Mengapa Nabi Berpoligami - Ali Syariati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Perpustakaan Nasional RI:​ Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)



Syariati, Ali



Mengapa Nabi SAW berpoligami / Ali Syariati; penerjemah, Sofyan Abubakar; penyunting, redaksi penerbit M i sbah. — Cet. 1. — Jakarta: M i sbah, 2004. 100 him.; 17cm. Judul asi i: Women i n the eyes and heart of M uhammad ISBN 979-3617-09-8 I. Poligami dalam Islam. I. Judul. II. Abubakar, Sofyan. III. Redaksi Penerbit M i sbah. 297.43



D i terj emahkan dari​ Women in The Eyes and Heart of Muhammad ​Karya Dr. Ali Syariati ​Terbitan Sohof Publication, Teheran -1 ran Penerjemah: Sofyan Abubakar ​Penyunting: Redaksi Penerbit M i sbah Diterbitkan oleh L.A.



©Hak cipta di lindungi undang-undang All rights reserved Di I arang memproduksi buku i ni dai am bentuk apa pun tanpa i zi n tertul i s dari penerbi t



 



Daftar Isi Pengantar Penerbit — 7 Pengantar —11 Zainabbinti Jahsy dan Zaid bin Haritsah — 31 Hakikat Poligami —67 Istri-istri Rasulullah—77 Khadijah dan Aisyah — 77 Saudah — 81 Hind (Ummu Salamah) — 82 Ramlah (Ummu Habibah) — 84 Juwayriah — 85 Shafiyah —86 Maimunah — 87 Hafshah —90 Zainab —92 Epilog —93



 



Ffengantar Ffenerbit



K



arya ini pertama kali disampaikan



oleh Dr. Ali Syariati pada suatu konferensi yang diseleng garakan oleh Gereja Jesuit di Paris Konferensi ini diadakan untuk mananggapi buku karya penulis Perancis, Mr. Conde, yang dengan nada minor mengomentari kehidupan perkawinan Rasulullah saw. Selanjutnya, Syariati memasukkan topik penting ini dalam kuliah-kuliahnya di Universitas Masyhad (1966-1967). Setelah mengalami sedi kit pengeditan, rangkaian kuliah itu kemudian di terbitkan pada tahun 1969 dengan judul Lessons in Islamology (Pelajaran-pelajaran tentang Islamologi).



Isu poligami dalam Islam, khususnya yang berkaitan secara langsung dengan kehidupan Rasulullah saw, begitu menarik perhatian para sarjana Barat sejak lama di bandingkan dengan isu-isu lainnya Tentu saja sebagian besar sarjana ini belum melakukan riset ilmiah yang memadai seputar persoalan ini, sehingga mereka terjebak untuk merusak dan mencoreng citra Islam dan umatnya Begitu banyak fakta sejarah yang mereka abaikan demi memenuhi selera dan mungkin kebencian mereka terhadap Islam. Mereka begitu bergairah menyoroti kisah Zaid dan Zainab dan tak tertarik sama sekali dengan fakta bahwa Rasulullah saw ketika ber usia 25 tahun menikah dengan seorang janda yang umurnya Iima belas tahun Iebih tua Mereka juga tidak bermi nat terhadap fakta bahwa bel i au tidak pernah menikah dengan wanita lain selama masa hidup Khadijah as. Bagi mereka, semua fakta itu



tidak berarti dan hanyalah "cerita lucu" yang tidak perlu di kemukakan. Para penulis itu bersikeras mencari dalih untuk menyerang Islam, dan dengan sengaja mengesampingkan seluruh fakta dan realitas tentang kehidupan perkawinan Rasulullah saw untuk mengotori kesucian beliau dan menyan dingkannya dengan raja-raja Timur yang hidup dengan puluhan selir. Mereka mengabai kan fakta bahwa Rasulullah, jika beliau menghendaki, bisa saja mengawi ni Zai nab sebelum dia kawin dengan Zaid. Dan juga jika beliau menghendaki, pasti lebih menyenengkan mengawini gadis-gadis muda daripada dengan janda tua berumur 60 tahun seperti Ummu Salamah. Para penulis itu telah menutup mata terhadap sebagian besar realitas yang terjadi. Jika tidak, mereka tidak mungkin berani menyampaikan kampanye picisan untuk menyudutkan seorang manusia yang begitu tangguh dan dicintai, yang



menikah dengan seorang perempuan bertabiat buruk seperti Hafshah. Rasulullah yang menya dari risiko perkawinannya dengan perempuan yang tidak disukai oleh lingkungannya itu mela kukannya semata-mata untuk mencari keridhaan Allah dengan menolong jiwa yang malang. Akan tetapi, demi Allah, perilaku manusiawi dan penuh pengorbanan itu tidak pernah dicatat oleh para penulis anti-Islam. Isu poligami dan hak-hak perempuan dalam Islam tentu membutuhkan penelitian besar dan harus dilakukan dengan tinjauan dari berbagai sudut tanpa prasangka dan praduga Tidak sela yaknya kita memaksakan kerangka norma-norma modern terhadap persoalan yang berlangsung 1400 tahun silam dalam konteks budaya yang sangat berbeda Dalam pendekatannya terhadap kehidupan perkawinan Rasulullah, Dr. Ali Syariati secara cermat menjaga



objektivitas untuk tidak merusak nilai-nilai ilmiah tulisannya Dengan demikian, dia bisa menghindari melihat persoalan dari sudut dirinya sebagai seorang Muslim yang taat, dan membebaskan pikirannya dari pengaruh kecen derungan keagamaannya Itulah sebetulnya yang paling penting untuk dijadikan pedoman oleh para peneliti, sarjana dan orientalis Barat. ❖  



Penganta r



B​anyak



yang telah diungkapkan tentang



pola pendekatan Rasulullah Muhammad saw atas per soalan perempuan, namun masih banyak pul a yang belum sempat dijelaskan. Apa yang telah diung kapkan ada yang bersifat ejekan musuh-musuh Islam yang lahir dari kebencian sehingga



semua yang telah mereka kemukakan itu tidak lebih dari bualan, kebohongan, tuduhan dan penyimpangan fakta-fakta sejarah. Sebaliknya, ada juga yang berupaya menafsirkan dan menjustifikasi per soalan tersebut dengan membawa-bawa situasi periode tertentu dan selera masyarakat setempat. Sudah barang tentu tak satu pun dari kedua upaya tersebut yang mampu memuaskan dahaga para peneliti yang di benak mereka tidak ada hal lain kecuali menemukan kenyataan dan yang pra duganya hanya demi untuk mencari kebenaran. Persoalan perempuan, baik dari sudut pandang emosional maupuan sosial, sampai saat ini pun masi h merupakan topi k perdebatan yang tak ada habis-habisnya Dan karena ilmu pengetahuan gagal menawarkan pemecahan yang memuas kan, maka suka atau tidak suka persoalan ini akan tetap memiIiki warna ideologis yang



kental. Dan seperti persoalan-persoalan lainnya yang masih belum mampu dijawab secara memuaskan oleh para peneliti dan ilmuwan, maka isu perem puan ini pun akan tetap menjadi pekerjaan rumah kalangan filosof, agamawan, ahli adat-istiadat, pemerhati tren zaman dan konteks tuntutan sosial dan individual suatu zaman untuk menafsirkan dan menguraikannya Dengan demi kian, setiap ali ran, era ataupun masyarakat akan meninjau persoalan perempuan dengan cara-cara tertentu. Maka itu, adalah wajar jika para penulis yeng mengkaji secara mendalam isu perempuan dalam kehidupan Rasulullah, tidak mampu membebaskan dirinya dari praduga praduga yang dipengaruhi oleh kelima faktor penting tersebut, yaitu: filsafat (metode berpikir dan aliran pemikiran), agama, tradisi, kecen derungan yang sedang dominan (selera, perasaan dan keyakinan), dan persepsi serta tuntutan



spi ritual (sosial maupun individual). Karena itulah pendekatan sosial maupun emosional manusia terhadap kedudukan perempuan dan peranan mereka dalam kehidupan sangat dipengaruhi oleh waktu dan masyarakatnya Jel as bahwa penelitian iImiah atas persoalan semacam ini telah menghasilkan asumsi-asumsi yang berbeda dalam setiap zaman dan tipe masya rakat tertentu. Penelitian atas soal ini akan menjadi tugas yang sangat susah untuk dilepaskan dari gagasan, pandangan, kebiasaan dan kecende rungan yang dominan pada zaman tertentu untuk tidak menyebut prasangka tertentu yang berkem bang pada setiap zaman. Profesor Jacques Berque, guru besar saya, pernah mengatakan: "Jika seseorang memandang dan menjustifikasi suatu kejadian yang berhu bungan dengan era dan Iingkungan tertentu dengan



menerapkan pandangan berdasarkan waktu dan lingkungannya sendiri, maka hal itu akan membuat sempit wawasannya terhadap realitas, dan apa pun yang di kemukakannya akan dinilai absurd​ (tidak masuk akal)." Dari berbagai sudut pandang, isu perempuan sangat bergantung pada pengaruh zaman dan Iingkungan, sedemikian hi ngga norma dan prinsip tertentu bisa di anggap sangat manusiawi di suatu zaman dan lingkungan tetapi pada zaman dan lingkungan lainnya hal yang sama bisa dianggap sebagai kejahatan yang sangat tidak manusiawi. Isu poligami merupakan contoh yang jelas dalam hal ini. Pada zaman kita sekarang ini, praktik poligami dianggap sebagai suatu bentuk kqahatan tersembunyi terhadap perempuan. Akan tetapi, di masalalu, terutamadi lingkungan masya rakat primitif, praktik poligami telah memung kinkan para



janda dan anak-anaknya yang telah kehilangan ayah untuk menikmati kehangatan, rasa aman dan kesejahteraan dalam sebuah keluarga yang utuh. Dengan demikian, masa depan mereka yang terancam kemiskinan, kesengsaraan dan penin dasan akan terselamatkan dengan kehadiran seorang lelaki yang pada zaman itu merupakan pelindung tunggal kaum perempuan dan anak- anak. Lebih jauh lagi, keluarga-keluarga yang telah kehilangan ayahnya dalam suatu peperangan, misalnya, akan mendapatkan perlindungan dan bantuan segar di bawah sistem perkawinan poli gami.1 Satu contoh lainnya adalah isu jilbab (​hijab) a ​ tau busana Muslimah. Di zaman 1 Lihat Women in Islam and Europe, karya Hassan Sadr, terutama artikel dokumenter Profesor M urtadha M uthahhari di maj al ah Zan-e Ruz (1967) dan j uga debat-debat terak hi r bel i au tentang hak-hak perempuan.



sekarang, busana seperti itu dianggap sebagai pembatas gerak dan kebebasan perempuan. Para pemikir kontemporer menganggapnya sebagai keanehan dan model yang menggelikan. Namun demikian, pada masa Ialu, cadar dan jilbab merupakan simbol kelompok elite, ukuran gengsi sosial, dan semacam bentuk pemeliharaan martabat dan kehormatan perempuan. Bahkan, sampai saat ini, pada lapisan masyarakat pede saan atau masyarakat perkotaan tertentu yang masih setia pada tradisi, cadar dan jilbab masih memiliki status yang sama Oleh karena itu, pada tahun-tahun bela kangan ini banyak peneliti yang mulai meng kaji hak-hak perempuan dalam Islam. Dalam buku ini saya tidak akan mengulang-ulang apa yang telah di kemukakan oleh para peneliti ter sebut. Sudah barang tentu banyak di antara para tokoh dan pembaharu besar dalam



sejarah manusia yang gagal memperhatikan persoalan perempuan atau bahkan meremehkannya sama sekali. Tetapi, Rasulullah saw adalah satu-satunya tokoh dan pembaharu besar yang sangat memperhatikan nasib kaum perempuan dan meninggikan harga diri serta hak-hak sosial mereka Beliau memberi kan jaminan Islam atas hak kepemilikan indivi dual dan kebebasan ekonomi bagi kaum perem puan. Beliau mawajibkan laki-laki untuk memenuhi seluruh kebutuhan material perempuan sampai dengan memberi mereka hak untuk menuntut biaya perawatan anak-anak dan menentukan mahar perkawinan. Semua itu mengindikasikan adanya afirmasi atas jati diri dan hak-hak perem puan dalam Islam. Ketentuan itu juga merupakan cara untuk menjamin status ekonomi perempuan dalam menghadapi ketidakpastian masa depan mereka



Lebih jauh lagi, persamaan dalam hukum dan agama antara perempuan dan laki-laki dalam Islam adalah faktor yang memberi kekuatan sosial (​social force) dan menjamin kemerdekaan sejati perempuan terhadap laki-laki yang cenderung bersikap otoriter terhadap mereka. Apa yang bisa saya kemukakan tentang isu perempuan yang peka dan rumit dari sudut pandang Islam, yang di rangkum dari analisis yang cermat dan menyeluruh atas hak-hak sosial, moral dan harkat perempuan dalam aliran pemikiran saya adalah bahwa Islam menentang diskriminasi kelamin (sex discrimination) secara diametris sekaligus juga tidak mendukung gagasan persamaan kelamin (​sex equality). Dengan kata lain, Islam tidak menghendaki diskriminasi tetapi juga tidak meyakini ide persamaan laki-laki dan perempuan. Apa yang ingin dicapai adalah menempatkan keduanya pada



kedudukan alamiahnya masing-masing dalam suatu masya rakat. Islam menilai diskriminasi sebagai kejahatan dan persamaan sebagai penyesatan. Peradaban (manusia) menentang yang pertama, dan kodrat alam menentang yang kedua Alam tidak pernah menganggap perempuan lebih rendah ataupun sama dengan laki-laki. Alam menentukan keduanya sebagai perpaduan yang saling meleng kapi dalam kehidupan dan masyarakat. Untuk alasan itulah Islam (yang sudah tentu berten tangan dengan peradaban Barat dalam hal ini) sangat mendukung ketentuan hak-hak alamiah bagi keduanya Pernyataan inilah yang mungkin paling briIian untuk di kemukakan dalm kaitannya engan pokok persoalan perempuan. Aspek kedai aman dan nilai-nilai Iuhurnya akan tampak nyata bagi para pemerhati yang sadar dan cukup berani untuk berpikir bebas tentang pemikiran dan



kecenderungan pihak Barat dan melihat serta mengkaji setiap isu tentang Islam untuk diri mereka sendiri. RasululIah saw menjunjung tinggi martabat dan hak-hak perempuan yang telah ditentukan Islam buat mereka Allah SWT berfirman: Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perem puan, hitamlah (merah padamlah) muka nya, dan dia sangat marah, la menyem bunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disam paikan kepadanya Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehi naan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. an-Nahl: 58-59) Patutkah dia mengambil anak perempuan dari yang diciptakan-Nya dan Dia meng khususkan buat kamu anak laki-laki. Pada hal apabila salah seorang di antara mereka diberi



kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih. (QS. az-Zukhruf: 16-17)



