Modul FT Tumbang 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURUSAN FISIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.



MATERI POKOK FISIOTERAPI TUMBUH KEMBANG 2 TEORI FT 3.310



/ 2 SKS (3 MODUL)



Oleh: Yulianto Wahyono, Dipl.PT, M.Kes.



Modul 1 Manajemen FT pada Gangguan Muskuloskeletal Modul 2 Manajemen Fisioterapi pada Gangguan Syaraf 1 Modul 3 Manajemen Fisioterapi pada Gangguan Syaraf 2



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



DAFTAR ISI Tinjauan Mata Kuliah Modul 1 : Manajemen Fisioterapi pada Gangguan Musculoskeletal Pendahuluan Kegiatan Belajar 1 : FT pada Congenital Talipes Equinovarus Rangkuman Tes Formatif 1 Kegiatan Belajar 2 : FT pada Dislocation Hip Bawaan Rangkuman Tes Formatif 2 Kegiatan belajar 3 : FT pada Osteogenesis Imperfecta Rangkuman Tes Formatif 3 Kegiatan belajar 4 : FT pada Achondroplasia dan Arthrogryphosis Multiplex Congenital Rangkuman Tes Formatif 4 Kegiatan belajar 5 : FT pada Congenital Torticolis dan Scoliosis Rangkuman Tes Formatif 5 Kegiatan belajar 6 : FT pada Duchenne Muscular Dystrophy Rangkuman Tes Formatif 6



Modul 2 : Manajemen Fisioterapi pada Gangguan Syaraf 1 Pendahuluan Kegiatan Belajar 1 : Fisioterapi Kasus Lesi Pleksus Brachialis Rangkuman Tes Formatif 1 Kegiatan Belajar 2 : Fisioterapi Kasus Down’s Syndrome Rangkuman Tes Formatif 2 Kegiatan Belajar 3 : Fisioterapi pada Kasus Retardasi Mental Rangkuman Tes Formatif 3 Kegiatan Belajar 4 : Fisioterapi pada Kasus Disfungsi Otak Minimal Rangkuman Tes Formatif 4 Kegiatan Belajar 5 : Fisioterapi pada Kasus Spina Bifida Rangkuman



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Kegiatan Belajar 6 :



Tes Formatif 5 Fisioterapi pada Kasus Antero Poliomyelitis Rangkuman Tes Formatif 6



Modul 3 : Manajemen Fisioterapi pada Gangguan Syaraf 2 Pendahuluan Kegiatan Belajar 1 : Fisioterpi pada cerebral palsy Rangkuman Tes Formatif 1 Kegiatan Belajar 2 : Fisioterpi pada ank hipotonus Rangkuman Tes Formatif 2



Daftar Pustaka



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



TINJAUAN MATA KULIAH Fisioterapi Tumbuh Kembang 2 merupakan mata kuliah lanjutan dari mata kuliah Fisioterapi Tumbuh Kembang 1 yang telah dipelajari pada semester IV. Mata Kuliah ini membahas tentang gangguan gerak dan fungsi yang terjadi pada anak-anak sehingga mempengaruhi tumbuh kembangnya. Pokok bahasan mata kuliah ini tentang manajemen Fisioterapi kasus gangguan/kelainan musculoskeletal dan Syaraf. Ruang lingkup Fisioterapi Tumbuh Kembang 2 meliputi penerapan teknologi fisioterapi dimulai dari pemeriksaan, penentuan problematik, penentuan tujuan dan rencana fisioterapi, pelaksanaan, monitoring, evaluasi sampai pendokumentasian. Mata Kuliah ini mempunyai bobot 2 SKS yang dikemas dalam 4 modul yang dibuat sedemikian rupa sehingga anda akan terbantu dalam memahami penatalaksanaan fisioterapi pada kasus musculoskeletal dan syaraf yang berakibat munculnya gangguan/kelainan tumbuh kembang. Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, diharapkan Anda sudah mampu memahami, menjelaskan, dan menerapkannya dalam persiapan profesi Anda sebagai calon Fisioterapis, yang menyehatkan manusia dalam gerak dan fungsi tubuh. Modul 1, menghantar Anda untuk mampu melaksanakan manajemen fisioterapi pada kelainan/gangguan musculoskeletal yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak. Modul 2, menghantar Anda untuk mampu melaksanakan manajemen fisioterapi pada gangguan syaraf yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak. Modul 3, menghantar Anda untuk mampu melaksanakan manajemen fisioterapi pada Anak dengan cerebral palsy dan hypotonus yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak. Apabila Anda telah menyelesaikan Mata Kuliah ini, maka diharapkan Anda telah mampu untuk:  Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus : Congenital Talipes Equinovarus, Dislocation Hip Bawan Osteogenesis Imperfecta, Achondroplasia, Arthrogryphosis Multiplex Congenital, Congenital Torticolis, Scoliosis dan Duchenne Muscular Dystrophy Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta











         



Melakukan pemeriksaan pada kasus : congenital talipes equinovarus, dislocation hip bawan osteogenesis imperfecta, achondroplasia, arthrogryphosis multiplex congenital, congenital torticolis, scoliosis dan duchenne muscular dystrophy; Melakukan terapi pada kasus : congenital talipes equinovarus, dislocation hip bawan osteogenesis imperfecta, achondroplasia, arthrogryphosis multiplex congenital, congenital torticolis, scoliosis dan duchenne muscular dystrophy; Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus cerebral palsy; Melakukan pemeriksaan pada kasus cerebral palsy; Melakukan terapi pada kasus cerebral palsy; Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus hypotonus; Melakukan pemeriksaan pada kasus hypotonus; Melakukan terapi pada kasus hypotonus; Menjelaskan tentang tanda dan gejala lesi pleksus brachialis, down’s syndrome, retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida, antero poliomyelitis; Melakukan pemeriksaan pada kasus lesi pleksus brachialis, down’s syndrome, retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida, antero poliomyelitis; Melakukan terapi pada kasus lesi pleksus brachialis, down’s syndrome, retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida, antero poliomyelitis. Melakukan stimulasi tumbuh kembang akibat gangguan musculoskeletal dan neurologis



Perlu Anda ketahui, bahwa modul ini bukan sumber yang berisi penuh dengan materi yang seharusnya Anda ketahui. Terkait hal itu maka disarankan Anda belajaran juga dari materi-materi sejenis yang berasal dari sumber-sumber lain. Selain itu, modul ini bukan model pembelajaran jarak jauh yang tidak pernah bertatap muka dengan dosen, maka materi yang disampaikan dosen saat tatap muka (yang mengikuti ketentuan 14 kali pertemuan per semester untuk 2 SKS @ 100 menit) sangat perlu diperhitungkan, termasuk nilai afektif.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



MODUL 1 KELAINAN DAN REPRODUKSI



GANGGUAN



MUSKULOSKELETAL



DAN



PENDAHULUAN Modul ini membantu Anda untuk memahami lebih lanjut penatalaksanaan Fisioterapi atau Proses Fisioterapi pada umumnya dan Penatalaksanaan Fisioterapi pada Gangguan Tumbuh kembang akibat gangguan/kelainan orthopedic khususnya. Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan Anda mampu: 1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus : Congenital Talipes Equinovarus, Dislocation Hip Bawan Osteogenesis Imperfecta, Achondroplasia, Arthrogryphosis Multiplex Congenital, Congenital Torticolis, Scoliosis dan Duchenne Muscular Dystrophy 2. Melakukan pemeriksaan pada kasus : congenital talipes equinovarus, dislocation hip bawan osteogenesis imperfecta, achondroplasia, arthrogryphosis multiplex congenital, congenital torticolis, scoliosis dan duchenne muscular dystrophy; 3. Melakukan terapi pada kasus : congenital talipes equinovarus, dislocation hip bawan osteogenesis imperfecta, achondroplasia, arthrogryphosis multiplex congenital, congenital torticolis, scoliosis dan duchenne muscular dystrophy;



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 1 Fisioterapi pada Congenital Talipes Equinovarus PENGANTAR Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) merupakan kelaianan bawaan yang mengenai kaki, dimana kaki akan terpuntir ke arah plantar fleksi-adduksiinversi. CTEV merupakan kelainan bawaan yang cukup banyak ditemukan, di Amerika dan Eropa terdapat 1/1000 kelahiran hidup, sedangkan di Afrika 23/1000 kelahiran hidup. Di Indonesia belum ada data resmi, namun diperkirakan kasusnya sekitar 2/1000 kelahiran hidup. CTEV dapat berupa “syndromic” yang berkaitan dengan kelainan yang lain misalnya arthrogryphosis, spina bifida dan kelainan idiopathic yang lain. CTEV lebih banyak dijumpai pada anak lelaki dibanding dengan anak perempuan yakni 3 berbanding 1, dimana 40% yang terkena adalah kedua kaki.



Gambar 1. Gambaran kaki penderita CTEV PENYEBAB CTEV 1. Study Ippolito dan Ponseti (1980), Fetal embryology dan CTEV pada janin usia 16 – 19 mg terjadi fibrosis. Jumlah dan besarnya serabut otot 1/3 distal tungkai bawah bag. Medial dan posterior berkurang 2. Study Victoria-Diaz (1984), tumbang kaki janin normal:  Saat embrio ukuran 15 mm, calon kaki berupa garis lurus  Saat 30 mm (6,5 –7 mg). kaki berujud garis ke equino varus dan add  Saat 50 mm (8 – 9 mg), posisi tetap equino varus dan add  Dari 15 ke 30 mm fibula tumbang, dari 30 – 50 mm tibia tumbang  Bila tumbang fibula terganggu, timbul severeTEV  Bila tumbang tibia terganggu, timbul mild TEV tapi fleksibel  Bila tumbang akhir tibia terganggu, timbul metatarsus adductus



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



PROBLEMATIK CTEV Problematik fisioterapi pada kasus CTEV adalah: 1. Penyimpangan tumbuh kembang kaki ke arah plantar fleksi-adduksiinversi sehingga nantinya menghambat perkembangan kemampuan berjalan secara normal 2. Tulang talus bergeser ke depan 3. Kontraktur kelompok otot gastrocnemius, soleus, tibialis posterior, Flexor digitorum longus dan Flexor hallucis longus MANAJEMEN CTEV 1. Mobilisasi Fisioterapi Metode Attenborough (1966): stretching ke eversi. Metode Browne (1936) dan Sharrad (1971): (1) gerakan ke add dan inversi midtarsal dan subtalari. kmd (2) abd + eversi + dorsi fleksi Stretching calf muscle: pegang tumit dengan jari2, thumb pada talus, kmd thumb menekan talus ke DORSO-DISTAL dan jari2 menggerakan tumit ke DORSI FLEKSI, telapak tangan menggerakan tarsometatarsal dan midtarsal ke EVERSI 2. Metode Ponseti Dimulai sedini mungkin Korektif dengan gips mingguan 4 – 8 long leg gips Koreksi Cavus dengan supinasi kaki depan dan dorsi fleksi metatarsal 1. Koreksi Varus dan Adduksi: kaki disupinasikan dengan abduksi yaitu dengan cara counterpressure dengan ibu jari pada kepala talus Pada akhir pengegipan, kaki hrs mampu abduksi 70 0 tanpa pronasi dan Dorsi fleksi 150 tanpa manipulasi kuat, long leg gips dipakai 3 minggu Jika Dorsi Fleksi 150 tidak tercapai setelah abduksi 700 tercapai, dilakukan koreksi varus dengan tenotomy tendo Achilles (20’ sbl operasi diberi Atropine 20 ug/Kg + Midazolam 0,5 mg/Kg dicampur syrup Paracetamol 10 mg/Kg per oral). Selanjutnya dipasang long leg gips pada posisi Dorsi Fleksi 150 dan Abduksi 700 slm 3 mg untuk penyembuhan tendon



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambar 2. Serial pengegiban metode Ponseti berikut hasilnya



Gambar 3. Ilustrasi operasi Achilles tendo lengthening Selanjutnya dipasang ortosis/brace untuk mencegah deformity. Lama Pemakaian brace: Ponseti: o 23 jam/hr pada anak yang belum bisa berjalan o pada malam hari untuk anak 4 – 6 tahun Modifikasi: dengan Dennis Browne splint o 24 jam/hr kecuali saat mandi, selama 3 bln, kemudian dipakai saat malam hari saja sekitar 5 bln o Dilanjutkan dengan pemakaian bar pada malam hari saja hingga usia 6 th



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambar 4. Contoh bar untuk sepatu 3. Surgery: Posteromedial release Selanjutnya dipasang plaster splinting 3 bln post-op. ATL Posterior release of ankle dan subtalar joint incl lig.calcaneofibular dan talofibular post. Lenghtening tendo tibilais posterior Medial release subtalar joint dan lig. Deltoid superficialis. Release lig. Calcanea  Soft tissue correction:  Excisi calcaneocuboidea joint  Metatarsal osteotomy  Lateral wedengane tarsectomy 4. Stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Bila pemeriksaan gerak pasif pada kasus conginetal talipes equino varus ( CTEV ) hasilnya adalah keterbatasan gerak ke arah berlawanan dengan pola kecacatannya, berarti dijumpai kontraktur otot.... A. peroneus brevis B. peroneus longus C. peroneus tertius D. gastrocnemius E. extensor digitorum longus 2. Tehnik pelaksanaan koreksi kecacatan kaki pada conginetal talipes equino varus metode Sharrad (1971) adalah dengan menggerakkan.... A. adduksi dan inversi midtarsal dan subtalar,kemudian kaki digerakkan eversi B. abduksi dan eversi midtarsal dan subtalar,kemudian kaki digerakkan eversi C. adduksi dan inversi midtarsal dan subtalar, kemudian kaki digerakkan inversi D. abduksi dan eversi midtarsal dan subtalar, kemudian kaki digerakkan inversi E. adduksi dan eversi midtarsal dan subtalar, kemudian kaki digerakkan inversi



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



3. Reposisi os talus pada kasus CTEV dengan translasi talus ke arah…. A. dorsal B. ventral C. dorso distal D. ventro distal E. dorso proksimal 4. Koreksi cavus pada CTEV menggunakan metode Ponseti dilakukan dengan cara…. A. pronasi kaki depan dan dorsi fleksi metatarsal 1 B. supinasi kaki depan dan dorsi fleksi metatarsal 1 C. pronasi kaki depan dan plantar fleksi metatarsal 1 D. supinasi kaki depan dan plantar fleksi metatarsal 1 E. pronasi kaki depan dan supinasi metatarsal 1 5. Koreksi varus dan abduksi pada CTEV menggunakan metode Ponseti dilakukan dengan cara counterpressure dengan ibu jari pada kepala talus dan kaki…. A. disupinasikan dan abduksi B. dipronasikan dan abduksi C. disupinasikan dan adduksi D. dipronasikan dan adduksi E. dipronasikan, valgus dan adduksi 6. Koreksi kecacatan CTEV metode Ponseti target LGS kaki adalah…. A. abduksi 150 tanpa pronasi dan dorsi fleksi 700 B. abduksi 150 dengan pronasi dan dorsi fleksi 700 C. abduksi 700 tanpa pronasi dan dorsi fleksi 150 D. abduksi 700 dengan pronasi dan dorsi fleksi 150 E. adduksi 700 tanpa pronasi dan dorsi fleksi 700



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 1 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. D 2. A 3. C 4 B 5. A 6. C RANGKUMAN



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



CTEV merupakan kelainan bawaan dimana kaki akan terpuntir kea rah plantar fleksi, adduksi, supinasi dan inversi. Penyebab CTEV berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang tungkai bawah selama dalam kandungan. Problematik fisioterapi pada kasus CTEV adalah (1) penyimpangan tumbuh kembang kaki ke arah plantar fleksi-adduksi-inversi sehingga nantinya menghambat perkembangan kemampuan berjalan secara normal, (2) tulang talus bergeser ke depan, dan (3) kontraktur kelompok otot gastrocnemius, soleus, tibialis posterior, Flexor digitorum longus dan Flexor hallucis longus. Manajemen fisioterapi pada kasus CTEV meliputi (1) serial pengegipan metode Ponseti, (2) Mobilasi metode Browne (1936) dan Sharrad (1971), yaitu gerakkan ke adduksi dan inversi midtarsal dan subtalar. Kemudian dibantu terjadinya gerak abd + eversi + dorsi fleksi, (3) stretching calf muscle, dengan cara pegang tumit dengan jari2, thumb pada talus, kmd thumb menekan talus ke dorso-distal dan jari2 menggerakan tumit ke dorsi fleksi, telapak tangan menggerakan tarsometatarsal dan midtarsal ke eversi.



KEGIATAN BELAJAR 2 Fisioterapi pada Congenital Hip Dislocation PENGANTAR Congenital Hip Dislocation (CDH) atau dislokasi sendi panggul bawaan merupakan keadaan dimana caput femuris lepas (dislokasi) dari acetabulum. Pada kasus ini arah dislokasi adalah ke posterior. Selanjutnya akan tertarik oleh otot gluteus maksimus sehingga kaput femuris berpindah ke superior pada os illium. Pada tempat tersebut akan terbentuk sendi palsu (pseudo acetabulum/false acetabulum).



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Dislokasi sendi panggul bawaan lebih banyak mengenai bayi wanita disbanding bayi lelaki, yakni 5 : 1 dan kebanyakan kasus mengenai kedua sendi panggul (bilateral) dengan perbandingan 1 : 2. Faktor penyebab terjadinya CDH adalah posisi sungsang, acetabulum dangkal, caput kecil dan hypotonia ekstrem. GAMBARAN KLINIS 1. CDH Unilateral Pada kasus yang hanya mengenai satu sisi sendi panggul, akan ditandai dengan:  Tungkai > pendek, lipatan kulit asymetris  Tes ortolani/reposisi +, Barlow/redislokasi +, galeazi +  Penurunan LGS Abd dan ekstensi hip  Trendelenberg sign homolateral 2. CDH Bilateral Pada kasus yang hanya mengenai satu sisi sendi panggul, akan ditandai dengan:  Daerah perineum > luas, lumbal lordosis +  Pelvis spt pelvis orang dewasa  Bilateral trendelenberg MANAGEMEN:  Skin traksi, tungkai pada posisi abduksi + fleksi selama 6 bln  Pavlik harness: 900 fleksi + abd Hip (9 bl/tama)  Abd splint (6 bln/tama)  “A” frame  abd selama malam hari (9bln – 4 th)  Surgery: pelvis osteotomy (Shalter), intertrochanterica + osteotomy (Chiatri  Stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya



pelvic



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Pada pemeriksaan Congenital Dislocation of the Hip (CDH) unilateral didapat hasil adanya "pseudo shortening" pada tungkai yang terkena. Berarti…. A. Ortolani test positif B. Barlow test positif C. Barlow test negatif Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



D. Galleazi test positif E. Galleazi test negatif 2. Pada CDH seringkali dijumpai adanya trendelenburg sign. hubungannya dengan kelayuhan/lemahnya otot…. A. gluteus maximus B. gluteus medius C. gluteus minimus D. iliopsoas E. tensor fascialata



Hal ini ada



3. Latihan stabilisasi sendi hip pada CDH yang masih dipasang pavlik harness adalah dengan pemberian.... A. tapping quadriceps B. traksi sendi hip C. aproksimasi sendi hip D. latihan weight bearing sendi hip E. latihan aktif sendi hip 4. Latihan stimulasi tumbuh kembang motorik berupa.... sesuai diberikan pada pasien CDH (umur 4 bln) yang dikoreksi dengan abduksi splint. A. Bayi diposisikan duduk dipegangi, kemudian diberikan aproksimasi pada kepala. B. Bayi diposisikan tengkurap, kemudian dilakukan tapping pada otot-otot pangkal leher bagian belakang. C. Bayi diposisikkan tengkurap, kemudian dilakukan aproksimasi pada bahu ke arah lengan. D. Bayi telentang, kemudian satu tungkai diputar menyilang tungkai yang lain. E. Bayi telentang, kemudian dilakukan tarikan pada kedua lengan ke arah duduk. 5. Bila pada pemeriksaan Galeazi pada kasus dislokasi hip bawaan unilateral hasilnya positif, berarti.... A. dijumpai "pseudo shortening" homolateral B. adanya sub-luxatie caput femuris homolateral C. adanya perpindahan caput femuris ke postero-distal D. positif terjadi kelemahan otot abduktor hip E. tungkai positif panjang sebelah 6. Tindakan fisioterapi pada kasus CDH yang dilakukan pemasangan ”A frame” adalah…. A. latihan aktif dan pasif fleksi hip > 900 B. latihan stabilisasi sendi panggul C. penyinaran infra merah sesudah latihan D. latihan jalan dengan kruk E. latihan menggunakan kursi roda



Petunjuk untuk menjawab Latihan



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 2 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. D 2. B 3. C 4 A 5. A 6. B RANGKUMAN CDH adalah suatu bentuk kelainan bawaan dimana kaput femuris dislokasi ke posterior dan proksimal. Akibatnya, saat berjalan panggul akan bergoyang/jatuh ke samping heterolateral (Trendelenberg sign). Disamping itu, akibat dislokasi tersebut akan terjadi penurunan LGS Abduksi dan ekstensi hip. Terapi pada CDH dapat berupa pemebrian (1) skin traksi, tungkai pada posisi abduksi + fleksi selama 6 bln, (2) Pavlik harness: 900 fleksi + abd Hip (9 bl/tama), (3) abduksi splint (6 bln/tama), (4) “A” frame, dimana tungkai diposisikan abduksi selama malam hari untuk usia 9 bln – 4 th, (5) Surgery: pelvis osteotomy (Shalter), intertrochanterica + pelvic osteotomy (Chiatri), dan (6) stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 3 Fisioterapi pada Osteogenesis Imperfecta PENGANTAR Osteogenesis imperfect adalah Suatu keadaan dimana terjadi kelainan pembentukan collagen, sehingga tulang sangat mudah patah dan terjadi kecacatan tumbuh kembang bentuk tulang. Pada kasus ini seringkali disertai dengan tuli. GAMBARAN KLINIS 1. Type 1 Pada osteogenesis imperfecta type 1 ditandai dengan:  80 % kasus, Kelainan autosomal  Sklera (selaput mata) berwarna biru  Tinggi badan normal  Tuli  Sendi hypermobile saat lahir  Gigi mudah patah 2. Type 2 Pada osteogenesis imperfecta type 2 ditandai dengan:  Kelainan autosomal  Kolagen kulit tidak terbentuk  Lahir dengan “multiple fracture” dan kelainan tungkai 3. Type 3 Pada osteogenesis imperfecta type 3 ditandai dengan:  Kelainan autosomal yang lebih berat dbd type 2  Progressive deformation  Terlahir dengan banyak fraktur ttp masih hidup  Tumbang menjadi khyposcoliosis  Tulang sangat pendek ttp sklera normal  Gigi mudah patah  Pasien biasanya tak mampu berjalan (Shapiro, 1985) 4. Type 4 Pada osteogenesis imperfecta type 4 ditandai dengan:  Kelainan autosomal yang parah  Tulang mudah patah



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



 Tinggi badan pendek/cebol  Sklera normal  Gigi abnormal MANAJEMEN FISIOTERAPI  Pada kasus yang tak mampu berjalan  kursi roda  Kelainan vertebrae  spinal fusion  Latihan stabilisasi persendian : lat. Isometrik CKC, Isokinetic CKC dengan LGS minimal  Stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya  Edukasi ortu untuk lebih hati2 menjaga anaknya agar tak mudah trauma LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Kelainan yang dominan pada kasus oteogenesis imperfecta adalah.... A. kelainan pembentukan collagen tulang B. kecacaan bentuk tulang C. gangguan pendengaran dan wicara D. hypermobilitas sendi E. fraktur multiple



2. Latihan.... sesuai digunakan untuk manajemen hypermobilitas sendi pada kasus oteogenesis imperfecta. A. konsentrik open kinetic chain B. isometrik open kinetic chain C. eksentrik open kinetic chain D. konsentrik closed kinetic chain E. isometrik closed kinetic chain 3. Pada pasien (4 tahun) dengan oteogenesis imperfecta dengan masalah sudah tidak mampu berjalan, maka tindakan fisioterapi yang relevan adalah..... A. pemberian kuri roda dan latihan tranfer B. latihan berjalan bertahap C. latihan penguatan otot-otot tungkai D. latihan gerak pasif-aktif sesuai kemampuan E. general strengthening exercise 4. Spesifikasi osteogenesis imperfecta adalah.... A. kelainan bersifat herediter B. kelainan pertumbuhan tulang C. tulang mudah patah D. badan cebol E. epipisis seal tidak terbentuk 5. Gambaran klinis osteogenesis imperfecta type 1 adalah.... A. semua kasus karena kelainan autosomal



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



B. sklera (selaput mata) berwarna hitam C. tinggi badan cebol, tulang hidung mudah patah D. tonus otot di bawah normal E. sendi hypermobile saat lahir



6. Management fisioterapi pada kasus osteogenesis imperfecta meliputi.... A. latihan stabilisasi persendian B. latihan progresif strengthening C. edukasi orang tuanya untuk rutin melatih D. latihan mobilisasi persendian E. latihan penguluran



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 3 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. A 2. E 3. D 4 A 5. E 6. B RANGKUMAN Osteogenesis imperfect adalah Suatu keadaan dimana terjadi kelainan pembentukan collagen, sehingga tulang sangat mudah patah dan terjadi kecacatan tumbuh kembang bentuk tulang. Ada 4 type osteogenesis imperfect yakni (1) type 1, sklera berwarna biru, tuli dan sendi hypermobile saat lahir, (2) type 2, kolagen kulit tidak terbentuk, lahir dengan “multiple fracture” dan kelainan tungkai, (3) type 3, tumbang menjadi khyposcoliosis, tulang sangat pendek, pasien biasanya tak mampu berjalan, (4) type 4, tinggi badan pendek/cebol, sklera normal, gigi abnormal. Manajemen fisioterapi pada kasus osteogenesis imperfect meliputi (1) pada kasus yang tak mampu berjalan dilatih menggunakan kursi roda, (2) latihan stabilisasi persendian yakni dengan latihan Isometrik CKC, Isokinetic CKC dengan LGS minimal, (3) stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya, dan (4) edukasi ortu untuk lebih hati2 menjaga anaknya agar tak mudah trauma



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 4 Fisioterapi pada Achondroplasia PENGANTAR Achondroplasia adalah gangguan penulangan tulang rawan pada tulangtulang panjang (gangguan pembentukan epiphysis seal), akibatnya pertumbuhan tulang terhalang sehingga terjadi “kekerdilan”. Meskipun terjadi gangguan penulangan, namun Intelegensi normal GAMBARAN KLINIS Pada kasus achondroplasia akan didapatkan problematik berupa:  tulang hidung rendah  kening menonjol  lumbal lordosis  hipotonia ringan MANAJEMEN FISIOTERAPI Peran fisioterapi pada kasus achondroplasia terutama adalah pemberian stimulasi pada masalah hipotonia ringan. Hal itu dapat dilakukan dengan: 1. Stimulasi tonus  Tapping  weight bearing reaction  Aproksimasi  Stretch reflex  Latihan gerak Stimulasi otot pernafasan: 2. Stimulasi otot-otot pernapasan:  Stimulasi menangis  Meniup, dll 3. Stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Selain itu, untuk memperlambat terjadinya hiperlordosis lumbal dapat diberikan latihan posisioning. LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia.



1. Tindakan fisioterapi untuk mengatasi problematik FT pada kasus achondroplasia adalah…. A. stimulasi tonus B. latihan pasif C. pemberian infra merah D. baby massage E. stretching otot yang kontraktur 2. Latihan stimulasi otot pernafasan yang sesuai diberikan pada anak usia 2 tahun yang menderia achondroplasia adalah…. A.purse lips breating exercise B. deep breating exercise C.postural drainage D.meniup balon E. meniup nyala lilin 3. Guna merangsang perkembangan motorik kasarnya, latihan… indikasi diberikan pada bayi usia 1 bulan yang menderita achondroplasia dengan hipotonia. A. Bayi duduk dipegangi, kemudian diberikan aproksimasi pada kepala. B. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan tapping pada otot-otot pangkal leher bagian belakang. C. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan aproksimasi pada bahu ke arah lengan. D. Bayi telentang, kemudian satu tungkai diputar menyilang tungkai yang lain. E. Bayi telentang, kemudian dilakukan tarikan pada kedua lengan ke arah duduk. 4. Guna merangsang perkembangan motorik kasarnya, latihan… indikasi diberikan pada bayi usia 5,5 bulan yang menderita achondroplasia dengan hipotonia. A. Bayi duduk dipegangi, kemudian diberikan aproksimasi pada kepala. B. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan tapping pada otot-otot pangkal leher bagian belakang. C. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan aproksimasi pada bahu ke arah lengan. D. Bayi telentang, kemudian satu tungkai diputar menyilang tungkai yang lain. E. Bayi telentang, kemudian dilakukan tarikan pada kedua lengan ke arah duduk. 5. Gambaran klinis achondroplasia adalah.... A. pertumbuhan terhalang sehingga terjadi kekerdilan B. lumbal kiposis atau scoliosis C. tulang hidung normal, kening menonjol D. hipertonia ringan E. mental retardasi 6. Management fisioterapi pada kasus achondroplasia usia 1 tahun meliputi.... Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



A. inhibisi tonus B. latihan rileksasi C. stimulasi menangis D. deep breating E. latihan coughing



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 4 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini.



