Mini Project Edit 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • vina
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mini Project Pengaruh Penyuluhan dengan Media Audio Visual terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu yang Memiliki Anak Stunting Bawah Lima Tahun (24-59 Bulan) di Desa Pauh Barat Kota Pariaman



Oleh: dr. Ayu Rahma Putri dr. Nina Bonita Dokter Pendamping: dr. Dona Karmela



PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PUSKESMAS PARIAMAN SUMATER BARAT 2019



DAFTAR ISI



Daftar Isi…………………………………………………………………………...i Bab I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………………………………………………………........1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3 1.3 Tujuan Mini Project ...................................................................................3 Bab II. Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Anemia....................……………………………….........….......4 2.2 Kriteria Anemia ................…………………………………………........4 2.3 Prevalensi Anemia..................................…………………………….......4 2.4 Etiologi dan Klasifikasi……,,,………………………………………......5 2.5 Patofisiologi dan Gejala Anemia….....………………………………..... 8 2.6 Pemeriksaan Laboratorium ...………………………………………....... 9 2.7 Pendekatan Diagnosis Anemia .................................................................11 2.8 Pendekatan Terapi ...................................................................................11 2.9 Dampak Anemia pada Remaja Putri ........................................................12



Bab III. Analisis Situasi 3.1 Sejarah Puskesmas Kurai Taji .................................................................14



3.2 Letak Geografi..........................................................................................15 3.3 Jumlah Penduduk .....................................................................................16 3.4 Keadaan Ekonomi ....................................................................................16 3.5 Tingkat Pendidikan ..................................................................................17 3.6 Transportasi ..............................................................................................18 3.7 Sosial Budaya dan Agama .......................................................................18 3.8 Sarana Gedung .........................................................................................18 3.9 Analisa SWOT .........................................................................................19 3.10Sumber Daya .......................................................................................... 21 3.11Akreditasi Puskesmas ............................................................................. 22



Bab IV. Rencana Kegiatan 4.1 Identifikasi Masalah……….…………………………...……..……...23 4.2 Rencana Kegiatan…………………………………………………...23 4.3 Hasil Kegiatan .................................................................................. 30



Bab V. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan .........................…………………………………………33 5.2 Saran .................................................………………………………..34 Daftar Pustaka…………………………………………………………………....58 Lampiran………………………………………………………………………....59



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (WHO, 2006). Ini adalah indikator kesehatan anak kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Asupan zat gizi adalah salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap stunting (Hestuningtyas, 2014). Stunting terjadi lantaran kekurangan gizi dalam waktu lama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) (Kementrian desa, 2017). Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku dan genetik, kondisi sosial ekonomi, pemberian ASI serta kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Sedangkan status gizi diartikan sebagai keadaan gizi seseorang yang diukur atau dinilai pada satu waktu. Penilaian atau pengukuran terhadap status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 1



Salah satu cara penilaian atau pengukuran status gizi adalah secara antoprometri yaitu penilaian status gizi berdasarkan berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit. Penilaian status gizi ini bertujuan untuk menentukan klasifikasi status gizi. Ada beberapa klasifikasi umum yang digunakan, diantaranya klasifikasi World Health Organization (WHO) dengan indikator yang digunakan, meliputi berat badan per tinggi badan (BB/TB), berat badan per umur (BB/U) dan tinggi badan per umur (TB/U) (Wiyogowati, 2012). Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya kasus anak balita pendek (stunting). Prevalensi stunting (tinggi badan per umur)di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mencapai 37,2 %. Hasil Riskedas tahun 2018 balita stunting sebanyak 30,8% yaitu balita sangat pendek sebanyak 11,5% dan balita pendek 19,3% meningkat lebih tinggi daripada tahun 2007 yaitu balita pendek sebanyak 18%. Pemantauan Status Gizi Tahun 2016 stunting pada balita mencapai 27,5 % sedangkan batasan WHO < 20%. Hal ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar8,9 juta anak Indonesia, atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalamistunting. Lebih dari 1/3 anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia tingginyaberada di bawah rata-rata (Kementrian desa, 2017). Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting mencapai 3—11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar Rp11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di Indonesia 2



