Makalah Perkembangan Kognitif Anak Usia SD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA SEKOLAH DASAR



Oleh : ASNIA NIM :



HALAMAN JUDUL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA - UPBJJ SAMARINDA TAHUN 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Anak di SD. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya akan ditemui kekurangan – kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki. Namun, berkat bimbingan, petunjuk dan bantuan serta arahan dari berbagai pihak makalah ini dapat kami selesaikan. Pada



kesempatan



ini,



dengan



penuh



rasa



hormat



kami



ingin



menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus – tulusnya dan sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat adanya, kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini, dan semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan pertolongan dan petunjuk-Nya. Amin.                                                                                                 Berau, Nopember 2019 Penyusun,



Asnia                                                                                                                                     



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................i KATA PENGANTAR.............................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................................2 C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2 BAB I PEMBAHASAN..........................................................................................3 A. Pengertian Inovasi Pedidikan........................................................................3 B. Tujuan Inovasi Pendidikan............................................................................3 C. Faktor yang Mempengaruhi Inovasi Pendidikan..........................................4 D. Kendala-Kendala dalam Inovasi Pendidikan................................................4 E. Contoh Inovasi Pendidikan di Indonesia......................................................5 1. Inovasi Pembelajaran Kuantum...............................................................5 2. Inovasi Pembelajaran Kompetensi..........................................................9 3. Inovasi Pembelajaran Kontekstual........................................................10 4. Inovasi Pembelajaran Melalui Teknologi Informasi (Internet).............12 BAB III PENUTUP..............................................................................................15 A. Kesimpulan.................................................................................................15 B. Saran............................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya mewujudkan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahtraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Sesuai dengan UUD 45 pasal 27 pendidikan



merupakan



hak setiap



warga negara



Indonesia



dimana



pelaksanaannya diselenggarakan melalui Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam



pelaksanaannya



pendidikan



merupakan



usaha



untuk



mendapatkan pengetahuan baik itu secara formal melalui sekolah maupun secara informal dari pendidikan di dalam rumah tangga. Anehnya di jaman yang modern ini tidak sedikit orang yang tidak mengerti hakikat, tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip yang sebenarnya tentang pendidikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mencoba untuk memaparkan tentang hakikat pendidikan, perkembangan kognitif serta perkembangan moral pada anak usia Sekolah Dasar. B. Rumusan Masalah 1. Kemampuan Kognitif Anak Usia SD 2. Bakat dan Kreativitas Anak Usia SD 3. Peran Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional pada Anak SD C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui konsep pengembangan kemampuan kognitif Anak SD. 2. Untuk mengetahui bakat dan kreativitas Anak Usia SD 3. Untuk mengetahui peran kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional pada Anak Usia SD.



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Kemampuan Kognitif Anak Usia SD Dewasa ini banyak kita lihat anak-anak yang perkembangan kognitif nya kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena kurangnya peranan orang tua . mungkin, hal ini dikarnakan orang tua yang kurang mengerti akan perkembangan kognitif pada anaknya. Padahal, Perkembangan kognitif merupakan faktor yang penting bagi perkembangan anak usia sekolah, terutama SD. Di mana saat itu merupakan masa-masa emasnya mereka mengembangkan intelektual mereka, kreatifitas, dan lain sebagainya. Hal ini bukan hanya merupakan tanggung jawab guru di sekolah akan tetapi, hal ini juga merupakan tanggung  jawab orang tua di rumah. Apalagi, sebagian besar waktu anak berada di lingkungan keluarga. Dalam menyikapi hal ini, makalah ini pun dibuat, agar para orang tua memperoleh  pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak usia sekolah, terutama SD. agar para orang tua bisa melakukan hal-hal yang dapat menunjang perkembangan kognitif pada anak. Kognisi berkaitan dengan semua aktivitas mental yang dicapai seseorang, tercakup di dalamnya persepsi, kategorisasi, pemahaman, penalaran logis, pemecahan masalah, imajinasi bahkan daya ingat. Beberapa proses tersebut akan berubah melalui berbagai macam, dari usia anak-anak sampai remaja atau dewasa (Ormrod & McDevitt, 2002). Aspek kognitif anak SD merupakan salah satu aspek psikologis yang sangat perlu dipahami dan dihayati oleh seorang pendidik. Pemahaman dan penghayatan ini dipandang penting sebab hakikatnya pembelajaran yang diselenggarakan pendidik harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Bahkan dalam pandangan Piaget (1969) pembelajaran yang tidak sesuai dengan perkembangan kognitif anak memiliki konsekuensi negatif bagi perkembangan aspek psikologis lainnya. Misalnya, pembelajaran yang materinya jauh diatas jangkauan kemampuan kognitif anak dapat 2



