Manajemen Keuangan Dan Akuntansi Dalam Ekonomi Kesehatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SERI EKONOMI KESEHATAN BUKU VI



MANAJEMEN KEUANGAN DAN AKUNTANSI DALAM EKONOMI KESEHATAN



MANAJEMEN MANAJEMEN KEUANGAN KEUANGAN DAN DAN AKUNTANSI AKUNTANSI DALAM DALAM EKONOMI EKONOMI KESEHATAN KESEHATAN SERI SERI EKONOMI EKONOMI KESEHATAN KESEHATAN BUKU BUKU VI VI Penulis



Anedya Niedar Anedya Niedar Chriswardani Suryawati Chriswardani Suryawati Donny Hardiawan Donny Hardiawan Jorghi Vadra Vadra NurJorghi Afni Panjaitan Nur Afni Panjaitan Puguh Widodo Puguh Widodo Puji Harto Puji Harto Rabiah al Adawiyah Rabiah al Adawiyah



Seri Ekonomi Kesehatan VI Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan ©2021 PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Penulisan buku ini dimungkinkan atas dukungan rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID) yang diproduksi melalui kontrak Health Financing Activity USAID No. 72049719C00002. Materi yang disampaikan, baik berupa informasi narasi dan visualisasi infografik sepenuhnya menjadi tanggung jawab ThinkWell, dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat. Buku ini dapat diakses dari https://thinkwell.global/ dan http://ppjk.kemkes.go.id/ dan dapat disebarluaskan secara cuma-cuma kepada siapa saja yang membutuhkannya. PPJK Kementerian Kesehatan RI, United States Agency for International Development (USAID) (2021). Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Pengarah



: dr. Kalsum Komaryani MPPM (Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI)



Koordinator



: Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity (HFA)



Manager Program & PJ Penerbitan Buku



: Ryan R. Nugraha



Penyelia Buku



: Chriswardani Suryawati



Penulis



: Anedya Niedar, Donny Hardiawan, Jorghi Vadra, Nur Afni Panjaitan, Puguh Widodo, Puji Harto, Rabiah al Adawiyah



Penyelaras Akhir



: Sonta Frisca Manalu



Diterbitkan oleh: PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Februari 2022 Cetakan I, September 2021 Ukuran Buku Tebal Buku



: 21 x 29,6 cm : xvi, 93 hlm Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI



368.42 Ind m



Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan : Seri ekonomi kesehatan VI.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2021 ISBN 978-623-301-250-8 1. Judul I. HEALTH CARE ECONOMICS AND ORGANIZATIONS II. FINANCIAL MANAGEMENT III. HEALTHCARE FINANCING IV. FINANCING, ORGANIZED V.HEALTH POLICY VI. GOVERNMENT PROGRAMS



PPJK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. H.R. Rasuna Said Kav 4-9 Jakarta 12950 Indonesia Phone: (62-21) 5201587, 5201591 Email: [email protected] Website: http://www.depkes.go.id



ii



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tim Penyusun



Pengarah



: dr. Kalsum Komaryani MPPM (Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI)



Koordinator



: Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity (HFA)



Manager Program & PJ Penerbitan Buku



: dr. Ryan R. Nugraha, M.P.H.



Anggota



: dr. Yuli Farianti, M.Epid dr. Ackhmad Afflazir, M.K.M. Nana Tristiana Indriasari, SE, Ak., M.M. Amalia Zulfah DHW, S.K.M., M.K.M. Andhika Nurwin Maulana, S.E., M.S.E. Mutia Astrini Pratiwi, M.P.A



Penyelia Buku



: Dr. Dra. Chriswardani Suryawati. M.Kes.



Penulis



: Anedya Niedar, dr., AAK. Donny Hardiawan S.E., M.E. Jorghi Vadra, S.E. Nur Afni Panjaitan, S.E., M.E. Puguh Priyo Widodo, Amd., R.M.I.K., S.Si., S.K.M., M.M.R.S., A.A.A.K. Puji Harto, SE, Akt, M.Si, Ph.D. Rabiah al Adawiyah, dr., M.Ms.



Penyelaras Akhir



: Sonta Frisca Manalu



iii



iv



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Kata Pengantar



P



usat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan telah berkomitmen untuk membangun ekosistem pembiayaan dan jaminan kesehatan yang kuat dan berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk inisiatif PPJK untuk secara ekstensif meningkatkan kapasitas akademisi dan praktisi kesehatan dalam bidang pembiayaan kesehatan. Beberapa upaya peningkatan kapasitas yang telah dilakukan, antara lain bimbingan rekapituliasi biaya program Kesehatan Masyarakat dengan menggunakan aplikasi SISCOBIKES, peningkatan kapasitas Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK), dan tata kelola Casemix Based Groups (CBGs) kepada rumah sakit di seluruh Indonesia. PPJK menyadari bahwa upaya peningkatan kapasitas dalam bidang pembiayaan dan jaminan kesehatan tersebut membutuhkan dukungan referensi dan sumber daya pengetahuan yang kuat, baik yang bersumber dari disiplin ilmu maupun praktik kebijakan ekonomi kesehatan. Pengetahuan ini berguna baik sebagai sumber inspirasi panduan dalam pengambilan kebijakan jaminan dan pembiayaan kesehatan. Karena itulah PPJK menyambut baik dan memberikan apresiasi tinggi terhadap USAIDThinkWell LLC yang telah memprakarsai Health Financing Activity (HFA). Melalui program Young Health Economists (YHE), HFA telah menghimpun tenaga-tenaga ahli muda dalam bidang ekonomi kesehatan dan mendorong mereka untuk memberikan kontribusi keilmuan dan pemikiran bagi peningkatan kualitas pembiayaan dan jaminan kesehatan. Saya berharap YHE dapat menjadi sebuah komunitas praktisi (community of practice) ekonomi kesehatan yang di masa depan dapat menjadi motor penggerak sistem kesehatan, serta hub bagi para ahli dalam mengembangkan tatanan sistem pembiayaan kesehatan. Seri Ekonomi Kesehatan ini adalah salah satu produk penting YHE. Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan para tenaga ahli muda mencurahkan ilmu dan pengalaman mereka dalam buku ini; juga para koordinator penulisan yang telah membantu memastikan kualitas dan kesesuaian buku dengan konteks perkembangan sistem kesehatan Indonesia. Melalui berbagai telaah, analisis kasus, dan refleksi terhadap praktikpraktik pembiayaan kesehatan yang mereka bahas tuntas dalam buku ini, saya berharap buku dapat menjadi katalisator untuk mempercepat proses perbaikan jaminan dan pembiayaan kesehatan di Indonesia.



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



v



Penghargaan serupa juga saya sampaikan kepada Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, organisasi non-pemerintah seperti the World Bank, para akademisi, praktisi kebijakan ekonomi kesehatan baik di rumah sakit, Dinas Kesehatan dan pihak-pihak lain yang telah memberikan berbagai masukan bagi penyempurnaan buku ini. Saya berharap kolaborasi ini akan terus berlanjut sehingga mampu menghasilkan produk-produk pengetahuan yang berguna bagi peningkatan kualitas kebijakan, pelayanan, jaminan, dan pembiayaan kesehatan di Indonesia.



Jakarta, 2 Juni 2021



dr. Kalsum Komaryani MPPM. Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI



vi



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Kata Pengantar



D



i Indonesia dan negara-negara mitra lainnya di seluruh dunia, United States Agency for International Development (USAID) atau Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat bekerja untuk memobilisasi pendekatan seluruh masyarakat dalam mengoptimalkan sistem kesehatan untuk mencapai potensi penuhnya. Kami menyadari perlunya visi bersama untuk memastikan kolaborasi yang efektif dalam lingkungan yang terus berkembang dan berubah. Dengan bekerja sama, kita dapat mempercepat kemajuan menuju sistem kesehatan yang lebih tangguh dan lebih mampu memajukan perawatan preventif, promotif, dan kuratif. Untuk mencapai tujuan yang ambisius tetapi realistis ini, USAID tetap berkomitmen untuk membantu Pemerintah Indonesia membangun dan memperkuat sistem kesehatan yang kuat dan berkelanjutan—khususnya dalam program prioritas seperti HIV, TB, dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Melalui USAID, Pemerintah Amerika Serikat berinvestasi untuk mengembangkan kekayaan sumber daya manusia Indonesia—termasuk pelajar dan profesional—agar lebih banyak lagi penduduk Indonesia yang dapat menikmati kesehatan yang lebih baik. Health Financing Activity (HFA) USAID memperkuat kemampuan para profesional Indonesia, termasuk pejabat pemerintah, untuk menggunakan fakta dan data dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pembiayaan dan pengeluaran domestik untuk kesehatan, meningkatkan mekanisme dan kapasitas belanja kesehatan strategis, serta mengoptimalkan manajemen tenaga kesehatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas manajemen pembiayaan kesehatan masyarakat. Elemen kunci dari kemitraan penting ini adalah program fellowship HFA USAID, yang dirancang untuk memperdalam kemampuan Young Health Economists (YHE) atau ekonom kesehatan muda generasi berikutnya di Indonesia melalui aktivitas akademis yang ketat. Program YHE membekali akademisi, praktisi, dan ekonom kesehatan yang sedang berkembang agar dapat menerapkan prinsip-prinsip kebijakan berbasis bukti dalam merencanakan, menganalisis, dan merancang kebijakan pembiayaan kesehatan dalam sistem kesehatan yang kompleks. Sejauh ini, 30 orang ekonom kesehatan muda yang luar biasa telah lulus dari program ini dan telah diterima di Indonesian Health Economics Association (InaHEA) atau Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia yang bergengsi. Untuk mempertahankan dan melembagakan pertukaran pengetahuan dan pembelajaran yang difasilitasi oleh fellowship ini, HFA USAID dan 30 ekonom kesehatan muda tersebut mengembangkan enam buku referensi ekonomi kesehatan ini untuk mendefinisikan konsep ekonomi dan mengembangkan ide-ide transformatif untuk meningkatkan pembiayaan kesehatan di Indonesia.



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



vii



Setiap buku membahas secara mendalam berbagai aspek ekonomi kesehatan yang berbeda, termasuk belanja kesehatan strategis, pembiayaan kesehatan, national health account, dan banyak lagi. Buku ini diterbitkan oleh Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang merupakan mitra USAID, dan tersedia bagi siapa saja yang membutuhkannya. Saya berharap buku-buku ini akan memberikan akses ke informasi yang komprehensif dan relevan tentang ekonomi kesehatan yang dibutuhkan oleh para pemimpin sistem kesehatan di Indonesia untuk terus memajukan dan memperkuat sistem kesehatan Indonesia. USAID berharap dapat melihat bagaimana informasi yang terkandung dalam buku-buku ini dapat meningkatkan pendanaan kesehatan dan kebijakan berbasis bukti. Sebagai penutup, izinkan saya mewakili USAID untuk mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, para ekonom kesehatan muda, Bappenas, Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, dan tim HFA USAID. Terima kasih atas kontribusi Anda dalam penerbitan buku-buku yang informatif dan inspiratif ini. Kami berharap kolaborasi dan publikasi ini dapat membawa perubahan nyata: kesehatan yang lebih baik untuk lebih banyak orang Indonesia.



Pamela Foster Director, Office of Health USAID/Indonesia



viii



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Prakata



K



emajuan teknologi kesehatan, kompleksitas layanan kesehatan, serta tuntutan untuk menyediakan layanan kesehatan untuk seluruh penduduk mengharuskan adanya sinergi antara teknologi kedokteran dan kesehatan serta ketersediaan sumber daya di berbagai negara. Kondisi ini mendorong berkembangnya ilmu ekonomi kesehatan dalam 3 dekade terakhir dan telah mendapat tempat yang luas di berbagai negara. Namun di Indonesia, ilmu ekonomi kesehatan berjalan relatif stagnan dalam 30 tahun terakhir. USAID melalui Health Financing Activity (HFA) bekerja sama dengan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) membantu Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan proses sustainable health financing melalui projek-projek pembiayaan kesehatan di tahun 2019-2024. Projek USAID mengidentifikasi kendala dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia yaitu terbatasnya kapasitas dan jumlah orang yang memahami tentang ekonomi kesehatan. Didorong oleh alasan tersebut, projek HFA dengan senang hati berterima kasih para penulis Young Health Economists (YHE), yaitu anak-anak muda yang disupervisi oleh health economists senior, yang telah menyelesaikan 6 buku ekonomi kesehatan. Buku ini diharapkan menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin mengembangkan dan memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia melalui disiplin ilmu ekonomi kesehatan. Buku ini membahas akuntansi manajemen layanan kesehatan. Buku membahas secara mendalam konsep manajemen keuangan dengan studi kasus rumah sakit, instrumen pengukuran serta evaluasi kinerja untuk menggambarkan akuntansi manajemen layanan kesehatan. Akuntansi manajemen layanan kesehatan perlu ditata untuk meningkatkan efisiensi layanan kesehatan, serta ketepatgunaan dan akuntabilitas pemberian layanan. Pemberi layanan mengaplikasikan instrumen tatakelola/manajerial dan kendali biaya sesuai dengan siklus perencanaan sehingga dapat memberikan layanan optimal yang berorientasi pada kualitas dan kepuasan pasien. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas keuangan dan keberlanjutan organisasi pemberi layanan kesehatan. Kami berharap bahwa buku ini bermanfaat bagi perguruan tinggi, pemangku kebijakan dalam bidang kesehatan, dan berbagai pihak lain yang mempunyai interest dan kemauan mendalami ilmu ekonomi kesehatan. Salam, Hasbullah Thabrany Chief of Party for the Indonesia Health Financing Activity



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



ix



x



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Daftar Singkatan



ABC



: Activity Based Costing



AIC



: Annualized Investment Cost



APBD



: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah



APBN



: Anggaran Pendapatan Belanja Nasional



ART : Antiretroviral Treatment ATK



: Alat Tulis Kantor



BCG : Bacillus Calmette–Guérin BLD



: Badan Layanan Daerah



BLU



: Badan Layanan Umum



BLUD



: Badan Layanan Umum Daerah



BOK



: Bantuan Operasional Khusus



BPJS



: Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan



BUMN



: Badan Usaha Milik Negara



CP : Clinical Pathway CRR



: Cost Recovery Rate



DCH : Days Cash on Hand DER : Debt to Equity Ratio DPT : Difteri, Pertusis, dan Tetanus DRG : Diagnosis-related group DSAK IAI



: Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia



DSAK



: Dewan Standar Akuntansi Keuangan



DSAS IAI



: Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia



DUR : Drug Utilization Review EBIT : Before Interest and Tax EMKM



: Entitas Menengah Kecil dan Mikro



ETAP



: Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik



FFS : Fee-for-service FORNAS



: Formularium Nasional



HTA : Health Technology Assessment I



: Laju inflasi



IAI



: Ikatan Akuntan Indonesia



IFRS : International Financial Reporting Standard IIC : Initial Investment Cost (Nilai Awal Barang) IKU



: Indikator Kinerja Umum



INA-CBGs : Indonesia Case Based Groups ISAK



: Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan



JKN



: Jaminan Kesehatan Nasional



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



xi



L



: Perkiraan masa pakai



M/B Ratio



: Market/Book Ratio



MCO : Managed Care Organization P/E Ratio



: Price/Earning Ratio



PA : Pharmaceutical Authorization PERDA



: Peraturan Daerah



PERSI



: Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia



PNS



: Pegawai Negri Sipil



PSAK



: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan



r



: Bunga bank



ROA



: Return on Assets



ROE: : Return on Equity RS



: Rumah Sakit



RSUD



: Rumah Sakit Umum Daerah



SAK



: Standar Akuntansi Keuangan



SC : Sectio Caesaria SOP : Standard Operating Procedure SPM



: Standar Pelayanan Minimum



T



: Masa pakai



TIE



: Times Interest Earned



TT



: Tetanus Toksoid



UI : Utilization Review



xii



UKM



: Upaya Kesehatan Masyarakat



UKP



: Upaya Kesehatan Perseorangan



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Daftar Isi Kata Pengantar Kementerian Kesehatan RI



v



Kata Pengantar USAID



vii



Prakata Health Financing Activity



ix



Daftar Singkatan



xi



Daftar Isi



xiii



Prolog



xv



BAB 1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN



1



1.1.



Pengantar



1



1.2.



Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan



1



1.3.



Definisi dan Tujuan Manajemen Keuangan dalam Organisasi Layanan Kesehatan



3



1.4.



Aspek Akuntansi dalam Manajemen Keuangan



6



1.5.



Manajemen Keuangan Rumah Sakit



9



1.6.



Simpulan



14



Daftar Pustaka



14



BAB 2 PRINSIP AKUNTANSI DALAM MANAJEMEN KEUANGAN



17



2.1.



Pengantar



17



2.2.



Akuntansi Keuangan



18



2.3.



Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia



26



2.4.



Akuntansi Manajemen



26



2.5.



Biaya and Harga



27



2.6.



Perilaku Biaya dan Perencanaan Laba



28



2.7.



Pengalokasian Biaya



29



2.8.



Pembentukan Harga



29



2.9.



Penilaian Kinerja Manajemen Keuangan



30



2.10.



Simpulan



34



Daftar Pustaka



35



BAB 3 EVALUASI KINERJA KEUANGAN



37



3.1.



Pengantar



37



3.2.



Analisis Laporan Keuangan



37



3.3.



Analisis Laporan Keuangan



41



3.4.



Analisis Perbandingan dan Tren



51



3.5.



Simpulan



52



Daftar Pustaka



52



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



xiii



xiv



BAB 4 AKUNTANSI BIAYA (COSTING & PRICING)



55



4.1.



Pengantar



55



4.2.



Teori atau Konsep Biaya



55



4.3.



Metode Penghitungan Biaya



61



4.4.



Metode Penghitungan Analisis Biaya



62



4.5.



Analisis Biaya Program Kesehatan



65



4.6.



Cara Memahami Hasil Analisis Biaya dan Best Practice



66



4.7.



Faktor Penting dalam Penetapan Tarif



67



4.8.



Contoh Kasus: Menghitung Tarif Pemeriksaan Radiodiagnostik di Rumah Sakit



68



4.9.



Simpulan



71



Daftar Pustaka



71



BAB 5 PENGENDALIAN BIAYA (COST CONTAINMENT) LAYANAN KESEHATAN



73



5.1.



Pengantar



73



5.2.



Pengendalian Biaya



74



5.3.



Metode Pengendalian Biaya



75



5.4.



Implementasi Pengendalian Biaya



79



5.5.



Membangun Kesadaran Biaya



84



5.6.



Aplikasi dan Contoh



85



5.7.



Simpulan



86



Daftar Pustaka



87



Glosarium



89



Tentang Penulis



93



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Prolog Health Finance Activity dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Kesehatan Lanskap pembiayaan kesehatan Indonesia telah mengalami perubahan besar sejak dilaksanakannya Program Jaminan Kesehatan Nasional pada 2014, dari supply side financing menjadi demand side financing. Perubahan ini telah melahirkan perkembangan dan inovasi ekonomi kesehatan yang cukup pesat. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memudahkan masyarakat mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan tanpa harus takut dengan biaya yang mahal, atau dengan kata lain melindungi rumah tangga dari pengeluaran kesehatan besar yang dapat memiskinkan rumah tangga akibat penyakit katastropik. Berbagai instrumen pembiayaan kesehatan publik telah dikembangkan, termasuk alokasi sistem monitoring serta efisiensi pembiayaan kesehatan demi peningkatan layanan kesehatan berkelanjutan. Kecepatan perubahan, inovasi, dan reformasi sistem kesehatan tersebut membutuhkan kapasitas yang mumpuni dari seluruh sumber daya kesehatan, terutama para tenaga kesehatan dan akademisi kesehatan, untuk terus-menerus mendorong dan mengembangkan perbaikan kebijakan pelayanan kesehatan. Kapasitas kunci yang diperlukan antara lain melakukan advokasi pembiayaan, mendorong pemerintah daerah untuk mengaplikasikan sistem perencanaan dan penganggaran kesehatan yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan kualitas program kesehatan masyarakat. Akademisi kesehatan yang ada di setiap perguruan tinggi sudah semestinya terlibat dalam proses advokasi perubahan ini dengan menjadikan dirinya sebagai pusat rujukan dalam teori serta praktik ekonomi kesehatan bagi pemerintah daerah. Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya kesehatan itulah Program Health Finance Activity dirancang. Program ini merupakan kolaborasi United States Agency for International Development (USAID) dan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program ini akan berlangsung selama lima tahun dengan tujuan spesifik mengembangkan analisis atas evidence data dan fakta kesehatan untuk menyokong pembiayaan kesehatan yang tepat guna dan berkelanjutan. Implementasi program ini digarap oleh ThinkWell sebagai lembaga pelaksana kegiatan, bekerja sama dengan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Results for Development (R4D), serta mitra pemerintah lainnya seperti Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Berbagai upaya peningkatan kapasitas yang sudah dilakukan USAID HFA dan PPJK Kementerian Kesehatan antara lain serial seminar, diskusi pertukaran pengalaman, dan pelatihan tentang berbagai topik ekonomi kesehatan yang melibatkan tenaga kesehatan



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



xv



dan akademisi kesehatan bagi dari lingkungan pemerintah dan nonpemerintah. Beberapa contoh kegiatan yang bisa disebut misalnya “Pelatihan “Pelatihan Jurnalistik bidang Ekonomi Kesehatan” dan “Pelatihan Analisis Sosioekonomi dan Kesehatan”.



Seri Ekonomi Kesehatan untuk Akademisi Muda Salah satu perhatian HFA adalah konsolidasi dan peningkatan kapasitas ilmu ekonomi kesehatan di kalangan ahli dan akademisi muda. Untuk tujuan ini, HFA dan PPJK telah melaksanakan program The Young Health Economists, yang menghasilkan seri buku didaktik di bidang ekonomi kesehatan. Seri Ekonomi Kesehatan terdiri dari enam buku, yaitu (1) Pengantar Ekonomi Kesehatan; (2) Pembiayaan Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (3) Belanja Strategis Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (4) Evaluasi Ekonomi dan Penilaian Teknologi Kesehatan: Konsep dan Praktik Terbaik di Indonesia; (5) Akun Kesehatan Nasional; dan (6) Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan. Buku seri ini ditulis dengan niat besar mendorong dan memperkenalkan ilmu ekonomi kesehatan sebagai insight dan jalan keluar bagi pengembangan sistem kesehatan di Indonesia. Ekonomi kesehatan, yang pertama kali digaungkan oleh ekonom Kenneth Arrow pada 1963, pada akarnya mengobservasi interaksi antar-faktor determinan kesehatan dan fungsi sistem layanan kesehatan demi menghasilkan derajat kesehatan terbaik. Buku seri ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar dan referensi bagi akademisi dan praktisi kesehatan, serta para perencana kebijakan kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah, terutama mereka yang ingin melakukan penelitian atau mendesain program-program pelayanan kesehatan secara efisien dan tepat sasaran.



Metode Penyusunan Seri Ekonomi Kesehatan Proses penyusunan Seri Ekonomi Kesehatan ini menempuh jalan panjang. Serial modul ini merupakan hasil dari rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas, pelatihan, dan diskusi intensif banyak pihak yang diselenggarakan oleh Program HFA. Seri EKonomi Kesehatan ditulis secara kolaboratif oleh para ekonom muda yang menjadi peserta kegiatan peningkatan kapasitas dengan latar belakang profesi yang beragam. Di dalam modul yang ditulisnya kita akan melihat bagaimana mereka memandang ekonomi kesehatan dari perspektif dan kepakarannya masing-masing. Para penulis mengembangkan buku ini dengan bimbingan seorang penyelia pada setiap topik. Dalam waktu yang cukup lama, penulis dan penyelia ini bersama-sama mendalami dan mengembangkan setiap topik sehingga menghasilkan buku yang komplet seperti sekarang. Materi buku juga telah melewati proses review yang melibatkan beragam pemangku kebijakan di sektor kesehatan. Merekalah yang memberikan masukan terhadap konten buku dari sisi praktikal terhadap setiap topik pembahasan. Melalui proses ini, HFA USAID dan PPJK Kemenkes RI berharap buku ini memiliki kedalaman konten yang memadai, baik dari sisi teoretis maupun praktik pengelolaan pembiayaan kesehatan. Buku Seri VI yang tengah Anda baca ini berjudul Manajemen Keuangan dan Akuntansi dalam Ekonomi Kesehatan. Buku ini akan mengantarkan Anda untuk mendalami Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Keuangan, Prinsip Akuntansi dalam Manajemen Keuangan, Evaluasi Kinerja Keuangan, Akuntansi Biaya (Costing & Pricing), dan Pengendalian Biaya (Cost Containment) Layanan Kesehatan.



xvi



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BAB



1



Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Nur Afni Panjaitan, Puji Harto & Chriswardani Suryawati



1.1. Pengantar Bab ini membahas tentang pengertian dan ruang lingkup manajemen keuangan yang terdiri dari enam subbab. Subbab 1 berisi Pengantar juga tujuan dari pembelajaran. Subbab 2 membahas Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan. Subbab 3 mengulas Konsep Manajemen Keuangan, dari definisi, elemen utama, hingga identifikasi pihak yang terlibat dalam manajemen keuangan. Subbab 4 membahas Aspek Akuntansi dalam Manajemen Keuangan. Subbab 5 membahas Manajemen Keuangan Rumah Sakit di Indonesia dan Subbab 6 berisi Simpulan. Diharapkan pembaca diharapkan dapat memahami hal tersebut dengan baik.



Pihak pemerintah dan swasta secara bersama-sama menyelenggarakan upaya kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.



1.2. Bentuk dan Jenis Layanan Kesehatan Pihak pemerintah dan swasta secara bersama-sama menyelenggarakan upaya kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Bentuk organisasi berpengaruh terhadap implementasi manajemen keuangan yang diadopsi suatu organisasi. Layanan kesehatan dapat berbentuk organisasi yang tidak mengutamakan keuntungan (not for profit), nirlaba (non-profit), atau bertujuan mencari keuntungan (for profit). Secara umum tujuan penyediaan layanan kesehatan pemerintah adalah pemenuhan pelayanan kepada masyarakat dan tidak



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



1



untuk mencari keuntungan. Dalam perannya melaksanakan upaya kesesehatan, pemerintah mayoritas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) melalui aktivitas pemeliharaan dan peningkatkan kesehatan serta pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga melaksanakan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) melalui kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan pemulihan kesehatan perseorangan (Kemenkes Republik Indonesia, 2014).



Keterlibatan swasta penting karena keterbatasan kapasitas pemerintah dalam memenuhi permintaan layanan kesehatan yang terus terus meningkat.



2



Upaya kesehatan dilakukan salah satunya di fasilitas kesehatan. Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2016 Tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan menguraikan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengelola rumah sakit khusus dan rumah sakit rujukan tersier, sementara provinsi dan kabupaten atau kota bertanggung jawab mengelola rumah sakit daerah level provinsi dan kabupaten atau kota. Selain itu, pemerintah daerah kabupaten atau kota lewat Dinas Kesehatan juga bertanggung jawab mengelola pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan fasilitas kesehatan lainnya yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan. Sementara itu, keterlibatan swasta penting karena keterbatasan kapasitas pemerintah dalam memenuhi permintaan layanan kesehatan yang terus terus meningkat. Organisasi layanan kesehatan swasta dapat dimiliki oleh organisasi keagamaan, perusahaan, individu, dan kelompok individu. Layanan kesehatan swasta dapat berupa yayasan (non-profit), bukan untuk mencari keuntungan (not-for-profit), dan organisasi yang murni untuk mencari keuntungan (for profit).



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



No 1



2



Jenis Layanan Kesehatan Pusat layanan kesehatan (Puskesmas)



Klinik



Definisi



Penyelenggara



Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.



Pemerintah



Klinik adalah fasilitas medis dan spesialistik yang diselenggarakan untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Perseorangan.



Pemerintah



Tabel 1.1. Jenis Layanan Kesehatan di Indonesia



Kurniawan, R. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.



Masyarakat (badan usaha atau perorangan)



3



Praktik dokter, dokter gigi, bidan perseorangan



Praktik dokter, dokter gigi, bidan perseorangan adalah praktik kedokteran dan kebidanan yang sudah memiliki surat izin.



Masyarakat



4



Rumah sakit



Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna, dari rawat inap, rawat jalan, hingga gawat darurat.