diperkirakan mencapai Rp300-triliun—Rp1.210 triliun per tahun. Besarnya kerugian yang ditanggung akibat stunting lantaran naiknya pengeluaran pemerintah terutama jaminan kesehatan nasional yang berhubungan dengan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes atapun gagal ginjal. Ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke ataupun diabetes. Stunting menghambat potensi transisi demografis Indonesia dimana rasio penduduk usia tidak bekerja terhadap penduduk usia kerja menurun. Belum lagi ancaman pengurangan tingkat intelejensi sebesar 5—11 poin. Stunting pun menjadi ancaman masyarakat Desa (Kementrian desa, 2017). Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa angka stunting di sumatera barat menurun dari tahun 2013 sebanyak 39,5% menjadi 29% pada tahun 2018. Jumlah anak stunting di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar dengan 3 desa tahun 2018 yaitu sebanyak 197 anak. 3 desa tahun 2019 yaitu sebanyak 157 anak Jumlah stunting terbanyak didapatkan di desa Air Tawar Barat sebanyak 127 anak pada tahun 2018 dan 105 anak dari bulan januari sampai bulan juni tahun 2019 dan yang kedua terbanyak di desa ulak karang utara sebanyak 53 anak pada tahun 2018 dan 37 dari bulan januari sampai bulan juni tahun 2019 (Data PPDGM status BALITA PUSKESMAS AIR TAWAR, 2018 2019).



3



1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu yang memiliki anak bawah lima tahun (24-56 bulan) stunting di desa Pauh Barat kota Pariaman 1.3 Tujuan Mini Project 1. Mengetahui karateristik belita stunting wilayah kerja puskesmas air tawar berdasarkan umur dan jenis kelamin 2. Mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan menu makanan seimbang terhadap peningkatan tinggi badan balita



stunting wilayah kerja



puskesmas air tawar padang



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stunting 2.1.1 Pendahuluan Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat pendek, pendek normal tinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek jika Z-score -3 SD sampai dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD dan tinggi jika Zscore > 2 SD. Seorang anak yang mengalami kekerdilan (stunted) sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan yang normal, namun sebenarnya mereka lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal untuk anak seusianya. Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk, kualitas makanan juga buruk, dan intensitas frekuensi menderita penyakit sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan, seorang anak dikatakan stunted jika tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score berdasarkan referensi internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan 5



dihubungkan



dengan



penurunan



kapasitas



fisik



dan



psikis,



penurunan



pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. (The world bank, 2010;UNICEF) 2.1.2 Epidemiologi Stunting Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalen sibalita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.



Gambar 2.1 Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017 6



Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan olehpemerintah.



Gambar 2.2 Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2007-2013 Survei PSG diselenggarakan sebagai monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalen sibalita pendek diIndonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalen sibalita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017. 7



Gambar 2.3 Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017 Prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5% dan balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.



8



Gambar 2.4. Peta Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2017 Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih.



Karenanya persentase balita



pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand(16%) dan Singapura (4%)(UNSD, 2014). Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita. 2.1.3 Faktor Resiko Stunting 1. Pendidikan Ibu Penelitian mengenai hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting yang dilakukan di Kenya memberikan hasil bahwa anak-anak yang 9



dilahirkan dari ibu yang berpendidikan beresiko lebih kecil untuk mengalami malnutrisi yang dimanifestasikan sebagai wasting atau stunting daripada anakanak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan. Hasil yang sama juga diperlihatkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Mesir, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, resiko anak yang dilahirkan stunted semakin kecil. Grossman dan Kaestner (1997) juga mengatakan bahwa ibu yang berpendidikan akan lebih mudah menerima dan memproses informasi kesehatan dibandingkan dengan ibu yang tidek berpendidikan. (Frost et al, 2004; Zottarelli et al, 2007; Shrestha & Findeis, 2007; Abuya et al,2010). 2. Sanitasi Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga. (Kepmenkes



No



852



tentang strategi



nasional



sanitasi



total



berbasis



masyarakat).Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama terjadinya penyakit di seluruh dunia, termasuk didalamnya adalah diare, kolera, disentri, tifoid, dan hepatitis A.Sanitasi yang baik sangat penting terutama dalam menurunkan risiko kejadian penyakit dan kematian, terutama pada anak-anak. Sanitasi yang baik dapat terpenuhi jika fasilitas sanitasi yang aman, memadai dan dekat dengan tempat tinggal tersedia. (Water and Sanitation Program-East Asia and The Pasific) 3.Air Bersih Anak-anak yang bertahan hidup dengan sumber air minum yang terkontaminasi kemungkinan besar akan menderita malnutrisi, stunted, dan perkembangan otak (intelektual) yang terhambat. (Clean Water ChangedLives) 1 0



4.Berat Bayi Lahir Rendah(BBLR) Berat bayi lahir rendah (BBLR) diartikan sebagai berat bayi ketika lahir kurang dari 2500 gram dengan batas atas 2499 gram.Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR terutama yang berkaitan dengan ibu selama masa kehamilan. Berat badan ibu kurang dari 50 kg, keluarga yang tidak harmonis termasuk didalamnya adalah kekerasan dalam rumah tangga dan tidakadanya dukungan dari keluarga selama masa kehamilan, gizi ibu buruk terutama selama masa kehamilan, kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg, infeksi kronik, tekanan darah tinggi selama kehamilan, kadar gula darah ibu tinggi selama kehamilan, merokok, alcohol, dan genetic merupakan beberapa faktor penyebab bayi yang dilahirkan BBLR (Reyes & Manalich, 2005). Berat bayi lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi di Negara-negara miskin dan berkembang.Diperkirakan 15 % dari seluruh bayi yang dilahirkan merupakan bayi dengan berat lahir rendah. Berat bayi lahir rendah erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan bayi, penghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit kronik ketika menginjak usia dewasa seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan jantung (UNICEF, 2004). 5. ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah kondisi dimana bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu 1 1



setidaknya selama 4 bulan, namun rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Asssembly (WHA) dan banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat menggangu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi (Roesli, 2000) 6. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pemberian makanan pada bayi dan anak merupakan landasan yang penting dalam proses pertumbuhan. Di seluruh dunia sekitar 30 % anak dibawah lima tahun yang mengalami stunted merupakan konsekuensi dari praktek pemberian makanan yang buruk dan infeksi berulang. Meskipun bayi mendapatkan ASI dari ibu secara optimal, namun jika setelah berusia 6 bulan tidak mendapatkan makanan pendamping yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas, anakanak akan tetap mengalami stunted. Diperkirakan sekitar 6% atau 600.000 kematian anak dibawah lima tahun dapat dicegah dengan memastikan bahwa anak-anak tersebut diberi makanan pendamping secara optimal.(WHO, 2011; UNICEF,2008) 7. Asupan Makanan (Konsumsi Energi danProtein) Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang terkandung didalam makanan yang dimakan.Dikenal dua jenis nutrisi yaitu makronutrisi dan mikronutrisi.Makronutrisi merupakan nutrisi yang menyediakan kalori atau energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi tubuhlainnya.Makronutrisi ini diperlukan tubuh dalam jumlah yang besar, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak (WHO, 2011; Macronutriens, 2008). 1 2



Tanpa nutrisi yang baik akan mempercepat terjadinya stunting selama usia 6-18 bulan, ketika seorang anak berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan perkembangan otak hampir mencapai 90% dari ukuran otak ketika anak tersebut dewasa(Children at Risk of Stunting and Wasting). 8. Pengeluaran Rumah Tangga(Ekonomi) Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima rumah tangga dapat menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Di negara yang sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih menjadi merupakan prioritas utama, dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan gizi (oC



nsumption and



Cost)Hartoyo et al. (2000) mengatakan bahwa keluarga terutama ibu dengan pendapatan rendah biasanya memiliki rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas, oleh karena itu mereka memiliki resiko yang lebih tinggi untuk memiliki anak yang kurang gizi (Martianto et al., 2008). 2.1.4 Upaya Pencegahan Stunting Hasil



Riset



Kesehatan



Dasar



(Riskesdas)



tahun



2007



menunjukkan prevalensibalita pendek di Indonesia sebesar 36,8% walau pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan, namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Hsil yang tidak jauh berbeda dengan Pemantauan Status Gizi, terjadi peningkatan prevalensi balita pendek dari 2016 ke 2017 dengan hasil akhir 29,7%. Hal ini memperlihatkan bahwa balita pendek kian 1 3



meningkat jumlahnya oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan stunting pada kelompok umur terutama pada 1000 hari pertama kehidupan anak (Pusdatin Kemenkes, 2018). Untuk mengatasi permasalahan gizi ini,pada tahun 2010 PBB telah meluncurkan programScalling Up Nutrition (SUN) yaitu sebuah upayabersama dari pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan visi bebas rawan pangan dan kuranggizi (zero hunger and malnutrition), melaluipenguatan kesadaran dan komitmen untukmenjamin akses masyarakat terhadap makananyang bergizi. Di Indonesia,