menimbulkan lemahnya motivasi belajar dan sangat mungkin merusak struktur kognitif mereka. Perkembangan kognitif berfokus pada keterampilan berpikir, termasuk belajar, pemecahan masalah, rasional, dan mengingat. Perkembangan keterampilan kognitif berhubungan secara langsung dengan perkembangan keterampilan lainnya, termasuk komunikasi, motorik, sosial, emosi, dan keterampilan adaptif. Kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerti sesuatu. Perkembangan kognitif mengacu kepada kemampuan yang dimiliki seorang anak



untuk memahami



sesuatu. Salah



satu tokoh



psikologi



yang



mengemukakan teori tentang tahapan perkembangan kognitif (cognitive theory) manusia adalah Jean Piaget. Menurut Piaget, anak-anak memiliki cara berpikir berbeda dari orang dewasa. Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif anak usia dini dalam empat tahap. 1. Tahap sensorimotor (0-24 bulan) Setiap bayi lahir dengan refleks bawaan dan dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Oleh karena itu, pada masa ini, kemampuan bayi terbatas pada gerak refleks dan panca inderanya. Berbagai gerak refleks tersebut kemudian berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan. Pada tahap perkembangan kognitif awal ini, si Kecil belum dapat mempertimbangkan kebutuhan, keinginan, atau kepentingan orang lain, sehingga ia dianggap “egosentris”. Pada usia 18 bulan, si Kecil juga sudah mampu menciptakan simbol-simbol dalam suatu benda serta fungsi beberapa benda yang tak asing baginya. Si Kecil pun kini mampu melihat hubungan antarperistiwa dan mengenali mana orang asing dan mana orang terdekatnya. 2. Tahap praoperasional (2-7 tahun) Pada masa ini, anak mulai dapat menerima rangsangan, meski masih sangat terbatas. Si Kecil pun sudah masuk ke dalam lingkungan sosial. Ciri tahapan ini adalah anak mulai bisa menggunakan operasi mental yang jarang dan secara logika kurang memadai.



3



Si Kecil juga masih tergolong “egosentris” karena hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang diri sendiri dan kesulitan melihat dari sudut pandang orang lain. Ia sudah dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda berwarna merah, walaupun bentuknya berbeda-beda. 3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun) Pada masa ini, anak sudah mampu melakukan pengurutan dan klasifikasi terhadap objek maupun  situasi tertentu. Kemampuan mengingat dan berpikir secara logis si Kecil pun makin meningkat. Ia mampu memahami konsep sebab-akibat secara rasional dan sistematis sehingga si Kecil mulai bisa belajar matematika dan membaca. Pada tahapan ini pula sifat “egosentris” si Kecil menghilang secara perlahan. Ia kini sudah mampu melihat suatu masalah atau kejadian dari sudut pandang orang lain. 4. Tahap operasional formal (mulai umur 11 tahun) Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan menguasai penalaran. Ia dapat menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Ia dapat memahami konsep yang bersifat abstrak seperti cinta dan nilai. Si Kecil juga bisa melihat kenyataan tidak selalu hitam dan putih, tetapi juga ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Kemampuan ini penting, Mam, karena akan membantunya melewati masa peralihan dari masa remaja menuju fase dewasa atau dunia nyata.



D. Bakat dan Kreativitas Anak Usia SD Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud (Munandar, 1987). Menurut Sarwono (1986) bahwa bakat adalah kondisi di dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Jadi dapat disimpulkan bahwa bakat merupakan potensi yang ada di dalam diri seseorang yang perlu



