Makalah Western Blot [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



11 Latar Belakang Dalam dunia kesehatan sering ditemukan berbagai penyakit yang dapat mengancam kesehatan makhluk hidup. Contoh dari penyakit itu adalah HIV/AIDS. Mad-cow disease (sapi gila), penyakit Lyme yang disebabkan oleh kutu, Hepatitis, FIV yang terjadi pada kucing, dan masih banyak penyakit lainnya. Penyakit tersebut memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lainnya, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi kesalahan diagnosa penyakit yang dapat membahayakan bagi penderita. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik yang dapat mendeteksi keberadaan substrat penyebab suatu penyakit di dalam tubuh secara spesifik. Substrat tersebut ditemukan ditemukan dalam bentuk protein yang spesifik berupa antigen (antibodi generator/pemicu antibody). Antigen merupakan protein asing yang berbahaya dan dapat menyerang tubuh sehingga akan memicu munculnya antibodi spesifik pada tubuh. Antibodi yang terdapat pada tubuh merupakan bagian sistem dari kekebalan tubuh yang dapat mencegah tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh. Untuk dapat mendeteksi keberadaan suatu antigen pada tubuh, diperlukan suatu teknik diagnosa sistematis yaitu Western Blotting. Teknik ini merupakan bagian dari diagnosa kesehatan dalam disiplin ilmu Biologi Molekuler, Biokimia dan juga immunogenetik. Teknik ini pertama kali dibuat oleh W.Neal dan dinamai Western Blot. Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada jaringan yang homogeny ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berkaitan 1|Page



dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektrofotesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Berdasarkan penjelasan diatas tersebut, maka dalam makalah yang di susun kali ini akan membahas secara spesifik mengenai pengertian, prinsip kerja, langkah kerja, dan manfaat dari teknik Western Blot. 2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut: 1.



Bagaimanakah pengertian atau teori secara umum dari teknik Western blot?



2.



Bagaimanakah prinsip kerja dari teknik Western Blot?



3.



Bagaimana langkah kerja dari tejnik Western Blot?



4.



Manfaat apa saja yang bisa diambil dari teknik Western Blot?



3 Tujuan Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini antara lain: 1. Untuk dapat memaparkan serta mengetahui pengertian atau teori secara umum dari teknik Western Blot. 2.



Untuk dapat mengetahui secara rinci mengenai prinsip kerja dari teknik Western Blot.



3.



Untuk mengetahui secara rinci langkah kerja Western Blot.



4.



Untuk dapat mengetahui aplikasi dan manfaat dari penggunaan teknik Western Blot.



2|Page



4 Manfaat Mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai teknik Western Blot meliputi pengertian, teknik dasar, proses tahapan, aplikasi dan manfaat. Dari informasi yang didapatkan diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu bagi mahasiswa untuk dapat dipergunakan sebaik mungkin.



3|Page



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Western Blot Menurut Fatchiyah, dkk (2011), western blot adalah istilah yang dipakai untuk proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk : (1) mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu campuran, (2) membandingkan reaksi silang antar protein, (3) mempelajari modifikasi protein selama sintesis. Dengan cara ini, protein dalam hitungan nanogram dapat terdeteksi. Nur & Adijuwana (1989) mengemukakan bahwa western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membran dan digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. Hasil elektroforesis antigen lalu ditransfer ke membran nitroselulosa dengan bantuan arus listrik. Antigen pada membran selanjutnya akan dikenali oleh antibodi dari sampel. Pita-pita yang terpisah dapat dideteksi dengan terdatnya warna pada membran. Menurut Attwood et al., (2006) menyatakan bahwa Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan melalui elektroforesis.



Protein



tersebut



kemudian



dapat



dideteksi



melalui



metode



autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan dengan



125



I,



pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik lainnya. Western blot digunakan secara luas untuk menentukan ukuran antigen dan antibodi 4|Page



yang diketahui, serta untuk diidentifikasi. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan seperti : 1.



Teknik ini mampu mendeteksi protein dengan sensitivitas tinggi karena protein dipekatkan dalam volume kecil.



2.



Waktu yang dibutuhkan efisien.



3.



Reagens yang digunakan lebih ekonomis.



2.2 Prinsip Kerja Western Blot Prinsip kerja western blotting dapat dilihat pada Gambar 2.1.



Gambar 2.1. Prinsip Kerja Western Blotting .



Berdasarkan Gambar 2.1 tersebut, prinsip teknik western blotting yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke



5|Page



sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap. Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang rapuh untuk dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang berulang kali. Untuk mengatasi hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari gel ke membran nitroselulosa (NC) atau membrane poliviniliden difluorida (PVDF). Membran digunakan sebagai tempat melekatnya protein yang diuji karena: 1. Mudah manipulasinya 2. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian. 3. Hasil protein yang ditrnsfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi protein yang lain (sesudah diinkubasi dengan detergen untuk menghilangkan probing reagent. 4. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan 5. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi (fatchiyah dkk, 2011).



6|Page



Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect. Pendeteksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi sekunder sehingga antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish peroxidase (HRP). Perbandingan procedur pendeteksian protein antara direct dan indirect dapat dilihat pada Gambar 2.2. pendeteksian protein target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lelebihan antara lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).



2.3 TAHAPAN WESTERN BLOT



Berdasarkan pengertian tersebut, WB dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, elektroforesis. Tahap kedua, elektrotransfer. Tahap ketiga, deteksi (Gambar 1) (Kindt et al., 2007).



7|Page



2.3.1



Tahap Pertama



Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu



8|Page



kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul (Gambar 2) (Koolman dan Roehm, 2005).



9|Page



2.3.2



Tahap Kedua



Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al., 1996):



1. Blotting semikering



10 | P a g e



Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu.



2. Blotting basah



Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Susunan lapisan-lapisan pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 3 (Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.



Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan



11 | P a g e



karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik (Bollag et al., 1996).



Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang sangat penting dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.



1. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.



2. Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.



3. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.



4. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi poliakrilamid yang rendah.



12 | P a g e



2.3.3



Tahap Ketiga



Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan



125



I. Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan



kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan



125



I memiliki sensitivitas relatif



rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg, dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).



2.4 Aplikasi dan Manfaat Western Blot 2.4.1 Aplikasi Teknik Western Blot Teknik western blot telah banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian, salah satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas 13 | P a g e



antibodi anti eRF3 ragi Saccharomyces cerevisia. Protein eRF3 (eukaryotic release factor-3) merupakan salah satu protein yang berperan pada proses terminasi translasi. Protein ini bersama-sama dengan eRF1 (eukaryotic release factor-1) saling berinteraksi membentuk kompleks release factor dalam memediasi pelepasan rantai polipeptida dari ribosom. Untuk memahami mekanisme terminasi translasi dalam sistem eukariot dilakukan evaluasi struktur fungsi eRF1 yang dilanjutkan dengan studi in vitro eRF1 mutan dan eRF1 wild type dengan eRF3. Namun demikian hasil deteksi dari studi interaksi in vitro sulit terdeteksi secara kuantitatif. Untuk dapat mengkuantisasi pita-pita eRF3 hasil studi interaksi in vitro diperlukan antibodi anti eRF3.



2.4.2 Manfaat Western Blot Adapun manfaat secara umum dari analisis westrern blot antara lain: 1.1



Untuk



mengidentifikasi



dan



memposisikan



protein



berdasarkan



kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik 2.1 Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein Berdasarkan penguraian aplikasi teknik western blot , salah satu manfaat yang telah diperoleh dari analisis western blot ini yaitu konstruksi antibodi anti eRF3 telah dilakukan meskipun antibodi belum terkarakterisasi dengan baik. Sehingga dilakukanlah analisis western blot dengan cara mengukur tingkat spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 terhadap protein eRF3. Spesifitas antibodi ditentukan berdasarkan kemampuan antibodi ini dalam 14 | P a g e



mengenali epitop protein eRF3 dari berbagai protein yang terdapat pada crude extract ragi, sedangkan sensitifitasnya ditentukan melalui variasi jumlah antigen (eRF3) yang berinteraksi dengan antibodi tersebut.



2.4.3



Keuntungan Teknik Blot a. Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks. b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan. c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih singkat. d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum dianalisis. e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode analisis yang dipakai



15 | P a g e



BAB III KESIMPULAN



3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: 1.



Western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membran dan digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli.



2. Prinsip kerja western blot adalah yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. 3. Langkah kerja dalam analisis western blot dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu (1) tahap elektroforesis, (2) tahap elektrotransfer, dan (3) tahap deteksi. 4.



Salah satu aplikasi dari teknik western blot yang dapat dilakukan adalah mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragi Saccharomyces cerevisia.



5.



Adapun manfaat dari western blot secara umum yaitu (1) untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik, (2) dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein.



16 | P a g e



DAFTAR PUSATAKA



Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford. University Press. Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc. Davidson, 2000. Western Blot Procedure. http://www.bio.davidson.edu/course/genomics/method/westernblot.html. Diakses pada tanggal 9 November 2016. Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular. Jakarta. Erlangga. Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby. 2007. Kuby Immunology. W.H. Freeman. New York. Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised and Enlarged. Thieme. Rockoff, A. dan G.W. Cole. 2011. Hives (urticaria & angioedema). http://www.medicinenet.com/hives/article.html. Diakses pada tanggal 9 November 2016. Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandis. 2007. Manuals in Biomedical Research : A Manual For Biochemistry Protocols. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Hermanto, S. 2007. Spesifitas dan Sensitifitas Antibodi Anti eRF3 Ragi Saccharomyces cerevisia Jurnal Valensi, 1(1), 30-36



Santoso. 2008. Protein dan Enzim. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia.



17 | P a g e