Pemerintah Swasta



1.3. Definisi dan Tujuan Manajemen Keuangan dalam Organisasi Layanan Kesehatan 1.3.1. Definisi Manajemen Keuangan Manajemen berasal dari kata bahasa Perancis kuno management yang berarti seni melaksanakan dan mengatur (PERSI, 2018). Definisi manajemen telah berkembang dan saat ini secara umum diartikan sebagai proses mengoordinasikan dan mengintegrasikan sumber daya manusia (SDM), sumber daya teknis, dan sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan tertentu (Dunn & Haimann, 2007). Lebih lanjut manajemen didefinisikan sebagai, “the pursuit of organizational goals efficiently and effectively by integrating the work of people through planning, organizing, leading, and controlling the organization’s resources” (Kinicki & Williams, 2010) “manajemen diartikan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif dengan mengintegrasikan usaha melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sumber daya organisasi.



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



3



Sumber daya organisasi terdiri dari beberapa aspek, di antaranya sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya berupa material, mesin, dan sumber daya lainnya. Aspek keuangan merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi yang penting dikelola dalam mencapai tujuan organisasi. Merujuk pada definisi di atas, manajemen keuangan dapat diartikan sebagai “seni untuk mengelola sumber daya keuangan suatu organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sehingga dapat mencapai tujuan organisasi”.



Dalam penggunaannya, prinsip manajemen keuangan dimanfaatkan oleh organisasi yang bertujuan mencari keuntungan dan bukan bertujuan mencari keuntungan.



Manajemen keuangan merupakan aktivitas yang berfokus pada pembuatan keputusan berupa seberapa banyak aset yang diperlukan, bagaimana meningkatkan modal suatu organisasi atau bisnis, dan bagaimana suatu organisasi memaksimalkan nilainya. Dalam penggunaannya, prinsip manajemen keuangan dimanfaatkan oleh organisasi yang bertujuan mencari keuntungan dan bukan bertujuan mencari keuntungan (Brigham & Houston, 2012). Lebih lanjut, manajemen keuangan merupakan metode untuk menentukan strategi arah keuangan suatu organisasi dan pelaksanaan operasional keuangan suatu oganisasi sehari-hari (Berger, 2014)



1.3.2. Tujuan Manajemen Keuangan Finkler, et.al., pada 2019 mengatakan bahwa manajemen keuangan memiliki dua tujuan, yaitu profitabilitas dan viabilitas. Tujuan dari sisi profitabilitas bahwa layanan kesehatan masih menjadi kebutuhan dasar dan sebagian penyedianya adalah pemerintah. Memang tidak semua layanan kesehatan berusaha untuk menetapkan profitabilitas sebagai tujuan utama. Namun demikian, organisasi layanan kesehatan perlu melakukan pengelolaan keuangan supaya: (1) mampu membiayai biaya operasional, seperti gaji pimpinan dan karyawan, biaya obat, penyediaan sarana atau fasilitas, termasuk peralatan medis serta biaya pemeliharaan gedung dan perlengkapan; (2) mampu memperluas layanan dari sisi jumlah layanan atau produk dan kapasitas pelayanan konsumen yang lebih besar; (3). mampu mengakses teknologi yang lebih maju dan melakukan upaya-upaya lain untuk meningkatkan kualitas layanan. Meskipun tujuan utamanya adalah menyediakan jasa layanan kesehatan berkualitas, perlu digarisbawahi bahwa profit tetap dibutuhkan untuk pencapaian tersebut. Ketika mengejar profit yang maksimal, organisasi kesehatan harus menyadari trade-off antara risiko dan return. Semakin besar risiko, semakin besar pula profit yang didapatkan. Dalam konteks layanan kesehatan, para manajer perlu menyeimbangkan aktivitas risikotinggi dan risiko-rendah walaupun keduanya memberikan manfaat kesehatan yang sama kepada masyarakat. Fasilitas layanan kesehatan sebaiknya dapat mengantisipasi risiko dengan layanan kesehatan yang dipilih.



4



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tujuan kedua manajemen keuangan adalah aspek viabilitas. Pada dasarnya fasilitas kesehatan tidak ingin mengalami kebangkrutan sehinga memastikan kelangsungan finansial menjadi tujuan yang sama pentingnya. Aspek viabilitas sering kali diukur dari dua faktor, yaitu likuiditas dan solvabilitas (Finkler, et.al., 2019). Likuiditas merupakan indikator untuk melihat apakah suatu oganisasi memiliki sejumlah kas tunai atau sumber daya likuid lainnya yang dapat ditukar untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban jangka pendek. Jangka pendek umumnya berarti maksimal satu tahun. Suatu organisasi dianggap memiliki likuiditas yang baik jika memiliki sumber daya jangka pendek yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo pembayaran. Sementara itu, solvabilitas merupakan indikator untuk mengukur kelangsungan hidup suatu organisasi untuk jangka panjang. Jangka panjang dapat diartikan lebih dari satu tahun, bisa tiga, lima, atau sepuluh tahun. Aspek perencanaan sangat penting untuk menjaga solvabilitas suatu perusahaan di periode jangka panjang. Sering kali krisis likuiditas terjadi akibat suatu organiasi tidak merencanakan strategi solvabilitasnya dengan baik (Finkler, et.al., 2019). Para manajer layanan kesehatan juga dihadapkan pada trade-off antara solvabilitas dan profitabilitas. Apabila para manajer berusaha untuk mengejar profitabilitas dengan banyak menginvestasikan sumber daya keuangan dan menyisakan sedikit untuk likuiditasnya, risiko mengalami krisis likuiditas akan meningkat dan merongrong viabilitasnya. Sementara itu, bila likuiditas semakin tinggi, keuntungan akan semakin rendah.



Likuiditas merupakan indikator untuk melihat apakah suatu oganisasi memiliki sejumlah kas tunai atau sumber daya likuid lainnya yang dapat ditukar untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban jangka pendek.



Selain itu, para menajer juga dihadapkan pada trade-off dalam penyediaan jenis layanan kesehatan dan viabilitasnya. Organisasi layanan kesehatan tidak selalu mampu menyediakan semua alternatif layanan kesehatan yang diinginkan meskipun pasien memiliki kemampuan untuk membayar. Oleh karena itu, manajer fasilitas layanan kesehatan harus mampu menyeimbangkan profitabilitas dengan viabilitas. Dia harus melihat di mana daya saing fasilitas kesehatannya, mempertimbangkan penawaran dan permintaan dari setiap layanan kesehatan yang akan disediakan, dan juga mempertimbangkan skala ekonomi dalam menentukan layanan kesehatan yang akan disediakan.



1.3.3. Ruang Lingkup Manajemen Keuangan Ruang lingkup manajemen keuangan terdiri dari beberapa aspek meliputi: (1) pencarian sumber dana, baik jangka pendek maupun jangka panjang; (2) pengelolaan sumber pendanaan untuk tujuan operasional dan investasi; (3) pelaporan pencapaian kinerja keuangan kepada pemangku kepentingan; (4) pengolahan informasi



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



5



keuangan; dan (5) perencanaan, analisis, dan pengendalian (PERSI, 2018). Manajer keuangan harus dapat mengelola keseluruhan aspek tersebut untuk menjaga kelangsungan rumah sakit. Dalam majemen rumah sakit misalnya, fungsi keuangan terdiri dari beberapa proses berikut (PERSI, 2018). 1. Menyusun rencana anggaran yang meliputi pengelolaan penerimaan, belanja baik rutin maupun investasi, dan rencana anggaran kas. 2. Mengorganisasikan keuangan melalui penyediaan sistem akuntansi untuk mencatat penerimaan dan belanja; pengembangan dan pengooridinasian sistem pengendalian anggaran; pengembangan prosedur pembayaran hutang dan penagihan piutang, dan prosedur penerimaan pembayaran. 3. Melaksanakan pengawasan internal. 4. Menyiapkan laporan keuangan kepada pihak yang relevan.



1.4. Aspek Akuntansi dalam Manajemen Keuangan Akuntansi merupakan alat yang sangat penting dalam melihat kinerja suatu perusahaan, sementara manajemen keuangan merupakan teori, alat, dan konsep yang membantu manajer dalam mengambil pengambilan keputusan.



Perencanaan target profitabilitas dan viabilitas suatu organisasi kesehatan memerlukan data aktivitas organisasi. Data ini kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahan (retrospective) dan merencanakan target ke depan (prospective). Data informasi keuangan ini biasanya merupakan bagian dari akuntansi. Akuntansi merupakan alat yang sangat penting dalam melihat kinerja suatu perusahaan, sementara manajemen keuangan merupakan teori, alat, dan konsep yang membantu manajer dalam mengambil pengambilan keputusan. Sering kali kedua konsep ini melebur satu sama lain di mana akuntansi sering kali melibatkan pengambilan keputusan, dan aplikasi teori dan konsep manajemen keuangan membutuhkan data-data akuntansi (Gapenski & Reiter, 2016). Lebih lanjut, akuntansi dalam layanan kesehatan didefinisikan sebagai bagian dari pengelolaan keuangan yang terkait dengan pengukuran dan pencatatan seluruh aktivitas perusahaan dalam nilai uang yang pada akhirnya akan memberikan gambaran status keuangan dan operasional perusahaan (Gapenski, 2016). Secara garis besar akuntansi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu akuntansi keuangan (financial accounting), akuntansi manajerial (managerial accounting), dan akuntansi biaya (cost accounting). Dalam pengelolaan layanan kesehatan, manajemen keuangan membutuhkan ketiga aspek akuntansi ini sesuai kebutuhan. Akuntansi keuangan dibutuhkan dalam proses pelaporan kinerja keuangan dengan pihak eksternal dan mengikuti standar akuntansi yang ada. Kemudian akuntansi manajerial dibutuhkan pencatatan dan pengolahan informasi keuangan keseluruhan bagian



6



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



perusahaan. Hasil informasi akuntansi manajerial digunakan dalam pembuatan keputusan perusahaan sehinga bentuk informasi yang dicatatkan biasanya sesuai kebutuhan perusahaan dan digunakan untuk pihak internal. Sementara itu, akuntansi biaya secara spesifik digunakan dalam proses penentuan biaya layanan dan produk.



1.4.1. Akuntansi Keuangan Akuntansi keuangan merupakan aktivitas yang melibatkan pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan komunikasi transaksi ekonomi yang terjadi pada organisasi layanan kesehatan. Informasi yang dihasilkan pada aktivitas tersebut kemudian diringkas dan disajikan dalam satu set laporan keuangan. Tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi yang relevan dan tepat waktu bagi pihak eksternal perusahaan sehingga dapat digunakan sebagai referensi pembuatan keputusan. Pengguna laporan akuntansi keuangan adalah pihak luar yang tidak terlibat langsung dalam manajemen dan operasional perusahaan, seperti investor, kreditor, pelanggan, dan pemerintah (Warren, et.al, 2018). Akuntansi keuangan disediakan oleh akuntan atau bagian keuangan organisasi layanan kesehatan dengan output yang dihasilkan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan utamanya meliputi income statement, the retained earnings statement, the balance sheet, dan the statement of cash flows. Penyusunan laporan keuangan layanan kesehatan merujuk pada pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau prinsipprinsip umum akuntansi yang dapat diterima sehingga dapat dipahami oleh pihak eksternal. Ikatan akuntansi Indonesia (IAI) telah menerbitkan SAK, yaitu: 1. SAK konvergen International Financial Reporting Standard (IFRS). 2. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP). 3. SAK Syariah. 4. SAK Entitas Mikro Kecil dan Menengah (EMKM). 5. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengacu pada institusi pemerintah, sedangkan untuk Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Layanan Daerah (BLUD) mengacu pada pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan BLU.



1.4.2. Akuntansi Manajerial Akuntansi manajerial merupakan bagian dari akuntansi yang memperlihatkan informasi keuangan untuk kebutuhan internal perusahaan. Pengguna utama laporan akuntansi manajerial adalah pihak internal, seperti pelaksana, kepala departemen, manajer, supervisor, dan direktur layanan kesehatan. Laporan akuntansi manajerial biasanya dikeluarkan secara berkala sesuai kebutuhan.



Akuntansi manajerial merupakan bagian dari akuntansi yang memperlihatkan informasi keuangan untuk kebutuhan internal perusahaan.



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



7



Tujuan akuntansi manajerial adalah untuk menyediakan informasi sesuai kebutuhan pihak internal dalam penentuan keputusan dalam konteks pengelolaan suatu layanan kesehatan. Konten laporan akuntansi manajerial dapat sangat detail dan sesuai aturan setiap layanan kesehatan. Standar pelaporan sangat bergantung pada keputusan yang akan dibuat internal perusahaan. Oleh karena itu, seorang akuntan manajerial berusaha melihat kondisi di masa yang akan datang. Seorang akuntan manajerial memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai masa depan daripada berusaha untuk melaporkan apa yang telah terjadi. Meskipun demikian, biasanya akuntan keuangan dan akuntan manajerial dijabat oleh orang atau divisi yang sama (Finkler et.al, 2019). Akuntansi Keuangan



Akuntansi Manajerial



Tabel 1.2. Perbedaan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajerial



Pengguna



Ditujukan untuk pihak eksternal suatu organisasi, misalnya investor, kreditur, dan pemerintah



Ditujukan untuk pihak internal suatu organisasi, misalnya manajer dan pembuat keputusan



Time Horizon



Fokus pada perspektif historis



Menggunakan perspektif historis dan masa depan



Verifikasi vs. Relevansi



Menekankan aspek verifikasi



Menekankan aspek relevansi



Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., Kieso, D. E., & Aly, I. M. (2018). Managerial Accounting: Tools for Business Decision-making. John Wiley & Sons.



Presisi vs. Timeliness



Menekankan aspek presisi



Menekankan aspek aktualitas (tepat waktu)



Unit Analisis



Keseluruhan organisasi



Unit organisasi atau keseluruhan organisasi (sesuai kebutuhan)



Regulasi Pencatatan



Mengikuti standar akuntansi yang telah ditetapkan, misalnya IFRS



Mengikuti kebijakan internal perusahaan



Intensitas Kebutuhan



Wajib



Tidak wajib



1.4.3. Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian dari akuntansi yang mengukur, mencatat, dan melaporkan biaya produk (Weygandt, et.al., 2012). Akuntansi biaya bertujuan untuk memastikan dan mengendalikan biaya barang atau jasa serta akurasi biaya setiap operasi, melalui pengamatan yang cermat, serta analisis dan alokasi biaya. Akurasi biaya produk yang dihasilkan dari akuntansi biaya sangat penting dalam keberhasilan suatu organisasi. Informasi dalam akuntansi biaya akan digunakan oleh internal perusahaan dalam menentukan produk yang akan diproduksi, penentuan harga, dan jumlah barang yang akan diproduksi. Informasi biaya produk yang akurat juga bersifat vital dalam proses evaluasi kinerja pegawai (Weygandt, et.al., 2012).



8



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Sistem akuntansi biaya terdiri dari dua sistem utama, yaitu: job order system dan process cost system. Job order system merupakan akumulasi biaya dari setiap unit produk yang dihasilkan di suatu perusahaan, sementara process cost system mengakumulasi biaya dari setiap unit departemen atau bagian atau proses di suatu perusahaan (Warren, et.al., 2018). Akuntansi biaya relatif lebih terkait pada akuntansi manajerial daripada akuntansi keuangan. Akuntasi biaya mengumpulkan informasi yang kemudian digunakan sebagai rujukan pembuatan keputusan dalam kegiatan produksi dan digunakan di internal perusahaan. Kedua hal tersebut merupakan persamaan utama dari akuntansi biaya dan akuntansi manajerial.



1.5. Manajemen Keuangan Rumah Sakit Pengelolaan keuangan di rumah sakit terdiri dari empat siklus, yaitu perencanaan keuangan (planning), organisasi sumber daya untuk pengelolaan (organizing), pelaksanaan atau implementasi rencana keuangan (actuating), dan pengawasan rencana keuangan (controlling). Gambar 1.1. Contoh Siklus Keuangan Rumah Sakit



Setyawan, J. (2020). Urgent Principle Shift of Healthcare (Hospital) Accounting (Materi Webinar)



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



9



1.5.1. Perencanaan Keuangan (Planning) Siklus perencanaan dan penganggaran keuangan memainkan peran penting dalam fungsi keuangan setiap layanan kesehatan. Perencanaan mencakup keseluruhan proses persiapan keuangan di masa datang dan sangat memengaruhi keberhasilan organisasi kesehatan tersebut. Perencanaan dapat diklasifikan menjadi dua, yaitu: (1) rencana strategis yang berisi aktivitas jangka panjang untuk mencapai tujuan perusahaan yang biasanya dalam kurun lima-sepuluh tahun; dan (2) rencana operasional yang disusun untuk melaksanakan aktivitas jangka pendek terkait pengelolaan harian perusahaan (Warren, et.al., 2018)



1.5.2. Pengorganisasian Rencana Keuangan (Organizing) Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang melibatkan pengembangan struktur organisasi dan alokasi sumber daya manusia untuk memastikan pencapaian rencana keuangan yang telah disusun. Struktur organisasi memperlihatkan kerangka kerja dan koordinasi. Pengorganisasian juga melibatkan pembagian dan desain tugas individu dalam organisasi. Desain organisasi sangat penting dan harus disusun secara detail bagaimana tugas dan tanggung jawab setiap individu, serta metode pelaksanaan tugas tersebut.



1.5.3. Implementasi Rencana Keuangan (Actuating) Siklus pelaksanaan (actuating) merupakan bagian dari majemen keuangan yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan operasional perusahaan setiap hari.



Siklus pelaksanaan (actuating) merupakan bagian dari majemen keuangan yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan operasional perusahaan setiap hari. Setelah suatu organisasi kesehatan melakukan perencanaan keuangan, pengorganisasian tanggung jawab dan tugas kepada para pengelola keuangan, langkah penting yang harus dilakukan adalah memberikan arahan dan motivasi supaya setiap bagian perusahaan mampu mencapai tujuan keuangan yang telah dilaksanakan. Secara spesifik, siklus ini menyangkut aspek personalia dari pengelolaan organisasi kesehatan yang berhubungan langsung dengan memengaruhi, membimbing, mengawasi, memotivasi bawahan untuk pencapaian tujuan organisasi. Fungsi actuating dapat dilakukan melalui beberapa aktivitas, yaitu: 1. Supervisi merupakan fungsi dengan para pengelola keuangan yang mengawasi pekerjaan staf keuangan. Supervisi juga menyangkut pemberian arahan kepada para pegawai keuangan. 2. Motivasi berarti menginspirasi, menstimulasi, atau mendorong staf keuangan dengan semangat untuk bekerja. Insentif positif, negatif, moneter, non-moneter dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi staf keuangan. 3. Kepemimpinan merupakan proses dengan manajer keuangan



10



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



yang membimbing dan memengaruhi pekerjaan staf keuangan ke arah yang diinginkan. 4. Komunikasi ditandai dengan aktivitas penyampaian informasi, pengalaman, pendapat dari satu orang ke orang lain sehingga terjadi transfer pengetahuan.



1.5.4. Fungsi Pengendalian (Controlling) Aspek pengendalian dalam manajemen keuangan bertujuan untuk memverifikasi apakah semua aktivitas manajemen keuangan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selain itu, aspek pengendalian juga mengevaluasi apakah alokasi sumber daya organisasi telah ditempatkan secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dalam siklus ini perlu dilakukan dokumentasi pengukuran penyimpangan kinerja aktual dari kinerja standar yang telah ditentukan sebelumnya. Proses ini tidak kalah penting karena penyebab penyimpangan tersebut dapat ditemukan sehinga hal tersebut dapat membantu pengambilan tindakan korektif sebagai masukan dalam penyusunan rencana keuangan pada siklus berikutnya.



1.5.5. Studi Kasus: Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit Pemerintah BLU/BLUD Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit dapat dibagi menjadi dua berdasarkan pengelolaannya, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat (swasta). Rumah sakit publik merujuk pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.



Rumah sakit dapat dibagi menjadi dua berdasarkan pengelolaannya, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat.



Sementara itu, rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit. Bagian ini akan berfokus pada rumah sakit publik yang dikelola oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan rumah sakit berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara mendefinisikan BLU sebagai instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberi pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sementara itu, BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



11



jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Rumah sakit merupakan salah satu penyedia layanan barang dan atau jasa yang diperbolehkan berbentuk BLU/D. Apabila menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU/D, suatu rumah sakit pemerintah memiliki fleksibilitas pengelolaan keuangan, termasuk mengelola pendapatan dan belanja, kas, utang-piutang, investasi, dan pengadaan barang atau jasa. Selain itu, rumah sakit juga diberikan keleluasaan untuk mempekerjakan tenaga profesional non-Pegawai Negeri Sipil (non-PNS) dan memberikan imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya (Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, 2013). Rumah sakit BLU/D harus melakukan penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). RBA berisi perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran. RBA disusun berdasarkan: 1. Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layananannya. 2. Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima. 3. Basis akrual. Dalam RBA manajer keuangan harus menjelaskan kemampuan pendapatan yang terdiri dari: (1) Pendapatan dari layanan yang diberikan kepada masyarakat; (2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain; (3) Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, seperti pendapatan jasa lembaga keuangan, hasil penjualan aset tetap, dan pendapatan sewa ; (4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau (5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN (Kemenkes RI, 2013).



Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan BLU berada pada pimpinan BLU atau pejabat yang ditunjuk.



12



Sementara itu, belanja BLU terdiri dari tiga jenis, yaitu belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Belanja pegawai berasal dari APBN (Rupiah Murni), sedangkan belanja barang terdiri dari belanja gaji dan tunjangan, belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan, dan belanja penyediaan barang dan jasa BLU lainnya, termasuk belanja pengembangan SDM. Sementara itu, belanja modal digunakan untuk belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya. Pelaporan keuangan BLU/D menggunakan standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban BLU/D. Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BLU/D yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Selanjutnya, informasi tersebut akan bermanfaat untuk proses pengambilan keputusan dan bukti akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan (K Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, 2015). Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan BLU berada pada pimpinan BLU atau pejabat yang ditunjuk. Kinerja BLU/D dinilai melalui tiga indikator, yaitu (1) kinerja keuangan, (2) kinerja operasional, dan (3) kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat (Kemenkeu RI, 2016). Penilaian kinerja dilakukan oleh auditor eksternal. Pengukuran pencapaian kinerja tahun berjalan dilakukan dengan cara membandingkan target dengan perkiraan realisasi sampai dengan akhir tahun (Kemenkes RI, 2013). Penilaian kinerja keuangan BLU/D meliputi pengukuran rasio keuangan dan kepatuhan pengelolaan keuangan BLU. Rasio keuangan yang dinilai terdiri dari sembilan indikator, yaitu: rasio kas (cash ratio), rasio lancar (current ratio), periode penagihan piutang (collecting periode), perputaran aset tetap (fixed asset turn over), imbalan atas aset tetap (return on fixed asset), imbalan ekuitas (return on equity), perputaran persediaan (inventory turnover), rasio PNBP terhadap biaya operasional, dan rasio biaya subsidi. Sementara itu, kepatuhan pengelolaan keuangan BLU digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan BLU terhadap peraturan mengenai pengelolaan keuangan BLU. Aspek kepatuhan dinilai untuk sebelas aspek, yaitu: (1) penyusunan dan penyampaian RBA definitif; (2) penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BLU berdasarkan SAK; (3) penyampaian surat perintah pengesahan pendapatan dan belanja BLU; (4) persetujuan tarif layanan; (5) penetapan sistem akuntansi; (6) persetujuan pembukaan rekening; (7) penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) pengelolaan kas; (8) penyusunan SOP pengelolaan piutang; (9) penyusunan SOP pengelolaan utang; (10) penyusunan SOP pengadaan barang dan jasa; dan (11) penyusunan SOP pengelolaan barang inventaris. Hasil penilaian kinerja BLU dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, yaitu kriteria Baik, Sedang, dan Buruk. Jika skor mendekati 100, disebut kriteria baik, dan jika mendekati 0, disebut kriteria buruk. Penilaian BLU juga dilakukan untuk aspek pelayanan yang terdiri dari dua indikator, yaitu kualitas layanan dan mutu dan manfaat. Indikator pertama mengukur segala bentuk aktivitas pelayanan umum guna memenuhi harapan pengguna barang dan jasa, sedangkan indikator kedua mengukur upaya peningkatan kualitas pelayanan dan kesesuaian terhadap persyaratan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat



Hasil penilaian kinerja BLU dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, yaitu kriteria Baik, Sedang, dan Buruk.



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



13



1.5.6. Tantangan Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit Data keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan (retrospective) dan merencanakan target (prospective).



Pengelolaan keuangan rumah sakit di Indonesia dihadapkan pada pergeseran paradigma pengelolaan keuangan. Beberapa tantangan ini di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan intensitas akuntansi yang sebelumnya fokus sebagai pelaporan keuangan menjadi bagian dari pembuatan keputusan (akuntansi manajemen) dan penentuan biaya serta harga (akuntansi biaya). 2. Pengendalian biaya (cost containment) untuk tetap dapat melaksanakan operasionalnya. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk melakukan berbagai strategi pengendalian biaya. 3. Hambatan likuiditas dalam jangka pendek karena pembayaran dari konsumen yang tertunda. Oleh karena itu, pengelolaan kasnya harus dilakukan dengan baik untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.



1.6. Simpulan Manajemen keuangan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan layanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk mencapai profitabilitas dan viabilitas. Data aktivitas organisasi yang bersumber dari data keuangan diperlukan untuk menentukan perencanaan target profitabilitas dan viabilitas suatu organisasi kesehatan. Data keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan (retrospective) dan merencanakan target (prospective). Data informasi keuangan ini merupakan bagian dari akuntansi. Pengambilan kebijakan keuangan yang tepat menjadikan sistem akuntansi yang baik menjadi sesuatu yang esensial. Implementasi pengelolaan keuangan di suatu layanan kesehatan terdiri dari beberapa siklus, yaitu perencanaan keuangan (planning), organisasi sumber daya untuk melakukan pengelolaan (organizing), pelaksanaan atau implementasi rencana keuangan (actuating), dan pengawasan rencana keuangan (controlling). Keempat siklus ini tidak dapat dipisahkan dan digunakan secara kontinu.



Daftar Pustaka Berger, S. (2014). Fundamentals of Health Care Financial Management: a Practical Guide to Fiscal Issues and Activities. In Journal of Chemical Information and Modeling (Fourth Ed., Vol. 53, Issue 9). Jossey-Bass. https:// doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2012). Fundamentals of Financial Management. Massachussetts: Cengage Learning.



14



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. (2013). Manual Pengelolaan Satker BLU Bidang Pelayanan Kesehatan. Dunn, R. T., & Haimann, T. (2007). Healthcare Management (7th Ed.). Chicago: Health Administration Press. Finkler, S. A., Ward, D. M., & Calabrese, T. D. (2019). Accounting Fundamentals for Health Care Management (3rd Ed.). Massachussetts: Jones & Bartlett Learning. Gapenski, L. C., & Reiter, K. L. (2016). Healthcare Finance: an Introduction to Accounting & Financial Management (6th Ed., Issue 808). Chicago: Health Administration Press. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Permenkes 4/2013 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran Badan Layanan Umum di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indoneis (2017). Peraturan Menteri Kesehatan nomor 51 tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian Teknologi Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2016). Per Dirjen Perbendaharaan Nomor 36/PB/2016. http://blu.djpbn. kemenkeu.go.id/index.php?r=publication/regulation/ view&id=289 Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. (2015). Standar Akuntansi Pemerintahan: Penyajian Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum. Kurniawan, R. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. PERSI. (2018). Manajemen Keuangan dan Akuntansi Rumah Sakit Indonesia. Setyawan, J. (2020). Urgent Principle Shift of Healthcare (Hospital) Accounting. Warren, C. S., Reeve, J. M., & Duchac, J. E. (2018). Financial and Managerial Accounting, 14th Ed. Massachussetts: Cengage Learning.



PEN GERT IA N DA N RUA N G L IN GKUP MA N A JEMEN KEUA N GA N



15



Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., & Kieso, D. E. (2012). Accounting Principles, 10th Ed. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., Kieso, D. E., & Aly, I. M. (2018). Managerial Accounting: Tools for Business Decisionmaking. New Jersey: John Wiley & Sons.



