Materi Sejarah Kelas X [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Materi Sejarah Kelas X SEMESTER GANJIL BAB I. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam konteks masa lalu mengacu pada pohon silsilah. Dalam hal ini arti sejarah itu hanya mengacu pada masalah asal usul atau keturunan seseorang. Kata Sejarah yang lebih dekat dengan pengertian, terkandung dalam bahasa Yunani yaitu Historia yang berarti Ilmu atau Orang pandai. Sedangkan dalam bahasa Inggris, History yaitu masa lampau umat manusia dan dalam bahasa Jerman, Geschichte yaitu sesuatu yang telah terjadi. Beberapa definisi sejarah menurut para ahli : 1. JV. Briche, sejarah adalah : “ It is the record of what man has thought,said and done “. 2. Patrick Gardiner, mengatakan : “ History is the study of what human beings have done“. 3. Moh. Yamin, mengatakan bahwa : sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwayang dapat dibuktikan dengan kenyataan. 4. Koentowidjojo : Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu tentang apa yang dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami manusia 5. Sartono Kartidirdjo : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau Sejarah adalah berbagai b 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau



Kesimpulan : Sejarah merupakan rangkaian peristiwa masa lampau yang menyangkut kehidupan manusia setelah mengenal tulisan, sedangkan Ilmu Sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk manusia pada masa lampau setelah mengenal tulisan. 2. SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH, ILMU DAN SENI



Sejarah sebagai peristiwa berarti bahwa kejadian itu pernah ada dan benar-benar terjadi serta bisa dibuktikan secara ilmiah. Sedangkan sejarah sebagai Kisah, selain peristiwa itu ada, juga bisa dikisahkan atau bisa diceritakan kembali. Sejarah sebagai ilmu bahwa sejarah menggunakan metode analitis yaitu hasilnya harus dapat diverifikasi dan dapat disetujui atau ditolak oleh para ahli. Sementara sejarah sebagai seni mengandung arti bahwa dalam penyajian dari hasil penyelidikan itu disusun dalam suatu rangka tertentu sehingga dapat menarik perhatian orang dan dapat mempengaruhi sikap jiwanya. 3. PERIODISASI DAN KRONOLOGI Periodisasi adalah penentuan pemenggalan kurun waktu yang akan diteliti dan didasarkan pada alasan-alasan tertentu yang rasionall dan ilmiah yang erat kaitannya dengan permasalahan yang hendak diteliti. Periodisasi Sejarah Indonesia yang lazim dipakai adalah : 1. Jaman Prasejarah, membicarakan kehidupan manusia purba sebelum adanya tulisan. 2. Jaman Kuno, membicarakan masa perkembangan agama dan kebudayaan Hindu-Budha. 3. Jaman modern, yang berlangsung sejak masa perkembangan islam di Indonesia hingga kini. Kronologi merupakan urutan waktu yang tersusun sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. 4. KEGUNAAN SEJARAH Secara sederhana, Louis Gotschalk membagi kegunaan sejarah dalam 4 bagian yaitu : 1. Rekreatif, artinya dengan membaca atau mempelajari sejarah, kita seolah-olah dibawa berpetualang menembus dimensi ruang dan waktu. Tanpa beranjak dari tempat, kita dibawa oleh sejarah untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa yang jauh dari kita yang mungkin saja kita tidak tahu tempatnya atau kita tidak pernah ikut menyaksikan kejadian tersebut. 2. Inspiratif, dalam hal ini suatu karya sejarah dapat memberikan inspirasi kepada para pembacanya atau yang mempelajarinya. 3. Instruktif, bermaksud memberikan pelajaran mengenai suatu keterampilan atau pengetahuan ( pengajaran ) tertentu misalnya pengetahuan tentang taktik perang. 4. Edukatif, berguna untuk mendapatkan kearifan dari masa lampau untuk melangkah ke masa depan. Contoh adanya slogan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Menurut Travelyan belajar sejarah mempunyai 3 kegunaan antara lain : a. Ilmiah yaitu berupa pengumpulan fakta dan penyaringan bukti. b. Imajinatif yaitu menyeleksi dan mengkategorikan fakta yang telah dikumpulkan dan mengambil satu kesimpulan c. Sastra yaitu penyajian hasil ilmu dan daya angan dalam bentuk yang menarik. BAB II. DASAR-DASAR PENELITIAN SEJARAH



1. LANGKAH-LANGKAH DALAM PENELITIAN SEJARAH 1. Heuristik Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan upaya mencari dan menemukan data-data mentah yang sesuai dengan tujuan dari penelitian. 2. Verifikasi Dalam hal ini, peneliti melakukan penyeleksian data yang ditemukannya melalui proses pengujian terhadap data-data tersebut, baik dari segi materi maupun isinya. Setelah data tersebut telah teruji kebenarannya maka akan dinilai apakah data-data tersebut relevan/sesuai dengan permasalahan yang hendak ditulis. Data yang telah teruji kebenarannya akan menjadi fakta sejarah. 3. Interpretasi Adalah proses penafsiran dan merangkaikan unsur-unsur yang telah diperoleh dari tahap-tahap sebelumnya dengan tujuan untuk memperoleh kumpulan fakta yang memiliki arti dan menjadi dasar argumentasi/pendapat dari penulis sejarah. 4. Historiografi Yaitu proses penulisan sejarah yang bertolak dari fakta-fakta yang telah teruji kebenarannya. 2. SUMBER, BUKTI DAN FAKTA SEJARAH 1. SUMBER SEJARAH Louis Gotschalk membagi sumber sejarah menjadi dua bagian yaitu sumber Primer merupakan kesaksian dari seorang saksi dengan mata dan kepalanya sendiri. Dan Sumber Sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi pandangan mata atau yang tidak melihat secara langsung kejadian tersebut. Sementara itu Nugroho Notosusanto membagi sumber sejarah dalam 3 kategori yaitu : a. Sumber Tertulis merupakan sumber yang diperoleh dari peninggalan tertulis seperti : Prasasti, Babad, Kronik, Dokumen, Arsip, Naskah dan Rekaman b. Sumber lisan merupakan keterangan langsung dari pelaku atau saksi dari suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. c. Sumber benda merupakan sumber yang diperoleh dari peninggalan purbakala seperti : candi, alat-alat, senjata, keraton, gua-gua dsb. 2. BUKTI SEJARAH Merupakan segala peninggalan yang berkaitan dengan aktivitas manusia di masa lampau yang mungkin saja peninggalan itu masih dipergunakan oleh manusia pada masa kini. Contoh, istana kepresidenan dan teks proklamasi. 3. FAKTA SEJARAH Merupakan data sejarah yang sudah diverifikasi dan diinterpretasikan oleh sejarawan kemudian dijadikan dalil, argumentasi atau dasar pemikiran untuk menulis sejarah.



3. PRINSIP-PRINSIP DALAM PENELITIAN SEJARAH LISAN 1. SUMBER BERITA DARI PELAKU SEJARAH Pelaku sejarah merupakan tokoh yang secara langsung mengalami suatu peristiwa yang terjadi namun perlu diingat bahwa keterangan para pelaku kadang bersifat subyektif karena keterangan tersebut benar menurut pelaku sendiri. 2. SUMBER BERITA DARI SAKSI SEJARAH Saksi sejarah merupakan orang yang pernah melihat atau menyaksikan terjadinya suatu peristiwa dan bukan pelaku sejarah. 3. TEMPAT PERISTIWA SEJARAH Untuk menentukan tempat atau lokasi peristiwa yang terjadi pada masa lampau diperlukan penafsiran-penafsiran yang matang, misalnya menentukan pusat pemerintahan Kerajaan Bima. 4. LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERISTIWA SEJARAH Latar belakang terjadinya suatu peristiwa menjadi penentu utama munculnya suatu peristiwa sejarah. Tanpa adanya latar belakang tidak mungkin terjadi peristiwa sejarah. Misalnya, terbunuhnya pangeran Frans Ferdinand menjadi latar belakang terjadinya Perang Dunia I. 5. PENGARUH DAN AKIBAT DARI PERISTIWA SEJARAH Suatu peristiwa sejarah akan memberikan pengaruh dan akibat yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat jika peristiwa itu memang dicita-citakan oleh masyarakat yang bersangkutan, misalnya Proklamasi kemerdekaan Indonesia dan peristiwa jatuh bangunnnya kabinet di Indonesia. BAB III. TRADISI SEJARAH DALAM MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA AKSARA DAN MASA AKSARA A. TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA MASA PRA AKSARA 1. CARA MASYARAKAT MEWARISKAN MASA LALUNYA Dua cara untuk mewariskan masa lalu pada masyarakat yang belum mengenal tulisan ( Pra aksara ) yaitu : a. Melalui keluarga Keluarga memiliki peranan yang penting dalam proses pewarisan budaya masa lalu karena kesempatan berinteraksi dalam keluarga lebih besar sehingga



memudahkan orang tua menanamkan ide-ide dan menyampaikan informasi mengenai tatacara berprilaku dan adat istiadat serta kebiasaan keluarga yang benar pada anak. b. Melalui Masyarakat Masyarakat secara langsung atau tidak langsung memiliki cara tersendiri dalam mewariskan masa lalunya yaitu, yaitu melalui adat istiadat, pertunjukan hiburan dan kepercayaan masyarakat. 2. TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA SEBELUM MENGENAL TULISAN a. Sistem kepercayaan b. Sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial c. Sistem mata pencaharian d. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup ( teknologi ) e. Sistem Bahasa f. Sistem kesenian g. Ilmu Pengetahuan 3. JEJAK SEJARAH INDONESIA a. Folklore Folklore merupakan adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun dan tidak dibukukan. Folklore Lisan : bahasa rakyat, teka-teki, puisi, cerita rakyat, Nyanyian rakyat. Folklore bukan lisan : Arsitektur rakyat, kerajinan tangan, pakaian, obat-obatan tradisional, perhiasan dsb. b. Mitologi Ilmu Kesusasteraan tentang dongeng kehidupan para dewa dan mahluk halus dalam suatu kebudayaan juga menceritakan tentang asal usul alam semesta, manusia dan bangsa yang diungkap secara ghaib. c. Legenda Merupakan cerita rakyat pada masa lampau yang masih memiliki hubungan dengan peristiwa sejarah. d. Upacara Merupakan rangkaian kegiatan yang terikat oleh aturan tertentu berdasarkan adat istiadat dan agama ( kepercayaan ). e. Lagu daerah Merupakan lagu yang menggunakan bahasa daerah. B. TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA MASA AKSARA 1. PERKEMBANGAN SEJARAH INDONESIA SETELAH MENGENAL TULISAN a. Bidang politik ( Pemerintahan ) Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha sistem pemerintahan di Indonesia di pegang oleh kepala suku yang memerintah kelompok sukunya. Setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha maka pemerintahan kepala suku diubah menjadi pemerintahan yang berbentuk kerajaan yang dipegang oleh raja secara turun temurun. b. Bidang sosial



Sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha masyarakat Indonesia telah hidup teratur yang ditandai dengan kehidupan gotong royong. c. Bidang Budaya Sebelum orang-orang India datang ke Indonesia, masyarakat kita telah memiliki dasar kehidupan sendiri yang cukup tinggi ( kebudayaan asli ) dan terus berkembang secara terus menerus. Setelah masuknya kebudayaan Hindu-Budha maka terjadilah perkembangan kebudayaan Indonesia seperti : 1. Tulisan Pallawa dan bahasa Sanskerta 2. Seni bangunan 3. Seni Rupa/lukis 4. Seni sastra 5. Kalender d. Bidang Keagamaan Kepercayaan asli bangsa kita yaitu pemujaan terhadap Roh-roh leluhur/nenek moyang ( Animisme ) dan benda-benda ( Dinamisme ). Setelah masuknya orang-orang India yang membawa kebudayaan Hindu dan Budha maka masyarakat kitapun mengenal agama tersebut tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya. 2. REKAMAN TERTULIS DALAM TRADISI SEJARAH a. Prasasti Merupakan rekaman tertulis yang menceritakan masa lampau yang pembuatannya berdasarkan perintah raja. b. Kitab Merupakan karya sastra para pujangga yang dijadikan petunjuk untuk menyingkap sebuah peristiwa sejarah yang muncul pada jaman Hindu Budha maupun Islam. c. Dokumen Merupakan surat berharga yang ditulis atau dicetak sehingga dapat dipakai untuk sebuah bukti atau keterangan. 3. PERKEMBANGAN PENULISAN SEJARAH DI INDONESIA a. Masa Hindu – Budha dan islam Penulisan sejarah pada masa ini bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja. Tujuannya agar generasi penerus mengetahui bahwa ada suatu peristiwa penting pada masa itu. b. Masa Kolonial Penulisan sejarah pada masa ini bertujuan untuk memperkokoh kekuasaan mereka di Indonesia dengan menyatakan bahwa status sosial mereka lebih tinggi dan setiap perlawanan rakyat Indonesia terhadap mereka dianggap sebagai pemberontak.



c. Masa pergerakan Nasional Penulisan sejarah Pada masa ini bertujuan untuk membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah d. Masa Kemerdekaan Penulisan pada masa ini berorientasi pada masa depan bangsa dan Negara Indonesia yang telah berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.



SEMESTER GENAP BAB I. KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA 1. TEORI KEHIDUPAN AWAL Menurut Ilmu Falak terjadinya bumi telah berlangsung sekitar 2.500 juta tahun yang lalu dan terbagi atas beberapa jaman antara lain : 1. Jaman Arkaikum / Azoikum Pada jaman ini keadaan bumi masih sangat panas dan belum ada tanda-tanda kehidupan. 2. Jaman Palaeozoikum / Primer Pada masa ini sudah ada kehidupan yang ditandai dengan munculnya binatang kecil, amphibi dan reptil. 3. Jaman Mesosoikum Pada masa ini muncul binatang reptil besar seperti Dinosaurus, Atlantosaurus dsb. 4. Jaman Neozoikum / Kainozoikum atau disebut juga jaman hidup baru. Jaman ini terbagi atas dua bagian yaitu : a. Jaman Tersier Pada jaman ini binatang reptil sudah mulai lenyap dan berkembang binatang menyusui. b. Jaman Kuarter, terbagi atas dua yaitu : 1) Jaman Dilluvium/jaman Es/Interglasial. Pada masa ini Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara tertutup oleh es yang sangat luas. Bagian Barat Indonesia menyatu dengan Asia sedangkan bagian Timur menyatu dengan Australia. 2) Jaman Alluvium / Holosen Pada jaman inilah berkembangnya kehidupan manusia jenis Homo Sapiens seperti manusia sekarang ini. 2. KEHIDUPAN SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA DAN KEPERCAYAAN MANUSIA PURBA INDONESIA 1. MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN a. Kehidupan Sosial · Mereka telah berkelompok antara 10 – 15 orang · Selalu berpindah-pindah · Mengenal system pembagian tugas



b. Kehidupan ekonomi · Berburu · Bergantung pada alam c. Kehidupan Budaya · Pendukung kehidupan pada masa ini adalah jenis manusia Pithecanthropus, Meganthropus dan Homo dengan kebudayaan Palaeolitik. · Hasil kebudayaannya berupa : Kapak genggam / kapak perimbas, alat serpih dan alat tulang / tanduk. d. Kepercayaan · Mereka telah mengenal penguburan mayat. 2. Masa bercocok tanam a. Kehidupan Sosial · Sudah menetap · Bergotongroyong · Mengangkat kepala suku b. Kehidupan ekonomi · Bercocok tanam · Beternak · Perdagangan barter c. Kehidupan Budaya · Pendukung kehidupan pada masa ini adalah jenis manusia Ras Mongoloid dan Austro melanesoid · Hasil kebudayaannya berupa : Beliung persegi (untuk upacara), Kapak Lonjong (untuk bercocok tanam), mata panah, gerabah dan perhiasan. Menhir, Dolmen, Sarkofagus, Kubur peti batu, Punden berundak, waruga dan Arca d. Kepercayaan Pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang / leluhur yang ditandai dengan peninggalan kebudayaan Megalitik seperti : Menhir, Dolmen, Sarkofagus, Kubur peti batu, Punden berundak, waruga dan Arca. 3. Masa teknologi / perundagian a. Kehidupan Sosial · Mengenal pembagian kerja · Telah berhubungan dengan dunia luar b. Kehidupan ekonomi · Berdagang barang-barang magis · Bertani c. Kehidupan Budaya ·



Pendukung kehidupan pada masa ini adalah jenis manusia Proto dan Deutro Melayu. · Hasil kebudayaannya berupa : Nekara Perunggu, Bejana Perunggu, Ujung Tombak, Kapak Perunggu, Gelang-gelang / manik-manik perunggu dan Arca Perunggu d. Kepercayaan · Mereka telah mengenal penguburan mayat dengan membawa bekal · Kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang, Animisme, dinamisme dan Monoisme. BAB II. PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA YANG BERPENGARUH TERHADAP PERADABAN INDONESIA 1. PERADABAN LEMBAH SUNGAI INDUS. Berdasarkan hasil penggalian yang dilakukan oleh RD Bannerji dan Sir Jhon Marshall tahun 1922 di kota Mohenjodaro dan Harappa ditemukan antara lain 1. Dua buah patung yang coraknya berbeda yaitu : · Patung laki-laki sebatas dada · Patung seorang penari 2. Terdapat bekas bangunan rumah bertingkat yang sudah beberapa kali mengalami kehancuran ( 6 – 7 lapis ) 3. Ditemukan meterai yang berfungsi sebagai hiasan keagamaan dan dianggap mempunyai kesaktian 4. Ditemukan patung Dewi Ibu / Dewi Kesuburan 5. Bangsa yang mendiami daerah tersebut adalah suku DRAVIDA yang pada tahun 1500 SM diserbu oleh suku bangsa ARYA ( Indo German ) sehingga suku asli terdesak ke Selatan yaitu dataran tinggi Dekhan 6. Mengenal ajaran Karma Samsara 2. PERADABAN LEMBAH SUNGAI KUNING ( HOANGHO ) Kepercayaan masyarakatnya adalah Polytheisme ( Percaya pada banyak Dewa ) seperti : Dewa Angin, Dewa Hujan, Dewa Langit, dewa Bumi, Dewa sungai dsb. Kehidupan masyarakatnya bercocok tanam dengan memanfaatkan aliran sungai Kuning seperti ; gandum, padi, jagung, Teh dan kedelai. Karena daerahnya yang subur menjadi pusat perhatian bangsa Asia Tengah ( Mongol ) sehingga berlaku hokum tantangan dan jawaban. Tantangannya yaitu : Bangsa-bangsa ganas di asia Tengah selalu memusatkan perhatiannya pada lembah sungai Kuning yang subur. Jawabannya : Karena serangan yang terus menerus maka kaisar China membangun tembok besar ( The Great Wall Of china ) panjangnya : 2000 mil, Lebar : 5 meter, dan tingginya : 11 meter. Pada masa pemerintahan Dinasti Chou hubungan antara daerah satu sama lain belum lancer sehingga tugas pengawasan di daerah diserahkan pada para bangsawan rendahan ( Vazal ). Untuk membalas kebaikan mereka maka kaisar memberikan pinjaman tanah yang pada akhirnya melahirkan system Feodal. Selain itu terdapat ajaran filsafat Kong Hu Chu yang pada prinsipnya adalah pembinaan kehidupan yang selaras dengan alam, keluarga dan leluhur. Ajaran ini lahir karena terjadi pertentangan antara para vazal dan manusia terlena dengan urusan keduaniaan. Juga lahir ajaran Taoisme oleh Laotze yang mengatakan bahwa ada kekuatan gaib yang mengatur



keadilan dan ketertiban di alam semesta yang disebut TAO. Keadilan dan ketenteraman akan tercapai apabila orang akan tunduk pada ajaran TAO. 3. PERADABAN LEMBAH SUNGAI TIGRIS DAN EUFRAT ( MESOPOTAMIA ) Wilayahnya sangat subur karena diapit oleh dua sungai besar yaitu Tigris dan Eufrat. Mata pencaharian penduduknay adalah pertanian ( Enjelai dan jewawut ), Peternakan ( domba, lembu dsb ) dan perdagangan ( antara Laut tengah, India, Asia Tengah, Teluk Persia dan laut Merah ). Kepercayaan masyarakatnya Polytheisme, seperti :



Dewa Air ( Enki ), Dewa



langit ( Anu ), Dewa Bumi ( Enlil ), dewa Api dan dewa Kesuburan ( Marduk ). Khusus untuk dewa Marduk dibuatkan patung wanita yang menggambarkan dewi kesuburan dan dibuatkan Ziggurat (bangunan dari tanah liat yang dibangun di atas gundukan tanah ). Dalam bidang lain mereka mengenal :



· Tulisan Paku pada lempengan batu tentang UU Hammurabbi yang berisi 280 pasal · Dalam bidang astronomi mengenal khatulistiwa dibagi menjadi 3600 mengenal bintang dan planit · . Mengenal system kalender berdasarkan perhitungan bulan · Mengenal pembagian waktu ( jam, menit, detik ) dan menghitung dengan satuan 60-an ( sixagesimal ). Bangsa yang mendiami daerah ini adalah bangsa Sumeria lalu di kalahkan oleh suku Amoria dari Indo German dan mendirikan kerajaan Babylonia I dengan raja Hammurabbi. Tahun 750 SM dikalahkan oleh bangsa Assyria dengan raja Ashurbanipal. Tahun 612 SM bangsa Assyria dikalahkan oleh bangsa Kaldea yang membangun kerajaan Babylonia II dengan raja Nebukadnezar. Tahun 536 SM menjadi rebutan bangsa Media dan Persia yang dimenangkan oleh Persia. Persia memerintah di atas wilayah Mesopotamia yang subur dengan raja I R Cyrus ( 550 SM ) dilanjutkan oleh Darius Agung 521-485 SM ). 4. PERADABAN LEMBAH SUNGAI NIL Corak kehidupan masyarakatnya agraris dengan hasil utamanya adalah gandum dan kapas. Kepercayaan masyarakatnya adalah Polytheisme seperti Dewa RA ( matahari ), dewa Bulan ( Amon ) lalu disatukan menjadi dewa AMON RA. Untuk memuja dewa ini dibuatkan Obelisk ( Tugu batu runcing berbentuk segitiga yang dihiasi dengan tulisan gambar ) juga percaya pada dewa Thot ( pengetahuan ), dewa



Anubis( kematian ), Osiris ( pengadilan ), Issis ( dewa Sungai Nil ), Dewa Apis berbentuk sapi, Dewa Ibis berbentuk burung. Mereka juga percaya pada roh-roh leluhur yang akan mengubah bentuk pemakaman menjadi pengawetan mayat ( MUMMIA ) yang disimpan dalam Pyramida. Dalam Pyramida terdapat patung singa berkepala manusia ( Sphinx ). Dalam bidang lain , selain pengawetan mayat juga mengenal penguburan mayat dengan cara jongkok, mengenal tulisan gambar, mengenal ilmu perbintangan dan system kalender. Dalam bidang pemerintahan dipimpin oleh Fir’aun ( Pharaos ) yang dipuja sebagai Tuhan. Rakyat harus taat dalam membayar pajak dan wajib kerja untuk pengabdian terhadap Fir’aun. Namun pada akhirnya Fir’aun dianggap sebagai manusia biasa dan kepercayaan monotheisme dengan dewa Matahari sebagai dewa yang tunggal.



mereka



5. PERADABAN BACSON HOABINH Hasil Kebudayaan Bacson Hoabinh ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Menurut CF Gorman bahwa penemuan alat darii batu banyak ditemukan di Vietnam bagian Utara yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh. Juga ditemukan alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, sedangkan di gua Xom Trai ditemukan alat dari batu yang sudah diasah pada sisi yang tajam. Di Indonesia alat-alat batu dari kebudayaan Bacson Hoabinh banyak ditemukan di Sumatera ( Lhokseumawe dan Medan ), Jawa Tengah ( Lembah Bengawan Solo ), Sulawesi Selatan ( Cabbenge ), Semenanjung Minahasa, Flores Maluku Utara dsb. F . KEBUDAYAAN DONGSON Kebudayaan ini berasal dari Vietnam Utara, hasil kebudayaannya adalah alatalat dari logam ( jenis Perunggu ), misalnya Nekara buatan Indonesia tapi bergaya Dongson (Nekara jenis Heger I memiliki banyak kesamaan dengan Nekara yang paling bagus dan paling tua dii Vietnam). Sementara itu hasil kebudayaan yang banyak ditemukan didaerah Dongson berupa alat-alat rumah tangga, miniatur nekara, genta, kapak corong, cangkul bertangkai/bercorong.



bercorong,



mata



panah



dan



mata



tombak



BAB III. ASAL USUL DAN PERSEBARAN MANUSIA DI KEPULAUAN INDONESIA A. PENDAPAT PARA AHLI MENGENAI ASAL USUL MANUSIA DI KEPULAUAN INDONESIA 1. Prof. Dr. H. Kern dengan Teori Imigrasi menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia (Campa, Kochin China dan Kamboja ) . Hal ini didukung oleh adanya perbandingan bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia yang akar bahasanya adalah bahasa Austronesia.



2. Van Heine Geldern berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Pendapat ini didkukung oleh adanya artefak-artefak yang ditemukan di Indonesia memiliki banyak persamaan dengan yang ada di daratan Asia. 3. Moh. Yamin, mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Indonesia. Dia melihat bahwa banyak penemuan artefak maupun fosil tertua di Indonesia dalam jumlah yang besar. 4. Drs. Moh Ali, mengatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan, Cina Selatan. 5. NJ. Krom, berpendapat bahwa asal usul bangsa Indoensia berasal dari daerah Cina Tengah. 6. Dr. Brandes, mengatakan bahwa bangsa yang bermukim di kepulauan Indonesia memiliki banyak persamaan dengan bangsa-bangsa pada daerah yang terbentang dari sebelah Utara Formosa, sebelah Barat Madagaskar, sebelah Selatan Pulau Jawa- Bali, sebelah Timursampai tepi Barat Amerika melalui perbandingan bahasa. 7. Pendapat beberapa ahli, mengatakan bahwa masyarakat yang menempati wilayah wilayah Indonesia termasuk rumpun bangsa Melayu. Nenek moyang bangsa Indonesia datang melalui dua gelombang yaitu : a. Proto Melayu ( Melayu Tua ), merupakan orang Austronesia yang pertamakali datang ke Indonesia sekitar tahun 1500 SM melalui jalur Barat ( Malaysia-Sumatera ) dan jalur Timur( Philipina- Sulawesi ) dengan membawa kebudayaan kapak persegi (Jalur Barat) dan kapak lonjong (jalur Timur) Bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Proto Melayu adalah : Suku Dayak, Toraja, Batak, Papua dsb. b. Deutro Melayu ( Melayu Muda ), masuk ke wilyah Indonesia sekitar 400-300 SM melalui jalur Barat, dengan membawa kebudayaan Logam, seperti : Nekara ( Moko ), Kapak corong, juga mengembangkan kebudayaan Megalitik. Bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Deutro Melayu adalah : Jawa, Melayu dan Bugis. B. PERKEMBANGAN KEHIDUPAN DAN HASIL BUDAYA MANUSIA PURBA DI INDONESIA 1. Jenis Manusia Purba di Indonesia a. Meganthropus Palaeojavanicus Merupakan jenis manusia besar tertua di Pulau Jawa. Ditemukan di daerah Sangiran pada tahun 1941 oleh Van Koenigswald. Hasil temuannya berupa rahang atas dan bawah. b. Pithecanthropus 1). Mojokertensis ( Robustus ) 2). Erectus c. Homo Sapiens 1). Homo Soloensis 2). Homo Wajakensis.



2. Hasil Budaya manusia purba a. Kebudayaan Material ( Kebendaan ) Berupa alat-alat yang dapat membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil kebudayaan mereka pada masa berburu dan mengumpulkan makanan seperti : Kapak genggam,alat serpih dan alat tulang/tanduk. Sedangkan pada masa bercocok tanam berupa Kapak genggam Sumatra ( Pabble ), Kapak Pendek ( Bache Courte ), flakes, dsb. Dan pada masa Perundagian berupa alat-alat dari logam seperti : Kapak corong ( Kapak sepatu ), Nekara, Bejana Perunggu, perhiasan dan manik-manik dari perunggu. b. Kebudayaan Immaterial ( Rohani ) Munculnya sistem kepercayaan dalam kehidupan manusia berlangsung sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan melalui penemuan penghormatan terakhir pada orang yang sudah meninggal, kemudian berubah menjadi pemujaan terhadap roh-roh leluhur pada masa bercocok tanam ( Animisme dan dinamisme ), terlihat dengan adanya hasil kebudayaan megalitik. Dalam perkembangan selanjutnya manusia menyadari dan merasakan adanya kekuatan yang maha besar di luar diri manusia yaitu kekuatan Tuhan( Monoisme ).



http://history1978.wordpress.com/perangkat-sejarah/materi-sejarah-kelas-x/



Belajar Sejarah 



Klasik







Kartu Lipat







Majalah







Mozaik







Bilah Sisi







Cuplikan







Kronologis



DOMINASI ETNIS CINA DALAM KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1930 SAMPAI TAHUN 2000



June 27th, 2012



DOMINASI ETNIS CINA DALAM KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1930 SAMPAI TAHUN 2000 DOMINASI ETNIS CINA DALAM KEGIATAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1930 SAMPAI TAHUN 2000 Rendhy Sukma Jaya Abstract: The Chinese came to Indonesia in order to seek his fortune good fortune. This is done because the Chinese people driven by economic factors. In each area visited, they always perform economic activities, such as trade, banking, and distribution of goods. Ethnic Chinese are almost always dominated economic activities in the areas they visited Indonesia in particular. This tenacity and ability to do business because they have been ingrained. Keywords: Ethnic Chinese. Economic domination, Economic Activity Sudah menjadi pendapat umum bahwa golongan minoritas Cina memegang peranan yang amat menentukan dalam kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia, sehingga apabila diadakan pembedaan golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi kuat, maka yang kuat selalu diartikan golongan Cina atau non pribumi (Husodo, 1985:65). Pendapat tersebut bisa saja benar tergantung dari sudut



mana melihatnya dan sektor mana yang menjadi titik perhatiannya. Kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat bahwa etnis Cina memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian masyarakat khususnya yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok dan biasanya mendominasi kegiatan perekonomian tersebut. Kalau kita mengendarai mobil dari Anyer di ujung barat pulau Jawa ke Banyuwangi di ujung timur, di banyak kota yang kita lalui, Bekasi, Karawang, Pemanukan, Jatibarang, terus ke Brebes, Tegal, Pekalongan, Kendal, Semarang, terus ke timur sampai Sidoarjo, Pasuruan, terus ke Banyuwangi, pola setiap kota yang kita lalui adalah, masuk kota, jalan yang diperlebar, daerah pertokoan yang umumnya milik golongan non pribumi Cina, lalu lapangan (aloon-aloon) dan kantor kabupaten. Pola itu memberikan kesan yang kuat bahwa pusat perdagangan/pusat kegiatan ekonomi di setiap kota berada di tangan golongan minoritas non pribumi Cina (Husodo, 1985:65). Apapun kesan yang diberikan kepada etnis Cina terkait dengan karakteristik pribadi mereka, terutama dalam menyikapi situasi lingkungan yang mereka hadapi, dengan motivasi tertentu terutama untuk mendapatkan keamanan dan kesejahteraan hidup, bahkan kemapanan. Hal ini tetntunya dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman masa lalu yang merupakan dasar untuk melangkah ke depan meraih harapan-harapan hidup mereka di masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu melaui artikel ini penulis ingin memberikan pengetahuan tentang latar belakang sejarah etnis Cina, sebagai pengetahuan tentang dominasi etnis Cina dalam kegiatan ekonomi di Indonesia periode tahun 1930-2000. Lintas sejarah dalam artikel ini akan dibatasi dalam beberapa bagian, yaitu periode tahun 1930-an, periode tahun 1941 sampai tahun 1958, periode tahun 1959 sampai tahun 1986, periode tahun 1986 sampai 2000. Sejarah Kedatangan Bangsa Cina Ke Indonesia Bangsa Cina termasuk bangsa yang mobilitasnya tinggi. Hal ini dapat diketahui dari tingginya perpindahan (migrasi) penduduk di negara Cina (Markhamah, 2000:1). Orang Cina datang datang ke Indonesia, khususnya, dan Asia



Tenggara pada umumnya, datang merantau dengan tujuan untuk mencari peruntungan nasib yang baik. Mereka datang semata-mata hanya untuk mempertahankan hidupnya, entah dengan berdagang, menjadi kuli atau petani (Widyahartono, 1988:221). Hal ini dilakukan orang Cina karena didorong oleh faktor ekonomi, terutama karena kehidupan yang serba sulit akibat dari padatnya penduduk, sehingga lapangan pekerjaan di daerah asal mereka semakin sedikit. Ada perbedaan pendapat mengenai kapan bangsa Cina datang ke Indonesia khusunya Jawa. Ada yang mengatakan bahwa sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia pada tahun 1596 M belum terdapat perkampungan orang Cina di Jawa. Perkampungan orang Cina mulai ada setelah Belanda kembali ke Banten. Wang Gungwu mengatakan bahwa munculnya perkampungan Cina di Jawa adalah antara tahun 1405-1430 M (Poerwanto 1990, dalam Markhamah, 2000:2). (Salmon 1984, dalam Markhamah, 2000:2) berpendapat bahwa orang Cina telah berada di Jawa pada abad-15. Sejak dahulu sebelum pindah ke daerah-daerah Asia Tenggara, telah terkenal daerah “Nanyang” sebagai suatu daerah yang menurut mereka sangat ideal untuk kehidupan yang menyenangkan. “Nanyang “ artinya lautan selatan, jadi tepat sekali daerah Nanyang itu daerah yang sekarang kawasan Asia Tenggara. Daerah impian Nanyang itu kemudian menjadi daerah operasi perekonomian yang memberikan kemungkinan mereka hidup senang. Kehidupan di negeri leluhurnya sangat payah, sedangkan di daerah Nanyang ini dapat hidup dengan tanpa banyak kesulitan, oleh karena itu mereka dengan cepat menjadi penguasa-penguasa dalam bidang perekonomian. Daerah Nanyang ini lebih banyak memberikan kemungkinan baru, oleh karena mempunyai aneka ragam flora dan fauna, sedangkan distribusi penduduk sedikit, jarang dan tidak merata, iklimnya enak, tidak sekeras seperti di daerah daratan Cina di negeri leluhurnya (Hidajat, 1984:137-138). Di pantai utara Jawa, pedagang-pedagang Cina memegang peranan yang penting sebagai pemula dan pendorong usaha di berbagai bidang kegiatan ekonomi. Umumnya, mereka berdagang kain atau barang-barang kelontong. Namun, ada pula yang menjadi pengrajin atau pedagang besar antar pulau antar negeri (Zein, 2000:121)



Pada waktu kaum emigran Cina datang ke Indonesia, kehidupan penduduk pribumi tergantung dari hasil pertanian dalam struktur masyarakat feodalis. Penduduk pribumi tidak menyukai usaha perdagangan. Oleh karena itu orang Cina menempati kesempatan ini, sehingga dengan modal tekun, teliti dan cermat, akhirnya orang Cina dapat menguasai sektor perdagangan di semua lapisan masyarakat. Sejak itu pola kehidupan orang Cina di Indonesia cenderung sepenuhnya kepada usaha ekonomi, khusus dalam perdagangan dan usaha industri. Sesuai dengan tujuan semula mereka datang ke daerah Nanyang khususnya ke daerah Indonesia, oleh karena mereka tertarik akan kehidupan yang menyenangkan itu. Di samping itu pemerintah jajahan dengan sengaja mendatangkan mereka itu dengan tujuan dipergunakan untuk kaum buruh pada perkebunan dan pertambangan (Hidajat, 1984:138). Orang Cina ini didatangkan dengan ikatan kontrak oleh pemerintah kolonial Belanda. Akan tetapi setelah habis kontraknya, mereka mulai hidup sendiri-sendiri dalam usaha pertambangan dan perdagangan juga dalam usaha perantara dan sebagai usaha penyalur. Majunya dalam usaha perdagangan dan usaha industri serta dalam usaha pertambangan, makin menyedot masuknya orang Cina ke Indonesia, sehingga jumlah orang Cina itu makin banyak yang menetap sebagai perantau di Indonesia. Sejak itu timbulah kota-kota perdagangan dan kota pertambangan serta kota-kota industri di seluruh Indonesia terutama di kota-kota pantai. Sejak itulah orang Cina memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Tujuan hidupnya untuk berusaha dengan sukses dalam bidang perdagangan, industri, perbankan, dan dalam bidang pertambangan (Hidajat, 1984:138).



Dominasi Etnis Cina Dalam Kegiatan Ekonomi Di Indonesia Periode Tahun 1930 Orang Cina di Indonesia kebanyakan tinggal di Jawa. Pada tahun 1930 jumlah orang Cina di Jawa mencapai hampir 50% dari seluruh orang Cina yang terdapat di Indonesia. Di Jawa tempat tinggal mereka terpisah dengan pribumi.



Hampir pada setiap kota di Jawa terdapat daerah yang disebut “pecinan” yang berarti tempat tinggal orang Cina (Markhamah, 2000:2). Pada dasawarsa 1930-an orang-orang etnis Cina sudah mendominasi perdagangan perantara, dan mereka mendirikan dua pabrik pegolahan karet terbesar di Palembang. Yang satu adalah Hok Tong, milik seorang etnis Cina yang tinggal di Singapura, dan yang satunya lagi adalah Kiang Gwan, sebuah perusahaan dagang dari kelompok Oei Tong Ham, yang merupakan kelompok usaha etnis Cina terbesar di Asia Tenggara pada zaman sebelum Perang Dunia II. Kiang Gwan mempunyai cabang di Bombay, Kalkuta, Karachi, Shanghai, Hong Kong, Amoy, Singapura, dan London (Yoshihara, 1988:229, dalam Irwan, 1999:182). Para pedagang karet pribumi kalah dalam menghadapi pengusaha etnis Cina yang jaringan dagangnya merenteng dari desa-desa sampai ke kota pelabuhan Palembang dan Singapura. Dalam (Hidajat, 1984:83) dijelaskan bahwa jenis usaha yang etnis Cina adalah sebagai penguasaha Bank, perdagangan, industri dan pertanian. Menurut catatan pada tahun 1930 dari jumlah 1.233.000 orang, sejumlah 470.000 orang sebagai pengusaha dalam berbagai bidang, antara lain: a. b. c. d. e.



Produksi bahan mentah sebanyak 145.000 orang. Bidang industri ada 94.000 orang Perdagangan ada 185 orang Sebagai pegawai pemerintah ada 3.000 orang Dalam bidang usaha-usaha lain ada 43.000 orang Etnis Cina yang telah berpendidikan mulai menekuni bidang-bidang yang terspesialisasi. Misalnya dokter, akuntan dan pengajar. Yang bekerja sebagai kuli atau buruh kasar baik yang terampil ataupun tidak, mulai menyusut jumlahnya. Selain itu, banyak yang bekerja di perusahaan-perusahaan Cina (Mackie, 1991:322-323). Jadi, pada periode tahun 1930-an, sebagian besar etnis Cina bekas kuli berganti peran menjadi pedagang dan usahawan dalam perdagangan kecil-kecilan atau industri berskala kecil yang menyisihkan para pedagang dan usahawan kecil pribumi, tetapi tidak usahawan-usahawan Belanda.



