Modul 2 Pemodelan Oseanografi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PEMODELAN OSEANOGRAFI Modul 2 Model Difusi 1 Dimensi



Oleh : Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117120018



Koordinator Praktikum: Dr. Aris Ismanto, S.Si., M.Si. NIP. 19820418 200801 1 010



Tim Asisten: Nabilah Rizki



26020216140114



Rifka Pramesti Asa R



26020214120006



Osen F. R. Tampubolon



26020216120010



Melati Pertiwi



26020216120015



Dinda Teodora P



26020216120032



Lintang Fauzia Ichsari



26020216120041



Faadhilah Rachmawati



26020216140095



Muh. Dandi Firmansyah



26020216130103



DEPARTEMEN OSEANOGRAFI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019



I. TUJUAN Praktikum ini bertujuan untuk menyelesaikan persamaan difusi 1 dimensi dengan solusi pemecahan numerik metode beda hingga eksplisit dan penerapanya berkaitan dengan stabilitas numerik.



II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Difusi Dalam model matematika, mekanisme penyebaran polutan dalam media tertentu sepenuhnya dikendalikan oleh governing equation berupa persamaan transport polutan. Persamaan tersebut tergantung pada sifat materi polutan itu sendiri, apakah termasuk pada kategori non-conservative atau conservative. Polutan non-conservative adalah polutan yang dapat meluruh melalui mekanisme penguraian biologis atau karena reaksi kimia meskipun tanpa melibatkan proses transport polutan atau difusi. Sedangkan materi yang bersifat conservative adalah materi yang hanya akan terdilusi atau tersuspensi bila terjadi proses transport dan atau difusi (Sulpiani, Ririn dan Widowati, 2013). Proses penyebaran polutan di alam, baik materi conservative maupun non- conservative melibatkan dua mekanisme utama yaitu difusi dan adveksi. Difusi menggambarkan proses bertambah luasnya areal penyebaran polutan yang disebabkan oleh gerakan acak molekulmolekul polutan (Brownian motion). Adapun adveksi merupakan proses angkutan bahan polutan oleh arus atau aliran fluida dengan kecepatan penjalaran yang sama dengan kecepatan aliran fluida tersebut. Pada kejadian tertentu, difusi lebih dominan dibanging adveksi atau sebaliknya (Sulpiani, Ririn dan Widowati, 2013). Perumusan persamaan yang menyatakan fenomena sebaran polutan diturunkan berdasar persamaan umum angkutan massa pada fluida mengalir (Hukum Konservasi Massa) dan Hukum Fick tentang difusi (Hoffman, 1989). Dalam pembahasan adveksi-difusi pada cairan yang mengalir diasumsikan bahwa proses adveksi dan difusi adalah dua proses terpisah dan dapat digabungkan. Hal ini berarti ada anggapan bahwa proses difusi pada fluida yang mengalir dianggap sama dengan proses difusi pada fluida diam. Dengan demikian, dalam penyajian persamaan angkutan polutan, fluks difusi dapat ditulis bersama-sama dengan fluks adveksi atau fluks difusi dapat dipisahkan menjadi suku tersendiri. Hukum Fick sendiri berbunyi: ‘Pada arah tertentu, massa dari suatu bahan terlarut yang melewati suatu luasan tertentu tiap unit waktu adalah sebanding dengan gradien konsentrasi bahan terlarut pada arah tersebut,’ (Sulpiani, Ririn dan Widowati, 2013). Untuk proses difusi 1 dimensi, Hukum Fick dalam rumus matematika dinyatakan sebagai: F= -D_i ∂c/(∂x_i )



Dengan F adalah fluks masa bahan terlarut, c konsentrasi bahan terlarut dan D adalah koefisien difusi. Tanda minus menunjukkan bahwa bahan terlarut diangkut dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Hukum Fick adalah suatu pernyataan yang mengkorelasikan fluks suatu massa dengan gradien konsentrasi (Sulpiani, Ririn dan Widowati, 2013). 2.2 Skema Eksplisit Penyelesaian persamaan tipe parabolik dengan menggunakan metode beda hingga dap at dibedakan menjadi dua metode (skema) dasar, yaitu skema eksplisit dan skema impl isit. Pada skema eksplisit, variabel pada waktu n1, dihitung berdasarkan variabel pada waktu n yang sudah diketahui (gambar 1).