Tidak hanya dalam teori, tetapi juga dalam praktik beliau meninggikan perempuan. Beliau mendambakan kesetiaan dari kaum lelaki mau pun perempuan, dan beliau juga menempatkan perempuan sebagai pendamping sepanjang masa perjuangannya Di depan publik, seringkah Rasulullah saw meletakkan anak perempuannya yang masih kecil, Say idah Fatimah as, di pangkuannya sam biI terus berdiskusi dengan khalayak banyak. Beliau memeluk dan membelai anak perempuan nya secara mesra Dengan memperlihatkan kasih sayang yang tinggi terhadap anak perempuan yang tak lazim pada masa itu, beliau bermaksud mencontohkan kepada bangsa Arab bahwa anak perempuan



bukan merupakan bencana atau kemalangan. Anak perempuan seperti halnya anak laki-laki harus di cintai dan dikasihi secara seimbang. Beliau melakukan semua itu di depan khalayak yang raut wajah mereka akan segera berubah kecut bila mendengar kabar kelahiran anak perempuan; orang-orang yang tidak bisa menahan amarah atau bahkan seringkah mem buang dan mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup. Ketika Amirul Mukminin Ali as bermaksud mengajak Sayidah Fatimah as ke jenjang perka winan, pertama-tama Rasulullah saw meminta kesediaan Fatimah as. Hal itu beliau lakukan dengan penuh kasih, kelembutan dan kesan tunan. Dengan sikap jujur, sederhana dan sabar, beliau menunggu di luar kamar Fatimah as dan berkata "Fatimah, Ali bin Abi Thalib menyebut- nyebut namamu." Dalam hening dan penuh kesabaran, beliau menunggu jawaban Fatimah. Jika



jawabannya "Tidak" atau "Tak bersedia", maka secara eksplisit Fatimah akan menutup pintu kamarnya pelan-pelan. Dan jika jawabannya "Iya", maka Fatimah akan diam, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Keti ka pada akhi rnya Fatimah menikah dengan Ali, Rasulullah saw mengunjunginya setiap hari. Beliau biasa menunggu di depan pintu masuk dan memohon izin pada Fatimah untuk masuk kedalam rumah. Beliau yang selalu pertama kali menyapa Fatimah as. Dalam memperlakukan istri-istrinya, Rasulullah saw selalu bersikap penuh hormat, lembut dan kasih sayang sampai pada tingkat yang mem bingungkan masyarakat primitif yang hidup di zaman itu. Sosok manusia yang di luar rumah menampakkan kekuatan dan ketangguhan itu ternyata begitu lembut, sederhana dan ramah manakala berada di dalam rumah. Sikap beliau itu ternyata menimbulkan efek yang mungkin di mata para sahabat dan umatnya kurang menyenangkan.



Mengalami perlakuan yang demikian itu, sebagian istri Rasulullah as mulai berubah agresif dan berani menentangnya secara terbuka Mereka menimbulkan perteng karan dan percekcokan dangan beliau. Nada bicara mereka mulai kasar dan terus mengomel tanpa henti sehingga menyakiti perasaan Rasulullah. Suatu ketika, Rasulullah saw begitu terpukul dengan situasi yang ada sehingga—bertentangan dengan aturan di mana biasanya si lelaki akan mengusir pihak perempuan dangan kasar, sebagai mana yang sampai saat ini pun sering dilakukan oleh sebagian umat Islam—beliau keluar rumah dan mengungsi ke gudang penyimpanan gandum. Dengan menggunakan sebatang pohon, beliau memanjat sampai pada tempat ketinggian yang tak seorang pun mungkin dapat mengusiknya Beliau tinggal di sana selama sebui an.



Begitu gelisahnya Rasulullah saw dengan situasi yang berlangsung sampai-sampai beliau tidak pergi ke masjid untuk beberapa waktu. Kejadian ini membuat umat bersedih hati dan tertekan bati n. M ereka akhi rnya memi nta kepada Umar untuk menemui Rasulullah saw. Umar memohon izin untuk berbicara, tetapi Rasulullah menolaknya Akhirnya, Umar menulis pesan: "Jika engkau berpikir bahwa aku ingin ber bicara denganmu tentang anak perempuanku ​(Hafshah adalah anak perempuan Umar yang menjadi istri Rasulullah yang sering membuat beliau sakit hati),​ maka sebenarnya aku begitu terhina dengan tingkah lakunya Dan bila engkau berkenan aku akan memenggal lehernya" Setelah membaca pesan itu, Rasulullah meng izinkan Umar untuk masuk ke dalam gudang. Menurut cerita Umar selanjutnya, ketika ia masuk ke



lumbung gandum itu, ia melihat Rasulullah berbaring di atas tikar jerami di sudut ruangan. Ketika Rasulullah bangkit, terlihat jelas bekas goresan tikar itu di wajah beliau. Umar menitik kan air mata menyaksikan pemandangan seperti itu. Melihat kesedihan di wajah Umar, Rasulullah bercerita betapa indahnya kehidupan orang-orang yang berkhalwat (mengasingkandiri dari keramai an dunia) dan berusaha untuk menghibur Umar. Tingkah laku para istri Rasulullah merupakan salah satu kesulitan yang paling menekan dalam kehidupan beliau. Dan hal demikian adalah wajar mengingat lebarnya jurang yang memi sahkan mereka secara spiritual dan ideologis dengan Rasulullah. Lagi pula, perempuan pada waktu itu dianggap tidak lebih dari budak rendah yang tak berdaya, dan yang dengan demikian tidak terbiasa dengan kemerdekaan dan kehor matan yang



hanya mereka nikmati keti ka berada di samping Rasulullah. Sampai detik ini kita sering menyaksikan fakta bahwa apabila seseorang dianugerahi kehormatan yang sebelumnya tak dia miliki, maka tingkah laku bawaaannya yang jelek akan muncul dalam bentuk yang bahkan lebih buruk, lebih berbahaya, lebih kompulsif dan lebih reak sioner. Kejadian yang diceritakan oleh Umar itu secara jelas menggambarkan berlangsungnya suatu revolusi mendasar mengenai hak-hak sosial perempuan, khususnya dalam kaitannya dengan kedudukan laki-laki semasa zaman Rasulullah saw. Umar juga pernah berkata "Demi Allah, di zaman kezaliman ini, kita belum pernah melibatkan perempuan dalam segala urusan kita sampai akhirnya AlIah menu runkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memberi mereka hak-hak hukum. Pernah suatu waktu, ketika aku sedang berkonsultasi



dengan beberapa orang mengenai urusan yang sedang aku tangani, istriku ikut berbicara, mengajukan beberapa usul agar aku begini dan begitu. Seketika itu aku mendampratnya: 'Kau pikir kau punya hak mencampuri urusan-urusanku?' Lalu istriku me nyahut: 'Sungguh mengherankan kau tidak meng inginkan orang lain untuk mencampuri urusanmu, sementara anak perempuanmu (Hafshah) terus berdebat dengan Utusan Allah selama sehari penuh sehingga membuat Rasulullah resah dan tersinggung.' Mendengar perkataan istriku itu, segera kuraih jubahku dan keluar rumah untuk menemui Hafshah. Aku bertanya pada anak perempuanku itu mengenai kebenaran cerita istriku. Hafshah mengakuinya Kemudian kukatakan kepadanya: 'Anakku, sadarkah kau akan hukum Tuhanmu dan kemarahan Rasulullah?! Jangan kau cemburu memandang kecantikan perempuan itu



(maksud nya Aisyah) dan kasih sayang beliau terha dapnya...'" Kemudian, pernah juga suatu ketika Umar dan Abu Bakar melihat Rasulullah saw sedang duduk dikelilingi oleh sejumlah istri beliau. M ereka sedang merengek dan mengeluh dengan nada yang kasar atas kondisi kemiskinan yang merundung rumah tangga Rasulullah. Mereka menuntut nafkah yang lebih baik dari beliau. Rasulullah mendengarkannya dengan hening, sedih dan senyum getir di bibirnya Begitu beliau melihat Umar dan Abu Bakar, beliau mengeluh bahwa perempuan-perempuan itu menuntut sesuatu yang tidak bisa beliau penuhi. Keduanya langsung bangkit dan men damprat anak-anak perempuan mereka masing- masing (Aisyah dan Hafshah). Anak-anak perempuan yang sudah terbiasa dengan bahasa kekerasan itupun langsung terdiam dan berjanji



tidak akan menuntut segala sesuatu yang tidak dimiliki Rasulullah. Tingkah laku perempuan semacam itu bagi ayah mereka sendiri dan mungkin juga umat Islam lainnya yang merasa sedih karena Rasulullah disakiti seperti itu tidak bisa ditoIeransi. Tetapi, Rasulullah justru bersikap seba liknya Beliau mentolerir setiap orang dan setiap perilaku dengan tujuan untuk memberi pendi dikan dan pelajaran kepada mereka yang belum beradab dan beretika untuk menciptakan bentuk kepribadian baru. Perl u j uga ditambahkan di si ni bahwa penye bab I ainnya yang membentuk watak tidak terpuji pada para istri Rasulullah saw adalah karena informasi yang mereka dengar mengenai para istri raja di Iran, kaisar Romawi atau bahkan istri- istri emir dan sultan Yaman, Hirah, Ghassan dan Mesir yang hidup bergelimang kemewahan dengan berbagai macam kesenangan duniawi. Sedangkan



mereka, yang merasa di ri sebagai istri-istri "Kaisar" Arab, hanya mampu memasak kulit biji gandum sebagai hidangan panas mereka Dan di atas taplak meja rumah mereka, orang hanya melihat air putih dan buah palem. Tidak ada yang lain! Perselisihan Rasulullah dengan istri-istrinya terus memuncak sampai pada titik di mana wahyu Ilahi turun untuk mereka Ayat-ayat yang diturunkan menyebutkan bahwa mereka yang lebih mendambakan [kesenangan] duniawi boleh mengumpulkan mas kawin dan menjalani kehi dupan bebas yang mereka kehendaki; dan mereka yang mendambakan Allah dan Hari Akhirat harus terus tabah menjalani kesulitan hidup bersama Rasulullah di rumahnya yang begitu sederhana Mereka akhirnya memilih Muhammad saw dengan kemiskinannya, kecuali ada seorang yang lebih menyukai kenikmatan dunia Meski



demikian, dunia terbukti kejamd an menyebabkan kesengsaraan baginya Rasulullah (saw) berkata "Ada tiga hal yang aku cintai dari dunia ini: 2 wangi-wangian, perem puan dan cahaya yang menembus mataku ketika aku shalat." Beliau memperlakukan istri-istrinya dengan penuh keadilan, dan membagi waktu bagi mereka secara merata Tetapi, perlu dicatat, kecintaan Rasulullah kepada Aisyah begitu besar karena dialah satu-satunya istri beliau yang dinikahi masih gadis; sedangkan yang lain-lainnya adalah janda-janda yang beliau nikahi karena tuntutan strategis dan moral. Selain cantik dan muda, Aisyah sangat mencintai Rasulullah, sehingga dia sering cemburu terhadap istri-istri Rasulullah lainnya Bahkan, Aisyah juga cemburu 2



Beberapa penulis berwawasan sempit membesarkan perka taan Rasulullah ini dan menuduhnya bernafsu besar terhadap perempuan. Dasar pemilihan istri-istrinya, sebagai mana di jelaskan dalam halaman-halaman sebelumnya, mampu menangkal tuduhan- tuduhan tersebut.



pada Fatimah (anak perempuan Rasulullah) dan Ali yang juga sangat beliau sayangi. Setiap kali Rasulullah menghadapi kejenuhan atau kesulitan dalam kehidupan politisnya, atau manakala energinya terkuras akibat proses meditasi dan kontemplasi yang sering beliau lakukan, ataupun ketika beliau mengalami tekanan spiritual dan beban pikiran yang berat, beliau suka mengadu kepada Aisyah. Dengan penuh kelembutan, beliau akan berkata, "Bicaralah padaku, wahai bunga mawarku." Dunia Eropa saat ini mengecam dan sangat benci terhadap praktik poligami. Etika Kristiani menganggap kecantikan perempuan sebagai tipu daya setan dan pemujaan terhadap kecantikan merupakan kecenderungan ke arah penyim pangan dan dekadensi moral. Praktik salibasi (kehidupan membujang) dianggap sebagai cara untuk memperoleh berkah Tuhan dan menjamin kepatuhan



religius. Para pendeta Kristen, penulis yang picik dan beritikad buruk yang terpengaruh oleh propaganda politis dan keagamaan mereka terus berusaha mencari titik-titik lemah dalam kemuliaan Rasulullah. Maka, merekapun ber upaya menciptakan julukan "Don Juan" bagi Rasulullah, menuduhnya sebagai orang yang haus perempuan dan juga memelihara gundik- gundik seperti para penguasa Timur lainnya Mereka terus menyerang dan menggemborgemborkan dua isu sentral, yaitu kehidupan poligami Rasulullah dan kisah Zainab, anak perempuan Jahsy. Lontaran tuduhan yang seperti diorganisasi itu datang bertubi-tubi sehingga gemanya men capai sendi-sendi kehidupan kita, dan banyak sekali kelompok intelektual Islam yang ter pengaruh. Saya pribadi, pada sisi lain, berupaya menjelaskan secara gamblang realitas persoalan perempuan yang sedang kita bahas ini sejalan



dengan apa yang telah saya pahami. Saya yakin bahwa persoalan perempuan dalam kehidupan Rasulullah bukan merupakan titik lemah beliau, melainkan justru merupakan gambaran yang indah dan cemerlang dari jiwa Rasul yang penuh kebijakan itu. Abbas Mahmoud al-Aqqad, seorang penulis Mesir terkemuka, mengatakan bahwa para misio naris Kristen dan penulis kolonial diarahkan untuk memberi pukulan yang mematikan terhadap Islam dengan mencoba menyentuh titik persoalan yang mereka kira sebagai sisi-sisi lemah Islam. Tetapi, sebenarnya justru di situlah mereka mela kukan kesalahan fatal. Bagi umat Islam yang memahami betul agamanya dan mengenal baik karakter dan cara hidup Rasulullah, tidak ada yang Iebih jelas dan Iebih nyata dari pada realitas kehidupan beliau sendiri. Apa yang menurut mereka sebagai kelemahan dan yang telah mereka serang



habis-habisan, ternyata justru merupakan bukti yang cukup bagi umat Islam untuk mengagungkan Rasul mereka dan ber upaya membebaskan agama beliau dari berbagai tuduhan yang menyudutkan agamanya Sesungguhnya seorang Muslim sejati akan selalu mendukung dan meyakini kenabian Muhammad saw dan tak ada alasan yang lebih hakiki bagi kebenaran kenabian beliau melebihi setiap sikap beliau dalam memperlakukan istri- istrinya dan alasan di balik pilihan beliau atas masing-masing istri itu. Untuk itulah pada kesem patan ini pertama-tama kita akan mengkaji kisah Zainab, kemudian melihat kembali biografi istri-istri Rasulullah sebagai landasan untuk mem buktikan benar-tidaknya prasangka musuh-musuh Islam terhadap beliau. ❖