Dominasi Etnis Cina Dalam Kegiatan Ekonomi Di Indonesia Periode Tahun 1941-1958 Pada masa-masa revolusi etnis Cina tidak melepaskan dari tujuan usahanya, terutama dalam usaha perdagangan. Orang-orang Cina tetap menjalankan usaha dagangnya pada masa-masa revolusi, baik mereka yang berada di daerah kekuasaan RI maupun mereka yang berada di daerah kekuasaan Belanda (Hidajat 1984:139). Namun pada masa revolusi, rakyat Indonesia sedang berjuang melawan penjajah, sehingga kegiatan perekonomian berjalan tidak lancar. Sedangkan etnis Cina masih sempat melakukan kegiatan ekonomi, sehingga di sini terlihat jelas bahwa tujuan mereka hanya ingin mencari keuntungan semata dan tidak terlalu pedulu dengan urusan negara. Pada masa kemerdekaan kedaan menjadi semakin aman, usaha orang Cina ini semakin lancar dan makin luas usahanya, sedangkan masyarakat pribumi Indonesia baru akan membangun usaha ekonominya dan menyadari akan ketinggalan dalam bidang industri, dalam bidang perdagangan dan dalam bidang perbankan serta di samping itu hubungan-hubungan dengan pedagang-pedangan luar negeri sedikit sekali pengalamannya. Dengan demikian sejarah perkembangan masyarakat dan negara Indonesia telah memberikan kesempatan dan keuntungan nasib baik bagi orang-orang Cina Indonesia, sehingga orang-orang Cina dalam bidang ekonomi adalah segala-galanya. Itulah suatu kondisi yang menghasilkan mental sosioekonomis orang Cina, yang berpegang pada keyakinan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dalam situasi apapun, serta dengan jalan apapun, bahkan kalau perlu dengan jalan ilegal dan main manipulasi serta kegiatan-kegiatan subversi (Hidajat 1984:139-140). Perhatiannya terhadap usaha pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan dalam bidang ekonomi khususnya bagi masyarakat pribumi, dianggap oleh mereka sebagai saingan. Mereka hanya ikut aktif jika menguntungkan dalam kepentingan usahanya. Profesi sebagai pedangan merupakan pola kehidupan orang Cina. Profesi yang lain yang mendatangkan keuntungan adalah seperti menjadi dokter, atau ahli teknik serta ahli farmasi.



Rakyat Indonesia yang sukses merebut kekuasaan politik dari Tangan Belanda juga berkeinginan untuk memperoeh kekuasaan ekonomi. Karena itu, tidaklah mengejutkan jika ditemukan sebutan “Indonesia asli” tercantum dalam sebuah peraturan. Apa yang disebut “politik asli” tahun 1950-an bertujuan memperkecil kekuatan ekonomi (terutama dalam bidang komersial) etnis Cina di Indonesia. Berbagai peraturan yang memberikan hak-hak istimewa kepada pengusaha pribumi (misalnya sistem benteng) dan perlindungan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan nasional yang didefinisikan sebagai perusahaan yang sahamnya sebagian besar dimiliki pribumi Indonesia, merupakan contoh terpenting kebijakan ini. Gerakan Assaat, yang mendesak pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kedaan ekonomi “Indonesia asli” dengan mengorbankan non pribumi Indonesia, merupakan manifestasi konkret nasionalisme ekonomi ini. (Suryadinata, 1999:120-121) Sekitar awal tahun lima puluhan, perekonomian Indonesia sebagian masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Belanda yang besar dan terkenal dengan julukan The Big Five. Pada tempat kedua. Diduduki oleh pedagang-pedagang perantara, menengah, kecil, yang terdiri dari orang-orang non pribumi keturunan Cina. Perusahaan-perusahaan Belanda tersebut sekitar tahun 1957 dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia, dan sebagian besar dari pengusaha-pengusaha Belanda tersebut kembali ke tanah airnya (Husodo, 1985:69). Pengambil alihan perusahaan Belanda oleh pemerintah Indonesia tersebut ternyata baru bersifat legal saja, karena ternyata orang-orang yang seharusnya menangani pengelolaannya, kurang pengalaman dan keahlian, dan karena kurang dipersiapkan, tidak mampu berperan secara baik. Pemerintah ternyata belum siap untuk menyiapkan tenaga-tenaga pengelola yang trampil, mengingat pada waktu sebelumnya mereka disibukkan oleh kegiatan-kegiatan politik/militer dalam rangka perjuangan merebut kemerdekaan. Karena orang-orang yang mengelola perusahaanpeusahaan besar tersebut belum ahli dan berpengalaman, maka banyak diantara perusahaan tersebut semakin lama semakin lemah, bahkan banyak diantaranya yang mundur. Dalam kedaan yang kosong ini, orang-orang non pribumi keturunan Cina



tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan membuat semakin besarnya peranan golongan non pribumi ini di bidang ekonomi (Husodo, 1985:69-70) . Secara umum perusahaan Belanda dan pihak swasta asing dominan dalam sektor ekonomi utama, seperti manufacture, perkebunan, industri tekstil dan lain-lain. Muncul perubahan peran ekonomi etnis Cina, yang saat itu sedikit demi sedikit memasuki usaha grosir dan ekspor-impor yang waktu itu masih didominasi Belanda. Kemudian diikuti oleh tumbuhnya bank-bank swasta kecil yang dimiliki oleh etnis Cina, dan muncul juga dalam industri pertekstilan (Mackie, 1991:322-323). Bidang pelayaran menjadi sektor utama yang secara luas dipegang oleh etnis Cina masa itu, tetapi pada akhirnya mendapat saingan dari perusahaan negara dan swasta pribumi. Pada bidang jasa dan profesipun secara kuantitatif meningkat, tetapi untuk dinas pemerintahan dan angkatan bersenjata, secara kuantitas hampir tidak ada. Kegiatan ekonomi etnis Cina semakin menonjol pada periode tahun 1957 sampai 1958. Keberhasilan usaha mereka mengambil alih perusahaan-perusahaan besar Belanda yang dinasionalisasi, walaupun kondisi politik dan ekonomi Indonesia tidak menguntungkan mereka, apalagi setalah peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Kunci utama keberhasilan pelaku ekonomi baru etnis Cina, adalah merintis kedekatan dengan pejabat pemerintah pada awal Orde Baru sebagai pembinaan hubungan secara ekonomi dan politis. Walaupun demikian, orang Cina tidak banyak yang terjun secara terbuka dalam politik praktis saat itu, mereka melakukannya lewat dukungan material dan non material (http://web.budaya-tionghoa.net). Dominasi Etnis Cina Dalam Kegiatan Ekonomi Di Indonesia Periode Tahun 1959-1986 (Husodo, 1985:70) menjelaskan bahwa orang-orang non pribumi keturunan Cina dengan cepat menguasai kegiatan ekonomi yang semula dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Belanda, ini karena mereka mempunyai hubungan langsung dengan orang-orang Cina di Honkong, Singapura, dan mereka tidak mempunyai saingan yang berarti dari Perusahaan Negara. Dengan adanya Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1959 yang melarang orang-orang non pribumi Cina khususnya WNA bertempat tinggal dan berusaha di desa-desa atau di daerah pedalaman, mereka



hanya diperkenankan berusaha terbatas di sekitar ibu kota daerah tingkat I dan II, telah menyebabkan terpusatnya semua modal-modal mereka di kota-kota yang kemudian membuat kota-kota itu mempunyai kesan, bahwa perekonomiannya dikuasai golongan non pribumi. Dengan organisasi yang rapi, modal yang sangat mobil, orang-orang non pribumi cepat menguasai kehidupan ekonomi di kota-kota itu. Akibat Peraturan Pemerintah RI No. 10 tahun 1959 yang melarang orangorang non pribumi keturunan Cina (terutama WNA) untuk tinggal di desa-desa, maka perdagangan di desa menjadi kosong pula. Karena tidak ada persiapan mengenai siapa yang menampung kegiatan-kegiatan perdagangan dan distribusi serta pengumpulan barang di desa, akhirnya semuanya dikuasai kembali oleh orang-orang Cina. Pada waktu-waktu selanjutnya, orang-orang Cina non pribumi telah menjadi sedemikian maju dan kuat dalam bidang perekonomian. Sekitar tahun 60-an modalmodal non pribumi keterunan Cina memasuki Perbankan Swasta. Modal-modal kaum non pribumi mulai pula memasuki sektor pemukiman. Peraturan tentang sewa menyewa tanah, rumah dan bangunan berdasarkan hukum Kolonial menguntungkan pihak penyewa. Ketika Belanda kembali ke negerinya, meninggalkan tempat-tempat tinggal serta toko-toko mereka di Indonesia, orang Cina langsung menguasai tempattempat tinggal dan toko-toko strategis seperti di Braga Bandung, Pasar Baru dan Harmoni di Jakarta (Husodo, 1985:70). Pada masa Orde Baru pertumbuhan ekonomi sudah mulai kondusif yang didorong banyaknya usaha dan modal swasta yang keduanya dimiliki oleh etnis Cinadan ditunjang pula oleh kemampuan teknis dan hubungan perekonomian dengan pihak luar negara, terutama dengan sesama etnis Cina di luar negara, seperti orangorang Cina di Honkong, Singapura (Husodo, 1985:70). Akibatnya, kebanyakan etnis Cina mengalami peningkatan status sosial ekonomi daripada kondisi sebelumnya. Namun demikian, mereka masih dikesampingkan dari usaha-usaha perekonomian utama, dan terdiskriminasi untuk memasuki Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, administrasi sipil pemerintah dan perguruan tinggi negara.