Gerakan



scalingup



nutrition



dikenal



dengan



Gerakan



NasionalPercepatan Perbaikan Gizi dalam rangka SeribuHari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK)dengan landasan berupa Peraturan Presiden(Perpres) nomor 42 tahun 2013 tentang GerakanNasional Percepatan Perbaikan Gizi dengan sasaran masyarakat, khususnya remaja, ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah usia dua tahun;



kader-kader masyarakat seperti Posyandu, Pemberdayaan



Kesejahteraan Keluarga, dan/atau kader-kader masyarakat yang sejenis; perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan; Pemerintah dan Pemerintah Daerah; media massa; dunia usaha; dan lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan internasional (Rosha BC, 2016; Perpres No. 42 Tahun 2013). Dalam upaya penanggulangan stunting, terdapat 2 model intervensi,



yaitu



intervensi



gizi



sensitif, merupakan



berbagai



kegiatan



pembangunan di luar sektor kesehatan, sasarannya adalah masyarakat umum dan intervensi gizi spesifik, yang padaumumnya kegiatan ini dilakukan oleh sektorkesehatan. 1 4



Gambar 2.5 Pendekatan Multisektor dan Intervensi Terintegrasi dalam



Strategi



(Direktorat



Kesehatan



dan



Gizi



Masyarakat



Bappenas, 2018) Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang ditujukan langsung atau khusus pada kelompok sasaran tertentu seperti balita,ibu hamil, remaja putri, dan lainnya. Dalam The Lancet seri Ibu dan Anak menunjukkan bahwa terdapat 13 intervensi giziyang telah terbukti dapat mengurangi masalah stunting sebesar sepertiga dari prevalensi didunia, yaitu intervensi melalui suplementasi dan fortifikasi, mendukung pemberian ASI eksklusif, penyuluhan mengenai pola makan anak, pengobatan untuk kekurangan gizi akut,serta pengobatan infeksi. Intervensi ini terbuktimenghasilkan manfaat yaitu pengurangan biayadengan rasio 15,8 berbanding 1.7.



1 5



Salah satu intervensi spesifik yang dilakukan di Kota Bogor yaitu melalui kegiatan posyandu. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita. Pada beberapa negara yangtelah berhasil menjalankan dan



meyebar luaskan



intervensi gizi menunjukkan keberhasilan didukung oleh sistem kesehatan yang berfungsi dengan efektif serta keterlibatan kader kesehatan berbasis dari masyarakat. Salah satu tujuan kegiatan posyandu adalah sebagai upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Penelitian Hidayat dan Jahari menunjukkan bahwa diantara rumah tangga balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu memiliki proporsi balita berstatus gizi baik (indeks BB/U) dan tidak kurus/ normal(indeks BB/TB) lebih besar. 2.2 Definisi Gizi Zat gizi dari makanan merupakan sumber utama untuk memenuhi kebutuhan anak tumbuh kembang optimal sehingga dapat mencapai kesehatan yang paripurna , yaitu sehat fisik, sehat mental, dan sehat sosial. Oleh karena itu, slogan umum bahwa pencegahan adalah upaya terbaik dan lebih efektif-efisien daripada pengobatan, harus benar-benar dilaksanakan untuk mencegah terjadinya masalah gizi pada anak. Hal ini pula yang menjadi tujuan utama Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 yang dicanangkan UNICEF: tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang.



1 6



Setiap harinya, anak membutuhkan gizi seimbang yang terdiri dari asupan karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Asupan kandungan gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi yang berguna untuk pertumbuhan otak (intelegensia) dan pertumbuhan fisik. Untuk mengetahui status gizi dan kesehatan anak secara menyeluruh dapat dilihat mulai dari penampilan umum (berat badan dan tinggi badan), tanda-tanda fisik, motorik, fungsional, emosi dan kognisi anak. Berdasarkan pengukuran antropometri, maka anak yang sehat bertambah umur, bertambah berat, dan tinggi dikaitkan dengan



kecukupan



asupan makronutrien, kalsium, magnesium, fosfor, vitamin D, yodium, dan zink. Indonesia memiliki kesepakatan tanda anak sehat bergizi baik yang terdiri dari 10 kriteria, yaitu: 1.



Bertambah umur, bertambah padat, bertambah tinggi. Anak



dengan asupan gizi baik akan mempunyai tulang dan otot yang sehat dan kuat karena konsumsi protein dan kalsiumnya cukup. Jika kebutuhan protein



dan kalsium terpenuhi, massa tubuh pun akan



bertambah dan anak akan bertambah tinggi. 2. Postur tubuh tegap dan otot padat. Anak yang memiliki massa



otot yang padat dan tubuh tegap didapat adalah ciri anak yang tidak kekurangan protein dan kalsium. Mengonsumsi susu dapat membantu anak mencapai postur ideal kelaknya. 3. Rambut berkilau dan kuat. Protein dari daging, ayam, ikan dan



kacang- kacangan dapat membuat rambut menjadi lebih sehat dan kuat. Rambut yang sehat dapat melindungi kepala si anak. 1 7



4. Kulit dan kuku bersih dan tidak pucat. Kulit dan kuku bersih



pada anak menandakan asupan vitamin A,C,E dan mineralnya terpenuhi. Makanan yang kaya mineral didapatkan dari kangkung, bayam, jambu buji, jeruk, mangga dan lainnya. 5. Wajah ceria, mata bening dan bibir segar. Mata yang sehat dan



bening didapat dari konsumsi vitamin A dan C seperti tomat dan wortel. Bibir segar didapat dari vitamin B, C dan E seperti yang terdapat dalam wortel, kentang, udang, mangga, jeruk. 6. Gigi bersih dan gusi merah muda. Gigi dan gusi sehat



dibutuhkan untuk membantu menceerna makanan dengan baik. Untuk itu, asupan kalsium dan vitamin B pun diperlukan. 7. Nafsu makan baik dan buang air besar teratur. Nafsu makan



baik dilihat dari intensitas anak makan, idealnya yaitu 3 kali sehari. Buang air besar pun harusnya setiap hari agar sisa makanan dalam usus besat tidak menjadi racun bagi tubuh yang dapat mengganggu nafsu makan. 2.2.1 Prinsip Gizi Seimbang Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi seimbang di Indonesia divisualisasikan dalam bentuk tumpeng gizi seimbang (TGS) yang sesuai dengan budaya Indonesia. TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan 1 8



dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit).



1 9



TGS terdiri dari beberapa potongan tumpeng, yaitu: -



1 potongan besar: golongan makanan karbohidrat,



-



2 potongan sedang dan 2 potongan kecil yang merupakan golongan sayuran dan buah,



-



2 potongan kecil diatasnya yang merupakan golongan protein hewani dan nabati, dan



-



1 potongan terkecil di puncak yaitu gula, garam, dan minyak yang dikonsumsi seperlunya.



-



Potongan TGS juga dilapisi dengan air putih yang idealnya dikonsumsi 2 liter atau 8 gelas sehari.



-



Luasnya potongan TGS ini menunjukkan porsi konsumsi setiap orang per hari. Karbohidrat dikonsumsi 3 - 8 porsi, sayuran 3 - 5 porsi sedikit lebih besar dari buah, buah 2-3 porsi, serta protein hewani dan nabati 2 - 3 porsi.



-



Konsumsi ini dibagi untuk makan pagi, siang, dan malam. Kombinasi makanan per harinya perlu dilakukan.



-



Dibagian bawah TGS terdapat prinsip gizi seimbang yang lain, yaitu: pola hidup aktif dengan berolahraga, menjaga kebersihan dan pantau berat badan. Prinsip gizi seimbang harus diterapkan sejak anak usia dini hingga usia



lanjut. Ibu hamil, remaja perempuan serta bayi sampai usia 2 tahun merupakan kelompok usia yang penting menerapkan prinsip gizi seimbang ini. Kelompok ini adalah kelompok kritis tumbuh kembang manusia yang akan menentukan masa 2 0



depan kualitas hidup manusia. Khusus untuk ibu hamil, akan mengalami periode window of opportunity, kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dan memanfaatkan zat gizi untuk kesehatan ibu dan janin. Periode ini berkisar dari sebelum kehamilan hingga anak berumur dua tahun. Prinsip gizi seimbang dinilai efektif dilakukan dalam periode ini karena jika calon ibu kekurangan gizi dan berlanjut hingga ibu hamil, maka janin akan kekurangan gizi dan dapat menimbulkan beban ganda masalah gizi, yaitu: anak kurang gizi,



2 1



lambat berkembang, mudah sakit, kurang cerdas, serta ketika



dewasa



kegemukan dan beresiko terkena penyakit degeneratif. 2.2.2 Gizi Seimbang Anak Usia Dini Air susu ibu (ASI) adalah satu-satunya makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi 0-6 bulan. ASI eksklusif tanpa ditambah cairan atau makanan lain merupakan makanan pertama dalam kehidupan manusia yang bergizi seimbang. Namun sesudah usia 6 bulan kebutuhan gizi bayi meningkat dan harus ditambah bahan makanan lain sehingga ASI tidak lagi bergizi seimbang. Sampai usia 2 tahun merupakan masa kritis dan termasuk dalam periode window of opportunity. Pada periode kehidupan ini selsel otak tumbuh sangat cepat sehingga saat usia 2 tahun pertumbuhan otak sudah mencapai lebih 80% dan masa kritis bagi pembentukan kecerdasan. Oleh karena itu jika pada usia ini kekurangan gizi maka perkembangan otak dan kecerdasan terhambat dan tidak dapat diperbaiki. Pola makan bergizi seimbang sangat diperlukan dalam bentuk pemberian ASI dan MP-ASI yang benar. Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeksi seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Sementara ketika masuk usia 3 tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dan dalam



memilih



makanan sudah bersikap sebagai konsumen aktif dimana anak sudah dapat 2 2



memilih dan menetukan makanan yan ingin dikonsumsinya. Pada rentang usia 3-5 tahun kerap terjadi anak menolak makanan yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai sehingga perlu diperkenalkan kepada mereka beranekaragam makanan. Saat ini banyak ditemukan anak yang terlalu gemuk sekaligus kurus, sekitar 14% balita di Indonesia kurus (6% nya sangat kurus) dan sekitar 12% gemuk. Aktivitas bermain yang meningkat dan mungkin mulai masuk sekolah membuat anak menunda waktu makan, bahkan orang tua yang tidak memperhatikan bisa saja membuat anak minta makan menjelang tidur saat ia terlalu lelah beraktivitas seharian dan baru lapar ketika malam. Pada usia ini anak juga mulai banyak bermain dengan teman-temannya sehingga mudah tertular penyakit sehingga perlu ditanamkan kebiasaan makan beragam dan bergizi serta pola hidup bersih. 2.2.3 Makanan Anak Usia Dini 2.2.2.1 Makanan untuk usia 6-12 bulan Usia 6 bulan. Pada usia ini sudah diberikan makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI). Hal ini sudah boleh dilakukan karena bayi sudah mempunyai reflek mengunyah dengan pencernaaan yang lebih kuat. Makanan tambahan diberikan dalam bentuk lumat dan rendah serat, misalnya pisang yang dilumatkan, sari jeruk, labu, papaya dan biscuit yang dilumatkan dengan susu. Pola pemberian dilakukan secara bertahap sebanyak 2 sendok makan per waktu makan dan diberikan 2 kali sehari. aKenalkan setiap jenis makanan 2-3 hari baru lanjutkan mengenalkan jenis makanan yang lain. 2 3



Usia 7 bulan. Pada usia 7 bulan mulai dikenalkan bubur tim saring dengan campuran sayuran dan protein hewani-nabati. Sehingga pola menunya terdiri dari buah lumat, bubur susu dan tim saring. Usia 8 bulan. Mulai usia 8 bulan sudah bisa diberi tim cincang untuk membantu merangsang pertumbuhan gigi, meskipun belum tumbuh gigi, bayi dapat mengunyah dengan gusi. Untuk meningkatkan kandungan gizi, makanan pada



usia ini dapat ditambah minyak. Minyak akan menambah kalori dan



meningkatkan penyerapan vitamin A dan zat gizi lain. Usia 9 bulan. Secara bertahap mulai dikenalkan makanan yang lebih kental dan berikan makanan selingan 1 kali sehari. Makanan selingan berupa: bubur kacang hijau, pudding susu, biscuit susu. Usia 10 bulan. Kepadatan makanan ditingkatkan mendekati makanan keluarga, mulai dari tim lunak sampai akhirnya nasi pada usia 12 bulan. Apa yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI? - Buatlah makanan dari bahan segar yang bebas pestisida dan pengawet. - Jangan menggunakan MSG, untuk menggantinya dapat digunkan keju atau



kaldu. - Kenalkan gula dan garam saat usia 12 bulan. - Variasikan sehingga anak tidak bosan sehingga kelak anak terhindar dari



kesulitan makan di usia berikutnya. - Jika membeli makanan bayi dalam kemasan perhatikan tanggal kadaluarsa.



2 4



2.2.2.2 Makanan anak usia 1-5 tahun Pada usia ini anak sudah harus makan seperti pola makan keluarga, yaitu: sarapan, makan siang, makan malam dan 2 kali selingan. Porsi makan pada usia ini setengah dari porsi orang dewasa. Memasuki usia 1 tahun pertumbuhan mulai lambat dan permasalahan mulai sulit makan muncul. Sementara itu aktivitas mulai bertambah dengan bermain sehingga makan dapat dilakukan sambil bermain. Namun selanjutnya akan lebih baik kalau makan dilakukan bersama seluruh anggota keluarga dengan mengajarkannya duduk bersama di meja makan. Beberapa hal yang harus diperhaikan dalam pemberian makan anak usia 1-5 tahun: -



Selalu variasikan makanan yang diberikan meliputi makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah. Usahakan protein yang diberikan juga berganti sehingga semua zat gizi terpenuhi.



- Variasikan cara mengolah sehingga semua bahan makanan dapat masuk,



misalnya anak tidak mau makanbayam maka bayam dapat dibuat dalam telur dadar. -



Berikan air putih setiap kali habis makan.



2 5



- Hindari memberikan makanan selingan mendekati jam makan utama. - Ketika masuk usia 2 tahun jelaskan manfaat makanan yang harus dimakan



sehingga dapat mengurangi rasa tidak sukanya. Kebutuhan Gizi dan Anjuran Pembagian Makan Sehari Usia 6-8 bulan: 650 kalori Bahan makanan atau penukar Nasi Daging Tempe Sayur Buah Susu Minyak ASI Taburia Total sehari



Jml porsi (p) ½



1 ½



650



Pagi



Selingan pagi



¼



Siang



Selingan sore



Sore



¼



½



½



sekehendak 1 sachet sehari 97



28



½



84



Contoh set hidangan: Waktu



Hidangan



Bhn makanan



Berat (g)



Porsi (p)



Energi (kalori)



Pagi



Bubur susu saus jeruk



Jam 10



Buah jeruk



Tepung beras



12



¼



Susu bubuk



10



2/5



Jeruk manis



25



½



Pepaya



60



½



117



52



pepaya



2 6



Usia 9-11 bulan: 900 kalori Bahan makanan



Jml



Pagi



atau penukar



porsi (p)



Nasi



1



Daging



½



Tempe



½



Sayur



½



Buah







Susu



½



Minyak



½



ASI



sekehendak



Taburia



1 sachet sehari



Total sehari



900



Selinga



Siang



Selinga



n pagi ¼



Sore



n sore ¼



½



½



½



122



36



123



25



143



Pagi



Selinga



Siang



Selinga



Sore



Usia 12 bulan: 1100 kalori Bahan makanan atau penukar



Jml porsi



n



(p)



n pagi



sore



Nasi



2



½



½



1



½



Daging



1



¼



½



¼



Tempe



1



¼



½



¼ 2 7



Sayur



1



¼



Buah



2



Susu



½



Minyak







ASI



sekehendak



Taburia



1 sachet sehari



Total sehari



1100



½



¼



1



1 ½



½



½



½



144



50



218



126



253



Pagi



Selinga



Siang



Selinga



Sore



Usia 1-2 tahun: 1300 kal Bahan makanan atau penukar



Jml porsi



n



(p)



n pagi



sore



Nasi







7/10



¼



7/10



6/10



Daging







¼



¼



½



¼



Tempe







½



½



½



Sayur







¼



½



½



Buah



2



¼



½



1



½



Susu Minyak



1



½



ASI



sekehendak



Taburia



1 sachet sehari



Total sehari



1300



221



¼



149



261



¼



87



235 2 8



Usia 1-2 tahun: 1300 kal Bahan makanan



Jml



Pagi



Selinga



Siang



Selinga



atau penukar



porsi (p)