  Zainab binti Jahsy



dan Zaid ​bin Haritsah



Zainab adalah anak perempuan Jahsy dan adik Abdullah, sahabat dari kalangan Muhajirin yang mati syahid dalam suatu peperangan mem bela agama Islam. Keluarga Jahsy dihormati oleh seluruh suku Quraisy karena kemuliaan pola hidup mereka Zainab yang cantik adalah juga cucu perempuan Abdul Muththalib (Kakek Rasulullah), sehingga dia merupakan keturunan dari dua orang yang dihormati dan termasuk kerabat Rasulullah dari pihak Bapak. Sedangkan Zaid bin Haritsah adalah seorang tawanan perang dari Syam (Suriah). Suratan nasib mem bawa Zaid ke rumah



Khadijah yang akhirnya menyerahkannya kepada suami nya, RasululIah saw. Ayah Zaid, Haritsah, orang terhormat di Syam, berusaha mencari Zaid di Mekkah dan ia kemudian menemukannya di sana. Haritsah bermaksud membebaskan Zaid dari tuannya. Muhammad saw tidak keberatan, tetapi Zaid menolaknya Dia lebih suka hidup sebagai budak Rasulullah daripada hidup dalam kebebasan. Dengan bangga dan nada memohon, dia ber cerita pada sang ayah yang telah banyak men derita dalam upaya mencari anaknya itu: "Aku melihat dalam raut wajah Muhammad secercah cahaya dan kemurnian yang tidak mungkin terpisah dari hatiku." Nabi Muhammad saw mengenal betul loya litas dan sifat mulia Zaid dan melihat pada mata anak itu rasa cinta yang lebih mendalam kepada bel i au dari pada kepada ayahnya sendiri.



Maka, tanpa ragu sedikit pun, Muhammad saw membebaskan Zaid dan mengangkatnya sebagai anak sendi ri. Lalu, beliau meminta setiap orang untuk memanggil nya Zaid bin Muhammad bin Abdullah sebagai pengganti dari Zaid bin Haritsah. Zaid tidak hanya memperoleh ayah baru di negara yang telah menawannya itu, tetapi ia juga dinilai telah mengisi kesepian dalam rumah Muhammad saw sgak anak-anak lelakinya dari Khadijah, Qasim dan Abdullah, meninggal semasa bayi. Persahabatan yang intim dan menakjubkan antara kedua jiwa menghiasi salah satu fase yang indah dalam kehidupan Rasulullah. Zaid tumbuh besar dalam rawatan Muhammad sebagai ayah nya, Khadijah sebagai ibunya, Fatimah az-Zahra sebagai saudara perempuannya dan Ali sebagai saudara Iaki-Iakinya. Anak muda Suriah yang cerdas, mewarisi



sifat-sifat bijak dari masyarakat yang telah beradab (masyarakat Suriah) dan anggota keluarga terkemuka itu lantas menjadi anggota kelima kel uarga RasululIah." Anggota" keenamnya adalah Allah. Secara cerdas dia mengenal, menghampiri dan membuka pintu kebahagiaan, dan sungguh bijaksana dia memilih nasibnya yang menakjubkan itu! Mengangkat anak (adopsi) merupakan kebiasaaan orang Arab. Budak-budak yang begitu disayangi oleh tuan-tuannya akan dijamin kemer dekaannya dan diangkat dari status budak men jadi anak angkat. Meski demikian, masyarakat di sekitarnya biasanya sulit melupakan kenangan bahwa para anak angkat itu pernah menjadi budak. Walaupun dengan perubahan status itu hak-hak sosial mereka terjadi m, reputasi sosial budak-budak yang telah dibebaskan itu tetap tidak mengenakan dan mereka



tidak pernah diper lakukan sebagai bagian dari warga masyarakat yang benar-benar bebas. Demikian juga anak angkat sering tidak diperlakukan seperti anak sendiri. Budak-budak yang dibebaskan tidak hanya terdiskrimi nasi secara psi kol ogi s dan sosial serta mengalami tekanan moril dan spiritual, tetapi juga hak-hak sosial nya tidak di akui. Lebih jauh lagi, beberapa bentuk diskriminasi tertentu masih terus mereka alami. Salah satu bentuk diskriminasi tersebut adalah dengan cara mencela habis seorang laki-laki yang akan mengawini mantan istri dari budak yang telah dibebaskan. Bahkan, perkawinan semacam itu biasanya mereka Iarang. Selain mengupayakan persamaan mutlak antara "​yang bebas" dan "​yang dibebaskan" ​dengan mengikis habis diskriminasi sosial yang membuat jarak antara keduanya, RasululIah j uga berkeinginan menghapus jejak-jejak suram perbudakan dari j i wa para bekas



budak dan j uga dari ingatan kolektif masyarakatnya Kemudian beliau j uga berusaha menghiIangkan rasa rendah diri para mantan budak dalam kehidupan masyarakat. Dan lebih jauh lagi, Rasulullah juga di utus untuk menganugerahi mereka suatu bentuk kepribadian baru dan status spiritual, intelektual dan sosial yang lebih terhormat sehingga masya rakat serta kesadaran moralnya akan mampu mendukung dan melibatkan mereka sebagai manu sia bebas yang sqati. Sebagai salah satu langkah dalam upaya itu, Rasulullah mempercayakan kepada Zaid suatu tugas yang peka dan rumit, sekaligus dalam rangka memperkenalkan seorang bekas imigran dan sahabat Rasulullah yang mulia dan terhor mat. Dalam rangka ini, ia menunjuk Zaid sebagai pengganti atau wakilnya di Madinah (dalam salah satu peperangan), dan juga menunjuknya sebagai komandan suatu gerakan militer



terbesar menghadapi Romawi, di mana dalam hal ini dia membawahi beberapa pejuang besar Islam seperti Ja'far bin Abu Thai i b (saudara Ali bin Abi Thalib), Abdullah bin Rawahah dan Khalid bin Walid. Selain itu, Rasulullah sering berdiskusi dengan Zaid tentang beberapa persoalan yang sangat sensitif dan menugaskannya untuk meng awasi beberapa pengerahan militer lain. Bahkan, pada masa-masa selanjutnya, Rasu lullah sering berbincang-bincang dan berkonsultasi dengan anak-laki-laki Zaid, yaitu Usamah, seperti apa yang biasa beliau lakukan dengan Ali bin A bi-Thalib mengenai persoalan keluarga yang serius, seperti pada persoalan al-ifk. Ketika menjelang saat terakhir kehidupannya, Rasulullah menunjuk Usamah yang waktu itu berusia 18 tahun sebagai komandan balatentara Muslim dalam perang panjang menghadapi kekaisaran Romawi. Semua



tindakan itu beliau lakukan untuk terus menerus mengupayakan dan meman tapkan proses pensejajaran para budak bebas sebagai insan bebas yang berdampingan dengan selainnya tidak hanya dalam kehidupan masya rakat Islam, tetapi juga dalam hati semua umat. Dalam rangka itu pula, Rasulullah memu tuskan untuk memilih salah seorang gadis dari kalangan terhormat untuk mendampingi Zaid dalam kehidupan rumah tangga Dengan langkah itu beliau bermaksud mengobati rasa rendah diri para pendatang asing, terutama mantan-mantan budak yang telah dibebaskan, sekaligus untuk menghapus tradisi asal usul atau prasangka keluarga yang sering timbul khususnya menje lang proses perkawinan. Walaupun demikian, Rasulullah menyadari bahwa tak akan ada seorang pun dari keluarga terkemuka yang mau menerima perkawinan dengan seorang bebas budak. Karenanya, beliau



menjodohkan Zaid dengan anak perempuan dari kerabat beliau sendiri dengan memanfaatkan pengaruhnya pada mereka. Rasulullah memilih Zainab (kerabat beliau dari pihak ayah). Tetapi, seperti yang telah diduga, Abdullah, saudara laki-laki Zainab, menolak keras lamaran itu dan menganggapnya sebagai penghinaan terhadap keluarga Zainab. Karena niat mulianya, Rasulullah terus berupaya Tetapi, dalam upaya nya menghilangkan tradisi kolot warisan masa jahiliyah tersebut (tradisi yang saat ini pun masih bisa diIihat pada masyarakat Eropa yang mengaku telah beradab), Rasulullah tidak bertindak terlalu jauh, sampai pada akhirnya turun Wahyu Allah: ​Setiap saat Allah dan rasul-Nya menyampaikan suatu perintah tak seorang beriman pun yang mempunya kekuatan untuk menentang-Nya, dan mereka yang mengingakari Allah dan rasul-Nya akan terkena azab karena kel ala an yang nyata



Turunnya wahyu Ilahi tersebut akhirnya mampu meyakinkan Abdullah dan adiknya, Zainab. Perkawinan yang bertujuan untuk meng hapus prakti k tercel a dan memperkenalkan tradisi baru pada manusia itu akhirnya terwujud sesu dah Rasulullah membayar mahar Zaid untuk Zainab. Akan tetapi, yang terjadi kemudian, karena perkawinan tersebut terbukti demi untuk tujuan sosial yang mulia semata-mata, perkawinan mereka berubah menjadi nasib buruk dalam kehidupan rumah tangga Zainab, karena status nya sebagai anggota keluarga terhormat, tidak pernah mampu menyingkirkan aristokrasinya dan j uga terus gundah dengan status sosi al Zaid sebagai bekas budak. Seringkah dia menying gung persoalan status itu, singgungan yang sangat menyakiti perasaan Zaid. Zainab juga sering mendatangi Rasulullah untuk mengeluh kan masalah Zaid. Demikian juga Zaid



sering mengeluh kepada Rasulullah. Beliau menasihati Zaid agar memaklumi Zainab dan berusaha menjembatani perbedaan yang ada di antara mereka Zai nab bersedia menyerahkan dirinya kepada Zaid untuk hidup berumah tangga dengannya, hanya karena kepatuhannya kepada perintah Rasulullah. Hal ini berarti dia melakukan itu tidak dengan sepenuh hati. Karena hati manusia adalah ruang lingkup yang tidak bisa di perintah oleh kekuatan apapun selain cinta, maka Zainab pun sulit membohongi perasaan hati nya bahwa dia sebenarnya tidak mencintai Zaid. Ikatan yang telah dirintis dan diwujudkan dengan berbagai upaya oleh Rasulullah hari demi hari itupun terasa semaki n rapuh. Kesabaran Zainab mulai sirna. Baginya, hidup bersama Zaid seperti meletakkan batu besar di atas dadanya dengan status sosial yang menekan, dan seperti ada tali yang menjerat mati lehernya hanya karena



untuk melindungi kepentingan sosial dan politik tertentu. Pada sisi lain, Zaid juga semakin merasa tersiksa atas perkawinannya dengan seseorang yang selalu mengambil jarak dengannya Seiring dengan berlalunya waktu, Zaid semakin merasa terasing. Akhirnya, warna dan cita rasa perka winan mereka yang tak serasi itu menyuram dan menggeli r, dan tak seorang pun mampu berbuat apa-apa lagi untuk mengatasinya Tak diragukan lagi, seperti yang telah diung kapkan Shandel: "Hati yang selalu haus akan cinta biIa hampa dari cinta yang didambakannya itu tidak akan pernah merasa damai. Tuhan, kebabasan, ilmu pengetahuan, seni, keindahan dan cinta, masing- masing laksana mata air yang menanti pencin tanya di gurun pasir pencarian. Air yang berasal dari sumbernya itulah yang akan mampu mengisi hati seseorang dan bejana yang berdebu."



Sebaliknya, Rasulullah mendeteksi getaran misterius tersembunyi pada mata Zainab yang mencerminkan perasaannya terhadap beliau. Kilauan misterius yang menyala dalam hati Zainab itu tersembul di pipinya (yang memerah). Kegelisahan yang mencengkram hati Zainab membuatnya sangat sulit dan tidak tenang untuk menahan keheningan di depan Muhammad saw. Ketika pertama kal i menangkap kiIauan mata Zainab, Rasulullah langsung mengalihkan pan dangannya Beliau merenung sejenak dan segera pulang ke rumahnya Tetapi, kemanakah Zainab harus melangkah? Kesabaran Zaid semakin menipis Langit terasa begitu berat menekan dada Rasul dan memicu denyut jantungnya Untuk mencoba menemui orang lain dan mendengar pembicaraan tentang mereka, terasa begitu menyakitkan bagi Rasulullah saw.