4



dilatih dan dikembangkan karena tanpa latihan dan pengembangan maka bakat seseorang tidak akan terwujud. Dalam masa pertumbuhannya bila bakat anak tidak terwujud secara nyata maka hal ini mungkin disebabkan oleh orang tua,guru, atau sekolah dan pergaulan.Disisi orang tua, tidak jarang dijumpai orang tua yang tidak menyadari atau tidak mengenal bakt-bakat anaknya. Meskipun ia mengenal bakat anaknya dan memiliki sarana untuk mengembangkannya, namun ini bukanlah sesuatu yang penting. Utami Munandar (1987) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan sejauh mana bakat anak dapat terwujud. Faktor-faktor tersebut adalah berikut ini : 1. Faktor Dalam Diri Anak Bagaimana minat anak pada sesuatu, seberapa besar keinginanya untuk mewujudkan bakatnya dalam prestasi, misalnya anak yang berbakat melukis mengikuti lomba melukis di sekolah karena ia ingin menjadi juara. 2. Faktor Keadaan Lingkungan Anak Seberapa jauh anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakatnya, sarana an prasarana yang tersedia, berapa besar dukungan dan dorongan orangtua, bagaimana keaadaan social ekonomi orang tua maupun tempat tinggalnya. Secara universal tidak ada definisi yang dapat diterima mengenai kreativitas, mengingat begitu kompleksnya konsep kreativitas. Utami Munandar (1987) dalam bukunya mengenai Mengembangkat Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, memberikan beberapa pengertian kreativitas berdasarkan pendapat para ahli, salah satunya juga merupakan pengertian dasar kreativitas bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada. Umumnya orang mengertikan kreativitassebagai daya cipta, khususnya menciptakan hal-hal baru.



5



Jika ditinjau dari belahan otak manusia yang terdiri dari belahan otak kanan dan kiri, tampak bahwa masing-masing memiliki kekhususan tersendiri. Belahan otak kiri banyak mengontrol bagian kanan tubuh manusia, ternyata di dalam banyak lingkungan budaya cenderung lebih dominan dan lebih dikembangkan, khususnya begitu anak mulai sekolah. Belahan otak kiri banyak berkaitan dengan verbal, matematis, analitis, rasional serta hal-hal yang menekankan pada keteraturan. Sedangkan belahan otak kanan yang mengontrol bagian kiri tubuh , terutama mengkhususkan pada hal-hal yang bersifat noverbal dan holistic, intuitif, imaginative. Agar kreativitas seseorang dapat lebih terwujud, maka belahan otak kanan perlu diasah (Rosemini,2000). Pengertian lain dari kreativitas yang juga merupakan kesimpulan dari Utami Munandar menyebutkan bahwa secara operasional kreativitas adalah kemampuan mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Dengan demikian, dapat disimpulkan meskipun sulit memahami kreativitas hanya dari satu definisi maka kita perlu mengenal bermacammacam definisi dan sudut pandang para pakar yang mengemukakan kreativitas. Teori



ambang



inteligensia



untuk



kreativitas



dari



Anderson



memaparkan bahwa sampai tingkat intelegensi tertentu, yang di perkirakan seputar IQ 120, ada hubungan yang erat antara inteligensia dengan kreativitas. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan suatu produk kreativitas yang tinggi diperlukan tingkat inteligensia yang cukup tinggi pula. Lebih lanjutr Anderson mengatakan bahwa diatas ambang inteligensia itu tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara inteligensia dan kreativitas. Yang perlu kita ingat ialah kreativitas diperoleh dari pengetahuan atau pengalaman hidup. Pengetahuan yang selama ini diperoleh dari lingkungan dikumpulkan dan diintegrasikan kedalam suatu bentuk yang barudan orisinil. Dengan demikian kita dapat mengacu pada pendapat Hurlock (1987) bahwa kreativitas tidak dapat berfungsi dalam keadaan vakum karena berasal dari apa



6



yang telah diperoleh selama ini, dan hal ini juga tergantung pada kemampuan intelektual seseorang. Seperti telah dikemukakan bahwa kelancaran, kelenturan, orisinalitas, elaborasi atau perincian, merupakan ciri-ciri dari kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang, yaitu kemampuan berpikir kreatif. Selain itu ada ciri-ciri lain yang sama pentingnya yaitu afektif dari kreativitas, meliputi dorongan atau motivasi dari dalam untuk berbuat sesuatu serta pengabdian atau pengikatan diri terhadap tugas (Utami Munandar, 1987). Belajar kreatif tidak hanya berkaitan dengan perkembangan kognitif, tetapi juga berkaitan dengan penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikkan. Supaya perilaku kreatif kreatif dapat terwujud maka cirri kognitif maupun afektif dari kreativitas perlu dikembangkan secara terpadu dalam proses belajar. 1. Menciptakan Lingkungan di Dalam Kelas yang Merangsang Belajar Kreatif a. Memberikan pemanasan Pemberian



pemanasan



dapat



dilakukan



dengan



memberikan



pertanyaan terbuka, dan bukan pertanyaan tertutup, dimana siswa tinggal menjawab ya atau tidak. Selain itu juga bisa mendorong siswa mengajukan pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. b. Pengaturan fisik Pengaturan fisik atau ruang kelas



saat belajar juga dapat



mempengaruhi suatu proses belajar kreatif. Pengaturan fisik di kelas harus



bisa disesuaikan



dengan kebutuhan



dalam



menunjang



pembelajaran jadi lebih efektif. c. Kesibukan di dalam kelas Umumnya situasi belajar kreatif lebih banyak menuntut siswa untuk aktif melakukan kegiatan fisik dan diskusi. Maka dari itu guru harus dapat membedakan antara kesibukan yang aktif dan diskusi yang produktif dengan kesibukan dan diskusi yang sekedar ‘mengobrol’.



