Modul Kel. 10 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Modul ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)



Disusun oleh: kelompok 3 Kelas DIV-3C Anisa Febty Anggraini (P07524419093) Dewi Mutiara Erina Putri



Dosen Pengampu : Fitriyani Pulungan, SST, M.Kes



(P07524419097) (P07524419101)



HALAMAN PENGESAHAN



1. Mata Kuliah



: ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN : Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu



2. Judul Modul



Pengganti (Surrogate Mother)



3. Penyusun Modul



:1. Anisa Febty Anggraini 2. Dewi Mutiara 3. Erina Putri



4. Institusi



: Poltekkes Kemenkes Medan



5. Nomor Pustaka



:



Medan, 24 Januari 2022



Mengetahui,



Direktur Poltekkes Kemenkes Medan



Ketua Jurusan Kebidanan Medan



Dra.Ida Nurhayati,M,Kes



Betty Mangkuji,SST,M.Keb



NIP:1966091019940320001



NIP:1967711101993032002



|i



VISI DAN MISI PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN MEDAN



VISI: Menghasilkan lulusan D-IV Kebidanan yang mampu berwirausaha dengan pendekatan asuhan kebidanan holistic berbasis kearifan lokal di Tingkat Nasional dan siap bersaing di Tingkat Internasional pada tahun 2024



MISI: 1. Menyelenggarakan pendidikan D-III, D-IV dan Profesi Kebidanan yang memiliki daya saing di tingkat internasional sesuai dengan perkembangan iptek 2. Melakukan penelitian (evidence based) dalam kewirausahaan dengan pendekatan asuhan kebidanan holistic berbasis kearifan lokal 3. Melaksanakan pengabdian masyarakat bermitra dengan stake holder khususnya dalam kewirausahaan pendekatan asuhan kebidanan holistik berbasis kearifan lokal 4. Menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan kualitas lulusan serta mampu berwirausaha dengan pendekatan asuhan kebidanan holistik berbasis kearifan lokal



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



| ii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang MahaEsa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, karena hanya dengan karuniaNya itulah penyusunan makalah ini dapat disesuaikan dengan rencana. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itulah, Penyusun menyampaikan rasa terimakasih kepada yang terhormat Ibu Fitriyani Pulungan,SST. M.Kes selaku Dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Perempuan Dan Anak Dengan Kondisi Rentan dapat terselesaikannya makalah ini yang berjudul “Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)”. Saya menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itulah kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Atas perhatian dan tanggapan dari pembaca kami ucapkan terimakasih.



Medan, 29 Januari 2021



Penulis



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



iii



|



DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................................i VISI DAN MISI.............................................................................................................................ii KATA PENGANTAR..................................................................................................................iii DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii KEBUTUHAN KHUSUS PADA PERMASALAHAN SOSIAL LGBT & IBU PEGANTI ............................................................................................................Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN..........................................................................................................................3 URAIAN MATERI........................................................................................................................3 TES FORMATIF.........................................................................................................................26 RANGKUMAN............................................................................................................................29 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................31



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



| iv



Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)



 120 Menit



PENDAHULUAN



.



Deskripsi Singkat



Modul ini berjudul Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Psikologis



Definisi Singkat Melalui modul Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial ini diharapkan dapat membantu anda dalam mengetahuinya.



Relevasi Materi dalam modul ini berkaitan dengan Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Konsep Kebidanan.



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



|5



Tujuan pembelajaran Tujuan Umum



Mahasiswa mampu Mengenali dam mengetahui Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)



Tujuan Khusus



Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu : 1. Menjelaskan kebutuhan khusus pada permasalahan social LGBT 2. Menjelaskan kebutuhan khusus pada permasalahan Ibu Peganti



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



|6



URAIAN MATERI Kebutuhan Khusus Pada Permasalahan Sosial: LGBT dan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)



Defenisi LGBT LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Awalnya pada tahun 1990, LGBT digunakan untuk merujuk pada kelompok homoseksual dan transgender saja. Sekarang, singkatan ini melingkupi lebih banyak orientasi seksual dan beragam identitas gender. Untuk menunjukkan representasi yang lebih menyeluruh, singkatan LGBT berkembang menjadi LGBTQIA atau LGBTQ+. Meskipun begitu, LGBT memang lebih umum digunakan sebagai istilah yang merepresentasikan kelompok dengan orientasi seks dan gender yang berbeda dari heteroseksual dan cisgender (berkaitan dengan jenis kelamin). LGBT mencakup orientasi seksual dan identitas seksual yang bervariasi di luar dari orientasi seks dan gender yang umum ditetapkan dalam masyarakat, yaitu heteroseksual dan cisgender. Saat memahami perbedaan orientasi seksual dan gender pada LGBT, penting untuk diketahui bahwa orientasi seksual dan identitas gender adalah dua hal yang berbeda. Orientasi seksual merujuk pada ketertarikan secara seksual, romantis, ataupun emosional pada individu lain yang memiliki jenis kelamin atau identitas gender tertentu. Jenis-jenis orientasi seksual dalam LGBT contohnya adalah homoseksual, biseksual, panseksual, aseksual dan lain-lain. Sementara identitas atau ekspresi gender adalah perasaan internal atau kesadaran yang berasal dari dalam diri yang mendefinisikan seseorang sebagai perempuan, laki-laki, transgender, bigender, nonbinary, dan lain-lain. Namun, identitas gender tidak berkaitan dengan kondisi biologis seseorang yang ditunjukkan dari jenis kelamin atau kode genetik. Sebagai contoh, seseorang bisa mendefinisikan dirinya sebagai perempuan meskipun ia terlahir dengan jenis kelamin laki-laki dan memiliki kromosom XY. Setiap orang dapat memiliki orientasi seksual dan identitas gender sekaligus. Namun, suatu identitas gender tidak lantas menentukan orientasi seksual tertentu seperti pada konsep cisgender dan heteroseksual. Begini misalnya, seorang yang mengidentifikasi gendernya ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