Di rumahnya yang sepi dan dingin dua orang asing hidup dalam kepahitan, keheningan dan kehinaan, menunggu sesuatu yang tidak mungkin datang, menyaksikan waktu yang terus berlalu, matahari yang terbit dan terbenam tanpa variasi sama sekal i. Begitu monoton dan bisu. Jika tiba- tiba tertangkap kilauan cahaya, itupun akan habis dimakan api yang tak bisa di padamkan lagi oleh kedua insan dalam rumah tangga itu. Karena tertekan dan tak sanggup menang gung beban perasaan, Zaid memberanikan diri untuk hengkang dari rumahnya dan mencari per lindungan di rumah Muhammad saw. Dia meratap, meminta ayah angkatnya itu untuk memisahkan mereka karena masing-masing telah kehabisan tol eransi nya Rasa cinta Zaid kepada RasululIah begitu meluap-luap. Hatinya penuh dengan rasa kasih dan kesetiaan kepada Muhammad. Selain itu, diaadalah prajurit,



sosok manusia yang penuh dengan keimanan dan kesetiaan. Karena itu, di a tidak lagi sanggup memikul di pundaknya sesosok tubuh perempuan yang hati nya tidak pernah tertarik kepadanya Dia tidak ingin membiarkan dirinya dan Zainab menjadi tawanan dalam perkawinan yang bertujuan untuk mendapatkan hak istimewa sebagai anggota keluarga Quraisy yang berkuasa, ataupun demi kesenangan memiliki patung cantik yang dingin dan kaku yang dengannya dia tidak pernah berbagi rasa kecuali berbagi satu atap rumah. Di alam semesta yang maha luas ini tak ada bagi mereka berdua kecuali ruang tamu yang mampu menciptakan kebersamaan mereka Bagi Rasulullah, situasi yang terjadi pada keluarga Zaid dan Zainab merupakan tragedi yang sangat membebani pikirannya Beliau telah berupaya memecahkannya, tetapi tetap tidak berhasil. Yang beliau temukan dalam



hatinya adalah yang beliau tangkap pada mata Zainab. Apakah jiwa yang begitu agung, yang telah mencurahkan seluruh kehidupannya di jalan Allah itu, sekarang begitu tidak berdaya meng hadapi hati yang menggelisahkannya? Atau, apakah beliau terbakar oleh cahaya yang telah menjerat hati Zainab? Banyak jawaban untuk pertanyaan itu, yang tidak harus sesuai dengan alur cerita provokatif dan legenda menyesatkan yang telah dihem buskan oleh musuh-musuh Islam. Tetapi, bagi saya, ide dasar untuk mengangkat permasalahan ini sama sekal i tidak bisa diterima akal. Upaya mencari jawaban atas soal ini juga tidak memiliki landasan yang kuat, lantaran tak pernah ada sejarah ataupun penelitian yang mampu secara objektif menjelaskan arah cinta yang misterius itu khususnya cinta dalam diri Rasulullah yang agung, mulia dan berkuasa, yang sama sekali berbeda dengan cinta dalam jiwa yang terdapat



dalam lirik-lirik puisi yang cengeng dan merengek- rengek. Hati beliau adalah samudera yang mampu mencermati datangnya angin sepoi-sepoi pagi hari untuk menciptakan riak-riak kecil di atas permukaannya: jenis cinta apakah itu? Apakah mudah menciptakan kegelisahan dalam hati samudera? Lebih jauh Iagi, cinta memiIiki begitu banyak jenis dan ragam sebanyak jenis dan ragam hati. Dan semakin indah hati seseorang, semakin indah pula bentuk cinta yang diIahirkannya Kita, orang Timur, tahu betul perbedaan antara cinta (erotis) dalam hati Manuchehri dan cinta (mistis) yang tertanam dalam lubuk hati Rumi. Orang Barat j uga tahu betul perbedaan antara cinta dai am hati Beliti s yang rusak, palsu dan menyesatkan dan cinta dai am hati Beatrice yang keramat dan suci (sebagai mana terungkap dalam Komedi Ilahi karya Dante).



Kita lihat betapa tidak tepatnya mencampur adukkan seluruh jenis cinta dalam satu makna tunggal, sekalipun istilah itu menjelaskan satu kata bebas "cinta". Maka, jelas sekali, jika kita menjelaskan apa yang ada dalam lubuk hati sebagai sesuatu yang agung dan mulia seperti yang tertanam dalam diri Nabi Muhammad dengan ungkapan yang tidak murni melalui bahasa yang analitis dan tidak mutlak yang kita pinjam dari pena dan kata-kata penulis cerita fiksi, penulis lirik dan anak-naka muda yang sentimental dan terlalu bergairah, maka akan sama halnya seperti membandingkan gelem bung busa hasil reaksi pil dalam segelas air dengan air yang memancar dari sumber yang misterius yang tergenang dalam lubuk hati manusia Pancaran air itu akan memunculkan beragam gelembung yang hebat, dahsyat, tak terterakan. Dengan demikian, perbandingan- perbandingan



seperti itu sangat tidak tepat, sempit dan menyesatkan. Kita tidak akan pernah bisa memahami bagai mana haki kat cinta yang terpancar dari hati orang sesuci Muhammad saw. Meski demikian, kita menyadari bahwa dalam diri beliau terdapat cinta yang mengakar dalam angkasa luas. Hati bel i au senanti asa berkiIau dengan cahaya ci nta yang Ilahi. Meski begitu, hati yang sama tidak ter asingkan dari jenis cinta (antara makhluk hidup) yang dirasakan oleh hati kebanyakan orang. Semua itu terwujud dalam sabda-sabda kena biannya yang penuh dengan misteri keindahan dan keagungan, sehingga sekelompok kaum "gnostik" (ahli makrifat) menyebutkan: "Siapa pun yang pernah jatuh cinta, lalu menyembunyikan dan menahannya dai am diri nya sendiri hingga sirna



(setelah menumbuhsuburkannya) tentu akan masuk surga" Cinta dai am hati "sang Rasul" akan menjadi kisah yang agung dan tidak aka pernah menjadi sesuatu seperti yang dikemas oleh pendeta- pendeta Kristen (dan kelompok oriental i s yang berafiliasi dengan gereja atau kekuatan kolonialis seperti Dozy, dan penulis-penulis komersil seperti Condedan Bras) yang tidak lebih dari perwujudan kemunafikan, kezaliman, permusuhan dan kelalaian mereka atas ajaran luhur ini. Dalam menyoroti kisah Zainab, misalnya, para penulis lalim itu menceritakan: "...Tiba-tiba angin lembut membuka tirai kamar tidur Zainab yang molek, istri Zaid, salah seorang sahabat Muhammad; dan Zainab dengan gaun malam sutranya yang tipis bangkit dari tempat tidurnya persis di hadapan



Muhammad. Mata Muhammad menangkap jelas tubuh yang setengah telanjang itu. Jantung Muhammad ber desir dan kehilangan kendali dirinya..."3 Menurut mereka, selanjutnya Zainab tidak bisa menyembunyikan skandal cintanya dengan Muhammad itu dan menceritakannya kepada Zaid yang kemudian menceraikannya, sehingga terbuka kesempatan bagi Muhammad saw untuk mengawininya Para penulis semacam itu meng anggap cinta Muhammad saw sejenis dengan "cinta" yang sering terjadi dalam kehidupan pribadi biarawan dan biarawati, dan skandal cinta di sudut-sudut gereja antara para suster dan pastur sebuah fakta yang banyak disinggung dalam tulisan Victor Hugo.4



3



Conde.​ Mahomet, SesFemmesEt SesAmours,​ hal. 181. Oeuvret. Merujuk pada Art of Rhetoric, karya Foroughi Essay yang dikutip dari Victor Hugo dan karya lengkapnya yang kutip dari beberapa sumber. 4



Kita kembali pada kisah kehidupan Zainab. Sejak itu, Rasulullah begitu tertekan dan terpukul menyaksikan apa yang terjadi dalam perkawinan Zaid dan Zainab. Beliau seperti menghadapi jalan buntu yang tak ada celah untuk ditembus Sangat tidak mungkin bagi Zaid dan Zainab untuk terus melanjutkan kebersamaan mereka, dan jalan keluar terbaik bagi mereka adalah perceraian. Selain itu, Rasulullah merasa diri nya yang paling bertanggung-jawab atas nasib buruk yang menimpa Zainab, karena beliaulah yang telah memaksa di a menembus kesulitan dan mengor bankan kehormatan kerabat beliau sendiri demi suatu pembaharuan sosial yang mulia Sanggup kah Muhammad saw yang merasa menjadi penyebab dari semua derita tidak menanggapi siksaan (mental) yang sangat menyiksa Zainab? Apakah layak bagi beliau untuk berlepas tangan begitu saja atas semua itu? Ataukah beliau tidak peduli terhadap kehidupan Zainab



yang putus asa dan tak berdaya setelah perceraiannya dengan Zaid? Realitas-realitas manusiawi semacam itulah yang tak pernah diabaikan oleh Rasulullah seba gai seorang pemimpin moral dan sosial yang paling realistis sepanjang sejarah manusia Dan sesungguhnya sal ah satu tanda-tanda kemuliaan Islam dan Rasulullah yang paling nyata dan absah adalah pengakuan terhadap adanya realitas- realitas seperti itu. Perang, kekejaman, balas dendam, kenikmatan hidup, keindahan, hasrat dan keinginan, kekayaan, perceraian, rujuk, atau bahkan poligami, semuanya merupakan realitas yang hidup dan terus di alami oleh setiap individu dan masyarakat manusia Banyak filsafat sosial, aliran mistis dan sebagian agama yang meremeh kan semua realitas itu, atau bahkan menafikannya Dan sebagai mana bi sa kita saksi kan, mereka tidak pernah berhasil. Karena, jika suatu realitas diabaikan atau



dianggap tidak ada dai am suatu periode, maka dalam perjalanan selanjutnya ia akan mewujudkan dirinya dalam bentuk yang lebih buruk dan berbahaya. Jika kita gagal melihat realitas di depan mata, maka ia akan menghunjam kita dari belakang. Itulah kenyataan yang telah dan akan terus terjadi dari sqak awal sqarah manusia I si am sel al u menghadapi real i tas, mener i manyadan kemudian menjinakkannya Setelah itu diarahkannya dai am jalur Islam, dan dengan cara demikian itu akan menyelamatkan realitas ter sebut dari perampasan, kekerasan dan dekadensi. Islam sangat menyadari bahwa musuh internal masyarakat yang paling berbahaya adalah realitas hidup yang tidak segera ditanggapi dan diingkari hak eksistensinya Islam mengeluarkan hukum-hukum dan aturan j i had, perceraian, poligami, rujuk, kepe milikan dan mengizinkan penggalian sumber kekayaan alam,



kekayaan, dan kenikmatan kehidupan material, semuanya dalam rangka untuk mengendalikan realitas yang melenceng dan berbahaya dengan mentol eri r mana yang bersifat wabah, mana yang bersifat kronis dan mana yang tak terhi ndarkan. Demikian juga dengan cinta la adalah real i tas. Real i tas yang sama hal nya dengan benci, dendam, dan sakit hati, yang akan menembus dinding untuk masuk jika tak tersedia pintu masuk baginya Mereka yang tidak mengerti makna atau menyadari bahwa kekuatan yang agung dan misteri us yang memanggil dua jiwa yang sama; mereka yang tak dapat menilai cinta selain hanya tak lebih dari sekedar deru hasrat yang menghanyutkan maupun yang menggebu sebagai jawaban atas panggilan alam; dan mereka yang menganggap cinta hanya sebagai ilusi setiap hubungan antara dua anak manusia karena motivasi ketenaran atau pertimbangan materi tidak akan



pernah mampu memahami apa yang sedang saya bicarakan. Bagai mana mereka akan tahu arah pembi ca- raan saya apabi I a mereka bahkan ti dak mengakui adanya hubungan antara manusia dan Tuhan kecual i hanya karena rasa takut terkena hukuman api neraka dan janji kenikmatan hidup di surga dengan gadis-gadis bermata hitam dan berdada kencang."5 Jadi, apa sesungguhnya situasi sulit yang di hadapi M uhammad i tu? M engapa bel i au takut menghadap realitas yang berat dan berbahaya yang sedang disaksikannya? Mengapa beliau tidak segera membebaskan Zainab dari tali yang j uga menceki k Zai d i tu? M engapa bel i au ragu- ragu membuka sangkar hati nya untuk" burung" yang sedang terluka (maksudnyaZainab setelah perceraiannya), yang tanpa daya, yang dengan sekuat tenaga sedang mengetuk 5 Referensi atas ayat-ayat Qur'an yang secara simbolis menyebutkan "bidadari-bidadari surga" sebagai pahala untuk yang beri man.