16



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BAB



2



Prinsip Akuntansi dalam Manajemen Keuangan Jorghi Vadra, Puji Harto, & Chriswardani Suryawati



2.1. Pengantar Akuntansi menjadi elemen penting dalam keberlanjutan suatu organisasi. Bab ini akan membahas prinsip akuntansi dalam manajemen keuangan organisasi, khususnya pada suatu fasilitas kesehatan, baik yang berorientasi laba (profit) dan tidak berorientasi laba (not-for-profit). Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Akuntansi Keuangan, Akuntansi Manajemen, dan Studi kasus pencatatan akuntansi pada rumah sakit. Pada bagian terakhir akan dilakukan pencatatan akuntansi di rumah sakit dan analisis sederhana mengenai laporan keuangan.



Akuntansi menjadi elemen penting dalam keberlanjutan suatu organisasi.



Setelah membaca bab ini diharapkan pembaca untuk memahami tujuan pembelajaran, yaitu memahami prinsip akuntansi dalam pencatatan transaksi keuangan, memahami siklus akuntansi di fasilitas kesehatan, mengetahui standar akuntansi di Indonesia, melakukan pencatatan akuntasi dari transaksi hingga pembuatan laporan keuangan, dan melakukan analisis laporan keuangan.



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



17



2.2. Akuntansi Keuangan 2.2.1. Sistem Pencatatan Akuntansi dan Siklus Akuntansi Akuntansi adalah sistem untuk menghasilkan informasi keuangan. Akuntansi keuangan adalah sistem yang dibuat untuk mencatat histori transaksi (Finkler, et.al., 2006). Akuntansi keuangan termasuk dalam kegiatan mengidentifikasi, mengukur, mencatat dan menyampaikan informasi keuangan dalam satuan mata uang (Gapenski, 1999). Proses yang dilakukan dalam pencatatan akuntansi akan menggunakan alat-alat spesifik dalam setiap prosesnya, umumnya dimulai dari identifikasi transaksi, pencatatan pada jurnal, buku besar, neraca saldo dan berakhir pada luaran, yaitu laporan keuangan (Weygandt, et. al., 2015). Laporan keuangan ini yang akan digunakan oleh manajer fasilitas kesehatan untuk memberikan keputusan strategi bisnis yang akan dilakukan. Proses akuntansi dapat digambarkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. InputProcess-Output Akuntansi dalam Organisasi J. J. Weygandt, Kimmel, P. D., Kieso D.E., (2015). Financial Accounting: IFRS Edition, 3rdEdition. New Jersey: John Wiley & Sons



Informasi dalam akuntansi keuangan akan digunakan oleh para pihak yang memiliki kepentingan dalam bisnis rumah sakit. Rumah sakit pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum atau Daerah (BLU/D) umumnya tidak berorientasi pada laba, baik rumah sakit pusat maupun rumah sakit daerah. Pengguna informasi keuangan di rumah sakit adalah direktur, para manajer, staf administrasi, pasien atau masyarakat, para pemilik rumah sakit. Rumah sakit pemerintah dapat berupa rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) dan pemerintah daerah (pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota), sedangkan pemilik rumah sakit swasta dapat berupa yayasan atau perseroan terbatas (PT) atau pemilik modal karena rumah sakit berbentuk perusahaan. Pengelola dan pemilik rumah sakit swasta sedikit banyak berharap memperoleh laba dari pengelolaan rumah sakitnya. Operasional pelayanan untuk mewujudkan kualitas layanan dan sustainabilitas layanan tidak mungkin dilakukan bila rumah sakit mengalami kerugiandengan pendapatan yang lebih rendah daripada pengeluaran atau belanja rumah sakit. Direktur, manajer, dan pemilik rumah sakit sangat dominan dalam menggunakan informasi dalam laporan keuangan karena mereka memiliki kepentingan paling besar di dalam organisasi rumah sakit.



18



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Alat dalam akuntansi keuangan akan membantu manajemen untuk menunjukkan posisi keuangan rumah sakit dalam beberapa bentuk sesuai fungsinya, yaitu; (1) Neraca, (2) Laporan operasional (not-for-profit) atau laporan laba-rugi (profit), (3) Laporan arus kas, (4) Laporan perubahan modal, (5) Catatan atas laporan keuangan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Terdapat dua prinsip dalam penghitungan aset, yaitu historical cost principle dan fair value principle. Historical cost menyatakan nilai aset sebagai nilai hasil pembelian, sedangkan fair value menyatakan nilai aset sebagai nilai saat ini (Weygandt, et.al., 2015). Pencatatan akuntasi juga perlu memenuhi nilai-nilai tertentu, yaitu adanya entitas dan nilai moneter. Nilai entitas berarti pencatatan aktivitas ekonomi hanya dilakukan oleh entitas organisasi dengan tidak mencampuradukkannya dengan aktivitas pemilik atau pengguna lainnya. Selain itu, nilai moneter adalah pencatatan aktivitas akuntansi yang hanya melibatkan pencatatan yang bernilai moneter (Weygandt, et.al., 2015). Gambar 2.2. Siklus Akuntansi Secara Umum



Diolah dari Weygandt, J. J., Kieso, D. E. and Kimmel, P. D. (2015). Principles of Financial Accounting.



Gambar 2.2. merupakan urutan siklus pencatatan yang umum terjadi di suatu organisasi, termasuk pada unit layanan kesehatan dan rumah sakit. Setiap pencatatan akuntasi akan terjadi apabila telah terjadi transaksi ekonomi yang melibatkan nilai suatu mata uang atau barang. Pencatatan selanjutnya akan direkam di jurnal, lalu masuk ke buku besar, neraca, jurnal penyesuaian, neraca saldo setelah penyesuaian, jurnal penutup dan laporan keuangan.



2.2.2. Identifikasi Transaksi Transaksi adalah peristiwa ekonomi yang terjadi dengan melibatkan pertukaran atas nilai mata uang atau barang. Transaksi dapat terjadi di dalam dan dari luar organisasi. Contoh transaksi yang terjadi di dalam organisasi adalah penggunaan perlengkapan, seperti jarum suntik, kertas, dan tinta, yang menyebabkan berkurangnya jumlah perlengkapan tersebut dan depresiasi dari nilai suatu aset karena penggunaan yang melewati tahun akuntansi. Peristiwa ini harus direkam karena telah mengubah nilai dari suatu aset. Selanjutnya transaksi yang umum terjadi adalah transaksi dari pihak eksternal, misalnya pembelian tempat tidur dan bahan makanan.



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



19



2.2.3. Jurnal Umum Jurnal merupakan hasil pecatatan transaksi secara kronologis. Jurnal akan menunjukkan dampak debit dan kredit dalam akun tertentu. Jurnal yang biasa digunakan dalam organisasi adalah jurnal umum (general journal). Umumnya jurnal umum akan berisi kolom tanggal, akun dan penjelasan, referensi, dan dua kolom jumlah yang terdiri atas debit dan kredit. Jurnal umum memiliki manfaat dalam mencegah terjadinya kekeliruan dalam pencatatan karena kelengkapan rekaman sesuai kronologis. Berikut ini adalah contoh dari format jurnal umum dengan transaksi pendapatan masuk dari perawatan pasien sebesar Rp112.700.000. Namun, karena pihak pasien menggunakan jasa asuransi kesehatan dalam perawatannya, piutang pendapatan bertambah dengan jumlah yang sama. Tabel 2.1 Format Jurnal Umum



Jurnal Umum Tanggal 03-Mar



Sumber: Penulis



15-Mar 27-Mar



Akun dan Penjelasan



J1 Ref.



Kas



101



Perawatan pasien



401



Persediaan barang farmasi



102



Kas



101



Beban gaji



501



Kas



101



Debit



Kredit



112.700.000 112.700.000 15.000.000 15.000.000 56.000.000 56.000.000



Jurnal umum (Lihat Tabel 1.1.) memperlihatkan bahwa pada 3 Maret 2016 terdapat kas masuk sebesar Rp112.700.000 dari pembayaran atas balas jasa perawatan pasien dengan mencatatkan perawatan pasien sebagai pendapatan pada kredit. Selanjutnya, pada tanggal 15 Maret 2016 kas sejumlah Rp15.000.000 keluar untuk pembelian persediaan barang farmasi. Oleh karena itu, persediaan barang farmasi dicatat pada akun debit serta kas pada akun kredit. Transaksi terakhir pada bulan ini terjadi pada 27 Maret 2016, untuk kas sebesar Rp56.000.000 dikeluarkan untuk pembayaran gaji pegawai.



2.2.4. Jurnal Khusus Selain jurnal umum, terdapat pula jurnal khusus yang biasanya digunakan oleh organisasi yang berorientasi pada perdagangan. Ada empat jenis jurnal khusus, yaitu jurnal pembelian, jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal pengeluaran kas. Format jurnal khusus memiliki sedikit perbedaan dengan jurnal umum dengan menuliskan spesifikasi akun pada kolom debit dan kredit. Contoh dari transaksi ini adalah pembayaran tunai dari pihak asuransi terhadap perawatan pasien pada tanggal 3 Maret 2020 sebesar Rp112.700.000.



20



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tabel 2.2. Format Jurnal Penerimaan Kas Jurnal Penerimaan Kas Tanggal



No. Bukti



03-Mar



Keterangan



Ref.



Piutang pendapatan



J1



Perawatan pasien



J1



Potongan Penjualan (D)



Kas (D)



Piutang Jasa (K)



Penjualan Jasa (K)



Serba Serbi (K)



112.700.000 112.700.000



Sumber: Penulis



Jurnal penerimaan kas pada Tabel 2.2. memperlihatkan bahwa terdapat dua kolom untuk akun debit, yaitu kas dan potongan penjualan, dan tiga kolom untuk akun kredit, yaitu piutang jasa, penjualan jasa, dan serba-serbi. Pada kasus ini rumah sakit A yang sebelumnya memiliki piutang jasa berupa perawatan pasien pada bulan sebelumnya, mendapatkan kas atas balas jasa perawatan sebesar Rp112.700.000 pada akun kas dan piutang jasa bulan sebelumnya berkurang pada akun kredit.



2.2.5. Buku Besar Buku besar berisi informasi dari total seluruh grup akun yang ada di dalam organisasi, yaitu ringkasan dari akun aset, kewajiban, dan modal. Setiap akun yang ada di dalamnya akan diberikan penomoran sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi tersebut. Contohnya adalah akun kas yang akan menujukkan informasi dari total kas di organisasi. Tabel 2.3 adalah contoh dari format buku besar dengan tiga kolom untuk akun kas dengan kode referensi akun 101. Kas Tanggal



Akun dan Penjelasan



101



Ref.



Debit



Kredit



112.700.000



Jumlah



03-Mar



J1



15-Mar



J1



15.000.000



97.700.000



27-Mar



J1



56.000.000



41.700.000



112.700.000



Persediaan Barang Farmasi Tanggal



Akun dan Penjelasan



15-Mar



Ref. J1



Debit



Tanggal



Kredit



15.000.000



15-Mar



Ref.



Debit



J1



15-Mar



Akun dan Penjelasan



Ref. J1



Jumlah 15.000.000 401



Kredit 112.700.000



Beban Gaji Tanggal



Sumber: Penulis



102



Perawatan Pasien Akun dan Penjelasan



Tabel 2.3. Format Buku Besar



Jumlah 112.700.000 501



Debit



Kredit 56.000.000



Jumlah 56.000.000



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



21



Contoh buku besar (Tabel 2.3) dicatat berdasarkan jurnal umum rumah sakit A pada Maret 2016. Terdapat empat grup akun yang dicatat pada bulan tersebut, yaitu kas, persediaan barang farmasi, perawatan pasien, dan beban gaji. Fungsi dari setiap grup adalah untuk melihat nominal akhir dari setiap akun pada akhir periode. Contohnya akun kas memiliki jumlah akhir sebesar Rp41.700.000 pada akhir Maret 2016. Setiap grup akun harus dapat merekam semua catatan akuntansi rumah sakit berdasarkan transaksi yang terjadi. Informasi berupa saldo akhir dari setiap akun selanjutnya akan ditransfer ke format neraca.



2.2.6. Neraca Saldo Neraca saldo berisi daftar akun yang ada di organisasi beserta jumlahnya pada akhir periode akuntansi. Neraca saldo akan secara matematis membuktikan bahwa akun debit dan kredit suatu organisasi seimbang pada akhir pencatatan. Hasil pencatatan pada jurnal dan buku besar dapat dievaluasi dengan adanya pembuktian ini. Neraca saldo merupakan tahap yang penting sebelum memasuki laporan keuangan. Tabel 2.4. merupakan contoh format pengisian neraca saldo di Rumah Sakit A pada 2015 dan 2016. URAIAN



Tahun 2016



Tahun 2015



Kas dan Setara Kas



13.601.945.514,57



7.427.201.789,86



Kas di Bendahara Penerimaan



13.601.945.514,57



7.427.201.789,86



Kas di Bendahara Pengeluaran



0,00



0,00



Piutang Pendapatan



18.965.585.708,12



19.521.111.750,63



Piutang Pendapatan BLUD



18.965.585.708,12



19.521.111.750,63



Piutang Pendapatan Penerimaan Lain-Lain



0,00



0,00



Piutang Lainnya



0,00



0,00



-1.748.061.361,80



-1.597.257.126,41



591.185,00



0,00



6.223.349.529,50



10.503.111.910,20



0,00



0,00



37.043.410.575,39



35.854.168.324,28



59.127.500.000,00



59.127.500.000,00



250.901.544.395,00



186.590.811.873,00



136.633.700.411,00



137.253.647.983,00



AKTIVA ASET LANCAR



Tabel 2.4. Format Neraca Saldo



Diolah dari: Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Rumah Sakit Haji Surabaya (Audited).



Penyisihan Piutang Beban Dibayar di Muka Persediaan Aset untuk Dikonsolidasikan JUMLAH ASET LANCAR ASET TETAP Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan



22



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Jalan, Irigasi, dan Jaringan



8.171.482.207,00



7.888.173.053,00



421.386.160,00



421.386.160,00



333.280.000,00



0,00



- 184.871.603.050,00



- 169.317.367.426,00



270.717.290.123,00



221.964.151.643,00



Tagihan Jangka Panjang



0,00



0,00



Aset Tetap Kemitraan dengan Pihak Ketiga



0,00



0,00



Aset Tidak Berwujud



2.781.019.536,00



2.872.491.334,00



Aset Lain-lain



328.000.002,00



0,00



JUMLAH ASET LAINNYA



3.109.019.538,00



2.872.491.334,00



310.869.720.236,39



260.690.811.301,28



Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)



0,00



0,00



Utang Bunga



0,00



0,00



Bagian Lancar Utang Jangka Panjang



0,00



0,00



609.926.767,28



583.775.252,24



7.659.593.904,00



6.246.893.608,00



Utang Jangka Pendek Lainnya



0,00



0,00



JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK



8.269.520.671,28



6.830.668.860,24



JUMLAH KEWAJIBAN



8.269.520.671,28



6.830.668.860,24



Ekuitas



111.672.558.859,11



169.494.900.262,04



Ekuitas



234.147.411.158,74



234.119.693.158,74



-122.474.852.299,63



- 64.624.792.896,7



0,00



0,00



190.927.640.706,00



84.365.242.179,00



302.600.199.565,11



253.860.142.441,04



310.869.720.236,39



260.690.811.301,28



Aset Tetap Lainnya Konstruksi dalam Pengerjaan Akumulasi Penyusutan JUMLAH ASET TETAP ASET LAINNYA



JUMLAH AKTIVA KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK



Pendapatan Diterima di Muka Utang Belanja



EKUITAS



Surplus/Defisit – LO Ekuitas SAL Ekuitas untuk Dikonsolidasikan JUMLAH EKUITAS



JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



23



Berdasarkan contoh neraca saldo pada Tabel 2.4, kita harus mengidentifikasi transaksi yang terjadi berdasarkan aktiva atau aset serta kewajiban dan ekuitas. Aset terdiri atas aset lancar, aset tetap, dan aset lainnya. Aset lancar merupakan aset yang dapat diuangkan atau dijual dengan cepat, yaitu kurang dari satu tahun. Contoh aset lancar adalah kas, pendapatan, dan persedian. Aset tetap merupakan aset yang memiliki umur pemakaian lebih dari satu tahun dan dapat menyusut seiring berjalannya waktu. Contohnya adalah gedung, tanah, dan penyusutan dari aset tetap. Aset lainnya adalah aset yang bukan merupakan aset tetap dan aset lancar.



Kewajiban merupakan utang dari rumah sakit yang harus dibayarkan kepada pihak lainnya, sedangkan ekuitas merupakan modal dari usaha rumah sakit.



Selanjutnya adalah kewajiban dan ekuitas. Kewajiban merupakan utang dari rumah sakit yang harus dibayarkan kepada pihak lainnya, sedangkan ekuitas merupakan modal dari usaha rumah sakit. Sama seperti aset, kewajiban terbagi atas kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek umumnya memiliki jangka waktu pelunasan kurang dari satu tahun, sedangkan kewajiban jangka panjang memiliki jangka waktu lebih dari satu tahun. Contoh dari kewajiban jangka pendek adalah pendapatan diterima di muka, yang biasanya tidak akan membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaan jasanya. Contoh kewajiban jangka panjang adalah pinjaman dari lembaga pendanaan. Ekuitas merupakan hak dari pemilik terhadap aktiva rumah sakit, yaitu selisih dari aktiva dan pasiva (kewajiban). Informasi pada ekuitas akan menunjukkan perubahan modal dari rumah sakit akibat surplus ataupun defisit keuangan. Di sini kita juga dapat melihat bahwa secara matematis berlaku persamaan dasar akuntansi, yaitu: Aset = Kewajiban + Ekuitas Di dalam neraca saldo Rumah Sakit A terlihat bahwa jumlah aktiva serta kewajiban ditambah dengan ekuitas sebesar Rp260.690.811.301,28 pada 2015 dan Rp310.869.720.236,39 pada 2016.



2.2.7. Jurnal Penyesuaian Dalam pencatatan akuntansi terdapat dua basis yang biasa diterapkan sesuai standar akuntansi, yaitu basis akrual dan basis kas. Basis akrual menerapkan prinsip bahwa organisasi menganggap pendapatan apabila sudah melakukan kewajiban mereka, sedangkan basis kas menganggap pendapatan terjadi apabila kas sudah masuk ke organisasi. Jurnal penyesuaian berisi perbaikan dari kesalahan pencatatan yang terjadi di jurnal setelah dibuatnya neraca. Kesalahan yang umum terjadi dalam pencatatan karena belum ditentukannya basis pencatatan yang akan dilakukan di organisasi.



24



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Contohnya, seorang akuntan rumah sakit mencatat pendapatan yang diterima oleh pasien BPJS Kesehatan sebagai pendapatan di posisi kredit dan kas di posisi debit. Sementara itu, rumah sakit seharusnya belum menerima uang dari perawatan pasien tersebut dan akan dilakukan pembayaran pada periode berikutnya. Rumah sakit sebenarnya sudah melakukan kewajibannya sehingga mereka mempunyai hak untuk melakukan klaim terhadap pendapatan yang akan berdampak terhadap meningkatnya kas rumah sakit. Namun, ternyata rumah sakit tersebut menerapkan basis kas terhadap pencatatannya sehingga akan menyebabkan jumlah kas berlebih yang sebenarnya belum di klaim oleh rumah sakit. Akuntan tersebut harus memperbaiki pencatatan tersebut pada jurnal penyesuaian dengan melakukan pembalikan terhadap akun sebelumnya dan mencatatkan akun baru sesuai dengan kondisi sebenarnya, yaitu dengan mencatat kewajiban dalam posisi debit dan pendapatan dalam posisi kredit. Format dalam jurnal penyesuaiaan biasanya akan mengikuti format jurnal umum.



Kesalahan yang umum terjadi dalam pencatatan karena belum ditentukannya basis pencatatan yang akan dilakukan di organisasi.



2.2.8. Neraca Saldo Setelah Penyesuaian Neraca saldo setelah penyesuaian pada dasarnya masih sama seperti neraca saldo sebelumnya, tetapi neraca saldo ini menambahkan informasi akun yang telah dibalik dan diperbaiki pada jurnal penyesuaian sebelumnya.



2.2.9. Jurnal Penutup Jurnal penutup berisi posisi akhir dari nilai setiap akun dalam organisasi. Pada periode berikutnya akan menjadi akun dan nilai pembuka pada jurnal umum. Akun yang akan ditutup bersifat sementara atau hanya berlaku dalam satu periode akuntansi, seperti pendapatan, beban, dan penarikan kas. Akun yang akan menjadi pembuka dalam pencatatan periode berikutnya adalah aset, kewajiban, dan modal. Format jurnal penutup masih sama dengan jurnal umum.



2.2.10. Laporan Keuangan Laporan keuangan berisi hasil pencatatan semua transaksi yang telah terjadi di dalam rumah sakit secara kolektif. Laporan keuangan biasanya akan dibuat dalam periode tertentu bergantung pada setiap kebijakan rumah sakit. Informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan akan menjadi dasar bagi manajemen untuk mengevaluasi kinerja rumah sakit dalam suatu periode dan melihat kesinambungan organisasi. Laporan keuangan pada rumah sakit BLU/D dan rumah sakit swasta memiliki perbedaan jenis. Pada rumah sakit BLU/D disebut laporan aktivitas, sedangkan pada rumah sakit swasta tetap disebut laporan keuangan. Laporan keuangan BLU/D umumnya menjadi



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



25



alat ukur target pencapaian pemerintah, seperti akuntabilitas dalam pelaksanaan pemerintahan. Sementara itu, dalam rumah sakit swasta akan dijadikan alat ukur dalam pencapaian rumah sakit, yaitu profit.



2.3. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia SAK adalah format dalam penyusunan laporan keuangan dan menjadi standar baku dalam penyajian informasi keuangan.



SAK adalah format dalam penyusunan laporan keuangan dan menjadi standar baku dalam penyajian informasi keuangan. SAK berisi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan Dewan Standar Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI) (Ikatan Akuntan Indonesia, 2019). Standar akuntansi di Indonesia mengacu pada standar akuntansi global, yaitu International Financial Reporting Standards (IFRS). SAK ini berlaku efektif pada 2014. Ada lima standar akuntansi yang berkembang di Indonesia, yaitu: 1. PSAK-IFRS; 2. SAK-ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik); 3. PSAK Syariah; 4. SAK EMKM (Entitas Mikro Kecil dan Menengah) dan SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). SAK yang umum digunakan saat ini adalah PSAK 1 hingga PSAK 73, lalu untuk SAK syariah digunakan PSAK 100 sampai dengan PSAK 106. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2019 Tentang Pedoman Akuntansi dan Penyusunan Laporan Keuangan di Lingkungan Kementerian Kesehatan, satuan kerja dan/atau BLU di bawah Kementerian Kesehatan mengacu pada peraturan tersebut dalam pembuatan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan dilengkapi dengan catatan atas laporan keuangan (Kemenkes Republik Indonesia, 2019).



2.4. Akuntansi Manajemen Manajemen mengacu pada kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan, mengarahkan, dan mengontrol aktivitas pada suatu organisasi. Sementara itu, akuntansi sendiri seperti yang telah dibahas sebelumnya adalah sistem untuk menghasilkan informasi organisasi dalam bentuk moneter. Akuntansi manajemen dapat diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan semua aktivitas manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi melalui penyediaan informasi keuangan (Coombs, et.al., 2005). Fungsi akuntansi manajemen di sini untuk memberikan informasi keuangan rumah sakit yang nantinya akan berguna dalam pengambilan keputusan (Finkler, et.al., 2006). Tujuan perencanaan keuangan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai profit, tetapi hal tersebut bukan merupakan tujuan utama rumah sakit



26



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



pemerintah (BLU). Peningkatan kualitas layanan, peningkatan fasilitas kesehatan, dan meminimalkan tingkat kematian merupakan tujuan utama dari rumah sakit pemerintah. Akuntansi manajemen penyediaan informasi keuangan yang sifatnya prospektif bertujuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan dalam organisasi (Finkler, et.al., 2006). Fungsi akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan tentunya akan saling berhubungan dengan hasil dari pencatatan akuntansi yang akan dianalisis dan direkomendasikan oleh manajer keuangan. Akuntansi manajerial akan berfokus dalam menyediakan informasi akuntansi untuk pengguna internal tentang bagaimana prospek dari suatu organisasi ke depannya (Nowicki, 2011). Salah satu bagian penting pada akuntansi manajemen adalah bagaimana kemampuan seorang manajer dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan untuk suatu organisasi. Aktivitas tersebut kerap bersinggungan dengan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan dalam melaksanakan aktivitas organisasi. Salah satu cabang ilmu dalam akuntansi manajemen adalah akuntansi biaya. Akuntansi biaya menyajikan informasi dari komposisi biaya dari suatu unit layanan beserta komponennya. Lebih luas lagi akuntansi biaya membuat seorang manajer dapat mengembangkan informasi dan melakukan pengambilan keputusan (Finkler, et.al., 2007 & Coombs, et.al., 2005). Akuntansi biaya menjembatani luaran dari akuntansi keuangan dan manajemen dalam pengambilan keputusan. Akuntansi biaya sering disamakan dengan akuntansi manajemen. Namun, sebenarnya akuntansi manajemen merupakan bagian dari akuntansi biaya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya akuntansi biaya meliputi fungsi manajemen dalam suatu organisasi.



Salah satu bagian penting pada akuntansi manajemen adalah bagaimana kemampuan seorang manajer dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan untuk suatu organisasi.



2.5. Biaya and Harga Di dalam suatu analisis manajerial biaya dan harga dapat memberikan informasi bagi manajemen dalam rangka pengambilan keputusan. Biaya adalah suatu nilai yang dibayarkan untuk mendapatkan suatu manfaat dari barang atau jasa (Finkler, et.al., 1999). Biaya berbeda dengan beban, beban merupakan biaya yang kedaluwarsa, sedangkan biaya yang tidak kedaluwarsa dapat kita katakan sebagai aset (Hansen, et.al. 2009). Dalam suatu perencanaan untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit atau klinik, bisa dipastikan analisis biaya akan masuk di dalamnya. Biaya biasanya dapat dihitung dalam satuan total dan unit. Biaya total atau full cost merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu program atau intervensi. Biaya satuan atau unit cost merupakan biaya yang telah dibagi dengan satuan produk yang dihasilkan dalam hal ini untuk pelayanan



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



27



kesehatan. Hal tersebut dapat berupa pengguna atau frekuensi. Contohnya adalah biaya per pasien atau biaya per kunjungan. Biaya total memiliki tiga keutamaan dasar, yaitu dapat digunakan untuk pembentukan harga, penghitungan laba, dan analisis pembanding antar-program atau intervensi yang akan diambil (Young, D. W., 2008).



Secara umum semakin spesifik objek biaya, akan semakin rumit metode yang harus digunakan.



Akuntansi biaya mengukur biaya yang dikenakan atau objek biaya. Objek biaya sendiri dapat berupa produk, pelanggan, departemen, program, dan sebagainya. Secara umum semakin spesifik objek biaya, akan semakin rumit metode yang harus digunakan. Contohnya sebagai berikut, suatu rumah sakit menetapkan objek biayanya, yaitu biaya per hari untuk semua layanan yang ada, termasuk prosedur operasi, tes laboratorium, uji radiologi, kefarmasian, dan sebagainya. Untuk rumah sakit, menghitung biaya ini cukup mudah, yaitu membagi total biaya dengan total hari yang ada. Namun, saat ini yang terjadi adalah kita perlu mengetahui berapa biaya pada masa perawatan sehingga kita perlu mengetahui sumber daya apa saja yang digunakan dan dalam jangka waktu berapa lama pasien tersebut mendapatkan perawatan. Contohnya pada program Antiretroviral Treatment (ART), untuk menghitung total biaya dari objek biaya, kita perlu menambahkan objek biaya seperti tes laboratorium, obat, dan pemeriksaan. Berdasarkan biaya yang dikeluarkan, biaya dapat dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terjadi di dalam unit yang menjalankan atau biaya yang digunakan langsung untuk memproduksi barang atau layanan. Biaya tidak langsung dikeluarkan oleh unit atau kelompok lain untuk suatu program di dalam unit layanan lainnya. Biaya tidak langsung biasanya juga mengacu pada biaya overhead (Finkler, et.al., (1999).