Kunci Jawaban Latihan: 1. A 2. E 3. B 4 D 5. B 6. C RANGKUMAN Achondroplasia adalah gangguan penulangan tulang rawan pada tulangtulang panjang (gangguan pembentukan epiphysis seal), akibatnya pertumbuhan tulang terhalang sehingga terjadi “kekerdilan”. Problem utama fisioterapi pada kasus ini adalah adanya hipotonia ringan sehingga akan terjadi keterlambatan tumbuh kembang. Manajemen fisioterapi yang utama adalah penanganan hipotonia dan stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan usianya.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 5 Fisioterapi pada Arthrogryphosis Multiplex Congenital PENGANTAR Arthrogryphosis multiplex congenital (AMC) adalah kedaan dimana terjadi kelainan berupa penebalan kapsul sendi sehingga fleksibilitas kapsul mengalami penurunan, akibatnya sendi mengalami kekakuan (rigid). Kekakuan sendi yang terjadi bersifat tidak progresif (non-progresif rigid joint). Dikarenakan pola kecacatan AMC mirip dengan cerebral palsy, maka AMC seringkali didiagnosa CP. Hal itu jelas salah karena pada CP, penyebab rigiditas adalah spastisitas. PENYEBAB AMC Penyebab Arthrogryphosis multiplex congenital secara pasti tidak diketahui. Namun faktor penyebab menurut Pearson dan Fowler (1963), dapat berupa:  Congenital hypotonia  Non-progresif muscle weakness  Muscular dystrophy  Kerusakan AHC GAMBARAN KLINIS AMC



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambaran klinis AMC antara lain:  Biasanya symetris  Mengenai dua persendian atau lebih  Lebih banyak mengenai ekstremitas inferior dibanding ekstremitas superior  Ditandai dengan 5 sifat klinis AMC, yaitu:  Extr. Tampak kecil dan silindris, lipatan kulit hilang, jaringan subcutan tipis  Kekakuan sendi  Dislokasi hip dan atau ankle  Atropi otot dan penurunan kekuatan group otot  Sensoris normal, tendo reflek (-) / hilang POLA KECACATAN Pola kecacatan AMC meliputi: 1. Ekstremitas Superior  Add – endo bahu  Fleksi / ekstensi siku  Palmar fleksi dan ulnar deviasi pergelangan tangan  In-aktif otot-otot deltoid, biceps, lengan bawah dengan tangan “claw hand” 2. Extremitas Inferior  Fleksi-abd-exo panggul sehingga sendi panggul mudah dislokasi  Rigid fleksi/ekstensi lutut  Patella dislokasi / tak ada  Club foot MANAJEMEN FISIOTERAPI Peran fisioterapi pada kasus AMC meliputi:  Positioning  Relax Stretching  Gentle mobilizing  Active movement trunk dan limb  Splinting  Gait training  Home program  Stimulasi tumbuh kembang sesuai dengan tahapan usianya Apabila tindakan konvensional gagal, maka dilakukan tindakan operatif misalnya capsulotomy, tendo lengthening dan ligament release LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia.



1. Pola kecacatan eksremitas superior pada kasus arthrogryphosis multiplex congenital adalah….



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



A. add – endo bahu, fleksi / ekstensi siku, palmar pergelangan tangan dan claw hand B. add – endo bahu, fleksi / ekstensi siku, dorsal pergelangan tangan dan claw hand C. abd – endo bahu, fleksi / ekstensi siku, dorsal pergelangan tangan dan claw hand D. abd – ekso bahu, fleksi / ekstensi siku, dorsal pergelangan tangan dan claw hand E. abd – ekso bahu, fleksi / ekstensi siku, palmar pergelangan tangan dan claw hand



fleksi dan ulnar deviasi fleksi dan radial deviasi fleksi dan ulnar deviasi fleksi dan radial deviasi fleksi dan ulnar deviasi



2. Sifat-sifat klinis arthrogryphosis multiplex congenital (AMC) meliputi…. A. eksremitas silindris, lipatan kulit bertambah B. kekakuan otot C. hypertropi otot dan penurunan kekuatan group otot D. tendo reflek (-) / hilang E. gangguan sensoris 3. Penyebab claw hand pada kasus AMC adalah kayuhan atau tidak aktifnya otot…. A. deltoideus, fleksor carpi radialis, triceps brahii, fleksor digitorum B. deltoideus, fleksor carpi radialis, triceps brahii, extensor digitorum C. deltoideus, fleksor carpi radialis, biceps brahii, fleksor digitorum D. deltoideus, extensor carpi radialis, triceps brahii, extensor digitorum E. deltoideus, extensor carpi radialis, biceps brahii, extensor digitorum 4. Terapi fisio pada kasus AMC kecuali.... A. Positioning B. latihan stretching dan gentle mobilizing C. latihan stabilisasi sendi dengan CKC D. latihan active movement trunk dan limb E. splinting dan gait training 5. Mobilisasi untuk menambah LGS fleksi sendi siku pada kasus AMC adalah… A. force pasif movement ke arah fleksi B. stretching m.triceps brachii C. pemberian hold relax dengan pola fleksi-add-ekso lengan D. latihan stabilisasi sendi dengan isometrik CKC E. traksi ulna ke arah 450 terhadap axis longitudinal ulna



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 5 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan:



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



1. 2. 3. 4 5.



A D E C E



RANGKUMAN Arthrogryphosis multiplex congenital (AMC) adalah kedaan dimana terjadi kelainan berupa penebalan kapsul sendi sehingga fleksibilitas kapsul mengalami penurunan, akibatnya sendi mengalami kekakuan yang progresif. AMC ditandai dengan (1) extremitas tampak kecil dan silindris, lipatan kulit hilang, jaringan sub-cutan tipis, (2) kekakuan sendi, (3) dislokasi hip dan atau ankle, (4) atropi otot dan penurunan kekuatan group otot dan (5) tendo reflek (-) / hilang. Manajemen fisioterapi pada kasus AMC meliputi: positioning, relax Stretching, gentle mobilizing, active movement trunk dan limb, splinting, gait training dan stimulasi tumbuh kembang sesuai dengan tahapan usianya.



KEGIATAN BELAJAR 6 Fisioterapi pada Congenital Torticolis PENGANTAR Congenital torticolis (CT) adalah keadaan dimana terjadi fibrousis otot sternocleido mastoideus, sehingga kepala terpuntir ke arah lateral fleksi homolateral + rotasi heterolateral. Dalam istilah jawa sering disebut sebagai kepala “tengeng”. Akibat posisi kepala yang tidak pada “mid-line” tersebut maka dalam proses tumbuh kembangnya wajah menjadi asymetris.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Terdapat dua jenis CT, yakni CT dengan fibroutik nodule dan CT tanpa fibroutik nodule. Pada CT dengan fibroutik nodule, saat otot sternocleidomastoideus dipalpasi akan dijumpai benjolan jaringan fibrous. PROBLEMATIK CT Permasalahan yang timbul pada CT adalah keterbatasan gerak kepala ke arah lateral fleksi hetero-lateral + rotasi homolateral. Selain itu, juga terdapat permasalahan berupa gangguan tumbuh kembang wajah dan kepala yang menjadi tidak simetris. MANAJEMEN FISIOTERAPI Tindakan fisioterapi pada kasus CT terutama adalah peningkatan LGS leher dengan modalitas: 1. Pemberian infra merah, dosis 5 menit, jarak lampu dengan leher 50 cm. 2. Stroking dan effleurage pada otot sternocleidomastoideus 3. Stretching otot sternocleidomastoideus dengan cara traksi kepala + gerak pasif ke lateral fleksi heterolateral dan rotasi homolateral 4. Mobilisasi aktif: stimulasi otot sternocleidomastoideus herterolateral Bila tindakan konvensional tersebut gagal, maka dilakukan tindakan operatif untuk lenghthening otot sternocleidomastoideus. LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Pada kasus muskular torticollis bawaan, otot.... mengalami fibrousis. A rapezius upper B. mastoidea C. scalene D.sternocleidomstoideus E. levator scapula



2. Pada penderita muskular torticollis bawaan, biasanya dijumpai keterbatasan gerak leher ke arah.... A. laterofleksi ke sisi yang terkena B. laterofleksi ke sisi yang berlawanan C. rotasi ke sisi yang terkena D. rotasi ke sisi yang berlawanan E. laterofleksi ke sisi yang terkena dan rotasi ke sisi yang berlawanan 3. Tehnik terapi berupa… diberikan awal pada penderita muskular torticolis bawaan usia 1 minggu. A. stimulasi elektris B. stroking pada m.sternocleidomastoideus C. penguatan m.sternocleidomastoideus heterolateral D. traksi cervical Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



E. penyinaran dengan IR 4. Tehnik terapi berupa…sesuai diberikan pada penderita muskular torticolis bawaan usia 5 tahun. A. stimulasi elektris B. stroking pada m.sternocleidomastoideus C. penguatan m.sternocleidomastoideus heterolateral D. traksi cervical E. penyinaran dengan IR 5. Tehnik penguluran untuk reposisi leher pada penderita tortikolis bawaan sisi kanan usia 1 tahun adalah…. A. penyinaran leher dengan infra merah dari samping kanan dan kiri ,masingmasing 10 menit. B. pemberian friction pada otot sternocleidomastoideus sisi kanan C. effleurage otot sternocleidomastoideus sisi kanan D. traksi cervical ke arah ventrocranial E. gerakan pasif kepala rotasi ke kanan dan lateral fleksi ke kiri



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 6 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. D 2. E 3. E 4 C 5. B RANGKUMAN Congenital torticolis (CT) adalah keadaan dimana terjadi fibrousis otot sternocleido mastoideus, sehingga kepala terpuntir ke arah lateral fleksi homolateral + rotasi heterolateral. Permasalahan yang timbul pada CT adalah keterbatasan gerak kepala ke arah lateral fleksi hetero-lateral + rotasi homolateral. Selain itu, juga terdapat permasalahan berupa gangguan tumbuh kembang wajah dan kepala yang menjadi tidak simetris. Tindakan fisioterapi pada kasus CT terutama adalah peningkatan LGS leher dengan modalitas (1) pemberian infra merah, dosis 5 menit, jarak lampu dengan leher 50 cm, (2) stroking dan effleurage pada otot sternocleidomastoideus, (3) stretching otot sternocleidomastoideus dengan cara traksi kepala + gerak pasif ke lateral fleksi heterolateral dan rotasi homolateral, dan (4) mobilisasi aktif: stimulasi otot sternocleidomastoideus herterolateral



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 7 Fisioterapi pada Scoliosis PENGANTAR Scoliosis adalah keadaan dimana terjadi pembengkokan vertebrae ke arah samping. Penyebab scoliosis umumnya tidak diketahui secara pasti (idiophatic) ataupun bawaan (congenital), namun dapat pula disebabkan oleh ketidak seimbangan kekuatan otot (neuromuskuler) misalnya pada kasus serebral palsy spastik. Seringkali scoliosis terlambat didiagnosa karena umumnya penderita tidak merasakan adanya keluhan. Baru setelah ada nyeri punggung tengah, setelah diperiksa terjadi pembengkokan kurva vertebrae yang sudah cukup besar. GAMBARAN KLINIS Pembengkokan vertebrae umumnya diawali dengan curva tunggal yang berbentuk “C” (disebut primary major curve), selanjutnya bila terjadi kompensasi akan terbentuk kurva “double C” (double primary major curve) atau kurva “triple C” (compensatory curve). Bila tidak terjadi kompensasi, akan terjadi garis kurva keluar dari mid-line tubuh/vertebrae (disebut decompensation). Jenis kerusakan dapat berupa fungsional atau struktural. Pada scoliosis fungsional, kurva akan hilang bila pasien: (1) berbaring, (2) menggelantung, (3) secara sadar meluruskan sendiri. Sedangkan pada scoliosis struktural akan terjadi perubahan struktur tulang vertebrae, dimana corpus vertebrae menjadi tidak simetris (ketebalan korpus berbeda antara sisi kanan dan sisi kiri). Masalah yang timbul pada scoliosis terutama adalah adanya nyeri punggung tengah dan kosmetik posture yang tidak baik. MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Pemeriksaan spesifik:  Berdiri tegak, periksa line vertebrae dengan “schied lood”  Membungkuk 900, periksa ketinggian punggung/ scapula dan pinggang kanan-kiri  Berdiri tegak, periksa level bahu dan crista iliaca  Berdiri tegak, periksa symetrisnya dada dr samping  Metode “Cobb-Lippman”, foto ronsen  ukur sudut pembengkokan 2. Terapi  Pain dumping: TENS, SWD  Massage: Effleurage, “dwars friction” Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta











Terapi Latihan:  pendekatan unilateral: penguluran sisi cekung dan penguatan sisi cembung. Arah latihan adalah ke samping, sehingga beresiko terjadinya curva kompensasi  pendekatan bilateral: stretching dan strengthening bersamaan, sehingga arah latihannya ke depan, ke belakang, ke atas dank e bawah Bracing, dilakukan dengan syarat: (1) kurva < 250, (2) usia < 40 th, (3) 3 point principle. Misalnya: milwaukee brace/CTLSO, boston jacket/TLSO. Lama bracing 12 jam/hr



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Scoliosis dengan garis curva keluar dari midline tubuh disebut…. A. primary / major curve B. double major curve C. triple major curve D. compensatory curve E. decompensatory curve 2. Konsep terapi scoliosis pendekatan unilateral adalah…. A.strengthening sisi cekung B. stretching sisi cembung C.strengthening dan stretching kedua sisi bersamaan D.strengthening sisi cembung dan stretching sisi cekung E.strengthening sisi cekung dan stretching sisi cembung 3. Latihan ….. bukan termasuk latihan pendekatan bilateral untuk scoliosis. A. back-up B. sit-up C. lateral bending D. bridging exercises E. hanging 4. Pada scoliosis fungsional, kurva akan lurus kembali bila penderita melakukan aktifitas.... A. berbaring miring B. aktif menggelantung C. meluruskan sendiri D. sit up E. push up 5. Pemeriksaan pada scoliosis kecuali…. A. membungkuk 900, periksa ketinggian punggung/ scapula dan pinggang kanankiri B. berdiri tegak, periksa level bahu kanan-kiri C. berdiri tegak, periksa level crista iliaca kanan-kiri D. pengukuran sudut pembengkokan dengan metode “Cobb-Lippman”



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



E. berdiri tegak, periksa symetris tidaknya dada dari depan 6. Berikut ini adalah contoh latihan pendekatan bilateral pada kasus scoliosis primary major curve. A. back-up exercise dengan kedua lengan lurus ke atas B. latihan berenang di pool terapi C. menggelantung dengan kedua lengan aktif D. berkacak pinggang, kemudian melakukan latihan rotasi trunk ke kanan-kiri E. stretching ke sisi cembung



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 7 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. E 2. D 3. C 4 C 5. E 6. A RANGKUMAN Scoliosis adalah keadaan dimana terjadi pembengkokan vertebrae ke arah samping dengan penyebab umumnya idiopatik. Jenis kerusakan dapat berupa fungsional atau struktural. Pada scoliosis fungsional, kurva akan hilang bila pasien: (1) berbaring, (2) menggelantung, (3) secara sadar meluruskan sendiri. Sedangkan pada scoliosis struktural akan terjadi perubahan struktur tulang vertebrae. Masalah yang timbul pada scoliosis terutama adalah adanya nyeri punggung tengah dan kosmetik posture yang tidak baik. Pemeriksaan scoliosis meliputi: (1) berdiri tegak, periksa line vertebrae dengan “schied lood”, (2) membungkuk 900, periksa ketinggian punggung/ scapula dan pinggang kanan-kiri, (3) berdiri tegak, periksa level bahu dan crista iliaca , (4) berdiri tegak, periksa symetrisnya dada dr samping, dan (5) metode “Cobb-Lippman”, yakni dengan foto ronsen kemudian ukur sudut pembengkokan. Terapi (1) pendekatan unilateral dan (2) pendekatan bilateral



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 8 Fisioterapi pada Duchenne Muscular Dystrophy atau Pseudohypertropic Muscular Dystrophy atau Dystrophy Musculorum Progressiva (DMP) PENGANTAR Dystrophy Musculorum Progressiva (DMP) adalah suatu kelainan pada anakanak yang ditandai dengan pseudo-hypertropi dan progresif degenerasi otototot. DMP dipengaruhi oleh faktor “X” genetik ibunya (bersifat heredofamiliar), Biasanya menyerang anak laki-laki usia 3 s/d 12 th, sedangkan anak wanita sebagai career. Karena degenerasi otot tersebut bersifat progresif, biasanya pasien meninggal pada decade II. GEJALA KLINIS Pada awalnya DMP ditandai dengan :  Malas dan canggung beraktifitas, enggan berjalan, mudah terjatuh  Pseudohypertropi otot-otot gastrocnemius, infraspinatus dan deltoideus  Pengetesan Hystology:  Pelepasan serabut otot sehingga pembuluh kapiler rusak, serabut otot berubah menjadi jaringan Ikat.  Penimbunan sel-sel lemak di sela-sela serabut otot. Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



      



Aktif degenerasi dan kerusakan otot Lumbal lordosis oleh karena kelemahan otot kuadrisep dan gluteus maksimus, sehingga saat berjalan based melebar, yang pada akhirnya mendorong terjadinya kontraktur tractus iliotibialis Gower sign (+) Pola kelemahan dari proksimal ke distal Tendensi kontraktur sth 3 th pada kelompok otot ankle plantar fleksor dan invertor serta fleksor hip dan knee yang imbalance Terjadi scoliosis dan atau lordosis Saat berjalan seperti bebek (waddling gait)



MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Pemeriksaan  Muscle testing, tujuannya adalah untuk mengukur tingkat progresivitas degenerasinya. Bila tingkat progresifitas: (1) > 10% / th, berarti sangat progresif, (2) 5% - 10% / th, berarti sedang, (3) < 5% / th, berarti lambat. Penilaian (Menurut Zitter, Allsop, Tyler): (1) Normal = 11, (2) Good + = 10, (3) Good = 9, (4) Good - = 8, (5) Fair + = 7, (6) Fair = 6, (7) Fair - = 5, (8) Poor + = 4, (8) Poor = 3, (9) Poor - = 2, (11) Trace = 1, dan (12) Zero = 0.  Otot yg diukur sejumlah 28 otot (14 pasang) yakni : (1) Upper trapezius, (2) lower trapezius, (3) rhomboideus, (4) deltoideus, (5) pectoralis, (6) triceps brachii, (7) serratus ant, (8) lattisimus dorsi, (9) iliopsoas, (10) quadrisep, (11) gluteus maximus, (12) gluteus medius, (13) tibialis anterior, (14) abdominalis 



 



Cara menghitung score:  Total hasil pengukuran : total score (308) x 100%  Untuk menentukan tingkat progresif, dilihat dari selisih hasil tersebut dengan hasil tahun lalu. Pengukuran ROM dengan kriteria ISOM Penilaian kemampuan fungsional menggunakan klasifikasi perubahan kemampuan fungsional menurut Asosiasi Muskular Distropi Amerika:  Tk I : ambulasi waddling gait, lordosis, naik turun tangga tanpa bantuan  Tk II : ambulasi waddling gait, lordosis, naik turun tangga dengan bantuan  Tk III : ambulasi waddling gait berlebihan, lordosis, tidak mampu naik turun tangga  Tk IV : ambulasi waddling gait berlebihan, lordosis +, tidak mampu bangkit dr kursi  Tk V : ambulasi dan ADL dg kursi roda scr mandiri  TK VI : ambulasi dg kursi roda scr mandiri, transfers dg bantuan



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



 TK VII: ambulasi dg kursi roda dg bantuan, memakai penyangga punggung  Tk VIII: tirah baring, ADL dibantu 2. Problematik:  Kelemahan otot  Penurunan ROM  Penurunan kemampuan Fungsional dan Ambulasi  Penurunan fungsi respirasi  Trauma emosional 3. Terapi  Tujuan:  Mencegah kecacatan  Memelihara kemampuan fungsional  Fascilitasi perkembangan  Support mental  Modalitas Terapi:  Exercises: pasif, free aktif  Stretching  Posisioning  Respirator exercises: drainage, assisted coughing, breathing exercises  Motivasi LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Otot ….TIDAK termasuk dalam kriteria pengukuran progresifitas DMP. A. tibialis posterior B. tibialis anterior C. Pectoralis D. rhomboideus E. quadriceps 2. .



Pada kasus DMP (dystrophy psudohypertrophy otot…. A.quadriceps B. hamstring C. gastrocnemius D. triceps brachii E. biceps brachii



musculorum



progresiva)



3. Jenis latihan…. merupakan kontra indikasi pada kasus DMP. A. relax passive B. assisted active C. free active D. resisted E. stretching Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



seringkali



dijumpai



4. Kemampuan fungsional Tk III pada penderita DMP meliputi..... A. ambulasi dibantu B. kyposis C. tidak mampu naik turun tangga D. tidak mampu bangkit dari kursi E. hanya berbaring saja 5. Terapi fisio pada kasus DMP derajat fungsonal Tk. IV meliputi.... A. strengthening dan posisioning B. latihan drainage, assisted coughing, B.E. C. latihan penguatan otot quadriceps D. latihan naik-turun tangga E. latihan stabilisasi sendi 6. Prinsip pemeliharaan kekuatan otot pada kasus DMP (11 tahun) adalah.... A. progresif resisted exc. B. High resistance exc. C. midle resistance exc. D. low resistance exc. E. pasif exc.



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 8 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. A 2. C 3. D 4 C 5. B 6. D



RANGKUMAN Dystrophy Musculorum Progressiva (DMP) adalah suatu kelainan pada anakanak yang ditandai dengan pseudo-hypertropi dan progresif degenerasi otototot. DMP dipengaruhi oleh faktor “X” genetik ibunya (bersifat heredofamiliar). Pada awalnya DMP ditandai dengan malas dan canggung beraktifitas, enggan berjalan, mudah terjatuh, pseudohypertropi otot-otot gastrocnemius, infraspinatus dan deltoideus, Lumbal lordosis, Gower sign (+), dan waddling gait.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Terapi DMP bertujuan untuk mencegah kecacatan, memelihara kemampuan fungsional, fascilitasi perkembangan dan support mental sedangkan modalitas terapi yang digunakan dapat berupa exercises pasif dan free aktif, stretching, posisioning, respirator exercises (drainage, assisted coughing, breathing exercises) dan motivasi.



MODUL 2 : MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN NEUROLOGI - 1 Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



PENDAHULUAN Modul ini membantu Anda untuk memahami lebih lanjut penatalaksanaan Fisioterapi atau Proses Fisioterapi pada umumnya dan Penatalaksanaan Fisioterapi pada Gangguan Tumbuh kembang akibat gangguan/kelainan neurologi khususnya. Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan Anda mampu: 1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus : lesi pleksus brachialis,



Down’s syndrome, retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida dan antero poliomyelitis; 2. Melakukan pemeriksaan pada kasus : lesi pleksus brachialis, Down’s syndrome, retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida dan antero poliomyelitis; 3. Melakukan terapi tumbuh kembang pada kasus : Lesi pleksus brachialis, Down’s syndrome, Retardasi mental, disfungsi otak minimal, spina bifida dan antero poliomyelitis.



KEGIATAN BELAJAR 1 Fisioterapi pada Lesi Pleksus Brachialis PENGANTAR Lesi pleksus brachialis atau kerusakan pleksus brachialis pada bayi umumnya disebabkan karena (1) lateral traksi pada leher saat pertolongan kelahiran, (2) pada kelahiran sungsang, posisi lengan di atas kepala, dan (3) tarikan berlebihan pada shoulder. Jenis lesi (1) Erb – Duchenne paralysis, dan (2) Klumpke’s paralysis.



GAMBARAN KLINIS 1. Erb – Duchenne paralysis Erb – Duchenne paralysis adalah lesi pleksus brachialis Vc-5 / Vc-6 (upper root), ditandai dengan: Kelayuhan: abduktor dan eksorotator bahu + supinator lengan bawah Penurunan reflek tendo biceps brachii dan reflek moro homolateral Penurunan sensasi pada sisi luar lengan 2. Klumpke’s paralysis Klumpke’s paralysis adalah lesi pleksus brachialis Vc-7, Vc-8, Vth-1 (lower



root), ditandai dengan: Homolateral ptosis (turunnya kelopak mata atas) Homolateral miosis (penurunan kemampuan kontraksi pupil) Horner’s syndrome (paralysis syaraf sympatis akar syaraf Vth-1): Masuknya bola mata, kelopak mata atas drop, kelopak mata bawah Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



sedikit naik, penurunan kontraksi pupil, warna kemerah-merahan pada sisi wajah yang cidera. MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Splinting Erb-duchenne: Abduksi splint selama 1 – 2 minggu pertama Klumpke’s : splinting wrist pada posisi netral dg telapak tangan diberi pelindung selama 1 – 2 minggu pertama 2. Penyinaran infra merah pada samping leher sisi yang terkena selama 5 menit dengan jarak lampu 50 cm. 3. Gentle massage (stroking, effleurage) lengan dan leher mulai 7 – 10 hari neonatus 4. Rileks passive movement mulai 7 – 10 hari neonatus LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Lokalisasi kerusakan segmentasi pada Klumpke`s paralysis adalah.... A. C0 - C1 B. C1 - C3 C. C3 - C5 D. C5 - C6 E. C7 - Th1 2. Kelompok otot…. mengalami kelayuhan pada lesi plexus brachialis upper root. A. adduktor, endorotator dan ekstensor bahu B. abduktor, eksorotator dan fleksor bahu C. abduktor, endorotator dan fleksor bahu D. adduktor, eksorotator dan ekstensor bahu E. abduktor, rotator dan fleksor bahu. 3. Untuk memelihara sifat fisiologis otot-otot yang mengalami kelayuhan pada kasus lesi plexus brachialis, modalitas fisioterapi yang dapat diberikan adalah.... A. stimulasi elektris B. latihan gerak aktif meningkat C. friction D. penyinaran infra merah E. splinting 4. Untuk memberi kesempatan regenerasi pleksus brachialis, modalitas fisioterapi yang sesuai diberikan adalah.... A. stimulasi elektris B. latihan gerak aktif meningkat Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



C. friction D. penyinaran infra merah E. splinting 5. Pemasangan splinting/support pada lesi plexus brachialis adalah pada posisi.... A. fleksi 900 elbow, endorotasi shoulder dan wrist posisi netral B. abduksi 900 + eksorotasi shoulder, elbow fleksi 900, wrist posisi netral C. abduksi 900 + endorotasi shoulder, elbow fleksi 900, wrist posisi netral D. abduksi 900 shoulder, elbow fleksi 900, wrist dorsal fleksi E. fleksi 900 elbow, eksorotasi shoulder dan wrist palmar fleksi Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 1 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. E 2. B 3. D 4 E 5. B RANGKUMAN Lesi pleksus brachialis atau kerusakan pleksus brachialis pada bayi umumnya disebabkan karena trauma saat lahir. Jenis lesi (1) Erb – Duchenne



paralysis/upper root, dan (2) Klumpke’s paralysis/lower root. Problematiknya adalah kelayuhan: abduktor dan eksorotator bahu + supinator lengan bawah, penurunan reflek tendo biceps brachii dan reflek moro homolateral dan penurunan sensasi pada sisi luar lengan. Terapi lesi pleksus brachialis adalah (1) splinting, Erb-duchenne: Abduksi



splint selama 1 – 2 minggu pertama, Klumpke’s : splinting wrist pada posisi netral dg telapak tangan diberi pelindung selama 1 – 2 minggu pertama, (2) penyinaran infra merah pada samping leher sisi yang terkena selama 5 menit dengan jarak lampu 50 cm, (3) gentle massage (stroking, effleurage) lengan dan leher mulai 7 – 10 hari neonatus, dan (4) rileks passive movement mulai 7 – 10 hari neonatus



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 2 Fisioterapi pada Downs’s Syndrome PENGANTAR Down’s syndrome dijelaskan pertama kali oleh Langdon Down (1866) namun penyebabnya belum diketahui. Pada tahun 1959 baru diketahui causanya yakni trisomy chromosom no. 21. Insiden Down’s syndrome cukup tinggi yakni 1,5 tiap 1000 kelahiran hidup (10% dari pend mental retardasi). Akibat dari Down’s syndrome adalah gangguan mental. Pada kasus ini akan dijumpai adanya hypotonia and very late development of normal postural tone, dimana pada beberapa kasus hypotonia hingga akhir hayat dan reflex primitif terus eksis. Akibat hypotonia tersebut tumbuh kembang mengalami keterlambatan baik pada fine motor karena clumsy (karena sensory feedback jelek dan postural stability persendian jelek serta intelektual rendah) maupun pada gross motor serta aktifitas personalnya. Faktor penyebab adalah umur ibu > 30 th, kelainan kehamilan dan nikah sedarah. GAMBARAN KLINIS Gejala klinik yang timbul adalah:  Mental retardasi (MR), dimana IQ-nya rendah (30 – 40), daya pikir tidak melebihi anak usia 7 th.  Physical retardasi: tumbang fisik terlambat.  Gejala klinik lainnya berupa:  Kepala:  microchepali dan brachychepali (occipital datar)  Wajah:  Mata: hypertelorisme  jarak kedua mata melebar, sudut medial mata terlihat lipatan (epicanthus), bercak2 putih pd iris (Brushfield spot / Mongoloid spot)  Hidung, pangkal hidung rata  Mulut, lidah besar  ada tendensi menjulurkan lidah, lidah kasar dan bercelah2 (lingua scrotalis), tumbang gigi terganggu



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



 Leher, lebar dan pendek







Ekstremitas:  agak pendek, telapak tangan lebar dan ada garis besar yg melintang (transverse line / simian line)  Kelingking pendek belok ke dalam (kinodactily)  Jarak jari kaki ke 1 dg ke 2 lebar (Brushfield’s sign)  Otot hypotonik, sendi hypermobil



Secara umum pada penderita Down’s syndrome keterlambatan tumbuh kembang sebagai berikut:



akan



dijumpai



Tabel 1. Gross Motor Developmental milestones for Down’s Syndrome Child (Cunningham 1982) No



Kemampuan



Down’s Syndrome Normal Child Rerat a (Bln)



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Mempertahankan kepala tegak5 dan seimbang Berguling 8 Duduk tanpa penyangga selama9 1’ atau > Berdiri merambat 15 Berjalan dengan dipegangi 16 Berdiri sendiri 18 Berjalan sendiri 19 Naik trap dengan bantuan 30 Turun trap dengan bantuan 36



Range (Bln)



Rerata (Bln)



Range (Bln)



3–9



3



1–4



4 – 12 6 – 16



5 7



2 – 10 5–9



8 – 26 6 – 30 12 – 38 13 – 48 20 – 48 24 – 60+



8 10 11 12 17 17



7 – 12 7 – 12 9 – 16 9 – 17 12 – 24 13 – 24



Tabel 2. Fine Motor Developmental milestones for Down’s Syndrome Child (Cunningham 1982) No



Kemampuan



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Down’s Syndrome Normal Child



Rerat Range a (Bln) (Bln) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Mata mengikuti gerakan objek3 kanan-kiri Memegang kericikan 6 Memindahkan objek dari satu8 tangan ke tangan yg lain Melepas mainan 11,5 Mencari benda yang13 tersembunyi dibalik sesuatu Mengambil 3 benda atau lebih19 dari wadah Menyusun kubus ukuran 2” 20 Menyusun 3 jigsaw sederhana 33 Meniru membuat lingkaran 48



Rerata (Bln)



Range (Bln)



1,5 – 6



1,5



1–3



4 – 11 6 – 12



4 5,5



2–6 4–8



7 – 17 9 – 12



7 8



5 – 10 6 – 12



12 – 34



12



9 – 18



14 – 32 14 20 – 48 22 36 – 60+ 30



10 – 19 16 – 30+ 24 – 30



Tabel 3. Personal Social Developmental milestones for Down’s Syndrome Child (Cunningham 1982) No



Kemampuan



Down’s Syndrome Normal Child erata Range (Bln) (Bln)



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Tersenyum bila disentuh diajak bicara Tersenyum spontan Mengenal ibu/bapak Makan biskuit sendiri Bermain ci-lu-ba Minum dari gelas Menggunakan sendok Melepas pakaian Makan mandiri Mengontrol BAK siang hari Mengontrol BAB



/2 3 3,5 10 11 20 20 38 30 36 36



Rerata (Bln)



Range (Bln)



1,5 – 4



1



1–2



2–6 3–6 6 – 14 9 – 16 12 – 30 12 – 36 24 – 60+ 20 – 48 18 – 50+ 20 – 60+



2 2 5 8 12 13 30 24 24 24



1,5 – 5 1–5 4 – 10 5 – 13 9 – 17 8 – 20 20 – 40 18 – 36 14 – 36 16 - 48



MANAJEMEN FISIOTERAPI Tindakan fisioterapi yang utama adalah stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya (lihat materi semester IV tentang tata cara dan teknik stimulasi tumbuh kembang) Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Down syndrome terjadi karena…. A. trisomy chromosome nomor 13 B. trisomy chromosome nomor 18 C. trisomy chromosome nomor 21 D. trisomy chromosome nomor 24 E. trisomy chromosome nomor 45 2. Salah satu tanda adanya Down’s syndrome adalah brushfield’s sign yakni… A. telapak tangan lebar B. kelingking pendek belok ke dalam C. otot hypotonik D. sendi hypermobile E. jarak jari kaki ke 1 dg ke 2 lebar 3. Salah satu tanda adanya Down’s syndrome adalah kinodactily yakni… A. telapak tangan lebar B. kelingking pendek belok ke dalam C. jarak jari kaki ke 1 dg ke 2 lebar D. otot hypotonik E. sendi hypermobile 4. Kemampuan gross motor berupa mempertahankan kepala tegak dan seimbang pada penderita Down syndrome umumnya baru bias dilakukan saat usia… bulan A. 5 B. 8 C. 9 D. 15 E. 16 5. Pada penderita Down syndrome usia 8 bulan, seharusnya sudah diberi latihan motoric kasar berupa… A. berguling B. duduk tanpa penyangga selama 1’ atau lebih C. berdiri merambat D. berjalan dengan dipegangi E. berdiri sendiri



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



6. Pada penderita Down syndrome usia 7 bulan, seharusnya sudah diberi latihan motoric halus berupa… A. memegang kericikan B. memindahkan objek dari satu tangan ke tangan yg lain C. mencari benda yang tersembunyi dibalik sesuatu D. melepas mainan E. mengambil 3 benda atau lebih dari wadah 7. Pada penderita Down syndrome usia 5 bulan, seharusnya sudah diberi latihan personal sosial berupa… A mengenal ibu/bapak B. makan biskuit sendiri C. bermain ci-lu-ba D. minum dari gelas E. menggunakan sendok Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 2 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini.



Kunci Jawaban Latihan: 1. C 2. E 3. B 4 A 5. C 6. D 7. B RANGKUMAN Down’s syndrome adalah gangguan mental akibat trisomy chromosom no. 21.. Pada kasus ini akan dijumpai adanya hypotonia and very late development of normal postural tone sehingga tumbuh kembang mengalami keterlambatan baik pada fine motor karena clumsy (karena sensory feedback jelek dan postural stability persendian jelek serta intelektual rendah) maupun pada gross motor serta aktifitas personalnya. Pada penderita Down’s syndrome mempunyai wajah yang khas mirip orang mongol.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Tindakan fisioterapi yang utama adalah stimulasi tumbuh kembang sesuai tahapan perkembangannya.



KEGIATAN BELAJAR 3 Fisioterapi pada Retardasi Mental PENGANTAR Retardasi mental (MR) adalah suatu kelainan dimana IQ di bawah normal. Penyebab MR antara lain: (1) gangguan metabolisme dan endocrine, (2) kelainan genetik / kromosome abnormal dan (3) Mal-formasi CNS.



Klasifikasi IQ menurut Wooworth dan Marquis (1955) adalah: > 140 : Luar biasa / genius 120 –139 : cerdas sekali / very superior 110 –119 : cerdas / superior 90 - 109 : sedang / average 80 - 89 : bodoh / dull average



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



70 - 79 50 - 69 30 - 49 < 30



: : : :



border line debil / moron ambisil / embicile idiot



GAMBARAN KLINIS MR Tanda awal adanya Retardasi adalah: – problem feeding – gangguan respon sosial – banyak tidur / banyak nangis – penurunan emosi – penurunan respon reflek – gerak-gerak stereortip MANAJEMEN FISIOTERAPI



PROBLEMATIK PEMERIKSAAN Hipotonus 1. Observasi aktifitas, [terutama bulan ke hasilnya: aktifitas turun 1) 2. Stretch reflek, responnya turun 3. Reflek primitif, responnya turun 4. Gerak pasif, rasa tahanan turun Sensory feed back 1. jejak visual Turun 2. reflek sentuhan (mis. Rooting), hasilnya kurang responsif 3. cubitan / picking up Hypermobile Gerak pasif terutama siku dan lutut, dijumpai LGS hyper ekstensi Keterlambatan Tumbang general Reflek primitif terlambat hilang



TERAPI 1.tapping 2.quick icing 3.latihan weight bearing 4. aproksimasi



Stimulasi sensoris



respon



Latihan isometris, sendi difiksasi kemudian otot penggerak distimulasi DDST Stimulasi tumbang motorik Pemeriksaan reflek primitif Stimulasi gerak (mestinya sudah hilang setelah volunter usia 2,5 bln)



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia.



1. Pada penderita mental retardasi gangguan perkembangan motoris yang sering tampak pada bulan I adalah.... A. gangguan keseimbangan



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



B. gangguan koordinasi C. otot hypotonus D. otot hypertonus E. otot flacid. 2. Gangguan integritas sensoris sering terdapat pada penderita.... A. Mental retardasi B. Poliomyelitis C. Minimal brain dysfunction D. Spina bifida cystica myelomeningocel E. Commusio cerebri.



3. Salah satu tanda awal adanya retardasi mental adalah adanya penurunan respon reflek. Hal itu disebabkan karena…. A. hypertonia B. hypotonia C. gangguan respon sosial D. IQ rendah E. penurunan emosi



4. Pemeriksaan berikut digunakan untuk mengetahui respon sensory feed back



pada kasus retardasi mental kecuali…. A. jejak visual B. reflek sentuhan C. stretch reflek D. cubitan E. picking up 5. Untuk mengatasi masalah hypermobile sendi lutut pada retardasi mental, diberikan terapi… A. latihan isometric B. latihan isotonic konsentrik C. latihan isotonic eksentrik D. aproksimasi sendi E. latihan gerak pasif 6. Guna merangsang perkembangan motorik kasarnya, latihan… indikasi diberikan pada bayi usia 1 bulan yang menderita retardasi mental dengan hipotonia. A. Bayi duduk dipegangi, kemudian diberikan aproksimasi pada kepala. B. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan tapping pada otot-otot pangkal leher bagian belakang. C. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan aproksimasi pada bahu ke arah lengan. D. Bayi telentang, kemudian satu tungkai diputar menyilang tungkai yang lain. E. Bayi telentang, kemudian dilakukan tarikan pada kedua lengan ke arah duduk. 7. Guna merangsang perkembangan motorik kasarnya, latihan… indikasi diberikan pada bayi usia 5,5 bulan yang menderita retardasi mental dengan hipotonia.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



A. Bayi duduk dipegangi, kemudian diberikan aproksimasi pada kepala. B. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan tapping pada otot-otot pangkal leher bagian belakang. C. Bayi ditengkurapkan, kemudian dilakukan aproksimasi pada bahu ke arah lengan. D. Bayi telentang, kemudian satu tungkai diputar menyilang tungkai yang lain.



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 3 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. C 2. A 3. B 4 C 5. A 6. B 7. D RANGKUMAN Retardasi mental (MR) adalah suatu kelainan dimana IQ di bawah normal. Tanda awal adanya Retardasi adalah problem feeding, gangguan respon sosial, banyak tidur / banyak nangis, penurunan emosi, penurunan respon reflek dan gerak-gerak stereortip. Problematik fisioterapi pada kasus MR adalah (1) hipotonus, (2) sensory feed back turun, (3) hypermobile, (4) keterlambatan tumbang general dan (5) reflek primitif terlambat hilang. Terapi fisio yang digunakan meliputi: (1) stimulasi respon sensoris, (2) latihan isometris, (3) stimulasi tumbang motorik dan (4) stimulasi gerak volunter



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



KEGIATAN BELAJAR 4 Fisioterapi pada Minimal Brain Dysfunction PENGANTAR Minimal brain dysfunction (MBD) adalah suatu kelainan yang disebabkan karena gangguan otak minimal. Kelainan atau gangguan tersebut dapat berupa gangguan kognitif, gangguan behaviour/perilaku, hypo/hyperaktif, kesulitan membaca, kesulitan menulis (dysgrafia), kesulitan berhitung (dysaritmatika), kesulitan bicara (dyspasia), gangguan koordinasi gerak (dyspraxia), gangguan sensoris sendi dan gangguan motorik halus. PENYEBAB MBD Penyebab MBD secara pasti tidak diketahui. Namun menurut Illingworth (1968), Gubbay (1975) dan Wender (1971), ada beberapa factor penyebab, yakni: 1. Kerusakan otak organik 2. Gangguan kelahiran mis. Proses kelahiran terlalu lama (>2 jam) 3. premature for date (belum cukup umur saat dilahirkan) 4. premature for weight (saat dilahirkan berat badan di bawah normal / < 2,5 kg) 5. terlambat lahir (lahir > 42 minggu dlm kandungan) 6. factor keturunan, psikogenik MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Pemeriksaan – Pemeriksaan keseimbangan, dengan cara berdiri pada satu tungkai – pemeriksaan sensasi – pemeriksaan tanda2 neurologis: clonus, spastisitas, atghhetoid, ataxia 2. Terapi – latihan stimulasi tumbang – latihan stimulasi koordinasi – latihan stabilisasi sendi (latihan isometris closed kinetic chain pada sendi) Berbagai teknik stimulasi tumbuh kembang dapat diberikan pada keterlambatan tumbuh kembang. Teknik-teknik tersebut adalah:  Aproksimasi Aproksimasi adalah pemberian komprensi pada sendi yang terputusputus, ringan dan halus yang berguna untuk memfasilitasi postural tonus melalui aktivitas otot-otot sekitar sendi.  Traksi Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



















Traksi adalah pemberian tarikan yang ringan pada anggota tubuh atau tulang belakang untuk meluruskan tulang dan meletakkan otot dalam posisi yang memanjang sehingga siap untuk bekerja secara aktif (oleh karena aktivasi muscle spindle organs dan atau golgy tendo oragans) Sustained Joint Compression Sustained Joint Compression adalah upaya untuk meningkatkan koaktivitas dari otot-otot postural oleh penguatan kesadaran anak pada sendi yang menunjang berat badan. Weightbearing exercises Weightbearing exercises adalah latihan penumpuan berat badan. Menurut Bobath (1976), latihan penumpuan berat badan dapat meningkatkan tonus postural. Latihan gerak Menurut Curtis (1982), latihan gerak dapat meningkatkan kekuatan otot. Pada kasus bayi, latihan gerak yang diberikan adalah latihan gerak pasif yang dilakukan dengan irama gerak normal atau agak cepat (bukan relax passive movement) agar muscle spindle organs dan atau golgy tendo organs terstimulus sehingga merangsang terjadinya respon tarikan balik dari otot yang digerakkan pasif tersebut. Aplikasi reflex Reflek adalah basis dari perkembangan gerak volunter (illingworth, 1983). Dengan membangkitkan reflek akan terjadi kontraksi otot sehingga secara local kekuatan otot akan bertambah.



 



Stimulus audio dan visual Gunakan konsep bermain



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Gangguan pada MBD berupa dyspraxia adalah gangguan…. A. kognitif B. behaviour/perilaku C. hypo/hyperaktif D. kesulitan bicara E. gangguan koordinasi gerak 2. Pemeriksaan cepat untuk mendeteksi adanya gangguan keseimbangan pada penderita minimal brain dysfunction usia 5 tahun adalah.... A. berdiri pada satu tungkai B. test sensasi tactile C. pemeriksaan tanda-tanda vital neurologis D. pemeriksaan gerak pasif E. pemeriksaan respon startle



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



3. Teknik terapi yang sesuai untuk penderita minimal brain dysfunction usia 2 tahun dengan gangguan fine motor adalah.... A. fascilitasi B. stimulasi C. inhibisi D. strengthening E. stretching 4. latihan gerak pasif yang dilakukan dengan irama gerak agak cepat ditujukan untuk stimulasi.... A. golgy tendon B. muscle belly C. propioceptor D. reflek spinal E. receptor 5. Upaya untuk meningkatkan ko-aktivitas dari otot-otot postural oleh



penguatan kesadaran anak pada sendi yang menunjang berat badan disebut… A. aproksimasi B. traksi C. weight bearing exercise D. sustained joint compression E. reflek tegak



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 4 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. E 2. A 3. B 4 A 5. D RANGKUMAN Minimal brain dysfunction (MBD) adalah gangguan otak ringan dapat berupa gangguan kognitif, gangguan behaviour/perilaku, hypo/hyperaktif, kesulitan membaca, kesulitan menulis (dysgrafia), kesulitan berhitung (dysaritmatika), kesulitan bicara (dyspasia), gangguan koordinasi gerak (dyspraxia), gangguan sensoris sendi dan gangguan motorik halus. Akibat gangguan tersebut seringkali menimbulkan ketrelambatan tumbuh kembang.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Manajemen fisioterapi pada kasus MBD ini utamanya adalah stimulasi tumbuh kembang.



KEGIATAN BELAJAR 5 Fisioterapi pada Spina Bifida PENGANTAR Spina bifida adalah suatu kelainan dimana terjadi anomali pembentukan arcus vertebrae, procecus spinosus dan lamina tidak terbentuk sempurna sehingga arcus vertebrae tidak menutup sempurna. Dengan tidak menutupnya arcus vertebrae tersebut, dapat terjadi berbagai kemungkinan misalnya herniasi herniasi lapisan dural medulla spinalis bahkan herniasi lapisan dural dan myelum. Terdapat dua jenis spina bifida, yang pertama adalah spina bifida occulta, yakni spina bifida yang tidak disertai herniasi medula vertebrae, biasanya mengenai VL – Vs, tidak terdapat gangguan neurologis maupun perubahan patologis. Pada area spina bifida jenis ini terkadang disertai dengan kelainan hyperpigmentasi / ditumbuhi rambut. Jangka pendek atau seketika tidak dijumpai adanya masalah, namun akibat jangka panjang terkadang pasien sering mengeluh LBP karena instabilitas vertebrae. Spina bifida yang kedua adalah spina bifida cystica, yakni spina bifida yang disertai herniasi medulla spinalis, Bila terjadi herniasi lapisan dural, disebut spina bifida cystica meningocele, kantong herniasi berisi leptomeninx dan liquor cerebro spinal (LCS) tanpa jaringan saraf, sehingga tidak terjadi gangguan neurologis. Sedangkan bila disertai herniasi lapisan dural dan myelum disebut spina bifida cystica myelomeningocele,



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



herniasi berisi leptomeninx , LCS dan jaringan saraf, sehingga akan terjadi gangguan neurologis. GEJALA KLINIS Tanda-tanda klinis spina bifida cystica myelomeningosel antara lain: – Terjadi flaccid paralysis, sehingga kekuatan otot turun – respon reflek turun – sensasi turun – gangguan bladder dan Bowel – terdapat luka (ulcer) terbuka pada daerah herniasi sehingga teriritasi, akibatnya produksi liquor cerebro spinal (LCS) meningkat. Cairan yang berlebih tersbut akan menuju otak (sebagai kantong) sehingga terjadi akumulasi cairan otak yang berlebihan yang berdampak meningkakan tekanan intra kranial. Peningkatan tekanan intracranial tersebut akan meregangkan sutura sehingga diameter kepala membesar. Pembesaran kepala karena terisi LCS yang berlebihan tersebut disebut hydrochepalus. – terkadang disertai kacacatan bawaan misal: disloksi hip bawaan dan club foot) MANAJEMEN FISIOTERAPI Terapi SBC Myelomeningosel adalah operasi penyambungan arcus yang biasanya dilakukan 24 – 72 jam neonatus. Penatalaksanaan fisoterapi meliputi: 1. Pemeriksaan MMT dan Sensoris untuk mengetahui level kerusakan dan kemajuan operasi. Dilakukan sebelum dan sesudah operasi. Derajat paralysis (Lloyd –Roberts): – Derajat I : flaccid paralysis ekstremitas inferior  letak kerusakan Vth 12- VL1 – Derajat II : flaccid paralysis ekstremitas inferior kecuali fleksor dan adduktor hip serta ekstensor knee  letak kerusakan VL-4 – Derajat III : flaccid paralysis tungkai bawah  letak kerusakan VS-1 Pemeriksaan gerak pasif yang ditujukan untuk mengetahui adanya kontraktur. Pola kontraktur yang sering dijumpai adalah Hip 30 0 fleksi, lutut 100 – 200 fleksi, ankle 0 – 100 dorsi fleksi 2. Terapi fisio  Stimulasi kontraksi otot  Stimulasi perkembangan motoric bayi  Latihan untuk meningkatkan LGS sendi, mulai dari rilek pasif, aktif dibantu hingga aktif tanpa bantuan LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Spina bifida... disertai dengan gangguan neurologis.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



A. occulta B. cystica C. cystica meningocelel D. occulta myelomeningocele D. cystica myelomeningocele 2. Tanda-tanda klinis adanya hydrochepalus adalah…. A. bola mata deviasi ke atas B. diameter kepala membesar C. kening menonjol D. rambut kepala tegak E. anak nangis terus 3. Pada pemeriksaan kekuatan otot metode Lloyd-Roberts pada penderita spina bifida cystica myelomeningocele didapat hasil adanya paralysis derajat I, artinya adalah.... A. flaccid paralysis otot-otot tungkai dengan segmentasi kerusakan pada VTh12 - VL1 B. spastic paralysis otot-otot tungkai dengan segmentasi kerusakan pada VTh12 - VL1 C. flaccid paralysis otot-otot tungkai atas kecuali fleksor dan adduktor hip, dengan segmentasi kerusakan pada VL4 D. spastic paralysis otot-otot tungkai atas kecuali fleksor dan adduktor hip, dengan segmentasi kerusakan pada VL4 E. flaccid paralysis otot-otot tungkai bawah dengan segmentasi kerusakan pada VS1 4. Tujuan terapi latihan pada post operatif pada Hydrocephalus adalah untuk.... A. menurunkan tekanan intrakranial secara perlahan. B. menurunkan tekanan intrakranial secara drastis C. menurunkan tekanan darah secara perlahan D. memelihara lingkup gerak sendi E. stimulasi tumbuh kembang motorik 5. Modalitas fisioterapi pada spina bifida cystica myelomeningocele kecuali.... A. stimulasi kontraksi otot B. stimulasi perkembangan motoric bayi C. latihan rilek pasif D. latihan aktif dibantu E. latihan penguatan aktif Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 5 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. E 2. B 3. A 4 A 5. E RANGKUMAN spina bifida cystica meningocele adalah suatu kelainan dimana terjadi anomali pembentukan arcus vertebrae, procecus spinosus dan lamina yang tidak terbentuk sempurna sehingga arcus vertebrae tidak menutup sempurna dan berakibat herniasi lapisan dural dan myelum, sehingga timbul gejala neurologis yang berupa kelayuhan anggota gerak yang disyarafinya. Pada kasus ini sering disertai hydrocephalus akibat produksi LCS yang berlebihan. Untuk mengetahui level kerusakan dan derajat paralisis, dilakukan pengukuran kekuatan otot dengan penilaian derajat paralisis metode Lloyd-Roberts. Terapi fisio pada kasus ini berupa (1) stimulasi kontraksi otot, (2) stimulasi perkembangan motoric bayi, dan (3) latihan untuk meningkatkan LGS sendi, mulai dari rilek pasif, aktif dibantu hingga aktif tanpa bantuan.



KEGIATAN BELAJAR 6 Fisioterapi pada Antero Poliomyelitis PENGANTAR



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Antero poliomyelitis disebabkan karena virus polio yang masuk melalui makanan/minuman (per-oral). Dewasa ini penyebaran virus polio relatif sudah terkendali berkat program immunisasi yang digalakan oleh pemerintah, serta kesadaran orang tua untuk melindungi balitanya dari berbagai penyakit. Virus polio masuk tubuh melalui mulut (per-oral). GEJALA KLINIK Apabila virus polio menyerang tubuh, akan terjadi tanda-tanda sesuai tahapannya yakni: 1. Stadium Pre-paralitik  Nyeri dr AHC hingga spanjang akar syaraf  Demam tinggi slm 2 – 4 hr 2. Stadium Paralitik – Paralisis otot-otot yg disyarafi – Bila kena regio cervicothoracal  otot respirasi layuh  kegagalan fungsi paru 3. Stad. Recovery – Berlangsung hingga 2 th – Meninggalkan sisa  “residual paralysis” MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Stadium Pre-paralitik – Positioning – Gentle massage  stroking 2. Stadium Paralitik – Positioning – Effleurage – Latihan Gerak pasif – Latihan Gerak aktif dg stimulasi – Stimulasi elektris sth syaraf mature (>7 bln) – Stimulasi gross motor 3. Stadium Recovery – Latihan Gerak pasif, aktif, resisted – Stimulasi elektris sth syaraf mature – Stimulasi gross motor



LATIHAN



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Penularan virus poliomyelitis melalui…. A. udara B. kontak kulit C. mulut D. anal E. ASI 2. Gejala klinis serangan poliomyelitis pada stadium pre-paralitik adalah…. A. nyeri dari AHC hingga spanjang akar syaraf B. demam tinggi selama 4 – 12 hari C. paralisis otot-otot yang disyarafi D. terdapat residual paralysis E. kegagalan fungsi paru 3. Gejala klinis serangan poliomyelitis pada stadium recovery adalah…. A. nyeri dari AHC hingga spanjang akar syaraf B. demam tinggi selama 4 – 12 hari C. paralisis otot-otot yang disyarafi D. terdapat residual paralysis E. kegagalan fungsi paru 4. Manajemen fisioterapi pada poliomyelitis stadium pre paralitik adalah pemberian…. A. posisioning dan effleurage B. posisioning dan stroking C. latihan gerak pasif D. stimulasi elektris E. stimulasi gross motor 5. Manajemen fisioterapi pada poliomyelitis stadium paralitik usia 1 bulan adalah pemberian…. A. posisioning dan effleurage B. posisioning dan stroking C. latihan gerak pasif D. stimulasi elektris E. stimulasi gross motor Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 6 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Kunci Jawaban Latihan: 1. C 2. A 3. D 4 B 5. C RANGKUMAN Virus polio masuk tubuh melalui mulut (per-oral) dAn akan menyerang AHC medula spinalis, akibatnya akan didapati adanya kelayuhan otot dan gangguan sensoris. Gejala awal serangan poliomyelitius adalah adanya nyeri dari AHC hingga sepanjang akar syaraf serta demam tinggi selama 2 – 4 hari. Bilamana virus poliomyelitis dapat ditangani, akan menimbulkan kelayuhan sisa atau residual paralisis. Manajemen fisioterapi disesuaikan dengan stadium penyakitnya, dengan modalitas berupa positioning, effleurage, latihan gerak pasif, latihan gerak aktif dengan stimulasi, stimulasi elektris setelah syaraf mature (>7 bln) dan stimulasi gross motor.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



MODUL 3 : MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN NEUROLOGI-2 PENDAHULUAN Modul ini membantu Anda untuk memahami lebih lanjut penatalaksanaan Fisioterapi atau Proses Fisioterapi pada umumnya dan Penatalaksanaan Fisioterapi pada Gangguan Tumbuh kembang akibat gangguan/kelainan neurologi khususnya cerebral palsy dan hipotonia. Setelah menyelesaikan modul ini, diharapkan Anda mampu: 1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala kasus cerebral palsy/hipertonus dan hipotonus; 2. Melakukan pemeriksaan pada kasus cerebral palsy/hypertonus dan hipotonus; 3. Melakukan terapi tumbuh kembang pada kasus cerebral palsy/hypertonus dan hipotonus.



KEGIATAN BELAJAR 1 Fisioterapi pada Cerebral Palsy PENGANTAR Cerebral palsy adalah gangguan distribusi postural tonus yang disebabkan karena kerusakan di otak yang terjadi pada masa tumbuh kembang otak. Penderita CP cukup banyak, di YPAC cabang Solo tahun 2004 terdapat 239 penderita dan tahun 2005 terdapat 118 penderita. Sedangkan di RSUD Dr. Moewardi, tahun 2004 terdapat 76 penderita. ANATOMI FUNGSIONAL OTAK Otak sebagai susunan syaraf pusat (SSP), tumbuh sejak 5 hari konsepsi yang dibentuk dari satu strip ectoderm sepanjang embrio. Ujung strip ectoderm melipat dan membentuk cekungan, selanjutnya cekungan akan menutup menjadi tabung (neural tube) komplit pd usia 27 hari. Neural tube bagian atas tumbang menjadi otak, bagian bawah menjadi medula spinalis. Tumbang sistim syaraf terus berlanjut hingga tahun I setelah lahir.



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Otak terdiri dari : (1) cortex cerebri, (2) ganglia basalis, (3) thalamus, (4) hypothalamus, (5) mesencephalon, (6) batang otak dan (7) cerebellum. Sedangkan pusat motoric cortex cerebri terdiri dari:(1) lobus frontalis, area 4, area 8, (2) lobus parientalis, area 5 dan 7, (3) lobus temporalis, area 41 dan 42, (4) lobus occipitalis, area 17 .



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



ETIOLOI CP Cerebral palsy umumnya disebabkan oleh periventricular leukomalacia atau hemorrhagic lesion yang terjadi pada: 1. Prenatal Penyebab pada masa di dalam kandungan (prenatal) misalnya anoksia (anemia, shock pada kehamilan, gangguan plasenta), infeksi pada ibu (misalnya cytomegalovirus, rubela, virus herpes dan syphilis), trauma, factor metabolic, malformasi congenital 2. Perinatal: Penyebab pada masa kelahiran misalnya anoksia (obstruksi pernafasan, separasi premature plasenta, overdosis sedasi dan kelahiran sungsang) 3. Postnatal Penyebab pada masa setelah lahir misalnya trauma kapitis, infeksi (meningitis atau enchepalitis), cerebrovascular accident, anoksia (shock, keracunan, tenggelam) dan tumor otak KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY Klasifikasi cerebral palsy menurut jenis gangguan distribusi postural tonusnya adalah (1) distribusi kurang, yakni c erebral palsy flaccid, (2) distribusi berlebihgan, yakni CP spastik, dan (3) distribusi fluktuatif, terdiri dari spastik athetoid, tonic spasm athetoid, athetoid murni, choreo athetoid, hyperkinetic dan ataxia. Sedangkan secara general CP dibagi menjadi (1) CP spastik, meliputi quadriplegi, diplegi dan hemiplegi, (2) CP flaccid, (3) CP athetoid dan (4) CP ataxia. GAMBARAN KLINIS 1. CP Spastik Quadriplegi Gambaran klinis CP Spastik Quadriplegi tergantung berat ringannya spastisitas. Berikut ini disampaikan perbedaan gambaran klinis antara CP Spastik Quadriplegi berat, sedang dan ringan:



Berat Stiff total ekst Sedikit gerak Reflek primitif (+++) Reaksi proteksi (-) Problem feeding, obstipasi Keseimbangan (- -) flexi – add – endo Cacat sekunder Tumbang lambat



Sedang



breathing,



Ringan



Hyper fleksi Gerakan lambat Reflek primitif (++) Reaksi proteksi (-) Problem feeding



Pola primitif Malas bergerak Reflek primitif (+) Reaksi proteksi (+) Problem feeding



Keseimbangan (- ) flexi – add – endo Ketrampilan turun Tumbang lambat



Sering jatuh Fleksor > ekstens Ketrampilan turun Problem wicara



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



2. CP Spastik Diplegi Gambaran klinis CP Spastik diplegi adalah: • Spastisitas tungkai : add – endo – ekstensi, namun timbul reaksi assosiasi pada lengan • Cara berguling : fleksi kepala diikuti dengan protraksi shoulder girdle dan adduksi + ekstensi tungkai. • Cara duduk : “W” sit, kedua tangan menyangga • Cara merangkak : posisi awal tengkurap, diikuti dengan knee stand, kemudian lengan melangkah bergantian namun kedua tungkai diseret • Mampu berdiri dengan berpegangan dengan posisi hip dan knee semi fleksi, kaki plantar fleksi. • Mampu berjalan dengan alat bantu dengan langkah pendek, kaki plantar, hip dan knee semi fleksi 3. CP Spastik Hemiplegi Gambaran klinis CP Spastik hemiplegi adalah:  Hypertonus satu sisi tubuh  Lengan: retraksi dan Add bahu, fleksi siku, palmar fleksi wrist, fleksi jari2  Tungkai: add dan endo hip, knee sedikit fleksi, ankle plantar, jari2 fleksi  Tumbang / reflek / aktifitas  Asymetris  Merangkak : “kesot” via sisi sehat  Berguling: via sisi sakit  Berjalan: serong ke sisi sehat, sisi sakit diseret 4. CP Spastic Athetoid Gambaran klinis CP Spastik athetoid adalah:  Fluktuasi hypo ke normal, proksimal > distal,  Ekstremitas sering bergerak  Tjd co-kontraksi pd sendi yg > proksimal  kontraktur fleksor siku, panggul dan lutut  Gangguan keseimbangan  Sulit mulai gerak, bila gerak sulit berhenti 5. CP Tonic Spasm Athetoid Gambaran klinis CP tonic spasm athetoid adalah: • Fluktuasi hypotonus ke hyper scr merata • Gerakan hanya sampai mid range • Co-kontraksi tidak terjadi • kelainan pada vertebrae • Gangguan keseimbangan • Gerakan patah2, kaku mirip robot 6. CP Choreo Athetoid



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambaran klinis CP choreo athetoid adalah: • Fluktuasi hypotonus ke normal or hyper scr merata • Gerak memutar • Co-kontraksi tidak terjadi • sub luksasi atau dislokasi bahu/jari-jari serta kaki valgus • Gangguan keseimbangan 7. CP Pure Athetoid Gambaran klinis CP pure athetoid adalah: • Fluktuasi hypotonus ke normal secara merata • Kemampuan bergerak sangat sedikit, sebatas mid range • Kontraksi kejut pada otot secara individu • sub luksasi atau dislokasi bahu/jari-jari serta kaki valgus • Gangguan keseimbangan 8. CP Hyperkinetik Gambaran klinis CP hyperkinetik adalah: • Fluktuasi tonus, normal ke sedikit spastic • Ekstremitas selalu bergerak • Kemampuan motorik halus minimal • Timbul pola gerak primitive • Gerakan rotasi tak mampu dilakukan • Focus perhatian sulit dilakukan • Kontrol tangan dan mata minimal • mudah cidera akibat jatuh atau benturan 9. CP Ataxia Gambaran klinis CP ataxia adalah: • Fluktuasi hypotonus ke normal secara merata • Kadang ada spastisitas kelompok fleksor • Gerak sangat sedikit • cidera akibat mudah jatuh • Kemampuan fiksasi sendi sangat minimal  gangguan keseimbangan 10. CP Flaccid Gambaran klinis CP flaccid adalah: • Kualitas tonus otot sangat minimal • Sangat sedikit bergerak • Co-kontraksi tidak terjadi • penurunan kapasitas paru  kegagalan fungsi paru  kematian



MANAJEMEN FISIOTERAPI 1. Pemeriksaan a. Anamnesis Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



b. Gambaran umum pasien: kemamp inter dan intrapersonal, perasaan



emosional, intelegensia umum, kead umum ekstr. dan togok c. Gambaran umum kecacatan: Kemamp wicara, pendengaran, penglihatan, Inter dan Intra personal, kead emosi dan mentalnya, Kontraktur dan kecacatan d. Kemamp fungsi dasar : yg bisa dan tak bisa e. Pemeriksaan Spesifik:  tonus postural secara general  Pemeriksaan spastisitas  reaksi otomatis, reflek primitif, reaksi asosiasi, reaksi keseimbangan  pola gerak  Pengukuran kemampuan fungsional kasar 2. Terapi  Normalisasi tonus  Fascilitasi gerak normal  Stimulasi aktifitas/kemampuan fungsional  Pencegahan dan pemulihan kecacatan a. Normalisasi tonus 1) Hypertonus Pada kasus hypertonus, maka upaya yang dilakukan adalahj menurunkan tonus otot (inhibisi) yang berlebihan tersebut. Inhibisi dapat menggunakan cara (1) konvensional yakni dilakukan penguluran ke luar poila spastisitas, atau (2) menggunakan teknik khusus misalnya neuro developmental treatment/NDT, dalam hal ini menggunakan key point of control dan reflex inhibition pattern. 2) Hypotonus Pada kasus hypotonus, maka upaya yang dilakukan adalah meningkatkan tonus otot. Upaya peningkatan tonus otot dengan pemberian stimulasi dan fascilitasi, misalnya dengan tapping, weight bearing, aproksimasi, traksi, quick icing, pembangkitan reaksi assosiasi, stretch reflex, cubitan. b. Fascilitasi fungsional dan tumbuh kembang



NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT / NDT / BOBATH CONCEPT FILOSOFI • Neurodevelopmental • Dynamic • Berurutan • Cephalo  caudal • Proksimo  distal



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



• •



Otomatik  volunter Responsif dan adaptif



PRINSIP DASAR • Pattern of movement – Arah tumbang pola gerak CP : 1) penguatan reflek primitif, (2) tumbang pola abnormal, (3) kompensasi / adaptasi ke gerak abnormal – FT’s mengarahkan ke pola gerak normal • Use of handling – Normalisasi tonus – Membangkitkan koordinasi gerak dan postur – Develop skilled – Adaptive responses • Pre-requisites for movement – Tonus postural yang normal akan menahan pengaruh gravitasi saat suatu gerak dilakukan – Innervasi yg berlawanan dari kelompok otot memungkinkan aksi agonis dan antagonis terkoordinasi dan seimbang – Fiksasi postural sangat penting agar otot mampu menggerakkan sendi yg lebih distal Tabel 4. Contoh Pre-requisites for movement: “menulis” PRE-REQUISITES Tonus normal



RESULTANT SKILL



postural Tegak independen, duduk seimbang



Reciprocal innervation



Fleksor dan ekstensor jari2 memungkinkan tjd gerak pensil menulis. Abd-add bahu memung-kinkan tjd gerak pensil ke kanan-kiri



Postural fixation



Shoulder girdle stabil, Wrist dan elbow stabil



Konsep Terapi 1. Inhibisi reaksi abnormal menggunakan RIP\ 2. Fasilitasi reaksi normal menggunakan key point of control 3. Membangun urutan gerak dengan membangkitkan reaksi keseimbangan dan reaksi proteksi 4. Membangun keterampilan fungsional menggunakan permainan dan aktivitas kehidupan sehari-hari Tabel 4. Contoh RIP



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



POLA SPASTIK



RIP



Fleksor lengan



• • • •



RIP SUPLEMENT



Neck ekstensi Spinal ekstensi Bahu ekso Siku ekstensi



Wrist ekst + sup Thumb abd



Ekstensor neck



trunk



dan • • •



Hip fleksi SG protraksi Hip abduksi



Bahu endo Trunk fleksi Neck fleksi Rahang retraksi



Ekstensor tungkai



trunk



dan • • •



SG retraksi Hip fleksi Hip sbduksi



Hip ekso Trunk fleksi Knee fleksi Jari2 dan ankle dorsi



HAL-HAL YG PERLU DIPERHATIKAN SAAT TERAPI • Sequences neurodevelopmental harus diperhatikan tapi tidak harus diikuti secara kaku • Postural mekanik dan normal postural tonus tumbang menyangkut: fiksasi postural, mekanisme antigravity, righting reaction, equilibrium reaction • Kecacatan harus dicegah • Stimulus afferent: sentuhan, temperatur, vision, pressure, stretch, tapping, hearing • Sensorymotor experience  voluntary skilled movement, cognition Contoh home latihan



Aproksimasi padad kepala untuk stimulasi kepala tegak



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Aproksimasi pd bahu untuk stimulasi badan tegak



Sweap pd tangan untuk stimulasi tangan Membuka dan fascilitasi supporting samping reaction pd tangan



Facilitasi rotasi vertebrae dan supporting reaction ke



Fascilitasi duduk dari posisi tengkurap duduk



Fascilitasi berdiri dari posisi



Fasclitasi berguling melalui tungkai supporting



Fascilitasi



rotasi



reaction ke samping



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



badan



dan



Fascilitasi reflek tegak pd kepala dan supporting reaction ke depan



Fascilitasi ekstensor vertebrae dan supporting reaction pd lengan ke depan



Facilitasi rotasi vertebrae



Facilitasi rotasi vertebrae dan supporting reaction ke samping



Fascilitasi reaksi keseimbangan badan ke samping



Fascilitasi badan tegak ke samping



Fascilitasi reaksi keseimbangan badan ke samping



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Fascilitasi reaksi keseimbangan badan ke depan belakang



LATIHAN Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia.



1. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik maka metode NDT yang digunakan untuk inhibisi lengan menggunakan pola.... A. horizontal abduksi pada posisi lengan eksorotasi dan supinasi+ekstensi elbow B. eksorotasi lengan + supinasi dan ekstensi elbow C. endorotasi + protraksi shoulder D. elevasi + eksorotasi lengan E. fleksi jari-jari tangan II s/d V



2. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik maka metode NDT yang digunakan untuk inhibisi total ekstensor spastic tersebut maka dengan menggunakan pola.... A. fleksi kepala + shoulder girdle B. ekstensi kepala + shoulder girdle C. fleksi kepala + ekstensi shoulder girdle D. ekstensi kepala + fleksi shoulder girdle E. fleksi kepala + retraksi shoulder girdle 3. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik maka metode NDT yang digunakan untuk memfascilitasi timbulnya gerakan mengangkat kedua lengan pada posisi tengkurap adalah.... A. ekstensi kepala dan trunk, lengan lurus ke depan B. ekstensi kepala dan trunk, lengan horizontal abduksi C. pada posisi kepala side fleksi, lalu diputar. D. pada posisi kepala side fleksi, lalu diangkat E. kepala diputar (rotasi kepala) dan di fleksikan 4. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik maka untuk memfascilitasi timbulnya gerakan abduksi kedua tungkai pada posisi tengkurap, menggunakan pola.... A. ekstensi kepala dan trunk, lengan lurus ke depan B. ekstensi kepala dan trunk, lengan horizontal abduksi Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



C. pada posisi kepala side fleksi, lalu diputar D. pada posisi kepala side fleksi, lalu diangkat E. kepala diputar (rotasi kepala) dan di fleksikan 5. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik, maka untuk memfascilitasi timbulnya gerakan membukanya jari-jari tangan pada posisi tengkurap, memakai pola.... A. ekstensi kepala dan trunk, lengan lurus ke depan B. pada posisi kepala side fleksi, lalu diputar. C. ekstensi kepala dan trunk, lengan horizontal abduksi D. pada posisi kepala side fleksi, lalu diangkat E. kepala diputar (rotasi kepala) dan di fleksikan 6. Jika seorang anak (4 th) menderita quadriplegi ekstensor spastik, maka untuk memfascilitasi membukanya jari-jari pada posisi duduk, menggunakan pola... A. abduksi ibu jari dengan tangan supinasi B. ekstensi kedua lengan, digerakan diagonal ke belakang C. fleksi kedua lengan dan digerakan diagonal ke depan D. ekstensi kedua lengan dan digerakan eksorotasi E. fleksi kedua lengan dan digerakan endorotasi 7. Jika seorang anak (5 th) menderita diplegi ekstensor spastik, maka untuk inhibisi ekstensor spastis tungkai dengan pola.... A. ekstensi + eksorotasi tungkai B. fleksi + eksorotasi tungkai C. ekstensi + endorotasi tungkai D. fleksi + endorotasi tungkai E. dorsi fleksi jari-jari kaki III s/d V



8. Jika seorang anak (5 th) menderita diplegi ekstensor spastik, maka untuk fascilitasi gerakan abduksi dan dorsi fleksi ankle menggunakan pola.... A. fleksi + eksorotasi tungkai B. ekstensi + endorotasi tungkai C. ekstensi + eksorotasi tungkai D. fleksi + endorotasi tungkai E. dorsi fleksi jari-jari kaki III s/d V 9. Jika seorang anak (5 th) menderita diplegi ekstensor spastik, maka untuk fascilitasi gerakan abduksi, eksorotasi dan dorsi fleksi ankle menggunakan pola.... A. ekstensi + eksorotasi tungkai B. fleksi + eksorotasi tungkai C. ekstensi + endorotasi tungkai D. fleksi kedua tungkai E. dorsi fleksi jari-jari kaki III s/d V



Petunjuk untuk menjawab Latihan



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 1 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. B 2. A 3. D 4 B 5. C 6. A 7. E 8. C 9. A RANGKUMAN Cerebral palsy adalah gangguan distribusi postural tonus yang disebabkan karena kerusakan di otak yang terjadi pada masa tumbuh kembang otak. Gangguan distribusi tonus postural tersebut dapat berupa (1) berlebhihan, yakni CP spastik, (2) kurang, yakni CP hipotonus/flaccis, dan (3) fluktuatif, yakni CP athetoid dan ataxia. Berdasarkan region yang terkena, CP spastik dikategorikan menjadi (1) monoplegi, bila satu anggota tubuh saja yang terkena, (2) diplegi, bila dua anggota tubuh yang terkena atas/bawah, (3) hemiplegi, bila dua anggota tubuh yang terkena sisi kanan atau kiri, dan (4) quadriplegi, bila empat anggota tubuh terkena. Berdasarkan kualitas tonus postural yang ada, maka CP spastik dibagi menjadi spastik berat, sedang dan ringan. Konsep terapi pada CP yakni pemulihan distribusi tonus postural. Pada tonus yang berlebihan dilakukan penurunan / inhibisi, sedangkan pada tonus yang kurang dilakukan stimulasi. Selanjutnya bila tonus sudh relative normal (meskipun sementara sifatnya), dilakukan fascilitasi gerak-gerak volunter, perbaikan reflek tegak dan reflek proteksi serta latihan perkembangan dan aktifitas kehidupan sehari-hari.



KEGIATAN BELAJAR 2 Fisioterapi pada hipotonus ETIOLOGY HIPOTONUS



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Hipotonus dapat terjadi karena: (1) gangguan fungsi CNS, misalnya cerebral palsy, Down syndrome dan Keterlambatan perkembangan yang non-spesifik, (2) gangguan/ penyakit pada jaringan ikat dan metabolik, nutrisi, gangguan endokrin, dan (3) beberapa sindrome lain. GAMBARAN KLINIS Pada keadaan hipotonus akan didapati tanda dan gejala klinis antara lain:  Penderita mudah kelelahan yang berlebihan sehingga menjadi tidak aktif  Penguasaan kepala, leher dan dada tidak cukup untuk mendukung gerakan fungsional  Kemampuan fisik yang terbatas, untuk menjaga keseimbangan tubuh sewaktu berinteraksi dengan lingkungan  Postural yang tidak stabil  Anggota tubuh dan tubuh merosot karena gravitasi, sehingga menyebabkan perubahan postur dikenal sebagai frog-leg position  Kesulitan menguasai mid-line position  Hipermobilitas  Kemungkinan ada dislokasi  Gangguan respirasi  Masalah dengan oral motor function  Gangguan kepribadian MANAJEMEN FISIOTERAPI Prinsip dasar pengobatan pada anak dengan hipotonus adalah:  Anak dianjurkan untuk berpartisipasi aktif  Berikan waktu untuk merespon informasi sensorik dengan merespon balik dengan otot motorik  Upayakan untuk mengontrol gerakan ke segala arah  Menambah daya tahan dan aktifitas tubuh secara terus menerus  Berikan input sensorik dengan cara menyenangkan  Perhatikan kemungkinan adanya keadaan darurat sehubungan dengan masalah/ penyakit lain yang menyertai Adapun tujuan manajemen fisioterapi pada anak dengan hipotonus adalah:  Meningkatkan tonus postural  Meningkatkan kontrol kepala (head control)  Meningkatkan kontrol badan (trunk control) dan alignment  Memperbaiki atau menghilangkan problem pada pernafasan dan kesulitan makan  Edukasi pada orangtua tentang penanganan di rumah Proses Fisioterapi 1. Anamnesis Anamnesis terdiri dari (1) anamnesis umum, yang berisi tentang data pasien dan orang tua dan (2) anamnesis khusus, yang berisi tentang Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



riwayat kehamilan, kelahiran dan setelah lahir serta aktifitas kehidupan sehari-hari. 2. Observasi Pada pemeriksaan dengan observasi ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. Apa yang dapat dilakukan anak b. Apa yang tidak dapat dilakukan c. Hambatan yang ada sehingga anak bergerak tidak normal d. Apa yang dapat dilakukan dengan bantuan minimal e. Tonus postural f. Head control g. Balance reaction h. Posture i. Pola gerakan j. Kelainan yang menyertai



Gambar. Bayi hipotonus posisi tengkurap telentang (frog leg porition) 3. Pemeriksaan khusus



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambar Bayi



hipotonus



posisi



Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan khusus tentang: a. Tonus otot b. Protective reaction c. Joint laxity d. Hip luxation e. Keseimbangan f. Sikap dan gerakan g. Pernafasan



4. Pemeriksaan tumbuh kembang Pemeriksaan tumbuh kembang dapat menggunakan gross motor functional measurement (GMFM) atau Denver development screening test (DDST) dimana tata cara pelaksanaannya telah saudara dapatkan pada mata kuliah FT Tumbang 1 di semester IV. 5. Rencana terapi Rencana terapi pada kasus hipotonus ini harus dibuat untuk individu dan berdasarkan kualitas tonus serta kemampuan anak dalam merespon teknik yang diberikan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi program terapinya adalah (1) pengalaman sensori motor yang pernah dimiliki, (2) keterampilan yang dimiliki saat ini, (3) emosi anak saat diberi terapi, (3) perkembangan kognitif anak dan tingkat keinginan untuk melakukan gerakan, serta (4) proses dari CNS dalam menerima informasi yang baru. Adapun tentang teknik mana yang paling efektif sangat tergantung pada kemampuan anak pada setiap sesi terapi. Berbagai teknik yang dapat digunakan antara lain (1) massage, (2) fasilitasi dengan permainan, dan (3) stimulasi sensory motor. 6. Pelaksanaan terapi Beberapa bentuk teknik stimulasi yang dapat digunakan antara lain: a. Approximation Aproksimasi adalah kompresi sendi yang terputus-putus ringan dan halus untuk memfasilitasi postural tonus melalui aktivitas sekitar sendi. b. Tapping Tapping merupakan teknik manipulasi/masase. Teknik tapping yang biasanya digunakan adalah (1) sweep tapping, (2) alternate tapping, dan (3) tapping for placing dan holding. Tapping berfungsi umtuk: – Mengaktifkan Sekelompok otot-otot lemah yang tidak dapat melakukan kontraksi – Meningkatkan kemampuan sikap tubuh untuk melawan anti gravitasi Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Mendapatkan dan merangsang reaksi keseimbangan Mengaktifkan pola yang sinergi dari fungsi otot pada perangsangan sekelompok otot-otot tertentu c. Traction Traksi adalah tarikan yang ringan pada anggota tubuh atau tulang belakang untuk meluruskan tulang dan meletakkan otot dalam posisi yang menguntungkan untuk bekerja aktif d. Sustained Joint Compression Sustained Joint Compression adalah upaya untuk meningkatkan koaktivitas dari otot-otot postural oleh penguatan kesadaran anak pada sendi yang menunjang berat badan – –



Gambar. Contoh aproksimasi pada bahu



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambar. Contoh traksi melalui lengan



Gambar. Contoh sweap tapping holding pada punggung



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Gambar. Contoh tapping for placing dan pada pelvis



Gambar. Contoh sustained joint compression pada lengan



Gambar. Contoh fasilitasi kepala tegak/head control



Gambar. Contoh fasilitasi dengan permainan 7. Hal-hal khusus yang harus diperhatikan pada terapi anak dengan hipotonus a. Memberip pengertian pada orangtua tentang (1) kesulitan yang dipunyai pasien, (2) bahaya akan kecacatan yang akan terjadi, (3) bahwa tahap per tahap perkembangan harus dipelajari sehingga perlu kesabaran. b. Kehadiran orangtua pada saat latihan, dan dijelaskan tentang (1) apa yang akan dilakukan dan untuk apa, (2) merencanakan gerakan, hubungannya dengan kemampuan bergerak, (3) pentingnya melakukan supervisi, dan (4) penjelasan untuk aktivitas sehari-hari. c. Masalah dengan pasien yang menangis, mungkin berhubungan dengan (1) adanya nyeri, (2) takut, (3) merasa tidak nyaman, (4)



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



tidak punya kemampuan untuk bergerak, (5) wujud protes terhadap perlakuan yang diberikan, dan (6) respon terhadap perilaku ibu. d. Kerjasama orangtua dengan terapis e. Aktivitas rutin yang harus diajarkan oleh orang tua: i. Mandi Aktivitas mandi, berguna untuk membantu gerakan lengan dan tungkai serta kemampuan menyangga. Caranya: (1) letakkan handuk di dasar bak, (2) lakukan sambil bermain, (3) menggosok dengan keras dan mengeringkan badan dengan handuk untuk stimulasi tonus otot, (4) beri gosokan pada wajah dan sekitar mulut yang merupakan area sensitif untuk anak dengan tonus rendah ii. Mengganti popok Mengganti popok berguna untuk memperbaiki kesadaran tubuh dan membiarkan anak bereksplorasi dari sentuhan kaki dan tungkai serta latihan untuk otot perut dan latihan berguling. Caranya adalah (1) kaki diangkat ke depan, (2) bawa tangan ke mulut untuk bermain, (3) waktu merapikan, gulingkan kesamping untuk rotasi trunk dan mengajarkan bagaimana berguling. iii. Mengenakan pakaian Cara mengenakan pakaian adalah (1) duduk di pangkuan, berguna membantu memperkuat trunk dan keseimbangan, (2) duduk di bangku, kaki harus menapak pada lantai, kemudian membungkuk ke depan untuk mengambil baju (berguna untuk strengthening dan koordinasi trunk dan permulaan untuk berdiri) iv. Makan Saat memberi makan, upayakan posisi yang stabil, yakni duduk tegak (dapat menggunakan safety belt) tujuannya adalah membantu perkembangan trunk dan kontrol keseimbangan dari trunk. Cara menyuapinya adalah bawa sendok ke depan mulut, sedikit di bawah mulut v. Menggendong Pada pasien yang masih bayi, saat menngendongnya dilakukan dengan full support. Setelah kontrol kepala dan trunk ada kurangi support dan cegah posisi dimana anak menjatuhkan badannya kepada kita, support diberikan hanya jika diperlukan vi. Latihan aktivitas pada anak yang lebih besar Untuk melatih aktivitas pada anak yang lebih besar, cari cara agar anak ikut berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari karena makin banyak aktivitas, maka otot makin kuat sehinghga makin independen. Jika menggendong keliling ruangan, ajarkan untuk meraih benda-benda disekitarnya. Jika duduk di paha, gerakkan dari samping ke samping untuk latihan keseimbangan. LATIHAN Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Pilihlah satu jawaban yang Anda anggap paling tepat dengan cara melingkari salah satu jawaban (A, B, C, D atau E) yang tersedia. 1. Berikut ini merupakan prinsip dasar pengobatan pada anak dengan hipotonus kecuali…. A. berikan waktu untuk merespon informasi B. upayakan untuk mengontrol gerakan ke segala arah C. menambah daya tahan dan aktifitas tubuh secara terus menerus D. berikan input motorik dengan cara menyenangkan E. anak diupayakan untuk berpartisipasi aktif 2. Tujuan manajemen fisioterapi pada anak dengan hipotonus kecuali… A. meningkatkan tonus postural B. meningkatkan kontrol kepala (head control) C. meningkatkan kontrol badan (trunk control) dan reflek primitif D. memperbaiki problem pada pernafasan E. edukasi pada orangtua tentang penanganan di rumah 3. Hal-hal berikut akan mempengaruhi program terapi hipotonus, kecuali…. A. pengalaman sensori motor yang pernah dimiliki B. keterampilan yang dimiliki saat ini C. tingkat kecerdasan anak D. tingkat keinginan untuk melakukan gerakan E. proses dari CNS dalam menerima informasi yang baru. 4. Pemeriksaan…. dilakukan untuk mengetahui maturitas reflek pada pasien hipotonus. A. tonus otot B. protective reaction C. joint laxity D. hip luxation E. sikap dan gerakan 5. Untuk mempertahankan posisi duduk tegak, maka diberikan…. A. aproksimasi pada bahu B. sweap tapping pada punggung C. sustained joint compression pada leher D. tapping for placing pada leher E. traksi pada kedua lengan 6. Teknik… digunakan pada kasus hipotonus untuk meningkatkan respon kontraksi otot. A. massage stroking B. inhibisi reaksi asosiasi C. penguluran otot D. stimulasi menangis E. inhibisi involunter movement Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



Petunjuk untuk menjawab Latihan Sebelum Anda menjawab soal-soal latihan, terlebih dahulu pelajarilah dengan seksama dan secara urut Kegiatan Belajar 1 dari awal sampai dengan akhir. Dengan cara seperti itu Anda dapat menjawab soal-soal pada bagian latihan ini. Untuk memastikan apakah jawaban Anda benar, cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Latihan di bawah ini. Kunci Jawaban Latihan: 1. D 2. C 3. C 4 B 5. A 6. D RANGKUMAN Hipotonus dapat terjadi karena gangguan fungsi CNS, misalnya cerebral palsy, Down syndrome dan Keterlambatan perkembangan yang non-spesifik, gangguan/ penyakit pada jaringan ikat dan metabolik, nutrisi, gangguan endokrin, dan beberapa sindrome lain. Pada keadaan hipotonus akan didapati tanda dan gejala klinis antara lain (1) penderita mudah kelelahan yang berlebihan sehingga menjadi tidak aktif, (2) Penguasaan kepala, leher dan dada tidak cukup untuk mendukung gerakan fungsional, (3) kemampuan fisik yang terbatas, untuk menjaga keseimbangan tubuh sewaktu berinteraksi dengan lingkungan, (4) postural yang tidak stabil, (5) frog-leg position, (6) kesulitan menguasai mid-line position, (7) hipermobilitas, dan (8) gangguan respirasi. Tujuan manajemen fisioterapi pada anak dengan hipotonus adalah meningkatkan tonus postural, kontrol kepala, kontrol badan dan alignment dan stimulasi pernafasan. Penanganan penderita hipotonus harus melibatkan orang tua pasien agar terapi lebih berhasil. Teknik terapi yang dapat diberikan antara lain (1) approximation, (2) traksi, (3) sweep tapping, (4) alternate tapping, dan (5) tapping for placing dan holding, serta (6) sustained joint compression



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta



DAFTAR PUSTAKA 1. David I, Gallahue, 2002, Understanding Motor Development Infants, Children, Adolescents, Adults, New York, San Francisco. 2. Fiorentina, MR. 1965, Reflex Testing Methods for Evalation CNS Development, Charles Thomas Publisher USA. 3. Sheperd R.B. 1974, Physiotherapy in Pediatrics, William Heineman Medical Books, Great Britain. 4. Tom Lissauerdan Graham Clayden, 1999, Illustrated textbook of Pediatrics, London, Philadelphia, Tokyo. 5. Eckersley, MP (1993), Elements of paediatric physiotherapy, Churchil Livinstone, London 6. Frankenburg, W K, Fandar Aw, Kemper MB (1981), Paediatric developmental diagnosis, 1st ed, thiemestraton inc, New York. 7. Soetjiningsih (1998), tumbuh kembang anak, EGC Jakarta 8. Sophie Levilt, treatment of CP and motor delay, 4th ed, blackwell publishing



Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Surakarta