Munculnya perusahaan-perusahaan yang dikuasai etnis Cina berdampak negatif, dengan tidak dilibatkannya pengusaha pribumi untuk bekerjasama dalam korporatisasi perusahaan-perusahaan. Efek negatif yang muncul adalah semakin tajamnya persaingan usaha pribumi dan non pribumi. Dominasi Etnis Cina Dalam Kegiatan Ekonomi Di Indonesia Periode Tahun 1986-2000 Masa ini merupakan masa keemasan bisnis etnis Cina di Indonesia, terlebihlebih bagi yang dekat dengan “Keluarga Cendana” (http://web.budaya-tionghoa.net). Etnis Cina mengangga dirinya sebagai salah satu pilar penyangga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keberanian pengusaha dan pelaku ekonomi etnis Cina lainnya dalam penanaman modal, spekulasi, strategi kerjasama dan jaringan kerja dengan pihak luar negara menjadi poin istimewa kegiatan ekonomi etnis Cina di tahun-tahun ini. Kedekatan dengan pejabat bahkan sampai ke hal-hal pribadi yang cenederung dihubungkan dengan kolusi, kotupsi, dan nepotisme juga dilakukan oleh beberapa pengusaha etnis Cina kelas menengah dan atas. Akan tetapi, pembangunan ekonomi juga kemapanan hidup yang didengungkan dan dibanggakan Orde Baru, bagaikan suatu menara gading yang dasar konstruksi tidak kuat. Maka terjadi keruntuhan rezim dan kemapanan hidup yang menyakitkan dengan adanya krisis moneter. Kalangan bawah bergerak karena ketidakpuasan terhadap situasi dan kondisi kehidupan sosial dan ekonominya, serta sikap anti kemapanan, yang salah satunya tercetus dalam bentuk kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan berupa penghancuran toko-toko serta pusat perdagangan terutama yang dimiliki etnis Cina. Hal ini ikut mendorong jatuhnya mantan Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Kerusuhan Mei 1998, juga berpengaruh pada sikap anti etnis Cina terutama yang memiliki usaha. Orang Cina trauma akibat kerusuhan Mei 1998, banyak yang lari ke luar negara, dan sebagian ada yang melarikan modal ke luar negara. Usahausaha niaga etnis Cina di kota-kota besar banyak yang vakum, dan baru mulai bangkit setelah ada jaminan keamanan dari mantan Presiden Habibie. Pelaku ekonomi etnis Cina hanya menunggu perkembangan keadaan.



Kondisi ekonomi yang kondusif pun digalakkan dalam pemetintahan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dengan dicabutnya beberapa Kepres ataupun Inpres yang mendiskriminasian entnis Cina serta himbauan yang ditujukan kepada pelaku ekonomi etnis Cina untuk menjalankan usahanya kembali ke atau di tanah air. Akan tetapi, kinerja pemerintah Gus Dur belum meyakinkan banyak pihak termasuk pelaku ekonomi etnis Cina, karena gaya kepemimpinan dan gaya politik Gus Dur sering berubah arah, sehingga berdampak pada fluktuasi nilai tukar mata uang asing terutama dollar AS di bursa saham Jakarta. Tentu saja, hal ini menggoyahkan kestabilan usaha ekonomi terutama kalangan pihak asing dan pelaku ekonomi etnis Cina. Pelaku ekonomi etnis Cina masih meninggu langkah-langkah konkret pemerintah Gus Dur untuk memperbaiki situasi perekonomian dan usaha nasional, walaupun demikian pelaku ekonomi etnis Cina masih merasa aman berbisnis dan bertempat tinggal sementara waktu di Indonesia. Oleh sebab itu usahausaha etnis Cina yang saat itu dilakukan cenderung yang bukan beresiko atau berspekulatif tinggi tetapi dapat menguntungkan mereka, terutama di usaha-usaha bagian hilir (http://web.budaya-tionghoa.net). Di masa Orde Baru, nama Liem Sioe Liong sangat terkenal sebagai pengusaha Cina yang bukan hanya berhasil dalam mengembangkan usaha-usaha besar strategis, tetapi juga sering dikaitkan dengan isyu-isyu politik (Husodo, 1985:83). Liem Sioe Liong yang dikenal dengan nama Soedono Salim pemilik Salim Group, merupakan salah satu sosok etnis Cina perantauan yang sukses mengadu untung di luar negara asalnya. Soedono Salim yang meninggalkan Cina selatan di tahun 1930-an menuju Indonesia, melalui jaringan usaha perdagangan ia bisa berhubungan erat dengan Soeharto, Presiden II RI, Keuntungan yang didapat Liem Sioe Liong dari hubungan ini adalah diperolehnya berbagai fasilitas ijin ataupun proyek untuk perusahaan Salim Group, hingga penjualannya meningkat drastis sampai $ 9 juta tahun 1994, yang dihitung sebagai 5% pendapatan kotor domestik Indonesia (http://web.budaya-tionghoa.net). Walaupun dalam pers Indonesia nama Liem Swie Liong tidak banyak mendapat sorotan khusus, namun di dunia usaha namanya sudah tidak asing lagi (Husodo, 1985:83).



Perilaku hubungan jaringan kerja antara etnis Cina terbentuk karena pengalaman yang mereka lalui. Sesama migran etnis Cina di manapun berada saling menjaga dan membantu pendatang-pendatang baru di bumi nusantara yang mereka tempati sebagai negara harapan. (Menurut Wertheim dalam Mackie 1991:293), pembagian kelas etnis Cina dengan masyarakat pribumi bersifat vertikal dalam artian sebagai sikap primordial, akibat tanggapan bahwa etnis Cina dianggap kelompok minoritas. Kompetisi antar pelaku ekonomi Cina (terutama sebagai pengusaha atau wiraswastawan) dengan masyarakat pribumi sering menjadi penyebab konflik tertutup maupun terbuka terhadap etnis Cina. Hubungan jaringan kerja antar etnis Cina di Indonesia ini, menguatkan psikis anggotanya melalui hubungan bisnis dan sebagainya. Selain itu hubungan jaringan kerja ini berfungsi sebagai mediator toleransi antar etnis Cina dengan masyarakat, terutama dalam hubungan bisnis. Kuatnya hubungan jaringan kerja etnis Cina di Indonesia ini semakin meningkatkan kekuatan usaha etnis Cina. Situasi dan kondisi ini mendorong usahawan etnis Cina mendirikan usahanya sampai ke wilayah-wilayah pelosok pedesaan. Tetapi kondisi ini tidak memancing konflik usaha dengan pengusaha pribumi, justru dominasi pengusaha etnis Cina pada sektor-sektor kehidupan ekonomi yang lebih penting di kota besar yang menjadi salah satu penyebab saingan keras dengan pengusaha pribumi kelas menengah. (Skinner



dalam



Mackie,



1991:306)



mengatakan



bahwa



kekuatan



kecenderungan asimilasi terutama bergantung pada keadaan daerah setempat dan faktor sosio budaya, bukan pada kualitas yang ada pada diri etnis Cina. Hal ini ditegaskan oleh Mackie bahwa: “akibat kolonialisme Belanda yang melakukan pembagian kelas warga negara Hindia Belanda , mendudukan etnis Cina di atas bangsa pribumi, mengakibatkan lambannya identifikasi etnis Cina terhadap Indonesia pada pasca awal kolonialisme Belanda”. Walaupun kemudian proses identifikasi penuh etnis Cina sebagai orang Indonesia mengalami hambatan diskriminasi politik, ekonomi dan sosial, namun solusi asimilasi sosio budaya bukan merupakan jawaban kunci dari permasalahan ini.



