Makna Saraswati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat-Nya penulisa makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas di matakuliah “AGAMA HINDU”. Makalah dengan judul “MAKNA SARASWATI, BANYU PINARUH DAN NASI DIRA” ini dikhususkan bagi pembaca yang ingin mencari tahu apa seebenarnya makna dan arti dari saraswati, Banyu Pinaruh dan Nasi Dira. Penulis mengucapkan penghargaan yang tinggi kepada Drs. I Nengah Kondra, M.M.Pd selaku dosen Agama Hindu dan segala pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah dengan baik. Penulis berharap makalah ini menjadi referensi berguna bagi mereka yang membaca makalah ini. Dengan ini pula penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membengun, guna menyempurnakannya makalah ini.



Bandung, 28 November 2019



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...............................................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii BAB I...................................................................................................................................1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1 BAB II..................................................................................................................................4 PEMBAHASAN................................................................................................................4 BAB III...............................................................................................................................20 PENUTUP......................................................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hari Raya merupakan hari yang diperingati atau diistimewakan, karena berdasarkan keyakinan hari-hari itu mempunyai makna atau fungsi yang amat penting bagi kehidupan seseorang, baik karena pengaruhnya maupun nilainilai spiritual yang terkandung didalamnya, sehingga dirasakan untuk perlu diingat dan diperingati selalu. Dengan merayakan atau memperingatai hari raya suci tersebut, baik yang telah ditentukan didalam kitab-kitab suci atau menurut kepercayaan tradisional, hari-hari tersebut akan memberi pengaruh terhadap dirinya sehingga dirasakan sangat berkewajiban untuk diperingati. Sedangkan rerahinan berasal dari kata rai yang berarti puncaknya hari, atau hari-hari yang dipandang penting dan suci. karena pada hari-hari suci itulah kekuatan spiritual akan mengalir lebih besar, yang merupakan kekuatan suci yang mengalir dari Ida Sanghyang Widhi Wasa atau manifestasi beliau turun untuk memberikan kekuatannya. Pelaksanaan dan perayaan hari suci maupun rerahinan hendaknya dilaksanakan dengan hati yang suci, sehingga segala sesuatu yang dipersembahkan oleh umat beragama memiliki nilai yang suci juga. Persembahan yang tidak dilaksanakan dengan kesucian hati dan dilakukan dengan ketidak ikhlasan, semuanya itu akan menjadi suatu hal yang sia-sia. Hendaknya pada saat hari suci, semua umatnya diharapkan dapat menghayati, merenungkan serta mengamalkannya dengan penuh kesadaran tentang hakikat semangat hidup kesucian yang terkandung pada hari suci itu. Di dalam kerangka dasar Agama Hindu hari suci keagamaan atau Rerahinan itu adalah merupakan bagian dari upacara. Secara garis besarnya, pedoman atau patokan yang dipakai dasar untuk memperingati hari raya keagamaan



bagi



umat



Hindu



dibedakan



menjadi



dua



macam:



1. Berdasarkan atas perhitungan sasih seperti Hari Raya Nyepi dan Hari Raya



Siwa



Ratri.



2. Berdasarkan Pawukon (wuku) yaitu: hari raya Galungan, Kuningan, Saraswati dan Pagerwesi.



1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari hari raya Saraswati, Banyu Pinaruh dan Nasi Dira? 2. Apa makna dari penerapah hari raya Saraswati, Banyu Pinaruh dan Nasi Dira? 1.3 TUJUAN 1. Memahami dan mengetahui apa itu hari raya Saraswati, Banyu Pinaruh dan Nasi Dira. 2. Mengetahui apa-apa saja makna dari penerapan hari raya Saraswati, Bayu Pinaruh dan Nasi Dira.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN HARI RAYA SARASWATI, BANYU PINARUH DAN NASI DIRA 



Saraswati



Hari Saraswati ialah cikal bakal turunnya ilmu pengetahuan itu. Ilmu pengetahuan yang mengubah cara pandang berpikir manusia menjadi “lebih manusia”. Itu menjadi suatu hal yang dapat dikatakan sebagai kesejatian hidup, dan kesejatian hidup membuat manusia menjadi beradab. Saraswati juga merupakan sebuah nama suci untuk menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Kata Saraswati secara etimologi berasal dari kata 'saras' dan 'wati'. Kata "saras" yang juga berasal dari urat kata sansekerta "sr" memiliki arti mata air, terus-menerus atau sesuatu yang terus-menerus mengalir. Sedangkan Kata "wati" berarti yang memiliki. Arti lengkap kata "Saraswati" ialah sesuatu yang memiliki atau mempunyai sifat mengalirkan secara terus menerus air kehidupan dan ilmu pengetahuan. (I Gusti Ketut Widana) Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma. Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat anugerah dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan. Hari raya Saraswati dirayakan tiap 6 bulan (210 hari) sekali yaitu pada hari Sabtu umanis wuku Watugunung. Pada hari Saraswati, Umat Hindu memuja Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewi raswati. Dewi Saraswati merupakan simbol dari kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menciptakan/menurunkan ilmu pengetahuan. Kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasinya dilambangkan dengan seorang Dewi yang cantik bertangan 4 (empat) dengan memegang alat musik, genitri, pustaka suci, serta bunga teratai.