Nasi







7/10



¼



7/10



6/10



Daging







¼



¼



½



¼



Tempe







½



½



½



Sayur







¼



½



½



Buah



2



n pagi



¼



Sore



n sore



½



1



½



Susu Minyak



1



½



ASI



sekehendak



Taburia



1 sachet sehari



Total sehari



1300



¼



¼



221



149



261



87



235



Pagi



Selinga



Siang



Selinga



Sore



Usia 3-5 tahun: 1400 kal Bahan makanan atau penukar



Jml porsi



n



(p)



n pagi



sore



Nasi



3



1



1



1



Sayur



2



¾



¾



½



Buah







½



2 10



Tempe



2



Daging



3



Minyak



2



Gula



2



Susu



1



Total sehari



1400



1



1



1



1



1



½



¾



¾



1



1 1



293,75



75



381,25



275



375



Patokan porsi yang digunakan: 1. Nasi 1 porsi= 3/4 gls=100 g=175 kal 2. Sayur 1 porsi= 1 gls=100 g=25 kal 3. Buah 1 porsi=1-2 bh=50-190 g=50 kal 4. Tempe 1 porsi= 2 ptg sdg=50 g=75 kal 5. Daging 1 porsi= 1 ptg sdg= 35 g=75 kal 6. Minyak 1 porsi= 1 sdt=5 g=50 kal 7. Gula 1 porsi= 1 sdm=13 g=50 kal 8. Susu bubuk (tanpa lemak) 1 porsi=4 sdm=20 g=75 kal



11



2.2.4 Mengatasi susah makan anak. Susah makan merupakan problem yang dihadapi oleh hampir semua ibu- ibu. Terkadang anak menolak makanan yang diberikan tanpa tahu apa penyebabnya. Susah makan dapat pula terjadi karena pemberian makan kepada anak sudah salah sejak awal. Misalnya anak terlalu lama diberi ASI dan pengenalan M-ASI terlambat, tidak dikenalkan beragam bahan pangan, terlalu banyak diberi susu formula atau banyak diberi makanan jajanan. Mengatasi susah makan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah memberikan suasana makan yang nyaman dan menyenangkan, perhatikan pula hal-hal berikut: 



Ajakan makan harus disampaikan dengan penuh kasih saying. Lebih ideal jika disertai dengan menanamkan pemahaman tentang arti makanan.







Coba dengan menambahkan hal-hal menyenangkan seperti sambil menonton TV, mendengarkan music atau bermain tetapi usahakan anak tetap duduk dan sambil berkomunikasi.







Coba ajak makan bersama temannya.







Ajak makan bersama seluruh anggota keluarga dan duduk bersama di meja makan. Biarkan anak makan sendiri dengan alat makan yang sama dengan anggota keluarga yang lain.







Buat jadwal makan secara teratur sehingga lama kelamaan anak akan kenal dan tahu waktunya makan.



BAB III LAPORAN KEGIATAN 3.1 Metode Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Quasi Experiment. Untuk menilai Pengaruh Pemberian Penyuluhan Menu Makanan Seimbang terhadap Peningkatan Tinggi Badan Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Air Tawar Padang. 3.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah dengan rancangan one group pre and posttest design, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama melihat pengaruh Pengaruh Pemberian Penyuluhan Menu Makanan Seimbang terhadap Peningkatan Tinggi Badan Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Air Tawar Padang berdasarkan grafik TB/U pada grafik Z-Score. Pengolahan Data dengan menyajikan data statistik dasar berupa rerata dan simpangan baku. Untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Penyuluhan Menu Makanan Seimbang terhadap Peningkatan Tinggi Badan Balita Stunting dan dilakukan uji statistik repeated measured anova. 3.3 Subjek Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua balita stunting yang berada di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar



2.Ukuran Sampel Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah multistage random sampling, yakni mengambil sebagian dari anggota populasi yang memenuhi criteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian Dengan metode sampling : 𝑍𝛼 2 𝑋𝑃𝑋𝑄 ] 𝑑2



𝑛=[ Keterangan : n P Q d α



= Jumlah Sampel = Proporsi = 1-P = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ditetapkan) = Tingkat kemaknaan (ditetapkan)



3. MetodePengumpulanSampel Metode pengumpulan sampel diperoleh melalui data primer dan sekunder yang diperoleh dari laporan puskesmas mengenai jumlah penduduk dan jumlah balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Air Tawar Padang. 3.4 Penyajian Data Data yang telah terkumpul akan di tabulasi dan ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram dan penjelasan naratif. 3.5 Variabel Penelitian Pada penelitian ini, yang menjadi variable penelitian adalah balita stunting yang tercatat pada periode 2018 hingga Juni 2019.



3.6 Definisi Operasional 1. Stunting Definisi



: Gabungan dari kategori status giz sangat pendek dan pendek. Sangat pendek jika Z-Score