hati beliau untuk masuk dan berlindung di dalamnya? Muhammad yang hatinya tidak mengenal rasa takut sekarang terjepit dalam keresahan dan tekanan. Beliau mengkhawatirkan bagaimana nanti nya reaksi orang yang salah pengertian, dan beliau sangat membenci reaksi seperti itu. Beliau khawatir perasaannya yang murni dan mulia akan tercemar oleh sangkaan orang lain yang rendah dan rusak. Dan bagi jiwa yang begitu agung dan diberkahi semangat Ilahi ini, tak ada musuh yang lebih berbahaya, tak ada makhluk yang lebih mengerikan dan menjijikkan daripada cacing-cacing yang berwawasan sempit yang bergeliat-geliat dalam habitatnya yang busuk dan tengik. Bagaimana mungkin mata orang-orang Arab Baduwi yang tinggal di wilayah Hijaz, Najd dan Ti hama dengan rasa ci nta yang seperti unta mema hami apa yang gagal dipahami pula oleh para penulis Eropa yang konon berperadaban tinggi, dan



mereka (orang-orang berperadaban tinggi) itu menyamaratakan cinta yang ada dalam diri Muhammad dengan cinta erotis dan sinematis yang membanjiri literatur dan film-film produksi Barat. Kotoran macam apa yang ditimbunkan oleh orang-orang rendah itu atas perasaan sebuah hati yang begitu hal us dan memancarkan ratusan mata air yang menakjubkan?! Selain harus menghadapi mentalitas buruk orang-orang sekitarnya, Rasulullah juga harus menghadapi "tiang kesukuan" yang mengha langi alur kehidupannya; sesuatu yang memben tuk struktur penghalang dalam setiap masyarakat; suatu tradisi usang yang mengakar kuat pada perasaan orang kebanyakan dan disangga oleh prasangka-prasangka yang menancap jauh di kedalaman. Adopsi pada awal-awal kebangkitan Islam merupakan tahap transisi dari perbudakan menuju kebebasan mutlak. Anak angkat adalah pribadi yang setengah



bebas. Satu ciri legal yang membedakannya dengan orang lain adalah bahwa bekas tuannya atau yang kemudian menjadi bapak angkatnya tidak boleh mengawini bekas istri anak angkatnya itu, karena tradisi orang Arab menilainya sebagai perbuatan yang tercel a dan hina Lalu, mengapa hal seperti itu dianggap ter cel a? M angapa seorang perempuan harus di i ngkari hak yang dinikmati oleh semua perempuan I ai nnya hanya karena" kq ahatan" pernah menga- wini bekas budak? Bukankah dengan demikian berarti "yang dibebaskan" tidak sederajat dengan "yang bebas"? Tradisi semacam itu merupakan jenis tabu yang tidak masuk akal dan tidak manusiawi, dan merupakan sampah-sampah zaman perbudakan. Bagi seorang perempuan zaman itu, suaminya beserta semua yang terkait dengannya hanya berisi hari-hari yang menakutkan dari perbu dakan manusia, la merasa



begitu terhina hanya karena pernah menjadi istri bekas budak. Tabu semacam itu bagaimanapun harus di kikis habis untuk membebaskan para bekas budak dan istri- istri mereka dari segala sesuatu yang selalu mengkait-kaitkan mereka dengan masa perbu dakan dan yang telah mengasingkan mereka dari orang-orang bebas lainnya Dan...akhirnya turunlah Perintah Agung yang selalu datang bila setiap situasi sosial membutuhkannya: ... Dia (Allah) tidak menjadikan anakanak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanya perka taanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya, dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (QS. al-Ahzab: 4)



Setelah turunnya ayat itu, Zainab terbebas dari perkawinan bermotif sosial yang telah mem belenggunya Demikian j uga Zaid, terbebaskan dari penderitaan karena perkawinannya dengan Zainab



dan tersingkap sudah tirai yang telah sal i ng mengasi ngkan antara mereka Tetapi, setelah perceraiannya itu Zainab tidak memiliki apa-apa lagi kecuali kenangan pahit penderitaan batinnya Dan lagi, kebebasan yang baru di perolehnya telah membuat Zainab semakin gelisah untuk berlindung pada Rasulullah yang I uhur dan yang sangat di a ci ntai. Namun, Muhammad saw terus bimbang dan takut melangkah. Apa kata orang nanti? Bagai mana peni I ai an orang terhadap bel i au? Apakah perasaan yang semurni embun pagi itu akan ter bebas dari cercaan umum yang sangat menular itu? Apakah semangatnya yang selalu menyala laksana matahari itu akan luntur dalam mentalitas rendah dan tumpul pada sebagi an besar masyarakatnya? Kebimbangan dan kekhawatiran memasung M uhammad saw dalam kesengsaraan dan si ksaan. Hari-hari yang suram dan malam yang meng gelisahkan



menghiasi hidup beliau. Muhammad menyi mpan rahasi a dai am hati nya yang menye rupai nyala lilin yang bergerak kesana kemari, menyembunyikannya dari penglihatan orang lain yang masam dan salah tangkap. Larut dalam dilema itu, beliau memilih diam, sampai akhirnya pintu langit terbuka dan melepaskan belenggu yang mengikatnya: ... sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menya takannya, dan kamu takut kepada manu sia, sedang Allah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (QS. al-Ahzab: 37).



Allah yang telah menyingkap selubung rahasia yang disembunyikan Muhammad saw. Dan dengan demikian berarti rasa takut terhadap reaksi umum tidak berpengaruh sama sekali. Apa manfaatnya melibatkan sikap orang lain yang mentalnya telah tercemar oleh tradisi-tradisi usang dan praktik bodoh dalam urusan yang menyangkut pembebasan dua jiwa yang tiada



taranya yang terperangkap dalam perkawinan yang di paksakan kepada mereka? Keberpal i ngan dari tradisi tercela itu mampu membebaskan mereka (Zaid dan Zainab) dari kesengsaraan hidup berumah-tanggadan memungkinkan mereka untuk meraih kebahagiaan dalam kehidupan masing-masing. Dengan cara itu keagungan cinta seorang perempuan yang telah bebas, yang dambaan satu-satunya adalah hidup dengan seseorang yang diidam-idamkannya dapat tercapai. Hal ini j uga akan menghancurkan tradi si -tradi si i rasi onal yang tak dikehendaki, yang hanya menghidup kan kenangan pahit perbudakan dan penghinaan manusi a serta peni ndasan dan pel ecehan perem puan. Meski demikian, terlepas dari semua itu, untuk mengawini bekas istri anak angkat tetap merupakan tindakan yang sulit dilakukan sekali pun hukum Allah



membolehkannya Dalam konteks situasi masyarakat waktu itu, si apa yang mempunyai keberanian mengambil langkah yang dinilai tercela itu? Siapa yang mau berkorban untuk merintis langkah luhur dan menginjak- injak kebiasaan usang yang tidak manusiawi itu? Untuk melaksanakan tugas berat itu, Allah menugaskan Rasul-Nya Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keper luan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengannya supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin untuk (mengawini) para istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan dengan istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS. al-Ahzab: 37)



Setelah meneliti kutipan kisah tentang kehi dupan Rasulullah, tradisi-tradisi dan penjelasan yang terkait dengan kisah Muhammad saw dan Zainab, maka inilah rupanya yang



digunakan sebagai data oleh para pemikir bebas untuk menyampaikan prasangka dan dugaan mereka Sampai pada tahap ini, mereka yang masih penasaran sekali akan bertanya: "Apakah sebe- narnya Muhammad saw jatuh cinta kepada Zainab? Apakah benar bahwa ketika mata mereka bertemu dan Muhammad saw melihat cahaya redup cinta yang misterius pada mata Zainab, lantas Muhammad saw berseru: "Wahai Dzat Yang Maha Agung ... Oh, Pengubah hati manusia!?' Benarkah seketika setelah Muhammad saw berpapasan muka dengan Zainab, beliau lang sung hanyut dengan kecantikan Zainab? Apakah benar bahwa Zai d merasa Muhammad saw telah menci ntai Zai nab j auh sebel um terj adi nya perce- raian mereka, dan karena cinta itulah kemudian Zainab bersikap dingin terhadap Zaid yang akhirnya menjadi alasan perceraian mereka dan membuka



kesempatan bagi M uhammad untuk mengawini Zainab? Siapa yang mampu memecahkan konflik yang mendidih dalam kedalaman jiwa dan lubuk hati Muhammad saw, Zaid dan Zainab? Seandai nya kita hidup sezaman dengan mereka, atau kita menjadi tetangga mereka di Madinah pada kala itu, apa pun yang bisa kita katakan dalam kasus ini tetap berdasarkan pada dugaan, perasaan, dan watak kita, dan juga bentuk keimanan kita terhadap Muhammad. Dan lebih lagi, si apa yang bi sa menyaksi kan apa yang tertanam dai am hati Muhammad saw, lalu melihat apa dan bagaimana bentuknya? Hal yang menyebabkan seseorang menye rang pikiran orang lain dan mendulang kontro versi yang tak pernah selasai dan membuka pintu searah yang menyembunyikan persoalan tersebut di kedalaman yang gelap adalah serpihanserpihan informasi tentang kehidupan Muhammad saw yang relevan dengan



cerita tersebut. Melalui serpihan-serpihan itu kita bisa menemukan lorong menuju bagian dalam istana sejarah dan mene mukan kebenaran persoalan tersebut dengan bantuan daya nalar dan persepsi kita sendiri. I nil ah serpihan-serpihan informasi itu: • Peri ntah tentang hijab (ketentuan I si am tentang busana perempuan) dikeluarkan setelah ter jadinya persoalan (Zainab) tersebut, yakni pada tahun kel i ma setel ah perang K handaq. • Zaenab adalah anak perempuan bibi Muhammad dari pihak Bapak, dan sejak masa anak-anak di a sel al u bersama beliau. • Muhammad sendiri yang memilih Zainab untuk dikawinkan dengan Zaid, dan dengan usaha beliau pul a Zainab tidak berkeberatan atas perkawinan itu. Jika memang hati







Muhammad tergetar dengan kecantikan Zainab, mudah saja bagi beliau untuk memi nangnya ketika Zainab masih gadis yang tentu saj a I ebi h canti k dan I ebi h menari k. Dan dengan begitu, beliau bisa menghindari terja dinya perselisihan, dilema, skandal dan berbagai konfli k akibat per kawi nannya dengan Zainab setelah perceraiannya dengan Zaid. Keluhan Zaid tentang sikap istrinya yang kurang menyayanginya bukanlah persoalan baru dan tidak perlu dibesar-besarkan. Lebih- lebih lagi karena kita mengetahui bahwa sejak lamaran diajukan, Zainab dan keluar ganya menentang perkawinan itu. Meskipun ada dorongan dari Muhammad, tetapi itu kurang mampu meyakinkan Zainab. Barulah setelah turun wahyu Allah, Zainab mau menuju ke jenjang perkawinan demi peru bahan sosial yang positif.



Setelah perkawinannya, Zainab tetap ber hubungan dengan Muhammad saw. Selain karena kerabat dekat, dia adalah istri dari anak angkat beliau. Dan Zaid adalah anggota utama keluarga Muhammad. Dengan demi kian, pada saat itu Zainab adalah "menantu" Rasulullah. • Apakah keputusan M uhammad (untuk menga- wini Zainab) tidak akan menimbulkan kesan buruk dalam hati Zaid yang mengakui beliau sebagai seorang Utusan Allah dan juga ayah angkatnya, yang telah mensponsori perka winannya dangan Zainab? Dan dari pandangan pihak Zaid sendiri, istri nya adai ah menantu ayah angkatnya Apakah Muhammad juga tidak akan merasa terhina di depan Usamah muda (anak laki-laki Zaid)? Sudah barang tentu bahwa"hasrat" Muhammad terhadap Zainab akan menimbulkan kebencian dalam diri Zaid dan Usamah terhadap Muhammad. •



Benarkah semua yang dikhawatirkan itu terjadi? Para pencatat sejarah kehidupan Muhammad tidak menemukan apa-apa kecuali kepatuhan, keimanan, kecintaan dan penghormatan Zaid dan Usamah kepada Rasulullah sepanjang hayat mereka Pada si si lain, kisah Zainab muncul ke permu kaan keti ka ki sah tentang hasrat ci nta M uhammad terhadap A i syah menjadi fakta yang tak disem bunyikan bagi orang lain. Cinta Muhammad kepada "Humaira" (nama kecil A i syah yang diberikan Rasulullah) tidak pernah luntur, baik keti ka terj adi nya konf I i k antara Zai d dan Zai nab, ataupun ketika M uhammad menghadapi kebim bangan dan kegelisahan, ketika terjadi nya per ceraian Zaid dengan Zainab dan ketika beliau menikahi Zainab. Selain itu, Aisyah tidak meng anggap kisah Zainab sebagai suatu peristiwa yang menantang perasaan dan emosi nya



Dengan kecerdasan, kepekaan, mata yang masih hijau dan selalu cenderung mengikuti kata hati, mungkin kita akan bertanya: Bagaimana mungkin diaterusberdiam diri melihat Muhammad jatuh cinta dengan perempuan lain? Pernah dikisahkan bahwa Aisyah tidak bisa mentolerir perhatian Muhammad sedikitpun terhadap Mariyah (salah seorang istri Rasulullah) hanya karena Ibrahim anaknya, dan kemudian mengarang-ngarang cerita yang menyudutkan M uhammad sehi ngga meni mbul kan penghi naan dan skandal. Dia menjadi terbakar dengan rasa cemburu sehingga dia sampai hati menghina Rasulullah. Jadi, mengapa Aisyah tidak cemas sedikitpun atau bereaksi menghadapi peristiwa yang di nilai orang sebagai kisah cinta mendadak Muhammad terhadap Zainab yang adalah bekas istri anak angkatnya? Atau misalnya, anggaplah bahwa tak seorangpun dari istri-istri



Rasulullah menyadari adanya "skandal" cinta Muhammad dengan Zai nab, sehi ngga pada akhi rnya yang terhormat Tuan Dozy, tuan Conde, para pendeta Kristen serta kaum orientalis Eropa menemukan fakta itu dengan penjelasan yang begitu rinci dan, bahkan, menceritakan gaun malam yang dikenakan Zainab, ucapan Rasulullah ketika hanyut dalam gai rah ci nta terhadapnya manakal a M uhammad dan sepupunya itu hanya berdua di rumah Zaid yang sepi. Sungguh absurd dan sangat tidak masuk akal! • Ketika mencapai usia puncak kematangan dalam kehidupannya, Muhammad berusaha menjauhkan diri dari cinta; dan pada saat terj adi nya ki sah Zai nab usi a bel i au mendekati 60 tahun. Sungguh mengherankan—sebagai mana yang banyak dituduhkan—bagaimana dalam usia setua itu beliau bisa mabuk kepayang dengan anak bi bi ny a sendi ri!







Yang sangat meragukan para peneliti terhadap kebenaran cerita (orang-orang lalim) itu dan meyakinkan mereka bahwa skandal cinta Zainab hanya mitos dan kebohongan, dan bahwa perkawinan Muhammad dengan Zainab seperti sebagian besar dari perka winan beliau dengan perempuan lainnya di mungki nkan karena tugas mul i a dan komi tmen keyakinannya, adalah fakta bahwa setelah perkawinan itu tak ada jejak-jejak cinta dan kasih sayang yang memabukkan di antara mereka Segera setel ah perkawinannya dengan Muhammad, Zainab berkedudukan seperti istri-istri beliau yang lain, yang luluh di hadapan kecantikan Aisyah. Bahkan, dalam sqarah kehidupan Muhammad, nama- nama seperti Hafshah dan Ummu Sal am ah lebih sering disebut-sebut daripada nama Zainab.