Dengan menggunakan skema seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, fungsi variabel (temperatur) T(x,t) dan turunannya dalam ruang dan waktu didekati oleh bentuk berikut:



Dengan menggunakan skema di atas, Persamaan (4) dapat ditulis dalam bentuk berikut:



Penyelesaian Persamaan (4) dan (5) terhadap batang logam yang dipanaskan (AB) dilak ukan dengan membagi batang logam tersebut menjadi sejumlah pias. Selanjutnya dibua t jaringan titik hitungan dalam bidang x‐t. Jarak antara titik hitungan (panjang pias) adalah ∆ ⁄ , dengan M adalah jumlah pias sedang interval waktu hitungan adalah ∆. Dengan Persamaan ( 6) dan kondisi batas di kedua ujung batang, memungkinkan untuk menghitung (i 1, 2, ..., M1) berdasarkan nilai (i 1, 2, ..., M ) yang telah diketahui. Pada awal hitungan, nilai awal dari temperatur diketahui sebagai kondisi awal. Dari nilai awal tersebut dan kondisi bat as, dapat dihitung nilai T di sepanjang batang logam (i 1, 2, ..., M ) pada waktu berikutny a. Nilai yang telah dihitung tersebut digunakan untuk menghitung Ti (i 1, 2, ..., M ) untu k waktu berikutnya lagi. Prosedur hitungan ini diulangi lagi sampai akhirnya di dapat nilai Ti (i 1, 2, ..., M ) untuk semua nilai waktu (Sulistyono, Bambang Agus, 2015). 2.3. Skema Implisit Untuk memberikan gambaran tentang pendekatan metode implisit pada persamaan difusi yang kita miliki, sekarang marilah kita mengingat kembali tentang kemungkinan pendekatan persamaan tersebut dengan beda mundur. Jika persamaan difusi tersebut kita dekati dengan beda mundur, maka diperoleh



(6) yang dapat ditulis kembali menjadi



(7) Persamaan diatas sebenarnya mengikuti suatu perjanjian, bahwa kuantitas yang belum diketahui harganya ditempatkan di ruas kiri, sedangkan besaran yang sudah diketahui ditempatkan diruas kanan. Dalam kasus ini, harga-harga u pada langkah waktu n dianggap tidak dketahui, harga-harga yang diketahui adalah pada langkah waktu ke n−1. Deskripsi skema implisit ini dapat dilihat pada gambar 5.



Gambar 2. Deskripsi metode implisit pada persamaan difusi Dengan mengambil



(8) maka untuk setiap titik ruang 𝑥𝑗 dengan j = 1,2,3,..., N-1, diperoleh (9) Jika syarat batas pada ujung-ujungnya diberikan yaitu 𝑢𝑜 dan 𝑢𝑁 , maka kita persamaan (9) dapat ditampilkan dalam bentuk persamaan simultan linier sebagai berikut (10)



dengan



(11) Kita juga akan menggunakan analisa stabilitas Von Nouman untuk meyakinkan apakah skema implisit ini stabil atau tidak stabil. Jika kita mensubstitusikan mode Fourier ke persamaan (7), maka dengan mudah diperoleh



(12) atau dapat disusun kembali menjadi



(13) Faktor penguatan yang memiliki bentuk semacam ini, tentunya harus berharga ≤ 1. Ini menunjukkan bahwa skema implisit yang kita gunakan untuk mendekati persamaan difusi adalah stabil mutlak .



III. FLOWCHART 3.1 Eksplisit Continyu



3.2 Eksplisit Discontinyu



IV. LISTING 4.1 Eksplisit Continyu % Warisatul Anbiya Selkofa M % 26050117120018 % OSAENOGRAFI A %Explisit Difusi Kontinyu clear all clc T=input('Masukkan Nilai Lama Simulasi(T) = ' ); dt=input('Masukkan Nilai Langkah Waktu(dt) = ' ); dx=input('Masukkan Nilai Lebar Grid(dx) = ' ); Ad=input('Masukkan Nilai Koefisien Difusi(Ad) = ' ); L=input('Masukkan Nilai Panjang Kanal(L) = ' ); Mmax=L/dx; Nmax=T/dt; Alpha=(Ad*dt)/(dx^2); if Alpha>0.5; disp('Try Again, Your Alpha is Wrong') else for i=1:Mmax F0(i)=0; end for j=2:Nmax F0(19)=50; for i=2:Mmax-1 F(i)=F0(i)+(Alpha*(F0(i+1)-(2*F0(i))+F0(i-1))); end F(1)=F(2); F(Mmax)=F(Mmax-1); f(j,:)=F; for i=2:Mmax; F0(i)=F(i) end end end f(1,140)=50; disp([f]) figure plot(f(8,:),'color',[0 0 0]); hold on plot(f(45,:),'color',[1 0 1]); plot(f(90,:),'color',[0 1 1]); plot(f(180,:),'color',[1 0 0]);



xlabel('Waktu'); ylabel('Konsetrasi Polutan'); title({'Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Kontinyu';'Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117120018'}); hold off legend('Location','northeast','t=8','t=45','t=90','t=180'); figure plot(f(:,8),'color',[0 0 0]); hold on plot(f(:,18),'color',[1 0 1]); plot(f(:,28),'color',[0 1 1]); plot(f(:,38),'color',[1 0 0]); xlabel('Ruang'); ylabel('Konsetrasi Polutan'); title({'Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Kontinyu';'Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117140004'}); hold off legend('Location','northwest','grid=8','grid=18','grid=28','grid=38');



4.2 Eksplisit Discontinyu % Warisatul Anbiya Selkofa M % 26050117120018 % OSAENOGRAFI A %Explisit Difusi Kontinyu clear all clc T=input('Masukkan Nilai Lama Simulasi(T) = ' ); dt=input('Masukkan Nilai Langkah Waktu(dt) = ' ); dx=input('Masukkan Nilai Lebar Grid(dx) = ' ); Ad=input('Masukkan Nilai Koefisien Difusi(Ad) = ' ); L=input('Masukkan Nilai Panjang Kanal(L) = ' );



Mmax=L/dx; Nmax=T/dt; Alpha=(Ad*dt)/(dx^2); if Alpha>0.5; disp('Try Again, Your Alpha is Wrong') else for i=1:Mmax F0(i)=0 end F0(19)=50; for j=2:Nmax for i=2:Mmax-1 F(i)=F0(i)+(Alpha*(F0(i+1)-(2*F0(i))+F0(i-1))); end F(1)=F(2); F(Mmax)=F(Mmax-1); f(j,:)=F;



for i=2:Mmax; F0(i)=F(i) end end end f(1,140)=50; disp([f]) figure plot(f(8,:),'color',[0 0 0]); hold on plot(f(45,:),'color',[1 0 1]); plot(f(90,:),'color',[0 1 1]); plot(f(180,:),'color',[1 0 0]);



xlabel('Waktu'); ylabel('Konsetrasi Polutan'); title({'Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Kontinyu';'Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117120018'}); hold off legend('Location','northeast','t=8','t=45','t=90','t=180'); figure plot(f(:,8),'color',[0 0 0]); hold on plot(f(:,18),'color',[1 0 1]); plot(f(:,28),'color',[0 1 1]); plot(f(:,38),'color',[1 0 0]); xlabel('Ruang'); ylabel('Konsetrasi Polutan'); title({'Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Kontinyu';'Warisatul Anbiya Selkofa M 26050117140004'}); hold off legend('Location','northwest','grid=8','grid=18','grid=28','grid=38');



V. HASIL 5.1. Grafik Konsentrasi vs Grid dan Grafik Konsentrasi vs Waktu 5.1.1. Skenario 1 a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.2. Skenario 2 a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.3Skenario 3



a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.4. Skenario 4 Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Continue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Continue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



50



50 t=4 t=14 t=24 t=34



45 40



40 35



Konsetrasi Polutan



Konsetrasi Polutan



35 30 25 20



30 25 20



15



15



10



10



5



5



0



grid=4 grid=25 grid=50 grid=140



45



0



20



40



60



80



100



120



140



0



0



10



20



30 Ruang



Waktu



40



50



60



a. Kasus B 5



1.5



x 10



Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Continue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



8



3 t=4 t=14 t=24 t=34



1



x 10



Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Continue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004 grid=4 grid=25 grid=50 grid=140



2.5



2



Konsetrasi Polutan



Konsetrasi Polutan



0.5



0



-0.5



1.5



1



0.5 -1



-1.5



0



0



20



40



60



80



100



120



-0.5 0



140



10



20



Waktu



30 Ruang



40



50



60



b. Kasus C Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Discontinue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Discontinue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



50



30 t=4 t=14 t=24 t=34



grid=4 grid=25 grid=50 grid=140



45 40 35



20



Konsetrasi Polutan



Konsetrasi Polutan



25



15



10



30 25 20 15 10



5



5 0



0



20



40



60



80 Waktu



100



120



140



0



0



10



20



30 Ruang



40



50



60



c. Kasus D Perubahan Konsentrasi Polutan VS Waktu Eksplisit Discontinue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004



8



6



1.5



x 10



9 t=4 t=14 t=24 t=34



1



x 10



8 7



Perubahan Konsentrasi Polutan VS Ruang Eksplisit Discontinue Laode Rasyid Ridzal 26050117140004 grid=4 grid=25 grid=50 grid=140



Konsetrasi Polutan



Konsetrasi Polutan



6 0.5



0



5 4 3 2



-0.5



1 0



-1



0



20



40



60



80 Waktu



5.1.5. Skenario 5 a. Kasus A



b. Kasus B



100



120



140



-1 0



10



20



30 Ruang



40



50



60



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.6. Skenario 6 a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.7. Skenario 7 a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



5.1.8. Skenario 8



a. Kasus A



b. Kasus B



c. Kasus C



d. Kasus D



VI. PEMBAHASAN Berdasarkan program yang telah dibuat menggunakan beda hingga metode eksplisit, dimana kita menjatuhkan polutan di suatu grid ke-12 . kita dapat menggukan 9 skenario yang kita tentukan dengan kita memasukan suatu inputan pada program berupa L(panjang kanal), T(lama simulasi), dt(langkah waktu), dx(lebar grid), Ad(Koefisien difusi)yang dapat menyelesaikan berbagai kasus seperti Kasus A, B, C dan D. metode ini juga dapat dikatakan stabil apabila nilai alpha