Mencegah Kesakitan Dan Kematian Saat Bencana [PDF]

  • Author / Uploaded
  • sari
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

i



MAKALAH MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA MENCEGAH KESAKITAN DAN KEMATIAN SAAT BENCANA



Disusun oleh : 1. Alya gustirinanda 2. Annisa 3. Emi latifah sukasna 4. Dwi agnestia 5. Intan wilujeng 6. Nabilah raniah 7. Novita sari 8. Sela marselin 9. Tetriya setyana w 10. Ulin nuha



Dosen Pembimbing : A. Kadir, S.P d, M.Kes



POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN TAHUN 2020



KATA PENGHANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik, dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dengan judul “MENCEGAH KESAKITAN DAN KEMATIAN SAAT BENCANA” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang telah diberikan. Selain itu, makalah ini disusun untuk memperkaya informasi mengenai Manajemen Penanggulangan Bencana. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran, kritik, dan masukan dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.



Palembang, Februari 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGHANTAR..............................................................................................................................ii DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii BAB I..........................................................................................................................................................1 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1 1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................2 1.3 TUJUAN............................................................................................................................................2 1.4 MANFAAT.......................................................................................................................................2 BAB II.........................................................................................................................................................3 PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3 2.1 KONSEP DASAR BENCANA.........................................................................................................3 2.2 PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA...................4 2.3 MENCEGAH MENINGKATNYA ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN SAAT BENCANA 5 BAB III......................................................................................................................................................11 PENUTUP.................................................................................................................................................11 3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................................11 3.2 SARAN...........................................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara yang rentan terhadap bencana. Hal ini dikarenakan kondisi geografis, geologis, hidrologis maupun demografisnya. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun akibat perbuatan manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian harta benda bahkan korban jiwa. Bencana juga dapat menimbulkan krisis kesehatan yang menyebabkan korban luka, dampak psikologis, korban meninggal, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan kejiwaan dan masalah lainnya. Jika terjadi bencana berskala sangat besar, dapat menyebabkan terganggunya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan reproduksi bahkan dapat menimbulkan lumpuhnya sistem kesehatan di tempat yang terkena dampak bencana. Krisis kesehatan merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan/atau potensi bencana. Penyelenggaraan penanggulangan krisis kesehatan mengikuti siklus penanggulangan bencana pada setiap tahapan bencana yang meliputi tahap prakrisis kesehatan, tanggap darurat krisis KESPRO.indb 1 14/4/15 5:40 PM 2 kesehatan, dan pasca krisis kesehatan dengan penekanan pada upaya mencegah kejadian krisis kesehatan yang lebih parah atau buruk dengan memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus terpenuhi dalam situasi apapun termasuk pada situasi bencana. Demikian halnya dengan kesehatan reproduksi yang merupakan bagian dari kesehatan. Agar hak kesehatan reproduksi dapat tetap terpenuhi, pada saat bencana, penduduk yang terdampak harus memiliki akses informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. Oleh karena ruang lingkup kesehatan reproduksi sangat luas, meliputi siklus hidup manusia, maka dalam upaya pemenuhan hak reproduksi dibutuhkan pendekatan multi program dan sektor yang bersifat terpadu. Pada saat tanggap darurat krisis kesehatan akibat bencana akan banyak pemberi bantuan kemanusiaan dari berbagai instansi, organisasi dan negara yang masing masing mempunyai



peran penting dalam merencanakan dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi. Namun tidak kalah penting untuk melibatkan peran masyarakat yang terkena dampak di setiap tahapan pada respon bencana, yang diawali dari menilai kebutuhan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.



1.2 RUMUSAN MASALAH



Berdasarkan Latar Belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah : 1.



Bagaimana konsep dasar bencana?



2.



Bagaimana penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana?



3.



Bagaimana mencegah meningkatnya angka kesakitan dan kematian saat bencana?



1.3 TUJUAN Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu :



1. Untuk mengetahui konsep dasar bencana 2. Untuk mengetahui penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana 3. Untuk mengetahui bagaimana mencegah meningkatnya angka kesakitan dan kematian saat bencana



1.4 MANFAAT



Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Manajemen Penanggulangan Bencana.



2



3



BAB II PEMBAHASAN



2.1 KONSEP DASAR BENCANA Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana). Berdasarkan UU No 24 tersebut, tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: 1. Prabencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana). 2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya, penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, pelayanan psikososial dan kesehatan. 3. Paskabencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial, psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana, termasuk fungsi pelayanan kesehatan). Setiap tahap penanggulangan bencana tidak dapat dibatasi secara tegas. Artinya bahwa upaya pra bencana harus terlebih dahulu dilaksanakan sebelum melangkah pada tahap tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa pada setiap waktu, semua tahapan bencana dapat dilaksanakan secara bersamaan pada satu tahap tertentu dengan porsi KESPRO.indb 10 14/4/15 5:40 PM 11 yang berbeda. Sebagai contoh, pada tahap pemulihan kegiatan utamanya berupa pemulihan, tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi dapat juga dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.



2.2 PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang disebabkan oleh peristiwa/faktor alam atau perilaku manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi manusia dan lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat mengendalikannya. Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan semakin tinggi intensitasnya, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dengan lahimya UU tersebut, terjadi perubahan paradigma penanganan bencana di Indonesia, yaitu penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih menekankan pada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana mulai dari mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi. Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadi dan paskabencana disertai pengungsian. Upaya penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No 24 tahun 2007, pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi pada kondisi bencana, di samping kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya: 1 ). air bersih dan sanitasi, 2). pangan, 3). sandang, 4). pelayanan psikososial serta 5). penampungan dan tempat hunian. Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan: 1 ). Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 2). Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 3). Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; 4). Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal; serta 5). Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar minimal. Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan pada penanggulangan bencana, termasuk didalarnnya Puskesmas, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan 5



(SK) Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/112007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dokumen tersebut mengatur berbagai hal, termasuk kebijakan, pengorganisasian dan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh masing-masing jajaran kesehatan. Dalam Kepmenkes terse but juga disebutkan bahwa pada prinsipnya dalarn penanggulangan bencana bidang kesehatan tidak ada kebijakan untuk membentuk sarana prasarana secara khusus. Upaya lebih difokuskan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya saja intensitas kerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua surnber daya pemerintah, masyarakat dan unsur swasta terkait (Departemen Kesehatan, 2007).



2.3 MENCEGAH MENINGKATNYA ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN SAAT BENCANA



Kesehatan Maternal dan Neonatal Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi. Kondisi ini akan lebih buruk bila terjadi pada kondisi bencana, karena terganggunya sistem pelayanan kesehatan. Sampai saat ini data kasus kematian ibu pada daerah bencana belum terdokumentasi, sehingga data yang digunakan sebagai rujukan adalah Angka Kematian Ibu pada situasi normal. Di seluruh dunia, 15% sampai dengan 20% ibu hamil akan mengalami komplikasi selama kehamilan atau persalinan. Sekitar lebih dari 500.000 kematian ibu terjadi setiap tahun dengan 99% nya terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia, berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2012), Angka Kematian Ibu sebesar 359 per 100,000 kelahiran hidup. Kematian bayi sangat dipengaruhi oleh proses persalinan. Sekitar 130 juta bayi di dunia lahir setiap tahun KESPRO.indb 21 14/4/15 5:40 PM 22 dan 4 juta diantaranya meninggal dunia dalam empat minggu pertama kehidupannya (periode neonatal). Angka Kematian Bayi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Sebagian besar kematian ibu terjadi pada saat persalinan dan kematian bayi baru lahir terjadi pada saat proses persalinan dan nifas. Dari analisa penyebab kematian Ibu (SP, 2010) diperoleh bahwa 90% kematian ibu terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah 1) Hipertensi dalam Kehamilan (32%), 2)



6



Komplikasi puerperum (31%), 3) Perdarahan (20%), 4) Abortus (4%), 5) Perdarahan Antepartum (3%), 6) Partus macet/lama (1%), 7) Kelainan amnion (2%), 8) lain lain (7%). Sedangkan kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh masalah neonatal (BBLR, asfiksia dan infeksi) yang sebenarnya dapat dihindari penyebabnya. Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu, maka proses bersalin dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem terpadu. Sebagian besar kematian ibu dan bayi sebenarnya dapat dicegah apabila ditangani oleh petugas terampil dengan sumber daya yang memadai ditingkat fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal pada tanggap darurat krisis kesehatan utamanya ditujukan untuk mengenali tanda bahaya serta penanganan kegawatdaruratan melalui tindakan penyelamatan nyawa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil untuk menangani komplikasi maternal pada periode kehamilan, persalinan dan nifas dan pada neonatal. Adapun langkah prioritas mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal: 1. Pendataan dan pemetaan ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir di tempat-tempat pengungsian Pendataan dan pemetaan ibu hamil, ibu pasca persalinan dan bayi baru lahir perlu dilakukan sejak awal bencana oleh penanggung jawab dengan keterlibatan aktif semua anggota sub klaster. Informasi tentang jumlah dan lokasinya digunakan untuk merencanakan penjangkauan pelayanan kesehatan dan pemantauan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam pendataan dan pemetaan ibu hamil dan ibu pasca persalinan: a. Kumpulkan data sekunder dari program KIA yang ada di puskesmas setempat. b. Siapkan peta daerah setempat dan menandai lokasi dan jumlah sasaran ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir. c.