• Jika seandainya pun kita memaksakan diri untuk mempercayai bahwa Aisyah memang tidak menyadari atau mengetahui adanya kisah cinta sensasional seperti yang digem bar-gemborkan oleh kaum orientalis antara Muhammad dan Zainab yang mencapai din- di ng-di ndi ng I angi t sehi ngga menyebabkan campur tangan malaikat Jibril, maka rasanya sulit sekal i meneri ma pendapat bahwa keti ka (menurut versi mereka) Muhammad telah menjerat Zainab dengan cintanya dan mela rikan Zainab dari rumah anak angkatnya, beliau membopongnya ke rumahnya tanpa sepengetahuan Aisyah. Jika memang bobot ci nta M uhammad kepada Zai nab begitu besar, tentu sikap dan perasaannya terhadap Aisyah telah ternodai. Pada saat itu, mungkinkah Aisyah masih juga tidak merasakan semua suasana asmara itu? Menurut pendapat saya, hati Aisyah menyerupai



cermin yang paling rapuh yang mungkin memantulkan riak cinta yang paling kecil yang timbul dari keda laman hati Muhammad yang mengagung- kannyadalam berbagai bentuk dan intensitas. Tetapi, kenyataannya, Aisyah sama sekal i tak bergeming terhadap kisah Zainab. Dan bagi Muhammad, kisah Zainab tidak memiliki intensitas seperti kisah beliau dengan Humaira (Aisyah). Terlepas dari semua itu, sqakawal penelitian ini saya tidak berkomitmen untuk membebaskan Muhammad dari semua tuduhan yang menye rangnya. Dan saya juga tidak menanggung beban prasangka untuk memuliakan beliau dengan meremehkan pengaruh cinta dai am jiwa manusia Saya tetap berkesimpulan bahwa kisah Muhammad dan Zainab merupakkan manifestasi agung dan mulia dari keluhuran spiritual seorang pemimpin yang tak pernah



mementingkan diri sendiri dan mau mengorbankan martabatnya (sebagai pemimpin) demi mencapai kebenaran hakiki. Banyak pemimpin yang memang mau mengorbankan kehidupannya demi rakyat dan keyakinannya, tetapi mereka sel alu mengharap kan pamrih dan kekayaan. Dengan demi kian, jelas sekal i bahwa untuk mengorbankan kekayaan dan kehormatan demi bangsa dan keyakinan menuntut kesungguhan dan pengorbanan diri pada tingkat yang paling ti nggi. M ereka yang tak j uga mau beranj ak dari pengorbanan fisik tingkat rendah tak akan mampu mengukur dalamnya persoalan ini sama sekali. ❖



 



Hakikat Fbligami



oebagaimana telah saya kemukakan, sejarah telah mampu mengubah makna berbagai per soalan manusia Suratan yang menimpa berbagai persoalan sosial dan moral mirip dengan ter jadinya transformasi kata-kata dalam sejarah bahasa Esensi, makna dan pengucapan suatu kata berubah karena dua f aktor penting, yaitu: waktu dan lingkungan. Kata "s/?oo/c" (Persia) yang sekarang kira-kira bermakna penampakan atau penampilan yang lembut, misalnya, pada zaman dahulu maknanya "kotoran jasmaniah" ​(bodily dirt). Sekarang ini kata tersebut digunakan untuk menggambarkan sepasang matayeng indah mena- wan, dan pengungkapan yang paling manis tentang wajah yang sangat dicintai.



Jadi, kata tersebut sekarang berkonotasi keindahan yang bahkan tidak bisa digambarkan oleh lirik-lirik puisi yang seindah apa pun. Contoh I ainnya adai ah kata" barakah' yang saat ini maknanya kurang lebih keberkahan atau anugerah Tuhan. Di masa lalu, pupuk kandang yang segar dan kering yang tumbuh di kandang unta yang dicampur dengan kotoran dari semak belukar disebut sebagai"​barakah'​ . Saat ini kata yang sama berkonotasi makna yang meng ungkapkan kebijaksanaan dan perasaan manusia karena maknanya" produk Keagungan Ilahi", dan terkadang merupakan sifat Allah itu sendiri (Asmaul-husna). Kata-kata adalah makhluk hidup yang meng alami kelahiran dan kematian. la mengalami masa kecil, masa puber, kedewasaan, kema tangan, kelayuan dan akhirnya kematian. Sastrawan-sastrawan kita yang setengah hati, yang lalai dari prinsip vital transformasi



kata-kata yang memberi karakteristik pada bahasa akan menye sali terjadinya perkembangan dan transformasi itu, terutama evolusi yang terjadi pada esensi kata-kata, makna dan bentuk I i terai nya Terkadang dengan sok tahu mereka memberikan komentar "ilmiah" nya bahwa pengucapan begi ni I ah yang benar atau arti sebenarnya dari kata tersebut adalah ini atau bahwa kesalahan-kesalahan begini biasa terjadi atau kata tersebut seharusnya di tuli s dan di baca "ini dan itu"; dan sebagai nya dan sebagai nya Mereka tidak memahami bahwa bahasa adalah kesatuan kata-kata hidup yang dinamis dan selalu berubah, dan kata-kata tak selalu bisa untuk secara statis tunduk pada kelaziman struk tur, linguistik, psikologi, keterkaitan, semangat dan moral seperti yang berlangsung pada zaman Bayhaqi, Ferdowsi dan Nashrullah Munshi (yang hidup lebih dari seribu tahun yang lalu).



Proses yang sama juga berlangsung pada berbagai persoalan sosial dan moral manusia Setiap generasi memberi makna, esensi, fungsi dan karakteristik tersendiri pada berbagai per soalan tersebut. Dan selanjutnya akan mengalami metamorfose kembali pada generasi selanjutnya Isu pengertian poligami merupakan salah satu contoh kasus. Jika kita menilai poligami (sebagai suatu praktik yang sudah lazim terjadi pada suku- suku tertentu, masyarakat nomaden atau pratiar- kal di masa lalu yang masih terbebas dari peradaban borjuis dan kompiek masyarakat per kotaan dan keluarga-keluarga monogami s) dengan menggunakan ukuran modern dan sudut pandang masyarakat Eropa yang konon beradab, sudah barang tentu kita akan menolak dan mengutuk nya Metodologi analisis seperti itu (penilaian atau pemaksaan nilai-nilai modern terhadap praktik yang berlangsung di masa lalu)



sampai batasatertentu dapat dipakai untuk propaganda dan sensasional i tas yang pasti akan merusak ilmu pengetahuan dan penelitian, dan meng gelapkan pandangan para peneliti dari ketajaman dan akurasi. Pada dasarnya, di masa lalu tidak hanya praktik poligami bahkan perkawinan itu sendiri diperlakukan dalam konteks y eng berbeda dengan masa kini, dan jarang dianggap sebagai bentuk pengungkapan hasrat dan cinta Perkawinan di masa lalu lebih sering di anggap sebagai bentuk "ritual sosial" untuk menjalin suatu hubungan atau ikatan. Persoalan politis, sosial, ekonomi dan bahkan moral lebih menjadi pertimbangan utama perka winan waktu itu daripada cinta atau bahkan hasrat seksual. Di Yunani Kuno, sebagai contoh, sekal i pun dengan ti ngkat peradaban yang ti nggi, perkawinan hanya di anggap sebagai sarana untuk



menghasilkan keturunan (​human reproduction); d ​ an pihak istri tidak lebih berperan sebagai "ibu" bagi anak-anaknya (bahkan dia tidak pernah dianggap sebagai pasangan seksual). Hasrat seksual suami biasanya menemukan pemuasannya di luar rumah. Pada zaman itu, perempuan hanya di per lakukan sebagai alat penghasil keturunan, dan perempuan di minta tinggal di rumah benar-benar hanya untuk menjaga rumah, bukan untuk kepuasan seksual.6 Dan para suami terlibat dalam skandal selingkuh dengan gadis-gadis muda di luar rumah. Episode-episode cerita yang digambarkan di atas banyak dilambangkan dalam sejarah dan literatur bangsa-bangsa Sikap atas perkawinan yang terjadi di masa lalu yang sekarang kita anggap aneh dan tidak masuk akal menjadi bukti dan sekaligus mempersiapkan wawasan 6



Qaboosnameh,​ hal. 78.



kontem porer kita untuk mencapai realitas yang akurat yang pernah ditandai dengan semangat dan makna yang berbeda Satu contoh jenis real i tas semacam itu adalah isu atau persoalan poligami dalam kehidupan Rasulullah Muhammad. Apakah benar bahwa Muhammad adalah" Don Juari' jenis lain? Mereka yang mencoba memperkenal kan di ri nya sebagai pemburu perempuan (​womanizer​), biasanya akan melakukan petualangannya itu ketika ia masi h muda, pada saat dorongan dan hasrat seksual nya mencapai puncak terti nggi. Tetapi sqarah (yang bahkan telah mencerita kan lelucon Muhammad kepada istri-istrinya sampai pada hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan beliau) telah gagal untuk mencerminkan ciri-ciri hasrat rendah dalam roman Muhammad muda Sampai usia25 tahun, Muhammad selalu dikungkungi kemiskinan, penderitaan sebagai anak yatim, dan j uga sel alu



menampilkan per buatan yang terpuji. Istri pertamanya yang beliau nikahi ketika berusia 25 tahun yang merupakan usia puncak seorang pemuda adalah Khadijah, seorang janda yang telah berusia 40 tahunan, yang telah dua kali menikah dan mempunyai anak seusia Muhammad. Dia menghabiskan masa dewasanya dengan Khadijah. Dia tidak pernah mengambil istri lainnya sampai tahun kedua puluh delapan usia perkawinan mereka Yang penting untuk dicatat adalah bahwa selama masa itu Muhammad tidak berbeda seperti anak mudaQuraisy lainnya Dia masih belum terikat dengan apa yang disebut sebagai perbedaan sosial tertentu, atau beban moral, urusan politik dan tanggung jawab militer yang menyerbunya pada masa usi a sel anj utnya Dan yang lebih penting lagi, pada masa itu juga Muhammad masih terbebas dari tugas-tugas kenabiannya Dengan demikian, sebenarnya tak ada yang mencegahnya untuk mencari kepuasan



hasrat mudanya Tetapi Muhammad tidak pernah mencari kesenangan (seksual) di luar nikah. Sungguh suatu keajaiban! Anak laki-laki Abdullah ini adalah seorang anak muda Walaupun tanpa ada tanggung-jawab tertentu yang mengikatnya, ternyata dia adalah seorang figur manusia yang menghabiskan usia terindah dalam kehidupan remajanya bersama se orang j anda berumur 45 tahun sampai i stri nya itu meni nggal pada usi a 70-an. Dan tak sekal i pun di a menaruh hasrat pada perempuan lain selama itu! Bahkan, para misionaris Kristen mengakui bahwa M uhammad ti dak bi sa di persal ahkan atas mewabahnya sikap "epicurean" (gaya hidup yang sangat mengagungkan kesenangan dan kemewahan duniawi— pen.) selama keberadaan beliau di Mekah. Jadi, bagaimana mungkin (seperti tuduhan kaum orientalis) bahwa ketika beliau hijrah ke Madinah pada kematangan usia-



nyayeng terlambat, pada usia 53 tahun, dan dengan wahyu-wahyu Ilahi di pundaknya, tanggung jawab militer dan politis yang berat, dan pada saat ketika pemikiran, semangat, kehidupan, usia dan terutama posisi sosial dan moralnya mampu membangkitkan keimanan, kesalehan, pengab dian, ketahanan, semangat pengorbanan dan kerja keras pada masyarakatnya, tiba-tiba ada hasrat yang menyala dan menjeratnya, dan kemudian beliau dikuasai nafsu dan hasrat-hasrat rendahan? Don Juan7 yang mungkin sejarahnya anda telah baca, ketika masa mudanya beri alu malahan mencela perempuan dan hidup dalam pengab dian dan kebajikan. 7



Don Juan, adalah salah 9eorang tokoh legendaris "Spanyol" yang di asosi asi kan dengan I el aki pemburu perempuan. Dayang-dayang atau orang yang mengatur urusan selir, seperti untuk mencegah penyelewengan selir dengan orang lain. QS. an-Nisa': 2. Algerie par I e text 11 dan al-Mujahid organ Revolusi Aljazair, nomor 12 Desember 1962. (Khamiste, Menteri Luar Negeri pertama Al j aziar yang dibunuh karena pandangan radikal nya terhadap pol i gami.