2.6. Perilaku Biaya dan Perencanaan Laba Perilaku biaya mengacu bagaimana biaya merespons luaran atau volume produksi. Dalam hal ini, biaya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan luaran yang dihasilkan, yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semivariabel. Biaya tetap merupakan biaya yang akan tetap terjadi berapa pun luaran yang akan dihasilkan. Contohnya adalah biaya peralatan yang digunakan dan biaya gedung. Biaya variabel bergantung pada jumlah luaran yang akan dihasilkan. Semakin tinggi ekspektasi luaran, akan semakin tinggi pula biaya variabel yang dikeluarkan. Contoh dari biaya variabel adalah biaya gaji dan biaya barang habis pakai. Biaya semivariabel adalah biaya yang pasti dikeluarkan dalam jumlah tertentu, tetapi dapat meningkat seiring dengan meningkatnya produksi. Contohnya adalah biaya utilitas, seperti listrik dan air. Perencanaan diperlukan untuk mencapai target tertentu suatu unit layanan atau rumah sakit. Rumah sakit swasta memiliki



28



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



tujuan untuk meraih laba, sedangkan rumah sakit BLU berusaha mencapai target layanan tertentu. Salah satu teknik dalam analisis biaya adalah analisis break even point yang dapat digunakan untuk menentukan volume yang diperlukan untuk mencapai laba, harga yang perlu ditetapkan di layanan, dan biaya yang harus dikeluarkan. Konsep dasar dalam analisis ini adalah pada persamaan berikut.



Perencanaan diperlukan untuk mencapai target tertentu suatu unit layanan atau rumah sakit.



Laba = Total pendapatan – Total biaya Total pendapatan merupakan hasil dari harga (p) dikalikan dengan jumlah volume luaran (x), atau dapat dituliskan sebagai berikut. Total pendapatan = px Total biaya merupakan jumlah dari biaya tetap (a) dan biaya variabel. Biaya variabel bergantung dengan jumlah volume luaran yang dihasilkan sehingga dapat dituliskan dengan (bx). Persamaan biaya dapat dituliskan sebagai berikut. Total biaya = a + bx Persamaan akhir dapat kita tuliskan sebagai berikut. Laba = px – (a + bx) Dari persamaan ini kita sudah dapat menentukan berapa besaran harga, biaya, dan luaran yang harus dihasilkan untuk mendapatkan laba.



2.7. Pengalokasian Biaya Dalam mengalokasikan biaya, ada beberapa metode yang dapat dilakukan, seperti metode konvensional yang terdiri dari Metode Langsung, Step-down, dan Reciprocal. Penjelasan lebih lanjut dari ketiga metode tersebut akan dijabarkan pada Bab 4.



2.8. Pembentukan Harga Strategi pembentukan harga atau pricing merupakan tindakan yang berjalan beriringan dengan pengalokasian biaya. Hal ini dilakukan untuk meraih tujuan dari unit layanan atau rumah sakit, yaitu laba atau target tertentu untuk rumah sakit BLU. Ada beberapa strategi dalam pembentukan harga, yaitu: 1. Cost-Based Pricing adalah penetapan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah dengan markup. Markup merupakan beban biaya dibagi dengan harga pokok produksi. 2. Target costing-pricing adalah strategi pembentukan biaya berdasarkan harga yang ingin dibayar oleh konsumen atau pasien (Willing-to-Pay). Untuk mendapatkan harga tersebut



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



29



biasanya unit layanan dan rumah sakit harus melakukan survei terlebih dahulu. 3. Penetration pricing adalah pemberian harga yang serendah mungkin sehingga mendekati harga produksi. 4. Price skimming adalah penetapan harga yang lebih tinggi pada saat produk pertama kali diperkenalkan.



2.9. Penilaian Kinerja Manajemen Keuangan Dalam menilai kinerja manajemen, khususnya keuangan, analisis dari laporan keuangan menjadi indikator utama. Setidaknya penilaian bisa dilakukan dengan mengacu pada empat indikator yang dapat dilihat pada Gambar 2.3, yaitu Neraca, Laporan operasional/laporan laba-rugi, Laporan arus kas, dan Laporan perubahan modal. Gambar 2.3. Indikator dalam Evaluasi Kinerja Keuangan



Diolah dari: Nowicki, M. (2011). Introduction to the Financial Management of Healthcare Organizations. Chicago, Illinois: Health Administration Press.



2.9.1. Neraca Neraca menunjukkan posisi keuangan perusahan pada suatu periode akuntansi, umumnya neraca akan keluar pada akhir periode. Neraca akan menyajikan nilai dari aset, kewajiban, dan struktur modal dari suatu organisasi. Neraca dapat dituliskan dalam persamaan akuntansi: Aset = Kewajiban + Modal



30



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Contoh dari neraca terdapat di Tabel 2.4, yaitu neraca saldo Rumah Sakit A pada 2015 dan 2016. Neraca tersebut memperlihatkan bahwa secara total transaksi yang terjadi meningkat dari 2015. Jumlah kas pada 2016 lebih banyak dari tahun sebelumnya, serta jumlah piutang yang menurun menunjukkan perbaikan likuiditas rumah sakit. Selain itu, jumlah aset rumah sakit juga meningkat dengan pertambahan nilai peralatan. Walaupun terjadi peningkatan jumlah aset, defisit dari pendapatan rumah sakit semakin bertambah dari yang sebelumnya 64,6 Miliar Rupiah menjadi 122 Miliar Rupiah.



2.9.2. Laporan Aktivitas Laporan aktivitas (operasional) atau laporan laba-rugi untuk organisasi profit menyajikan pendapatan bersih, beban, dan kelebihan pendapatan dibanding beban (atau pendapatan sebelum pajak untuk rumah sakit BLU) dari suatu organisasi. Hubungan antara laporan aktivitas dan neraca dapat dijabarkan dalam persamaan akuntansi sebagai berikut: Aset = Kewajiban + Aset Bersih + (Pendapatan bersih – Beban) Hasil akhir dari laporan aktivitas, baik laba maupun rugi, akan dibalik pada akhir periode menjadi aset bersih tidak dibatasi pada neraca untuk periode berikutnya. Berikut ini merupakan contoh dari laporan aktivitas dari Rumah Sakit A sebagai berikut. Sebagai rumah sakit BLU, rumah sakit A akan mengeluarkan laporan aktivitas yang menunjukkan besaran pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga non-profit atau BLU. Laporan aktivitas dapat menunjukkan performa rumah sakit dengan melakukan perbandingan langsung antara pendapatan dan biaya operasional. Dari hasil laporan aktivitas rumah sakit A pada 2016, terjadi defisit operasional sebesar 57,8 Miliar Rupiah. Namun, kinerja terlihat lebih baik dari 2015 dengan adanya penurunan defisit sebesar 6,7 Miliar Rupiah.



Laporan aktivitas dapat menunjukkan performa rumah sakit dengan melakukan perbandingan langsung antara pendapatan dan biaya operasional.



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



31



Tabel 2.5. Ilustrasi Laporan Aktivitas Rumah Sakit A pada 2015 dan 2016



Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Rumah Sakit Haji Surabaya (Audited)



2.9.3. Laporan Arus Kas Laporan arus kas menunjukkan aliran keuangan dari suatu organisasi. Jumlah saldo kas masuk dan sumbernya. Lalu ke mana kas yang dialokasikan tersebut dicatat pada laporan ini. Berikut ini merupakan contoh dari penyusunan laporan arus kas Rumah Sakit A. Seperti yang tercatat pada laporan arus kas rumah sakit A pada Tabel 2.7, terdapat empat arus kas yang terjadi, yaitu arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan, arus kas dari aktivitas pendanaan, dan arus kas dari aktivitas nonanggaran. Secara umum, terjadi kenaikan kas pada periode pelaporan pada 2016 sebesar 6,4 Miliar Rupiah. Dengan demikian, pada akhir periode 2016 terdapat kas sebesar 13,6 Miliar Rupiah yang juga dapat digunakan pada awal periode 2017.



32



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tabel 2.6. Ilustrasi Laporan Arus Kas Rumah Sakit XY pada 2015 dan 2016



Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Rumah Sakit Haji Surabaya (Audited)



2.9.4. Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal biasanya akan berjalan beriringan dengan laporan aktivitas karena laporan perubahan modal hanya mengubah jumlah modal pada awal periode dengan menambahkan hasil dari laporan aktivitas, baik laba maupun rugi. Hasil dari laporan perubahan modal terjadi dengan adanya perubahan aset bersih. Tabel 2.7. Ilustrasi Laporan Perubahan Modal Rumah Sakit A pada 2015 dan 2016 Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Rumah Sakit Haji Surabaya (Audited)



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



33



Laporan perubahan modal khusus membahas perubahan modal pada rumah sakit. Seperti yang telah dilaporkan bahwa Rumah Sakit A mengalami defisit operasional sebesar 57,8 Miliar Rupiah. Namun dengan adanya ekuitas yang dikonsolidasikan dan penyesuaian ekuitas, Rumah Sakit A mengalami penambahan ekuitas untuk periode berikutnya menjadi 302,6 Miliar Rupiah.



2.10. Pengambilan Keputusan Manajerial Analisis keuangan dapat dilakukan di berbagai level di organisasi, seperti departemen, divisi atau organisasi secara keseluruhan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengulas laporan keuangan organisasi termasuk neraca, laporan aktivitas, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas. Sebelum masuk ke analisis tentunya laporan keuangan harus diaudit terlebih dahulu untuk memastikan keakurasian dan akuntabilitas organisasi. Ada tiga cara analisis dalam laporan keuangan, yaitu analisis horizontal, analisis vertikal, dan analisis rasio. Analisis horizontal dilakukan dengan mengevaluasi tren keuangan organisasi dengan berfokus pada perubahan per sentase antarwaktu. Analisis vertikal melakukan evaluasi secara internal dengan membandingkan persentase antarakun atau barang relatif dengan total pengeluaran. Lalu analisis rasio yang paling umum digunakan, yaitu mengevaluasi aktivitas organisasi dengan membandingkan hasil dari laporan keuangan yang telah dibuat. Ada empat jenis analisis rasio, yaitu likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan struktur modal. Analisis ini akan dibahas lebih dalam pada Bab 3.



Pengguna eksternal merupakan pihak dari luar manajemen yang memiliki kepentingan terhadap organisasi, misalnya investor, penyandang dana, dan pemerintah.



Laporan keuangan nantinya akan digunakan oleh pengguna eksternal dan pengguna internal. Pengguna eksternal merupakan pihak dari luar manajemen yang memiliki kepentingan terhadap organisasi, misalnya investor, penyandang dana, dan pemerintah. Pengguna internal merupakan pihak yang berada dalam manajemen organisasi, misalnya pemilik, manajer, atau staf. Pengguna eksternal biasanya akan memberikan keputusan yang berhubungan dan memengaruhi struktur modal organisasi, sedangkan pengguna internal akan memberikan keputusan yang berkaitan dengan arah kebijakan organisasi dan strategi bisnis.



2.11. Simpulan Setelah mempelajari proses dan siklus akuntansi di dalam rumah sakit dapat kita simpulkan beberapa poin berikut. 1. Peran akuntansi semakin penting dalam pengelolaan keuangan layanan kesehatan. Hal ini dimanifestasikan dalam pengambilan keputusan manajerial di rumah sakit yang bergantung pada laporan keuangan yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut.



34



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



2. Aspek akuntansi keuangan akuntansi manajemen dan akuntansi biaya harus diperhatikan dalam pengelolaan layanan kesehatan. Hal ini diperlukan sebagai aspek pendukung dalam menciptakan suatu organisasi atau rumah sakit yang berkelanjutan serta menjadi landasan dalam pengambilan keputusan rumah sakit.



Daftar Pustaka Coombs, H., Hobbs, D. & Jenkins, E. (2005). Management Accounting: Principles and Applications, Management Accounting: Principles and Applications. DOI: 10.4135/9781446219232. Drummond, M. F. et al. (2005). Methods for the Economic Evaluation of Health Care Programmes, Oxford: Oxford University Press, 3(January), p. 379. doi: 10.1016/j. profoo.2016.06.003. Finkler, S. A. et al. (1999). Financial Management for Public, Health and Not-for-Profit Organizations. Fifth. doi: 10.1017/ CBO9781107415324.004. Finkler, S. A., Ward, D. M. and Baker, J. J. (2007). Essentials of Cost Accounting for Health Care Organizations, 3rd Edition. Massachusetts: Jones & Bartlett Learning. Finkler, S. A., Ward, D. M. and Calabrese, T. D. (2006). Accounting Fundamentals for Health Care Management. Massachusetts: Jones & Bartlett Learning. Gapenski, L. C. (1999). Healthcare Finance: An Intorduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press. Hansen, D. R., Mowen, M. M. and Guan, L. (2009) Cost Management: Accounting and Control, Rob Dewey. doi: 10.1016/S14331128(04)80029-9. Ikatan Akuntan Indonesia. (2020). Standar Akuntansi Keuangan. Available at: http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansikeuangan/sak. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1981 Tahun 2010 Tentang Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum (BLU) Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Akuntansi dan Penyusunan Laporan keuangan Kementerian Kesehatan.



PRIN SI P A KUN TA N SI DA L A M MA N A JEMEN KEUA N GA N



35



Nowicki, M. (2011). Introduction to the Financial Management of Healthcare Organizations. Chicago, Illinois: Health Administration Press. Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2016). Laporan Keuangan Tahun 2016 (Audited) Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Weygandt, J. J., Kieso, D. E. and Kimmel, P. D. (2015). Principles of Financial Accounting. Available at: https://www.zotero.org/ support/getting_stuff_into_your_library. Young, D. W. (2008). Management Accounting in Health Care Organizations. San Fransisco: Jossey-Bass.



36



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BAB



3



Evaluasi Kinerja Keuangan Donny Hardiawan, Puji Harto, & Chriswardani Suryawati



3.1. Pengantar Evaluasi kinerja keuangan memiliki pengertian dan kegunaan yang sangat luas. Bagi manajer dan pemangku kepentingan di bidang layanan kesehatan, evaluasi kinerja keuangan sering kali diterapkan dengan menggunakan data historis yang mencerminkan hasil keputusan manajerial pada masa lalu. Evaluasi kinerja keuangan juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa depan. Prediksi tersebut sering kali berupa peta jalan (roadmap) dari suatu bisnis layanan kesehatan (Gapenski, 2004). Setelah membaca bab ini diharapkan pembaca dapat memahami tujuan pembelajaran, yaitu dari evaluasi kinerja keuangan, indikator evaluasi kinerja keuangan, hingga teknik evaluasi kinerja keuangan



Evaluasi kinerja keuangan juga dapat digunakan untuk memprediksi kondisi perusahaan di masa depan.



3.2. Analisis Laporan Keuangan Evaluasi kinerja keuangan dapat dilakukan oleh semua jenis perusahaan di berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Berikut beberapa industri utama di kesehatan. 1. Health services merupakan penyedia layanan kesehatan, terutama untuk pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), juga preventif dan promotif, misalnya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik 24 jam, dokter praktik, dokter gigi praktik, bidan praktik, poliklinik dokter spesialis,



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



37



rumah sakit, panti jompo, dan lembaga perawatan kesehatan di rumah (home care). 2. Health insurance mencakup badan asuransi atau jaminan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta (perusahaan asuransi komersial). 3. Managed care adalah industri yang mencakup pemeliharaan kesehatan dengan menggabungkan fungsi asuransi kesehatan dengan penyedia layanan kesehatan. Dalam industri ini pengelolaan biaya diselaraskan dengan pengelolaan layanan kesehatan dengan prinsip kendali biaya dan kendali mutu. Organisasi yang menggunakan prinsip-prinsip “managed care” disebut managed care organization (MCO), sedangkan sistem dan modelnya disebut health maintance organization (HMO). 4. Medical equipment and supplies adalah industri pembuat peralatan medis tahan lama (durable medical equipment), seperti berbagai peralatan untuk menunjang diagnostik penyakit, tempat tidur pasien, dan kursi roda, serta bahan medis habis pakai (expendable medical supplies), seperti jarum suntik, infus, dan perban bedah sekali pakai. 5. Pharmaceuticals and biotechnology adalah industri yang meneliti, mengembangkan, dan memproduksi obat dan barang farmasi lainnya. Industri ini juga memasarkan obat dan produk terapi medis lainnya dari pabrik, pedagang besar farmasi, sampai apotek atau toko obat. 6. Other. Kategori ini mencakup beragam kumpulan bisnis, dari perusahaan konsultan, lembaga pendidikan, hingga lembaga penelitian pemerintah dan swasta. Dalam praktiknya, evaluasi kinerja keuangan sering kali dilakukan dengan tiga laporan keuangan utama (Steven, et.al., 2021), berikut. 1. Neraca mewakili persamaan, Aset = Kewajiban + Ekuitas;



Analisis laporan keuangan melibatkan sejumlah teknik yang mengekstrak informasi yang terkandung dalam laporan keuangan untuk memfasilitasi pengambilan keputusan manajerial tentang kondisi keuangan dan operasional perusahaan.



38



2. Laporan laba rugi mewakili persamaan, Pendapatan-Beban = Pendapatan Bersih; 3. Laporan arus kas yang melaporkan semua sumber dan penggunaan kas selama periode yang diwakili. Analisis laporan keuangan melibatkan sejumlah teknik yang mengekstrak informasi yang terkandung dalam laporan keuangan untuk memfasilitasi pengambilan keputusan manajerial tentang kondisi keuangan dan operasional perusahaan (Kristin L. et.al., 2021). Sering kali hasil akhir dari analisis laporan keuangan adalah serangkaian informasi yang berisi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Informasi ini penting sebagai dasar pengambilan kebijakan perusahaan (dostay atau sustainable business) (Gapenski, 2006).



3.2.1. Laporan Arus Kas Komponen pertama yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja keuangan adalah laporan arus kas. Laporan ini berisi ringkasan dari



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan pada suatu periode tertentu (Joseph, 2005). Secara garis besar, laporan arus kas dapat diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi (cash flow from operating activities), investasi (cash flow from investing activities), dan pendanaan (cash flow from financing activities) (Finkler, 2006; Gapenski, 2004). Bagian aset lancar di neraca organisasi menunjukkan berapa banyak kas yang dimiliki organisasi pada akhir setiap periode akuntansi. Contoh yang akan digunakan adalah Laporan Arus Kas di Rumah sakit XYZ yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel tersebut berfokus pada keseluruhan sumber dan penggunaan kas RS XYZ pada 2019. Tabel tersebut juga menunjukkan arus kas yang digunakan dalam operasi RS XYZ pada 2020, yaitu Rp. 167.940.000. Kemudian, arus kas yang digunakan untuk kegiatan invetasi adalah Rp64.940.000, dan untuk kegiatan pendanaan adalah Rp180.420.000. Tabel 3.1. Laporan Arus Kas Tahunan Rumah Sakit XYZ yang Berakhir pada 31 Desember 2020 Data diolah oleh penulis dari Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



39



3.2.2. Neraca Keuangan (Balance Sheet) Komponen kedua yang diperlukan untuk melakukan evaluasi kinerja keuangan adalah neraca saldo atau neraca keuangan. Secara garis besar, neraca keuangan terdiri dari tiga bagian, yaitu aktiva/aset/harta, liabilitas atau utang, dan ekuitas atau modal (equity) (Steven, et.al 2006; Gapenski, 2004). Sama seperti pada laporan arus kas, neraca keuangan yang akan digunakan sebagai contoh adalah neraca keuangan Rumah Sakit XYZ pada 2019 dan 2020 yang ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Neraca Keuangan Rumah Sakit XYZ 31 Desember 2019 dan 2020



Data diolah oleh penulis dari Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press.



3.2.3. Laporan Laba Rugi Komponen lainnya yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja keuangan adalah laporan laba rugi (statements of operations atau income statements). Laporan ini berisi tentang pendapatan



40



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



dan beban perusahaan pada akhir periode akuntansi serta selisih laba rugi (net income) (Steven, et.al, 2006; Gapenski, 2004). Pendapatan yang dimaksud di sini adalah penghasilan perusahaan yang diperoleh pada suatu periode tertentu, sedangkan beban merupakan pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan oleh perusahaan pada suatu periode tertentu. Lihat Tabel 3.3. Contoh Laporan Laba Rugi Rumah Sakit XYZ Periode 2019 dan 2020. Tabel 3.3. Laporan Laba Rugi Rumah Sakit XYZ Periode 31 Desember 2019 and 2020



Data diolah oleh penulis dari Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press.



3.3. Analisis Laporan Keuangan Meskipun neraca dan laporan laba rugi perusahaan berisi banyak informasi keuangan, manajer sering kali sulit untuk membuat penilaian tentang kinerja keuangan. Oleh karena itu, manajer tidak boleh hanya mengandalkan data laporan keuangan. Masalah yang mungkin muncul dalam menganalisis laporan keuangan, misalnya perusahaan A memiliki Rp5.248.760 utang jangka panjang (longterm debt) dan Beban Bunga (Interest Charges) sebesar Rp419.900, sedangkan perusahaan B memiliki Rp52.647.980 dan Rp3.948.600 secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa seakan-akan perusahaan B memiliki beban yang jauh lebih besar dibandingkan perusahaan A. Kenyataannya bisa saja tidak demikian.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



41



Dalam kasus pembayaran utang dan bunga, analisis rasio juga dapat digunakan untuk menghubungkan utang dengan asetnya dan pendapatan yang tersedia untuk membayar bunga tersebut.



Untuk membandingkan beban yang sebenarnya, manajer memerlukan pembanding tambahan. Hal ini akan berguna untuk dapat melihat berapa kemampuan untuk membayar bunga dan pokok untuk setiap perusahaan terlepas dari besaran nilai aslinya. Manajer dapat menggunakan analisis rasio untuk membandingkan kedua kondisi tersebut untuk menafsirkan kondisi keuangan perusahaan secara signifikan. Dalam kasus pembayaran utang dan bunga, analisis rasio juga dapat digunakan untuk menghubungkan utang dengan asetnya dan pendapatan yang tersedia untuk membayar bunga tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dibahas beberapa analisis rasio yang perlu dipahami oleh para manajer dan pemangku kepentingan layanan kesehatan.



3.3.1. Rentabilitas atau Rasio Profitabilitas Profitabilitas adalah hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan manajerial sehingga rasio profitabilitas menjadi salah satu ukuran kinerja keuangan agregat suatu bisnis. Terdapat beberapa rasio yang sering kali digunakan untuk menunjukkan profitabilitas, di antaranya Total Margin, Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE).



3.3.1.1. Total Margin Total margin atau total profit margin didefinisikan sebagai pendapatan bersih (total income) dibagi dengan pendapatan total (total revenues).



Total Margin mengukur kemampuan organisasi untuk mengontrol biaya. Dengan semua hal lain yang sama, semakin tinggi total margin berarti semakin rendah biaya relatif terhadap pendapatan. Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa total margin untuk Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 7,3%. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit menghasilkan pendapatan sebesar 7,3% dari pendapatan total. Pertanyaannya adalah apakah angka tersebut berarti baik atau tidak baik? Untuk dapat menjawabnya, menajer dan pemegang kebijakan di rumah sakit perlu membandingkan indikator serupa dengan rumah sakit lain atau perusahaan sejenis. Contohnya rata-rata total margin industri sejenis adalah 5,0 persen, maka total margin Rumah Sakit XYZ berada di atas rata-rata industri. Hal ini menunjukkan pengendalian biaya yang relatif sudah baik. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa baik hal tersebut? Untuk menjawab masalah ini manajer dapat melihat kuartil dari rumah sakit lain atau perusahaan sejenis. Contohnya, total margin untuk perusahaan sejenis yang berada pada 25 kuartil tertinggi adalah



42



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



sebesar 8,4%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun lebih baik dibandingkan rata-rata rumah sakit, total margin RS XYZ masih berada di bawah atau tidak sebaik 25% rumah sakit teratas.



3.3.1.2. Return on Asset (ROA) Konsep pengembalian (return) yang dapat diperoleh rumah sakit atas asetnya mungkin merupakan salah satu kunci dalam menilai kelayakan finansialnya. ROA merupakan rasio dari pendapatan bersih terhadap total aset. Perhitungan ROA dapat ditunjukkan seperti berikut:



ROA dari Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 5,7%. Hal ini berarti aset RS XYZ akan menghasilkan laba sebesar 5,7%. Contohnya adalah ROA dari industri yang sama pada periode yang sama adalah sebesar 4,8%. ROA RS XYZ bernilai lebih tinggi daripada rata-rata industri. ROA dapat digunakan oleh pada manajer untuk dapat mengetahui seberapa produktif aset digunakan. Semakin tinggi ROA suatu perusahaan berarti semakin besar pendapatan bersih yang diinvestasikan oleh perusahaan tersebut dalam aset atau semakin produktif aset tersebut. ROA mengukur kemampuan bisnis untuk mengontrol biaya, seperti yang ditunjukkan oleh margin total, dan kemampuannya untuk menggunakan asetnya untuk menghasilkan pendapatan.



3.3.1.3. Return on Equity (ROE) ROE adalah penentu utama kelayakan finansial perusahaan. Perusahaan yang dapat menumbuhkan ekuitas dengan pendapatannya akan dapat membiayai akuisisi aset masa depan perusahaan. Lebih banyak nilai ekuitas di neraca berarti lebih banyak kapasitas utang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahan dengan tingkat ekuitas yang relatif tinggi berada dalam posisi yang lebih kuat untuk mendekati pasar utang dengan baik. ROE dapat digunakan sebagai ukuran kinerja keuangan utama karena hubungannya dengan peningkatan nilai unit bisnis. ROE merupakan rasio dari pendapatan bersih terhadap total ekuitas atau net asset. Perhitungan ROE ditunjukkan seperti berikut.



Perusahaan yang dapat menumbuhkan ekuitas dengan pendapatannya akan dapat membiayai akuisisi aset masa depan perusahaan.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



43



Nilai ROE dari Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa Rumah Sakit XYZ mampu menghasilkan pendapatan 8% dari investasi ekuitas. Jika misalnya nilai rata-rata ROE untuk industri serupa pada periode yang sama adalah sebesar 8,4%, RS XYZ berada di bawah rata-rata Industri. ROE sangat berarti bagi investor. ROE dapat digunakan oleh investor untuk melihat seberapa baik manajer menggunakan modal yang disediakan investor. Rumah sakit XYZ memiliki nilai total margin dan ROA pada 2020 yang berada di atas rata-rata industri, tetapi nilai ROE Rumah Sakit XYZ pada tahun tersebut berada di bawah rata-rata industri. Ketidakkonsistenan ini mungkin disebabkan oleh penggunaan pembiayaan utang rumah sakit yang relatif rendah.



3.3.2. Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Selain itu, likuiditas dapat menunjukkan ketersediaan kas perusahaan. Likuiditas perusahaan juga dapat digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan apakah dapat memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dibayar pada saat jatuh tempo.



Salah satu perhatian pertama dari sebagian besar manajer dan perhatian utama kreditor perusahaan adalah likuiditas bisnis.



Salah satu perhatian pertama dari sebagian besar manajer dan perhatian utama kreditor perusahaan adalah likuiditas bisnis. Akankah bisnis dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo? Bisakah perusahaan melakukan pembayaran? Analisis rasio memberikan ukuran likuiditas yang cepat dan mudah digunakan dengan menghubungkan jumlah kas dan aset lancar lainnya dengan kewajiban lancar. Terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, di antaranya adalah Rasio Lancar dan DCH.



3.3.2.1. Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar merupakan perbandingan antara aset lancar (current assets) dan kewajiban lancar (current liabilities). Rasio ini dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Perhitungannya dapat ditunjukkan sebagai berikut.



Rasio lancar memberikan informasi kepada manajer bahwa likuidasi aset lancar Rumah Sakit XYZ pada nilai buku 2020 akan menghasilkan 2,3 Rupiah untuk setiap 1 Rupiah kewajiban lancar. Jika mengalami kesulitan keuangan, perusahaan tersebut akan mulai membayar utang dengan lebih lambat. Kemudian perusahaan tersebut akan mengajukan pinjaman bank untuk jangka pendek (misalnya wesel bayar) dan sebagainya. Jika kewajiban lancar perusahaan naik lebih



44



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



cepat daripada aset lancar, rasio lancar akan turun. Hal ini akan dapat menimbulkan masalah karena rasio lancar adalah indikator sejauh mana klaim jangka pendek dapat ditutupi oleh aset yang dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat. Rasio lancar adalah salah satu ukuran likuiditas yang umum digunakan. Jika rata-rata industri memiliki rasio lancar sebesar 2, rasio lancar Rumah Sakit XYZ bernilai sedikit di atas rata-rata. Dengan rasio lancar 2,3, Rumah Sakit XYZ hanya dapat melikuidasi aset lancar sebesar 43% dari nilai buku. Guna menentukan nilai proporsional minimum yang harus diperoleh dari aset lancar untuk memenuhi kewajiban lancar, bagi angka 1 dengan rasio lancar. Jadi, aset lancar Rumah Sakit XYZ menjadi 1/2,3 = 0,43 atau 43%. Jika dilikuidasi sebesar 43%, aset lancar RS XYZ akan menjadi .



3.3.2.2. Days Cash on Hand (DCH) Pada bagian sebelumnya kita menggunakan Rasio Lancar untuk mengukur likuiditas berdasarkan akun neraca dan karenanya merupakan ukuran likuiditas statis. Namun, ukuran sebenarnya dari likuiditas bisnis adalah pada saat perusahaan dapat memenuhi atau tidaknya pembayaran saat jatuh tempo. Dengan demikian, likuiditas lebih terkait dengan arus kas daripada aset dan liabilitas. DCH mendekati faktor yang benar-benar menentukan likuiditas. Berikut ini perhitungan dari DCH:



Likuiditas lebih terkait dengan arus kas daripada aset dan liabilitas.



Penyebut persamaan memperkirakan biaya tunai harian rata-rata dengan menghapus biaya non-kas dari total biaya yang dilaporkan. Pembilangnya adalah uang tunai dan sekuritas yang tersedia untuk melakukan pembayaran tunai tersebut. Karena kas harian Rumah Sakit XYZ lebih rendah daripada rata-rata industri atau rumah sakit sejenis, posisi likuiditasnya yang diukur dengan kas harian lebih buruk daripada rata-rata rumah sakit atau industri sejenis. Jika ratarata DCH dari Industri adalah sebesar 30,6 hari, nilai DCH Rumah Sakit XYZ berada di bawah rata-rata industri.



3.3.3. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas yang disebut juga dengan debt management ratios atau leverage ratio ialah suatu rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan untuk melunasi utang dan seluruh kewajibannya. Jaminan yang digunakan adalah modal dan aktiva (harta kekayaan dalam bentuk apa pun) yang dimiliki



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



45



dalam jangka panjang serta jangka pendek. Dua rasio yang dapat digunakan untuk menunjukkan asset debt management, yaitu: 1. Rasio kapitalisasi (Capitalization ratios). Rasio ini menggunakan data neraca untuk menentukan sejauh mana dana pinjaman telah digunakan untuk membiayai aset. 2. Rasio cakupan (Coverage ratios). Rasio ini menggunakan data laporan laba rugi untuk menentukan sejauh mana biaya keuangan tetap ditutupi oleh laba yang dilaporkan. Kedua rasio tersebut saling melengkapi sehingga sebagian besar analisis laporan keuangan menggunakan kedua jenis rasio tersebut.



3.3.3.1. Rasio Kapitalisasi 1: Total Utang Terhadap Total Aset (Rasio Utang) Rasio utang menilai seberapa besar perusahaan berpatokan pada utang untuk membiayai asetnya.



Rasio total utang terhadap total aset (total kewajiban dan ekuitas), yang umumnya disebut rasio utang, mengukur persentase total modal yang diberikan oleh kreditor. Rasio utang menilai seberapa besar perusahaan berpatokan pada utang untuk membiayai asetnya. Rasio ini membandingkan total utang (total debt) dengan total aset yang dimiliki. Rasio ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan kapasitas perusahaan dalam memperoleh pinjaman baru yang berjaminan aktiva tetap untuk menambah modal. Jika tingkat rasio ini semakin tinggi, jaminan berupa aset yang ada dan uang yang diberikan oleh kreditor dalam jangka panjang semakin terjamin. Perhitungan dari rasio utang adalah sebagai berikut:



Rasio utang Rumah Sakit XYZ adalah 29%. Hal ini berarti bahwa kreditornya telah memasok kurang dari sepertiga dari total pembiayaan bisnis. Dengan kata lain, aset RS XYZ dibiayai dengan 29% dari utang dan 71% dari ekuitas (Rasio Ekuitas adalah 1). Contoh rata-rata rasio utang untuk industri rumah sakit adalah 40% maka Rumah Sakit XYZ menggunakan utang yang jauh lebih sedikit daripada rata-rata rumah sakit. Rasio utang yang rendah menunjukkan bahwa rumah sakit relatif mudah untuk meminjam dana tambahan.



3.3.3.2. Rasio Kapitalisasi 2: (DER) Rasio kapitalisasi lain yang umum digunakan adalah Debt to Equity Ratio (DER) atau Rasio Utang Terhadap Ekuitas. Rasio utang dan DER saling bertransformasi. Keduanya memberikan informasi yang sama, tetapi dengan pemahaman yang sedikit berbeda. DER membandingkan total kewajiban (liabilities) dengan ekuitas



46



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



(equity). Utang tidak boleh lebih besar daripada modal supaya beban perusahaan tidak bertambah. Tingkat rasio yang rendah berarti kondisi perusahaan semakin baik karena porsi utang terhadap modal semakin kecil.



Rasio ini menunjukkan bahwa kreditur Rumah Sakit XYZ memberikan kontribusi 40,9% untuk setiap modal ekuitas. Jika rata-rata DER dari industri serupa adalah 73,3%, Rumah Sakit XYZ memiliki DER yang lebih rendah dibandingkan rata-rata DER rumah sakit lainnya. Rasio utang dan DER meningkat karena bisnis dengan ukuran tertentu menggunakan proporsi pembiayaan utang yang lebih besar. Namun, rasio utang meningkat secara linier dan mendekati batas 100%, sedangkan rasio utang terhadap ekuitas meningkat secara eksponensial dan mendekati tak terbatas. Pemberi pinjaman atau kreditor lebih memilih DER daripada Ratio utang. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin berisiko posisi kreditor.



Pemberi pinjaman atau kreditor lebih memilih DER daripada Ratio utang.



3.3.3.3. Rasio Cakupan 1: Rasio TIE Rasio Waktu Perolehan Bunga (Times Interest Earned/TIE) ditentukan dengan membagi Earning Before Interest and Tax (EBIT) atau Pendapatan Sebelum Bunga dan Pajak dengan biaya bunga. EBIT digunakan dalam pembilang karena mewakili jumlah pendapatan yang tersedia untuk membayar beban bunga. Untuk bisnis nirlaba yang tidak membayar pajak, EBIT = Pendapatan bersih + Beban bunga. Untuk Rumah Sakit XYZ:



Rasio TIE mengukur jumlah pendapatan akuntansi yang tersedia untuk membayar setiap biaya bunga. Intinya, TIE adalah indikator sejauh mana pendapatan dapat menurun sebelum kurang dari biaya bunga tahunan. Kegagalan untuk membayar bunga dapat membawa tindakan hukum oleh kreditor perusahaan yang mungkin dapat menyebabkan kebangkrutan. Bunga RS XYZ ditutupi 6,6 kali lipat sehingga memiliki pendapatan akuntansi Rp6,60 untuk membayar setiap 1 Rupiah dari biaya bunga. Jika dimisalkan rasio TIE rata-rata industri adalah empat kali lipat, rumah sakit menutupi beban bunga dengan margin keamanan yang relatif tinggi. Dengan demikian, rasio TIE memperkuat kesimpulan sebelumnya yang didasarkan pada rasio utang, yaitu bahwa rumah sakit dapat dengan mudah memperluas penggunaan pembiayaan utang.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



47



Rasio cakupan sering kali menjadi ukuran pemanfaatan utang perusahaan yang lebih baik dibandingkan dengan rasio kapitalisasi.



Rasio cakupan sering kali menjadi ukuran pemanfaatan utang perusahaan yang lebih baik dibandingkan dengan rasio kapitalisasi, Hal ini karena rasio cakupan membedakan utang dengan suku bunga rendah dan utang dengan suku bunga tinggi. Misalnya, suatu rumah sakit mungkin memiliki 10 Juta Rupiah dari 4% utang di neracanya, sementara rumah sakit lain mungkin memiliki 10 Juta Rupiah dari 8% utang. Jika kedua perusahaan tersebut memiliki pendapatan dan aset yang sama, keduanya akan memiliki rasio utang yang sama. Namun, rumah sakit yang membayar bunga 4% akan memiliki beban bunga yang lebih rendah. Rumah sakit tersebut akan memiliki posisi keuangan yang lebih baik daripada rumah sakit yang membayar 8%. Rasio TIE akan menunjukkan peningkatan kinerja keuangan rumah sakit tersebut. Meskipun rasio TIE mudah dihitung, rasio ini memiliki dua keterbatasan. Pertama, bisnis leasing telah meluas dalam beberapa tahun terakhir dan rasio TIE mengabaikan pembayaran leasing. Selain itu, banyak kontrak utang mengharuskan pembayaran pokok dilakukan selama masa pinjaman, bukan hanya pada saat jatuh tempo. Jadi, sebagian besar bisnis harus memenuhi biaya keuangan tetap selain pembayaran bunga. Kedua, rasio TIE mengabaikan fakta bahwa pendapatan akuntansi baik yang diukur dengan EBIT atau laba bersih tidak menunjukkan arus kas aktual yang tersedia untuk memenuhi pembayaran biaya tetap.



3.3.4. Rasio Manajemen Aset (Asset Management [Activity] Ratios) Kelompok rasio berikutnya adalah Rasio Manajemen Aset yang dirancang untuk mengukur seberapa efektif aset bisnis digunakan. Rasio ini membantu menjawab apakah jumlah setiap jenis aset yang dilaporkan di neraca tampaknya masuk akal, terlalu tinggi, atau terlalu rendah dalam pandangan tingkat operasi saat ini (atau yang diproyeksikan). RS XYZ dan rumah sakit lain harus meminjam atau meningkatkan modal ekuitas untuk memperoleh aset. Jika mereka memiliki terlalu banyak aset, biaya modalnya akan terlalu tinggi dan keuntungan mereka akan tertekan.



3.3.4.1. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Asset Turnover Ratio) Rasio Perputaran Aset Tetap mengukur pemanfaatan pabrik dan peralatan berdasarkan rasio pendapatan total terhadap aset tetap bersih:



Rasio Perputaran Aset Tetap Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 0,98 kali. Jika rata- rata Rasio Perputaran Aset Tetap industri rumah sakit



48



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



lain sebesar 2,2 kali, hal ini menunjukkan bahwa Rumah Sakit XYZ tidak menggunakan aset tetapnya seproduktif rumah sakit pada umumnya. Jika nilai kuartil yang terendah untuk ssetyg ini adalah 1,1, Rumah Sakit XYZ berada di 25% terbawah dari semua rumah sakit dalam pemanfaatan aset tetapnya. Perlu diingat bahwa sebagian besar aset mencerminkan biaya historis dari nilai saat ini. Inflasi dan depresiasi telah menyebabkan nilai aset yang dibeli di masa lalu dinilai lebih rendah. Misalkan, jika rumah sakit yang berumur lebih lama (mempunyai aset tetap dan peralatan yang lebih berumur) dibandingkan dengan rumah sakit baru beroperasi dengan kapasitas fisik yang sama, rumah sakit yang lebih lama akan melaporkan perputaran aset tetap yang jauh lebih tinggi. Perbedaan dalam perputaran sset tetap ini lebih mencerminkan ketidakmampuan laporan keuangan untuk menangani inflasi daripada inefisiensi di pihak rumah sakit yang baru.



Inflasi dan depresiasi telah menyebabkan nilai aset yang dibeli di masa lalu dinilai lebih rendah.



3.3.4.2. Rasio Perputaran Aset Total (Total Asset Turnover Ratio) Rasio Perputaran Aset Total mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aset bisnis yang dihitung dengan membagi total pendapatan dengan total aset:



Rasio Perputaran Aset Total Rumah Sakit XYZ adalah sebesar 0,78 kali. Jika rata-rata industri rumah sakit lain adalah sebesar 0,97, Rumah Sakit XYZ berada di bawah rata-rata industri sejenis tetapi tidak sejauh rasio perputaran aset tetapnya. Dengan demikian, Rumah Sakit XYZ menggunakan aset lancarnya lebih baik daripada aset tetapnya, relatif terhadap industri.



3.3.4.3. Jumlah Hari dalam Piutang Dagang (Days in Patient Account Receivable) Jumlah Hari dalam Piutang Dagang digunakan untuk mengukur efektivitas dalam mengelola piutang. Ukuran kinerja keuangan ini kadang diklasifikasikan sebagai Rasio Likuiditas daripada Rasio Manajemen Aset. Rasio ini dihitung dengan membagi Piutang Bersih Pasien dengan rata-rata pendapatan dari pasien per hari untuk menemukan jumlah hari yang dibutuhkan organisasi untuk mengumpulkan piutangnya.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



49



Dalam perhitungan untuk Rumah Sakit XYZ, pendapatan premi belum dimasukkan karena pendapatan tersebut dikumpulkan sebelum layanan diberikan.



Dalam perhitungan untuk Rumah Sakit XYZ, pendapatan premi belum dimasukkan karena pendapatan tersebut dikumpulkan sebelum layanan diberikan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak memengaruhi piutang. Jika rata-rata industri atau rumah sakit lain bernilai sebesar 64,0 hari, Rumah Sakit XYZ tidak bekerja sebaik rata-rata rumah sakit lainnya dalam menagih piutangnya. Jika nilai kuartil pada kelompok terendah adalah 78,7 hari, relatif banyak rumah sakit yang keadaannya lebih buruk. Manajer Rumah Sakit XYZ harus berusaha untuk meningkatkan kinerja rumah sakit di area utama ini dengan menagih piutangnya secepat mungkin.



3.3.5. Rasio Lain Kelompok rasio terakhir memeriksa aspek lain dari kondisi keuangan bisnis, yaitu Price/Earning Ratio dan Market/Book Ratio (M/B Ratio).



3.3.5.1 Price/Earning Ratio (P/E Ratio) Untuk perusahaan yang dimiliki investor atau setidaknya yang memiliki saham yang diperdagangkan secara go public, beberapa rasio dapat dikembangkan untuk menghubungkan harga saham perusahaan dengan pendapatan dan nilai buku per sahamnya. Rasio nilai pasar tersebut memberi informasi kepada manajer tentang indikasi apa yang dipikirkan investor ekuitas tentang kinerja masa lalu perusahaan atau rumah sakit dan prospek masa depan. P/E Ratio menunjukkan seberapa banyak investor bersedia membayar per Rupiah dari keuntungan yang dilaporkan. Misalkan saham suatu perusahaan milik investor dijual seharga Rp427.500, sedangkan perusahaan tersebut memiliki Laba per Saham (Earning Per Share/EPS) pada 2004 sebesar Rp33.000. Kemudian, P/E Rationya menjadi 13,0.



P/E Ratio lebih tinggi untuk perusahaan dengan prospek pertumbuhan tinggi. Ceteris paribus (faktor-faktor lain yang diperkirakan berpengaruh diasumsikan tetap) lebih rendah untuk perusahaan yang berisiko Jika rata-rata industri bernilai sebesar 15,2, P/E Ratio berada sedikit di bawah rata-rata perusahaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dianggap lebih berisiko daripada yang lainnya karena memiliki prospek pertumbuhan yang lebih buruk.



3.3.5.2. Market/Book Ratio (M/B Ratio) Rasio harga pasar saham terhadap nilai bukunya memberikan indikasi bagaimana investor memandang perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian ekuitas yang relatif tinggi umumnya



50



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



menjual saham dengan kelipatan nilai buku yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan tingkat pengembalian rendah. Contohnya, suatu perusahaan melaporkan total ekuitas Rp1.200.000 pada neraca keuangannya dan perusahaan tersebut memiliki 5 ribu saham yang beredar. Dengan demikian, nilai buku per sahamnya adalah Rp 1.200.000/5 = Rp240.000. Membagi harga per saham dengan nilai buku per saham memberikan M/B ratio sebesar 1,8.



Jika rata-rata industri bernilai 2,1, investor yang bersedia membayar lebih sedikit untuk setiap Rupiah dari nilai buku perusahaan tersebut dibandingkan untuk perusahaan sejenis lainnya dengan M/B ratio yang lebih tinggi.



3.4. Analisis Perbandingan dan Tren Analisis Perbandingan dan Tren berguna untuk menentukan kondisi kinerja keuangan perusahaan. Analisis Perbandingan dilakukan dengan membandingkan keuangan perusahaan dengan keuangan perusahaan sejenis. Analisis ini hanya dapat dilakukan jika data dari industri atau perusahaan yang serupa tersedia dan dapat diakses oleh manajer dan pemangku kepentingan yang membutuhkan. Jika data perusahaan yang serupa tidak tersedia, analisis tidak dapat dilakukan. Contohnya diketahui suatu perusahaan memiliki Rasio Lancar 2,5. Hampir tidak mungkin untuk mengatakan apakah rasio tersebut baik atau buruk jika kita tidak dapat membandingkannya dengan perusahaan lain di industri yang serupa. Alat analisis rasio lain yang berguna adalah analisis tren dengan tren rasio tunggal yang dianalisis dari waktu ke waktu. Analisis tren memberikan petunjuk tentang apakah situasi keuangan bisnis meningkat, bertahan konstan, atau memburuk. Gambar 3.4. menunjukkan contoh analisis perbandingan dan analisis tren yang dapat menentukan ROE Rumah Sakit XYZ. Gambar 3.1. ROE Rumah Sakit XYZ Periode 2000-2004



Data diolah oleh penulis dari Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



51



Analisis perbandingan dan analisis tren juga dapat digunakan untuk rasio lainnya yang sudah ditunjukkan sebelumnya.



Dengan menggunakan analisis tren, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ROE Rumah Sakit XYZ menurun dari 2000 hingga 2003. Namun, hal tersebut kemudian meningkat pada 2004. Dengan menggunakan analisis perbandingan dapat disimpulkan bahwa ROE Rumah Sakit XYZ berada di atas rata-rata pada 2000 dan 2001, tetapi kemudian turun di bawah rata-rata pada 2002, bahkan pada 2003 rasionya berada di bawah rata-rata kelompok rumah sakit dengan ROE terendah. Pada 2004 ROE Rumah Sakit XYZ kembali meningkat sampai dengan di atas rata-rata industri sejenis. Analisis perbandingan dan analisis tren juga dapat digunakan untuk rasio lainnya yang sudah ditunjukkan sebelumnya.



3.5. Simpulan Setelah mempelajari proses Evaluasi Kinerja Keuangan perusahaan pada umumnya dan fasilitas kesehatan pada khususnya, kita dapat menyimpulkan beberapa poin berikut, yaitu: 1. Analisis laporan keuangan merupakan dasar yang perlu dipahami, baik oleh manajer maupun pengambil kebijakan, untuk melihat hasil keputusan manajerial masa lalu dan data prakiraan (forecasting) yang akan digunakan sebagai petunjuk untuk peta jalan (roadmap) bisnis di masa datang. 2. Meskipun neraca dan laporan laba rugi perusahaan mengandung banyak informasi keuangan, manager sering kali mengalami kesulitan untuk membuat penilaian tentang kinerja keuangan jika hanya berdasarkan data mentah. Analisis rasio dapat digunakan untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan lebih mudah dan akurat. 3. Jika data dari industri kesehataan dapat diperoleh, analisis untuk membandingkan kondisi keuangan suatu perusahaan sejenis akan dapat dilakukan. Hal ini akan membantu para manajer, pemilik perusahaan, investor, dan pemerintah melihat kondisi perusahaan dan industri kesehatan.



Daftar Pustaka Cleverley, WO, Harvey, RK. Does Hospital Financial Performance Measure Up? Health Financial Management, 46(5): 21–26 (1992); Critical Strategies for Successful Rural Hospitals, Health Care Management Review, 17(1): 27–33 (1992). Cleverley, W. (1990). ROI: It’s Role in Voluntary Hospital Planning. Hospitals and Health Services Administration, 35(1): 71–82. Gapenski, Louis C. (2004). Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management, 3rd Ed. Chicago: Health Administration Press.



52



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Gapenski, Louis C. (2006). Understanding Healthcare Financial Management 5th Ed. Chicago: Health Administration Press. Jeffrey H., Burkhardt, John R.C., & Wheeler. (2013). Examining Financial Performance Indicators for Acute Care Hospitals. J Health Care Finance 2013; 39(3):1–13 Joseph P. White. (2005). Reading and Understanding Financial Statements. J Med Pract Manage May-Jun 2005;20(6):30813. Kristin L. Reiter, Paula H. Song (2021). Gapenski’s Healthcare Finance: An Introduction to Accounting and Financial Management. Chicago: Health Administration Press. Subhajit Chakraborty. (2020). Healthcare Quality and Hospital Financial Performance: A Multilevel Framework. Operations and Supply Chain Management. Vol. 13, No. 3, 2020, Pp. 233– 24. ISSN 1979-3561 | EISSN 2759-9363. Steven A. Finkler and David M. Ward. (2006). Accounting Fundamentals for Health Care Management, 2nd Ed. New York: Jones & Barlett Learning. Young, David W. (2014). Management Accounting in Health Care Organizations, 3rd Edition. Sanfransisco: Jossey-Bass.



EVA LUASI KI N ERJA KEUA N GA N



53



54



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BAB



4



Akuntansi Biaya (Costing & Pricing) Anedya Niedar, Puguh Widodo, & Chriswardani Suryawati



4.1. Pengantar Bab 4 akan memberikan pemahaman dasar mengenai akuntansi biaya dan analisis dalam organisasi dan fasilitas kesehatan. Dengan demikian, pembaca akan memahami konsep biaya, jenis biaya, pemetaan biaya, serta contohnya dalam suatu organisasi kesehatan atau fasilitas kesehatan. Pembaca memahami produkproduk dari akuntansi biaya, antara lain costing, pricing, budgeting, dan cost recovery. Pembaca juga dapat melakukan analisis biaya baik dalam suatu program kesehatan maupun fasilitas kesehatan serta memahami dan menarik kesimpulan dari hasil analisis biaya tersebut. Pembaca dapat memahami apa yang harus diperhatikan dalam menentukan tarif suatu fasilitas kesehatan.



4.2. Teori atau Konsep Biaya



Kompleksitas sistem kesehatan saat ini menyebabkan perluasan aspek akuntansi dan manajemen keuangan ke semua area dalam organisasi pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan.



4.2.1. Gambaran Akuntansi Biaya Kompleksitas sistem kesehatan saat ini menyebabkan perluasan aspek akuntansi dan manajemen keuangan ke semua area dalam organisasi pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan. Para manajer dan eksekutif perawatan kesehatan akan membuat keputusan yang berdampak terhadap finansial dan pembiayaan sehingga perlu memiliki pemahaman yang kuat tentang akuntansi



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



55



biaya dan pengelolaan keuangan. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan tersebut, seorang manajer memerlukan informasi lengkap, tepat, dan sistematis mengenai aktivitas operasional dan biaya. Informasi yang dibutuhkan ini didapatkan dari proses akuntansi biaya (cost accounting). Hasil kegiatan operasional akan dicatat oleh sistem akuntansi, kemudian akan dipergunakan untuk penyusunan laporan akuntansi manajemen dan laporan akuntansi keuangan. Laporan akuntansi tersebut akan menjadi dasar dalam melakukan perencanaan, penetapan tujuan, serta pengendalian proses operasional (Finkler, et.al., 2018).



Akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan utama, yaitu penentuan biaya produk, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.



Pengertian dari akuntansi biaya secara global adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Objek kegiatan akuntansi biaya adalah biaya (cost). Biaya dapat didefinisikan sebagai kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang memberikan manfaat masa kini atau masa mendatang bagi organisasi. Apabila telah habis digunakan untuk mendapatkan pendapatan (revenue), biaya tersebut akan berubah menjadi beban (expense) yang akan dikurangkan dari pendapatan untuk menentukan keuntungan (profit) yang didapatkan. Namun jika tidak habis digunakan dalam suatu periode akuntansi, biaya ini disebut sebagai aset dan akan muncul dalam neraca keuangan. Akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan utama, yaitu penentuan biaya produk, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.



4.2.2. Biaya dalam Organisasi atau Fasilitas Kesehatan Biaya merupakan semua pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk (output) atau mengonsumsi suatu produk yang dapat diukur dengan uang per satu unit. Produk yang dihasilkan bisa berbentuk barang atau jasa. Biaya bisa berbentuk uang, barang, waktu, atau kesempatan (yang dikorbankan). Biaya adalah pengorbanan yang diperlukan untuk memperoleh barang dan jasa. Pengertian lain dari biaya merupakan seluruh pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk berupa pelayanan kesehatan atau kegiatan program untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang diukur dalam nilai moneter. Jenis biaya dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu biaya berdasarkan fungsi, biaya berdasarkan tempat, dan biaya berdasarkan jumlah produksi.



4.2.2.1. Biaya Berdasarkan Fungsi Biaya berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Biaya Investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang modal yang pemanfaatannya dapat berlangsung selama



56



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



lebih dari satu tahun. Contoh biaya investasi adalah tanah, gedung, alat medis, alat nonmedis, elektronik, dan lain-lain. Biaya investasi perlu diketahui nilai tahunannya untuk menghitung penyusutan dari investasi tersebut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 Paragraf 62, terdapat beberapa metode yang dapat dipakai untuk menghitung penyusutan investasi, antara lain: metode garis lurus (straight line), metode saldo menurun (declining balance), dan metode unit produksi (productive output) (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode penyusutan garis lurus dengan jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun. Nilai tahunan biaya investasi ini disebut sebagai Biaya Investasi Tahunan (Annualized Investment Cost/AIC), yang dapat dihitung dengan rumus berikut.



Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode penyusutan garis lurus dengan jumlah historis yang sama dikurangi setiap tahun.



x (1+r) AIC : Annualized Investment Cost IIC : Initial Investment Cost (Nilai Awal Barang) I



: Laju inflasi



t



: Masa pakai



r



: Bunga bank



L



: Perkiraan masa pakai



2. Biaya Operasional adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan produksi pelayanan di fasilitas kesehatan yang memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun atau kurang). Contoh biaya operasional adalah biaya makan, biaya linen, biaya obat, bahan medis dan nonmedis, listrik, telepon, air, dan lain-lain. 3. Biaya Pemeliharaan adalah biaya yang dipakai untuk pemeliharaan barang modal atau biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi dari barang modal sesuai dengan umur atau usia keekonomiannya. Contohnya adalah biaya pemeliharaan alat medis, non-medis, dan gedung.



4.2.2.2. Biaya Berdasarkan Tempat Berdasarkan tempatnya, biaya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. Biaya Langsung (Direct Cost) terjadi di unit produksi (revenue center). Biaya ini juga sering disebut dengan final cost, yaitu biaya yang berada pada unit yang langsung melayani konsumen. Contohnya adalah biaya di unit rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat. 2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) tidak terkait langsung dengan unit pelayanan pasien atau unit produksi, tetapi berkontribusi secara tidak langsung dalam produksi pelayanan. Contohnya adalah biaya overhead (misalnya biaya gaji tetap



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



57



karyawan, biaya listrik, dan air), biaya di unit penunjang medis, biaya cleaning service, dan lain-lain.



4.2.2.3. Biaya Berdasarkan Jumlah Produksi Berdasarkan jumlah produksi, biaya dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut. 1. Biaya Tetap (Fixed Cost) tidak terpengaruh dengan besar dan kecilnya produk yang dihasilkan. Dengan kata lain, biaya tetap tidak akan berubah dengan adanya perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya ini harus tetap dikeluarkan walaupun tidak ada pelayanan. Contohnya adalah biaya investasi gedung, biaya investasi alat medis atau non-medis, dan biaya investasi kendaraan. 2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) dipengaruhi oleh besar kecilnya produk pelayanan. Contohnya adalah insentif (jasa pelayanan atau jasa medik SDM), biaya bahan medis habis pakai, biaya bahan medis habis pakai, obat, air, dan listrik. 3. Biaya Semi-Variabel (Semi-Variable Cost). Biaya perpaduan antara biaya tetap dan tidak tetap. Contohnya adalah gaji pegawai, biaya insentif, dan remunerasi.



4.2.3. Pemetaan Biaya dalam Struktur Organisasi atau Fasilitas Kesehatan Setelah mengetahui jenis biaya berdasarkan kategorinya, kita dapat melakukan pemetaan biaya terhadap organisasi atau fasilitas kesehatan yang akan dianalisis. Pemetaan biaya dapat dilakukan dengan mengelompokkan biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu satu tahun anggaran berdasarkan klasifikasi fungsi dan lokasi biaya. Hal ini dapat dilakukan dengan penyederhanaan semua biaya, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, dari berbagai sumber menjadi biaya investasi, operasional, dan pemeliharaan. Contoh pemetaan biaya di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 4.1.



