5 0 1 MB
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SINDROME
MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas pada Stase Neuromuscular Tepi
DISUSUN OLEH:
AISYAH AYU RAKHMAWATI NIM. 201910641011039
PROGRAM PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2020
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SINDROME
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas pada Stase Neuromuscular Tepi
DISUSUN OLEH:
AISYAH AYU RAKHMAWATI NIM. 201910641011039
PROGRAM PROFESI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2020
LEMBAR PENGESAHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SINDROME
MAKALAH
Disusun Oleh AISYAH AYU RAKHMAWATI 201910641011039 Makalah ini telah disetujui pada Juni 2020
Clinical Educator
Adi Pamungkas Amd.Ft
Mengetahui, Ketua Program Studi Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
Safun Rahmanto, SSt. Ft., M.Fis. NIP. 11414100531
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang Keluhan nyeri pada punggung bagian bawah adalah salah satu keluhan yang sering kita jumpai pada praktek sehari-hari. Umumnya keluhan ini mulai dikeluhkan oleh orang dalam usia 18-55 tahun. Keluhan ini sering kali menjadi penyebab disabilitas serta angka absensi kerja yang tinggi. Penyebab nyeri pada punggung bagian bawah ini banyak dan bervariasi, biasanya melibatkan salah satu dari adanya penekanan pada saraf skiatika, sindrom piriformis, herniated nucleus pulposus, trauma langsung, dan spasme otot karena penggunaan yang terusmenerus atau penggunaan kronis. Sindrom piriformis ditandai dengan adanya nyeri pada lokasi seperti pinggul, daerah sakrum, daerah bokong, selangkangan, dan daerah bawah sesuai persarafan dari tungkai. Piriformis berasal dari 2 kata „pirum‟ yang berarti buah pir dan „forma‟ yang artinya bentuk. Sindrom pirifomis sendiri lebih sering diderita oleh wanita dibanding laki-laki dengan perbandingan 6 : 1. Dikatakan pada sebuah penelitian 45 dari 750 pasien dengan nyeri punggung bawah merupakan akibat sindrom piriformis, sementara 6% dari pasien dengan gejala iskiatika diakibatkan karena sindrom piriformis. Pasien dengan sindrom piriformis umumnya mengeluhkan nyeri yang diperberat saat duduk lama atau menaiki tangga. Pasien dengan pekerjaan sebagai atlet ski, pengemudi truk, pemain tenis, dan atlet bersepeda jarak jauh memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami sindrom piriformis ini. Dikatakan diagnosis untuk sindrom piriformis adalah diagnosis berdasarkan temuan klinis dan diagnosis eksklusi. Sindrom piriformis memiliki prognosis penyakit yang baik dengan pengobatan yang tepat. Sindrom ini dapat membaik dengan menyingkirkan penyebab dari timbulnya sindrom ini. Umumnya penggunaan obat anti nyeri dan obat anti inflamasi non-steroid memberi efek yang baik. Perlakuan seperti pemijatan atau massage, terapi panas dan ultrasound dikatakan juga memberi perbaikan pada gejala dari sindrom ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Anatomi Fisiologi a.
Stuktur Tulang Tulang pinggul sendiri tersusun oleh empat tulang, yaitu os sacrum,
os coccygis dan os coxae. Tulang pinggul membentuk hubungan antara os sacrum dan os femur.
1.
Os Sacrum dan Os Coccygis Os sacrum dibentuk oleh persatuan lima vertebra sacralis. Bentuk
dari os sacrum seperti segitiga yang puncaknya menghadap kebawah dan terletak sedemikian rupa seperti suatu baji di antara os coxae kanan dan
kiri. Os sacrum membentuk dinding belakang rongga pelvis.
Promotorium adalah titik pusat tepi atas bertebra sacralis pertama dengan dasar (basis) vertebra lumbalis ke-5, dan menonjol di atas cekung sacrum. Os coccygisdibentuk dari empat vertebra yang bersatu. Os coccygis merupakan bangunan berbentuk seigitiga dengan dasar (basis) di bagian atas dan bersendi dengan sacrum. Otot-otot dan ligament melekat pada puncaknya. 2.
Os Coxae Os coxae membentuk suatu baji yang terletak diantara os sacrum
kanan dan kiri. Pada orang dewasa os coxae tampak sebagai satu tulang
besar yang tidak teratur bentuknya. Sesungguhnya, os coxae terbentuk dari tulang-tulang yang berkembang dari tigas pusat penulangan primer. Ketiga bagian ttersebut disebut ilium (os illi), ischium (os ischii), dan pubis (os pubis). Ketiga tulang tersebut bertemu pada cekungan yang berbentuk mangkok yang disebut acetabulum.
Ilium Ilium dibagian atas dibatasi oleh crista iliaca yang
dapat diraba dengan mudah apabila tangan diletakkan pada pinggang. Cirsta iliaca berakhir pada spina iliaca anterior yang pada bagian bawahnya terletak spina iliaca anterior inferior. Di sebelah belakang, crista iliaca berakhir pada spina iliaca posterior superior. Dua cekungan kanan dan kiri tepat di atas celah gluteus merupakan tanda letak kedua spina tersebut. Spina iliaca posterior inferior menandai tepi atas incisura ischiadica major yang dilewati oleh nervus ischiadicus. Ilium sendiri membentuk dua perlima bagian atas acetabulum dan merupakan bagian atas os coxae. Permukaan dalamnya halus dan cekung, tetapi permukaan luarnya kasar dan merupakan tempat pelekatan otot-otot pada gluteus.
Ischium Ischium yang terletak pada bagian paling bawah dari
os coxae membentuk dua perlima bagian bawah acetabulum. Tuber ischiadicum merupakan daerah tulang yang menebal dari tulang yang membentuk corpus ossis ischii. Berat tubuh tertumpu pada tuber ischiadium apabila seseorang dalam posisi duduk. Spina ischiadica terletak di atas tuber ischaidicum, memisahkan ischiadica major dan minor.
Pubis
Pubis merupakan komponen yang paling kecil dari ketiga komponen yang membentuk os coxae dan membentuk seperlima bagian bawah acetabulum. Pubis kanan dan kiri bersatu di bagian depan pada corpus osis pubis yang bentuknya segi empat. Tulangtulang tersebut disatukan oleh bantalan cartilago yang disebut
symphysis pubis. Ramus superior bersatu dengan ilium pada eminentia illiopectinea. Ramus inferior meluas kebawah untuk bersatu dengan ischium. Ramus inferior (desendens) kanan dan kiri membentuk arcus pubis. Suatu foramen yang dikelilingi oleh ischium dan pubis disebut foramen obrturatorium. b.
Stuktur Ligament Seperti semua sendi sinovial, pinggul memiliki kapsul sendi berserat. Hal ini kuat, tebal, dan mencakup sendi panggul dalam mode silinder. Itu menempel proksimal sekitar bibir dari acetabulum dan distal ke leher femur. Membentuk lengan silinder yang membungkus sendi dan sebagian besar leher femoralis.
Kapsul sendi diperkuat oleh 3 ligament yaitu iliofemoral, ischiofemoral, dan ligamen pubofemoral. Di tambah dengan Ligament Teres yang merupakan ligament intrakapsular yg kecil.
Ligamentum iliofemoral ini memperkuat kapsul anterior dengan melampirkan proksimal ke anterior rendah spina iliaka dan melintasi sendi anterior. Ligamentum pubofemoral mencakup sendi panggul medial dan inferior, melampirkan dari bagian medial dari tepi acetabular dan ramus
superior pubis, mengalir dan kembali ke menempel pada leher femur. Seperti ligamen iliofemoral, itu juga membatasi hiperekstensi. Selain itu, membatasi abduksi. Ligamentum ischiofemoral meliputi kapsul posterior. Menempel pada bagian ischial dari acetabulum, melintasi sendi dalam arah lateral dan superior, dan menempel pada leher femoralis. serat yang membatasi hiperekstensi dan juga rotasi medial. c. Otot-otot pada HIP Pinggul
memiliki
sekelompok
otot
satu-sendi
otot
yang
menyediakan sebagian besar kontrol dan dua sendi otot yang menyediakan rentang gerak. Otot-otot ini juga dapat dikelompokkan sesuai dengan lokasi dan fungsinya. Sebagai contoh, otot-otot anterior cenderung fleksor, otot lateral yang cenderung abduktor, otot posterior cenderung ekstensor, dan otot medial cenderung menjadi adductor. Mengklasifikasikan otot pinggul berdasarkan lokasi dan fungsi. Otot yang terdapat di Hip yaitu Otot iliopsoas, Otot rektus femoris, Otot sartorius, Otot pectineus, Otot adductor longus, Otot adductor brevis, Otot adductor magnus, Otot gracilis, Otot gluteus maximus, Otot deep rotator (Anterior dan Posterior), Otot hamstring, Otot Gluteus medius, Otot Gluteus minimus, Otot Iliotibialband. d. Osteokinematika dan Artrokinematika Hip joint memiliki 3 bidang gerak yaitu : bidang gerak sagital (fleksi – ekstensi), frontal (abduksi – adduksi) & trans-versal (internal – eksternal rotasi). ROM Gerakan Abduksi 0 – 40o, Adduksi 0 – 25o Eksorotasi 0 – 45o, Endorotasi 0 – 30o Fleksi 0 – 120o, Ekstensi 0 – 15o
e. Fungsi Biomekanik Hip joint merupakan triaxial joint, karena me-miliki 3 bidang gerak. Hip joint juga merupakan hubungan proksimal dari extremitas inferior. Dibandingkan dengan shoulder joint yang konstruksinya untuk mobilitas, hip joint sangat stabil yang konstruksinya untuk menumpuh berat badan. Selama berjalan, gaya dari extremitas inferior ditransmisikan keatas melalui hip ke pelvis & trunk, dan aktivitas extremitas inferior lainnya. Dalam suatu gerak fungsional, terjadi hubu-ngan antara pelvic girdle dan hip joint à pelvic girdle akan mengalami tilting dan rotasi selama gerakan femur. Hubungan tersebut hampir sama dengan hubu-ngan scapula dengan shoulder joint, perbedaan-nya adalah scapula kiri & kanan dapat bergerak bebas sedangkan pelvic hanya dapat bergerak sebagai satu unit. Hip joint dibentuk oleh caput femur yang kon-veks bersendi dengan acetabulum yang konkaf. Hip joint adalah ball and socket (spheroidal) triaxial joint. Acetabulum terbentuk dari penyatuan os ilium, ischium, dan pubis. Seluruh acetabulum dilapisi oleh cartilago hyaline, & pusat acetabulum terisi oleh suatu massa jaringan lemak yang tertutup oleh membran synovial.
Jaringan fibrokartilago yang melingkar datar di acetabulum disebut dengan labrum acetabular, yang melekat disekeliling margo acetabulum. Labrum acetabular menutup cartilago hyaline & sangat tebal pada sekeliling acetabulum dari-pada pusatnya à hal ini menambah kedalaman acetabulum. Acetabulum terletak di bagian lateral pelvis, menghadap ke lateral, anterior & inferior.