|7



sebagai laki-laki tidak pasti hanya tertarik secara seksual pada perempuan yang merupakan lawan jenisnya. Ia bisa memiliki orientasi seksual pada gender nonbiner atau individu lain yang memiliki kepribadian tertentu terlepas dari jenis kelaminnya. Singkatan LGBT berkembang seiring waktu karena pengertian orientasi seksual dan identitas gender juga terus diperbarui. Hal ini sesuai dengan perkembangan ilmu sosial dan sains. Tak hanya lesbian, gay, biseksual, dan transgender, terdapat beragam orientasi seks dan ekspresi gender pada LGBT. Melansir pengertian dari LGBTQIA Resource Center, berikut ini adalah beberapa istilah yang terlingkupi dalam LGBT atau LGBTQ+. 1. Lesbian Orientasi seksual dalam LGBT ini menggambarkan perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap individu dengan jenis kelamin perempuan atau orang yang mengidentifikasi dirinya dengan gender perempuan. Artinya, seorang transpuan juga bisa dikatakan sebagai lesbian ketika tertarik terhadap transpuan lain atau individu dengan jenis kelamin perempuan. Transpuan adalah seseorang yang berjenis kelamin pria, tetapi mendefinisikan dirinya sebagai wanita.



2. Gay Istilah ini sering dipakai untuk merujuk pada individu berjenis kelamin lakilaki yang saling memiliki ketertarikan satu sama lain, padahal lesbian juga termasuk ke dalam gay. Begitu pun dengan individu dengan gender pria, terlepas dari kondisi biologisnya, yang tertarik dengan individu dengan jenis kelamin laki-laki bisa disebut ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



|8



gay. Secara informal, seorang biseksual dan panseksual juga sering menyebut dirinya sebagai gay ketika mereka tertarik pada individu lain yang memiliki orientasi seksual yang sama. Sederhananya, istilah gay dalam LGBT merujuk pada seseorang yang memiliki ketertarikan terhadap individu lain yang memiliki orientasi seksual atau gender yang sama.



3. Biseksual Seringnya biseksual hanya diartikan sebagai ketertarikan pada individu dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, padahal definisi ini kurang tepat. Biseksual menggambarkan ketertarikan pada setiap gender, tidak hanya perempuan atau lakilaki, tetapi juga transgender, gender biner, nonbiner, dan lain-lain.



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



|9



4. Transgender Istilah transgender merujuk pada setiap orang yang memiliki ekspresi gender (sifat maskulin dan feminin) yang berbeda dari gender yang berkaitan dengan jenis kelamin atau kode genetiknya saat lahir. Seseorang bisa mendefinisikan dirinya sebagai transgender terlepas dari apakah ia sudah melakukan operasi ganti kelamin atau terapi hormon. Begitu pun dengan individu yang telah melakukan perubahan identitas secara formal, menyangkut nama dan jenis kelamin.



5. Queer Istilah queer ada dalam LGBTQIA atau LGBTQ+ yang menunjukkan identitas spesifik pada individu yang tidak termasuk ke dalam kategori cisgender atau heteroseksual. Meskipun bisa merujuk berbagai orientasi seks atau gender, queer ini tidak bisa menggantikan istilah orientasi seks dan gender yang lebih spesifik. Istilah ini sebaiknya hanya digunakan oleh kelompok heteroseksual dan cisgender untuk merujuk individu yang secara jelas mengungkapkan dirinya sebagai queer. 6.



+(plus) Tanda + (plus) pada singkatan LGBTQ+ merangkum orientasi seksual dan identitas gender yang tidak termasuk di dalam lima huruf sebelumnya, seperti di sebutkan di bawah ini.







Nonbiner: seseorang yang tidak merujuk secara eksklusif pada gender pria ataupun wanita. ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



10



|







Aseksual: individu yang tidak sama sekali atau sedikit memiliki ketertarikan seksual pada orang lain meskipun bisa mengalami ketertarikan secara romantis.







Interseks: istilah interseks merujuk pada inividu yang terlahir dengan karakter biologis (hormon, kode genetik, dan jenis kelamin) yang bervariasi. Hal ini menyebabkan tubuhnya tidak bisa digolongkan ke dalam tubuh perempuan atau lakilaki.







Panseksual: ketertarikan seksual, romantis, atau emosional pada individu lain yang memiliki kepribadian tertentu, terlepas apapun gender atau orientasi seksualnya.



 Penyebab perbedaan orientasi seksual dan gender pada LGBT Masih banyak pandangan yang menyebutkan LGBT sebagai penyakit sosial, gangguan mental, atau praktik seksual yang menyimpang. Nyatanya, belum ada konsensus (kesepakatan) di antara peneliti yang menyatakan perbedaan orientasi seksual dan gender dalam LGBT berkaitan dengan penyakit jiwa, trauma psikologis, atau gangguan seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 50 tahun terakhir, hingga saat ini para ahli pun belum dapat menjelaskan secara pasti penyebab dari LGBT serta mengapa seseorang bisa memiliki orientasi seksual tertentu. Sementara untuk identitas gender, hal ini lebih berhubungan dengan faktor psikologis. Artinya, bagaimana individu memahami dirinya secara internal dan mencoba merepresentasikan dirinya ke luar melalui ekspresi gender.  Faktor penyebab LGBT Namun, laporan dari Association for Psychological Science yang merangkum berbagai hasil riset terkini menunjukkan ada beberapa faktor yang kemungkinan berkaitan dengan pembentukan orientasi seksual seseorang. 



Setiap orang dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda memiliki perasaan non-heteroseksual atau ketertarikan seksual di luar dari sesama jenis. Karakter ini setidaknya muncul dalam persentase kecil tapi tetap berpengaruh.