Jadi, bagaimana mungkin Muhammad, orang Arab yang ketika berusia 25 tahun mengawini j anda yang 20 tahun lebih tua dan hidup dengannya sampai usia 53 tahun dan usi a i stri nya 73 tahun di j ul uki Don Juan keti ka beliau mencapai usia tua dan telah memikul tugas-tugas kenabiannya dengan berbagai tugas berat yang di pikul nya? Apa yang disorot oleh para ahli propaganda Kristen dengan berbagai bentuk reklamenya yang menggemparkan adalah perubahan dalam gaya hidup Rasulullah di Madinah ketika beliau mengawini squmlah perempuan. Yang luput dari perhatian mereka (dan memperlihatkan kenaifan mereka) adalah fakta bahwa yang membang kitkan minat laki-laki pada perempuan adalah kualitas kemolekan dan kecantikannya, bukan kuantitasnya Laki-laki yang besar nafsu birahinyaakan mengejar gadis-gadis yang cantik dan menggairahkan, bukan janda



tua dengan anak yang banyak, atau yang bertabiat buruk seperti Haf shah. Bukan j uga perempuan yang kej uj uran dan kesetiaannya telah terkikis habis; atau perempuan yang kesegaran dan hasrat mudanya telah sirna diganti dengan wajah keriput dan gairah yang telah layu. Untunglah yang menjadi "sida-sida"​8 di tempat penampungan "selir-selir" Muhammad (mengutip sindiran kaum oriental i s yang sesat) adalah sejarah yang mengetahui persis semua perempuan dalam kehidupan beliau: apa latar belakang mereka menjadi istri-istri Rasulullah dan bagaimana mereka bertingkah laku di rumah beliau?Sudah barang tentu, sqarah lebih menge tahui siapa istri-istri Muhammad dari pada para pendeta Kristen dan kaum orientalis. ❖



 



Istri-istri Ffesulullah



Khadijah dan Aisyah Khadijah, istri pertama Rasulullah, wafat pada usia 70 tahun. Pada saat itu Muhammad telah berusia lebih dari 50 tahun dan telah menghadapi tahap kehidupan yang paling sulit dan menyengsarakan di Mekah. Banyak di antara para sahabatnya yang telah hijrah ke Habasyah (Ethiopia) untuk menyelamatkan diri dari penyik saan dan penganiayaan. Sementara beliau dan beberapa sahabat lainnya tetap terperangkap di kota yang penuh musuh, Abu Thai i b, paman beliau, berpulang ke rahmatullah. Muhammad benar-benar tertinggal sendirian. Di luar rumah yang ada hanya permusuhan dan



penganiayaan, sedang di dalam rumah ada si kecil Fatimah yang masih terpukul dengan kepergian ibunya Para sahabat turut bersimpati atas penderitaan Rasulullah, dan menghimbau beliau untuk menikah lagi. Akan tetapi, cinta sehidup semati yang tumbuh subur dalam hati Rasulullah terhadap Khadijah, dan situasi genting yang beliau hadapi dalam kehidupan politiknya membuatnya tak sempat berpikir untuk menga wini perempuan lain. Di sisi lain, Aisyah, anak perempuan Abu Bakar, adalah gadis pertama yang lahir dalam keadaan Islam. Kualitas inilah yang membuatnya mempunyai keistimewaan tersendiri dibanding kan selainnya, dan telah memotivasi para sahabat dan teman-teman seperjuangan Rasulullah untuk menjadikannya sebagai istri Rasulullah. Hanya kelembutan hati nurani (dan bukan akal ataupun logika) yang mampu memahami keluruhan usulan



itu. Manakala bunga pertama mekar di taman, manakala buah pertama matang di kebun, maka semua itu merupakan hasil usaha keras si tukang kebun. Hati manusia akan menyadari bahwa bunga atau buah pertama itu murni milik si tukang kebun dan kekayaan yang hanya layak dimiliknya Abu Bakar adalah figur manusia yang penuh kelembutan, kesetiaan dan kecintaan yang meluap kepada Rasulullah. Dia sangat mengharapkan Rasulullah untuk mengawini anak perempuan nya itu. Tetapi, waktu itu Aisyah baru berusia7 tahun, sedangkan Muhammad saw telah berusia di atas 50 tahun. Di rumah beliau ada Fatimah yang masih membutuhkan kasih sayangnya Di luar rumahnya musuh-musuh berkeliaran, seperti Abu Jahal, sementara kehidupan beliau masih terkungkung dengan kepahitan, kekerasan dan penderitaan. Yang paling beliau butuhkan pada situasi semacam itu adalah pasangan jiwa ​(soulmate) untuk berbagi



suka dan duka Dan beliau merasa bahwa putri Abu Bakar yang baru berusia 7 tahun itu kurang cocok untuk situasi yang demikian. Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan, Muhammad saw pada akhirnya meminangnya (dan baru dua tahun kemudian mereka hidup bersama). Maka, anak perempuan pertama yang lahir dalam keadaan memeluk Islam dan meru pakan bari san pertama generasi I si am i tu menj adi istri Rasulullah. Dengan perkawinan tersebut, Muhammad dan Abu Bakar telah menjalin ikatan kekerabatan. Sosiologi Baduwi dan kesukuan mengakui bahwa ikatan kekerabatan pada zaman dan situasi waktu itu merupakan bentuk ikatan yang paling kuat untuk menyatukan dua manusia Aisyah merupakan satu-satunya istri Rasulullah yang masih gadis ketika dinikahi, dan satusatunya yang kecantikan dan kefemininannya menarik hati Nabi Muhammad. Meski demikian,



kecantikannya itu bukan merupakan alasan utama kebersamaan mereka, karena bagai mana mung kin kecantikan seorang gadis kecil berusia 7 tahun mampu membangkitkan perasaan sese orang yang telah berusia50 tahun. Perkawinan mereka lebih merupakan per paduan simbolis yang dikaitkan dengan kela yakan yang bisa diterima akal. Tidak tepat menganggap hasrat dan cinta sebagai alasan perkawinan itu. Baru dua tahun kemudian ketika berada di Madinah mereka memulai hidup ber sama Kita mesti menyadari bahwa cinta M uhammad saw terhadap Aisyah tepat seperti apa yang diungkapkan oleh penulis kontemporer Mesir, Muhammad Husayn Haykal: "...Berkembang setelah perkawinannya dan bukan sebelumnya Sulit dipercaya Muhammad jatuh cinta pada gadis kecil berusia 7 tahun. Jadi tak bisa dinyatakan bahwa perkawinan itu hanya karena cinta semata"



Dengan kata lain, perkawinannya dengan perempuan yang paling muda dan paling cantik di antara istri-istri Muhammad adalah demi kepentingan sosial dan politis semata



Saudah Saudah adalah anak perempuan Zam'aih yang merupakan janda dan sepupu Sukran bin Amri. Bersama suami nya di a termasuk di antara pemel uk-pemel uk pertama I si am pada masa-masa awal perjuangan. Saudah pernah disiksa oleh keluarganya karena keyakinannya yang baru itu, sampai dia lari ke Habasyah atas perintah Rasulullah. Ketika dia kembali ke tanah Arab, suaminya telah meninggal dan tinggallah dia seorang diri tanpa ada warisan apa-apa Sebagai seorang janda, tak ada yang tersisa untuknya kecuali penderitaan. Dalam situasi terjepit seperti itu adakemung- ki nan di a akan ti nggal kembal i bersama kel uar- ganya dan



berpaling dari keyakinan barunya (Islam) meskipun dia telah banyak berkorban untuk itu. Atau bisa saja di a kawi n lagi dengan orang lain yang status sosialnya lebih rendah dari pada suami nya, atau dengan orang lain yang tidak diacintai. Rasulullah akhirnya memutuskan untuk mengawini perempuan yang berani dan suci itu serta menjaganya dengan penuh kasih sayang. Dengan perkawinannya itu Saudah bisa mengisi kekosongan peran yang ditinggalkan Khadijah.



Hind (Ummu Salamah) Hind adalah anak perempuan Abu Umayyah dan istri dari Abu Salamah (Abdullah al- Makhzumi), seorang pejuang besar Islam yang terluka pada Perang Uhud. Sekembalinya dari peperangan yang dimenangkannya melawan Bani Assad, luka yang diderita oleh Abu Salamah semaki n parah yang akhi rnya membawanya pada kematiannya. Rasulullah sering menjenguk sahabatnya



itu saat berbaring sakit dan mendoa kan kesembuhannya Dengan kepergiannyaitu, Rasulullah merasa terpukul dan kehilangan. Tinggallah Ummu Salamah bersama anak-anaknya yang masih kecil dan tumbuh tanpa perlindungan seorang ayah. Tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti Abu Bakar dan U mar merasa sangat bertanggung- jawab atas nasib keluarga dari saudara mereka yang telah mati syahid itu. Kemudian Umar dan Abu Bakar mengajukan lamaran untuk menga wini Ummu Salamah, tetapi dia menolaknya dengan alasan dia sudah tidak muda lagi dan mempunyai banyak anak. Akhirnya Rasulullah menemui di a dan berujar: "Berdoalah agar Allah memberkahi mu atas kemiskinan yang kau derita dan memberimu seseorang yang lebih baik dari bekas suamimu." Hind menanyakan:



"Siapa yang lebih baik buatku selain Abu Salamah?' Rasulullah menyebutkan dirinya dan mem pertegas lamarannya itu sampai akhirnya dia ditunangkan dengan beliau oleh anak I aki-I akinya yang sulung, Salamah. Rasulullah akhirnya mengambil j anda dan anak-anak sahabatnya itu dan merawat mereka dengan penuh hormat dan kasih sayang. Dalam kehidupan Muhammad, Ummu Salamah yang sering mengingatkan beliau pada Khadijah. Bukan saja karena kualitas moral dan intelektual serta kemuliaan pribadi Khadijah, tetapi juga dalam sikap dan perhatian yang dicurahkan Khadijah kepada beliau. Dan semua itu agar beliau merasakan kehadiran kembali Khadijah dalam sosok Ummu Salamah.



Ramlah (Ummu Habibah) Ramlah adalah anak perempuan Abu Sufyan yang telah banyak berkorban demi kejayaan Islam, sedangkan ayah kandungnya adai ah musuh bebuyutan



Rasulullah. Ramlah memeluk Islam pada saat perj uangan Rasul ul I ah mel awan ayah kandungnya sendiri mencapai tahap yang paling menentukan. Bersama suami nya, U bai di 11 ah bin Jahsy al-Asadi, dia berhijrah keHabasyah. Sayangnya, U bai di 11 ah terpengaruh oleh lingkungan di sana yang ada sangkut-pautnya dengan agama Kristen. Meski demikian, Ramlah tetap memegang teguh keyakinannya. Kema- I angan meni mpa Rami ah karena suami nya kemu di an meninggalkannya sendiri an di negeri asing itu. Dia tak sanggup tinggal di Ethiopia tanpa pelindung, sedang untuk kembali ke Mekah juga tidak mungkin karena Rasulullah beserta umat Islam I ainnya telah berhijrah ke M adi nah. Ayah nya, Abu Sufyan, siap memulangkannya kembal i asalkan Ramlah mau menanggalkan keislaman nya Tentu saja Ramlah merasa terhina



dengan syarat itu, dan dia menolaknya mentah-mentah. Untuk menghargai pengorbanan perempuan itu dan sekaligus menyelamatkannya dari kema langan yang terus mengikuti jalan hidupnya, Baginda Muhammad mengambil keputusan untuk mengawininya Keputusan tersebut memi liki makna besar bagi Rasulullah dan Islam. Lamaran beliau ajukan dengan penuh hormat. Raja Negus dari Abesinia bertindak sebagai wakil Baginda Muhammad dan membayar mas kawin beliau.



Juwayriah Juwayriah adalah anak perempuan Harits, kepala suku Bani al-Mustaliq. Dalam suatu pertempuran yang mengalahkan sukunya, Juwayriah diambil oleh Tsabit bin Qays sebagai pampasan perang. Juwayriah kemudian menemui Rasulullah dan menceritakan kepada beliau bahwa Tsabit menuntut tebusan



yang sangat besar sebagai prasyarat kebebasannya. Dia memohon Muhammad saw sudi untuk mene busnya Rasulullah bertanya: "Apakah kau meng inginkan sesuatu yang lebih besar daripada tebusan itu?' Juwayriah balik bertanya: "Apa itu, ya Rasulullah?' Rasulullah mengatakan bahwa beliau akan membereskan uang tebusan (​kitabat) itu dengan mengawininya Juwayriah begitu bahagia mene rima lamaran itu. Segera setel ah membayar uang tebusan yang diminta, Rasulullah membebas kannya dan kemudian mengawininya Dengan keputusan yang bijaksana itu M uhammad mampu mengubah kemurkaan orang-orang Bani al- Mustaliq, terutama pemimpinnya, menjadi peng hormatan kepada bel iau. Tindakan itu juga telah mendorong umat Islam lainnya untuk membebaskan semua tawanan dari suku itu. Menurut tradisi, dengan



perkawinan itu maka suku Bani al-Mustaliq menjadi kerabat Rasulullah. Dengan demikian, tidaklah layak bagi umat Islam untuk menawan orang-orang yang telah menjadi kerabat Rasulullah. Selanjutnya kepala suku Bani al-Mustaliq datang menengok anak perempuannya dan menanyakan apakah di a mau ti nggal kembal i bersama sukunya atau tetap tinggal bersama Muhammad. Juwayriah memi I i h yang kedua Sebel um di tawan, Juway ri ah telah menjanda dari sepupunya, Abdullah.



Shafiyah Shafiyah (Sofia) adalah anak perempuan kepal a suku Qurayzhah yang dijadikan rampasan perang Rasulullah dalam peperangannya mela wan suku tersebut. Kepada Shafiyah, Rasulullah memberi kan dua pilihan: kembal i kepada kel uar- ganyaatau dibebaskan untuk menjadi istrinya