Lambang/Simbul Dewi Saraswati Wanita cantik merupakan simbul dari kekuatan yang indah, menarik, lemah lembut, mulia. Wanita yang memiliki ciri-ciri tersebut merupakan dambaan bagi setiap orang. Disini ada semacam proses keinginan untuk mengadakan pendekatan secara utuh. Pendekatan ini merupakan pendekatan terhadap Sang Dewi dengan menempuh proses belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sosok cantik untuk menggambarkan Dewi Saraswati hanyalah sebuah arti simbolis, bahwa cantik itu menarik. Oleh sebab itu maka Dewi Saraswati merupakan dewi ilmu pengetahuan yang akan menyebabkan manusia tertarik untuk mempelajari-Nya. Ketertarikan disini bukanlah dari sisi fisik atau biologis, melainkan dilihat dari segi etik-religius. Genitri merupakan simbol dari kekekalan/keabadian dan tidak terbatasnya ilmu pengetahuan yang tidak akan habis untuk dipelajari. Genitri juga digunakan untuk melakukan aktivitas ritual yang disebut dengan japa mantra (diucapkan secara berulang-ulang). Ini menunjukkan ilmu pengetahuan itu sangat luas, serta dipelajari secara terus-menerus (kontinu) baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pustaka Suci/Lontar merupakan simbol dari ilmu pengetahuan suci. Pada hakekatnya ilmu pengetahuan tersebut baik untuk dipelajari. Setelah ilmu pengetahuan didapat maka penggunannya perlu disesuaikan dengan tepat dan berhasil guna sehingga menghasilkan manfaat yang berguna bagi kehidupan orang banyak. Menurut kalimat penulis, ilmu pengetahuan suci tersebut yakni Veda itu sendiri yang sebagai sumber ilmu pengetahuan. Teratai merupakan simbol kesucian dari Ida Sanghyang Widhi Wasa. Hal ini karena bunga taratai mempunyai keunikan tersendiri Hidup-nya bunga teratai di tiga (3) alam; (1) alam lumpur, (2) alam air dan (3) alam udara. Oleh sebab itu maka hidup dari bunga teratai di tiga (3) alam yaitu alam Bhur, Bwah dan Swah yang disebut dengan tri buana. Walaupun hidup dialam air, bunga teratai tidak basah oleh air sehingga dipakai simbol kesucian serta bebas dari keterikatan.



Dalam hal ini Ida Sanghyang Widhi Wasa walaupun menciptakan alam beserta isinya. Beliau tidak terikat dengan ciptaan-Nya sendiri. Angsa merupakan simbol dari kebijaksanaan. Hidupnya angsa tersebut juga dialam tiga (3) alam dunia (Bhur, Bwah, Swah) air, darat, dan udara sebagai lambang kuasa dari Ida Sanghyang Widi Wasa. Angsa dalam mencari makan dapat memisahkan antara makanan dan lumpur. Dengan demikian angsa merupakan dari adanya sifat wiweka yang tinggi dapat membedakan atau memisahkan antara baik dan buruk, benar dan salah. Alat musik merupakan simbol budaya yang tinggi. Kesenian merupakan alat penghibur di saat pikiran sedang kacau/kegelapan. Dalam hal ini ilmu pengetahuan dilambangkan sebagai alat musik yang bisa menghibur dikala kegelapan. Ilmu Pengetahuan juga merupakan simbol keindahan dinikmati sepanjang hidup. 



Banyu Pinaruh



Banyu pinaruh merupakan suatu titik awal periode wuku di Bali, sehingga akan sangat baik jika sebelum kita mengawali suatu periode yang baru dan sebelum kita mengisi diri dengan pengetahuan, alangkah baiknya kita membersikan tubuh ini dengan air suci (penglukatan). Disebutkan dalam Manawa Dharmasastra Buku V. 109. “Adbhirgatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyati, widyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena cuddhyati” Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa disucikan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar. Perayaan upacara Banyu Pinaruh memang sangat populer sehingga setiap masyarakat yang merayakan sangat antusias untuk melakukan perayaan Banyu Pinaruh ini, apalagi oleh kaum muda memanfaatkan perayaan tersebut selain sebagai simbol untuk membersihkan diri secara rohani dan jasmani (melakukan



pengelukatan) juga sambil wisata. Berdasarkan keyakinan umat Beragama Hindu Banyu Pinaruh sendiri berasal dari kata Banyu berarti air dan Pinaruh artinya pangeweruh atau pengetahuan. Secara filosofi bermakna menyucikan diri dengan air ilmu pengetahuanatau melakukan pengelukatan, karena memang pikiran yang kotor atau kegelapan hanya bisa dibersihkan dengan pengetahuan suci. Perayaan ini dilaksankan sehari setelah Hari Saraswati yang merupakan perayaan turunnya ilmu pengetahuan, tepatnya pada hari Minggu, Pahing wuku Sinta, pada saat inilah merupakan penanggalan pertama kalender Bali, saat pagi hari menjelang sebelum mengawali kegiatan, umat Hindu melaksanakan penglukatan di beberapa tempat sumber mata air, seperti pantai, klebutan, campuhan dan sumber mata air lainnya. Penglukatan bisa dilakukan sendiri ataupun dapat dipandu oleh Pinandita (pemangku setempat). Sebelum menuju ke tempat penglukatan, ada baiknya untuk membawa perlengkapan sembahyang, seperti canang sari, dupa, sesari atau juga menghaturkan pejati sebagai bentuk permakluman (atur piuning) dalam memohon air suci tersebut. Bila di tempat kita tinggal tidak dekat laut, sungai atau danau, maka Banyu Pinaruh bisa dilakukan di rumah, dengan mandi yang bersih. Sebelum mandi kita nunas kehadapan Hyang Widhi untuk diberikan kesucian lahir dan batin. Banyu Pinaruh tersebut bertujuan untuk membersihkan diri kita baik lahir maupun bathin, melakukan penglukatan di sumber air suci atau pantai yang diharapkan bisa melebur Dasa Mala semacam sepuluh sifat kotor pada diri manusia, kemudian menyucikannya dengan ilmu pengetahuan sehingga kita bisa dibebaskan dari lautan kebodohan serta dosa, agar memperoleh kekuatan serta kemampuan untuk menyongsong tantangan di hari-hari selanjutnya. Jadi dapat disimpulkan Perayaan Banyu Pinaruh merupakan hari yang baik, hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan untuk membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat. Seperti yang tertuang dalam Bhagavad Gita IV.36, yaitu berbunyi.



“Api ced asi papebhyah, sarwabheyah papa krt tamah, sarwa jnana peavenaiva vrijinam santarisyasi” Artinya: walau engkau paling berdosa di antara manusia yang memiliki dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan, lautan dosa akan dapat engkau seberangi. 



Nasi Dira



Nasi Dira atau kerap dikenal dengan sebutan Nasi Yasa ini kerapkali digunakan untuk sesajen pada saat Hari Raya Banyu Pinaruh atau sehari setelah Hari Saraswati. Nasi Yasa memiliki kemiripan dengan nasi kuning yang cukup banyak dijumpai di berbagai tempat di Indonesia. Nasi Yasa tradisional umumnya dibuat dari nasi kukus berwarna kuning yang terbuat dari bahan kunir dicampur santan. Selain nasi, komposisi lauk pauk dan sayur mayur dan perlengkapan lainnya, yaitu ikan (ikan air tawar: lindung / belut, ikan nyalian, udang; ikan air laut: gurita, gerang / ikan asin, telur bebek rebus yang dibelah), sayur – mayur (tuwung, mentimun, kecarum / daun kemanggi), kacang – kacangan (kacang komak, botor atau kacang mentik / kacang merah), saur dan sambel embe dengan garam. Nasi Yasa umumnya diwadahi tamas yang terbuat dari daun kelapa (janur), atau wadah dari ceper (nista). Adapun makna – makna dari isi dalam nasi yaitu: Nasi merupakan makanan pokok (amertha) masyarakat agraris sebagai sumber tenaga untuk kehidupan (beraktivitas) dan kesehatan. Kunir dengan warna kuning secara kultural berarti kesucian (symbol alam sorga atau symbol kebahagiaan). Secara sanitasi, kunir mempunyai fungsi hegenis atau obat infeksi. Tuwung simbul dari kapatuhan, yaitu patuh pada ajaran dharma atau kebenaran. Makna ini sering terungkap dalam frase kalimat Bahasa Bali yaitu:”milu – milu tuwung”.



Mentimun dapat diasumsikan sebagai simbul dari keteduhan hati atau kedamaian (shanti). Secara historis belum diketahui kapan tradisi persembahan Nasi Yasa mulai dibuat dan dilakukan oleh masyarakat Tradisional Bali. Persembahan Nasi Yasa ini umumnya dibuat oleh keluarga atau komunitas banjar/ desa yang menyelenggarakan yadnya atau ritual dan dimaksudkan untuk mengiringi dan menyempurnakan doa dan rasa bhakti warga masyarakat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Persembahan suci dalam bentuk nasi yasa diberikan kepada mereka yang ngayah (membantu bekerja) dalam kegiatan Dewa Yadnya, Pitra Yadnya dan jenis ritual lainnya. Selain itu, Nasi yasa juga dipersembahkan untuk arwah leluhur. 2.2 MAKNA DARI PENERAPAN HARI RAYA SARASWATI, BANYU PINARUH DAN NASI DIRA 



Saraswati



Dewasa ini kita mengenal adanya Brata penyepian, Brata siwalatri namun untuk brata Saraswati belum populer. Untuk memuja Dewi Saraswati juga diperlukan brata atau pantangan yang perlu dilakukan, Pantangan tersebut menurut rumusan Bapak Drs. Gede Sura antara lain: 1. Upakara pemujaan Saraswati dilakukan pada pagi hari atau sebelum tengah hari. 2. Sebelum upacara Saraswati dan sebelum lewat tengah hari, tidak diperkenankan membaca dan atau menuiis mantra dari kesusastraan. Bila melanggar, niscaya hasilnya tidak mendapat kerta wara Nugraha Sanghyang Aji Saraswati. 3. Bagi umat yang melaksanakan "Brata Saraswati" secara penuh, tidak diperkenankan membaca dan menulis selama 24 jam. 4. dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan "pangweruh" agar senantiasa dilandasi dengan hati yang jernih serta pikiran "astiti bakti" kehadapan Hyang



Saraswati dan termasuk merawat perpustakaan, baik berupa buku-buku dalam segala jenis maupun lontar-lontar yang dimiliki. Dewa berasal dari kata ”div” yaitu sinar/pancaran. Pengertiannya adalah bahwa Tuhan itu adalah satu, tapi mempunyai aspek-aspek dengan pancaran sinarnya yang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. ang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. Pada saat menciptakan disebut Brahma, saat memelihara disebut Wishnu, dan saat pendaurulang disebut Shiwa, dan sebagainya. Tapi sebenarnya Brahma, Wishnu, Shiva adalah satu (Trimurti). Paradewa ini mempunyai pendamping (Shak-ti), yaitu: Brahma shaktinya Saraswati, Wishnu shaktinya Lakshmi dan Shiwa shakti-Nya Parvati (Durga). Disini Dewi Saraswati sebagai aspek Tuhan Yang Maha Esa pada saat munurunkan ilmu pengetahuan (vidya), kecerdasan, ucapan, musik, budaya dan seba-gainya. Demikian pula dijabarkan dalam konsep Gayatri yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: Saras-wati menguasai ucapan kata, Gayatri menguasai budhi dan savitri yang menguasai nafas. Jadi makna pemujaan Dewi Saraswati adalah memuja dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan pada aspek Dewi Saraswati (simbol vidya) atas karunia ilmu pengetahuan yang di karuniakan kepada kita semua, sehingga akan terbebas dan avidyam (kebodoh-an), agar dibimbing menuju ke kedamaian yang abadi dan pencerahan sempurna. Setelah Saraswati puja selesai, biasanya dilakukan mesarnbang semadhi, yaitu semadhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menernukan pencerahan Ida Hyang Saraswati Puja astawa yang disiapkan ialah : Sesayut yoga sidhi beralas taledan dan alasnya daun sokasi berupa nasi putih daging guling, itik, raka-raka sampian kernbang payasan. Sesayut ini dihaturkan di atas tempat tidur, dipersembahkan ke hadapan Ida Sang Hyang Aji Saraswati.



Waktu yang tepat untuk mempelajari ilmu pengetahuan adalah saat kita masih muda. Tidak berarti orang yang sudah lanjut usia tidak baik untuk belajar. Karena saat kita masih muda mencapai puncak kekuatan baik pikiran, Fisik kepekaan dll. Disamping itu pada masa muda beban hidup relatif masih sedikit sehingga banyak waktu luang untuk mempelajari ilmu pengetahuan dibandingkan dengan masa tua. Dalam ajaran agama Hindu ada catur purusa artha sebagai jenjang kehidupan yang mesti dilalui yakni brahmacari, grehasta, saniasin dan wanaprasta. Pada masa brahmacari inilah merupakan masa belajar yang baik. Sedangkan untuk mencari artha, dan kama baik dicari pada masa greasta (hidup berumah tangga) yang berdasarkan atas darma. Hal ini dapat kita pahami pada SS 27 sbb: Yuaviva dharmaman vicched yuva vittam yuva crutam, Tiryyadbhavati vai dharbha utpatan na ca viddyati



Matangnya deyaning wwang, Pengponganikang kayowanan, Panedeng ning awak, Sadhanakena ri karja naning dharma, artha, jnana, kunang apan tan pada kacaktining atuha lawan rare, Drstanta nahan yangalalang atuha, Telas rumepa, marin alandep ika Artinya:



Karena perilaku seseorang, hendaklah digunakan sebaik-baiknya masa muda, selagi badan sedang kuatnya, hendaklah dipergunakan untuk usaha menuntut dharma, artha, dan ilmu pengetahuan, sebab tidak sama kekuatan orang tua dengan kekuatan anak muda contohnya ialah seperti ilalang yang telah tua itu menjadi rebah, dan ujungnya itu tak tajam lagi.(I Nyoman Kadjeng dkk).



Manusia wajib untuk menuntut ilmu pengetahuan sebanyak mungkin karena pada masa brahmacari adalah merupakan dasar dari seluruh lapangan hidup yang akan ditempuh pada masa berikutnya. Masa berikutnya adalah masa greasta, wanaprasta dan sanyasin. Yang terpenting diusahakan pada masa brahmacari adalah ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan tersebut memegang peranan dalam menempuh kehidupan berikutnya. Pada masa brahmacari ini tidak bisa lepas dari peranan catur guru yakni guru rupapa, (orang tua), guru wisesa (pemerintah), guru pengajian (guru, dosen dll), dan guru Swadyaya (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Umat Hindu memuja Dewi Saraswati berarti memuja dan menjungjung tinggi nilai ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Hal ini bertujuan agar ilmu pengetahuan yang sudah dimiliki bermanfaat bagi diri sendiri masyarakat, lingkungan, nusa dan bangsa. Tetapi kenyataan dimasyarakat bahwa ilmu pengetahuan belum sepenuhnya berdaya guna secara maksimal. Masih banyak ditemui seseorang yang mempunyai gelar sarjana Hukum bekerja pada perusahaan yang bergerak di bidang ekonomi atau sebaliknya. Atau seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang relatif tinggi tidak berdaya guna secara maksimal baik untuk dirinya sendiri, maupun orang banyak. Bahkan akhir-akhir



ini banyak kita jumpai orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang relatif tinggi dipergunakan untuk mencelakai, menipu, membodohi orang lain. Dewi Saraswati mempunyai peranan yang sangat besar untuk memotifasi manusia untuk sadar bahwa Ilmu Pengetahuan sangat penting dalam kehidupan Ilmu Pengetahuan bagaikan obor yang menerangi untuk membebaskan diri dari kegelapan, kedukaan, kemarahan yang merupakan sebab dari kesengsaraan. Berkat Ilmu Pengetahuan orang dapat mengurangi beban hidup serta menjadikan dirinya lebih mulia. Dengan berbekal Ilmu Pengetahuan orang dapat mengikuti perkembangan jaman (IPTEK). Oleh sebab itu marilah kita tingkatkan bakti terhadap Dewi Saraswati dengan jalan memanjatkan segala doa puja kehadapan Beliau. Semoga Beliau berkenan menganugrahkan kesejahteraan dan kebahagiaan kepada kita semua. Serta ilmu pengetahuan yang kita miliki dapat berdaya guna secara maksimal untuk kebaikan diri sendiri, masyarakat, maupun masa depan. 



Banyu Pinaruh



Banyu Pinaruh pinaruh memiliki makna yakni menyucikan pikiran dengan menggunakan air ilmu pengetahuan, sebagaimana diuraikan dalam pustaka Bagavadgita sebagai berikut: “Abhir gatrani sudyanti manah satyena sudayanti.” Artinya, badan dibersihkan dengan air sedangkan pikiran dibersihkan dengan ilmu pengetahuan. Itu berarti Banyu Pinaruh bukanlah hanya dating berkeramas atau mandi kepantai atau sumber air. Tetapi prosesi itu bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran yang melekat dalam tubuh umat dengan ilmu pengetahuan, atau mandi dengan air ilmu pengetahuan. Hal itu sesuai dengan Bagacadgita IV.36 yang berbunyi: “Api ced asi papebhyah, sarwabheyah papa krt tamah, sarwana jnana peavenaiva vrijinam santarisyasi.” Artinya, walau engkau paling berdosa di antara manusia yang memiliki dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan, lutan dosa akan dapat engkau sebrangi.” Itu artinya Banyu Pinaruh bukan hanya bermakna simbolis belaka, tetapi sesuai dengan ajaran Hindu. “Kita dijamini oleh kitab suci melalui mandi



dan keramas menggunakan air ilmu pengetahuan, akan terbebas dari lautan kebodohan dan dosa”. Dari makna itulah, umat terutama generasi muda harus memaknai saraswati dan Banyu pinaruh sesuai dengan hakikatnya. Malam Saraswati mesti dimaknai dengan baik, melalui pembacaan sastra dan diskusi tentang ajaran agama, baik dibanjar-banjar, pura, sekolah, kampus dan tempat memungkinkan untuk itu. Keesokan paginya dilanjutkan dengan pelaksanaan Banyu Pinaruh. “jadi kita jangan hanya melaksanakan Saraswati atau Banyu Pinaruh karena ikutikutan tabpa memperhatikan makna yang dikandung didalamnya. Umat Hindu terutrama anak-anak muda datang ke segara agar betul-betul melakukan Banyu Pinaruh, bukan sekedar tujuan lain. Pada saat Banyu Pinaruh umat melaksanakan suci laksana, mandi dan keramas menggunakan air kumkuman di segara. Kegiatan itu bertujuan untuk ngelebur mala. ”Segara itu kan tempat peleburan dasa mala. Dengan melakukan prosesi itu diharapkan terjadi keseimbangan lahir dan batin,". Redite Pahing Sinta adalah hari Banyu pinaruh. Yaitu bagaimana setelah ilmu pengetahuan itu turun saatnyalah menerima dengan rasa bangga pada diri bahwa kita telah memiliki pengetahuan tentang kesejatian hidup itu. Banyu pinaruh yang berarti air “kaweruh” atau air pengetahuan yang mengalir. Kenapa air? Dalam hal ini diharapkan manusia berperan sebagai air yang mengalir dalam menjalani kehidupan. Banyu pinaruh adalah sebagai pensucian diri telah didapatkan atau teraliri pengetahuan yang ada untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran khalayak. Dan awal diterimanya pengetahuan itu berbarengan dengan awal bergantinya wuku menjadi awal kembali. Jadi pengetahuan itu digunakan untuk sewaktu wuku itu kembali menemukan awalnya kembali di masa yang akan ada nanti. ‘Sad Rasa‘ dan Nasi Yasa. Sad Rasa ini merupakan 6 rasa yang yang dibuat dari bubur sum-sum (bukan sum-sum dari tulang). Rasanya adalah manis, asin, hambar, asam, ada yang seperti pedas Nasi Yasa adalah makanan (nasi kuning) yang dicampur dengan daging ayam, lalapan, telur dan saur. Banyu, air, toya, tirta merupakan air suci yang merupakan intisari 'pinaruh', 'pinaweruh' atau pengetahuan batiniah. Dengan



melaksanakan pensucian batin semalam suntuk melalu Samya Samadhi, serta disucikan dengan intisari pengetahuan suci (banyu pinaweruh), diharapkan tumbuh dan berkembangnya kebijaksanaan kita. Akan tetapi prosesi bermakna untuk membersihkan kegelapan pikiran yang melekat pada tubuh manusia, dengan ilmu pengetahuan atau mandi dengan ilmu pengetahuan. Pelaksanaan dan tetandingan banten disebutkan dalam babad bali, banyu pinaruh (pinaweruh) pada hari Redite/Minggu Paing wuku Sinta. Asucilaksana, pelaksanaannya di pagi hari (mandi, keramas dan berair kumkuman). Upakara (tetandingan banten), diaturkan antara lain labaan nasi pradnyan, jamu sad rasa dan air kumkuman. Setelah diaturkan pasucian/kumkuman labaan dan jamu, dilanjutkan dengan nunas kumkuman,



muspa



atau



sembahyang,



matirta,nunas



jamu



dan



labaan



Saraswati/nasi pradnyan barulah upacara diakhiri/lebar. Sumber-sumber sastra yang menguraikan tentang pentingnya penyucian diri dengan melakukan mandi suci banyak sekali jumlahnya. Dalam Manawa Dharma Sastra V.109 dinyatakan bahwa: adbhir gatrani suddyanti, manah satyena suddhyati, vidyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena suddhyati. Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar (2002:222). Dalam lontar Wratisasana juga dijelaskan mengenai bermacam-macam sarana penyucian diri. Dijelaskan bahwa ada enam sarana penyucian diri yang disebut dengan Sat Snana. Keenam sarana penyucian diri tersebut yaitu: Agneya, Warun, Brahmya, Wayawya, Manasa, Prtiwi, dan Widya.



Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai Sat Snana dalam lontar Wratisasana. Agneya nga, stana makalaksanam bhasma, kunang ikang waruna, masilem ing wai laksananya. Brahmya nga, snana malaksanam mantra. Kunang ikang wayawya nga. Snana makalaksanam sumilemaken sarira tekeng uttamangga, makanimitta welekning lembu, saking suku ning lembu, anginerek ing lemah pawitra. (Wratisasana 17) Agneya ialah penyucian dengan sarana abu



suci, adapun waruna adalah (penyucian) dengan cara menyelam ke dalam air. Brahmya adalah penyucian dengan sarana mantra. Adapun wayawya adalah penyucian dengan sarana dengan membenamkan diri dalam air sampai kepala, karena kena pusaran debu, dari kaki sapi, yang dihalau di tanah yang suci. – Kunang ikang manasa snana, makalaksnam japa mantra, ri sedeng ing masa trisandhyopasana, kunang ikang prtivi snana, makanimitta kaharasan ing lemah ning punya tirtha. Nahan ta lwir sat snana, upalaksanakna de sang wiku. (Wratisasana 18) Adapun manasa adalah penyucian dengan sarana japa mantra, pada waktu melaksanakan puja trisandhya, adapun penyucian tanah ialah berdasarkan atas mencium tanah di tempat permandian yang suci. Demikianlah sat snana, enam penyucian, dicontohkan oleh sang wiku. – Hana ta sira waneh tan pasnana, ndan sang hyang widya juga pinaka snananira, makanimitta kapawitra ning haji katama de nira, telas pratistheng hredayakamala. Muwah sawaneh, hana sira makasnana niyama brata, ika ta sang wiku tan pasnana. Ndan ikang bhasma juga wisesa ning snana kabeh. (Wratisasana 19) Ada lagi tanpa penyucian, hanya ilmu pengetahuan saja, yang dijadikan penyucian, berdasarkan atas kesucian pengetahuan yang dikuasainya, yang telah mantap berada dalam hatinya. Dan yang lain, ada yang menjadikan niyama brata sebagai penyucian. Dan bhasma saja yang utama dari segala penyucian. Kitab Wratisasana juga banyak menguraikan mengenai pentingnya melalukan penyucian diri, terutama bagi mereka yang menjadi seorang wiku. Dalam lontar tersebut banyak diuraikan mengenai ajaran-ajaran penyucian diri. Berikut kutipan ajaran penyucian diri dalam lontar Wratisasana. Sauca nga. Nitya masuci laksana, agelem adyus, nitya mahyas, agelem asurayya sewana, m abhasma, macandana, saha we waseh siwambha, mantra sauca Om SA BA TA A I. (Wratisasana 31) Sauca artinya selalu menyucikan diri, senang mandi selalu berhias, tidak jemujemunya memuja Bhatara Surya, memakai bhasma candana, dan air pembasuh yaitu air suci Siwa. Mantra penyucian OM SA BA TA A I – Sauca nga acamana bhasma snanadi. (Wratisasana 22) Sauca artinya membersihkan diri dengan bhasma, mandi dan sebagainya. – Sauca nga. Nityasuci acamana. (Wratisasana 23)



Sauca artinya selalu bersuci membersihkan diri Pentingnya melakukan mandi suci juga dijelaskan dalam Geguritan Japatuan. Geguritan Japatuan melukiskan perjalanan I Japatuan menuju Indra loka, menyusul kepergian istrinya yang bernama Ratnaningrat. Sepanjang perjalanannya berbagai rintangan yang dialaminya seperti berjumpa dengan buaya, harimau dan raksasa yang menghalangi dirinya untuk mencari istrinya yang ia sayangi di sorga. Dengan bekal ilmu kediatmikan (pendalaman ajaran agama) I Japatuan dapat mengatasi semua rintangan itu. Pada kutipan lain yang bersifat religius ada disebutkan : “Cai enu mawak dunia, muwah cuta keto cai, jalan menuju ke pancakatirta kelesang, letehe jani, pangde cai enu daki, beli ngateh cai mamanjus, I Japatuan angucap inggih titiyang, Ngiring beli, tur memarga, ndatan edoh I Gagakturas, Kamu masih kotor, badanmu cuntaka, agar mandi lebih dahulu di pancakatirta, tinggalkan kotoran itu sekarang, supaya jangan kamu masih kotor, aku menghantarkan kau mandi, Ki Japatuan menjawab, ya aku menuruti kau mandi, lalu berjalan, Ki Gagakturas ikut bersama (Mupu, 1987 : 138). Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Pancakatirta adalah suatu permandian suci, milik dewata yang artinya lima (5) macam warna, sesuai dengan dewa yang memiliki. Dari kutipan cerita tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan kegiatan-kegiatan suci hendaknya membersihkan diri terlebih dahulu. Ketika badan kita masih kotor maka sesungguhnya tidak pantas untuk melakukan kegiatan-kegiatan suci. Nilai-nilai kesucian akan sulit masuk ke dalam diri kita karena badan fisik kita belum siap menerimanya. Adalah menarik membahas mengenai ditetapkannya hari Banyu Pinaruh pada Redite Paing Sinta. Berikut penjelasan lontar Wariga Krimping yang banyak menguraikan tentang baik tidaknya suatu hari untuk suatu aktivitas. Ra.BU. Dora, Tungleh, Dangu, Menga, Basah–gede, Sri Tumpuk; Mreta Punja, nga. Turun Hyang Brahma, ngawe pawon ayu, ai, sukasada, tan pahuma, katiban carik, ngawe pedang ayu; Sri Tumpuk, mapikat paksi sami ayu, mwah mangalahang sarwa mandi mwah sarwa memanes, sami ayu, Kala Gotongan nga. Aja angulang wangke, doyan enggal ada nutug mati miwah kataton alanya; Ingkel Mina Sadina, ngawe sawu, anco, bubu, pencar, sami ayu, muani I, bancih 2, Ratu mendem Rare



nga. Nandur sarwa buku, sarwa bungkahm kasela, ubi, sami ayu, watek sri, kumba rasinya Redite, Buda, Dora, Tungleh, Dangu, Menga, Basah Gede, Sri Tumpuk, Mreta Punja namanya, turun Hyang Brahma, baik untuk membuat dapur, timur laut, senang selalu, tan pahuma, katibanan carik, baik untuk membuat pedang. Sri Tumpuk baik untuk berpikat burung dan mengalahkan segala yang manjur serta segala yang menyebabkan sakit, semuanya baik, Kala Gotongan, jangan membakar jenasah, mengubur jenasah, karena doyan akan segera ada yang mengikuti mati serta terluka, itu ketidakbaikannya. Ingkel Mina Sadina, membuat sawu, anco, lukah, jala, semuanya baik. Laki-laki 1, banci 2, Ratu mendem rare namanya, baik untuk menanam yang berbuku, segala yang berumbi, ketela ubi, Watek Sri, rasinya Kumba Dari kutipan lontar tersebut dapat diketahui bahwa Dewa Brahma menjadi dewa utama pada hari tersebut. Dalam tradisi umat Hindu di Bali, Dewa Brahma adalah dewa yang memberikan penyucian diri. Hal yang sama juga dilakukan ketika seseorang baru datang dari kuburan setelah melakukan upacara Pitra Yajna. Ketika seseorang tidak mendapat tirta untuk penyucian diri, maka orang akan menyucikan diri di dapur, memohon panglukatan kepada Dewa Brahma. Selain itu, filosofi peringatan Banyu Pinaruh juga sangat menarik untuk dicermati. Banyu Pinaruh merupakan hari pertama dalam sistem hari kalender umat Hindu di Bali. Tetua kita ingin sesungguhnya ingin berpesan bahwa segala kegiatan dan hari-hari hendaknya diawali dengan melakukan penyucian diri. Demikian sekilas prosesi Banyu Pinaruh di salah satu Pantai di bali, sehari setelah perayaan Hari Saraswati. Setelah merayakan piodalan Saraswati, pada Minggu Paing Sinta umat Hindu melanjutkannya dengan malaksanakan prosesi Banyu Pinaruh. Sarana pelaksanaan Banyu Pinaruh menggunakan air kembang (kumkuman). Kumkuman itu dibawa ke tempat-tempat sumber air seperti pancuran, segara, sungai, beji– yang diyakini sebagai tempat penyucian atau peleburan mala atau kotoran batin. Di situ umat membersihkan diri, keramas dan mandi. Tetapi jika tak sempat ke tempat-tempat seperti itu, umat bisa melakukannya di rumah.







Nasi Dira



Di berbagai daerah, penyebutan nasi ini berbeda-beda.Ada yang menyebut nasi dirah ada pula yang menyebutnya dengan nasi yasa.Meskipun merupakan sebuah sesajen wajib saat Banyu Pinaruh, namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa tujuan dari persembahan nasi kuning tersebut. Berbicara mengenai nasi kuning, nasi ini merupakan sebuah infrastruktur untuk memperkuat teologi Hindu.Ketika Saniscara Umanis Watugunung merupakan piodalan Sang Hyang Aji Saraswati.Perlu saya luruskan, Hari Saraswati bukanlan hari turunnya ilmu pengetahuan. Tetapi merupakan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam aspeknya sebagai dewanya ilmu pengetahuan, dengan manifestasinya sebagai Bhatari Saraswati. Bhatari Saraswati merupakan saktinya Bhatara Brahma. Sesungguhnya, Brahma sebagai pencipta tidak akan lengkap tanpa ilmu pengetahuan. Di dalam lontar Chandogya Upanisad dikatakan, penciptaan tidak akan terjadi tanpa ilmu pengetahuan. Kemajuan tidak akan ada tanpa penciptaan.Dan, kebahagiaan tidak akan terjadi tanpa kemajuan. Dalam hal ini ada pesan berantai yang disampaikan. Ketika Tuhan melakukan penciptaan, maka setiap ciptaan tersebut juga dibekali dengan pengetahuan. Pengetahuan tersebut berada pada mahkota makhluk tersebut, yakni pikiran. Dan, setiap Hari Raya Saraswati pikiran ini harus diberdayakan. Selain itu, bila kita berbicara sesuai bahasa tupeng, ketika kita ingin sebuah pemikiran intelegensi, intelektual, dan spiritual, mestinya manusia harus kembali pada tatanan yang hening. Dalam hal ini, maksud hening adalah ketika kita memohon berkah pada Tuhan. Dan, dalam memohon berkah inilah kita menggunakan sesajen nasi kuning. Lalu apa nasi kuning itu, bila kita merujuk dari sastra Dewata Nawa Sanga, kuning merupakan warna Bhatara Mahadewa. Mahadewa merupakan bentuk dari evolusi dari Panca Brahma yang bertempat di barat.



Mahadewa juga sebagai bentuk dari konsep kosong menjadi ada. Dalam hal ini, "ada" itulah wujud dari Bhatara Mahadewa. Maka demikian, konsep Hari Raya Saraswati merupakan suatu bentuk cikal bakar penciptaan yang berasal dari sunya (kosong). Sementara Hari Banyu Pinaruh merupakan hari mengalirnya ilmu pengetahuan. Dalam Banyu Pinaruh ini umat menghaturkan sesajen nasi kuning sebagai simbol pengetahuan sudah ada dalam diri manusia, dan sangat bermanfaat.



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Hari suci memupakan salah satu hari yang sangat disakralkan oleh beberapa umat terutama umat yang Beragama Hindu. Bagi Beberapa orang terdapat hari-hari yang di hitung berdasarkan sasih dan berdasarkan wuku, salah satu yang berdasarkan wuku yakni Saraswati. Saraswati merupakan suatu hari suci yang memiliki suatu rangkaian acara yang saling bersangkutan yakni setelah diadakannya Saraswati maka kebesokan harinya aka nada hari Banyu Pinaruh, yang dipercaya sebagai hari suci yang di gunakan untuk menyucikan badan rohani dengan mata air atau bisa dikatakan sebagai air ilmu pengetahuan. Di dalam hhari suci ini, tuhan kan disuguhkan dengan yang namanya Nasi Dira atau yang serik kita kenal sebagai Nasi Yasa. Kenapa disuguhkannya Nasi Dira dihari itu, karena Nasi Dira terdiri dari beberapa makna yang penting dan melambangkan wujud terimakasih bagi alam semesta.



3.2 SARAN Saraswati merupakan hari suci yang dipenuhi dengan berkat ilmu pengetahuan. Dan Saraswati pun tidak dilakukan sehari melainkan dua hari, dihari berikutnya yang kita kenal dengan sebutan Banyu Pinaruh. Setiap



umat



beragama



yang



bersangkutan



hendaknya



mampu



mengimplementasikan apa-apa saja yang seharusnya dilakukan padasaat hari raya tersebut, karena jika kita sebagai umat beragama mampu mengimplementasikan hal tersebut, itu artinya kita mampu bersukur dengan apa yang telah tuhan berikan kepada kita semuanya. Pada hari raya Saraswati yang kemudian dilanjutkan dengan hari raya Banyu Pinaruh di sini kita mengucaplkan puja dan puji syukur dengan menghaturkan sebuah Nasi Dira yang memiliki makna rasa syukur kepada alam semesta dengan apa yang telah tuhan berikan kepada kita semuanya



DAFTAR PUSTAKA Admin 2016. Makna Hari Raya Saraswati Bagi Umat Hindu. URL: http://kb.alitmd.com/makna-hari-raya-saraswati-bagi-umat-hindu/.



Diakses



tanggal 28 November 2019. Budaya Bali 2015. Memahami Makna Banyu Pinaruh dalam Hindu, URL: https://inputbali.com/budaya-bali/memahami-makna-banyu-pinaruh-dalamhindu. Diakses tanggal 28 November 2019. Sutejjo,



I



Wayan



2019.



Makna



Hari



Banyu



Pinaruh.



URL:



https://blijengah.blogspot.com/2019/05/makna-hari-banyu-pinaruh.html. Diakses tanggal 28 November 2019. Gamabali



2014.



Makna



Banyu



Pinaruh.



http://cakepane.blogspot.com/2015/06/makna-banyu-pinaruh.html.



URL: Diakses



tanggal 28 November 2019. Bali,



Wirahadi



2013.



Nasi



Yasa.



URL:



https://infoobjek.wordpress.com/2013/05/07/nasi-yasa/. Diakses tanggal 28 November 2019.



Arya, I Nyoman 2015. Rerahinan dan Hari Raya Agama Hindu. URL: https://kemenagbadung.weebly.com/makalah/rerahinan-dan-hari-raya-agamahindu. Diakses tanggal 28 November 2019. Gunarta, I Wayan Eri 2017. Ini Makna Nasi Kuning Saat Banyu Pinaruh. URL:



https://bali.tribunnews.com/2017/01/23/ini-makna-nasi-kuning-saat-



banyu-pinaruh?page=all. Diakses tanggal 28 November 2019.