Orientasi seksual pada laki-laki dan perempuan bisa dipengaruhi dengan faktor yang berbeda. Pada laki-laki, orientasi seksual lebih cenderung berkaitan dengan pola rangsangan seksual dibandingkan perempuan. ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



11



|







Faktor biologis termasuk hormon di masa kehamilan dan profil genetik bisa menentukan orientasi seksual seseorang. Meski begitu, hal ini tidak selalu terjadi pada setiap orang.







Dari bukti yang ada, para ahli menduga faktor biologis dan lingkungan sosial saling terkait untuk mempengaruhi orientasi seksual seseorang.







Penemuan penelitian tidak dapat mendukung konsep bahwa seseorang bisa mempelajari atau diajarkan untuk memiliki orientasi seksual tertentu.







Masih sedikit temuan yang memperkirakan orientasi seksual yang berbeda dari heteroseksual menjadi semakin banyak seiring dengan meningkatnya toleransi sosial. Para ahli juga memahami bahwa orientasi seksual lebih bersifat seperti



spektrum dibandingkan sebuah kualitas yang absolut (tetap). Ada individu yang berada di sisi yang cenderung heteroseksual, adapula yang di tengah, atau di sisi berlawanan yaitu spektrum gay. Oleh karena itu, seseorang mungkin bisa mengalami perubahan orientasi seksual sepanjang hidupnya. Di tengah perdebatan yang sengit mengenai LGBT, banyak yang salah memahami arti atau konsep sebenarnya dari singkatan ini. Istilah LGBT merangkul keanekaragaman orientasi seksual dan identitas gender yang terus berkembang seiring waktu. Kebutuhan Khusus Permasalahan Sosial pada LGBT Informasi yang diperoleh dari Kemenkes secara keseluruhan terdapat peningkatan jumlah Waria secara bermakna antara tahun 2002 dan 2009, tetapi tidak terdapat peningkatan bermakna dari tahun 2009 dan 2012. Populasinya tidak ada yang pasti namun mengacu data populasi rawan terdampak HIV jumlah waria diperkirakan mencapai 597 ribu orang, sedangkan Lelaki yang seks dengan lelaki termasuk biseksual mencapai lebih dari 1 juta orang [Kemenkes RI, 2014]. Sumber lain dari menyebutkan jika menggunakan prevalensi dari populasinya bisa mencapai 3 juta. Sedangkan populasi lesbian belum banyak diketahui. Pandangan masyarakat mengenai isu LGBT masih beragam tergantung latar belakang budaya, agama, kelompok sosial, media, keluarga, pergaulan sebaya, gender dan interaksi dengan individu LGBT [Lehman & Thornwel]. Tingkat penolakan, dan penerimaan terhadap LGBT sangat tergantung pada ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



12



|



faktor faktor di atas. LGBT di Indonesia masih merupakan hal yang tabu khususnya bagi kelompok yang pemikirannya didasari agama. Sebagian besar menghujat perilaku dan orientasi seksual kelompok LGBT ini. MUI bahkan sudah mengeluarkan fatwa yang menolak praktek hubungan badan dan perkawinan sesama jenis. Ada juga sebagian masyarakat bersikap netral, menerima keadaan LGBT namun tidak mendukung LGBT melakukan kegiatan secara terbuka. Kelompok ini beranggapan semua orang mempunyai hak yang sama untuk hidup, memenuhi hak hak sebagai manusia namun tetap mempertimbangkan konteks lokal. Sedangkan kelompok yang pendukung adalah kelompok LGBT, para aktivist dan penggerak kesetaraan yang menginginkan LGBT juga punya hak yang sama tanpa batasan dalam konteks apapun, termasuk dalam perkawinan sejenis. Pada umumnya kelompok LGBT yang terbuka di Indonesia masih mengalami banyak kekerasan dan diskriminasi dalam kesempatan kerja dan tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan [UNDP,2014]. LGBT sulit mengakses pekerjaan, terutama pekerjaan di sektor formal, karena banyak pemberi kerja yang homophobic dan karena lingkungan (pada umumnya) tidak ramah terhadap kaum LGBT. Sementara, mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan juga kerap mengalami perlakuan diskriminatif seperti dihina, dijauhi, diancam, dan bahkan mengalami kekerasan secara fisik (ILO,2014]. Dalam dunia kerja, kelompok LGBT yang masih tertutup, dalam situasi tertentu masih dapat masuk ke dunia kerja tanpa diskriminasi berarti, hal sebaliknya terjadi pada kelompok yang terbuka. Oleh karena itu LGBT yang terbuka lebih banyak mengembangkan diri pada situasi pekerjaan yang tidak begitu terikat dengan norma-norma seperti menjadi wirausaha mandiri. Sedangkan kelompok transgender (waria) adalah kelompok yang paling banyak mendapatkan diskriminasi karena penampilannya yang berbeda. Kelompok ini banyak mengembangkan diri pada sektor –sektor informal seperti salon, industri kreatif, hiburan dan beberapa diantaranya masuk dalam dunia prostitusi. Kelompok LGBT umumya mengharapkan perlakuan yang lebih seimbang dan adil dari Pemerintah, mereka ingin orientasi seksual dan perilaku seksual ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



13



|



tidak menjadi hambatan bagi mereka dalam bermasyarakat, berkarya, berprestasi dan berkontribusi dalam pembangunan. Masyarakat sendiri masih memiliki stigma terkait dengan LGBT, khususnya akibat paparan media yang berlebihan dan tindak laku LGBT itu sendiri yang mendatangkan kekhwatiran, seperti kasus HIV AIDS, dan kasus kejahatan seksual pada anak, ditambah lagi berlawanan dengan pemikiran yang dilandasi agama.  LGBT dan Kesehatan Mental Pada awalnya, LGBT dikategorikan sebagai salah satu gangguan mental. Akan tetapi, pada tahun 1975, American Psychological Association menyatakan bahwa orientasi seksual seseorang, seperti lesbian, gay, dan biseksual, bukanlah merupakan gangguan mental. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga berencana untuk menghapus transgender dari kategori gangguan mental. Transgender kemudian akan diklasifikasikan ke dalam istilah ketidaksesuaian gender. Putusan-putusan ini dibuat karena para ahli psikologi tidak menemukan adanya hubungan antara orientasi dan identitas seksual dengan kondisi kesehatan mental seseorang. Sebaliknya, orientasi dan identitas seksual seseorang dianggap sebagai aspek normal dari seksualitas manusia. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa LGBT bukanlah merupakan gangguan mental. Kendati demikian, Anda tentu bisa saja memiliki pendapat atau pandangan Anda sendiri mengenai LGBT. Namun, ada baiknya kita tidak memandang sebelah mata atau mendiskriminasi kelompok LGBT. Pasalnya, penelitian menyebutkan bahwa kelompok LGBT lebih berisiko menderita berbagai gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, hingga melakukan percobaan bunuh diri, akibat diskriminasi yang diterimanya dari masyarakat. Jika Anda mengalami masalah mengenai identitas maupun orientasi seksual Anda, jangan ragu berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.



Defenisi Ibu Peganti Salah satu dari penemuan teknologi sains modern yang sangat bermanfaat bagi manusia adalah penemuan inseminasi buatan pada manusia. Inseminasi buatan yang di maksud adalah penghamilan buatan yang di lakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



14



|



rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Istilah yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permanian buatan. Penemuan ini sangat bermanfaat bagi manusia, terutama bagi pasangan suami istri yang tidak bisa mendapatkan anak dengan cara alami. Masalah bayi tabung, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu berasal dari ikatan suami istri yang sah, maka hal tersebut dibolehkan. Tetapi, jika sperma dan ovum yang dipertemukan tersebut bukan berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu tidak dibenarkan bahkan dianggap sebagai perzinahan terselubung. Dengan adanya kemunculan inseminasi bayi tabung, cara yang dilakukan semakin luas dimana ketika inseminasi ini beralih pada penyewaan rahim Penyewaan rahim sendiri adalah suatu perjanjian yang biasanya memiliki persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis) atau perjanjian itu berupa kontrak (bisnis). Dalam pengertian lain sewa rahim adalah menyewa atau mengunakan rahim wanita lain yang bukan istri untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (yang kebiasaannya suami isteri) kemudian janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan kepada pasangan suami isteri itu untuk dipelihara dan anak tersebut akan disebut sebagai anak mereka dari sudut undang-undang. Pengertian ini dikenal dengan sewa rahim, kerana lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak ini akan membayar sejumlah uang dalam jumlah besar kepada ibu yang mengurus untuk mencari ibu yang sanggup mengandung anak dari benih mereka dan dengan syarat ibu sewa tersebut akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan. Bayi tabung pertama kali berhasil dilakukan di Inggris di pasangan suami Istri Brown, kemudian semakin berkembang dan bergeser menjadi sewa rahim. Pusat sewa rahim terkenal di dunia adalah India. Dalam beberapa tahun terakhir praktik tersebut meningkat di Cjennai, bagian selatan India. Hal tersebut memunculkan lebih dari 12 rumah sakit siap melaksanakan prosedur sewa rahim terhadap 150 perempuan dan mayoritas yang siap menjadi ibu pengganti berasal dari kelurga miskin yang rela mengandung bayi orang lain demi mendapat bayaran. Pelaksanaan peminjaman rahim di Indonesia mengalami kendala tidak adanya payung hukum (aturan perundang-undangan) yang mengatur peminjaman rahim serta pertimbangan etika berdasarkan norma-norma yang berlaku di ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



15



|



Indonesia. Dilihat dari aspek hukum perjanjian, perjanjian peminjaman rahim tidak mempunyai aturan hukum yang jelas, terlebih lagi objek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim, yaitu rahim, baik benda maupun difungsikan sebagai jasa. Karena keberadaannya yang belum mempunyai payung hukum, peminjaman rahim menimbulkan kekhawatiran para pihak yang menjalaninya bahwa perbuatan tersebut adalah illegal. Namun secara yuridis terdapat beberapa pasal dalam KUH Perdata yang dapat digunakan untuk mengkaji substansi dari perjajian peminjaman rahim yaitu Pasal 1320 KUH Perdata 5. Dalam perjanjian peminjaman rahim apabila dikaitkan dengan syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata maka terdapat beberapa hal yang perlu dipertanyakan. Salah satunya adalah mengenai hal tertentu yang diatur dalam perjanjian peminjaman rahim, dimana dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang tentang Kesehatan disebutkan bahwa teknologi reproduksi untuk membantu kehamilan diluar ilmiah hanya dapat dilakukan dengan metode bayi tabung. Dalam hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”6. Hal ini berarti bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi atau isi dari perjanjian. Lalu bila dihubungkan dengan syarat sah perjanjian, bagaimana kedudukan dari perjanjian peminjaman rahim tersebut, ketika dalam suatu perjanjian peminjaman rahim kedua belah pihak yaitu pasangan suami istri dan calon ibu pengganti sama-sama bersedia dan telah bersepakat untuk melakukan perjanjian peminjaman rahim tersebut. Menurut Sonny Dewi Judiasih, Susilowati Suparto Dajaan dan Deviana Yuanitasari, Surrogate Mother merupakan teknik bayi tabung (fertilisasi in vitro), yaitu di mana sperma dan ovum pasangan suami istri yang di proses dalam tabung, lalu dimasukan kedalam rahim orang lain, bukan kedalam rahim istri. Perempuan yang bersedia dititipkan embrionya tersebut disebut surrogate mother, umumnya dengan perjanjian antara surrogate mother dengan pasangan suami istri yang ingin menggunakan jasa surrogate mother tersebut yang biasa disebut dengan intended parent, dalam isi perjanjian ini surrogate mother, diberi biaya untuk kebutuhan selama proses mengandung anak tersebut, saat proses melahirkan, dan setelah ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



16



|



melahirkan. Surrogate mother, ini setelah melahirkan anak tersebut harus menyerahkan kepada intended parent. Adapun jenis sewa Rahim, memiliki klasifikasi yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Traditional surrogacy;



Traditional Surrogacy adalah suatu kehamilan yang mana sang wanita menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan kemudian mengandung atas janinnya serta melahirkan anakya untuk orang lain atau kehamilan yang berasal dari suatu inseminasi buatan, dimana ovum (sel telur) berasal dari si wanita yang hamil dan mengandung bayi tersebut dalam suatu jangka waktu kehamilan, kemudian melahirkan anak untuk pasangan lain. 2. Gestational surrogacy;



Gestational Surrogacy merupakan suatu kehamilan yang berasal dari sel telur atau ovum seoang wanita yang telah dibuahi oleh sperma seorang pria (umumnya pasangan dari wanita pemilik ovum) yang dikandung dalam Rahim wanita lain (si ibu pengganti) hingga si ibu pengganti tersebut melahirkan. 3. Intended mother



Intended Mother adalah wanita lajang atau yang memiliki pasangan yang menghendaki kehamilannya dilakukan oleh wanita lain yang menyetujui untuk dihamili dengan janin dari sel telurnya sendiri maupun dari hasil donasi melalui suatu perjanjian bisnis “Intended Mother” diartikan sebagai “Ibu yang menginginkan kehamilan” yang mana hak atas anak dialihkan kepadanya seteah sang anak lahir. Peraturan terkait surrogacy di Indonesia tidak mempunyai ketentuan yang mengatur mengenai surrogate mother. Di Indonesia menyiratkan bahwa melarang praktik surrogate mother, tetapi pada kenyataannya terjadi dibeberapa wilayah yang dilakukan secara diam-diam dan dengan cara kekeluargaan. Peraturan yang dapat dikatakan secara ketentuan, sebagai berikut : 1. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 127 ayat 1. 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Menkes/SK/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu. 3. Peraturan Pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



17



|



Pasal 1 angka 10, Pasal 40 ayat (1-4), Pasal 43 ayat (1), dan ayat (3). Dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diatur bahwa kehamilan di luar cara alamiah hanya dilakukan oleh pasangan suami- istri yang sah dengan syarat sebagai berikut 12 : 1) Hasil sperma dan ovum dari suami-istri yang bersangkutan di tanamkan dalam rahim istri dari mana ovum itu berasal. 2) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan hal itu. 3) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Secara gramatikal bisa ditafsirkan bahwa yang boleh dilakukan oleh hukum di Indonesia adalah metode pembuahan sperma dan ovum dari pasangan suamiistri yang sah yang ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal yang dikenal Sedangkan tujuan dilakukannya sewa rahim ini berbagai macam, diantara adalah: 1. Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa kerana ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalangnya dari mengandung dan melahirkan anak. 2. Rahim wanita tersebut dibuang kerana pembedahan. 3. Wanita tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya dengan mengelakkan dari terkesan akibat kehamilan. 4. Wanita yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause). 5. Wanita yang ingin mencari pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang lain. Kebutuhan Khusus Permasalahan Sosial Ibu Pegantti



Salah satu teori Sosiologi yang mendukung adanya perubahan dalam masyarakat adalah “Teori Perubahan Sosial” melalui teori Evolusioner (Horton dan Hunt, 1992) 7. Dimana perkembangan teknologi tinggi masa kini adalah bukti adanya perubahan kehidupan dalam masyarakat, yang gejala-gejalanya ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



18



|



perubahan tersebut menyangkut pada bidang seni, sastra, hukum, moral, agama, perdagangan dan lainnya yang tak ketinggalan juga adalah bidang teknologi. Bidang ini ternyata telah membawa pengaruh dalam kehidupan manusia yang secara sosial sifat dasar manusia salah satunya adalah hidup berkelompok, dan berinteraksi satu dengan lainnya. Program Surrogate Mother secara sosiologis dapat di lihat sebagai suatu perubahan sosial dimana faktor dinamika manusia yang kreatif secara terbuka mereka menciptakan kondisi perubahan tersebut atas dasar kebutuhannya, walaupun dalam proses perubahan tersebut terkadang menimbulkan reaksi konflik dalam arti ada yang pro dan kontra. Dengan adanya reaksi yang positif ataupun negatif tentang suatu perubahan sosial, hal ini juga dijelaskan dalam teori sosiologi yaitu teori Konflik yang dalam premis- premisnya menjelaskan bahwa: “Setiap orang memiliki kepentingan



sendiri-sendiri,



setiap



orang



akan



berusaha



mewujudkan



kepentingan itu, dan cara yang digunakan untuk mewujudkan kepentingan itu adalah dengan menggunakan suatu kekuatan. Menyimak orang berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk bisa memenuhi apa yang menjadi kepentingannya



yaitu



memiliki



seorang



anak



dengan



Rahim/Surrogate Mother. Walaupun dalam upaya ini



program



orang



Sewa



tidak boleh



melupakan akan kebesaran Allah sebagai pemilik alam semesta, karena tanpa ijin Nya maka segala perubahan itu tidak akan terwujud. Menurut Selo Soemarjan pakar Sosiologi menjelaskan bahwa penyebab perubahan sosial adalah karena anggota masyarakat pada suatu waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupan yang lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga sosial atau saranasarana penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi kehidupannya yang baru. Selanjutnya menurut Syarbini dan Rusdiyanta (2009) dijelaskan pula bahwa secara umum penyebab perubahan sosial budaya dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu: 1) Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri salah satunya adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai suatu kesadaran orang ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



19



|



perorangan akan kekurangan dari kebudayaannya, kualitas ahli dalam suatu kebudayaan serta rangsangan masyarakat berinovasi; dan 2) Perubahan berasal dari lingkungan alam fisik disekitar manusia, bersumber pada lingkungan fisik yang kadangkadang disebabkan oleh tindakan para warga masyarakat, seperti penebangan liar oleh segolongan masyarakat hingga terjadi tanah lonsor, banjir dan lainnya. Pada situasi saat ini ternyata perkembangan teknologi di bidang kesehatan telah membuka jalan untuk suatu potensi jalan keluar bagi dunia kesehatan yang pada perkembangannya menampilkan isu etika dan moral yang sebelumnya tidak terfikirkan oleh masyarakat. Hal itu adalah perkembangan teknologi dibidang kesehatan khususnya yang berkaitan dengan teknologi dibidang Reproduksi. Mengingat pada kenyatannya terdapat kurang lebih 10 % dari pasangan suami isteri tidak dikaruniai keturunan (Infertil), sedangkan kecil kemungkinannya bagi mereka melakukan adopsi anak (Thamrin, 2014). Perkembangan di bidang kedokteran, sosial dan hukum di seluruh dunia membuka jalan bagi surrogate mother modern komersial, sejarah surrogate mother dimulai pada tahun 1870 di China, akhirnya pada tahun 1985 di Amerika Serikat, seorang perempuan sukses yang pertama hamil sebagai ibu pengganti dan melahirkan tahun 1986, sekaligus memunculkan persoalan hukum pertama, dimana ibu pengganti tidak mau menyerahkan bayi ke ibu genetik. Teknik ibu pengganti dapat diartikan sebagai penggunaan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah dibuahi oleh benih lelaki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Perempuan yang menggunakan rahimnya untuk hamil dimana janin yang dikandungnya tersebut milik wanita lain dan setelah bayi lahir hak kepemilikan atau hak asuh bayi tersebut diserahkan kepada wanita lain dan ayah dari bayi tersebut. Praktek surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah (Yendi, 2011). Kaidah ini dikenal juga dengan sewa rahim karena lazimnya pasangan suami isteri yang ingin memiliki anak ini akan memberikan imbalan kepada ibu ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



20



|



pengganti yang sanggup mengandung benih mereka, dengan syarat ibu pengganti tersebut akan menyerahkan anak setelah dilahirkan atau pada waktu yang telah ditetapkan sesuai perjanjian. Teknik ibu pengganti biasanya dilakukan bila istri tidak mampu atau tidak boleh hamil atau melahirkan. Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim wanita lain bukan istri walaupun bayi itu menjadi milik pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak tersebut. Secara umum terdapat lima bentuk tipe teknik sewa rahim (Yendi, 2011), yaitu: 1) Sel telur isteri dipertemukan dengan sperma suami, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki sel telur yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan, akibat penyakit yang kronik atau sebabsebab yang lain. 2) Sama dengan tipe yang pertama, kecuali sel telur dan sperma yang telah dipertemukan tersebut dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu pengganti setelah kematian pasangan suami isteri itu. 3) Sel telur isteri dipertemukan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi sel telur isteri dalam keadaan baik. 4) Sperma suami dipertemukan dengan sel telur wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri mengalami penyakit pada kandung telur dan rahimnya sehingga tidak mampu menjalani kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap menopause. 5) Sperma suami dan sel telur isteri dipertemukan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil. Hukum Indonesia adalah metode bayi tabung yaitu metode pembubuhan antara sperma milik suami dan ovum milik istri yang terikat dalam perkawinan yang sah di mata hukum yang kemudian ditanam di rahim istri yang ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



21



|



bersangkutan atau ditanamkan dalam rahim istri dimana ovum itu berasal. Sedangkan metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut, dalam hal ini ibu pengganti atau surrogate mother atau penititipan embrio ke dalam rahim wanita lain secara hukum belum dapat dilakukan di wilayah hukum Indonesia. Dalam prakteknya, peminjaman rahim atau ibu pengganti membuka peluang lebar adanya anak yang dilahirkan di luar nikah. Seorang gadis atau janda yang bersedia untuk melahirkan tanpa nikah dan hanya melalui penyewaan rahimnya saja, dapat membawa dampak buruk serta penderitaan terhadap masa depan anak, di antaranya adalah : 1)Anak terlahir dengan status anak di luar nikah 2)Anak kehilangan hak waris orang tua kandungnya 3)Anak mendapat stigma buruk di masyarakat 4)Anak tersebut dapat disangkal oleh orang tua kandungnya maupun oleh orang tua titipan Mengenai point di atas, dalam pelaksanaannya anak yang dihasilkan dari proses sewa rahim, sangat memungkinkan adanya penolakan atau sangkalan dari dua pihak sekaligus. Pertama dari orang tua kandung, kedua dari orang



tua



biologis (yang punya benih). Di bawah ini beberapa kemungkinan terjadinya penolakan anak : 1) Jika anak terlahir dari ibu kandung (yang disewa rahimnya) dan status ibu tersebut tidak terikat oleh suatu perkawinan yang sah, maka anak yang dilahirkannya itu dapat saja ditolak oleh ayah biologisnya (penitip sperma) karena biaya yang dijanjikan ternyata tidak ada, apalagi jika anak tersebut terlahir dalam keadaan cacat, dengan dalil bahwa anak tersebut bukan anaknyakarena tidak terlahir dalam ikatanperkawinan yang sah. Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.Kemudian pasal 250 KUH Perdata menentukan bahwa anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



22



|



ayahnya. 2) Jika anak terlahir dari ibu kandung (yang disewa rahimnya) dan status ibu tersebut terikat oleh suatu perkawinan yang sah, maka anak yang dilahirkannya itu dapat ditolak oleh suami dari ibu tersebut. Dengan dalil Pasal 44 UndangUndang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang menentukan : a. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bila ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan. b. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwasanya begitu menderitanya anak yang dilahirkan melalui praktek sewa rahim atau ibu pengganti. Anak dapat kehilangan statusnya sesaat setelah dilahirkan sekaligus kehilangan hakhaknya sebagai manusia. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat pengaturan dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah, sedangkan Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Di Indonesia, status anak yang lahir dari ibu pengganti dalam kaitan dengan pengaturan Undang-Undang Perkawinan, bahwa anak tersebut merupakan anak sah dari ibu pengganti, bukan anak dari orang tua yang menitipkan benih di rahim ibu pengganti. Sebenarnya secara biologis, anak yang dilahirkan oleh si ibu pengganti dari adanya sewa rahim tersebut adalah anak dari si pasangan suami dan istri tersebut, hanya saja dilahirkan melalui perempuan lain. Akan tetapi, mengenai hal ini terdapat beberapa pendapat., untuk melihat golongan anak dari kasus surrogate mother, harus dilihat dulu status perkawinan dari wanita surrogate. Anak yang dilahirkan dari sewa rahim dapat berstatus sebagai anak di luar perkawinan yang tidak diakui, jika status wanita surrogate-nya adalah gadis atau janda. Dalam hal ini, anak yang dilahirkan adalah anak di luar perkawinan yang tidak diakui, yaitu anak yang dilahirkan karena zina, yaitu ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



23



|



akibat dari perhubungan suami atau isteri dengan laki-laki atau perempuan lain. Akan tetapi, anak tersebut dapat menjadi anak sah jika status wanita surrogate-nya terikat dalam perkawinan yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan adalah anak sah pasangan suami isteri yang disewa rahimnya, sampai si bapak (suami dari wanita surrogate) mengatakan “Tidak” berdasarkan Pasal 251, Pasal 252, dan Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dengan pemeriksaan darah atau DNA dan keputusan tetap oleh pengadilan dan juga berdasarkan atas Undang-Undang Perkawinan Pasal 44 yang mengatur bahwa : “Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bila mana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut.” Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan. Adanya praktik surrogate mother yang dilakukan oleh masyarakat, menimbulkan banyak persoalan-persoalan hukum, yang harus direspon oleh semua pihak karena ketidakjelasan payung hukumnya. Bukan hanya itu terdapat pula berbagai masalah dari segi sosial dalam pelaksanaan Surrogate Mother. Sebuah studi yang dilakuan Research Centre Psikologi Keluarga dan Anak di University of City, London, Inggris pada tahun 2002 menyimpulkan bahwa ibu pengganti mengalami kesulitan melepaskan anak dan bahwa ibu dimaksudkan menunjukkan kehangatan yang lebih besar pada anak dari ibu hamil secara alami (Jadva V, etal., 2003; Golombok S, etal., 2004; Golombok S, etal, 2011). Studi antropologi kepada ibu pengganti, menunjukkan bahwa ibu pengganti terlibat dalam berbagai teknik distancing seluruh kehamilan, untuk memastikan bahwa mereka tidak menjadi emosional melekat pada bayi. Banyak ibu pengganti sengaja mencoba untuk membantu perkembangan keterikatan emosional antara ibu genetic dengan anak (Teman E,2003; Teman E, 2003; Teman E, 2010). Meskipun ibu pengganti umumnya melaporkan merasa puas dengan pengalaman mereka sebagai pengganti, ada kasus-kasus dimana tidak sesuai harapan yang terkait ketidakpuasan. Beberapa wanita merasa pada tingkat tertentu merasa dihormati oleh pasangan (Ciccarelli, ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



24



|



etal., 2005). Beberapa wanita mengalami gangguan emosi ketika berpartisipasi sebagai ibu pengganti. Hal ini bisa disebabkan kurangnya terapi dan dukungan emosional (Ciccarelli, etal., 2005). Beberapa wanita memiliki reaksi psikologis ketika menjadi ibu pengganti. Ini termasuk depresi ketika menyerahkan anak, kesedihan, dan bahkan penolakan untuk melepaskan anak (Milliez J, 2008). Sebuah studi dari Pusat Penelitian Keluarga di Universitas Cambridge menemukan bahwa surrogate mother



tidak memiliki dampak negatif pada anak-anak dari ibu pengganti itu



sendiri (Imrie S., etal., 2012). Para peneliti tidak menemukan perbedaan secara negatif atau positif penyesuaian anak pada ibu pengganti (Golombok S, etal., 2011). Agama yang berbeda mengambil pendekatan yang berbeda untuk surrogate mother, berhubungan dengan sikap mereka pada teknologi reproduksi. Masalah etika yang mengemukan antara lain kekhawatiran tentang eksploitasi, komodifikasi, dan paksaan ketika wanita dibayar untuk menjadi hamil



dan melahirkan, terutama dalam kasus dimana ada besar perbedaan



kekuasaan antara pihak pasangan dengan ibu pengganti, kepatutan pandangan masyarakat



untuk



mengizinkan



perempuan



untuk



membuat



kontrak



menggunakan tubuh, perlindungan hak asasi perempuan sebagai ibu pengganti, kewajaran kontrak sebagai ibu pengganti, kewenangan yuridiksi memutuskan yang bertentangan dengan nurani ibu pengganti, instink seorang ibu (Schenker JG, 2008)



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



25



|



TES FORMATIF



1. a. b. c. d.



Kepanjangan LGBT adalah…. lesbian, gay, biseksual, dan transgender. gay.lebian,biseksual, dan transgender gay dan transgender biseksual dan lesbian



2. Orientasi seksual dalam LGBT ini menggambarkan perempuan yang memiliki ketertarikan terhadap individu dengan jenis kelamin perempuan, pengertian dari… a. Gay b. Biseksual c. Transgender d. Lesbian



3. individu berjenis kelamin laki-laki yang saling memiliki ketertarikan satu sama, pengertian dari…. a. Biseksual b. Gay c. Lesbian d. Transgender



4. diartikan sebagai ketertarikan pada individu dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki,pengertian dari…. a. Biseksual b. Lesbian c. Gay d. Transgender



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



26



|



5. setiap orang yang memiliki ekspresi gender (sifat maskulin dan feminin) yang berbeda dari gender yang berkaitan dengan jenis kelamin atau kode genetiknya saat lahir,pengertian dari... a. lesbian b. gay c. transgender d. biseksual



6. menyewa atau mengunakan rahim wanita lain yang bukan istri untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (yang kebiasaannya suami isteri),pengertian dari… a. lesbian b. Ibu kanduang c. Ibu peganti d. Ibu tiri



7. suatu kehamilan yang mana sang wanita menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan,pengertian dari… a. traditional surrogacy b. ibu pengganti c. gestational surrogacy d. ibu kandung



8. individu yang tidak sama sekali atau sedikit memiliki ketertarikan seksual pada orang lain meskipun bisa mengalami ketertarikan secara romantis. a. Lesbian b. Aseksual c. Panseksual d. Interseksi 9. :ketertarikan seksual, romantis, atau emosional pada individu lain yang memiliki kepribadian tertentu, terlepas apapun gender atau orientasi seksualnya, pengerian dari.. a. Aseksual b. Panseksual c. Lesbian



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



27



|



d. Gay 10. seseorang yang tidak merujuk secara eksklusif pada gender pria ataupun wanita, pengertian dari… a. aseksual b. lesbian c. nonbiner d. gay



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



28



|



RANGKUMAN Masyarakat yang berinteraksi langsung dengan LGBT dalam pekerjaan mau pun pernah bekerja sama atau pun menggunakan jasa LGBT tidak menolak keberadaan mereka di dalam bidang pekerjaan tertentu. Menurut informan, LGBT berhak dan bisa bekerja dimana pun yang sesuai dengan keahlian mereka. Semua informan berpendapat bahwa LGBT perlu mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana masyarakat lainnya. Bahkan sebagian informan berpendapat bahwa LGBT seharusnya lebih mendapatkan prioritas karena mereka berisiko penyakit menular seperti HIV. Sebagian besar informan tidak setuju dengan perkawinan sejenis karena bertentangan dengan agama dan informan kebingungan dengan bentuk keluarga mereka nantinya akan bagaimana. Ada juga informan yang mendukung perkawinan sejenis untuk dilegalkan oleh negara saja atau mungkin adat karena sebenarnya sejak dahulu, LGBT sudah ada dan diakui. Saya menyimpulkan bahwa dalam menyikapi Fenomena rahim sebagai objek perjanjian, perjanjian ini tidak dimungkinkan dilakukan di wilayah hukum Indonesia karena rahim tidak bisa menjadi objek perjanjian dan bertentangan dengan UndangUndang, ketertiban umum dan kesusilaan. Khususnya dalam hal penyewaan rahim di Indonesia belum memilki payung hukum yang pasti dan kedudukan perjanjian peminjaman rahim di Indonesia tidak diakui dan belum dilegalkan karena dianggap melanggar Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang tentang Kesehatan, bertentangan dengan kesusilaan, tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan melanggar isi dari Pasal 1339 KUH Perdata. Serta status anak dari hasil perjanjian peminjaman rahim adalah anak sah dari ibu pengganti baik yang terikat pernikahan yang sah maupun tidak, dan orang tua pembawa benih tidak mempunyai hubungan apapun menurut Pasal 42 dan 43 Undang-Undang tentang Perkawinan. Sehingga jika nantinya pemerintah membuat peraturan tentang fenomena sewa rahim ini maka hendaknya peraturan tersebut dengan tegas melarang praktek sewa rahim mengacu pada aspek sosial dan moral masyarakat yang menjurus kepada komodifikasi rahim. Serta melanggar hak dari sang anak yang nantinya lahir dari praktek sewa rahim. Demi ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



29



|



terciptanya ketertiban dan kepastian hukum. Harus ada aturan dan sanksi hukum yang jelas mengenai perjanjian ini agar tidak terjadi kesimpangsiuran hukum baik bagi pemerintah, masyarakat, maupun paramedis yang terlibat dalam proses surrogate mother tersebut. 3.2 Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



30



|



DAFTAR PUSTAKA Alifah, Nurul. 2018. Fenomena Sirrogate Mother (Ibu Pengganti) Dalam Perspektif Islam Ditinjau Dari Hadis dalam Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam Volume 14 (2) (hal 404-421). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Hello Sehat. 2021. Memahami LGBT, Istilah yang mencakup Berbagai Orientasi Seksual dan Gender. https://hellosehat.com/seks/tips-seks/apa-itu-lgbt/. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 Kharisa Ferida, Kisah Pilu 3 Perempuan Tukang Sewa Rahim di Inda, 2016, http://global.liputan6.com/read/2577811/kisah-pilu-3-perempuan-tukang-sewa-rahim-diindia. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022 Tandirerung, D. A. (2018). Analisis Perjanjian Innominaat Terhadap Peminjaman Rahim (Surrogate Mother) di Indonesia. Amanna Gappa. Wahhab. 2021. Memahami Istilah LGBT lebih dalam. https://dppkbpmd.bantulkab.go.id/memahami-istilah-lgbt-lebih-dalam/. Diakses pada tanggal 30 Januari 2022



ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN KONDISI RENTAN



| 31