Caput femur secara sempurna ditutup oleh cartilago hyaline. Pada pusat caput femur terdapat lubang kecil yang dinamakan dengan fovea capitis à tidak ditutup oleh cartilago hyaline. Caput femur membentuk sekitar 2/3 dari suatu bola. Caput femur berbentuk spherical dan menghadap kearah anterior, medial dan superior. Hip joint diperkuat oleh kapsul sendi yang kuat, ligamen iliofemoral, pubofemoral, dan ischiofemoral. Hip joint juga diperkuat oleh ligamen transver-se acetabular yang kuat & bersambung dengan labrum acetabular. Ligamen teres femoris merupakan ligamen triangular yang kecil, melekat pada apex fovea capitis dekat pusat caput femur ke tepi ligamen acetabular. Ligamen teres femoris berfungsi sebagai pe- ngikat caput femur ke bagian bawah acetabu-lum dan memberikan stabilisator yang kuat didalam sendi (intraartikular). Stabilisator bagian luar dihasilkan oleh 3 liga-men yang melekat pada collum/neck femur yaitu : ligamen iliofemoral, pubofemoral & ischiofemoral. Ligamen iliofemoral disebut juga ligamen “Y”, karena arah serabut mirip huruf Y terbalik. Ligamen iliofemoral memperkuat kapsul
sendi bagian anterior. Ligamen pubofemoral terdiri dari ikatan serabut yang kecil pada kapsul sendi bagian medial anterior dan bawah. Ligamen ischiofemoral merupakan ligamen triangular yang kuat pada bagian belakang kapsul.
Piriformis Sindrom
B.
a.
Pengertian Sindrom piriformis adalah gangguan neuromuskular yang terjadi
N.Ischiadicus terkompresi atau teriritasi oleh M.Piriformis. Secara khas, sindrom piriformis meningkat dengan adanya kontraksi pada otot piriformis, duduk yang lama atau tekanan langsung pada otot. Nyeri pada pantat adalah gejala utamanya.Sindrom piriformis dapat menyebabkan kesulitan berjalan karena adanya nyeri pada pantat atau ekstremitas bawah. Sindrom piriformis adalah salah satu yang menyebabkan kondisi siatika. b.
Etiologi dan Faktor Resiko Berdasarkan etiologi, sindrom piriformis dapat dibagi atas
penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma atau faktor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat trauma semacam perlengketan. Penyebab sekunder termasuk gejala yang terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi anomali pembuluh darah atau simpai fibrosis yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi
sacroiliaca, dan adanya titik-titik picu myofascial. Penyebab lain dapat berasal dari : pseudoaneurysma arteri gluteus inferior, sindrom piriformis bilateral terkait dengan posisi duduk yang berkepanjanga, cerebral palsy terkait dengan hipertonus dan kontraktur arthroplasti panggul total dan myositis ossificans. Berdasarkan penyebabnya dapat diklasifisiasikan sebagai berikut: Primer Trauma Pyomyositis
Sekunder Hematoma Bursitis
Myositis ossificans Dystonia musculorum Deformans
Pseduoaneur isma Pronasi berlebihan Massa
Hipertrofi
Anomali Vassa Simpai Fibrosis
Adhesi Fibrosis Variasi anatomi c.
Patofisiologi Hiperlordosis lumbal dan kontraktur panggul pada posisi fleksi
meningkatka
regangan
musculus
piriformis
juga
cenderung
menyebabkan gejala sindrom piriformis. Pasien dengan kelemahan otototot abductor atau ketimpangan panjang tungkai bawah juga cenderung mengalami sindrom ini. Perubahan biomekanika gaya berjalan (gait) sebagai penyebab hipertrofi musculus piriformis dan inflamasi kronik, juga akan memunculkan sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase berdiri (stance phase) musculus piriformis teregang sejalan dengan beban pada panggul yang dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki fase ayun (swing phase ), musculus piriformis berkontraksi dan membantu rotasi eksternal. Musculus piriformis tetap dalam kondisi teregang selama proses melangkah dan cenderung lebih
hipertrofi dibanding otot lain di sekitarnya. 8,9 setiap abnormalitas proses melangkah yang melibatkan panggul dengan posisi rotasi internal atau adduksi yang meningkat dapat semakin meregangkan musculus piriformis. Trauma tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus ishiadicus dan otot-otot rotator eksternal pendek, salah satu pemicu gejala sindrom ini. Radikulopati lumbal bagian bawah mengakibatkan iritasi sekunder musculus piriformis yang nantinya akan memperumit
diagnosis
dan
memperlamabat
fisioterapi
metode
peregangan punggung bawah dan panggul karena memperberat gejalagejala sindrom piriformis. d.
Gambaran Klinis Keluhan yang khas adalah kram atau nyeri di pantat atau di area
hamstring, nyeri ischialgia di kaki tanpa nyeri punggung dan gangguan sensorik maupun motorik sesuai distribusi nervus ishiadicus. Keluhan pasien dapat pula berupa nyeri yang semakin menjadi saat membungkuk, berlama-lama duduk, bangun dari duduk atau saat merotasi internal paha juga nyeri saat miksi/defekasi dan dispareunia. e.
Pemeriksaan o Beatty Maneuver Dilakukan dalam posisi berbaring menyamping dengan sisi yang terkena piriformis o Positive Freiberg test Terdiri atas rotasi internal kaki yang pasif dengan gerakan pinggul o FAIR Test FAIR (fleksi, adduksi, dan rotasi internal) dilakukan dalam posisi tidur miring dengan tungkai yang terlibat di sisi atas, kemudian fleksikan hip 60o dan fleksi knee 60o- 90o . Sambil menstabilisasi hip, pemeriksa melakukan internal rotasi
dan
adduksi hip dengan mengaplikasikan tekanan ke bawah pada knee.
f.