Lakukan pencatatan ulang di lokasi terdampak dan pengungsian dengan pengambilan data primer berdasarkan data aktual di lapangan. Gunakan format wawancara ibu hamil dan format wawancara ibu pascapersalinan. 7



d.



Lakukan pembuatan peta tematik dengan metode tumpang susun (overlay). Overlay pada peta dilakukan terhadap beberapa data/indikator seperti jumlah ibu hamil, ibu pascapersalinan, jumlah bayi baru lahir. Indikator dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.



e. Lakukan pemetaan untuk perencanaan dan respon cepat dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi di lapangan. 2. Melakukan Pemetaan Puskemas dan Rumah Sakit Pemetaan dan penilaian puskesmas rawat inap dan rumah sakit minimal kelas C dilakukan oleh penanggung jawab komponen maternal neonatal untuk mengetahui kemudahan akses dan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan reproduksi sesuai dengan standar. Hal-hal yang harus diobservasi, antara lain adalah: a. Kondisi bangunan terhadap kelayakan untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi b. Ketersediaan peralatan, obat-obatan dan sumber daya manusia, untuk mengetahui kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan prosedur tepat melakukan rujukan: termasuk stabilisasi pasien. c. Kondisi geogafis, termasuk kemudahan dalam mengakses fasilitas pelayanan kesehatan dengan menghitung perkiraan waktu tempuh dan jarak tempuh. Apabila tidak memungkinkan untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan dalam waktu singkat, perlu dipertimbangkan penggunaan Public Safety Centre (PSC 119). Pastikan adanya informasi tentang prosedur pelayanan kesehatan, yang menyebutkan kapan, dimana dan bagaimana merujuk pasien dengan kondisi kegawatdaruratan maternal dan/neonatal ke tingkat pelayanan kesehatan lebih lanjut. d. Transportasi,



ketersediaan



tranportasi



dalam



mengakses



fasilitas



pelayanan kesehatan tersebut dalam 24 jam terutama apabila akan merujuk kasus kegawadaruratan maternal neonatal. Penanggung jawab komponen maternal neonatal memastikan ada petugas pendamping dan alat 8



transportasi yang digunakan untuk merujuk. Pastikan stabilisasi pasien sudah dilakukan sebelum merujuk. 3. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan adanya tempat khusus ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu dekat Penempatan ibu hamil dan bayi baru lahir di pengungsian menjadi penting karena terdapat risiko mengalami komplikasi misalnya hiperemesis, risiko keguguran, ketuban pecah dini dan pada bayi baru lahir dapat mengalami infeksi yang didapat dari lingkungan. Penjangkauan dilakukan untuk memudahkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang optimal dan memudahkan dalam pemantauan kesehatan. Penanggung jawab komponen maternal neonatal perlu memastikan bahwa: a. Mengelompokan ibu hamil pada trimester ketiga dan/atau yang memiliki risiko tinggi pada satu tempat yang berada dekat tempat pelayanan kesehatan. b. Menyiapkan alat transportasi yang dapat digunakan sewaktu waktu untuk melakukan rujukan apabila terjadi kegawatdaruratan maternal neonatal. Persiapan transportasi termasuk kesiapan petugas, supir, bensin. c. Menyediakan fasilitas yang mendukung kesehatan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan sarana dan prasarana di dalam tempat pengungsian bagi ibu hamil dan bayi baru lahir (kecukupan air bersih, suhu ideal, sirkulasi udara yang baik, privasi yang terjaga,situasi yang kondusif bagi kondisi psikologis ibu hamil, dll). d. Ibu hamil pada trimester ketiga diberikan kit individu (kit ibu hamil). Penjangkauan ibu hamil dan bayi baru lahir di pengungsian dapat memudahkan untuk pemberian layanan yang tepat dalam penanganan masalah kesehatan ibu hamil tersebut. e. Pastikan tempat tertutup dalam melakukan ANC dan jika terdapat tandatanda bahaya kehamilan atau persalinan segera dirujuk. f. Berikan edukasi kepada ibu, suami dan keluarga tentang tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan pascapersalian, apabila ditemukan tanda bahaya segera menghubungi petugas kesehatan. Gunakan buku KIA untuk mengedukasi ibu, suami dan keluarga. 9