7



d. Guru sebagai fasilitator Peran guru harus terbuka, mendorong siswa untuk aktif belajar dapat menerima gagasan siswa, memupuk siswa untuk member kritik membangun dan mampu memberikan penilaian terhadap diri sendiri, menghindari hukuman atau celaan terhadap ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan setiap siswa dalam menuangkan ide-ide barunya. 2. Mengajukan dan Mengundang Pertanyaan Pertanyaan yang merangsang pemikiran kreatif adalah pertanyaan divergen (terbuka), karena memiliki banyak kemungkinan jawaban. Pertanyaan semacam ini membantu siswa mengembangkan keterampilan mengumpulkan fakta, merumuskan hipotesis, dan menguji atau menilai informasi mereka. Agar tampak manfaatnya, pertanyaan terbuka harus mencakup bahan yang cukup dikenal siswa. Oleh karena itu, guru pun disarankan untuk tetap berada dalam jalur tujuan instruksional dari suatu pokok pembahasan. Di lain pihak peran guru juga sangat penting karena ia harus sebagai fasilitator yang dapat mengenalkan masalah dan memberikan informasi yang diperlukan siswa untuk membahas masalah. Selain itu guru juga harus tahu pada saat kapan peran sertanya diperlukan. 3. Memadukan Perkembangan Kognitif (berpikir) dan Afektif (sikap dan perasaan) a. Ciri kemampuan berpikir kreatif Ciri ini adalah (1) keterampilan berpikir lancar ( lancar mengajukan pertanyaan dan gagasan, banyak gagasan atau satu masalah, dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kejanggalan dari suatu objek, (2) keterampilan berpikir luwes (member perimbangan atas berbagai situasi, pemberian penjelasan/interpretasi yang berbeda atas suatu masalah, menerapkan suatu konsep dengan cara yang berbeda), (3) keterampilan berpikir orisinal (mampu memikirkan masalah yang tidak



8



terpikirkan orang lain, cara pendekatan atau pemikiran melalui pendekatan baru),(4) keterampilan merinci, (5)keterampilan menilai. b. Ciri afektif Tercakup didalamnya (1) rasa ingin tahu, (2) bersifat imaginative, (3) merasa tertantang oleh kemajemukan, (4) sifat berani mengambil resiko, dan (5) sifat menghargai. c. Menggabungkan pemikiran divergen dan pemikiran konvergen Pemikiran konvergen yang menuntut siswa mencari jawaban tunggal yang paling tepat berdasarkan informasi yang diberikan, tampaknya sudah tidak asing bagi siswa. Berbagai soal dan masalah yang diajukan disekolah menuntut siswa untuk diselesaikan melalui satu jawaban yang benar. Di lain pihak, pemikiran divergen menuntut siswa untuk mencari sebanyak mungkin jawaban terhadap suatu persoalan. Tanpa disadari sebetulnya semua proses pemikiran saling berkaitan. Jika seseorang memiliki keterampilan dalam berpikir lancar. Misalnya akan menunjang



keterampilan



berpikir



luwes.



Berbicara



tentang



keterampilan berpikir konvergen dan divergen, tidak berarti bahwa keduanya harus berada dalam suatu kegiatan yang berbeda. Guru sebetulnya dapat menggabungkan keduanya dalam suatu proses belajar mengajar, dimana yang satu dapat mengikuti atau mendahului yang lain. d. Menggabungkan proses berpikir dengan proses afektif Sebelumnya telah diuraikan mengenai ciri-ciri berpikir kreatif dan ciriciri afektif. Melalui hal itu guru dapat merancang kegiatan belajar mengajar dengan mengkombinasikan keduanya. Dari apa yang dikemukakan mengenai belajar dan berpikir kreatif, akan sangat ideal jika hal ini benar-benar dapat dilaksanakan di dunia pendidikan kita.