Biomekanik Latihannya Piriformis stretch Berbaring
telentang
dengan
kedua
lutut
ditekuk,
mengistirahatkan pergelangan kaki yang cedera, di atas lutut kaki terluka Anda. Pegang paha kaki terluka dan tarik lutut ke arah dada yang Anda.Anda akan merasakan peregangan di sepanjang bokong dan mungkin sepanjang bagian luar pinggul anda pada sisi yang terluka. Tahan ini selama 15 sampai 30 detik. Ulangi 3 kali. Standing hamstring stretch Tempatkan tumit kaki Anda di bangku sekitar 15 inci tinggi.Tetap lurus lutut Anda.Bersandar ke depan, membungkuk di bagian pinggul sampai Anda merasakan peregangan ringan di bagian belakang paha Anda. Pastikan anda tidak menggulung bahu dan tekuk di pinggang ketika melakukan hal ini atau anda akan meregangkan punggung bawah sebagai gantinya. Tahan peregangan selama 15 sampai 30 detik. Ulangi 3 kali. Hip abduction (with elastic tubing) Berdiri samping dekat pintu dengan sisi terluka Anda paling dekat dengan pintu. Ikat tabung elastis di pergelangan kaki pada sisi yang terluka Anda. Simpul ujung pipa dan menutup simpul di pintu.Memperpanjang kaki Anda ke samping, menjaga lurus lutut Anda. Kembali ke posisi awal. Lakukan 3 set 10. Untuk menantang diri, bergerak lebih jauh dari pintu. Partial curl Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki Anda
rata
meratakan
di lantai. Kencangkan
punggung
Anda
otot
perut
dan
terhadap lantai. Menyelipkan
dagu Anda ke dada Anda. Dengan tangan terentang di depan Anda, meringkuk tubuh bagian atas Anda ke depan sampai bahu Anda membersihkan lantai. Tahan posisi ini selama 3
detik. Jangan menahan nafas. Ini membantu untuk bernapas keluar saat mengangkat bahu Anda ke atas. Santai Saja. Ulangi 10 kali. Membangun 3 set 10. Untuk menantang diri, bertepuk tangan Anda di belakang kepala dan menjaga siku Anda ke samping. Prone hip extension (bent leg) Berbaring pada perut anda dengan bantal di bawah pinggul Anda. Tekuk lutut Anda terluka, kencangkan otot bokong, dan angkat kaki Anda dari lantai sekitar 6
inci. Tetap lurus lutut
anda. Tahan selama 5 detik. Kemudian turunkan kaki anda dan rileks. Lakukan 3 set 10. Ulangi latihan ini untuk kaki lainnya. Quadruped Arm/Leg Raises Luruskan tangan anda dan lutut. Kencangkan otot perut kaku tulang belakang anda. Sementara menjaga perut ketat, menaikkan satu lengan dan kaki yang berlawanan menjauh dari anda. Tahan posisi ini selama 5 detik. Turunkan lengan dan kaki perlahan- lahan dan sisi alternatif.Lakukan ini 10 kali di setiap sisi.
BAB III STATUS KLINIS NAMA MAHASISWA NIM TEMPAT PRAKTIK PEMBIMBING
: Aisyah Ayu Rakhmawati : 201910641011039 : : Adi Pamungkas
Tanggal Pembuatan Laporan: 15 Juni 2020 Kondisi/ Kasus: Saraf Tepi I. KETERANGAN UMUM PENDERITA Nama : Ny. X Umur : 37 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Malang II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT A. DIAGNOSIS MEDIS Piriformis Syndrome B. CATATAN KLINIS Medika mentosa : Asam Mefenamat C. RUJUKAN DARI DOKTER Dokter Rehab Medik III. SEGI FISIOTERAPI A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO) 1. KELUHAN UTAMA Pasien mengeluhkan nyeri pantat kanan, menjalar sampai ke betis. 2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke poli rawat jalan mengeluhkan nyeri pantat kanan sejak 2 minggu yang lalu setelah jatuh terduduk. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, menjalar dari pantat kanan sampai ke betis, dan disertai kesemutan. Nyeri dan kesemutan muncul setiap pasien berjalan, diperberat saat duduk, dan jalan cepat. Nyeri berkurang dengan pasien berdiri, berbaring miring ke salah satu sisi dan minum obat anti nyeri dari dokter umum. Tidak terdapat kelemahan anggota gerak bawah pada sisi yang di keluhkan, tidak terdapat keluhan BAB maupun BAK. Nyeri juga tidak dipicu dengan batuk, mengejan, maupun bersin 3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 2 minggu sebelumnya pasien jatuh terduduk dengan pantat kanan mengenai lantai akibat terpeleset di lantai yang licin. Segera setelah itu muncul nyeri pantat kanan dan dikompres dengan air hangat. 1 hari setelahnya pasien minta dipijat oleh tukang urut di pantat kanan dan nyeri bertambah parah disertai kesemutan. 4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA Disangkal 5. RIWAYAT PENGOBATAN Medikamentosa : Asam Mefenamat 6. ANAMNESIS SISTEM a. Kepala dan Leher Tidak terdapat gangguan b. Kardiovaskular Tidak terdapat gangguan c. Respirasi Tidak terdapat gangguan d. Gastrointestinal Tidak terdapat gangguan
e. Urogenital Tidak terdapat gangguan f. Musculoskeletal Adanya spasme pada M. Erector Spine, M. Piriformis, M. Semitendinosus Weakness pada M. Abdominal dan M. Quadricep Tightness pada M. Hamstring g. Nervorum Tidak terdapat gangguan C. PEMERIKSAAN 1. PEMERIKSAAN FISIK a) TANDA-TANDA VITAL Tekanan Darah : 130/80 mmHg Denyut nadi : 80 kali/menit Pernapasan : 24 kali/menit Temperatur : 36.5 °C Tinggi badan : 158 cm Berat badan : 70 Kg b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS) Statis : Mimik wajah pasien seperti menahan rasa sakit, postur sedikit skoliosis saat duduk. Dinamis : Pasien terdapat abnormalitas gait sedikit trundelenberg gait, pasien kesulitan ambulasi dari tidur ke duduk, pasien tampak kesakitan ketika dilakukan gerakan pada pinggangnya. c) PALPASI
Adanya spasme pada M. erector spine, M. Piriformis, M. semitendinosus Weakness pada M. Abdominal, M. Quadricep Tighness pada M. Hamstring Suhu lokal normal
d) PERKUSI Tidak dilakukan e) AUSKULTASI Tidak dilakukan
f) GERAK DASAR a. Gerak aktif: Regio Lumbal Nama Gerakan Nyeri Fleksi
Keterangan
Terdapat nyeri
ROM batas normal
Tidak terdapat nyeri Rotasi Dekstra Tidak terdapat nyeri Rotasi Sinistra Tidak terdapat nyeri L. Fleksi Dekstra Tidak terdapat nyeri L. Fleksi Sinistra Tidak terdapat nyeri Regio Hip Nama Gerakan Nyeri
ROM batas normal
Fleksi
Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
ROM batas normal
Terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
ROM batas normal ROM batas normal
Ekstensi
Ekstensi Abduksi Adduksi Internal Rotasi Eksternal Rotasi
ROM batas normal ROM batas normal ROM batas normal ROM batas normal
Keterangan
ROM batas normal
ROM batas normal ROM batas normal
b. Gerak Pasif : Regio Lumbal Nama Gerakan Nyeri
End Feel
Fleksi
Terdapat nyeri
Elastis End Feel
Ekstensi
Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
Elastis End Feel
Rotasi Dekstra Rotasi Sinistra L. Fleksi Dekstra L. Fleksi Sinistra
Elastis End Feel Elastis End Feel Elastis End Feel Elastis End Feel
Regio Hip Nama Gerakan Nyeri
End Feel
Fleksi
Elastis End Feel
Ekstensi
Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
Abduksi
Terdapat nyeri
Elastis End Feel
Adduksi
Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
Elastis End Feel
Internal Rotasi Eksternal Rotasi
Elastis End Feel
Elastis End Feel Elastis End Feel
c. Gerak Isometrik : Regio Lumbal Nama Gerakan Nyeri
Keterangan tahanan
Fleksi
Terdapat nyeri
Tahanan Minimum
Ekstensi
Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
Tahanan Minumum
Rotasi Dekstra Rotasi Sinistra L. Fleksi Dekstra L. Fleksi Sinistra
Tahanan Maksimum Tahanan Maksimum Tahanan Maksimum Tahanan Maksimum
Regio Hip Nama Gerakan Nyeri
Keterangan Tahanan
Fleksi
Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
Tahanan Minumum
Terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri Terdapat nyeri
Tahanan Minimum Tahanan Minimum
Ekstensi Abduksi Adduksi Internal Rotasi Eksternal Rotasi
Tahanan MInumum
Tahanan Minimum Tahanan Minimum
g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL Kognitif : Pasien mampu menjelaskan asal mula kejadian penyakit, pasien dapat mengingat perjalanan penyakitnya
Intra-personal : Pasien mempunyai rasa semangat yang
tinggi untuk melakukan terapi
Inter-personal
:Pasien
dapat
berkomunikasi
dan
kooperatif dengan fisioterapis
h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS FUNGSIONAL, & LINGKUNGAN AKTIVITAS Kemapuan Fungsional Dasar : Pasien mampu tidur miring kanan dan kiri, bangun dari tidur, duduk, berdiri, dan berjalan secara mandiri tetapi terdapat nyeri.
Aktivitas Fungsional : Aktivitas perawatan diri dan aktifitas sehari-hari dapat dilakukan secara mandiri namun ada keterbatasan dan terkadang merasa nyeri.
Lingkungan Aktivitas : Lingkungan rumah pasien tidak menyulitkan pasien misalnya bed atau tempat tidur pasien tidak terlalu tinggi dan mudah dijangkau, rumah pasien tidak terlalu banyak tangga, dan lingkungan rumah pasien mewadahi
untuk
melakukan
diintruksikan fisioterapis. 2. PEMERIKSAAN SPESIFIK
Nyeri ( NRS ) : Diam : 3 Tekan : 5 Gerak : 6
latihan-latihan
yang
ROM
Trunk S : 20°- 0°-45° F : 20°- 0°-25°
Hip S : 5°- 0°- 100° F : 35°- 0°- 20° T : 40°- 0°- 30°
MMT HIP : Nama Gerakan
Nilai
Fleksi
4
Ekstensi
4
Abduksi
4
Adduksi
4
Internal Rotasi
4
Eksternal Rotasi
4
Test Spesifik : SLR + Bragard Positif Patrick Negatif Beatty Maneuver Positif Palpasi Positif (Terdapat nyeri tekan
D. UNDERLYING PROCCESS
Piriformis sindrome
Makrotrauma
Keterbatasan ROM
Menurunkan tenderness
Membatasi gerak
Provokasi nyeri
Tenderness
Friction
Kompresi
Muscle shortnes atau spame
Sensasi Parastesia
Overpressure nervus isciadicus
Neuritis pada nervus isciadicus
Nyeri
Muscle Imbalance
Tighness M. Hamstring
TENS
Blocking nyeri
Weakness M. Abdmominal M. Quadricep Menurunkan spasme
Abnormalitas gait
Realease dan Mobilisasi
Vasodilatasi
Strengthening Exercise
Gangguan sirkulasi
MWD
Penumpukan zat iritan
E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI Impairment Pain Spasme Tightness Weakness Parasthesia Tenderness Functional Limitation Kesulitan berdiri lama Kesulitan berjalan cepat Nyeri ketika duduk lama Keterbatasan ambulasi Kesakitan berjalan jauh Kesulitan untuk melakukan gerakan sholat posisi normal Disability Adanya keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
F. PROGNOSIS Qua at Vitam Qua at Sanam Qua at Fungsionam Qua at cosmeticam
: Bonam : Bonam : Bonam : Bonam
G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI i) Tujuan treatment 1. Jangka Pendek Menurunkan Nyeri Meningkatkan Kekuatan Otot Memelihara LGS Mengurangi spasme Menurunkan tightness Menurunkan parastesia Menurunkan tenderness 2. Jangka Panjang Pasien mampu kembali beraktivitas seperti dahulu sebelum sakit 2. Rencana tindakan 3. Teknologi Fisioterapi TENS MWD
H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI TENS Tujuan : untuk mencegah atrofi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik (blocking nyeri), menambah ROM, memperlancar peredaran darah dan memperlancar reabsorbsi oedema Frekuensi : 2-3 kali / minggu Intensitas : 32 mA (sesuai toleransi pasien) Teknik : pastikan area terapi bersih dan kontak langsung dengan kulit. Pasang pad elektroda pada area yang ingin diterapi atau pada area nyeri yang dikeluhkan pasien. Atur timer. Atur intensitas sesuai toleransi pasien Time : 15 menit MWD Tujuan : Memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak, mempercepat penyembuhan radang. Frekuensi : 2-3 kali / minggu Teknik : pasien diposisikan berbaring senyaman mungkin, pastikan area terapi terbebas dari logam. Setting alat dan pastikan pasien hanya merasa hangat dan tidak merasa panas. Time : 15 menit Terapi Latihan
j)
Latihan Stretching Tujuan : untuk melemaskan otot yang mengalami spasme dan untuk melakukan peregangan.
Single knee to chest & Double knee to chest
Double knee to chest with flexion head
Piriformis stretch
8 hitungan, 2 kali pengulangan 2. Latihan penurunan tighness
Realease Hamstring
Straight leg raise
Hamstring stretch
8 hitungan, 2 kali pengulangan
3. Latihan mobilisasi group otot lower back
Cat and camel exercise
3 kali pengulangan 4. Latihan Penguatan otot trunk dan ekstremitas bawah 1.
Bridging
hitungan, 3 kali pengulangan
5. Latihan penurunan Tenderness
Friction : Untuk memprovokasi nyeri
terkoordinir
sehingga
dapat
menurunkan
agar dapat nyeri
dan
melemaskan otot yang spasme. Memfriction pada otot piriformis. Intensitas menyesuaikan, 3 kali pengulangan.
I.
HASIL EVALUASI TERAKHIR
Nyeri
LGS Trunk
LGS Hip
MMT
T0 tekan gerak diam
S : 20°-0°-50°
S : 20°-0°-50°
T2 tekan : 4 gerak : 5 diam : 2 S : 20°-0°-50°
F : 25°-0°-25°
F : 25°-0°-25°
F : 25°-0°-25°
:5 :6 :3
T1 tekan gerak diam
:5 :6 :3
T3 tekan : 2 gerak : 3 diam : 0 S : 20°-0°-55° F : 25°-0°-25°
S : 5°- 0°- 100° S : 5°- 0°- 100° S : 5°- 0°- 110° S : 5°- 0°- 115° F : 35°- 0°- 20° F : 35°- 0°- 20° F : 35°- 0°- 20° F : 40°- 0°- 25° T : 40°- 0°- 30°
T : 40°- 0°- 30° T : 40°- 0°- 30° T : 40°- 0°- 30°
4
4
4
5
J.
EDUKASI DAN KOMUNIKASI Pasien diminta untuk mengurangi aktivitas yang dapat memprovokasi keluhan misalnya menyaku dompet di celana belakang, melakukan aktivitas berat yang tidak disarankan fisioterapis. Mengintruksikan pasien untuk selalu melakukan peregangan (stretching) setiap bangun tidur dan melakukan home program yang telah diajarkan atau dicontohkan terapis. Serta memberikan motivasi kepada pasien untuk selalu semangat untuk sembuh
K. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK
L. CATATAN TAMBAHAN
Malang, 15 Juni 2020 Pembimbing
(__________________)
BAB IV KEASLIAN PENELITIAN a. Dessy Puspitarini (2018). Laporan Kasus: Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra Di Rs Paru Dungus. Piriformis syndrome merupakan sekumpulan gejala dan tanda nyeri pada otot piriformis dengan atau tanpa kompresi saraf ischiadicus, yang merupakan penyebab dari berbagai keluhan lain seperti sciatic dan low back pain. Penggambaran dari sindrom ini yakni rasa sakit yang mendalam, local tenderness di area sekitar gluteal dengan atau tanpa gejala dari sciatic. Untuk mengetahui manfaat MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), US (Ultrasound), serta terapi latihan pada kasus piriformis syndrome. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil adanya penurunan nyeri dan spasme otot m. Piriformis, peningkatan lingkup gerak sendi hip sinistra, serta peningkatan kemampuan fungsional pasien. Terapi dengan menggunakan modalitas MWD (Micro Wave Diathermy), TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), US (Ultrasound), serta terapi latihan dapat mempercepat penurunan nyeri, spasme, peningkatan LGS dan peningkatan kemampuan fungsional. b. Yolanda Sonya Septaningrum (2016). Laporan Kasus: Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra Di Rsud Bantul. Latar Belakang : Sekitar 15% dari populasi kasus sciatica (ischialgia) adalah piriformis syndrome yang terjadi karena saraf sciatica (nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang mengalami pemendekan sehingga mengalami rasa nyeri, kesemutan pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Tujuan : Untuk mengetahui manfaat Short Wave Diathermy (SWD), Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan terhadap pengurangan nyeri, peningkatan kekuatan otot, dan meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus syndrome piriformis sinistra. Metode :Pemberian modalitas terapi SWD, TENS, dan terapi latihan berupa active resisted exercise, stretching active exercise, dan passive exercise. Hasil : Setelah dilakukan terapi, didapatkan hasil T1-T6 yaitu pengurangan nyeri yang dinilai dengan Verbal Descriptive Scale (VDS), diikuti dengan adanya peningkatan kekuatan otot dinilai dengan Manual Muscle Testing (MMT), sehingga dapat menghasilkan peningkatan kemampuan fungsional yang dinilai dengan Oswestry Low Back Pain Indeks. Kesimpulan :Pemberian intervensi fisioterapi terhadap syndrome piriformis berupa SWD, TENS, dan terapi latihan didapatkan hasil pengurangan nyeri, peningkatan kekuatan otot, dan peningkatan kemampuan fungsional. c. Alif Saiful Fata (2016). Pengaruh Penambahan Strain Counter Strain (Scs) Pada Micro Wave Diathermy (Mwd) Dan Streching Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Piriformis Syndrome. Latar Belakang :
Piriformis syndrome merupakan kompresi yang reversible pada saraf sciatic oleh otot piriformis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri yang dalam dan hebat pada daerah bokong, hip, dan sciatica, dengan radiasi nyeri kearah paha, tungkai, kaki dan jari-jari kaki. Pada piriformis syndrome, ketegangan atau spasme otot piriformis dapat menekan saraf sciatic kearah anterior dan inferior. Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan dapat menjadi kronik dan menimbulkan kelemahan. Hasil penelitian yaitu ada pengaruh pada kelompok I setelah dilakukan uji statistic menggunakan wilcoxon signed ranks test didapatkan p-value 0,003 dan kelompok II hasi p-value 0,005, serta terdapat perbedaan pengaruh setelah dilakukan uji statistic menggunakan man whithney test didapatkan p-value 0,001. Kesimpulannya terdapat perbedaan pengaruh antara penambahan strain counter strain (SCS) dan tanpa penambahan strain counter strain (SCS) pada kasus piriformis syndrome dalam penurunan nyeri. d. Mubayinul Khoeroh (2018). Pengaruh Pemberian Myofascial Release Dan Strengthening Exercise Pada Piriformis Syndrome Terhadap Nyeri Dan Fungsional. Piriformis syndrome adalah kondisi muskuloskeletal yang ditandai dengan nyeri pada pinggul, pantat dan bahkan bisa merujuk ke punggung bawah dan paha sebagai hasil dari pemendekan atau spasme otot piriformis. Kasus tersebut dapat menimbulkan nyeri dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari. Untuk mengetahui pengaruh pemberian myofascial release dan strengthening exercise pada piriformis syndrome terhadap nyeri dan fungsional. Penelitian ini menggunakan experimental dengan pre dan post with control group design. Jumlah sampel adalah 18 sampel terdiri dari 9 sampel kelompok perlakuan dan 9 sampel kelompok kontrol. Data yang diperoleh berdistribusi normal. Uji statistik menggunakan Paired Sample T-Test diperoleh kelompok perlakuan dengan nilai nyeri diam 0,000 nyeri tekan 0,000 nyeri gerak 0,000 dan uji pengaruh fungsional dengan nilai 0,000 yang berarti ada pengaruh dari pemberian myofascial release dan strengthening exercise. Sedangkan kelompok kontrol diperoleh nilai nyeri diam 0,001 nyeri tekan 0,001 dan nyeri gerak 0,001 dan uji pengaruh fungsional dengan nilai 0,022 atau ada pengaruh pemberian myofascial release. Uji statistik menggunakan Independent T-Test diperoleh selisih kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai nyeri diam 0,047 nyeri tekan 0,006 dan nyeri gerak 0,001 yang berarti ada beda pengaruh. Ada pengaruh pemberian myofascial release dan strengthening exercise pada piriformis syndrome terhadap nyeri dan fungsional. e. Muna Ramadhani, R., & Pristianto, A. (2017). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrom Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Latar Belakang : Piriformis syndrome adalah sebutan bagi otot piriformis yang mengalami nyeri akibat adanya iritasi pada otot dan saraf
sciatic Pada kasus tersebut bisa ditanggulangi dengan modalitas fisioterapi. Fisioterapi pada kasus ini dapat menurunkan nyeri, meningkatkan lingkup, dan meningkatkan kekuatan otot menggunakan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, dan terapi latihan. Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus piriformis syndrome dengan menggunakan modalitas Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, dan terapi latihan. Hasil : Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapat hasil penurunan nyeri, berupa nyeri diam pada T0 hasil yaitu nyeri ringan pada T6 hasil yaitu tidak nyeri, Nyeri tekan pada T0 hasil yaitu nyeri ringan pada T6 hasil yaitu tidak nyeri, dan nyeri gerak pada T0 hasil yaitu nyeri ringan pada T6 hasil yaitu tidak nyeri, peningkatan kekuatan otot didapat hasil grup otot adduktor pada T0 hasil 4 yaitu mampu bergerak penuh dengan Lingkup Gerak Sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal pada T6 hasil 5 yaitu mampu bergerak penuh dengan Lingkup Gerak Sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan maksimal , dan abduktor pada T0 hasil 4 yaitu mampu bergerak penuh dengan Lingkup Gerak Sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal pada T6 hasil 5 mampu bergerak penuh dengan Lingkup Gerak Sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan sub maksimal. Kesimpulan : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dapat mengurangi nyeri, sedangkan terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot.
LAMPIRAN JURNAL
BAB V PENUTUP KESIMPULAN Sindrom piriformis merupakan suatu terminology yang dilaporkan oleh Robinson bahwa musculus piriformis dan jaringan fascia dapat menyebabkan ischialgia. Frekuensi sindrom piriformis diperkirakan hampir 6% dari total kasus iskialgia dalam praktek dokter keluarga di Amerika Serikat, sementara di Indonesia belum ada data. Beberapa laporan menunjukkan rasio angka kejadian perempuan dibanding laki-laki 6:1. Berdasarkan etiologi, sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung akibat trauma atau faktor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat trauma semacam perlengketan (adhesi). Penyebab sekunder termasuk gejala yang terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi,anomali pembuluh darah atau simpai fibrosis yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca, dan adanya titik-titik picu myofascial. Penegakan diagnosis sindrom piriformis sering dibuat setelah mengeksklusi penyebab ischialgia lain. Robinson pertama kali menyusun penegakan diagnosis berdasar 6 ciri: (1) riwayat jatuh pada pantat; (2) nyeri pada area: sendi sacroiliaca, foramen ischiadicum majus, dan otot piriformis; (3) nyeri akut yang kambuh saat membungkuk atau mengangkat; (4) adanya massa yang teraba di atas piriformis; (5) Tanda Laseque positif; dan (6) atrofi gluteus. Beberapa pemeriksaan fisik dapatmendukung diagnosis sindrom piriformis seperti tes Pace, tes Beatty, tes Freiberg, dan palpasi spasme dengan tepat. Karena tidak ada tanda patognomonis, beberapa diagnosis banding harus dipertimbangkan; antara lain: herniasi diskus intervertebralis, degenerasi diskus intervertebralis, arthropati, sacroiliitis, nyeri myofascial, dan bursitis trochanter femur. Pendekatan tatalaksana yang pertama dan utama ialah rehabilitasi, dimulai dari aktifitas dan terapi fisis, penekanannya pada komponen-komponen yang melibatkan otot piriformis. Tujuannya selain meregangkan dan menguatkan otot-otot.
DAFTAR PUSTAKA Puspitarini, D., Rahman, F., OR, M., Pristianto, A., Ft, S. S., & Santoso, T. B. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra
Di
RS
Paru
Dungus (Doctoral
dissertation,
Universitas
Muhammadiyah Surakarta). Bambang Trisnowiyanto, 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian Kesehatan.Yogyakarta : Nuha Medika Douglas Sara, 2002. Sciatic Painand Piriformis Syndrome, http://Gateway/d/Kalindra/piri_up.htm. Updated April 30, 2013. Boyajian et al, 2007. Diagnosis and Management of Piriformis Syndrome : An Osteopathic Approach, Review Article, Vol. 108 Septaningrum, Y. S. (2016). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Piriformis Syndrome Sinistra Di RSUD Bantul (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Muna
Ramadhani,
R.,
&
Pristianto,
A.
(2017). PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SYNDROM DI RSUD Dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Prasetyo, A. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Piriformis Syndrome Sinistra Di Rsud Saras Husada Purworejo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Zulfa, R. O. (2019). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Piriformis Syndrome Dextra di RSJD DR. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Fata, A. S. (2016). Pengaruh Penambahan Strain Counter Strain (Scs) Pada Micro Wave Diathermy (Mwd) Dan Streching Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Piriformis Syndrome (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Khoeroh, M., & Widodo, A. (2018). Pengaruh Pemberian Myofascial Release Dan Strengthening Exercise Pada Piriformis Syndrome Terhadap Nyeri Dan
Fungsional (Doctoral
Surakarta).
dissertation,
Universitas
Muhammadiyah
Muna
Ramadhani,
R.,
&
Pristianto,
A.
(2017). PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA KASUS PIRIFORMIS SYNDROM DI RSUD Dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). AJI, Bayu; PRASETYO, Eko Budi. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PIRIFORMIS SYNDROME DEKSTRA DENGAN MODALITAS TENS, FRICTION DAN METODE TERAPI LATIHAN DI RSUD BENDAN. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2018, 32.2: 18-23. Apriliani, Y., & Widodo, A. (2019). Penatalaksanaan Fisioterapi dengan Microwave Diathermy, Tens, Stretching dan Strengthening Pada Piriformis Syndrome di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Slawi (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Ridho, F., & Susanti, N. (2016). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
PIRIFORMIS
SINDROME
DEKSTRA
DENGAN
MODALITAS MICRO WAVE DIATHERMI, ULTRA SOUND DAN TERAPI LATIHAN. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 30(2), 13-20.