Makalah Teori Dignan 1000 HPK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“ANALISIS PROGRAM 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DI KABUPATEN PASAMAN” Menggunakan Theory Dignan



DISUSUN OLEH: FINDA AMALIA HADI



(101811123034)



ADHAN KURNIA



(101811123058)



FAKULTAS KESEHATAN MASAYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2019 1



KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Program Promosi Kesehatan dengan tepat waktu. Program yang kami bahas yaitu “ANALISIS PROGRAM 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DI KABUPATEN PASAMAN” Menggunakan Theory Dignan. Adapun maksud dan tujuan kami dalam menyelesaikan tugas ini adalah untuk menambah pengetahuan kami mengenai materi tersebut. Dengan upaya yang kami lakukan, semoga Ibu dosen selalu memberikan bimbingan pada kami, agar mendapatkan nilai yang kami harapkan serta dapat menyampaikan persepsi dan standar pendidikan di Universitas Airlangga Surabaya khususnya dalam mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Ibu. Pola dan penyajiannya diharapkan dapat dimengerti dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Akhir kata kami sampaikan terima kasih pada semua pihak yang ikut dalam membantu menyelesaikan tugas ini. Kritik dan saran selalu kami harapkan dalam kesempurnaan makalah ini.



2



DAFTAR ISI COVER .................................................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4 1. Latar Belakang ............................................................................................................. 4 2. Analisis Kritis Menggunakan Teori Dignan ................................................................ 5 Tahap 1 (Community Analysis) ............................................................................................... 6 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Diagnosis Sosial ........................................................................................................... 6 Diagnosis Epidemiologi ............................................................................................... 6 Diagnosis Perilaku ....................................................................................................... 6 Kondisi Geografis ........................................................................................................ 6 Educational dan Ekologikal Diagnosis ........................................................................ 7 Administratif dan Policy Diagnosis ............................................................................. 7



Tahap 2 (Targetted Assessment) .............................................................................................. 7 Tahap 3 (Program Plan Development) .................................................................................... 8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Recruit Planning Group Member ................................................................................. 8 Development Program Goals ....................................................................................... 8 Develop Objective for Goals ....................................................................................... 8 Explore Resource and Contrains .................................................................................. 8 Select Methods and Activities ..................................................................................... 9 Plan for Implementation ............................................................................................ 10 Plan for Evaluation .................................................................................................... 10



Tahap 4 (Implementation)...................................................................................................... 11 Tahap 5 (Evaluation).............................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 13



3



PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gerakan perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan atau Gerakan 1000 HPK merupakan upaya Pemerintah dalam perbaikan gizi anak. Periode ini disebut golden periode atau waktu yang kritis dimana jika tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen (Menkokesra RI, 2013). Indikator yang menjadi tujuan dari gerakan 1000 HPK adalah menurunkan jumlah BBLR, stunting, wasting, overweight, anemia, meningkatkan ASI eksklusif selama 6 bulan (Menkokesra RI, 2012). Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) nasional tahun 2017 prevalensi underweight 17,8%, wasting 9,5%, stunting 29,6% dan gizi lebih 4,6% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi balita underwight 17,7%, wasting 10,2%, stunting 30,8%, balita gemuk 8%, BBLR 6,2%, dan anemia pada ibu hamil 48,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Untuk Propinsi Sumatera Barat, hasil PSG nasional tahun 2017, prevalensi stunting yaitu 30,6%, dimana prevalensi ini berada diatas prevalensi stunting nasional yang hanya 29,6%. Untuk indikator wasting >10,1%, dimana prevalensi nya juga berada di atas prevalensi nasional yaitu 9,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Hasil PSG di Propinsi Sumatera Barat tahun 2015 presentase stunting (27,6%), tahun 2016 menurun 2,1% yaitu (25,5%) dan tahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 5,1% (30,6%). Sedangkan indikator wasting tahun 2015 sebesar (9,6%), tahun 2016 terjadi penurunan sebesar 0,7% (8,9%) dan tahun 2017 terjadi peningkatan sebesar 1,2% (10,1%) (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2017). Hasil laporan PSG Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat menunjukan bahwa, Kabupaten Pasaman adalah daerah yang mempunyai prevalensi masalah gizi paling tinggi pada indikator wasting maupun stunting pada balita. Laporan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman tahun 2014 dan hasil PSG tahun 2015 sampai tahun 2017, persentase wasting tahun 2013 sebesar 14,4% dan tahun 2017 sebesar 15,9%, sehingga terjadi peningkatan sebesar 1,5%. Persentase stunting juga mengalami peningkatan dari 37,8% (tahun 2013) menjadi 40,6% (tahun 2017). Sementara itu persentase balita overweight mengalami sedikit penurunan dari 8,6% pada tahun 2015 menjadi 8,1% pada tahun 2016 (Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman, 2017).



4



Pada tahun 2014 prevalensi anemia cukup tinggi sebesar 35,9%, tahun 2015 sebesar 34,3% dan tahun 2017 sebesar 29,6%. Pada Indikator BBLR tahun 2014 sebesar 1,87%, tahun 2016 sebesar 1,68% dan tahun 2017 sebesar 1,15% (Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman, 2017). Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan Kepala Seksi Kesehatan Keluarga (Kesga) dan Gizi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pasaman, masih tingginya permasalahan gizi di Kabupaten Pasaman berkaitan dengan outcome gerakan 1000 HPK. Kondisi ini disebabkan karena belum optimalnya regulasi tentang gerakan 1000 HPK, masih minimnya evaluasi ditingkat masyarakat walaupun sudah dilaksanakan rapat koordinasi antara Kepala Puskesmas. Gerakan 1000 HPK ini juga terkendala dana yang tidak mencukupi. Dalam sebuah sistem kesehatan diperlukan elemen input, proses, output yang saling mempengaruhi. Apabila satu elemen tidak berjalan dengan baik akan mempengaruhi elemen atau bagian yang lain, sehingga outcome dari suatu program juga tidak tercapai (Notoatmodjo, 2017). Untuk menentukan berjalan atau tidaknya suatu program dapat dianalisis melalui pendekatan yang dikembangkan oleh George C.Edward III, dimana dalam keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi (Agustino, 2017). Melihat permasalahan gizi yang ada di Kabupaten Pasaman dan kendala yang dihadapi, perlu kiranya dianalisis lebih mendalam bagaimana pelaksanaan dari gerakan 1000 HPK. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah input, proses dan output dalam gerakan 1000 HPK di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. 2.



Analisis Kritis Menggunakan Teori Dignan Dalam pembahasan kali ini kami akan menganalisa program 1000 Hari Pertama Kehidupan dengan menggunakan Teori Dignan. Jurnal yang kami jadikan acuan sebagai Analisa kasus adalah “Implementasi Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan Di Kabupaten Pasaman 2017” dengan tambahan dari berbagai referensi lain untuk melengkapi.



