Makalah TB Paru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kata Pengantar



Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah_Nya sehingga dapat diselesaikan tugas penulisan makalah tentang Keperawatan Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS Adapun maksud dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu cara guna memperdalam pengetahuan tentang Penyakit Tuberculosa dan strategi yang dipakai dalam menanggulanginya serta peran perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan, yang merupakan salah satu kompetensi di dalam mata kuliah Keperawatan yang diajarkan di PJJ Diploma III Keperawatan Poli Teknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan Timur. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas bimbingan dan dorongan, serta bantuan dari berbagai pihak yang terlibat. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih setulusnya kepada para Dosen Pembimbing, Tutor dan semua pihak yang telah mensupport dalam penyelesaian makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Harapan penulis semoga makalah ini mampu memberikan informasi kepada pembaca tentang Penanggulangan Penyakit Tuberculosa Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan atas perhatian pembaca kami ucapakan terimakasih



1



DAFTAR ISI



Contents Kata Pengantar...................................................................................................................1 DAFTAR ISI......................................................................................................................2 BAB 1................................................................................................................................3 PENDAHULUAN.............................................................................................................3 1.1.



Latar Belakang...................................................................................................3



1.2.



Rumusan Permasalahan......................................................................................3



1.3.



Tujuan Penulisan................................................................................................4



BAB 2................................................................................................................................5 PEMBAHASAN................................................................................................................5 2.1.



Definisi / Pengertian Penyakit TBC (Tuberculosis)............................................5



2.2.



Etiologi Penyakit Tuberculosis...........................................................................5



2.3.



Patogenesis TB...................................................................................................6



2.4.



Cara Penularan TB.............................................................................................7



2.5.



Upaya pengendalian...........................................................................................8



2.6.



Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia:........................................................10



2.7.



Penegakan Diagnosa TB...................................................................................12



2.8.



Jenis Penyakit TB.............................................................................................14



2.9.



Tatalaksana / Pengobatan Penderita TB...........................................................15



2.10.



Peran perawat dalam penanggulan TB dengan startegi DOTs......................18



BAB 3..............................................................................................................................21 PENUTUP.......................................................................................................................21 3.1.



Kesimpulan......................................................................................................21



3.2.



Saran................................................................................................................22



DAFTAR PUSTAKA :...........................................................................................................23



2



BAB 1



PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penularan melalui udara, sumber penularan adalah pasien TB yang dahaknya mengandung kuman TB. Gejala umum TB pada orang dewasa adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih. Bila tidak diobati maka setelah lima tahun sebagian besar (50%) pasien akan meninggal. Mulai tahun 1995, program pengendalian TB nasional mengadopsi strategi DOTS atau Directly Observed Treatment Shortcourse, yang direkomendasi oleh WHO. Strategi DOTS telah dibuktikan dengan berbagai uji coba lapangan dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. 1.2. Rumusan Permasalahan Pemahaman yang benar mengenai Definisi Penyebab dan Jenis TB, Perjalanan Penyakit, (patogenesis), Cara Penularan, Penegakan Diagnosa, Upaya Pengendalian, Penanganan dan Penata laksanaan serta Keterlibatan Peran Perawat dalam Penanggulangannya



3



1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan umum : Tujuan



dari penulisan



makalah



ini adalah



untuk



menambah



pengetahuan mahasiswa tentang hal – hal apa saja yang perlu dipahami mengenai pengendalian TB dengan strategi DOTS dan peran Perawat dalam pengendalian 1.3.2. TB Tujuan khusus : 1.3.2.1. Mahasiswa dapat memahami tentang penularan TB dan upaya pengendaliannya 1.3.2.2. Mahasiswa dapat memahami .tata laksana TB. 1.3.2.3. Mahasiswa dapat memahami peran Perawat dalam program pengendalian TB.



4



BAB 2



PEMBAHASAN



2.1. Definisi / Pengertian Penyakit TBC (Tuberculosis) Penyakit TBC merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Apabila eseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab Tuberculosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit Tuberkulosis jaringan paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %). Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas. 2.2. Etiologi Penyakit Tuberculosis Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).



5



2.3. Patogenesis TB Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Respons ini merupakan raksi hipersensitivitas tipe IV (selular atau lambat). Awalnya, infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena sekret makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya. Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau hematogen. Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru.



6



2.4. Cara Penularan TB Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (+). Pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Gambar 2



Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya



7



melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut



dianggap



tidak



menular.



Berikut



adalah



gambar



skema



penularan/penyebaran penyakit TBC (Tuberculosis) untuk lebih jelasnya. 2.5. Upaya pengendalian Upaya pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak sebelum kemerdekaan. Setelah perang dunia kedua, secara terbatas melalui 20 balai pengobatan dan 15 sanatorium yang pada umumnya berada di pulau Jawa. Setelah perang kemerdekaan, diagnosis ditegakkan TB berdasarkan foto toraks dan pengobatan pasien dilakukan secara rawat inap. Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai startegi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci,yaitu : 2.5.1. Komitmen politis,dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 2.5.2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 2.5.3. Pengobatan yang standar,dengan supervise dan dukungan bagi pasien. 2.5.4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.



8



2.5.5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (Costeffective). Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat demi efisiensi dan efektifitasnya.



Satu



studi



cost



benefit



yang



dilakukan



di



Indonesia



menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Pada tahun 1994 Departemen Kesehatan RI melakukan uji coba penerapan Strategi DOTS di satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan satu Kabupaten di Provinsi Jambi. Atas keberhasilan uji coba yang ada,mulai tahun 1995 secara nasional Strategi DOTS diterapkan bertahap melalui Puskesmas. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Perjalanan waktu membuktikan bahwa upaya pengendalian TB telah memberikan hasil yang bermakna sampai dengan saat ini. Evaluasi yang dilakukan melalui Joint External TB Monitoring Mission (JEMM) pada tanggal



9



11-12 Februari 2013, dilaporkan bahwa Indonesia telah mencapai kemajuan dalam upaya pengendalian TB di Indonesia. Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun. Pada RPJMN 2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100,000 penduduk dari 235 menjadi 224. Keberhasilan yang yang dicapai RPJMN 2010-2014 akan menjadi landasan RPJMN berikutnya. Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian akan disesuaikan dengan target pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target Global TB Strategy pasca 2015 dan target SDGs (Sustainable Development Goals). 2.6. Kebijakan Pengendalian TB di Indonesia: Dalam upaya pengendalian TB, Pemerintah mempunyai kebijakan dan strategi nasional. Pengendalian



TB



di



Indonesia



dilaksanakan



sesuai



dengan



azas



desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/Kota. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS sebagai kerangka dasar dan memperhatikan strategi global untuk mengendalikan TB (Global Stop TB Strategy). Penguatan komitmen daerah untuk program pengendalian TB dengan peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB resistan obat.



10



Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL) Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan kemitraan antara sector pemerintah, swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB (Gerdunas TB). 2.6.1. Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan di tujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan. 2.6.2. Obat



Anti



Tuberkulosis



(OAT)



dijamin



ketersediaannya



oleh



pemerintah difasilitas kesehatan yang melaksanakan strategi DOTS. 2.6.3. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. 2.6.4. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. 2.6.5. Memperhatikan komitmen terhadap pencapaian target strategi global pengendalian TB. 2.6.6. Strategi nasional program pengendalian TB nasional dengan 7 strategi 2.6.7. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu. 2.6.8. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya. 2.6.9. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan TB Terpadu Pemerintah dan Swasta (Public-Private Mix) dan menjamin kepatuhan



terhadap



Standar



Internasional



(International Standars for TB Care) 11



Penatalaksanaan



TB



2.6.10. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB dalam pengendalian TB. 2.6.11. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB. 2.6.12. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB. 2.6.13. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis. 2.7. Penegakan Diagnosa TB 2.7.1. Penemuan Pasien Tuberkulosis (case fiding) Penemuan pasien bertujuan untuk mendapatkan pasien TB melalui serangkaian kegiatan mulai penjaringan terhadap terduga pasien TB, pemeriksaan fisik dan laboratories, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh sehingga tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan terduga pasien, didiagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.



12



2.7.2. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) Gambar 3 Bagan alur Diagnosis TB Paru



13



Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis „TB paru BTA positif. (lihat bagan alur) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). 2.8. Jenis Penyakit TB 2.8.1.



Tuberculose Paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,



yaitu sewaktu– pagi – sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang 14



sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru 2.8.2.



Tuberculose Ekstra Paru. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku



kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lainlain 2.9. Tatalaksana / Pengobatan Penderita TB Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu



15



yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya. Tujuan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT Tabel Jenis, sifat dan dosis obat anti tuberculosis Jenis Obat



Kode OAT (H)



Sifat AB Bakterisida



Rekom Dosis Harian 5 (4-6)



(mg\kg\BB) 3x seminggu 10 (8-12)



Rifampicin



(R)



Bakterisida



10 (8-12)



10 (8-12)



Pyrazinamide



(Z)



Bakterisida



25 (20-30)



35 (30-40)



Streptomycin



(S)



Bakterisida



15 (12-18)



15 (12-18)



Ethambutol



(E)



Bakteriostatik



15 (15-20)



30 (20-35)



Isoniazid



Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT_Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 2.9.1. Tahap awal (intensif) 16



Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2.9.2.



Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun



dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia, paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: 2.9.2,1.



Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3



2.9.2,2.



Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)



2.9.2,3.



Kategori Anak: 2HRZ/4HR



Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.



17



Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien 2.10. Peran perawat dalam penanggulan TB dengan startegi DOTs. Ada tiga hal penting peran perawat,antara lain: Peran perawat sebagai pengelola, pendidik, dan pelaksana dalam penanggulangan tuberculosis Fokus pelayanan kesehatan dalam praktik keperawatan dan pengobatan TB. Menurut kozier Erth (1990), pelayanan kesehatan dalam praktek keperawatan merupakan yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan yang berfokus pada praktek keperawatan, yang meliputi tiga area, yaitu: 2.10.1. Peningkatan kesehatan (Health promotion). 2.10.2. Pemeliharaan kesehatan (Health maintenance). 2.10.3. Pemulihan kesehatan (Health restoration)



18



Sebagai perawat professional maka peran yang diemban adalah “CARE”, yang meliputi : 2.10.1. Peran perawat sebagai pengelola dalam penanggulangan Tuberculosis Perawat dapat menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola praktik keperawatan, yang meliputi penentuan Model



Praktik



Keperawatan



Professional



(MPKP)



yaitu



:



Pengumpulan data, Analisa data, Rumusan masalah, Perencanaan, Intervensi, Implementasi, Evaluasi 2.10.2. Peran perawat sebagai pendidik dalam penanggulangan Tuberculosis Perawat mampu memberi pendidikan atau penyuluhan keperawatan dan pengobatan Tuberculosis kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta bimbingan pembinaan tenaga keperawatan dan kesehatan lainnya, misalnya yaitu : Tehnik pengumpulan dahak, Memperkenalkan kualitas dahak yang baik, Mengajarkan cara mengatasi kesulitan mengeluarkan dahak dengan menggunakan metode demonstrasi 2.10.3. Peran perawat sebagai pelaksana dalam penanggulangan Tuberculosis Perawat mampu mengumpulkan data dan berkolaborasi dalam merancang dan menghasilkan serta melakukan replikasi riset keperawatan pada pasien tuberculosis. Dalam hal ini perawat berperan dalam pencatatan dan pelaporan tuberculosis, yang misalnya : Pengobatan pasien tuberculosis yang terdaftar 12 – 15 bulan yang lalu, Penemuan kasus baru dan kambuh, Pasien yang dirujuk, Pengobatan



19



dari pasien TB pindahan , Efektivitas pengobatan OAT, Keteraturan penggunaan OAT, Sistem pengawasan dan pendistribusian obat.



20



BAB 3



PENUTUP



3.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dipetik dari makalah ini adalah sebagai berikut: Penyakit TBC merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yangdisebabkan



oleh



bakteri



Mycobacterium



tuberculosis.



Penyakit



ini



merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah.Bakteri ini merupakan bakteri basil dan lebih sering menginfeksi organ paru-paru. Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Dalam upaya pengendalian TB, Pemerintah mempunyai kebijakan dan strategi nasional.



21



3.2. Saran 3.2.1.



Dalam semangat pemberantasan TB perawat tetap dituntut untuk bersikap dan bekerja secara Profesional untuk menghindari rantai penularan TB



3.2.2.



Pada program Pemberantasan TB peran perawat jangan sampai terjebak pada hanya pengobatan TB tetapi memanfaatkan ruang lingkup yang lebih luas sesuai wewenang dan kompetensi



3.2.3.



Terapkan image pada pola pikir masyarakat bahwa meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penularan penyakit TB akan jauh lebih mudah daripada mengobati dan merehabilitasi penyakit TB yang diderita



22



DAFTAR PUSTAKA :



1



Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.



2



Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.



3



Depkes RI. Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC



4



Gould, D dan Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Jakarta: EGC



5



Depkes RI. Notoatmodjo, S. 2006. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsipprinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta



6



Volk, Wesley A. dan Wheeler, Margaret F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.



7



Brooks, Geo F., Butel, Janet S. dan Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.



8



Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2014, Kemenkes,Dirjen P2PL. Referensi :



9



https://medicallinkgo.wordpress.com/2012/04/12/tatalaksanapasientb/http: //jemariinspira simu.blogspot.com/2015/10/infeksi-tbc.htm



23