9



4. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh dan Sumber-Sumber Kreativitas Yang Perlu Dikembangkan Kreativitas dapat terwujud, di mana saja dan oleh siapa saja, tidak tergantung pada usia, jenis kelamin, keadaan sosial ekonomi atau tingkat pendidikannya. Semua orang memiliki bakat kreatif, namun jika bakat kreatif tersebut tidak dipupuk tentu tidak akan berkembang, bahkan bisa menjadi terpendam. Beberapa penelitian (Getzels & Jackson, 1962; Block & Block, 1987; dan Runco, 1992) mengenai lingkungan rumah menunjukkan bahwa keluarga dari anak yang kreatif cenderung menerima anak apa adanya (tidak memaksa untuk mengubahnya), merangsang rasa ingin tahu intelektualnya, dan membantu mereka untuk memilih dan menekuni sesuatu yang diminati (dalam Shaffer, 1996). Anak yang kreatif memang sudah berbakat (sudah memiliki potensi tertentu), namun mereka juga memiliki motivasi untuk mengembangkan bakat khususnya. Semua ini merupakan faktor yang ada dalam diri seseorang. Di sisi lain, lingkungan juga merupakan hal yang penting karena memupuk bakat dan motivasi anak. Anak juga didorong oleh keluarga dan secara intensif ditangani oleh ahlinya. Dengan demikian, dikatakan bahwa perkembangan bakat kreatif seseorang berkaitan dengan 2 faktor, yaitu motivasi seseorang untuk mengembangkannya, dan lingkungan yang mendukung perkembangannya, termasuk latihan yang ditangani ahli. Mengingat pentingnya faktor lingkungan maka orang tua dan guru perlu memberikan dorongan untuk merangsang potensi kreatif. Berkaitan dengan anak usia SD, tak ada salahnya untuk mengenal ciri-ciri yang berkaitan dengan perkembangan kreativitas anak usia SD tersebut. Arasteh (dalam Hurlock, 1978) mengemukakan adanya masamasa kritis dalam perkembangan kreativitas. Hal ini perlu diketahui karena dapat menghalangi perkembangan kreativitas anak. Masa-masa kritis tersebut adalah usia 5-6 tahun, usia 8-10 tahun, 13-15 tahun dan 17-19 tahun. Berkaitan dengan anak usia SD maka hanya akan dibahas 2 masa kritis utama.



10



a. Usia 5-6 tahun Sebelum anak siap masuk sekolah, anak diajarkan untuk menerima apa yang ditetapkan oleh tokoh otoriter, mematuhi aturan dan keputusan orang dewasa di lingkungan rumahnya, kemudian ini senua akan berkembang di lingkungan sekolah. Lingkungan yang sangat otoriter akan menghambat kreativitas anak. b. Usia 8-10 tahun Merupakan masa dimana kebutuhab anak dapat diterima sebagai anggota dalam kelompok teman sebayanya. Dalam disimpulkan bahwa setiap tahapan usia memiliki masa kritis dalam perkembangan kreativitasnya, namun perlu disadari bahwa faktor lingkungan tetap diperlukan untuk mewujudkan kreativitasnya. 5. Sumber-sumber kreativitas yang perlu dikembangkan Dalam bukunya Child development, Berk (2000) mengemukakan beberapa komponen dari kreativitas dan bagaimana cara orang tua maupun guru untuk memperkuat peran komponen-komponen tersebut dalam diri seorang anak. a. Sumber Kognitif Hasil karya kreatif melibatkan ketrampilan kognitif dalam tingkat yang tinggi. Tidak sekedar memecahkan masalah, tetapi juga dalam menemukan masalah. Begitu masalah ditemukan, kemampuan untuk mengenal masalah. Pada anak-anak makin banyak usaha untuk mengenal masalah, semakin orisinal hasil yang dicapai. Moore, 1985 (dalam Berk, 2000) telah melakukan penelitian terhadap sejumlah siswa



SD



yang



diminta



untuk



memilih



suatu



objek



dan



menceritakannya. Anak yang mencari tahu lebih banyak mengenai objek tersebut, menemukan dan mengenal masalah lebih dalam, hasil cerita mereka juga lebih orisinil.



11



Pemikiran divergen adalah penting dalam membuat kesimpulan dari suatu masalah. Namun perlu diingat bahwa kreativitas tetap memerlukan kerja sama antara pemikiran divergen maupun konvergen. Mereka yang kreatif mengandalkan proses insight yang melibatkan kombinasi dan pembentukan kembali elemen-elemen melalui cara yang bermanfaat. Walau bagaimanapun pengetahuan merupakan sesuatu yang penting dalam kreativitas di segala bidang karena tanpa pengetahuan manusia tidak akan mengenal dan memahami ide-ide baru. b. Sumber Kepribadian Karakteristik kepribadian turut mengembangkan komponen kognitif dari kreativitas. Beberapa sifat yang harus ada adalah berikut ini : 1) Gaya inovatif dari berpikir Orang-orang kreatif tidak hanya memiliki kapasitas untuk memandang sesuatu dalam cara yang baru, tetapi juga dalam mengolahnya. Dalam menemukan masalah secara inovatif, mereka cenderung memilih aktivitas yang tidak terlalu terstruktur. 2) Sikap toleran pada ketekunan dan sesuatu yang jamak Tujuan kreatif adalah memungkinkan timbulnya situasi yang tidak pasti, khususnya jika masalah tidak cocok satu sama lain. Tidak menutup kemungkinan pada saat itu seseorang akan merasa ditekan untuk menyerah atau terdorong untuk menemukan pemecahan. 3) Kemauan untuk mengambil risiko Kreativitas memungkinkan seseorang menghadapi situasi yang penuh tantangan. Mendorong untuk berpikir pada situasi yang penuh tantangan dapat meningkatkan proses berpikir divergen. 4) Berani terhadap pendapat Oleh karena ide-idenya yang orisinil, tidak menutup kemungkinan untuk ditentang oleh orang lain, khususnya jika guru merasa ragu dengan pendapatnya. Mereka yang percaya diri dan memiliki self



12



esteem (harga diri) yang tinggi, memungkinkan untuk menjadi kreatif. c. Sumber Motivasi Motivasi untuk kreativitas lebih menitikberatkan pada tugas daripada tujuan. Hal ini menunjukkan pada keinginan untuk berhasil pada tingkat yang lebih tinggi, tetap memusatkan perhatian pada masalah. Sedangkan jika titik beratnya pada tujuan, hal ini banyak berkaitan dengan hadiah/penghargaan secara ekstrinsik (dari luar), seperti peringkat dan hadiah. Namun demikian, hadiah/penghargaan dari luar tidak selalu menganggu kreativitas karena dapat membangkitkan anak untuk menghasilkan sesuatu yang bersifat inovatif. d. Sumber Lingkungan Lingkungan dapat menciptakan kondisi fisik maupun sosial yang membantu seseorang untuk menghasilkan dan mengembangkan ide-ide baru. Dari penelitian terhadap anak berbakat, menunjukkan bahwa mereka berasal dari lingkungan rumah yang sarat akan bahan bacaan maupun yang merangsang berbagai aktivitas, serta orang tua yang menekankan pada rasa ingin tahu dan menerima kekhasan anak (Albert dkk, 1994 dalam Berk 2000). Dengan mengetahui sumber-sumber kreativitas yang meliputi segi inteklektual, kepribadian, motivasional maupun lingkungan, diharapkan lingkungan rumah maupun sekolah dapat memberikan rangsangan yang sesuai, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam belajar kreatif. E. Peran Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional pada Anak SD Piaget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan inteligensia sebagai dasar fungsi kehidupan yang membantu seseorang/organisme unruk beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget juga menambahkan inteligensia sebagai suatu bentuk equilibrium yang menunjukkan adanya kecenderungan struktur kognitif. Pandangan ini menunjukkan bahwa seluruh aktivitas intelektual



13



tertuju pada keadaan untuk menghasilkan keseimbangan, keharmonisan, hubungan antara satu proses pemikiran dan lingkungan. Utami



Munandar



(19886)



mengemukakan



bahwa



kecerdasan



intelektual dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk: 1. Berpikir abstrak 2. Menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar 3. Menyesuaikan diri terhadap situasi baru 1. Konsep IQ Di dunia psikologi, intelegensia seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu skor yang dikenal dengan koefisien intelegensia atau IQ (intellengence quotient). 2. Struktur Intelektual dari Guilford Guilford (dalam Cohen, 1999) mengemukakan suatu model struktur intelektual yang dapat digambarkan sebagai suatu kubus yang terdiri dari tiga dimensi intelektual. Model struktur ini menggambarkan keragaman kemampuan intelektual manusia, yang sekaligus dapat mengklasifikasikan dan menjelaskan seluruh aktivitas mental manusia yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Operasi intelektual menunjukkan macam proses pemikiran yang berlangsung. Operasi intelektual, meliputi kognisi, ingatan, berpikir divergen, berpikir konvergen dan evaluasi. b. Isi intelektual menunjukkan macam materi yang digunakan. Termasuk didalamnya adalah figural, simbolik, semantik, dan perilaku. c. Produk menunjukkanhasil dari operasi (proses) tertentu yang diterapkan pada isi (materi) tertentu. Termasuk didalamnya unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, implikasi.



14



1. Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi pada awalnya dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Meyer, kemudian dipopulerkan oleh David Goleman, Hedlund, dan Sternberg (2000) merangkum pengertia kecerdasan emosional sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman (1995) sebagai kemampuan seseorang untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan implusif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berpikir, berempati. Definisi ini juga disempurnakan oleh Goleman (1998) dalam bukunya Working with Emotional, Intelligence sebagai kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Goleman (1995) mengemukakan 5 norma dari kecerdasan emosional, sebagaimana yang diringkas oleh Salovey berdasarkan pandangan intelegensia pribadi dan Gardner. Kelima norma kecerdasan emosional tersebut adalah pengenalan emosi diri, pengendalian emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan mengendalikan hubungan dengan orang lain. 2. Konsep EQ yang Berbeda dari IQ Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1997) menyebutkan EQ sebagai persamaan dari kecerdasan emosional, namun hal ini tidak berarti EQ diukur oleh suatu alat ukur sebagimana halnya dengan IQ. Goleman (1995) dan Saphiro (1997) mengemukakan bahwa sesungguhnya EQ tidak berlawanan dengan IQ atau kecerdasan kognitif, namun keduanya lebih menggambarkan konsep yang berbeda. 3. Menyadari Emosi Anak Memupuk empati dalam diri orang tua maupun guru adalah perlu agar kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Kepedulian



15



dan kesadaran akan emosi anak akan membuat anak merasa dimengerti dan diterima apa adanya. 4. Mengakui Emosi sebagai Peluang untuk Kedekatan dan Mendidik Pada saat anak merasa sedih, marah dan takut maka orang pertama yang sangat dibutuhkannya adalah orang tua. Usahakan jangan mengabaikan perasaan negatif anak karena lama kelamaan akan lenyap juga. Pengakuan emosi sedini mungkin akan lebih sehat sebelum berkembang menjadi kritis. 5. Mendengarkan dengan Empati dan Meneguhkan Perasaan Anak Mendengarkan dan memberikan ungkapan secara empati akan menjadikan anak mengerti bahwa orang tua/guru memperhatikan keprihatinannya karena diakui secara terbuka. 6. Menolong Anak Memberi Nama Emosi dengan Kata-kata Semakin



jelas



kita



menggunakan



banyak



nama



yang



menggambarkan kadar emosi yang dirasakan anak, seperti tegang, kesal, cemas, marah, sedih, takut maka anak akan menjadi lebih mengerti perasaannya sendiri yang nantinya mampu melukiskannya secara verbal dan bukan hanya non verbal saja. 7. Menentukan Batas-batas Sambil Membantu Anak Memecahkan Masalah Membantu anak dalam memecahkan masalah berdasarkan nilainilai yang berlaku dalam lingkungannya. Membantu anak untuk menentukan sasaran yang ingin dicapai dan memilih satu pemecahan masalah yang paling memungkinkan. C.  Peran Orang Tua dan Guru dalam Mengembangkan IQ dan EQ Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan IQ maupun EQ anak-anaknya. Berbagai cara dilakukan oleh para orang tua untuk mengambangkan kemampuannya. Selama anak berada dalam lingkungan rumah maka orang tualah yang banyak berperan dalam pengembangan kecedasan intelektual sekaligus emosionalnya. Begitu masuk ke



16



dalam dunia pendidikan, maka peran orang tua atau pengganti orang tua selama anak berada di sekolah digantikan oleh guru. Goleman (1997, dalam Diennaryati, 2000) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pengendalian emosi secra sehat maka ada berbagai hal yang perlu dilatih pada anak, seperti berikut ini : a. Mengajarkan anak untuk mengenali perasaannya sendiridan membiarkan mereka mengungkapkan perasaan ini secara sehat b. Melatih anak mengekspresikan perasaannya dengan baik c. Melatih anak mengenali perasaan orang lain dan dampak dari perasaan orang lain jika palampiasan perasaannya dalam bentuk emosional yang terarah d. Melatih anak untuk bersabar dengan tidak selalu mengikuti dorongan emosi D.  Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa Tak dapat dipungkiri bahwa IQ mempunyai peran yang besar dalam menentukan keberhasilan seseorang, namun IQ bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan seseorang. Oleh karena keberhasilan manusia bukan hanya faktor intelegensi saja, tetapi juga faktor emosi turut bermain dalam menetukan keberhasilan seseorang. Pada dasarnya emosi adalah dorongan untuk bertindak yang mempengaruhi reaksi seketika untuk mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan memperngaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun, serta mampu memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam hal-hal berikut ini: a. Motivasi belajar b. Pandai c. Memiliki minat d. Konsentrasi e. Mampu membaur dari dengan lingkungan



17



E.   Ciri-Ciri Siswa dengan Kecerdasan Ekstrem Yang dimaksu dengan siswa dengan kecerdasan ekstrem adalah siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang/rendah, yang biasa dikenal dengan keterbelakangan mental dan siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggim yang dikenal dengan berbakat secara intelektual atau keterbakatan. 1. Keterbelakangan Mental Hallahan dan Kauffman (1994) mengemukakan keterbelakangan mental sebagai adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif, seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan, sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis dan waktu luang. 2. Ciri-ciri Anak Keterbelakangan Mental a. Keterbelakangan mental ringan sering disebut sebagai mampu didik. b. Keterbelakangan mental menengah sering disebut dengan mampu latih. c. Keterbelakangan mental berat, mereka memperlihatkan banyak masalah. d. Keterbelakangan mental parah, memiliki masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, intelegensia serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Penyebab keterbelakangan mental bisa bersumber dari dalam maupun dari luar, sebagai berikut: a. Penyebab dari luar, misalnya keracunan sewaktu ibu hamil, kesehatan yang buruk pada saat ibu hamil, kerusakan otak pada saat kelahiran, panas dangat tinggi, gangguan pada otak, gangguan fisiologis, dan pengaruh lingkungan budaya. b. Penyebab dari dalam, misalnya faktor keturunan. 3. Indikator Anak Berbakat a. Kemampuan motorik lebih awal. b. Kemampuan untuk berbicara dengan kalimat yang lengkap.



18



c. Perbandingan perkembangan antara anak satu dengan yang lainnya, dimana



anak



berbakat



cenderung



menyukai



permainan



yang



merangsang daya khayalnya. d. Daya ingat yang baik. 4. Ciri-ciri Anak Berbakat a. Kelancaran berbahasa b. Rasa ingin tahu yang bersifat pengetahuan c. Kemampuan berpikir kritis d. Kemampuan bekerja mandiri e. Ulet f.



Rasa tanggung jawab terhadap tugas



g. Tingkah laku yang terarah pada tujuan h. Cermat dalam mengamati i.



Sering mengungkapkan gagasan baik atau pendapat baru



j.



Senang membuat benda/barang dari bahan yang ada dalam lingkungannya.



19



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Perkembangan



kognitif



pada



peserta



didik



merupakan



suatu



pembahasan yang cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam  proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan kognitif tersebut. Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan menggunakan dua cara yaitu dengan pendekatan tentang tahapantahapan perkembangan kognitif yang dijelaskan oleh Piaget dan dengan caran system pemprosesan informasi. Pada teori pemprosesan informasi lebih menekankan bagaimana proses-proses terjadinya perkembangan kognitif, tetapi pada teori Piaget membagi proses tersebut ke dalam berbagai tahapan. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik. Tidak kalah penting, pengajar juga harus mengetahui tentang factorfaktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat sentral dalam faktorfaktor yang mempengaruhi  perkembangan kognitif adalah gaya pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada pengasuhan ini merupakan cikal-bakal perkembangan kognitif tersebut, karena ketika anak diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif anak, bahkan pada perkembangan mental



anak



tersebut.



Lingkungan 20



pun



sangat



berpengaruh



pada



perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar. Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan kognitif agar cara pengajaran kita sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak.



F. Saran 1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif. 2. Selalu belajar serius agar menjadi peserta didik yang nantinya dapat dengan mudah memahami tentang perkembangan kognitifnya. 3. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik.



21



DAFTAR PUSTAKA



Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV Pustaka Setia. E. Papalia, Dian.,dkk. 200. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) & ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan jilid 10 nomor 3. Madiun: IKIP PGRI. Holil,



A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget. (online). (http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitifpiaget.html, diakses 2 November 2010).



Arya.



2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online). (http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/03/31/perkembangan-kognitifpada-anak/, diakses 2 November 2010).



Joesafira. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online). (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-padaanak.html, diakses 2 November 2010). Wiriana, 2008. Perkembangan kognitif pada anak. (online). (http://www.doctoc.com/docs/20992333/perkembangankognitif-padaanak, diakses 4 November 2010).



22