Dengan senang hati, mengambil pilihan kedua



Shafiyah



Maimunah Maimunah adalah saudara perempuan Ummu al-Fadhl, istri Abbas bin Abdul Muththalib. Sete lah setahun berangkat ke Mekah untuk menu naikan ibadah haji, sesuai yang tercantum dalam persetujuan dengan para penduduk Mekah, Rasulullah saw tidak diperbolehkan tinggal di kota i tu I ebi h dari ti ga hari. Selama di Mekah, beliau memanfaatkan waktu singkatnya itu untuk mengambil hati orang-orang Mekah dengan menunjukkan kasih sayang, kebaikan hati, sifat memaafkan, kera mahan dan beranjang sana ke sebagian besar penduduknya Dengan berbuat demikian, beliau berupaya meredakan kemurkaan dan prasangka buruk terhadapnya yang dihembuskan para pemimpin Jahiliyah terhadap penduduk Mekah. Beliau juga berusaha meyakinkan



mereka untuk mengizinkan beliau dan beberapa sahabatnya untuk memperpanjang masa tinggalnya agar bisa memperoleh kesempatan lebih besar lagi untuk menentramkan penduduk Mekah dan menjadi akrab dengannya Dalam kesempatan itulah Abbasyang masih menganut politei sme memperkenal kan M ai munah kepada Rasulullah. M ai munah sangat terkesan dengan sikap dan tingkah laku orang Muslim sehingga timbul minat untuk memeluk Islam. Dalam pertemuan singkat dengan Rasulullah itu, M ai munah terpikat dengan roman muka, sikap dan kuai i tas spi r i tual bel i au sehi ngga gai rah ci nta tumbuh dalam hatinya Dan gema cinta itu menem bus dinding langit dan bahkan wahyu Ilahi memul i akan kemurni an ci ntanya pada Rasul ul I ah. Sementara itu, Abbasbin Abdul Muththalib, kakak ipar M ai munah, disuruh istrinya untuk mencarikan suami buat saudara perempuannya itu. Abbas



menyarankan Rasulullah untuk men jadi suami adik iparnya tersebut. Dengan bebe rapa alasan dan pertimbangan, antara I ain mulai berkembangnya ketertarikan M ai munah pada Islam, hubungan perempuan itu dengan K hal i d bin Wali b (yang hunusan pedangnya mampu mangubah situasi perang Uhud dan j uga hubungan nya dangan beberapa kel uargaQuraisy terkemuka, maka Rasulullah bersedia mengawininya Dan lagi, beliau ingin memanfaatkan situasi tersebut untuk menyebarluaskan tujuannya. Karena itu, beliau mengatur acara perkawinan itu supaya dilangsungkan pada hari ketiga atau hari terakhir kunjungannya ke Mekah. Muhammad berencana untuk mengundang seluruh suku Quraisy dalam acaea perkawi nan tersebut. Sementara kei ngi nan Maimunah untuk memeluk Islam belum diketahui umum, sehi ngga di a masi h di anggap kaf i r. Dengan demikian, perkawinan tersebut bila dilangsungkan akan mampu



membawa dua pihak yang selalu bermusuhan (umat Islam dan para penyembah berhala) yang telah saling berha dapan dalam perang Badar dan Uhud, dalam suatu perayaan perkawinan di meja yang sama Kebersamaan tersebut j uga di harapkan mampu menentramkan hati orang-orang Arab dan men cairkan kebekuan akibat pertentangan politik serta menghilangkan perasaan terasing antara kedua pi hak yang sebel umnya sal i ng berkerabat itu. Selain itu, dangan perkawinan itu Muhammad mengharapkan bisa memperpanjang masa ting gal nya di Mekah, sehi ngga semaki n membuka kesempatan lain atau untuk mencari celah-celah yang lebih menguntungkan dari pada yang sekedar tercantum dalam Pakta Hudaybiah dalam rangka memantapkan landasan dasar penyebaran Islam. Para pemimpin Quraisy yang jeli dan was pada ternyata menangkap adanya



rencana Muhammad itu. Maka, seketika itu Rasulullah dipaksa untuk meningalkan Mekah dan perka winan dilaksanakan dalam perjalanan pulang beliau ke Madinah. Meski demikian, tidak berarti bahwa perkawinan itu tidak membawa efek apa- apa Terbukti, segera setel ah itu beberapa orang Quraisy menyusul ke Madinah dan menyatakan masuk Islam.



Hafshah Hafshah adalah anak perempuan Umar bin Khatab. Setelah kematian suaminya tak seorang pun yang berminat untuk meminangnya, sekali pun dia adalah anak Umar, sampai pada akhir nya Umar sendiri yang harus turun tangan. Pertama Umar mendatangi Abu Bakar dan memo hon kepadanya untuk mengawini anak perem puannya itu dengan harapan bahwa Abu Bakar yang merupakan kawan lamanya itu akan sungkan untuk menolaknya Tetapi Abu Bakar tidak bereaksi.



Kemudian Umar berpaling kepada Usman dan mengajukan hal yang sama Lagi-lagi Usman j uga tetap di am. Kecewa dan terpukul atas sej um- lah penolakan tersebut, akhirnya dia menemui Rasulullah dan mengadukan permasalahannya Untuk menenteramkan Umar, Rasulullah menya takan bahwa Hafshah akan dikawinkan dengan seseorang yang I ebi h bai k dari pada kedua orang itu. Dengan demikian Rasulullah semakin mem perkuat ikatan dengan Umar yang merupakan salah seorang figur Islam yang kuat dan ber pengaruh. Usaha keras Umar untuk mendapatkan suami baru bagi anak perempuannya dan penolakan kedua sahabat Rasulullah untuk menjadi suami baginya memberikan gambaran kepada kita bagaimana rupa dan tabiat Hafshah. Bagai manapun yang terbaik adalah dengan mendengar apa yang diucapkan ayahnya untuk mendapatkan



pemahaman yang lebih baik tentang Muhammad yang dituduh para misinonaris Kristen sebagai orang yang penuh nafsu birahi terhadap perem puan; seseorang yang pada puncak kekuasaan dan pengaruhnya mengawini seorang perempuan yang ditampik oleh laki-laki lainnya! Menurut sebuah riwayat, ketika U mar menge tahui bahwa Hafshah sering bersekongkol dengan Aisyah untuk menyakiti hati Rasulullah, dan selalu meniru-niru Aisyah ketika menghadapi Rasulullah, dia dengan keras menegurnya: "Anakku, kau membanggakan diri dan membual seperti perempuan itu (Aisyah) yang bangga dengan kecantikan dirinya Saya bersumpah demi Tuhan bahwa Rasulullah tidak mencintaimu. Dan j i ka bukan karena aku ni scaya bel i au akan mencerai kanmu sekarang j uga!"



Zainab Zainab adalah anak perempuan Khuzaymah dan istri Ubaydah bin Harits yang mati syahid pada perang Badar. Zainab saat itu sudah lemah, tua dan sangat bersahaja Rasulullah mengawini perempuan yang sedang mendekati hari terakhir kehidupannya karena beliau tidak ingin janda pejuang besar Islam itu menjalani masa akhir hidupnya tanpa perlindungan. Zainab akhirnya meninggal dunia kurang lebih dua tahun setelah perkawinannya dengan Rasulullah. Dan dia merupakan satu-satunya istri Rasulullah, selain Khadijah, yang meninggal di hadapannya Zai nab adai ah ti pe perempuan yang sal eh dan baik hati. Di a telah mencurahkan seluruh kehi dupannya untuk merawat anak-anak yatim dan fakir miskin. Diatelah menunjukkan pengabdian yang tiada tara sehi nga di



a di juluki Ummu al- Massakin (Ibu para fakir mi skin). ❖  



Epilog



Para pembaca yang budi man... Demikianlah kisah perempuan-perempuan yang disebut sebagai "selir-selir" Muhammad oleh para orien tal i s! Di sini saya ingin menyoroti kembali bebe rapa hal penting. Yang pertama adalah fakta bahwa ketentuan Al-Qur' an tentang pembatasan jumlah istri turun pada tahun kedelapan belas Hijriah. Karena cukup jelas bahwa tak ada logika yang bisa mengharapkan agar Muhammad hanya mempertahankan empat orang saja di antara istri- istrinya dan menceraikan sisanya setel ah perintah Ilahi itu turun, maka beliau mempertahankan mereka semua Hal lainnyaadalah bahwa Islam tidak meng atur poligami. Pada zaman



pra-lslam tidak ada pembatasan jumlah istri yang bisa di nikahi, maka Islam menentukan "pembatasan jumlah istri." Namun, Islam tidak menganjurkan seseorang "untuk mengawini empat perempuan." Islam menyatakan bahwa"seorang laki-laki tidak boleh mengawini lebih dari empat perempuan dalam sebuah pernikahan permanen." Cukup jelas bahwa kedua kalimat itu berbeda. Analisis cermat atas ayat-ayat Al-Qur'an yang menying gung jumlah istri akan mampu memberi gam baran yang j el as tentang dasar pemi ki ran i ni dan syarat-syarat yang mengikatnya Pada permulaannya Al-Qur'an mendesak laki-laki untuk berlaku adil terhadap perempuan dan setelah itu menyebutkan: Jika kamu takut tidak bisa berlaku adil terhadap istri-istrimu. (QS. an-Nisa': 3)



dan,



Jika kamu takut tidak sanggup berlaku adil, maka kawi nil ah satu saja (QS. an-Nisa': 129)



Kalimat-kalimat suci dan artistik itu tanpa kesukaran akan mampu meyakinkan mereka yang mangenal semangat Al-Qur'an dan terhindar dari kesemrawutan yang dibuat-buat oleh para penafsir serakah dan ahli tipu muslihat yang suka menyimpangkan Al-Qur'an, untuk mengakui betapa bahwa Islam telah menentukan kondisi- kondisi yang sulit dan batasan-batasan yang cermat dalam poligami pada konteks kemasyarakatan maupun individual, ketika faktor moral dan spiritual menuntutnya Acuannya pada kasus-kasus individual bisa di himpun dari squmlah teksAI-Qur'an. Isu poli gami muncul dalam ayat-ayat yang menyangkut nasib anak yatim dan tawanan perang.​9 Nampak nya pada masyarakat terbelakang (seperti pada masyarakat Arab pra-lslam) yang belum mem punyai sistem hukum yang



memadai dan struktur sosial yang kokoh, masa depan para j anda dan anak-anak yatim diserahkan pada nasib mereka sendiri yang memang buruk dan tak mengun tungkan. Persoalan poligami j uga mengalami aplikasi sosial pada generasi sekarang, pada dunia per adaban kontemporer kita sendiri, pada masya rakat yang telah maj u, pada era kebebasan hukum, ekonomi dan psikologi individual dan terutama ketika perempuan telah meraih jati diri dan persamaannya dengan laki-laki. Setelah perang Dunia 11 krisis besar menyapu Eropa, terutama di Jerman, Austria dan Polandia sebagai akibat tewasnya jutaan manusia di medan perang yang paling dahsyat itu. Prostitusi, dekadensi moral, tekanan kejiwaan dan kesengsaraan yang m em bel unggu para j anda perang dan anak yatim men capai puncaknya



Masalah tersebut merupakan titik balik sangat kritis yang dengan dahsyat menimpa semangat dan moralitas masyarakat Eropa dan menim bulkan penyimpangan moral yang akut. Gelom bang protes kaum perempuan yang menentang ajaran Katolik untuk melarang poligami dan perkawinan kembali membanjiri jalanan di Eropa Untuk keyakinan yang menganggap poligami hanya sekedar pemuasan hasrat seksual yang berlebihan dan juga untuk para intelektual yang menilainya sebagai tidak manusiawi gelombang protes itu telah menjelaskan makna, tuntutan dan justifikasi sosial bagi ketetapan Islam tentang poligami. Sementara itu, di sisi lain, Front Pembebasan Nasional Aljazair pada tahun 1958 menganjur kan seluruh anggotanya agar para pq uang Islam memikirkan kesejahteraan keluarga-keluarga saudara mereka yang telah mati syahid (dalam



Revolusi Aljazair) dan mengawini perempuanperempuan yang telah kehilangan suami nya di medan perang. Untuk menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dan kemalangan serta untuk mencegah mereka dari kemiskinan dan dekadensi moral.​10 Apa yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa isu poligami dalam Islam di masa lalu, khususnya pada sebagian masyarakat primitif tidak sel ayaknya di pandang berdasarkan konteks modern dan mengkritiknya dengan mengguna kan dasar pikiran kontemporer. Hal I ainnya menge nai kehidupan pribadi Rasulullah yang selayaknya diperhatikan adalah fakta bahwa tak satu pun dari istri-istri beliau yang memberikan keturunan selama seluruh keberadaannya di Madinah, meskipun mereka, kecuali Aisyah, adalah para j anda yang telah memberi keturunan pada suami- suami mereka terdahulu. Inilah salah satu



bagian kehidupan Muhammad yang menakjubkannya! Kemudian lagi, dalam penelitian tentang kehi dupan poligami Rasulullah tersebut, hal penting lainnya yang terungkap adalah bahwa seperti laki-laki lainnya, Muhammad sudah barang tentu mempunyai hasrat alamiah untuk mempunyai keturunan dalam babak kedua kehidupannya Satu-satunya anak yang di a dapatkan pada tahun terakhir kehidupannya adalah yang dilahirkan M ari yah. Tetapi anak itu meninggal tidak lama setelah lahir. Kesedihan yang teramat dalam atas kematiannya menggambarkan betapa rindunya di a akan kehadiran seorang anak. Tetapi suratan telah menentukan bahwa si penyandang nama besar di antara orang-orang Arab itu yang kehormatan dan kebanggaannya meluap dengan memiliki anak, terutama anak laki-laki, hanya menentukan satu anak saja buatnya, anak perempuan lagi. Tetapi



meskipun hal itu menggetirkan perasaan Muhammad, tetap merupakan suratan yang menguntungkan dan membahagiakan! Tetapi bagaimana kehidupan Muhammad dengan tempat penampungan "selir-selirnya" itu? Suatu pertanyaan yang sangat menggelitik pera saan saya Yang disebut "harem" atau tempat penampungan sel i r nya itu terdiri dari beberapa bagian yang terbuat dari lumpur kering yang dibangun berdekatan dengan sebuah mesjid (di Madinah) yang beratap daun dan ranting palem. Setengah ruangan itu "dikarpeti" dengan kulit hewan kasar dan setengah lainnya berlantai tanah halus. "Tempat lilin istana" nya terdiri dari ranting-ranting pohon palem yang menyala. Bagaimana dengan dapur dan makanannya? Abu Hurairah menjelaskan kepada kita "Hingga akhir hayatnya, Rasulullah tidak pernah makan sampai kenyang dengan hidangan yang biasa beliau makan sekalipun, yaitu roti



gandum kering. Pernah terjadi, tak ada kayu bakar yang menyala di rumah itu selama dua bui an penuh, dan selama itu beliau dan keluarganya hanya menikmati air dan kurma saja! Terkadang kalau tidak mampu lagi menahan lapar beliau meng- i katkan batu pada sekel i I i ng pi nggangnya...!" Setiap kali saya berpikir tentang kehidupan dan rumah tangga M uhammad dan membayang kan bagiamana beliau menghabiskan masa mudanya dengan seorang j anda tua (Khadijah); bagai mana di a mengorbankan masa tuanya untuk hidup bersama janda-janda tua yang lemah dengan anak yang banyak seperti Ummu Salamah dan Zainab; bagaimana dia bisa tahan hidup bersama perempuan semacam Hafshah, makan dan minum seadanya? Saya tidak bisa menahan kesedihan melihat kenyataan yang menimpa Muhammad yang seharusnya menikmati kehi dupan yang lebih baik dan



mengawini perem puan-perempuan yang benar-benar dia cintai. Setiap kali saya membaca tulisan beberapa penulis yang menyudutkan Muhammad tentang "nafsu" dan"selir-selir" beliau, saya begitu tertekan dan malu, bahwa ada manusia, seperti penulis- penulis itu, terjun ke jurang kehinaan dengan mencemari keindahan air muka Rasulullah saw yang memantulkan cahaya kebenaran dan meru pakan kebanggaan sel uruh j i wa manusi a! ❖



*****