Hambatan-hambatan ini akhirnya menjadi alasan mengapa beberapa pelaku ekonomi dari kalangan etnis Cina mengarahkan investasi bisnisnya ke luar negeri, yang intinya mencari keamanan untuk bisnis dan kelangsungan kehidupannya. Menurut (Mackie 1991:330-332) , kegiatan ekonomi etnis Cina, terutama yang



berjenis



perusahaan konglomerat,



diidentifikasikan dalam 7 (tujuh)



karakteristik, yaitu: 1.



Mayoritas berupa keanekaragaman kepentingan, yang tidak lepas dari “core



business”-nya, misalnya pangan. 2. Orang-orang baru sebagai pelopor pembentukan struktur konglomerasi, karena tidak semua perusahaan keluarga berlatar belakang dari perusahaan keluarga etnis Cina yang telah mapan sebelumnya. Contonya, Liem Sioe Liong adalah usahawan etnis Cina perantauan yang semula miskin. 3. Mempunyai hubungan dengan modal asing. Perusahaan-perusahaan etnis Cina yang mapan cenderung dipercaya oleh pihak asing daripada perusahaan pribumi atau perusahaan negara. 4. Mempunyai kepemilikan bank-bank swasta, di mana kepemilikannya dimanfaatkan untuk membantu kepentingan yang lebih luas bagi para konglomerat. 5. Investasi dilakukan bukan pada sektor pertambangan, perkebunan dan industri berat, karena sektor-sektor tersebut memiliki resiko politis dan resiko kerugian paling besar. 6. Investasi di luar negeri, terutama Singapura dan Hongkong, memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi dan tidak terlalu besar resiko politis dan ekonominya. 7. Sebagian besar perusahaan keluarga berfungsi sebagai inti perusahaan konglomerat, walaupun kini tingkatan managernya bertumpu pada profesionalitas manager dan pekerja, tetapi tidak meminimalisir “peran” pemilik perusahaan keluarga tersebut. Ciri kegiatan bisnis etnis Cina ini terlihat dalam komposisi staf dalam perusahaannya, di mana jabatan mengambil keputusan berada di tangan kolega etnis Cina atau anggota keluarga yang dipercaya. Ternyata ke tujuh karakteristik ini semakin memperkecil kecenderungan asimilasi penuh etnis Cina pada masa mendatang. Adanya hubungan percukongan yang semakin menjamur dan semakin meningkatnya kejayaan perilaku ekonomi di kalangan elit etnis Cina semasa Orde Baru. Hal ini menjadikan perusahaanperusahaan mereka sebagai perusahaan multinasional selain konglomerasi.



Sementara itu masyarakat kelas menengah pribumi belum begitu kuat dalam sektor ekonomi modern, kecuali konglomeratnya. Kondisi ini diperburuk dengan sikap beberapa birokrat atau pejabat tinggi Indonesia yang cenderung lebih menyukai kerjasama dengan etnis Cina untuk menjalankan usaha mereka, karena etnis Cina dianggap lebih berpengalaman dan kuat modal daripada pribumi. Selain itu, bekerjasama dengan pengusaha pribumi rentan resiko karena mereka umumnya beraliansi pada partai-partai politik tertentu, sementara pengusaha etnis Cina umumnya netral dalam politik. Kondisi ini yang semakin menyuburkan praktik percukongan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Meski demikian sistem kemitraan cukong ni berubah dari waktu ke waktu tergantung pada keberuntungan bisnis Cina yang bersangkutan. (Hidajat, 1984:101) menjelaskan bahwa, justru etnis Cina “totok” yang kebanyakan para emigran lebih berhasil dibanding etnis Cina peranakan, penyebabnya etnis Cina “totok” cenderung ulet dalam segala pekerjaan dan mandiri, sedangkan etnis Cina peranakan lebih konservatif dalam usaha, yang cenderung pula lebih berminat menjadi kaum profesional daripada wiraswasta dan ada pembagian kerja dalam keluarga. Sedangkan sikap orientasinya terhadap Indonesia lebih tinggi Cina Peranakan dari pada Cina Totok. Walaupun demikian, kegiatan ekonomi etnis Cina di Indonesia masih cenderung mengarah pada sistem patron-klien dengan beberapa pejabat pemerintah Indonesia, demi menjaga keamanan dan kesejahteraan mereka. Tetapi tak dipungkiri keadiran mereka membantu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada umumnya. Kesimpulan Etnis Cina adalah etnis yang dikenal karena keahliannya dalam bidang perdagangan. Hal ini karena sejak zaman nenek moyangnya kehidupan mereka di tunjang dari sektor perdagangan. Untuk mencari kehidupan yang lebih baik, mereka mencari daerah baru yang di kenal dengan istilah “Nanyang” yaitu daerah di selatang yang menjajikan kemakmuran. Sehinga banya etnis Cina yang mulai datang ke Asia Tenggara termasuk pula Indonesia.



Di daerah baru tersebut, mereka mulai berinteraksi dengan masyarakat lokal dengan melakukan kegiatan perdagangan. Pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia, etnis Cina menjadi kepercayaan Belanda sebagai perantara antara penduduk pribumi dengan pihak Belanda, yaitu sebagai penyalur barang-barang dan hasil pertanian dari penduduk pribumi kemudian disalurkan ke pihak Belanda. Pihak Belanda memberikan kepercayaan kepada etnis Cina dalam bidang perdagangan karena pertimbangan bahwa etnis Cina sudah lebih berpengalaman dari pada kaum pribumi dalam hal perdagangan. Lama-kelamaan etnis Cina mulai mendominasi kegiatan perdagangan di Indonesia. Ini karena karakteristik dimiliki etnis Cina di Indonesia adalah kemauan kerja kerasnya dan kebiasaan hidup hemat. Mereka mampu bekerja dalam waktu yang panjang dan jarang beristirahat kecuali untuk hari besar mereka. Senantiasa menghasilkan uang, sudah menjadi kebiasaan sekaligus kesenangan mereka, sikap orang Cina mengarah pada kemakmuran. Saran Harapan dari penulis kepada para pembaca artikel ini adalah kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilakukan etnis Cina dalam kehidupan perekonomian di Indonesia. Keeletan, ketekunan, dan jiwa bisnis etnis Cina yang begitu tinggi diharapkan dapat menjadi contoh bagi generasi penerus bangsa untuk menjadi lebih baik di kemudian hari. Tentunya kita juga harus memilah-milah mana yang positif dan negatif, sehingga apa yang dilakukan etnis Cina dalam mendominasi kehidupan perekonomian di Indonesia, dapat menjadi penyemangat kita. Artikel yang berisi tentang dominasi etnis Cina dalam kegiatan ekonomi di Indonesia periode tahun 1930-2000 ini sudah peneliti buat dengan sumber dan usaha yang maksimal. Namun tidak menutup kemungkinan masih ada kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu diharapkan bagi para peneliti yang ingin membahas lebih jauh tentang tema ini bisa menggunakan sumber yang lebih lengkap dan relevan lagi agar hasilnya lebih maksimal. DAFTAR RUJUKAN Hidajat. 1984. Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia. Bandung: TARSITO.



Husodo, Siswono Yudo. 1985. Warga Baru (Kasus Cina Di Indonesia). Jakarta: Lembaga Penerbitan Yayasan Padamu Negeri. Irwan, Alexander. 1999. Jejak-Jejak Krisis di Asia Ekonomi Politik Industrialisasi. Yogyakarta: Kanisius. Mackie.1991. Peran Ekonomi dan Identitas Etnis Cina Indonesia dan Muangthai. Jakarta: Pustaka Utama Grafika. Markhamah, 2000. Etnik Cina: Kajian Linguistik Kultural. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Suyadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES. Widyahartono, Bob. 1988. Kongsi dan Spekulasi Jaringan Kerja Bisnis Cina. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Zein, Abdul Baqir. 2000. Etnis Cina Dalam Potret Pembauran Indonesia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia. http://web.budaya-tionghoa.net



Diposkan 28th June 2012 oleh Rendhy Sukma Jaya 0



Tambahkan komentar



Memuat Template Dynamic Views. Gambar template oleh TommyIX. Diberdayakan oleh Blogger.