hakim, salah satu nama Allah yang berarti orang yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan. Kasus yang menyangkut etika dokter muslim dalam praktek. Kesalehan seorang dokter ditekankan oleh kalangan pengobatan Yunani, sebagaimana seorang dokter dianggap sebagai penjaga tubuh dan jiwa. Ihwal etika medis



dalam islam, seperti halnya etika secara umum, terdapat dua pengaruh langsung, yaitu dari bangsa Yunani dan Iran.



Etika pasien terhadap dokter Menurut pendapat Abu Bakar Al-Razi, baik pasien maupun dokter harus memenuhi etika. Beliau menganjurkan pasien agar mengikuti dangan ketat perintah dokter, menghormati dokter, dan menganggap dokter sebagai sahabat terbaiknya. Pasien harus berhubungan langsung dengan dokter dan tidak boleh merahasiakan penyakit yang dideritanya. Tentu akan lebih baik jika orang meminta nasihat dokter tentang cara menjaga kesehatan sebelum membutuhkan pengobatan. Bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan merupakan sebuah prinsip yang dianjurkan oleh semua dokter.



Kode etik islam bidang kedokteran Kode etik islam untuk bidang kedokteran akan segera diberlakukan. Hal ini telah dibahas melalui Konferensi ke-8 Organisasi Ilmu Kedokteran Islam, yang berlangsung di Kairo, Mesir. Konferensi ini ditutup dengan disetujuinya draft pedoman etika ilmu kedokteran internasional pertama yang berbasis pada perspektif Islam. Draft yang berjudul ‘Kode etik Islam bidang kedokteran dan kesehatan’ tersebut, materinya akan disempurnakan, diedit dan akan diterbitkan oleh Organisasi Ilmu Kedokteran Islam (IOMS). Ide untuk menerbitkan kode etik Islam di bidang kedokteran ini muncul sejak tahun 1981, ketika IOMS berinisiatif untuk mengadaptasi dokumen tentang etika kedokteran Islam hasil dari konferensi di Kuwait. Dokumen itu antara lain menyebutkan, ‘Manusia harus diperlakukan seperti apa yang digariskan Tuhan di mana Dia menetapkan bahwa umatnya sebagai khalifahNya di bumi.’ Konferensi yang dimulai tanggal 11 Desember 2004, diselenggarakan oleh IOMS bekerjasama dengan Organisasi Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Islam (ISESCO), Dewan Organisasi Internasional Ilmu Kedokteran (CIOMS), Ajman University Network dan Organisasi Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan PBB (UNESCO). Konferensi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti Syeh Yusuf Alqardawi dan Haytham Al-Khayat. Dalam acara penutupan, para peserta konferensi telah



menyepakati 14 rekomendasi untuk mengembangkan dan memungkinkan kode etik Islam bidang kedokteran itu diberlakukan. Menteri-menteri pendidikan, rektor di sekolah-sekolah kedokteran di negara Arab dan negara Islam diminta untuk mulai memasukkan dan mengenalkan kode etik dalam kurikulum pendidikannya. Usulan lainnya yang muncul adalah mensosialisasikan kode etik yang baru ini melalui situs-situs milik lembaga kedokteran dan kesehatan. Kode etik islam bidang kedokteran ini bukan hanya untuk kalangan kedokteran profesional, tapi juga untuk keluarga dan masyarakat pada umumnya, seperti diungkapkan oleh Dr. Mu’men S. Hadidi, Kepala Institut Nasional Kedokteran Forensik dari Yordania. Setelah konferensi ini, kantor WHO wilayah Mediterania Timur akan bekerja sama dengan menteri-menteri kesehatan di wilayah itu akan membentuk komite ad hoc yang akan menindaklanjuti penyusunan kode etik tersebut. Sebelumnya, IOMS akan merancang sebuah workshop untuk menggali masukan bagaimana kode etik ini nantinya akan bermanfaat dan menyebarluaskannya ke seluruh kalangan profesional di dunia kesehatan. Dalam pidatonya, Ketua IOMS, Dr. Abd Al-Rahman El-Awady mengusulkan adanya penggalangan dana dari kalangan Muslim untuk membiayai riset-riset di bidang kesehatan di negara-negara Islam. Sementara itu, Kepala Ajman University Network, Dr. Saed Salman, mengusulkan diselenggarakannya konferensi yang membahas masalah etika yang berkaitan dengan industri farmasi dan riset tentang obat-obatan. Konferensi ke-8 IOMS juga membahas tentang hubungan antara dokter dan pasiennya termasuk soal praktek kedokteran, kewajiban dan tanggung jawabnya, serta masalah riset di bidang biomedis yang melibatkan bagian tubuh manusia. Para dokter dan ilmuwan dalam konferensi itu juga membahas isu-isu sensitif seperti soal bayi tabung, euthanasia dan rekayasa jenis kelamin bayi.



Pembahasan



Dalam tatanan dunia yang semakin kompleks -dalam bidang kedokteran- seorang dokter muslim dituntut menjadi sosok dokter yang ideal sesuai konsep yang dicanangkan oleh WHO dimana seorang dokter harus memiliki konsep “Five Star Doctor”. Berikut Five Star Doctor, menurut dr. Charles Boelen WHO, Swedia: 1. Care Provider Seorang perawatan



dokter



individu,



muslim



seorang



diharapkan “five



stars



mampu doctor”



menyediakan harus



mampu



memperhitungkan kebutuhan total seorang pasien, baik kebutuhan fisik, kebutuhan mental, maupun kebutuhan sosial, dengan kata lain cara pandang secara holistik. Seorang dokter muslim harus memastikan bahwa berbagai pengobatan kuratif, preventif, rehabilitatif akan dibagikan dengan



cara



yang



berkesinambungan.



Selain



saling itu



melengkapi, seorang



dokter



terintegritas, muslim



pun



dan harus



memastikan bahwa pengobatan yang diberikan adalah bermutu atau berkualitas tertinggi, menyeluruh, berkelanjutan dan perawatan individual berjangka panjang berdasarkan kepercayaan yang diberikan pasien. 2. Decision Maker Seorang dokter muslim diharapkan mampu menjadi penentu keputusan.



Dalam



transparasi



“five



star



doctor”



akan



mengambil



keputusan sesuai dengan teknologi yang tersedia, dimana keputusan tersebut



dapat



dibenarkan



dalam



hal



efikasi



dan



biaya



(cost



effectiveness). Keputusan yang diambil berdasarkan berbagai sudut



pandang misalnya dari berbagai macam cara yang mungkin untuk mengobati kondisi kesehatan yang diberikan, diambillah salah satu yang tampaknya paling sesuai dalam situasi saat itu. Sebagai pengeluaran regards, sumber daya terbatas yang tersedia untuk kesehatan harus dibagi secara adil untuk kepentingan setiap individu dalam masyarakat. Keputusan yang diambil tersebut diambil dengan tidak mengabaikan atau melupakan mutu pelayanan yang diberikan. 3. Communicator Seorang dokter muslim diharapkan mampu menjadi komunikator yang baik, dimana ia diharapkan untuk mampu memperbaiki gaya hidup sehat melalui pendidikan kesehatan dan advokasi yang efektif, sehingga bisa memberdayakan setiap individu dan kelompok untuk secara mandiri meningkatkan dan melindungi kesehatannya. Adanya keterlibatan individu dalam melindungi dan memulihkan kesehatannya itu sendiri bersifat sangat penting karena paparan risiko kesehatan sangat dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Para dokter muslim juga harus menjadi seorang komunikator yang sangat baik dalam rangka memberikan pemahaman bahwasannya setiap penyakit itu ada obatnya dan apabila sudah sembuh dari penyakitnya, maka itu dari Allah semata. Seorang dokter hanya perantara saja. 4. Community Leader Seorang dokter muslim diharapkan mampu menjadi pemimpin dalam komunitas atau masyarakat, mendapatkan kepercayaan dari masyarakat



sekitarnya,



mampu



berinisiatif



memenuhi



kebutuhan



kesehatan mereka. Kebutuhan dan masalah seluruh masyarakat tidak boleh dilupakan. Kemampuan memahami faktor-faktor penentu kesehatan yang melekat dalam lingkungan fisik dan sosial suatu masyarakat dan dengan menghargai luasnya setiap masalah atau resiko kesehatan, maka seorang “five stars doctor” tidak akan hanya mengobati individu yang mencari bantuan tetapi juga dapat memberikan keuntungan positif dalam kegiatan kesehatan masyarakat sehingga dapat memberikan banyak manfaat bagi banyak orang. Serta bisa memberikan pelayanan kesehatan



yang sama terhadap masyarakat tanpa membedakan status sosial kaya atau miskin. 5. Manager Seorang dokter muslim diharapkan mampu dan bisa memiliki skill managerial yang baik untuk menjalankan fungsi-fungsi diatas, dan mampu bekerja sama secara harmonis dengan perorangan maupun organisasi, baik di dalam maupun di luar sistem pelayanan kesehatan guna memenuhi kebutuhan komunitasnya. Karena seorang dokter muslim itu diharapkan tidak hanya mampu dan ahli dalam bidang kedokteran saja,



melainkan



mampu



dan



bisa



merencanakan



planning



untuk



mengembangkan ilmu kedokteran. Agar umat islam akan jaya dalam bidang bidang kedokteran seperti masa silam. Dari kelima konsep tersebut, maka dapat disimpulkan ada dua komponen penting untuk menjadi dokter muslim yang ideal yaitu, jiwa profesionalisme dan jiwa kepemimpinan. Pertama,



Profesionalisme



menuntut



terpenuhinya



pelayanan



kedokteran yang sesuai dengan standar operating prosedure atau standar pelayanan medis dan standar etika profesi. Dengan itu, diharapkan bisa menjadi dokter muslim yang mengabdi dengan sepenuh hati tanpa memandang status sosial kaya atau miskin. Jadi, nanti ketika ada masyarakat yang belum punya dana untuk biaya pelayanan kesehatan diharapkan bisa memperlakukan sama seperti melayani orang kaya. Kedua,



Kepemimpinan



menuntut



kemampuan



dokter



dalam



mempengaruhi klien atau pasien dengan komunikasi efektif. Dari situ, diharapkan



bisa



menjadi



dokter



muslim



yang



bisa



memberikan



pemahaman sesungguhnya Allah-lah yang menyembuhkan penyakit itu, bukan karena dokter atau obat yang menyembuhkannya. Dengan dua komponen tersebut diharapkan dokter muslim yang ada sekarang bisa menjadi dokter yang ideal untuk kalangan masyarakat. Kemudian bisa mengembalikan kejayaan islam dibidang kedokteran seperti pada masa silam.



PENUTUP Kesimpulan 1. Bahwa seluruh poin butir isi karakteristik dokter muslim, baik yang terdapat dalam Islamic Code Of Medical Ethics atau yang disampaikan oleh tokoh lain secara individual, pada intinya ada kesepakatan, bahwa karakteristik dokter muslim, disamping



professional,



menguasai



ilmu



kedokteran



dan



mengembangkan



pengetahuannya itu, juga berakhlak mulia, sebagaimana dijabarkan butir-butirnya dalam kajian akhak mulia secara umum, baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan profesi, yang secara khusus dapat diterapkan pada profesi



kedokteran dalam berhubungan dengan profesinya, pasien, sesama dokter, juga kepada Tuhan. 2. Secara definitif istilah dokter muslim termasuk term yang baru di dunia islam. Istilah ini lahir, nampaknya sebagai respon telah mulai adanya dikotomi yang sangat tajam dalam bidang ilmu pengetahuan dan profesi, antara ilmu pengetahuan agama di satu sisi dan umum di sisi lain, sisi ibadah di satu sisi dan dunia kerja di sisi yang lain. Disamping ingin menjadikan akhlak sebagai tuntunan profesi kedokteran, istilah dokter muslim juga dirumuskan berangkat dari adanya keinginan menjadikan seluruh aspek kehidupan dilakukan untuk islam. 3. Terlepas dari rumusan tentang dokter muslim yang telah dirumuskan oleh para praktisi maupun pemerhati tentang dokter muslim, ada atau tidak ada rumusan tentang dokter muslim, tamatan sekolah yang menggunakan label dokter muslim atau tidak, asal setiap dokter yang beragama islam itu menegakkan akhlak islami, khususnya yang berkaitan dengan praktek kedokteran, otomatis dia adalah dokter muslim sejati. Saran Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan pengetahuan serta kekurangan dalam penulisan. Hal tersebut terjadi karena penulis masih dalam tahap pembelajaran sehingga diharapkan untuk kritik dan saran untuk dapat membimbing dan membantu pembelajaran lebih lanjut.