4. Berkoordinasi dengan subklaster gizi untuk ketersediaan konselor ASI di pengungsian Sejak hamil, ibu dimotivasi untuk memberikan ASI kepada bayinya. Ibu pascapersalinan di pengungsian tetap dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung, ibu mungkin tidak dapat memberikan ASI secara optimal sehingga keberadaan tenaga konselor ASI di pengungsian mungkin diperlukan. Konselor ASI tidak terbatas pada tenaga kesehatan saja tetapi dapat juga masyarakat yang sudah mengikuti pelatihan konselor ASI. Suami dan keluarga diharapkan dapat mendukung ibu untuk memberikan ASI. Konselor ASI akan memberikan informasi, memotivasi dan mengedukasi ibu dan keluarga agar tetap memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi di pengungsian. Penanggung jawab komponen maternal neonatal berkoordinasi dengan koordinator sub klaster kesehatan reproduksi berkoordinasi dengan sub klaster gizi untuk: 



Penyediaan tenaga konselor ASI bila dibutuhkan







Menyiapkan pelaksanaan konseling ASI dilakukan berkelompok atau secara individu, disesuaikan dengan kondisi pengungsian dan jumlah ibu yang akan dikonseling







Menyusun jadwal, waktu dan tempat pelaksanaan konseling ASI



5. Memastikan ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal dan rujukan 24 jam/7hari a. Pada setiap kehamilan dapat terjadi komplikasi sewaktu waktu yang dapat mengakibatkan keadaan kegawatdaruratan maternal neonatal. Untuk itu penanggung



jawab



komponen



matenal



neonatal



wajib



memastikan



tersedianya: •



Petugas



kesehatan



terlatih



dengan



jadwal



jaga



24



jam/7hari •



Alat dan obat kegawatdaruratan







Sistem rujukan



tersedia



yang berfungsi(transportasi,



radiokomunikasi, stabilisasi pasien, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan yang dituju) 10



b. Jika pelayanan rujukan 24 jam/7 hari tidak tersedia maka penanggung jawab komponen maternal neonatal perlu memastikan adanya petugas kesehatan di puskesmas yang tetap dapat melakukan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal melalui bimbingan dan konsultasi ahli. c. Pelayanan dan asuhan pasca keguguran. 6. Memastikan asupan gizi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil dan menyusui, bayi baru lahir Asupan gizi yang cukup dan baik harus dipenuhi untuk kelompok rentan khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Ibu hamil dan ibu menyusui dianjurkan untuk konsumsi beragam makanan dengan pola gizi seimbang dan proporsional. Penanggung jawab komponen maternal neonatal perlu memastikan: a. Kecukupan gizi bagi kelompok rentan terutama ibu hamil dan ibu menyusui dengan cara berkoordinasi dengan koordinator sub klaster gizi dan klaster perlindungan dan pengungsian untuk menyediakan makanan yang sesuai dengan pola gizi seimbang b. Pengolahan makanan dilakukan secara higienis dan mempertimbangkan ketersediaan bahan pangan lokal c. Penggunaan buku KIA untuk pemantauan kecukupan gizi d. Apabila didapatkan ibu hamil dengan permasalahan gizi, penanggung jawab komponen maternal neonatal dapat berkoordinasi dengan sub klaster gizi dan sub klaster pelayanan kesehatan untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada ibu hamil dan ibu menyusui.



11



BAB III PENUTUP



3.1 KESIMPULAN Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis Kesehatan Maternal dan Neonatal Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi. Kondisi ini akan lebih buruk bila terjadi pada kondisi bencana, karena terganggunya sistem pelayanan kesehatan. Sampai saat ini data kasus kematian ibu pada daerah bencana belum terdokumentasi, sehingga data yang digunakan sebagai rujukan adalah Angka Kematian Ibu pada situasi normal. Ibu dan bayi yang tinggal di daerah yang terkena banjir, sangat rentan mengalami berbagai gangguan kesehatan mulai dari diare, kekurangan gizi, demam berdarah, penyakit kulit dan penyakit lainnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan penanggulangan bencana



untuk mencegah meningkatnya angka kematian dan kesakitan



maternal dan neonatal.



3.2 SARAN Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban  pemerintah atau lembagalembaga yang terkait.Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana agar angka kematian dan kesakitan maternal dan neonatal tidak meningkat



DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, 2011 Saifuddin, A B. 2006. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Pedoman Pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi pada krisis kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2017 Jurnal



Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-2902) PERMASALAHAN KESEHATAN DALAM KONDISI BENCANA: PERAN PETUGAS KESEHATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT