Makalah Torch [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MATERNITAS : INFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN



Disusun Oleh: Dina Sobarina



(C1914201171)



Rizki Maulana N



(C1914201164)



Rizal Syamsiar



(C1914201158)



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA 2020



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua. Sholawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh peradaban. Atas kemudahan yang telah diberikan-Nya, kami ddapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “Infeksi TORCH pada Kehamilan”. Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai kemampuan kami untuk memenuhi salah satu



tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II. Dalam



penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui pengantar ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Neni Nuraeni, M.Kep.,Sp,Kep.Mat selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas II 2. Teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.



Tasikmalaya, Maret 2020



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi TORCH adalah infeksi oleh kelompok organisme yang mampu menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. TORCH singkatan dari T=Toksoplasmosis, O=Other yaitu penyakit lain seperti sifilis, R=Rubela, C=Cytomegalovirus, H=Herpes Simpleks. Kini TORCH dikembangkan dengan menambah dua infeksi karena cukup memberi risiko pada kehamilan yaitu Hepatitis B dan HIV AIDS (Manuaba, 2010). Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular dalam hal ini infeksi TORCH. Beberapa diantaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin terhambat,bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan (Karkata, 2006). Pentingnya ibu hamil untuk mengetahui tentang infeksi TORCH yaitu supaya ibu hamil paham betapa penting memproteksi kehamilan.Ibu hamil dengan pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah mendapatkan informasi dan dapat mengatasi ataupun mencegah agar tidak terkena infeksi TORCH. Akan tetapi ibu yang berpengetahuan rendah kurang mengerti tentang TORCH, sehingga banyak ibu-ibu memelihara hewan yang dapat menyebabkan TORCH. Salah satu contohnya masih ditemui ibu-ibu yang memelihara kucing tanpa mengetahui dampak dari kontak dengan kucing beserta fesesnya. Di masyarakat angka kejadian TORCH masih tinggi karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang TORCH (Yulaikah, 2009). Data ACOG (American College Of Obstetrician and Gynecologist) menunjukkan bahwa terdapat 12-30 % kasus toxoplasma pada masa kehamilan. Jika wanita hamil terinfeksi toksoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3 %) atau bayi mengalami cacat bawaan (Tanjung, 2011). Infeksi TORCH pada kehamilan di Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi, berkisar antara 5,5 % sampai 84 %. Beberapa penelitian di Indonesia memperoleh, dari ibu yang menderita toksoplasmosis, sebanyak 56 % bayi dapat menderita toksoplasmosis kongenita bila ibu tersebut tidak diberi pengobatan selama kehamilan (Tanjung, 2011).



Penularan kepada janin oleh wanita yang terinfeksi TORCH dapat menyebabkan kematian janin. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sangat tinggi, bahkan paling tinggi di antara empat negara anggota ASEAN lainnya. Hal tersebut terjadi karena empat penyebab utamanya yaitu tetanus (19,3 %) gangguan perinatal (18,4 %), diare (15,6 %) dan infeksi saluran napas akut (ISPA) (4,2 %) masih belum dapat diatasi dengan baik. Kelahiran bayi dengan kelaina kongenital (KK) menduduki urutan ketujuh (4,2%) dari penyebab kematian bayi di Indonesia setelah campak (7,5 %) dan kelainan saraf (5,6%) (Idrawati, 2009). Berdasarkan hasil penelitian tentang pencegahan infeksi TORCH pada ibu hamil tahun 2006 di RSUP Sanglah Denpasar menyatakan bahwa telah dilakukan pemeriksaan serologis TORCH dengan metode Enzyme Immuno Assay pada ibu hamil dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu, yang datang untuk perawatan antenatal di poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan 2 % ibu pernah melahirkan anak cacat, 15 % pernah mengalami abortus dan 8 % pernah mengalami anak mati dalam kandungan. Seluruh ibu hamil tidak termasuk kategori kelompok ekonomi lemah dan 75 % mengaku suka makan sayur mentah dan sangat sedikit (1 %) yang suka makan daging mentah atau setengah matang (Tanjung, 2011). B. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang Toksoplasmosis pada ibu hamil. 2. Untuk mengetahui tentang Sifillis pada ibu hamil. 3. Untuk mengetahui tentang Rubella pada ibu hamil. 4. Untuk mengetahui tentang Cytomegalovirus pada ibu hamil. 5. Untuk mengetahui tentang Herpes simplex pada ibu hamil. C. Tinjauan Pustaka 1. Toxoplasma a. Pengertian Toksoplasmosis adalah sejenis infeksi yang disebabkan oleh sejenis parasit toksoplasma gondi yang biasanya ditemukan pada kucing Infeksi ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat, kelainan mata, cacat otak, abortus atau malah mati saat dilahirkan (Nirwana, 2011)



Toksoplasmosis



adalah



suatu



infeksi



protozoa



yakni



toksoplasmagondii yang timbul akibat mengkomsumsi makanan mentah atau tidakmencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah, terinfeksi kotorankucing (Saifuddin, 2008). Hewan



kucing



merupakan



tempat



utama



bagi



kuman



toxoberkembang biak, sementara di tubuh hewan lain dan manusia hanya merupakan tempat perantara saja. Seekor kucing dapat menghasilkan 10juta kuman toxo setiap hari selama 2 minggu . kuman ini dapat hidup lebihdari satu tahun di tanah atau tempat yang lembab, akan tetapi mudah matijika disiram dengan air mendidih (Nugraheny, 2010). b. Tanda dan gejala Gejala klinik yang muncul pada ibu hamil sebagian asimtomatik, limpadenopati disertai malaise,nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri otot, dan kelelahan disertai demam. Sedangkan pada bayi baru lahir tampak hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis, hepatitis, pneumonia,miositis, dan limpadenopati (fadlun, 2014). Nyeri pada kelenjar



limphe



yang



membesar,



dapat



disertai



pneumonia,



polimiositis, dan miokarditis, serta limphafingitis (Nugraheny, 2010) Gejala



toksoplasma



kongenital,



yaitu



berat



badan



lahir



rendah,hepatosplenomegali, ikterus, dan anemi. Beberapa bayi menderita kelainansaraf dengan kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental, hidrosefal,atau mikrosefalus dan pada perkembangan selanjutnya, dapat terjadikorioretinis (Sastrawinata, 2004). c. Pemeriksaan penunjang 1) Urinalisis, kultur dan sensitivitas : bakteriuria asimtomatik mungkin muncul, ISK dapat disebabkan oleh GBS, gonore atau IMS lainya. 2) Serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajanan, identifikasi mikroskopik proyozoa.



3) Pemeriksaan laboratorium : darah, cairan amnion, Imunoglobin M dan Imunoglobin G d. Penatalaksanaan Pada ibu yang terdiagnosis toksoplasmosis akut harus segera diberi terapi antibiotic seperti spiramisin untuk mengindari transmisi pada janin. Bila fetus terinfeksi tambahkan antibiotika lain untuk mengurangi keparahan cacat congenital.



Pada neonates yang



terinfeksi berikan antibiotika untuk mengurangi kebutaan/kecacatan otak. 1) Spiramisin Spiramisin adalah obat antibiotic makrolid yang digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi bakteri. Selain infeksi bakteri, spiramisin juga digunakan untuk mengobati infeksi parasit toxoplasma gondi pada wanita hamil. Dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri. Terbukti menurunkan transmisi vertikel ( terkonsentrasi pada plasenta, tempat transfer T. gondi menginfeksi janin).



Mempunyai efek



protektif pada trimester



pertama, dan insiden infeksi congenital berkurang sekitar 60%. 2) Pirimetamin, sulfadiazine dan asam folinik Pirimetamin



digunakan



dengan



obat



lain



(



seperti



sulfonamide ) untuk mengobati infeksi toksoplasmosis dari tubuh, otak, atau mata atau untuk mencegah ifeksi toksoplasmosis. Sulfadiazine adalah obat untuk mengatasi infeksi akibat bakteri. Obat yang masuk kedalam kelompok antibiotic sulfonamide ( sulfa ) ini bekerja dengan cara membunuh bakteri atau menghentikan perkembangbiakannya. Asam folinik diberikan untuk reduksi dan pencegahan toksisitas pirimetamin terhadap darah. e. Pencegahan 1) Rutin Mencuci Tangan



Toksoplasmosis tidak hanya ditularkan melalui kucing, tapi juga hewan lainnya seperti domba, kambing, anjing, dan hewan lainnya. Itulah alasan ibu dianjurkan untuk rutin mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, terutama setelah menyentuh hewan dan beraktivitas di luar ruangan. 2) Cuci Bersih Bahan Makanan dan Peralatan Masak Usahakan untuk selalu mencuci bersih buah dan sayuran sebelum diolah dan dikonsumsi. Ibu juga dianjurkan untuk mencuci dan memasak semua makanan beku hingga matang (terutama daging) sebelum dikonsumsi untuk mengurangi risiko infeksi. Setelah itu, cuci bersih semua peralatan masak yang sudah digunakan hingga bersih sebelum digunakan kembali. 3) Hindari Konsumsi Makanan Mentah Misalnya daging dan telur, terutama saat hamil. Tanda daging yang dimasak hingga matang adalah munculnya kuah jernih dan tidak berwarna merah mudah.  Ibu hamil juga tidak boleh konsumsi susu kambing yang diolah tanpa proses pasteurisasi, termasuk keju, krim, atau produk olahan lain dari susu yang sejenis.



4) Jaga Kebersihan Saat Memelihara Hewan Jika ibu memelihara hewan, seperti kucing atau anjing, gunakan



sarung



tangan



saat



membersihkan



kandang



dan



kotorannya. Cuci tangan pakai sabun hingga bersih setelah membersihkan kotoran dan kandang, serta setelah bermain dengan hewan peliharaan. Hindari memberikan makanan mentah atau setengah matang pada hewan peliharaan, serta jangan biarkan hewan peliharaan berkeliaran di luar rumah agar terhindar dari risiko infeksi yang ditularkan oleh tikus atau burung. 5) Pemeriksaan Toksoplasmosis Sebelum dan Saat Hamil



Pemeriksaan toksoplasmosis sebelum hamil berupa tes antibodi IgM dan IgG toksoplasma. Antibodi IgM biasanya muncul 5 hari hingga beberapa minggu, sementara antibodi IgG muncul 1 - 2 minggu setelah infeksi terjadi. Jika sudah hamil, pemeriksaan toksoplasmosis yang dilakukan adalah tes antibodi toksoplasmosis dan amniosentesis. Namun, tes amniosentesis tidak bisa dilakukan jika usia kehamilan kurang dari 4 - 18 minggu sesudah ibu dinyatakan toksoplasma karena bisa menyebabkan hasil positif palsu. f. Resiko Pada ibu hamil penyakit ini dapat menular kepada janin dengan akibat: abortus, partus prematurus, dan kematian janin dalam rahim serta meninggikan kematian neonatal. Dapat terjadi cacat bawaan; hidrochepalus, mikrochepalus, anensefalus, meningo ensefalitis, dan kelainan



pada



mata



serta



dapat



menyebabkan



hidrops



(Nugraheny,2010).



2. Sifilis a. Pengertian Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hamper semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin ( djuanda adhi, 2010 ). Sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang biasa dikenal dengan istilah “Raja Singa”. Sifilis dapat menular pada bayi yang dikandung secara transplasenta dan menimbulkan kecacatan. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi Treponema pallidium (Nugrahaeny, 2009).



b. Tanda dan gejala Gejala dari sifilis adalah terdapat luka primer di daerah genital/ tempat lain seperti di mulut. Pada sifilis sekunder kadang timbul kandiloma lata, sifilis laten yang telah lama dapat mengenai organorgan tubuh lainnya (Nugraheny, 2009). Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelahterinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahuntahundan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupunkematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4tahapan: 1) Fase Primer. Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya 2) Fase Sekunder Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. 3) Fase Laten. Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .



4) Fase Tersier. Pada



fase



tersier



penderita



tidak



lagi



menularkan



penyakitnya.Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah (Giet, 2010). c. Pemeriksaan penunjang 1) Uji serologic ( uji nontreponema, uji treponema ) 2) Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap ( darkfield microscope ) 3) Uji antibody flurosen langsung d. Penatalaksanaan Penisilin merupakan terapi utama , standar yang modus lain dari terapi dinilai dan satu satunya terapi yang telah digunakan secara luas untuk neurosifilis, sifilis congenital, atau sifilis selama kehamilan. 1) Sifilis didapat : pemberian penisilin G Benzhatine atau procaine, bisa peroral atau parenteral, tergantung keadaan pasien. 2) Sifilis congenital : penisilin G dosis pada bayi, orang dewasa dan ibu hamil tentunya berbeda. Dibutuhkan pengontrolan yang berbeda pula. Terapi



empiris



antibiotic



harus



komprehensif



dan



harus



mencangkup semua pathogen mungkin dalam konteks pengaturan klinis. 1) Penisilin G Benzatin ( Bacillin L-A ) 2) Penisilin G Prokain 3) Doksisiklin ( Doryx, Vibramycyn ) 4) Tetrasiklin ( sumycin ) 5) Eritromisin ( E.E.S., E-Mycin ) 6) Ceftriaxone ( rocephin ) 7) Azitromisin ( zitromax ) e. Pencegahan Pencegahannya adalah dengan setia pada satu pasangan, promosi kesehatan tentang penyakit menular seksual, mengontrol prostitusi



bekerja sama dengan lembaga sosial, memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan eksresi penderita (Karkata, 2006). f. Resiko Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilan dan janin yaitu : 1) Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus 2) Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan kaki, serta kelainan mulut dan gigi tapi bila ibumenderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal (Nugraheny, 2009 ).



3. Rubella a. Pengertian Rubella adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil kepada janin (Fadlun, 2014). Rubela



adalah



lesimakulopapular.



penyakit Apabila



kulit



yang



biasa



menyebabkan



infeksi



virus



rubela



terjadi



pada



perempuan hamil,bisa terjadi keguguran atau janin meninggal di dalam kandungan, atau bayilahir dengan cacat kongenital (Yatim, 2005). b. Tanda dan gejala 1) Demam-ringan



2) Merasa mengantuk 3) Sakit tenggorokan 4) Kemerahan- merah terang atau pucat, menyebar secara cepat dari wajahke seluruh tubuh, kemudian menghilang secara cepat 5) Kelenjar leher membengkak 6) Durasinya 3 sampai 5 hari (Varney, 2001). c. Pemeriksaan penunjang 1) Tes darah serologi antigen Rubella 2) Pemeriksaan ELISA d. Penatalaksanaan Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada obat yang spesifik. Berikut beberapa penanganan yang dilakukan jika terinfeksi : 1) Farmakologi : Acetaminophen atau ibuprofen dapat menurangi demam dan nyeri. 2) Pengobatan rawat jalan ( di Rumah ) Dikarenakan penyakit rubella merupakan penyakit yang ringan ( jika menyerang anak – anak dan orang dewasa ), seseorang yang mengidap rubella bisa dijaga dirumah, tetapi tetap menjaga suhu tubuh pasien. 3) Pengobatan untuk wanita hamil Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka sebaiknya segera periksa ke dokter dan kemungkinanya dokter memberikan suntikan immunoglobulin ( IG ). IG tidak dapat menghilangkan virus rubella tetapi IG dapat membantu dalam meringankan gejala yang diberikan oleh virus ini dan dapat mengurangi risiko – risiko pada janin. e. Pencegahan Pencegahannya dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan, pemberian vaksin rubela terutama wanita usia reproduksi, dan vaksinasikan seluruh petugas rumah sakit yang munghkin berisiko/mungkin berhubungan/kontak langsung dengan pasien rubela



atau yang mungkin sudah kontak dengan ibu hamil (Sastrawinata, 2004). Pencegahan infeksi rubela maternal dan efek pada janin adalahfokus



utama



program



imunisasi



rubela.



Vaksinasi



ibu



hamildikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi setelah vaksindiberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau masa nifas,vaksin rubela diberikan kepada ibu yang tidak memiliki imun terhadaprubela dan mereka dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tigabulan setelah vaksinasi (Bobak, 2004). f. Imunisasi Walaupun tidak ada obat yang spesifik untuk virus ini, namun dapat diberikan pencegahan, yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella) g. Resiko Dampak pada kehamilan yaitu dapat menimbulkan kecacatan pada janin seperti mata (katarak, glaukoma, dan mikroftalmia), kelainan jantung, telinga tuli, terganggunya susunan saraf pusat, anemia dan ikterus (Nugraheny, 2009). Makin awal (trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makinserius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterine, abortusspontan, atau malformasi kongenital pada sebagian besar organ tubuh,hidrosefalus dan lesi tulang (Karkata, 2006). 4. Cytomegalovirus a. Pengertian Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan infeksi bawaan yang paling sering terjadi pada manusia. Infeksi cytomegalovirus dapat diikuti oleh infeksi primer maupun melalui kehamilan. Sekitar 90% infeksi CMV pada bayi baru lahir yang terinfeksi saat dalam kandungan tidak menunjukkan gejala apapun. Infeksi CMV kongenital



dapat didiagnosa dengan mengisolasi virus melalui urin atau saliva saat bayi berusia 0-3 minggu, atau dengan amplifikasi DNA atau teknik hibridisasi. Struktur CMV terdiri atas tegument, kapsid, dan envelope yang kaya akan lipid. Genom DNA pada CMV berukuran besar dan mampu mengkode lebih dari 3 227 macam protein yang terdiri atas 35 macam protein struktural dan protein non struktural yang tidak jelas fungsinya. b. Tanda gejala 1) Bayi dilahirkan dengan berat lahir yang rendah 2) Bayi menderita kejang, pneumonia, dan tuli 3) Bintik-bintik keunguan kecil pada bayi 4) Demam 5) Kehilangan selera makan 6) Kelelahan 7) Kelenjar getah bening membengkak 8) Menderita diare, pneumonia, nyeri otot (mialgia), dan sakit tenggorokan c. Pemeriksaan penunjang Untuk



menegakkan



diagnosis



infeksi



CMV



dibutuhkan



pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan serologi (metoda ELISA) untuk menentukan peningkatan titer antiboti IgG-IgM anti CMV. Pada serangan infeksi tahap akut (infeksi akut) biasanya akan dihasilkan IgM anti CMV yang positif. Sedangkan pada infeksi tahap konvalesen (kesembuhan) maupun infeksi laten (kronik) akan dihasilkan IgG anti CMV. d. Penatalaksanaan Gancyclovir 6 mg/KgBB/dosis IV drip dalam 1 jam, diberikan setiap 12 jam selama 6 minggu. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi asimptomatik karena resiko ESO, antara lain supresi sumsum tulang dan atrofi testis. Evaluasi bayi dengan infeksi CMV kongenital meliputi: Klinis: Tinggi badan, Berat Badan, Lingkar Kepala, Hepar