Pusat biaya adalah unit kerja yang memerlukan biaya untuk menjalankan misi yang diembannya.



58



Dalam paparannya mengenai analisis biaya rumah sakit, Ascobat Gani pada 1996 menekankan bahwa dalam melakukan pemetaan biaya perlu diperhatikan unsur biaya yang dibutuhkan oleh setiap pusat biaya. Pusat biaya adalah unit kerja yang memerlukan biaya untuk menjalankan misi yang diembannya. Sebuah organisasi atau fasilitas kesehatan pada dasarnya adalah pusat biaya baik yang menghasilkan pendapatan (revenue center) maupun yang tidak menghasilkan pendapatan (cost center). Unit yang menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya produksi dan yang tidak menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya penunjang. Untuk menghitung biaya satuan (unit cost) pelayanan tertentu, maka semua biaya terkait pelayanan tersebut yang terpakai di pusat biaya penunjang perlu didistribusikan ke pusat biaya produksi .



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tabel 4.1. Contoh Matriks Pemetaan Biaya di Rumah Sakit Gani, A. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit (Pedoman-pedoman Pokok Analisis Biaya Rumah Sakit). Disajikan pada Pelatihan Penyusunan Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah di Lingkungan Dirjen Pelayanan Medik Tahun Anggaran, 1997.



4.2.4. Produk Akuntansi Biaya 4.2.4.1. Costing Dalam suatu organisasi atau fasilitas pelayanan kesehatan, proses costing umumnya diawali dengan perhitungan biaya satuan secara detail dan tertelusur pada setiap produk layanan kesehatan yang diberikan dengan metode costing tertentu. Biaya satuan menggambarkan biaya sumber daya yang digunakan oleh suatu fasilitas kesehatan dalam pemberian layanan kepada pasien dengan memperhatikan rantai alur produk dan biaya antarunit kerja penunjang (service center) dan unit kerja produksi atau pelayanan (product center) di fasilitas tersebut. Hansen dan Mowen pada 2007 mengemukakan bahwa biaya satuan dihitung untuk satu satuan produk pelayanan dengan cara membagi keseluruhan biaya (total cost) dengan jumlah output. Industri jasa, seperti kesehatan, menggunakan perhitungan biaya satuan untuk menentukan profitabilitas, kelayakan memperkenalkan layanan baru, dan keputusan finansial lainnya. Secara sederhana, biaya satuan dapat dianggap sebagai biaya ratarata untuk suatu produksi. Dalam analisis biaya satuan, dasar alokasi biaya yang digunakan pada pelayanan atau prosedur disebut



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



59



cost drivers. Cost driver didefinisikan sebagai suatu faktor yang menimbulkan perubahan biaya dari suatu pelayanan. Cost drivers meliputi berbagai faktor yang menimbulkan peningkatan biaya total dari suatu aktivitas, baik dasar pengalokasian berbasis volume (volume-related allocation bases) maupun dasar pengalokasian lain yang tidak berbasis volume (nonvolume-related allocation bases).



4.2.4.2. Penarifan (Pricing) Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut suatu rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien.



Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut suatu rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien (Trisnantoro L., 2009). Penetapan tarif ini sering kali disebut sebagai proses pricing. Tujuan penetapannya bermacammacam, antara lain untuk pemulihan biaya, subsidi silang, peningkatan akses pelayanan, peningkatan mutu pelayanan, pengurangan pesaing, pemaksimalan pendapatan, peminimalan penggunaan, dan penciptaan citra perusahaan. Teknik penetapan tarif pada perusahaan sebagian besar berlandaskan informasi biaya produksi dan keadaan pasar, baik monopoli, oligopoli, maupun persaingan sempurna. Teknik tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Full-cost pricing adalah tarif yang ditetapkan sesuai dengan biaya satuan ditambahkan dengan keuntungan. 2. Kontrak dan cost-plus adalah tarif rumah sakit yang dapat ditetapkan berdasarkan kontrak, misalnya kepada perusahaan asuransi ataupun konsumen yang tergabung dalam suatu organisasi. 3. Target rate of return pricing merupakan modifikasi dari metode full cost di atas, misalnya, tarif ditentukan oleh direksi harus mempunyai keuntungan sebesar 10%. 4. Acceptance pricing adalah teknik yang digunakan apabila di pasar terdapat satu rumah sakit yang dianggap sebagai patokan harga. Rumah sakit lain akan mengikuti pola penetapan tarif yang digunakan oleh rumah sakit tersebut.



4.2.4.3. Perencanaan dan Anggaran (Planning & Budgeting) Informasi total cost dari suatu unit produksi dan biaya satuan dari setiap produk fasilitas kesehatan sangat penting untuk alokasi dan perencanaan dan anggaran. Hasil analisis biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk memantau dan mengendalikan kegiatan operasional.



4.2.4.4. Pemulihan Biaya (Cost Recovery) Pemulihan biaya adalah kemampuan suatu sarana pelayanan kesehatan menutup biayanya dengan penerimaan yang



60



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



didapatkan. Proses ini menggambarkan seberapa besar subsidi yang diberikan kepada pasien, baik pasien individu maupun pasien dengan penjamin. Informasi mengenai tingkat pemulihan biaya diperlukan untuk mengetahui apakah layanan yang diberikan merugikan atau menguntungkan bagi fasilitas kesehatan tersebut (Aurelia & Pujiyanti, 2017). Pemulihan biaya dapat dihitung menggunakan Cost Recovery Rate (CRR), dengan formula berikut: x 100% x 100% x 100%



4.3. Metode Penghitungan Biaya Identifikasi atau penghitungan biaya pada setiap unit kerja dapat dilakukan dengan metode top-down atau metode bottom-up. Metode top-down merupakan proses penghitungan biaya per unit kerja yang dilakukan dengan mengalokasikan nilai total biaya setiap sumber daya berdasarkan cost drivers setiap pos aktivitas. Salah satu contoh pendekatan top-down adalah Diagnostic Related Group (DRG) yang dipakai oleh JKN atau biasa disebut InaCBG (Indonesia-Case Based Group); biaya perawatan individual dikategorikan dalam grouping diagnosis dan diambil nilai rerata dari seluruh data costing yang dikumpulkan dalam grouping (Muchtar & Sulistiadi, 2019).



Identifikasi atau penghitungan biaya pada setiap unit kerja dapat dilakukan dengan metode top-down atau metode bottom-up.



Metode bottom-up adalah proses perhitungan yang dimulai sejak pencatatan transaksi. Hal ini biasa dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang sudah menerapkan sistem responsibility accounting. Dengan demikian, jumlah setiap komponen biaya pada setiap unit kerja dapat dengan mudah diperoleh dari saldo buku besar per unit kerja dan dari hasil adjustment atas biaya bersama. Namun dalam praktiknya, metode bottom-up sering kali menghadapi kendala karena banyaknya organisasi dan fasilitas kesehatan yang tidak memiliki catatan detail mengenai biaya per unit kerja. Contoh pendekatan bottom-up adalah Activity Based Costing yang mengukur aktivitas untuk menghasilkan produk secara mendetail sehingga menghasilkan data costing secara individual dan kaya dengan varian data. Pada umumnya pendekatan top-down dilakukan apabila ingin melihat biaya dalam skala produk yang besar dan memperkirakan biaya pada jangka yang lebih panjang, sedangkan pendekatan bottom-up dilakukan apabila ingin menilai seberapa banyak variasi biaya yang diperlukan dalam aktivitas produksi. Hal ini terjadi karena pendekatan top-down akan menghasilkan varian biaya yang lebih



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



61



merata dan tidak memiliki banyak varian, sedangkan bottom-up akan menghasilkan varian biaya yang bersifat individu dan sangat kompleks (Chapko, et.al., 2009). Pada aplikasinya di lapangan, kombinasi antara metode topdown dan bottom-up dapat pula digunakan. Metode bottom-up digunakan untuk biaya yang dapat diidentifikasi pada setiap unit kerja, sedangkan metode top-down digunakan untuk alokasi biaya tahunan rumah sakit yang tidak dapat diidentifikasi per unit kerja. Gambar 4.1. Alur Penelusuran Kombinasi TopDown dan BottomUp



Hidhayanto, W. (2018). Perhitungan Unit Cost, Paket Cost of Care, Analisis Utilisasi dan BEP, Penyusunan Tarif, Selisih Pembayaran Riil Casemix VS Cost of Care, Pengendalian Biaya (Cost Containment) Rumah Sakit. Pelatihan Teknis Hospital Cost Management, Semarang.



4.4. Metode Penghitungan Analisis Biaya Terdapat beberapa metode analisis biaya yang telah berkembang dan umum digunakan hingga saat ini, antara lain: 1. Metode Satu Langkah (Simple Distribution), 2. Metode Dua Langkah (Step Down), 3. Metode Reciprocal, 4. Metode Double Distribution, 5. Metode Activity Based Costing, 6. Metode ABC Modifikasi (Modified ABC).



4.4.1. Metode Satu Langkah (Simple Distribution) Satu Langkah merupakan metode yang perhitungannya paling sederhana. Metode ini hanya mengakui adanya keterkaitan antara unit penunjang dan unit produksi. Setiap biaya unit pendukung dialokasikan pada beberapa unit produktif yang menggunakan pelayanannya, tetapi tidak untuk unit penunjang lainnya. Kelemahannya adalah metode ini tidak dapat mengenali kemungkinan keterkaitan antarunit penunjang.



62



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



4.4.2. Metode Dua Langkah (Step Down) Metode Dua Langkah digunakan untuk mengatasi kekurangan dari metode Satu Langkah. Metode ini mengakui adanya keterkaitan antarunit penunjang. Keterkaitan harus ditentukan terlebih dahulu, baik kaitan antara sesama unit penunjang maupun kaitan antara unit penunjang dengan unit produksi. Dalam metode ini, biaya unit penunjang dialirkan ke unit penunjang lain dan ke unit produktif dengan menggunakan basis pengalokasian tertentu. Unit penunjang yang paling banyak berkontribusi diletakkan di urutan tertinggi dalam susunan alokasi biaya. Kelemahan metode ini adalah distribusi hanya dilakukan dalam satu arah, padahal distribusi bisa berlangsung dengan dua arah (saling berhubungan).



4.4.3. Metode Reciprocal Dalam metode ini, biaya unit penunjang tidak diturunkan begitu saja dengan basis pengalokasian, tetapi mempertimbangkan adanya jasa timbal balik antarunit kerja. Metode ini mengalokasikan biaya unit penunjang dasar penggunaan layanan tersebut ke unit produksi yang mengakui semua interaksi antarunit, tidak hanya oleh unit kerja yang ada di bawahnya. Kelemahan metode ini adalah sering kali menyebabkan kesulitan dalam perhitungan apabila perusahaan memiliki banyak unit kerja yang memberikan jasa timbal balik.



4.4.4. Metode Double Distribution Pada dasarnya metode ini hampir sama dengan metode Step Down. Perbedaannya terletak pada alokasi biaya yang dilakukan dalam dua tahapan. Dalam metode ini setiap rumah sakit (sesuai struktur organisasi) dikelompokkan menjadi dua unit besar, yaitu unit penunjang dan unit produksi atau pelayanan. Metode ini terdiri dari dua tahapan distribusi. Tahap pertama adalah distribusi biaya yang dikeluarkan oleh unit penunjang kepada unit penunjang lain dan unit produksi atau pelayanan. Pada tahap kedua, biaya tersebut selanjutnya didistribusikan ke unit produksi sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa di unit penunjang. Keterbatasan metode ini adalah cukup banyaknya asumsi dasar distribusi biaya yang sering kali tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya biaya gedung didistribusikan dengan luas lantai (m2), biaya insentif (jasa medik, jasa pelayanan) didistribusikan dengan mempertimbangkan jumlah pegawai, padahal kenyataannya besar kecilnya biaya insentif dipengaruhi oleh jumlah layanan yang dikerjakan oleh setiap pegawai. Namun demikian, metode ini mensyaratkan kebutuhan kompleksitas kebutuhan data yang tidak serumit metode ABC.



Metode Double Distribution ini mensyaratkan kebutuhan kompleksitas kebutuhan data yang tidak serumit metode ABC.



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



63



4.4.5. Metode Activity Based Costing (ABC) Metode ABC adalah sistem akuntansi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas per unit kerja. Aktivitas dapat didefinisikan sebagai agregasi berbagai tugas, peristiwa, atau unit kerja yang menyebabkan konsumsi sumber daya (Drury, 2018). Dasar pemikiran yang melandasi metode ABC adalah bahwa biaya hanya dapat dikurangi secara signifikan apabila penyebab timbulnya biaya, yaitu aktivitas, dikelola dengan baik. Metode ABC memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan mengalkulasi biaya setiap aktivitas dan mengalokasikan biaya ke objek biaya, seperti barang dan jasa berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Gambar 4.2. Modul Pendekatan Metode Activity Based Costing Drury, C. (2018). Management and Cost Accounting, 10th Edition (Vol. 10). Massachusetts: Cengage.



Drury menjabarkan empat tahapan dalam pengimplementasian metode ABC. 1. Mengidentifikasi aktivitas utama yang terjadi dalam suatu unit atau organisasi. 2. Menetapkan biaya ke pusat biaya untuk setiap aktivitas. 3. Menentukan cost drivers untuk setiap aktivitas utama. 4. Menetapkan biaya aktivitas untuk produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan permintaan produk untuk aktivitas. Dalam ABC, aktivitas dijadikan sebagai cost object yang penting untuk menyediakan informasi biaya aktivitas bagi pengambil keputusan sehingga informasi tersebut memampukan pengambil keputusan dalam pengelolaan aktivitas. Selain dapat mengevaluasi tarif, keuntungan penggunaan metode ABC adalah dapat melakukan standardisasi pelayanan. Sayangnya implementasi metode ABC secara penuh di fasilitas kesehatan di Indonesia banyak mengalami kendala karena keterbatasan data dan sistem pencatatan biaya. Garrison dan Norren pada 2013 mengatakan bahwa metode ABC yang tidak didukung dengan data yang tidak akurat dapat menyesatkan dan menyebabkan kesalahan yang berdampak terhadap pengambilan keputusan strategi yang kurang optimal. Hal tersebut merupakan kelemahan perhitungan biaya satuan pada penelitian karena terdapat data, khususnya pada data inventaris aset, yang kurang lengkap sehingga memungkinkan ketidakakuratan hasil perhitungan.



64



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



4.4.6. Metode ABC Modifikasi (Modified ABC) ABC Modifikasi adalah metode modifikasi dari ABC yang disederhanakan dengan mengadopsi beberapa teknik perhitungan dari Metode double distribution untuk mengatasi keterbatasan data dan sistem pencatatan biaya secara penuh. Dengan mengombinasikan kedua metode tersebut diharapkan metode analisis biaya ini dapat memberikan solusi permasalahan perhitungan biaya satuan pada fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada metode ini biaya di fasilitas kesehatan terlebih dahulu diidentifikasi per tiap unit kerja. Hal ini mengadopsi konsep responsibility accounting. Apabila terdapat biaya yang tidak dapat diidentifikasi atau ditelusuri langsung pada setiap unit kerja dengan menggunakan metode bottom-up, pembebanan biaya tersebut pada setiap unit kerja dilakukan dengan metode top-down atau metode campuran (kombinasi top-down dan bottom-up).



4.5. Analisis Biaya Program Kesehatan Melakukan analisis biaya pada suatu program kesehatan memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda dengan analisis biaya pada suatu institusi atau fasilitas kesehatan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam analisis biaya program kesehatan adalah langkah atau tahapan dan komponen dari pelaksanaan kegiatan. Hal-hal lain yang dapat memengaruhi besaran biaya kegiatan adalah jangkauan wilayah kegiatan, jumlah sasaran kegiatan, proyeksi cakupan kegiatan, serta frekuensi kegiatan. Tabel 4.2. Perbandingan Analisis Biaya Fasilitas Kesehatan dan Program Kesehatan Hasil Modifikasi Penulis dari Berbagai Sumber.



Contohnya adalah analisis biaya program imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil di Puskesmas dengan target 4.500 orang. Komponen biaya berupa vaksin, bahan atau alat, transpor, dan tenaga. Perhitungan biayanya dapat dilihat pada Tabel 4.3.



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



65



Tabel 4.3. Komponen Biaya Program Imunisasi Tetanus Toxoid pada Ibu Hamil



Hasil Modifikasi Penulis dari Berbagai Sumber.



Biaya Vaksin Vaksin



(4500: 6) x Rp1.362



Rp1.021.500



Spuit Sekali Pakai



4500 x Rp1000



Rp4.500.000



Cold chain*



30 x Rp5000



Rp150.000



Alkohol + kapas



4500 x Rp.10



Rp 45.000



Subtotal



Rp5.716.500



4500 x Rp400



Rp1.800.000



0



0



Total



Rp7.516.500



Bahan & Alat



Biaya Transport Biaya transpor** Biaya SDM Biaya Tenaga***



Biaya Satuan = Rp7.516.500 : 4500 = Rp1.670 *biaya es/termos **Tahun lalu dikeluarkan biaya transpor Rp1.200.000 dengan jumlah sasaran 3.000 orang. Biaya transpor/sasaran = Rp400. *** Tenaga sudah termasuk dalam biaya gaji petugas Puskesmas



Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa untuk satu jenis imunisasi diperlukan biaya yang cukup besar, padahal untuk imunisasi yang diprogramkan pemerintah cukup banyak jenisnya, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, dan pada ibu hamil imunisasi TT1 dan TT 2. Apabila jumlah biaya tersebut diusulkan untuk anggaran tahun berikutnya, akan diperlukan lebih banyak anggaran Puskesmas padahal anggaran yang ada harus dialokasikan untuk berbagai program Puskesmas lain. Untuk itu, perlu penghematan biaya dengan cara mendiskusikan bersama komponen biaya apa saja yang dapat dihemat. Contohnya biaya transportasi cukup dikeluarkan satu kali karena dengan Puskesling dalam termos es dapat diisi berbagai vaksin begitu juga biaya transportasinya.



4.6. Cara Memahami Hasil Analisis Biaya dan Best Practice Hasil analisis biaya berupa informasi mengenai biaya satuan memiliki banyak peran strategis dalam pengelolaan keuangan suatu fasilitas kesehatan. Setyawan pada 2019 mengelompokkan peran strategis biaya satuan sebagai berikut. 1. Perencanaan keuangan: a. Perencanaan pengembalian investasi b. Alat penganggaran c. Acuan penentuan tarif d. Perencanaan pajak 2. Koordinasi keuangan: a. Alat pengelolaan modal kerja b. Penentu pengambilan keputusan taktis



66



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



3. Pengendalian keuangan: a. Alat analisis selisih biaya b. Pemantauan pengembalian investasi Contoh implementasi intervensi yang dapat dilakukan seorang manajer fasilitas kesehatan dengan informasi biaya satuan yang didapatkan dari hasil analisis biaya, antara lain: 1. Melakukan penghematan biaya pada produk dengan laba paling kecil. 2. Melakukan promosi pada layanan yang volume penjualannya kecil. 3. Melakukan promosi dengan paket layanan yang mengombinasikan penjualan produk yang laku dengan produk yang kurang laku. 4. Membuat laporan anggaran kebutuhan obat terpadu sehingga pengelolaan modal kerja menjadi lebih akurat. 5. Mengusulkan perubahan tarif pada layanan yang diketahui biaya obat dan bahan medis habis pakainya meningkat tajam. Di era JKN seperti saat ini, implementasi analisis biaya di fasilitas kesehatan memiliki peranan yang teramat penting dalam menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan. Beberapa contoh hasil studi mengenai aplikasi dari metode analisis biaya terkait JKN antara lain: 1. Hasil Perhitungan Unit Cost dengan Metode Step Down untuk Pelayanan Rawat Inap, dan Rawat Jalan di 84 RS Umum BLU/ BLUD yang Tersebar di 80 Kabupaten/Kota di Indonesia Lebih Rendah dari Tarif INA-CBGs (Handayani, et.al., 2019). 2. Hasil Perhitungan Unit Cost Prosedur Sectio Caesaria Tanpa Penyulit pada Semua Kelas Perawatan dan Prosedur Sectio Caesaria dengan Penyulit pada Kelas I dan Kelas II Di RSIA Bunda Liwa, Kabupaten Lampung Barat Masih Berada di Bawah dari Tarif INA-CBGs. Hanya Prosedur Sectio Caesaria dengan Penyulit Kelas III yang Memiliki CRR yang Rendah, yaitu Sebesar 92,82 % (Sulistiadi & Sangadji, 2019).



Di era JKN seperti saat ini, implementasi analisis biaya di fasilitas kesehatan memiliki peranan yang teramat penting dalam menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan.



3. CRR Layanan Hemodialisis Pasien BJPS di RS RK Charitas Palembang Tahun 2016 74% dan CRR Pasien Umum 93%. Hal Ini Menunjukkan Adanya Defisit Terhadap Layanan Hemodialisis sehingga harus Dilakukan Subsidi Silang. Setelah Dilakukan Analisis Faktor-Faktor Penyebab Inefisiensi dengan Perhitungan Value Stream Mapping (VSM) Didapatkan Komposisi Value Added (VA) Dibanding Non-Value Added (NVA) adalah 17,73%: 82,27%. Hal Ini Menunjukkan Bahwa Ada Ruang untuk Perbaikan Efisiensi sehingga dapat Menghemat Biaya (Rusli, 2018).



4.7. Faktor Penting dalam Penetapan Tarif Trisnantoro pada 2009 menyebutkan bahwa terdapat masalah praktis dalam menetapkan tarif. Hal tersebut perlu diperhatikan,



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



67



antara lain penetapan tarif yang dipengaruhi oleh struktur pasar tenaga kerja khusus; harga transfer (transfer price), dan masalah dalam penetapan tarif produk baru. 1. Penetapan tarif yang dipengaruhi struktur tenaga kerja khusus. Jumlah dokter spesialis yang masih terbatas menyebabkan posisi kekuatan tawar terhadap rumah sakit cukup besar. Dokter sebagai pemberi jasa bagi rumah sakit dapat menentukan harga (price-maker) sehingga sulit bagi rumah sakit untuk menetapkan tarif yang rendah bagi pasien. 2. Harga transfer adalah harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran internal antar-unit untuk mencatat pendapatan unit yang menjual jasa dan biaya dari unit yang menjual jasa. Contohnya satu porsi makanan yang disajikan untuk pasien bangsal VIP harus diberi harga tertentu di atas biaya produksi instalasi gizi. Hal ini ditentukan oleh ada atau tidaknya harga pasar untuk produk yang dihasilkan oleh unit tertentu di rumah sakit. Untuk produk yang tidak dapat dibeli dari pihak di luar rumah sakit, harga transfer ditetapkan berdasarkan biaya satuan ditambah laba. Sementara itu, untuk produk yang dapat dibeli dari luar rumah sakit, unit internal rumah sakit dipaksa menetapkan harga transfer yang lebih rendah dibandingkan dengan harga luar. 3. Penetapan tarif untuk produk baru. Tarif suatu produk baru di rumah sakit dan pasar yang tidak memiliki saingan ditetapkan dengan harga yang setinggi-tingginya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.



4.8. Contoh Kasus: Menghitung Tarif Pemeriksaan Radiodiagnostik di Rumah Sakit



Tarif pelayanan RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan ini masih menggunakan sistem akuntansi tradisional sehingga hasil perhitungannya masih kurang memberikan gambaran yang tepat dalam pembebanan tarif.



68



Untuk dapat lebih memahami aplikasi dari analisis biaya dalam suatu fasilitas kesehatan, kita dapat melihat contoh proses analisis biaya pelayanan instalasi radiodiagnostik di RSUD Linggajati Kuningan dengan metode Activity Based Costing (ABC). (Heriana, et.al., 2015). Total pasien yang berkunjung ke sarana pelayanan instalasi radiologi RSUD Linggajati pada periode 2012-2013 sebanyak 685 orang dengan 700 pemeriksaan radiologi. Tarif pemeriksaan radiodiagnostik yang berlaku di RSUD Linggajati pada periode tersebut adalah Rp47.000/ pemeriksaan, naik x kali tarif awal untuk tiap penambahan pemeriksaan. Tarif yang diatur dalam PERDA Kabupaten Kuningan No. 9 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan ini masih menggunakan sistem akuntansi tradisional sehingga hasil perhitungannya masih kurang memberikan gambaran yang tepat dalam pembebanan tarif. Untuk mendapatkan tarif yang lebih akurat dilakukan analisis biaya menggunakan metode ABC. Langkah pertama yang dilakukan



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



adalah mengidentifikasi aktivitas apa saja yang dilakukan di instalasi radiologi RSUD Linggajati Kuningan, dengan rincian yang terlihat pada Tabel 4.4. NO



Tabel 4.4. Identifikasi Aktivitas Unit Radiodiagnostik RSUD Linggajati



AKTIVITAS



1



Pelayanan administrasi pendaftaran



2



Pelayanan pemeriksaan radiodiagnostik



3



Pengolahan fim rontgen



4



Reject analysis dan quality assurance



5



Pembacaan hasil



6



Pemeliharaan alat radiologi



Langkah berikutnya dilakukan pembebanan biaya yang disetahunkan untuk setiap aktivitas, kemudian menentukan pemicu biaya untuk setiap aktivitas sehingga dapat ditemukan tarif per unit cost driver, yang dijabarkan dalam Tabel 4.5.



Heriana, C., Kosasih, A., & Anjasmara, D. K. (2015). Analisis Biaya dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik RSUD Linggajati Kuningan …. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI. https://journal. ugm.ac.id/jkki/article/ download/36107/21118.



Tabel 4.5. Pembebanan Biaya dan Tarif Unit Cost Driver Radiodiagnostik RSUD Linggajati Heriana, C., Kosasih, A., & Anjasmara, D. K. (2015). Analisis Biaya dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik RSUD Linggajati Kuningan …. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI. https://journal. ugm.ac.id/jkki/article/ download/36107/21118.



Selanjutnya untuk menghitung harga pemeriksaan radiodiagnostik diperlukan perhitungan Biaya Overhead yang dibebankan dengan menggunakan cara berikut.



Seluruh biaya aktivitas yang telah dikelompokkan kemudian dijumlahkan, dan total biayanya dibagi dengan jumlah pemeriksaan di instalasi radiodiagnostik, seperti yang terlihat pada Tabel 4.6.



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



69



Tabel 4.6. Total Biaya Aktivitas Radiodiagnostik RSUD Linggajati Heriana, C., Kosasih, A., & Anjasmara, D. K. (2015). Analisis Biaya dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik RSUD Linggajati Kuningan …. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI. https://journal. ugm.ac.id/jkki/article/ download/36107/21118.



NO



TARIF PER UNIT COST DRIVER



AKTIVITAS



DRIVER



JUMLAH (RP)



1.



Pelayanan administrasi pendaftaran



Rp 14.295



685 orang



Rp 11.478.545



2.



Pelayanan pemeriksaan radiodiagnostik



Rp 42.857



700 pemeriksaan



Rp 29.999.900



3.



Pengolahan film rontgen



Rp 17.626,5



1.400 pemeriksaan



Rp 24.677.100



4.



Reject analysis dan quality assurance



-



5.



Pembacaan hasil



Rp 1.500



1.600 film



Rp 2.400.000



6.



Pemeliharaan alat radiologi



Rp 291.667



12 bulan



Rp 3.500.000



Total biaya aktivitas yang dibebankan di instalasi Radiologi



Rp 72.055.545



Jumlah hari pakai



365 hari



Tarif per pemeriksaan radiologi



Rp 197.412



Dari perhitungan di Tabel 4.6. didapatkan hasil perhitungan tarif pemeriksaan radiodiagnostik di RSUD Linggajati Kuningan dengan metode ABC adalah sebesar Rp197.412. Nilai tarif ini berbeda sangat jauh dengan tarif yang sudah ditetapkan menggunakan metode tradisional, yaitu Rp47.000. Hasil analisis ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pihak manajemen Rumah Sakit untuk melakukan penyesuaian tarif sehingga Rumah Sakit tidak merugi.



4.9. Simpulan 1. Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya yang akan menjadi dasar dalam melakukan perencanaan, penetapan tujuan, serta pengendalian proses operasional. 2. Jenis biaya dapat dikelompokkan menurut fungsi, tempat, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Pengelompokan tersebut berguna untuk melakukan pemetaan biaya sebagai tahap awal analisis biaya pada suatu fasilitas dan program kesehatan. 3. Produk dari akuntansi biaya adalah costing, penetapan tarif (pricing), perencanaan dan anggaran (budgeting & planning), serta pemulihan biaya (cost recovery). 4. Identifikasi biaya dapat dilakukan dengan metode top-down, bottom-up, ataupun kombinasi dari keduanya. 5. Analisis biaya pada suatu program kesehatan memerlukan pendekatan yang berbeda dengan analisis biaya pada suatu institusi atau fasilitas kesehatan.



70



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



6. Informasi mengenai biaya satuan memiliki banyak peran strategis dalam pengelolaan keuangan suatu fasilitas kesehatan. 7. Masalah yang perlu diperhatikan dalam penetapan tarif layanan kesehatan mencakup struktur pasar tenaga kerja khusus, harga transfer, dan masalah dalam menetapkan tarif untuk produk baru.



Daftar Pustaka Aurelia, A., & Pujiyanti, E. (2017). Biaya Satuan dan Pemulihan Biaya (Cost Recovery Rate) Layanan Pasien Acute Coronary Syndrome dengan Rawat Inap di Rumah Sakit X Tahun 2015. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia. http://journal. fkm.ui.ac.id/jurnal-eki/article/view/1778



Masalah yang perlu diperhatikan dalam penetapan tarif layanan kesehatan mencakup struktur pasar tenaga kerja khusus, harga transfer, dan masalah dalam menetapkan tarif untuk produk baru.



Chapko, M. K., Liu, C.-F., Perkins, M., Li, Y.-F., Fortney, J. C., & Maciejewski, M. L. (2009). Equivalence of Two Healthcare Costing Methods: Bottom-Up And Top-Down. Health Economics, 18(10), 1188–1201. https://doi.org/10.1002/hec.1422 Drury, C. (2018). Management and Cost Accounting, 10th Edition (Vol. 10). Massachusetts: Cengage. Finkler, Ward, D. M., & Calabrese, T. (2018). Accounting Fundamentals for Health Care Management. Massachusetts: Jones & Bartlett Learning. Gani, A. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit (Pedoman-pedoman Pokok Analisis Biaya Rumah Sakit). Disajikan Pada Pelatihan Penyusunan Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah Di Lingkungan Dirjen Pelayanan Medik Tahun Anggaran, 1997. Garrison, R. H., Norren, E. W., Brewer, P. C., & Others. (2013). Managerial Accounting, 14th Ed. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Handayani, L., Suharmiati, S., & Pratiwi, N. L. (2019). Unit Cost Rumah Sakit dan Tarif INA-CBGS: Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21(4). https://doi.org/10.22435/hsr.v21i4.45 Hansen, D. R., & Mowen, M. M. (2007). Management Accounting, 8th Ed. USA: Thomson South-Western. Heriana, C., Kosasih, A., & Anjasmara, D. K. (2015). Analisis Biaya dengan Metode Activity Based Costing (ABC) pada Pemeriksaan Radio Diagnostik di Instalasi Radiognostik RSUD Linggajati Kuningan …. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI. https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/ download/36107/21118.



A KUN TA N SI BI AYA (COSTI NG & PRICI NG)



71



Hidhayanto, W. (2018). Perhitungan Unit Cost, Paket Cost of Care, Analisis Utilisasi dan BEP, Penyusunan Tarif, Selisih Pembayaran Riil Casemix VS Cost of Care, Pengendalian Biaya (Cost Containment) Rumah Sakit. Semarang: Pelatihan Teknis Hospital Cost Management. Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). PSAK 16 Aset Tetap. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Muchtar, M., & Sulistiadi, W. (2019). Metode Pendekatan Top-down dan Bottom-up: Strategi Marketing Penetapan Harga di Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi Rumah Sakit. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2863 Rusli, N. T. (2018). Analisis Biaya dan Faktor-faktor Penentu Inefisiensi Layanan Hemodialisis pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Rumah Sakit Rk Charitas Palembang Tahun 2016. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia. http://journal. fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2221 Setyawan, J., & Setyawan, D. F. (2019). Sistem Akuntansi Unit Cost Rumah Sakit dengan Microsoft Excel: Perancangan, Implementasi, dan Penganggaran Rumah Sakit Berbasis Produk, Vol. 2. Yogyakarta: Penerbit BPFE. Sulistiadi, W., & Sangadji, I. (2019). Strategi Atasi Perbedaan Unit Cost Sectio Caesaria dengan Klaim Berdasarkan Tarif INA-CBG’s pada Pasien BPJS di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Bunda Liwa. Jurnal Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia (MARSI). http://ejournal.urindo.ac.id/index. php/MARSI/article/view/533 Trisnantoro, L. (2009). Memahami Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.



72



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



BAB



5



Pengendalian Biaya (Cost Containment) Layanan Kesehatan Rabiah al Adawiyah & Chriswardani Suryawati



5.1. Pengantar Mengendalikan biaya kesehatan dengan tetap berupaya meningkatkan kesehatan merupakan salah satu tantangan sektoral secara global. Di seluruh dunia, peningkatan biaya kesehatan menuntut jumlah anggaran nasional yang lebih besar. Peningkatan tersebut menuntut pemberlakuan kebijakan pengendalian biaya (cost-containment) atau strategi menahan laju peningkatan biaya kesehatan. Secara umum peningkatan bersumber dari permintaan terhadap layanan kesehatan, peningkatan proporsi dari populasi usia tua (aging population), inovasi pada bidang teknologi kedokteran dan obat-obatan, malpraktik, proses administrasi yang tidak efektif, korupsi, dan kurangnya upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Peran organisasi dan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta sangat penting dalam pengendalian biaya kesehatan secara keseluruhan. Pengeluaran atau belanja pada sektor kesehatan sangat dipengaruhi oleh pilihan dan sikap penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu, para manajer dan penyedia layanan pada fasilitas dan organisasi kesehatan diharapkan mampu memahami konsep pengendalian biaya dan memiliki kesadaran akan biaya (cost-awareness and cost-consciousness) sebagai suatu sikap yang muncul atas pemahaman yang baik akan biaya obat, pemeriksaan penunjang biaya layanan, dan biaya lainnya terkait keputusan klinis yang diberikan kepada pasien.



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



73



Setelah membaca bab ini pembaca diharapkan mampu melakukan enam hal berikut: 1. mendefinisikan dan menjelaskan konsep pengendalian biaya dalam konteks pelayanan kesehatan. 2. mengidentifikasi strategi dan metode pengendalian biaya yang berbeda dari berbagai perspektif dan target. 3. mendiskusikan berbagai strategi pengendalian biaya pada rumah sakit, 4. memahami mekanisme kesadaran biaya (cost-awareness). 5. memahami pengaruh dinamika permintaan-persediaan. dan 6. mendorong perilaku sadar biaya di layanan kesehatan.



5.2. Pengendalian Biaya Terminologi “Pengendalian Biaya” secara umum digunakan untuk merujuk pada upaya ataupun strategi mengurangi atau menahan laju peningkatan pengeluaran atau pembiayaan kesehatan (Rapoport, et.al., 2008). Bab ini akan membahas pengendalian biaya yang merujuk pada upaya untuk mengendalikan pengeluaran biaya kesehatan pada organisasi dan fasilitas kesehatan dengan contoh implementasi di beberapa tipe organisasi dan fasilitas kesehatan.



Pada banyak sistem kesehatan, terutama sistem yang ditopang oleh tingkat pertanggungan asuransi kesehatan yang tinggi, tidak terdapat insentif yang kuat untuk menahan atau mengendalikan biaya.



Pada banyak sistem kesehatan, terutama sistem yang ditopang oleh tingkat pertanggungan asuransi kesehatan yang tinggi, tidak terdapat insentif yang kuat untuk menahan atau mengendalikan biaya. Selain itu, sektor kesehatan juga sangat rentan terhadap praktik inefisiensi, seperti pemberian perawatan yang tidak diperlukan, variasi praktik klinis yang tidak beralasan (unjustifiable), pemborosan (waste in healthcare), beban administratif, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang (Stadhouders, et.al., 2019). Hal ini karena sektor kesehatan, berbeda dengan sektor lainnya, memiliki ragam variasi layanan dan asimetri infomasi antara konsumen dan produsen. Pada sektor kesehatan, produsen atau penyedia layanan memiliki infomasi yang jauh lebih lengkap daripada konsumen atau pasien (Supplier Induced Demand). Oleh karena itu, produsen (penyedia layanan kesehatan) biasanya bertindak sebagai pengambil keputusan dalam menentukan jenis dan jumlah layanan kesehatan yang digunakan. Sementara itu, di sisi lain konsumen mempunyai keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang konsumsi kesehatan dan pelayanan kesehatan yang seharusnya dilakukan (consumer’s ignorance), terutama pada layanan pengobatan (kuratif). Hasil konsumsi dari layanan kesehatan juga tidak pasti. Dalam banyak kasus, produsen (e.g., dokter/penyedia layanan kesehatan) tidak dapat memprediksi hasil dari layanan kesehatan yang diberikan (McGuire, et.al., 2005). Karena fenomena tersebut, pengeluaran pada sektor kesehatan, terutama jangka panjang, lebih didorong oleh faktor dari sisi penawaran (supply-side factors). Tujuan utama dari strategi pengendalian biaya pada sektor kesehatan adalah untuk menurunkan atau mengurangi pengeluaran, memastikan sumber daya dana atau anggaran



74



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



terlokasikan dengan tepat, memastikan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang secara jangka panjang akan berdampak pada keberlangsungan (sustainability) pengelolaan fasilitas kesehatan.



5.3. Metode Pengendalian Biaya Kebijakan dan strategi pengendalian biaya telah banyak diimplementasikan dengan memperhatikan berbagai aspek sistem kesehatan, seperti harga, volume (jumlah layanan), penawaran, permintaan, dan proses pasar (Stadhouders, etal., 2019). Namun, harus dipahami sebelumnya bahwa implementasi strategi pengendalian biaya dapat menyebabkan respons perilaku yang merugikan (adverse behavioural responses) dan juga menimbulkan efek yang berbeda, tergantung pada konteks organisasi dan institusi tempat strategi ini diterapkan (Stadhouders, etal., 2019). Gambar 5.1. Berbagai Strategi atau Kebijakan Pengendalian Biaya Stadhouders, N., Kruse, F., Tanke, M., Koolman, X., & Jeurissen, P. (2019). Effective Healthcare CostContainment Policies: A Systematic Review. Health Policy. Elsevier Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j. healthpol.2018.10.015.



Gambar 5.1. menggambarkan berbagai metode pengendalian biaya yang dikelompokkan berdasarkan target dari strategi. Gambar tersebut dibuat berdasakan tinjuan sistematis terhadap 71 studi pengendalian biaya dengan berbagai strategi dengan target yang berbeda di seluruh dunia. Gambar ini menguraikan strategi untuk menargetkan pengendalian biaya melalui pengendalian harga, anggaran, pengendalian jumlah, dan kebijakan yang berorientasi pada pasar. Gambar ini juga menguraikan secara sederhana strategi turunan target yang spesifik. Dalam identitas akuntansi, biaya total adalah kombinasi dari jumlah dan harga. Strategi yang kemudian bertujuan untuk mengendalikan biaya dapat ditargetkan langsung pada harga, jumlah, atau dinamika dari keduanya. Harus dipahami pula bahwa efek dari strategi yang menargetkan harga ataupun jumlah akan bergantung pada banyak faktor, antara lain model pembayaran kembali (reimbursement), struktur biaya, dan kombinasi layanan. Contohnya, jika strateginya adalah menurunkan harga pembayaran kembali, efek yang mungkin



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



75



timbul adalah kenaikan jumlah yang diklaim oleh dokter atau penyedia layanan sebagai bentuk kompensasi akibat dari hilangnya pendapatan (Barer, et.al., 1996).



5.3.1. Anggaran Penganggaran total sektoral adalah salah satu strategi yang banyak digunakan untuk mengendalikan biaya. Penganggaran total (global budgets)1 atau pembatasan pengeluaran (expenditure caps) merupakan strategi yang digunakan di banyak negara Eropa pada era 1990-an. Hal tersebut dianggap mampu membatasi pertumbuhan belanja rumah sakit ataupun dokter. Caranya adalah dengan menetapkan batasan belanja di awal (Wolfe & Moran, 1993). Penetapan tersebut memaksa pengendalian harga atau jumlah konsumsi.



5.3.2. Pengendalian Harga Pada mekanisme pasar bebas (free-market) harga ditetapkan berdasarkan dinamika penawaranpermintaan.



Pengendalian harga (price control) biasanya dilakukan melalui regulasi atau aturan hukum yang memaksa penetapan harga untuk produk atau layanan tertentu. Pada mekanisme pasar bebas (free-market) harga ditetapkan berdasarkan dinamika penawaranpermintaan. Sementara itu, pada sektor kesehatan yang memiliki beberapa eksternalitas yang kemudian menyebabkan kegagalan pasar, penentuan harga menjadi salah satu strategi yang biasa digunakan. Pemerintah dapat menargetkan pengendalian biaya penggantian ataupun biaya produksi (Raulinajtys-Grzybek, 2014). Contoh dari pengendalian harga dalam upaya pengendalian belanja kesehatan adalah reimbursement (penggantian pembayaran) dengan harga untuk pelayanan dan tindakan kesehatan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Penetapan fee schedule berisi daftar biaya sebagai pergantian layanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau penyedia jasa kesehatan lainnya.



5.3.2.1. Penetapan Harga Penetapan harga telah menjadi salah satu strategi dalam pengendalian belanja kesehatan (Barber, et.al., ). Strategi ini digunakan untuk mengatur harga yang akan dibayarkan pada layanan rawat jalan ataupun tindakan medis pada rawat jalan. Di Indonesia contoh penggunaan penetapan harga adalah Keputusan Menteri Kesehatan 720/MENKES/SK IX/2006 Tentang Pengaturan Harga Obat Generik. Hal yang perlu juga dipahami adalah bahwa penetapan harga sangat tergantung pada informasi biaya (cost information) sebagai estimasi akurat dari biaya spesifik layanan kesehatan yang harus dikeluarkan. 1 Penganggaran global (global budgeting) adalah frasa yang digunakan untuk menggambarkan strategi perencanaan anggaran total di awal tahun keuangan (financial year).



76



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Harga yang ditetapkan idealnya tidak menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan yang memengaruhi kualitas layanan kesehatan. Informasi biaya menjadi lebih penting ketika kemudian penetapan harga didasarkan pada sistem berbasis kasus (case-based). Hal tersebut juga dikenal sebagai Diagnosis Related Groups (DRG) seperti yang diterapkan di Indonesia (Langenbrunner, 2015).



5.3.3. Pengendalian Jumlah (Volume Control) Pengendalian jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan ataupun dimintakan adalah salah satu target dari strategi pengendalian biaya kesehatan. Pengendalian tersebut terbagi atas strategi dari sisi penawaran (supply-side) dan permintaan (demand-side).



5.3.3.1. Sisi Penawaran Pengendalian biaya bisa dilakukan dengan pengendalian jumlah tindakan atau jumlah pemberian layanan kesehatan. Salah satu contoh dari strategi ini adalah pharmaceutical authorization (PA) yang ditujukan untuk mengurangi pengobatan berlebihan (overtreatment) dan mengubah kebiasaan peresepan (MacKinnon & Kumar, 2001). Strategi ini juga dapat dilakukan dengan mengendalikan kapasitas dan akses, seperti pembatasan jumlah jam kerja untuk layanan tertentu ataupun pembatasan jumlah tempat tidur di rumah sakit. Hal tersebut dilakukan untuk menurunkan angka rawat inap sekaligus mempercepat proses pulang pasien yang kemudian akan mempersingkat periode rawat inap.



Strategi pharmaceutical authorization (PA) ditujukan untuk mengurangi pengobatan berlebihan (overtreatment) dan mengubah kebiasaan peresepan.



1. Salah satu strategi dari sisi penawaran yang dilakukan di Indonesia adalah melalui Formularium Obat (Fornas). Daftar obat terpilih dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Penggunaan Fornas diharapkan dapat mengendalikan peresepan obat yang berlebihan atau tidak diindikasikan. Penatalaksanaan pasien di rumah sakit juga dapat dilakukan dalam upaya pengendalian biaya dari sisi penawaran. Adapun penatalaksanaan pasien dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pre-admission, concurrent review, dan discharge planning. Preadmission terjadi sejak pasien masuk dan mendapatkan layanan di rumah sakit hingga keluar. Layanan selesai terjadi karena dua hal, yaitu pasien sembuh atau meninggal dunia. 2. Concurrent review dan discharge planning adalah penilaian yang dilakukan terhadap kebutuhan pasien setelah perawatan di rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan di rumah sakit. Rawat inap merupakan salah satu sumber pengeluaran kesehatan yang besar. Oleh karena itu, banyak strategi pengendalian biaya kesehatan dilakukan untuk menekan atau membatasi lama rawat inap di rumah sakit.



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



77



5.3.3.2. Sisi Permintaan Salah satu strategi yang paling populer untuk mengendalikan belanja kesehatan dari sisi permintaan (demand-side). Strategi ini bertujuan untuk mengendalikan permintaan kesehatan dari pihak konsumen. Harapannya adalah permintaan kesehatan tersebut dibutuhkan dan rasional. Strategi tersebut antara lain: 1. Cost-sharing (copayment) merupakan metode penting yang memengaruhi penggunaan layanan kesehatan dan juga beban finansial dari peseta tertanggung. Pada sistem kesehatan berbasis-asuransi, peserta tersebut mendapatkan keringanan biaya yang signifikan dalam mengakses layanan kesehatan. Oleh karena itu, peserta tertanggung akan mendapat motivasi yang lebih untuk menggunakan layanan kesehatan, bahkan ketika layanan kesehatan tersebut tidak dibutuhkan (fenomena moral hazard). (Qingyue, et.al., 2011). Pada 1974, RAND Health Insurance Experience (HIE) menggunakan metode Randomized Controlled Trial yang menunjukkan bahwa strategi cost-sharing terbukti sukses menahan laju belanja kesehatan. Namun, ada banyak perdebatan terutama mengenai isu equality. Strategi cost-sharing akan lebih memengaruhi mereka yang mencari perawatan, bukan yang tidak. Oleh karena itu, strategi ini kadang dinggap sebagai pengalihan beban ekonomi dari mereka yang sehat kepada yang sakit (Qingyue, et.al., 2011). 2. Paket manfaat (benefit package) merujuk pada paket aturan atas tipe dan tindakan layanan kesehatan yang dibiayai atau ditanggung oleh asuransi. Strategi lainnya dari kelompok ini adalah investasi pada upaya pencegahan kesehatan dan investasi pada edukasi pasien.



5.3.4. Kebijakan Berorientasi-Pasar 5.3.4.1. Pembayaran Rumah Sakit dengan Metode INA-CBGs INA-CBGs adalah tingkat tarif harga yang ditetapkan oleh berbagai institusi (yaitu organisasi profesi dan asosiasi rumah sakit) atas pemberian layanan kesehatan (treatment standard) pada berbagai situasi.



78



Di level rumah sakit di Indonesia, pembayaran layanan kesehatan menggunakan metode pembayaran prospektif. INA-CBGs adalah tingkat tarif harga yang ditetapkan oleh berbagai institusi (yaitu organisasi profesi dan asosiasi rumah sakit) atas pemberian layanan kesehatan (treatment standard) pada berbagai situasi. Tarif INA-CBGs dilandaskan pada tarif grup diagnosis yang menggunakaan sumber daya klinis tertentu. Pembayaran menggunakan metode ini tidak didasarkan pada layanan kesehatan yang diterima oleh pasien, tetapi oleh diagnosis dari pasien (Satibi, et.al., 2019). Penggunaan metode ini dianggap lebih efisien dibandingkan penggunaan pembayaran retrospective, seperti Feefor-Services (FFS).



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



5.3.4.2. Pembayaran Fasilitas Kesehatan Primer dengan Metode Kapitasi Metode pembayaran kapitasi adalah strategi umum yang digunakan pada Managed Care Organisation (MCO) untuk mengendalikan pengeluaran kesehatan. Pembayaran kapitasi mengontrol penggunaan dari sumber daya kesehatan dengan cara meletakkan tanggung jawab (risiko) finansial dari pemberian layanan kepada penyedia layanan kesehatan (dokter atau perawat). Ini karena dalam metode pembayaran kapitasi, penyedia layanan jasa kesehatan telah diberikan sejumlah anggaran tertentu sesuai dengan jumlah orang atau pasien yang telah ditentukan sebelumnya.



5.3.4.3. Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) atau Health Technology Assessment (HTA) adalah proses penilaian sistematik terhadap teknologi kesehatan dengan mengevaluasi efek langsung dan tidak langsung dari penggunaan teknologi kesehatan tersebut. Teknologi kesehatan dapat berupa semua jenis intervensi yang digunakan dalam bidang kedokteran/kesehatan guna tujuan promosi, prevensi, skrining, penegakan diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan jangka panjang. Teknologi kesehatan juga mencakup obat, bahan biologis, prosedur medis dan bedah, sistem penunjang, serta sistem organisasi dan manajerial. Kajian yang dilakukan terhadap teknologi kesehatan meliputi aspek karakteristik, keamanan, efikasi, efektivitas, aspek ekonomi dan aspek sosial, etika, legal, politis, dan agama (Permenkes no.51 tahun 2017).



Dalam era JKN sebagian besar pendapatan sudah ditentukan di depan dengan sistem reimbursement oleh BPJSKesehatan (perspektif rumah sakit).



PTK adalah bentuk pengendalian terhadap belanja kesehatan yang didorong oleh teknologi kesehatan. Institusi PTK yang bertugas untuk melakukan investigasi ilmiah akan memberikan infomasi kepada pengambil kebijakan terkait keputusan untuk mengadopsi teknologi kesehatan tertentu.



5.4. Implementasi Pengendalian Biaya Manajemen rumah sakit yang andal diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan cost-effective. Dengan demikian, rumah sakit mampu menghasilkan keuntungan yang menyejahterakan personel atau staf dan dapat melakukan ekspansi pelayanan. Dalam era JKN sebagian besar pendapatan sudah ditentukan di depan dengan sistem reimbursement oleh BPJS-Kesehatan (perspektif rumah sakit). Oleh karena itu, pengendalian biaya pelayanan merupakan sesuatu yang krusial untuk memastikan agar rumah sakit tetap menghasilkan keuntungan (Setyawan & Setyawan, 2016). Kesalahan yang sering dilakukan dalam pengendalian biaya pada layanan kesehatan adalah ketika manajer atau pimpinan layanan lebih berkonsentrasi kepada efisiensi dan bukan efektivitas. Empat hal berikut sebagai contohnya. Pertama rumah sakit melakukan



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



79



aktivitas dengan cara yang cepat dan bukan hal yang tepat. Kedua rumah sakit cenderung memecahkan masalah, tetapi tidak menghasilkan alternatif yang kreatif. Ketiga rumah sakit cenderung menjaga sumber daya dan bukan optimisasi pemanfaatan sumber daya. Empat rumah sakit menurunkan biaya, tetapi tidak meningkatkan surplus (Setyawan & Setyawan, 2016). Sebelum memahami beberapa strategi umum tersebut, sistem informasi akuntansi unit cost layanan di rumah sakit harus dipahami terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan terkait pengendalian biaya. Infomasi rinci terutama dibutuhkan perihal pemicu terjadinya biaya, yaitu kegiatan pelayanan. Informasi terkait harga pokok kegiatan pelayanan paling tidak harus mencakup empat hal berikut, (1) direct labour cost, (2) direct service cost, (3) direct material cost, dan (4) hospital overhead cost (Schwierz, 2016). Informasi tersebut dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam pengendalian biaya melalui proses penganggaran, analisis selisih, dan investigasi selisih.



5.4.1. Memperbaiki Pembiayaan Schwierz, C., pada 2016 mengatakan bahwa pengendalian biaya kesehatan di rumah sakit dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pembiayaan. Strategi yang dilakukan dengan menggunakan empat hal berikut. 1. Anggaran total. 2. Cost-sharing. 3. DRG-based payment, pembiayaan kemudian berbasis aktivitas atau berdasarkan kasus atau diagnosis pasien. 4. Sistem pembayaran penyedia layanan berbasis-kinerja.



5.4.2. Menurunkan Biaya Operasional Strategi pengendalian biaya juga dapat digunakan dengan melakukan penghematan atau menurunkan biaya operasional.



Strategi pengendalian biaya juga dapat digunakan dengan melakukan penghematan atau menurunkan biaya operasional. Strategi ini bisa dilakukan dengan pengurangan gaji, perbaikan kinerja staf melalui proses pemantauan, dan optimisasi belanja obat. Strategi lainnya mencakup hal berikut. 1. Optimisasi purchasing strategy untuk barang medis dan non-medis yang digunakan di rumah sakit. Kontrol dalam pembelian barang dan produk adalah salah satu strategi penting pengendalian biaya melalui penurunan harga dengan tetap memastikan mutu dengan cara membeli produk dan layanan yang inovatif. Proses pembelian yang lebih efisien juga mendorong proses inventaris yang lebih murah dan sederhana. 2. Peningkatan kinerja staf dan strategi staff-mix atau task-shifting. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada perawat untuk beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh dokter (untuk beberapa kualifikasi yang memungkinkan).



80



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Pengurangan biaya operasional di rumah sakit dapat juga dilakukan dengan optimisasi kinerja rumah sakit yang merupakan strategi pengendalian biaya jangka panjang.



5.4.3. Penerapan Lean Management di Rumah Sakit2 Gambar 5.2. Sumber Pemborosan di Sektor Kesehatan NEJM Catalyst. (2018). What is Lean Healthcare? Catalyst Carryover. Retrieved from https:// catalyst.nejm.org/doi/ full/10.1056/CAT.18.0193



Penggunaan konsep Lean Management dalam sektor kesehatan adalah untuk meminimalkan pemborosan dengan proses perbaikan yang berkelanjutan. Penggunaannya mampu mengurangi dan mengendalikan biaya sekaligus meningkatkan kepuasan pasien. Pada sektor kesehatan terdapat tujuh sumber utama pemborosan yang dapat dikurangi, yaitu sebagai berikut: 1. Waktu yang dihabiskan pasien atau personel untuk menunggu. Pengurangan waktu tunggu dengan menggunakan appointment waiting list merupakan salah satu cara untuk menghindarinya. 2. Kelebihan suplai dan persediaan obat yang belum dipakai. Minimalisasi inventoris dapat dilakukan untuk mencegah pemborosan. 3. Kegagalan proses atau sistem, kesalahan medis, dan kesalahan diagnosis. Ketiga hal tersebut juga dapat diklasifikasikan sebagai 2 NEJM Catalyst. (2018). What is Lean Healthcare? Catalyst Carryover. Retrieved from https://catalyst.nejm.org/doi/full/10.1056/CAT.18.0193



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



81



pemborosan. Perbaikan kualitas, peningkatan reimbursement rate, dan re-admission dapat dilakukan agar pemborosan tidak terjadi. 4. Perpindahan pasien, suplai, dan peralatan yang berlebihan. Khusus untuk perpindahan pasien harus memperhatikan dan meningkatkan Patient Flow. 5. Pergerakan karena kebutuhan berjalan jauh akibat desain bangunan yang buruk ataupun proses transfer pasien tidak ergonomis. Hal tersebut dapat dicegah sehingga terjadi penghematan waktu melalui pengurangan pergerakan. 6. Perawatan yang berlebihan, seperti redundansi perawatan, duplikasi tes, dan perpanjangan hari rawat inap yang tidak dibutuhkan. Rumah sakit perlu memaksimalkan sumber daya dengan meminimalkan produksi perawatan kesehatan yang berlebihan. 7. Over-processing, misalnya pasien melakukan tes yang tidak dibutuhkan, mengisi formulir yang berbeda untuk informasi yang sama, dan mengisi data di lebih dari satu sistem. Ketika waktu, tenaga, dan sumber daya dikeluarkan tidak dibarengi dengan penambahan kualitas pelayanan dan peningkatan hasil kesehatan pada pasien, proses tersebut dapat dieliminasi melalui Lean Management.



DUR adalah proses peninjauan secara terstruktur terhadap proses peresepan, pemberian, dan penggunaan obat.



5.4.4. Review di Level Layanan Kesehatan (Rumah Sakit) Utilization Review (UT) adalah strategi yang digunakan untuk mencegah pemberian layanan medis yang tidak tepat. Pemberi layanan kesehatan akan melakukan tinjauan terhadap perawatan pasien dari perspektif kebutuhan medis, kualitas layanan, ketepatan pengambilan keputusan, dan lama waktu rawat inap. Strategi lain yang bisa dilakukan adalah Drug Utilization Review (DUR) dan concurrent review. DUR adalah proses peninjauan secara terstruktur terhadap proses peresepan, pemberian, dan penggunaan obat, sedangkan concurrent review adalah program manajemen penggunaan layanan yang berbarengan dengan pemberian layanan. Hal tersebut biasa dilakukan oleh perawat untuk mengawasi ketepatan pelayanan dan kemajuan dari rencana kepulangan.



5.4.5. Reformasi Struktural pada Sektor Rumah Sakit Reformasi struktural di rumah sakit yang bertujuan untuk menahan laju biaya dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah mendorong praktik pengadaan barang yang tepat. Pengendalian biaya bisa dilakukan dengan peningkatan efisiensi



82



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



(yaitu procurement dan supply-chain management). Efisiensi proses pengadaan barang dapat memotong biaya administrasi dan transpotasi dan penghematan waktu.



5.4.6. Sistem Anggaran Rumah Sakit Berorientasi-kinerja Salah satu strategi dalam pengalokasian sumber daya rumah sakit dalam pengendalian kinerja pelayanan rumah sakit adalah sistem anggaran. Kebanyakan rumah sakit dengan keuangan publik masih mengandalkan sistem anggaran tradisional dalam perencanaannya.



Sistem anggaran rumah sakit berorientasikinerja (Performance Budgeting) adalah terobosan dari prinsip anggaran tradisional.



Sistem anggaran rumah sakit berorientasi-kinerja (Performance Budgeting) adalah terobosan dari prinsip anggaran tradisional. Walaupun ada kesulitan dalam menentukan tolak ukur, sistem anggaran ini dapat diandalkan dalam reformasi keuangan rumah sakit. Kelebihannya adalah dalam akuntabilitas keuangan rumah sakit.



5.4.7. Memperbaiki Keberlanjutan Layanan Kesehatan Upaya ini diharapkan akan mengurangi jumlah masuk rumah sakit (hospital admission). Layanan kesehatan berbasis-health outcome (value-based healthcare) adalah salah satu terobosan layanan kesehatan yang bertujuan untuk memastikan pemberian perawatan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan health outcome. Tercapainya kesehatan yang diinginkan akan mengurangi jumlah kunjungan rumah sakit, lama rawat inap, atau kebutuhan tindakan kesehatan.



5.4.8. Penguatan Layanan Kesehatan Primer dan Prosedur Gatekeeping Di Indonesia, layanan kesehatan primer secara umum merupakan tanggung jawab puskesmas dan praktik dokter umum (milik pemerintah ataupun swasta). Penguatan prosedur gate-keeping pada layanan primer dianggap mampu menahan penggunaan sumber daya kesehatan yang tidak diperlukan (Garrido, et.al., 2011).



5.4.9. Pengenalan Mekanisme Kompetisi Dalam ilmu ekonomi, pengenalan mekanisme kompetisi dianggap mampu menaikkan efektivitas dan kemudian menurunkan biaya. Namun, efektivitas penggunaan mekanisme ini dalam sektor kesehatan masih merupakan perdebatan (Garrido, et.al., 2011). Hal ini karena heterogeneity atau variasi dari tiap penyakit yang menyebabkan kompleksitas dari layanan kesehatan.



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



83



5.4.10. Penguatan Kerja Sama Swasta dan Pemerintah Public-Private Partnership (PPP) merupakan kolaborasi sektoral antara pemerintah dan swasta yang kemudian diharapkan mempu meningkatkan kapasitas, kualitas, dan jangkauan dari layanan kesehatan. PPP juga dianggap mampu untuk kemudian menciptakan model bisnis yang berkelanjutan (sustainable) dan mengedepankan inovasi (Parker, et.al., 2019).



5.4.11. Penguatan Kinerja e-Health



Biaya akan dapat dikendalikan terutama melalui perbaikan efisiensi klinis dari personel dan adopsi sistem informasi dan teknologi.



Penggunaan teknologi infomasi dan komunikasi pada sektor kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam banyak faktor. Banyak studi menunjukkan efektivitas (dan costeffectiveness) dari self-management support dan telemedicine. eHealth bukan hanya bermanfaat dalam mereformasi pemberian layanan kesehatan konvensional, melainan juga dapat berbentuk penguatan sistem informasi teknologi yang melingkupi proses administrasi, evaluasi kualitas, keuangan, pengadaan barang (procurement and supply-chain management), dokumentasi rekam medis, manajemen kasus dan pengaturan booking/ appointment). Selain itu, penggunaan e-Health dapat memperkuat peluang self-care, self-management, dan partisipasi pasien. Hal tersebut kemudian akan berimplikasi atas penurunan penggunaan sumber daya kesehatan dan diharapkan menurunkan belanja kesehatan secara umum (Ossebaard & Van Gemert-Pijnen, 2016). Secara umum, biaya dapat dikendalikan di level layanan kesehatan dengan melakukan kendali terhadap adopsi teknologi baru dan kendali terhadap biaya yang berhubungan dengan rawat inap. Biaya akan dapat dikendalikan terutama melalui perbaikan efisiensi klinis dari personel dan adopsi sistem informasi dan teknologi (Information and Technology System).



5.5. Membangun Kesadaran Biaya Secara umum kesadaran biaya didefinisikan sebagai pengetahuan atau pertimbangan yang dimiliki oleh penyedia atau personel layanan kesehatan tentang perbandingan atas biaya ataupun konsekuensi ekonomi dari tindakan atau produk kesehatan yang diberikan. Dalam sektor kesehatan, penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab hampir terhadap seluruh konsumsi pelayanan dan produk medis. Oleh karena itu, mereka memainkan peran penting dalam strategi pengendalian biaya kesehatan (Hernu, et.al., 2015). Kepahaman karyawan dalam cara keja dan jenis pekerjaan akan meningkatkan kirnerja dan meminimalkan kesalahan dalam pekerjaan. Hal tersebut merupakan salah satu sumber pemborosan dalam layanan kesehatan.



84



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Mengenalkan dan menerapkan konsep kesadaran biaya dalam praktik kerja sehari-sehari dalam sistem pelayanan rumah sakit adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari untuk dapat mengendalikan biaya. Prinsip tersebut seharusnya dimulai dari seluruh karyawan atau personel dan penyedia layanan kesehatan. Mereka memiliki budaya sadar biaya yang diikuti dengan evaluasi rutin. Kesadaran akan biaya adalah suatu sikap yang membutuhkan pengetahuan yang cukup terkait biaya produk dan layanan kesehatan. Studi terkait kesadaran biaya yang sebelumnya dilakukan di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa dokter tidak memiliki pemahaman mengenai biaya obat, tes laboratorim, dan modalitas imaging. Untuk mendukung perubahan sikap sadar biaya paling tidak ada lima strategi yang dapat diterapkan yaitu: 1. Menyediakan informasi yang lebih baik, terpercaya, mudah diakses, dan up-to-date. 2. Melaksanakan pelatihan khusus terkait-biaya. 3. Memastikan bahwa pelayanan harus selalu mengacu pada Standard Operating Procedures (SOP) yang telah ditetapkan oleh RS sebelumnya, termasuk pemakaian bahan pakai habis, obat, dan bahan lainnya; 4. Melaksanakan proses pencatatan, evaluasi, dan pelaporan secara berkelanjutan. 5. Melakukan post-delivery audit pada setiap pelayanan dengan memaparkan hasil proses pelayanan.



5.6. Aplikasi dan Contoh 5.6.1. Pengendalian Biaya di Puskesmas3 Dana di Puskesmas bersumber dari pemerintah pusat (APBN dan BOK), pemerintah daerah (APBD), dan asuransi kesehatan nasional (JKN kapitasi dan non-kapitasi). Pengelolaan keuangan puskesmas mengacu pada peraturan pengelolaan keuangan daerah dan aturan setiap sumber. Pemanfaatan dana BOK harus berdasarkan hasil perencanaan yang disepakati dalam Lokakarya Mini Puskesmas dengan satuan biaya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati atau Walikota. Penggunaan dana APBD didasarkan pada aturan di daerah masingmasing, tetapi umumnya dana disalurkan untuk belanja pegawai (honor PNS dan non-PNS), belanja barang atau jasa (utility, seperti listrik, air, telepon, dan internet), ATK, bahan bakar, dan pemeliharaan alat atau gedung, dan belanja modal (capital expenditure) diperuntukkan untuk pembelian alat kesehatan atau non-alkes. Sementara itu, penerimaan dari JKN (asuransi kesehatan) adalah dengan metode kapitasi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya;



Penerimaan dari JKN (asuransi kesehatan) adalah dengan metode kapitasi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.



3 Widiastuti, I., Wati, R., Puspito, H., Winarsa, N., & Agustin, W. E. (2018). Manajemen Keuangan dan Anggara Kesehatan Penganggaran di Puskesmas.



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



85



60% untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan 40% untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Kepala Puskesmas memiliki peranan sentral dalam pemantauan dan pengendalian terhadap penggunaan anggaran untuk pelayanan kesehatan. Komponen perencanaan awal, target kinerja, dan laporal realisasi kinerja keuangan merupakan alat penting dalam evaluasi pengendalian anggaran di Puskesmas. Alat utama yang digunakan dalam pengendalian anggaran di puskesmas adalah Indikator Kinerja Utama (IKU) dan indikator Standar Pelayanan Minimum ( SPM) sebagai benchmark atas akuntabilitas dan kualitas penggunaan anggaran.



5.6.2. Penggendalian Anggaran dalam Tindakan Sectio Caesarea di Rumah Sakit A4 Sistem pembayaran prospektif dengan paket tarif INA-CBGs dari BPJS digunakan di rumah sakit untuk pembayaran pelayanan kesehatan yang juga bertujuan untuk upaya kendali biaya. Studi di atas menilik efek dari kendali biaya INA-CBGs pada Tindakan SC di sebuah RS pemerintah A. Dalam upaya kendali biaya, RS A membentuk tim pengendali JKN yang merupakan organisasi khusus untuk mengelola pasien BPJS dengan tujuan kendali mutu dan biaya dalam pelayanan. Kendali biaya dilakukan dengan beberapa strategi seperti standardisasi obat, penerapan Clinical Pathway (CP) dan perhitungan biaya satuan menggunakan metode activity-based costing. Walaupun mayoritas biaya kesehatan menurun dengan penggunaan metode INA-CBGs, SC merupakan salah satu tindakan kesehatan yang nilai klaimnya melebihi tarif INA-CBGs di RS A. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain (1) penggunaan obat di luar paket SC, (2) suboptimalnya pelaksanaan prosedur SC sesuai dengan CP, (3) rendahnya perilaku sadar biaya dokter atas keputusan klinis yang diambil.



Indonesia sebagai suatu negara dengan sistem kesehatan berbasis-asuransi akan sangat membutuhkan strategi pengendalian biaya kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan.



5.7. Simpulan Indonesia sebagai suatu negara dengan sistem kesehatan berbasisasuransi akan sangat membutuhkan strategi pengendalian biaya kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan. Pengendalian biaya kesehatan sangat membutuhkan informasi akurat terkait biaya satuan layanan dan tindakan kesehatan untuk dapat melakukan pengambilan keputusan terkait pengendalian biaya. Tujuan utama dari strategi atau upaya pengendalian biaya pada sektor kesehatan adalah menurunkan atau mengurangi pengeluaran ataupun menahan laju pertumbuhan belanja atau unit biaya layanan kesehatan (unit cost) sampai pada titik yang cost-effective. 4 Istianisa, N., & Oktamianti, P. (2017). Analisis Penerapan Cost Containment pada Kasus Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(4). https://doi.org/10.7454/eki.v1i4.1800



86



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Daftar Pustaka Barber, S. L., Lorenzoni, L., & Ong, P. (2019). Price Setting and Price Regulation In Health Care Lessons for Advancing Universal Health Coverage. UK: WHO. Barer, M. L., Lomas, J., & Sanmartin, C. (1996). Re-minding Our Ps and Qs: Medical Cost Controls in Canada. Health Affairs, 15(2). https://doi.org/10.1377/hlthaff.15.2.216 Garrido, M. V., Zentner, A., & Busse, R. (2011). The Effects of Gatekeeping: A Systematic Review of The Literature. Scandinavian Journal of Primary Health Care, 29(1), 28–38. https://doi.org/10.3109/02813432.2010.537015 Garrido, M. V., Zentner, A., & Busse, R. (2011). The Effects of Gatekeeping: A Systematic Review of The Literature. Scandinavian Journal of Primary Health Care, 29(1), 28–38. https://doi.org/10.3109/02813432.2010.537015 Hernu, R., Cour, M., de la Salle, S., Robert, D., & Argaud, L. (2015). Cost Awareness of Physicians in Intensive Care Units: A Multicentric National Study. Intensive Care Medicine, 41(8), 1402–1410. https://doi.org/10.1007/s00134-015-3859-1 Istianisa, N., & Oktamianti, P. (2017). Analisis Penerapan Cost Containment pada Kasus Sectio Caesarea dengan Jaminan BPJS di RS Pemerintah XY di Kota Bogor Tahun 2016. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(4). https://doi.org/10.7454/eki.v1i4.1800 Kementerian Kesehatan Republik Indoneis (2017). Peraturan Menteri Kesehatan nomor 51 tahun 2017 tentang Pedoman Penilaian Teknologi Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Langenbrunner, J. (2015). Case-Based Payment Systems for Hospital Funding in Asia: An Investigation of Current Status and Future Directions. Comparative Country Studies (Vol. 1). Retrieved from http://origin.wpro.who.int/entity/asia_pacific_observatory/ country_comparative_studies/who_apo_drg.pdf#page=110 MacKinnon, N., & Kumar, R. (2001). Prior Authorization Programs: A Critical Review of the Literature. Journal of Managed Care Pharmacy, 7(4), 297–303. https://doi.org/10.18553/ jmcp.2001.7.4.297 McGuire, A., Henderson, J., & Mooney, G. (2005). The Economics of Health Care: An Introductory Text. Economics of Health Care. https://doi.org/10.4324/9780203980293 NEJM Catalyst. (2018). What is Lean Healthcare? Catalyst Carryover. Retrieved from https://catalyst.nejm.org/doi/full/10.1056/ CAT.18.0193 Ossebaard, H. C., & Van Gemert-Pijnen, L. (2016). eHealth and Quality in Health Care: Implementation Time. International Journal for Quality in Health Care, 28(3), 415–419. https://doi.org/10.1093/ intqhc/mzw032



PENG EN DA L IA N BIAYA (COST CON TAIN M E N T) L AYA N A N KESEHATA N



87



Parker, L. A., Zaragoza, G. A., & Hernández-Aguado, I. (2019). Promoting Population Health with Public-Private Partnerships: Where’s The Evidence? BMC Public Health, 19(1), 1438. https://doi.org/10.1186/s12889-019-7765-2 Qingyue, M., Liying, J., & Beibei, Y. (2011). Cost-sharing Mechanisms in Health Insurance Schemes : A Systematic Review. The Alliance for Health Policy and Systems Research, WHO, 1–76. Rapoport, J., Jacobs, P., & Jonsson, E. (2008). Cost Containment and Efficiency in National Health Systems: A Global Comparison. Retrieved from https://www.wiley.com/enus/ iency+in+National+Health+Systems%3A+A+Global+ Comparison-p-9783527622955 Raulinajtys-Grzybek, M. (2014, December 1). Cost Accounting Models Used For Price-Setting of Health Services: An International Review. Health Policy. Elsevier Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2014.07.007 Satibi, S., Andayani, T. M., Endarti, D., Suwantara, I. P. T., Wintariani, N. P., & Agustini, N. P. D. (2019). Comparison of Real Cost Versus the Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) Tariff Rates among Patients of High-incidence Cancers under The National Health Insurance Scheme. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 20(1), 117–122. https://doi. org/10.31557/APJCP.2019.20.1.117 Schwierz, C. (2016). Cost-Containment Policies in Hospital Expenditure in the European Union (Vol. 037). https://doi. org/10.2765/253237 Setyawan, J., & Setyawan, D. F. (2016). Sistem Manajemen Rumah Sakit. Stadhouders, N., Kruse, F., Tanke, M., Koolman, X., & Jeurissen, P. (2019, January 1). Effective Healthcare Cost-Containment Policies: A Systematic Review. Health Policy. Elsevier Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2018.10.015 Stadhouders, N., Kruse, F., Tanke, M., Koolman, X., & Jeurissen, P. (2019, January 1). Effective Healthcare Cost-Containment Policies: A Systematic Review. Health Policy. Elsevier Ireland Ltd. https://doi.org/10.1016/j.healthpol.2018.10.015 Widiastuti, I., Wati, R., Puspito, H., Winarsa, N., & Agustin, W. E. (2018). Manajemen Keuangan dan Anggaran Kesehatan Penganggaran di Puskesmas. Wolfe, P. R., & Moran, D. W. (1993). Global Budgeting in the OECD Countries. Health Care Financing Review. Centers for Medicare and Medicaid Services. Retrieved from /pmc/ articles/PMC4193373/?report=abstract



88



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Glosarium Acceptance pricing



:



teknik yang digunakan apabila di pasar terdapat satu rumah sakit yang dianggap sebagai patokan harga



Akuntansi



:



sistem untuk menghasilkan informasi keuangan



Akuntansi biaya



:



proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu, serta penafsirannya



Akuntansi keuangan



:



aktivitas yang melibatkan pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan komunikasi transaksi ekonomi yang terjadi pada organisasi layanan kesehatan. Informasi yang dihasilkan pada aktivitas tersebut kemudian diringkas dan disajikan dalam satu set laporan keuangan



Analisis biaya



:



analisis break even point yang dapat digunakan untuk menentukan volume yang diperlukan untuk mencapai laba, harga yang perlu ditetapkan di layanan, dan biaya yang harus dikeluarkan



Beban



:



pengorbanan ekonomis yang dikeluarkan oleh perusahaan pada suatu periode tertentu



Biaya



:



seluruh pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk berupa pelayanan kesehatan atau kegiatan program untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang diukur dalam nilai moneter



Biaya investasi



:



biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang modal yang pemanfaatannya dapat berlangsung selama lebih dari satu tahun



Biaya operasional



:



biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan produksi pelayanan di fasilitas kesehatan yang memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun atau kurang)



Biaya overhead



:



pengeluaran tambahan yang tidak berkaitan langsung dengan proses bisnis atau produksi yang dilakukan



Biaya pemeliharaan



:



biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi dari barang modal sesuai dengan umur atau usia keekonomiannya



Concurrent review



:



program manajemen penggunaan layanan yang berbarengan dengan pemberian layanan.



Cost-Based Pricing



:



penetapan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan ditambah dengan markup



Cost-sharing (copayment)



:



metode penting yang memengaruhi penggunaan layanan kesehatan dan juga beban finansial dari peseta tertanggung



DUR



:



proses peninjauan secara terstruktur terhadap proses peresepan, pemberian, dan penggunaan obat



Ekuitas



:



modal dari usaha rumah sakit



Fair value



:



nilai aset sebagai nilai saat ini



Full-cost pricing



:



tarif yang ditetapkan sesuai dengan biaya satuan ditambahkan dengan keuntungan



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



89



90



Harga transfer



:



harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran internal antar-unit untuk mencatat pendapatan unit yang menjual jasa dan biaya dari unit yang menjual jasa



Health services



:



penyedia layanan kesehatan, terutama untuk pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif), juga preventif dan promotif



Jurnal



:



hasil pecatatan transaksi secara kronologis



Kewajiban



:



utang dari rumah sakit yang harus dibayarkan kepada pihak lain



Klinik



:



fasilitas medis dan spesialistik yang diselenggarakan untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Perseorangan



Managed care



:



industri yang mencakup pemeliharaan kesehatan (Health Maintenance Organization)



Manajemen



:



proses mengoordinasikan dan mengintegrasikan sumber daya manusia (SDM), sumber daya teknis, dan sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan tertentu



Manajemen keuangan



:



seni untuk mengelola sumber daya keuangan suatu organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan sehingga dapat mencapai tujuan organisasi



Medical equipment and supplies



:



industri pembuat peralatan medis tahan lama (durable medical equipment) serta bahan medis habis pakai (expendable medical supplies)



Metode ABC



:



sistem akuntansi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan aktivitas per unit kerja



Metode bottom-up



:



proses perhitungan yang dimulai sejak pencatatan transaksi



Metode top-down



:



proses penghitungan biaya per unit kerja yang dilakukan dengan mengalokasikan nilai total biaya setiap sumber daya berdasarkan cost drivers setiap pos aktivitas



Nilai moneter



:



pencatatan aktivitas akuntansi yang hanya melibatkan pencatatan yang bernilai moneter



Not-for-profit



:



organisasi yang tidak memiliki orientasi pada profit atau sukarela



Objek biaya



:



produk, pelanggan, departemen, program dan sebagainya yang menghasilkan biaya



Pemulihan biaya



:



kemampuan suatu sarana pelayanan kesehatan menutup biayanya dengan penerimaan yang didapatkan



Pendapatan



:



penghasilan perusahaan yang diperoleh pada suatu periode tertentu



Penetration pricing



:



pemberian harga yang serendah mungkin sehingga mendekati harga produksi



Pengorganisasian



:



fungsi manajemen yang melibatkan pengembangan struktur organisasi dan alokasi sumber daya manusia untuk memastikan pencapaian rencana keuangan yang telah disusun



Pharmaceuticals and biotechnology



:



industri yang meneliti, mengembangkan, dan memproduksi obat dan barang farmasi lainnya



Price skimming



:



penetapan harga yang lebih tinggi pada saat produk pertama kali diperkenalkan



Profitabilitas



:



hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan manajerial



Public-Private Partnership (PPP)



:



kolaborasi sektoral antara pemerintah dan swasta yang kemudian diharapkan mempu meningkatkan kapasitas, kualitas, dan jangkauan dari layanan kesehatan



Pusat biaya



:



unit kerja yang memerlukan biaya untuk menjalankan misi yang diembannya



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Puskesmas



:



fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya



Rumah sakit



:



institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat



SAK



:



format dalam penyusunan laporan keuangan dan menjadi standar baku dalam penyajian informasi keuangan



Target costing-pricing



:



strategi pembentukan biaya berdasarkan harga yang ingin dibayar oleh konsumen atau pasien



Tarif



:



nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai uang tersebut suatu rumah sakit bersedia memberikan jasa kepada pasien



TIE



:



indikator sejauh mana pendapatan dapat menurun sebelum kurang dari biaya bunga tahunan



Transaksi



:



peristiwa ekonomi yang terjadi dengan melibatkan pertukaran atas nilai mata uang atau barang



Utilization Review (UT)



:



strategi yang digunakan untuk mencegah pemberian layanan medis yang tidak tepat



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



91



92



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



Tentang Penulis



Nur Afni Panjaitan, S.E., M.E. Alumnus Universitas Padjadjaran Bandung ini adalah adalah peneliti di PT Rumah Riset Presisi Indonesia. Nur telah terlibat dalam berbagai topik riset ekonomi kesehatan, perdagangan internasional sektor jasa, dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dr. Dra. Chriswardani Suryawati. M.Kes. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Program Studi S3 Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Saat ini mengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro di Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) dan menekuni Ilmu Ekonomi Kesehatan, Jaminan Kesehatan dan Manajemen Layanan Kesehatan khususnya perumahsakitan. Puji Harto, SE, Akt, M.Si, Ph.D. Dosen tetap pada Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang sejak tahun 2001. Fokus riset Puji adalah Akuntansi Keuangan, Reporting dan Disclosure serta Tata kelola Perusahaan. Saat ini menjabat sebagai Ketua Badan Pengelola Satuan Usaha (BPSU) UNDIP. Sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP. Selain aktif di kampus, Puji juga pernah terlibat dalam beberapa proyek konsultansi di instansi pemerintah dan beberapa NGOs, baik di dalam maupun di luar negeri. Donny Hardiawan S.E., M.E. Lulus dari Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Padjadjaran pada tahun 2012 dan Magister Ekonomi Terapan Universitas Padjadjaran pada tahun 2017. Saat ini Donny bekerja sebagai peneliti di Center for Economics and Development Studies dan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Puguh Priyo Widodo, Amd., R.M.I.K., S.Si., S.K.M., M.M.R.S., A.A.A.K. Dosen dan praktisi manajemen rumah sakit. Saat ini bekerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Lulus dari Fakultas MIPA UM, dengan gelar sarjana sains, Perekam Medis dan Informasi Kesehatan dari STIA Malang, Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Brawijaya, dan Kesehatan Masyarkat IIK Strada Indonesia. Jorghi Vadra, S.E. Alumnus Fakultas Ekjonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran. Saat ini bekerja sebagai asisten peneliti di Pusat Studi Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran. Jorghi banyak terlibat dalam studi ekonomi kesehatan, seperti analisis biaya penanggulangan HIV di Kota Bandung, survival analysis pasien HIV di RSHS Bandung dan pemantauan kondisi psikososial masyarakat pada masa pandemi COVID-19.



M ANAJEM EN KEUA N GA N DA N A KUN TA N SI DA L A M EKON OMI KESEHATA N



93



Rabiah al Adawiyah, dr., M.Ms. Rabiah adalah alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dan Karolinska Institute, Swedia. Saat ini sedang menyelesaikan Pendidikan S3 di Kirby Institute, University of New South Wales (UNSW) dengan topik riset di bidang pelayanan HIV dan sifilis pada ibu hamil di Indonesia. Rabiah meminati riset di bidang “economies of scale”, “health inequality”, perhitungan biaya dan efisiensi dalam pelayanan kesehatan dan evaluasi kebijakan. Anedya Niedar, dr., AAK. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Anedya adalah dokter dan ahli asuransi kesehatan. Anedya telah bekerja selama lebih dari 7 tahun sebagai dokter umum fungsional dan struktural di berbagai rumah sakit swasta dan rumah sakit milik BUMN.



94



M A N A J E M EN KEUANGAN DAN AKUNTANS I DA L A M EKON OMI KESEHATA N



SERI EKONOMI KESEHATAN



Buku I PENGANTAR EKONOMI KESEHATAN



Buku II PEMBIAYAAN KESEHATAN: KONSEP DAN BEST PRACTICES DI INDONESIA



Abdillah Ahsan, dkk.



SERI EKONOMI KESEHATAN



Ackhmad Afflazir, dkk.



BELANJA KESEHATAN STRATEGIS



KONSEP DAN BEST PRACTICES DI INDONESIA



Buku IV EVALUASI EKONOMI DAN PENILAIAN TEKNOLOGI KESEHATAN: KONSEP DAN BEST PRACTICES DI INDONESIA Ayunda Dewi Jayanti Jilan Putri, dkk. EVALUASI EKONOMI DAN PENILAIAN TEKNOLOGI KESEHATAN KONSEP DAN BEST PRACTICES TERBAIK DI INDONESIA



SERI IV



BUKU III



KONSEP DAN BEST PRACTICES DI INDONESIA



SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN



Buku III BELANJA KESEHATAN STRATEGIS: KONSEP DAN BEST PRACTICES DI INDONESIA SERI EKONOMI KESEHATAN



PEMBIAYAAN KESEHATAN



BUKU II



PENGANTAR EKONOMI KESEHATAN



BUKU I



SERI EKONOMI KESEHATAN



Adiatma YM Siregar, dkk.



Buku VI MANAJEMEN KEUANGAN DAN AKUNTANSI DALAM EKONOMI KESEHATAN Anedya Niedar, dkk.



MANAJEMEN KEUANGAN DAN AKUNTANSI DALAM EKONOMI KESEHATAN



BUKU VI



AKUN KESEHATAN NASIONAL



SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN



Prastuti Soewondo, dkk.



BUKU V



SERIAL MODUL EKONOMI KESEHATAN



Buku V AKUN KESEHATAN NASIONAL



ISBN 978-623-301-250-8 United States Agency for International Development (USAID) Jalan Medan Merdeka Selatan No. 3-5 Jakarta Pusat 10110



Kementerian Kesehatan Republik Indonesia



Jalan H. R. Rasuna Said No. Kav 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan, 12950