5



2.1 Tahap 1 (Community Analysis) 2.1.1 Diagnosis Sosial Kabupaten Pasaman adalah salah satu dari 19 Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat. Kabupaten Terdiri dari 12 kecamatan dan 37 nagari. Jumlah penduduk kabupaten Pasaman pada tahun 2017 mencapai 275.278 jiwa. Banyaknya penduduk yang ada di kabupaten Pasaman bisa mempengaruhi proses keberhasilan program 1000 HPK. Potensi terbesar pada Kab. Pasaman terletak pada sektor perkebunan kelapa sawit, jeruk, salak, karet, kopi dan cocoa. Sehingga dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk adalah kegiatan pertanian, dalam hal ini termasuk perkebunan yang ditopang dengan usaha industri pengolahan hasil kebun. 2.1.2 Diagnosis Epidemiologi Laporan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman tahun 2014 dan hasil PSG tahun 2015 sampai tahun 2017. Presentase wasting tahun 2013 sebesar 14,4%. Tahun 2017 sebesar 15,9%. Dari tahun 2013-2017 terjadi peningkatan sebesar 1,5%. Presentase stunting juga mengalami peningkatan, Tahun 2013 presentase stunting 37,8% menjadi 40,6% di tahun 2017. Hasil laporan PSG Dinas Kesehatan propinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa kabupaten pasaman adalah daerah yang mempunyai prevalensi masalah gizi paling Tinggi pada indikator wasting dan stunting pada balita. 2.1.3 Diagnosis Perilaku Kabupaten Pasaman dengan luas wilayah 3.864,02 km, dengan jumlah penduduk 275.278 jiwa dengan adsministrasi pemerintahan yang meliputi 11 kecamatan. Potensi terbesar pada Kab. Pasaman terletak pada sektor perkebunan kelapa sawit, jeruk, salak, karet, kopi dan cocoa. Sehingga dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk adalah kegiatan pertanian, dalam hal ini termasuk perkebunan yang ditopang dengan usaha industri pengolahan hasil kebun. 2.1.4 Kondisi Geografis Kabupaten Pasaman adalah salah satu dari 19 Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat. Terdiri dari 12 kecamatan dan 37 nagari. Jumlah penduduk kabupaten Pasaman pada tahun 2017 mencapai 275.278 jiwa. Letak kabupaten pasaman berada di pertigaan menuju 3 lokasi pusat pemerintahan kabupaten, Lubukbasung di Agam, Simpangempat di Pasaman Barat dan Lubuksikaping di Pasaman. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Lubuk Sikaping sedangkan kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah kecamatan Mapat Tunggul Selatan. 6



2.1.5 Educational dan Ekologikal diagnosis Berdasarkan teori Lawrence Green:  Faktor Predispossing Rendahnya pengetahuan dan partisipasi warga dalam program perbaikan gizi 1000 HPK  Faktor Reinforcing Belum ada komitmen dan kemitraan dengan pemangku kepetingan khusus untuk gerakan 1000 HPK. Kurangnya tenaga gizi dan tenaga kesehatan serta tenaga penyuluhan.  Faktor Enabling Tidak ada penganggaran khusus untuk gerakan 1000 HPK seperti kegiatan kampanye, sosialisasi dan advokasi, menggalang kerjasama, diskusi serta pelatihan juga belum ada. 2.1.6 Administratif dan policy diagnosis Belum terbentuk penggalangan komitmen dan kemitraan dengan pemangku kepentingan khusus untuk gerakan 1000 HPK. Belum ada penganggaran khusus untuk untuk gerakan 1000 HPK seperti kampanye, sosialisasi dan advokasi, menggalang kerja sama serta pelatihan juga belum ada. Kurangnya sumberdaya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Kurangnya tenaga gizi dan beberapa tenaga kesehatan, serta kurangnya tenaga penyuluhan. Kurangngnya sarana dan prasarana. Seperti sarana dan prasarana pemantauan pertumbuhan balita di Puskesmas dan Posyandu.



2.2 Tahap 2 (Targetted Assessment) Target / sasaran program 1000 HPK yang ingin dicapai pada tahun 2025 yaitu:  Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40%  Menurunkan proporsi anak balita yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5%  Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30%  Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih  Menurunkan proporsi Ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50%  Meningkatkan presentase Ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50%



7



2.3 Tahap 3 (Program Plan Development) 2.3.1 Recruit Planning Group Member 1. Pemangku Kepentingan Hasil penelitian menunjukkan belum terbentuknya penggalangan komitmen dan kemitraan dengan pemangku kepentingan khusus untuk gerakan 1000 HPK. 2. Sumber Daya Manusia Hasil penelitian menunjukkan hampir semua informan menyatakan kekurangan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Seperti kekurangan tenaga gizi sebanyak 62,5%. Kekurangan tenaga gizi dan



beberapa



tenaga



kesehatan



serta



tenaga



penyuluh



lainnya



menyebabkan tidak optimalnya pelaksanaan intervensi di lapangan, serta sangat berpengaruh terhadap upaya perbaikan gizi masyarakat. Dari hasil observasi oleh peneliti didapatkan Regulasi yang sudah ada menyangkut kegiatan rutin yang ada kaitannya dengan 1000 HPK seperti regulasi tentang penunjukan kader aktif posyandu, regulasi tentang pembentukan forum masyarakat peduli ibu hamil di Kecamatan Lubuk Sikaping, regulasi tentang penyuluhan fasilitatif ibu hamil KEK, regulasi pembentukan Kampung KB, Regulasi tentang penunjukan kader Bina Keluarga Balita, kader Bina Keluarga Lansia, Kader Bina Keluarga Remaja, Regulasi tentang penunjukan kelompok pemanfaatan pekarangan rumah tangga, pengolahan pangan lokal dan keamanan pangan. 2.3.2 Development Program Goals Tujuan umum dari program 1000 HPK di Indonesia adalah melakukan perbaikan gizi anak dan Indikator yang menjadi tujuan dari gerakan 1000 HPK adalah menurunkan jumlah BBLR, stunting, wasting, overweight, anemia, meningkatkan ASI eksklusif selama 6 bulan (Menkokesra RI, 2012). 2.3.3 Develop Objective for Goals Pada tahap ini dibuat tujuan yang lebih khusus pada program 1000 HPK di kabupaten Pasaman terkait perbaikan gizi balita di wilayah tersebut, namun dari hasil pengamatan yang dilakukan di daerah tersebut belum adanya regulasi tertulis khusus tentang gerakan1000 HPK di Kabupaten Pasaman



8



tahun 2017 terkait



dengan visi dan misi program tersebut dilakukan di



wilayah tersebut. 2.3.4 Explore Resource and Contrains Man : sumber daya manusia dari Dinas Kesehatan masih kekurangan dan anggaran Dinas Kesehatan tidak mencukupi,sehingga pegawai yang ada sudah punya tanggung jawab masing-masing tetapi belum bekerja secara maksimal karena belum ada pengaturan alokasi dana untuk menggaji tenaga kesehatan. Money : Hasil penelitian menunjukan bahwa penganggaran khusus untuk gerakan 1000 HPK seperti kegiatan kampanye, sosialisasi dan advokasi, menggalang kerja sama, diskusi, serta pelatihan belum ada di Kabupaten Pasaman tahun 2017.



Material : Hasil penelitian menunjukkan masih kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung terkait dengan gerakan 1000 HPK. Seperti sarana dan prasarana pemantauan pertumbuhan balita di Puskesmas dan di Posyandu. Hal ini disebabkan belum adanya alokasi dana untuk pembelian alat pemantauan.



Method : belum terbentuknya penggalangan komitmen dan kemitraan dengan pemangku kepentingan khusus untuk gerakan 1000 HPK.



Market : sasaran intervensi gizi dalam rangka 1000 HPK adalah seluruh keluarga yang ada di wilayah kerja Puskesmas kabupaten Pasaman. Time : untuk waktu pelaksanaan kegiatan 1000HPK sebenarnaya sudah direncanakan, namun masih kurangnya komitmen pada tim, masih kurangnya kekuatan kebijakan dan regulasi yang mengatur tentang tanggung jawab tim menyebabkan beberapa kegiatan yang sudah direncanakan menjadi tidak terlaksana. Information : informasi kegiatan intervensi gizi di di wilayah kabupaten pasaman masih kurang, karena tokoh masyarakat yang ada di sana pasif. 2.3.5 Select Methods and Activities a. Advocate (Advokasi) Melakukan advokasi kepada pemerintahan tingkat tinggi. b. Mediate (Bina Suasana) Mengembangkan rencana pembiayaan, memberi bantuan teknis kepada Pemerintah untuk intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif, pertanian dan kesejahteraan sosial serta dapat memperkuat mobilisasi, advokasi,



9



komunikasi, riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada tingkat masyarakat untuk menangani kekurangan gizi. c. Enable (Gerakan Pemebrdayaan + Kemitraan) Kemitraan lintas sektor tingkat Kabupaten dalam hal ini Dinas Kesehatan, Dinas Pangan, Dinas PP dan KB, Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pendapatan Daerah (Bapeda), Dinas Pertanian, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar berperan sebagai fasilitator dan motivator serta mengevaluasi gerakan 1000 HPK. Selain itu juga memberdayakan masyarakat seperti membentuk kader aktif posyandu, pembentukan forum masyarakat peduli ibu hamil, kader Bina Keluarga Balita, kader Bina Keluarga Lansia, Kader Bina



Keluarga



Remaja,



Regulasi



tentang



penunjukan



kelompok



pemanfaatan pekarangan rumah tangga, pengolahan pangan lokal dan keamanan pangan. 2.3.6 Plan for Implementation Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penganggaran khusus untuk gerakan 1000 HPK seperti kegiatan kampanye, sosialisasi dan advokasi, menggalang kerja sama, diskusi, serta pelatihan belum ada di Kabupaten Pasaman tahun 2017. Penganggaran tersedia untuk kegiatan intervensi spesifik dan sensitif terkait gerakan 1000 HPK tersebut. Anggaran berasal dari dana anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga tersedia khusus untuk pelaksanaan kegiatan di Puskesmas. Tahun 2018, beberapa Puskesmas sudah mendapatkan dana nagari dalam hal insentif kader posyandu, dana langsung diserahkan kebidan desa untuk dibayarkan sebagai honor ke kader. 2.3.7 Plan for Evaluation 1. Adanya komitmen tertulis, terbentuk dan berfungsinya gugus tugas. Tahun 2018 telah terbentuk penggalangan



komitmen dan pembuatan



MOU namun masih sebatas sosialisasi terkait masalah stunting. Penggalangan komitmen dan pembuatan MOU belum melibatkan pemangku kepentingan dari sektor non Pemerintahan sehingga upaya 10



penyelesaian masalah gizi masih menjadi tanggung jawab dan agenda kerja dari Pemerintah saja. 2. Adanya kerangka legalitas program Hampir semua kegiatan program ditingkat Kabupaten mempunyai legalitas program seperti SK Bupati, dan SK Kepala Dinas, namun untuk di Puskesmas belum ada legalitas program yang berasal dari Kabupaten ataupun Puskesmas sendiri, yang tersedia instrumen dalam melaksanakan program adalah SPM, Permenkes dan SOP Puskesmas. 3. Teridentifikasinya Program Gizi Spesifik dan Gizi Sensitif Kegiatan intervensi gizi sensitive dan gizi spesifik yang belum mencapai target untuk dapat ditingkatkan sehingga mencapai target yang diinginkan



2.4 Tahap 4 (Implementation) Intervensi spesifik dan intervensi sensitif telah terlaksana, namun masih ada indikator yang belum terlaksana. Pembentukan organisasi khusus tentang gerakan 1000 HPK belum terbentuk dan partisipasi pemangku kepentingan belum maksimal. Belum adanya regulasi tertulis, visi, misi dan sasaran program khusus mengenai gerakan 1000 HPK. Belum adanya keterlibatan pemangku kepentingan secara maksimal, sudah tersedianya anggaran, masih kurangnya SDM serta sarana dan prasarana.



11



2.5 Tahap 5 (Evaluation) Pada tahap implementasi pemerintah daerah tersebut telah membuat indikator target keberhasilan program seperti pada tabel dibawah ini. Ada pengukuran untuk pencapaian kebrhasilan dari kegiatan intervensi gizi sensitive dan gizi spesifik.



Namun masih perlu evaluasi terkait faktor-faktor penyebab terkendalanya program dan mencari tahu faktor-faktor utama yang dapat menjadikan program tersebut dapat berjalan dengan optimal di wilayah tersebut.



12



DAFTAR PUSTAKA



Nesra Nefy, N. I. (2017). Implementasi Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan di Kabupaten Pasaman 2017. Media Gizi Indonesia, 186-196. Pedoman Perencanaan Program 1000 HPK. (2013). Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Dalam P. P. HPK, Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK) (hal. 11-15). Jakarta: Republik Indonesia.



13