dan lien, Mata Laboratorium: darah lengkap, hapusan darah tepi, trombosit, SGPT/SGOT, bilirubin direk/indirek, CMV urine dan CSS. Lainnya: CT Scan kepala dan BERA e. Pencegahan 1) Anti virus a) Nukleosida adalah agen antivirus hanya benar aktif terhadap cytomegalovirus, meskipun imunoglobulin dapat memberikan beberapa efek antivirus, khususnya dalam kombinasi dengan agen-agen. Agen ini berbagi target molekul umum, yaitu polimerase DNA virus. b) Gansiklovir (Cytovene) Senyawa pertama lisensi untuk pengobatan infeksi CMV. c) Sidofovir



(Vistide)



Nukleotida



analog



yang



selektif



menghambat produksi DNA virus di CMV dan herpes virus lainnya. 2) Imunisasi Imunoglobin, Obat ini digunakan sebagai imunisasi pasif untuk pencegahan penyakit sitomegalovirus gejala. Strategi ini telah berguna dalam pengendalian penyakit sitomegalovirus pada pasien immunocompromised di era antivirus prenucleoside. Bukti dalam kehamilan menunjukkan bahwa infus globulin sitomegalovirus kekebalan pada wanita dengan bukti infeksi sitomegalovirus primer dapat mencegah penularan dan memperbaiki hasil pada bayi baru lahir.Immune globulin intravena (Carimune, Gamimune, Gammagard S / D, Gammar-P, Polygam S / D) f. Resiko 1) Resiko infeksi terhadap janin yang masih dalam kanclungan. 2) Resiko infeksi terlladap orang yanE bekerja denqan anak anak. 3) Resiko infeksi terhadap orang dengan ifiunokompromi, maksudnya resrpren transplantas, organ, dan penderita yang teranfeksi. 5. Herpes simplex



a. Pengertian Herpes simplex atau herpes genitalia adalah infeksi virus herpes simpleks pada atau disekitar vagina, vulva (bibir vagina) dan anus (wanita)(Robson, 2011). Herpes dapat menyebabkan luka pada daerah mulut, dan hidung, pada daerah kemaluan (laki-laki dan wanita) dan daerah anus, atau pada mata, jari dan tangan. Terdapat dua jenis virus herpes simpleks yaitu herpes 1 dan 2 (Nugraheny, 2010). Herpes Simpleks Adalah infeksi HSV-1 yang menimbulkan lesi orofaring dan labia, sehingga menyebabkan infeksi genitalia 15-20 %, infeksi HSV-2 terutama infeksi genitalia, sekitar 30-45 % telah mempunyai antibodi artinya pernah terinfeksi sebelumnya (Manuaba, 2010). Herpes dapat ditularkan orang perorang dengan cara kontak kulit ke kulit (dengan lesi), hubungan seks (segala macam jenis lubang) dan dari ibu ke bayi saat melahirkan (Nugraheny, 2009). b. Tanda dan gejala Gejalanya berupa luka yang terasa nyeri atau benjolan berisi cairan disekitar bulu kemaluan,vagina,vulva atau anus. Bisa juga terasa nyeri saat pipis. Serta gejala virus umumnya seperti demam, rasa tidak enak badan serta sangat lelah. Luka herpes genital bisa muncul di sekitar vagina, vulva, liang vagina atau anus, begitu terinfeksi virus ini, virus akan menetap ditubuh dan bisa aktif berkali-kali. Gejala awalnya bisa berupa rasa geli/gatal pada daerah yang terkena (Nugraheny, 2010). Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif



oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010). c. Pemeriksaan penunjang Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010). Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006). Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee, 2007). d. Penatalaksanaan Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010). Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil



diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006). e. Pencegahan Cara pencegahan dari infeksi herpes simpleks adalah : 1) Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan genitalia 2) Setelah berkemih atau defekasi, bersihkan dengan satu usapan dari depan ke belakang dan kemudian buang tisu 3) Gosok dan keringkan bak mandi setelah dan sebelum dipakai (Bobak, 2004). f. resiko Dampak dari infeksi herpes genitalia primer pada kehamilan adalah abortus spontan, persalinan prmatur dn IUGR. Kemungkinan hasil akhir buruk meningkat seiring dengan peningkatan usia gestasi. Frekuensi dan keparahan infeksi rekuren juga meningkat jika ibu hamil (Bobak, 2004).



BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan oleh Juniati tahun 2012 adalah jenis penelitian deskriptif dan cara pengambilan sampel secara purposive sampling dan pengumpulan data dengan menggunakan data primer dalam bentuk kuesioner. Total populasi penelitiannya adalah 68 responnden ibu hamil di Puskesmas Plus Bara-Baraya Makassar. Metode penelitian yang dilakukan oleh Hasdina tahun 2016 sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Juniati yaitu jenis penelitian deskriptif dan cara pengambilan sampel Accidental sampling dan berjumlajh 201 responden.Dengan populasi yang digunakan adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan



kehamilannya di RSKDIA Pertiwi, RSDIA Siti Fatimah, dan RSIA Sitti Khadijah I pada tahun 2016.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Juniati kepada 68 responden yang berada di Puskesmas Plus Bara-Baraya Makassar yaitu : A. Pengetahuan ibu hamil tentang pengertian infeksi TORCH 21 responden (31%) pengetahuan baik, 34 responden (50%) pengetahuan cukup, pengetahuan kurang 13 responden (19%). B. Pengetahuan tentang cara penularan infeksi TORCH 33 responden (48.5%) pengetahuan baik, pengetahuan cukup 21 responden (31%), pengetahuan kurang 14 responden (20.5%). C. Pengetahuan tentang gejala infeksi TORCH 24 responden (35.3%) pengetahuan baik, pengetahuan cukup 32 responden (47.1%), pengetahuan kurang 12 responden (17.6%). D. Pengetahuan tentang dampak infeksi TORCH 23 responden (33.8%) pengetahuan baik, pengetahuan cukup 28 responden (41.2%), pengetahuan kurang 17 responden (25%). E. Pengetahuan tentang pencegahan infeksi TORCH 44 responden (65%) pengetahuan baik, pengetahuan cukup 17 responden (25%) tingkat pengetahuan kurang 7 responden (10%). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasdina kepada 201 responden yang berada di RSKDIA Pertiwi, RSDIA Siti Fatimah, dan RSIA Sitti Khadijah I menunjukkan bahwa: A. Pengetahuan tentang pengertian infeksi TORCH yaitu sebanyak 75 (37,31%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tahu dan 126 (62,69%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tidak tahu. B. pengetahuan tentang tanda dan gejala infeksi TORCH yaitu sebanyak 84 (41,80%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tahu dan 117 (58,20%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tidak tahu.



C. pengetahuan tentang cara penularan infeksi TORCH yaitu sebanyak 74 (36,81%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tahu dan 127 (63,18%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tidak tahu. D. pengetahuan tentang dampak infeksi TORCH yaitu sebanyak 53 (26,37%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tahu dan 148 (73,63%) ibu yang memiliki pengetahuan dalam kategori tidak tahu. Berdasarkan penelitian Juniati dan Hasdina tentang pengetahuan ibu hamil terhadap infeksi TORCH, masih banyak responden yang tidak mengetahui apa itu infeksi TORCH. Juniati menyebutkan bahwa kurang pengetahuan ibu hamil bisa disebabkan oleh kurang nya informasi tentang pengetahuan infeksi TORCH yang didapatkan oleh responden. Sedangkan menurut penelitian Hasdina, menyatakan bahwa responden masih asing mendengar kata TORCH , jadi mereka pun tidak mendapatkan informasi tentang pengetahuan tersebut.



BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran