Naskah Drama HILANG - Teater Abhinaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NASKAH DRAMA ‘HILANG’ TEATER ABHINAYA



SINOPSIS: Krisis moneter pada tahun 98’ membawa rakyat pada ketidakpastian hidup. Para buruh yang hilang arah akibat dirampas seragamnya. Teriak tanda tak menyerah para mahasiswa yang memperjuangkan hak dan keadilan, justru berakhir dalam dasar kelam. Demokrasi yang ditelanjangi sedemikian rupa melahirkan satu tanya: apakah masih ada Pancasila? "HILANG" menyuguhkan cerita tentang keluarga yang ditinggalkan. Dihadapkan pada kegelisahan dan ketidakpastian yang tak berkesudahan. Tama, seorang aktivis yang melakukan berbagai pergerakan dalam perjuangan mengembalikan HAM pada kedudukan yang seharusnya. Sampai pada akhirnya, kabar penghilangan paksa para aktivis sampai di telinga Bapak dan Ibu. Akankah Tama termasuk di dalam penculikkan itu? Jika benar, apakah Tama akan menemui pulang – atau justru terbaring dalam makam tanpa peta?



TOKOH: 1. 2. 3. 4. 5.



Ibu Tama Bapak Tama Naratama Bima/ Kawan Tama Bayu/ Kawan Tama



Penokohan : 1. Ibu Naratama



(42 Tahun)



2. 3. 4. 5.



(45 (21 (21 (21



Bapak Naratamma Naratama Bima Bayu



Tahun) Tahun) Tahun) Tahun)



= Mudah Cemas, tidak Realistis akan kehilangan seseorang = berdialek jawa, realistis = Penuh semangat, Idealis = Setia kawan = orang kaya, Setia kawan



OPENING Dibarisan tengah terdiri 3 mahasiswa: Naratama, Bayu, dan Bima. Dengan toa yang dipegang Bima disebelahnya, Naratama berorasi dengan lantang. Mereka membawa agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa; mengadili dan melengserkan Soeharto dan kroni-kroninya, melaksanakan amendemen UUD 45, menghapus dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di tengah melakukan orasi, barisan depan mengalami gesekan dengan aparat, sehingga mahasiswa berdesakan untuk mundur. Setelah berjam-jam melakukan aksi, akhirnya berujung ricuh. Keadaan pecah ketika apparat melakukan pemukulan ke beberapa mahasiswa dibarisan depan. Bayu dan Bima mulai panik, mereka turun dan membantu manarik mahasiswa lainnya untuk mundur. Mahasiswa yang berada dibarisan depan perlahan mundur dan naik ke atas panggung. Tetapi Naratama tetap berdiri, ia berupaya untuk mahasiswa tidak mundur dan tetap bergerak. Sumpah serapah tumpah dari mulutnya karena melihat temannya yang mendapatkan tindak pemukulan dari apparat. Keadaan sudah tidak dapat dikendalikan. Suara pukulan, tendangan, kepala dan tubuh yang diinjak, terdengar lebih nyaring dari teriakan. Akhirnya, Naratama turun dan membantu Bayu dan Bima yang melindungi dan manarik mahasiswi untuk mundur ke belakang. Set Panggung Layar ditutup, di depan panggung berdiri Naratama, Bima, dan Bayu yang melakukan orasi ke arah penonton dengan poster-poster. LAMPU PERLAHAN MENYALA 8 Mahasiswa PENONTON



berada



dibarisan



depan.



DI



BAWAH



PANGGUNG,



DI



ARAH



Ketika keadaan mulai pecah, Bayu dan Bima turun ke bawah panggung untuk membantu dan melindungi para mahasiswi. Naratama masih di atas panggung. LAMPU PERLAHAN MENJELMA MERAH Tak lama, Naratama ikut turun untuk membantu Bayu dan Bima. Kemudian mereka berhamburan naik ke atas panggung, mundur ke belakang. LAMPU KEDAP-KEDIP DI ATAS PANGGUNG LAMPU KEDAP-KEDIP Semua panik, berlari ke berbagai arah: saling berdorongan, melindungi diri, mencari kawan yang terpisah, dsb. Keadaan keos. Naratama yang paling belakang terjatuh diujung panggung. Bima yang menyadari Naratama terjatuh berteriak memanggil namanya. BLACK-OUT



Adegan I RUMAH − SORE HARI Musik bernada getir mengalun. LAMPU MENYALA Di sofa tengah, Bapak memainkan tali gantung ditangannya. Berwajah murung. Mata menatap satu arah tuju. Pikiran dan hatinya remuk redam ditabrak kehilangan yang dalam. Tiba-tiba bingkai foto diujung rumah terjatuh. Bapak berdiri mengambil bingkai itu. Mengambilnya, dan Bapak terlempar ke suatu masa ketika merawat bahagia bersama istri dan anaknya. Bu... sejak Tama pamit dan tidak pernah kembali, rumah ini mendadak hampa. Kita terjerat dalam penantian panjang Bapak mengitari seluruh ruang rumah sambil mendekap bingkai. Kala itu, dengan tabah dan sabar kita merawat harapan agar Tama kembali dalam pelukan kita. Berharap Tama muncul dari muka pintu seperti biasanya. Pulang dan makan bersama kita setelah ia mengarungi hari tanpa ada lelah diwajahnya. Di meja makan, Bapak tenggelam dalam kenangan. Menyentuh piring. Menatap lekat bingkai. Setiap Minggu yang cerah, meja ini menjadi tempat kita bertiga menyambung tawa, merayakan duka dan bahagia. Sekarang, semuanya mendadak lenyap. Tinggal lah Bapak sendiri yang tertawa bersama sepi. Bapak kembali berjalan ke arah kursi di pojok ruang. Ia terduduk dengan bingkai yang berada dipeluknya: pelukan yang erat, rekat, dan dalam. Ibu.. Tama.. kalian pasti sudah kembali bersama ya di sana. FADE-OUT MUSIK BERUBAH MEMUTAR WAKTU



Adegan II RUMAH – MALAM HARI IBU DUDUK DI SOFA MERAPIKAN BUNGA DALAM VAS. MELETAKKANNYA DI ATAS MEJA DEKAT FIGURA. KEMUDIAN MENYIAPKAN MAKANAN DIMEJA MAKAN. TAK LAMA, BAPAK DATANG DENGAN DAGANGAN ASONGAN YANG TERKALUNG DIKEPALANYA. BAPAK



: Bu… BAPAK MENARUH DAGANGAN DAN IBU MENYAMBUTNYA



IBU



: Bapak, sudah pulang pak. Ibu menghampiri Bapak dan menyodorkan tangannya untuk mengambil topi dan lap handuk kecil yang Bapak pakai sehabis berdagang tadi dan Ibu menaruhnya di meja. Bapak duduk di sofa. Ibu mengambilkan Bapak minum, setelahnya memijit pundak Bapak.



IBU BAPAK IBU



: Bagaimana jualan hari ini, Pak? Bapak sudah makan belum? : Alhamdulillah, Bu. Meskipun tidak banyak, ada beberapa yang terjual hari ini. Kebetulan, Bapak belum makan. : Alhamdulillah. Tidak apa-apa, Pak. Ya sudah, mari Ibu temani Bapak makan. BAPAK DAN IBU BERJALAN KE MEJA MAKAN



IBU BAPAK IBU



: Nih Pak, Ibu masakin tempe goreng kesukaan Bapak. : Alhamdulillah hari ini kita masih bisa makan Bu, coba dulu bapak ti… (dak di PHK) : IBU LANGSUNG MEMOTONG PERKATAAN BAPAK Sudah Pak, hari kemarin lupakan. Sekarang kita fokus hari esok saja, ya. Ibu menyiapkan 3 piring dan menaruh nasi dan tempe goreng di piring Bapak dan Ibu (yang 1 dikosongkan). Lalu Bapak dan Ibu makan, tak lama setelah itu Tama datang dengan tas digendongnya dan almet di tangannya.



TAMA



: Pak, Bu Bapak dan Ibu menoleh ke Pintu dan mendapati Tama lalu Bapak dan Ibu tersenyum. Naratama salim dengan Bapak dan juga Ibu. Naratama menaruh tasnya ke atas meja



IBU TAMA IBU TAMA



: : : :



Tumben sudah pulang, Nak. TAMA TERSENYUM Iya Bu. Sini Nak, makan dulu. Ibu ambilkan, ya. Baik Bu.



Tama menghampiri ibu dan Bapak di meja makan. Ibu menaruh nasi dan tempe goreng ke piring Naratama, lalu Naratama makan. Tidak lama kemudian Bapak selesai makan dan mebersihkan tangannya dengan menuangkan air ke tangannya di atas piring. Lalu Bapak berdiri mengambil lap di atas meja untuk membersihkan tangannya, duduk disofa kemudian menyalakan Radio. -Suara RadioSelamat malam saudara pendengar di seluruh kepalauan nusantara bahkan dimana pun saudara berada. Inilah radio republik Indonesia Kembali di Udara melalui pancaran gelombang-gelombang radio membawakan siarannya untuk malam ini. Saudara Krisis yang melanda Asia berdampak pada ekonomi hari ini. Hal ini memicu banyak pihak yang menolak naiknya soeharto menjadi presiden. Penolakan semakin meningkat, yang dibuktikan dari banyaknya mahasiswa yang … BAPAK IBU BAPAK TAMA BAPAK



: DENGAN GUSAR MEMATIKAN RADIO AH, Pemerintah lagi yang dibahas! : MENOLEH KE ARAH BAPAK Pak, sudah. : MENGALIHKANNYA KE TAMA Bagaimana aksimu hari ini, Tam? : MENGHENTIKAN MAKANNYA SEJENAK Ya masih sama Pak seperti hari kemarin-kemarin, tetap tidak di dengar oleh pemerintah. : MEMUKUL MEJA Memang dasar pemerintah! Kalau mereka kerjanya benar, Bapak tidak mungkin di PHK seperti ini dan



IBU



kembali berjualan asongan. : Sudah Pak, tidak usah marah-marah. Bapak langsung menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan kasar, sebagai ekspresi membuang amarahnya. Lalu melanjutkan dengan membaca koran. Sedangkan Ibu melanjutkan makannya. Tama yang sudah menyelesaikan makan membersihkan tangannya dengan menuangkan air ke tangannya di atas piring. Setelahnya, Tama menghampiri Bapak dan duduk disebelahnya. Dengan ragu, ia berbicara kepada orang tuanya.



TAMA IBU BAPAK IBU BAPAK



: Bu, Pak, Tama akan berangkat bersama kawan-kawan ke Jakarta untuk melanjutkan aksi. : MENGHENTIKAN MAKANNYA Sudahlah, Nak. Di Yogya saja. : Ya sudahlah Bu, biarkan saja, wong ini dari kemauan Tama sendiri. : BERJALAN KE SOFA DAN DUDUK DISAMPING BAPAK Tidak, Pak. Firasat Ibu buruk jika Tama tetap berangkat. Di Yogya saja keadaannya sudah kisruh apalagi di kota sana. : Bapak yakin Tama bisa jaga diri Bu, lagipula Tama dan kawan-kawannya kan juga maju untuk membela kita-kita, para rakyat yang tertindas Bapak menatap Ibu yang sedang menatapnya, Bapak mengangguk ke arah Ibu untuk meyakinkan Ibu



IBU TAMA IBU TAMA IBU



: Kapan berangkatnya, Nak? : Lusa Bu. : Sama siapa saja? : Tama berangkat bersama, Bima, Bayu, dan kawan-kawan lainnya, Bu. : Sejujurnya Ibu tidak mengizinkan, namun karena Bapakmu mengizinkan Ibu ikut saja. Ibu dan Tama menatap Bapak, Bapak menatap balik ke arah mereka



BAPAK



TAMA IBU



: Tapi Tama, ada hal yang perlu kamu ingat. Jangan sampai beasiswamu dicabut, jika kamu mengikuti aksi seperti ini. Karena tak bisa dipungkiri beasiswamu pun dari pemerintah, jika itu semua dicabut, pahitnya kamu tak akan bisa melanjutkan kuliahmu atau bisa jadi hal lainnya terjadi, yang pasti kamu paham dan sudah mengetahui konsekuensi itu. Bapak tidak mau itu terjadi padamu. : Iya Pak, Tama janji tidak akan menyi-nyiakan kepercayaan Bapak dan Ibu, terima kasih Pak, Bu. : MEMEGANG TANGAN TAMA Ingat pesan Bapak ya Tama. Dan kamu harus hati-hati ketika di Jakarta. Karena di sana pasti akan pecah sekali keadaannya.



TAMA



: Iya Bu. Tama berjanji akan menjaga diri dan kembali dengan keadaan selamat. Bapak dan Ibu saling berpegang tangan. BLACK-OUT



Adegan III RUMAH – PAGI HARI Bapak sedang duduk dengan membaca koran dipojok ruangan, kemudian Ibu datang membawa kopi. IBU BAPAK



: Ini Pak kopinya. : Terima kasih, Bu. Taruh saja kopinya dimeja. Tak lama Bapak melipat korannya dan berjalan menuju sofa. Bapak menyeruput kopi, lalu Ibu mengambil Sapu untuk menyapu ruangan. Bapak menyalakan radio yang ada di atas meja samping dirinya. Bapak mencari gelombang radio yang ingin dia dengar, di pertengahan itu Bapak menemukan siaran Radio sedang menyiarkan kabar hilangnya beberapa mahasiswa dan aktivis yang melakukan aksi di Jakarta.



-Suara RadioSaudara kemarin malam 13 mahasiswa dikabarkan hilang di Jakarta Bapak membesarkan volume Radio dan Ibu berhenti melakukan bersih-bersih dan berjalan ke arah Bapak. -Suara RadioPenculikan ini dilakukan oleh salah satu tim khusus yang sasarannya pengunjuk rasa yang kemarin berada di Jakarta. Sampai saat ini belum ada kabar lebih lanjut mengenai penculikan ini. Terima kasih IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK



: IBU MEMATIKAN RADIO. CEMAS DAN KHAWATIR NAMPAK JELAS DIWAJAHNYA Pak... : MENENANGKAN IBU Bu, tenang. Jangan dulu berpikiran yang tidak-tidak. : Ini yang Ibu khawatirkan Pak. : MENGUSAP PUNGGUNG IBU, TERUS MENENANGKAN Iya Bu, Bapak paham. : Ibu takut kalau Tama… : MENGHENTIKAN PEMBICARAAN IBU DAN MEMEGANG TANGANNYA Bu, sudah. Ibu istirahat saja ya, sekarang kita belum bisa melakukan apa-apa. Tama juga tidak punya telpon gengam yang bisa dihubungi.



Ibu mencoba mengingat sesuatu. Lantas segera mencari buku telpon di meja. Ibu mencari nomor Bayu, dan menemukannya. IBU BAPAK



: Ini ada nomor Bayu, Pak. : Iya Bu, nanti kita coba hubungi Bayu, ya. Bapak kerja dulu, kita belum ada uang buat ke wartel. Ibu menundukkan kepalnya dengan ekspresi sedih, Bapak memegang tangan Ibu untuk menguatkan Ibu. Ibu mengangkat kepalnya dan menatap Bapak dengan penuh harap.



IBU



BAPAK



: Pak, coba Bapak ke rumah Bayu dan meminta orang tuanya menelpon Bayu. Mereka kan orang kaya pasti punya telpon Pak. Rumah mereka kan deket lampu merah tempat biasa Bapak jualan kan? : Ya sudah. Baik, baik, nanti Bapak kesana sambil berangkat jualan, ya. Sekarang Ibu tenang dulu, jangan berpikir apalagi bicara yang tidak-tidak. Nanti jadi doa. Ibu hanya mengangguk, dan tak ada kata yang dikeluarkan selain ekspresi yang khawatir pada anak satu-satunya. Bapak mengarahkan Ibu duduk di sofa dan mengambil gelas dan menuangkan air putih yang ada di teko besi, lalu memberikannya ke Ibu. BLACK-OUT



Adegan IV RUMAH – SORE HARI Terlihat tumpukan baju dan Ibu disampingnya sedang melipat-lipat bajunya dengan ekspresi sedih. Tak lama dari Itu Bapak datang BAPAK



: Bu… Bapak menaruh dagangannya, Ibu langsung berdiri dan salim pada Bapak



IBU BAPAK



: Bagaimana, Pak. Apa ada kabar? : MEMEGANG BAHU IBU Duduk dulu ya, Bu. Tadi Bapak sudah ke rumah Bayu, dan Bapak tidak bertemu orang tuanya Bayu Bu. Bapak hanya bertemu dengan Mbok yang bantu-bantu bersihbersih di sana. MENDENGAR ITU, HARAPAN IBU KEMBALI PATAH. DENGAN KEPALA YANG TERTUNDUK, PERIH BEGITU BERGEMURUH DIDADANYA.



BAPAK



: Tapi Bu, Bapak dapat kabar dari si Mbok, kalau Orang Tua Bayu sedang dalam perjalanan ke Jakarta. Karena semalaman



IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK



pun telpon Bayu tidak diangkat. : MENARIK NAFAS PANJANG. MENGANGAT KEPALANYA DAN MENATAP SUDUT RUANG DENGAN MATA YANG KOSONG Pak, ini semua tidak akan terjadi kalau Tama tidak berangkat ke Jakarta. : TERUS MENENANGKAN IBU DENGAN MEMEGANG TANGANNYA Bu… : Dan Tama pun tidak akan ke Jakarta kalau tidak diberi izin Bapak. MENOLEH DAN MENEMBUS TAJAM KE DALAM MATA BAPAK : Tapi kan ini kemauan Tama sendiri, Bu. : Jujur pada Ibu, Bapak memberikan Tama izin, karena ini juga untuk membela Bapak kan? Yang katanya rakyat tertindas ini? : Bu, Bapak yakin Tama bisa menjaga diri. : Jawab dulu pertanyaan Ibu, Pak. : BERDIRI. MELANGKAH KE DEPAN Bapak beri izin, karena ini kemauan Tama sendiri, Bu. : Alasan lainnya? : Alasan lainnya? Masalah untuk membela rakyat tertindas? iya Bu. Itu alasan lainnya! MENDENGAR ITU IBU LANGSUNG MEMBUANG MUKANYA KE LAIN ARAH.



BAPAK



IBU



: Bu, hari ini saja kita belum makan karena apa, Bu? Kita tidak punya uang. Satu-satunya harta kita, hanya rumah ini, itupun warisan dari bapakku. Untung saja aku ini anak tunggal. : HENDAK PERGI. MENAHAN PERIH DALAM DADA Sudahlah Pak, Ibu malas berdebat dengan Bapak. IBU BERLALU PERGI MEMBAWA LIPATAN BAJU KE DALAM KAMAR. DENGAN RASA BERSALAH, BAPAK MEMANGGIL MENGHENTIKAN LANGKAH IBU



BAPAK



: MEMEGANG PUNDAK IBU Maafkan Bapak ya, Bu. Bapak janji akan mencari Tama lagi. MENUNTUNNYA KE SOFA Sepertinya Ibu lelah, Ibu istirahat ya. BAPAK MEMBARINGKAN DAN MENARUH KEPALA IBU DIPANGKUANNYA. SAMBIL TERUS MENGUSAP LENGAN DAN KEPALA IBU LEMBUT. TAK LAMA, IBU TERTIDUR. BLACK-OUT



Adegan V RUANG MIMPI LAMPU MENYOROT IBU DI KANAN PANGGUNG, DAN TAMA DI KIRI PANGGUNG FADE-IN DIPANGGUNG SEBELAH KIRI, TERLIHAT TAMA DALAM KEADAAN TERIKAT DIBANGKU: KAKI DAN TANGANNYA. JUGA KEPALANYA YANG



DITUTUP KAIN HITAM. DI BELAKANGNYA BERDIRI DUA ORANG ALGOJO YANG TERUS MEMUKUL, MENENDANG, MENGINJAK, DAN MENYETRUM TUBUHNYA. TAMA



: MERONTA DAN MENGGELIAT KESAKITAN Lepas, bangsaaaaat! Sakiitttt! TUBUHNYA DISENGAT SETRUMAN Aaaaaaaaaaa! Tolong! Cukup! Cukupppp bangsaaaat! Tolong! Ibu! Bapak! TANPA HENTI TAMA BERTERIAK KARENA SIKSAAN YANG TERUSMENERUS DITERIMANYA. IA MEMANGGIL IBU DAN BAPAKNYA KEMUDIAN, LAMPU PANGGUNG SEBELAH KANAN MENYALA. TERLIHAT IBU YANG MELIHAT MIRIS KE ARAH TAMA DAN MEMANGGILNYA



IBU TAMA IBU



: Tama! : Bu! Ibu di mana?! Tolong Bu! Tama gabisa lihat apa-apa! Badan Tama sakit, Bu! Tolonggg! : Tama! Nak! LAMPU KIRI PANGGUNG PADAM BERSAMAAN DENGAN TAMA YANG MENGHILANG DITARIK KELUAR PANGGUNG OLEH KEDUA ALGOJO. IBU HISTERIS. TANGISNYA PECAH. AIR MATANYA TUMPAH. BERUSAHA TEGAR, IBU BERDIRI. Tama... Ibu tak kuat, Nak. Sepanjang hari ibu di gilas rasa kehilangan: remuk dan ringkih. Langkah ibu tertatih, menembus malam yang pekat. Menjangkau harapan untuk engkau kembali pulang. Berilah kabar, atau setidaknya tanda pada apapun untuk ibu dapat menemukanmu. LAMPU SOROT SEBELAH KIRI MENYALA KEMBALI. TAMA MUNCUL DENGAN PAKAIAN PUTIH. MELANGKAH KE ARAH IBU DENGAN SENYUM YANG TERPAMPANG DIWAJAHNYA



IBU TAMA IBU



: KEGET Tama! : TERSENYUM Bu, Ini semua bukan salah Bapak. BERJALAN MUNDUR DAN MENGHILANG BERSAMA LAMPU YANG PADAM : BERTERIAK Tama!!!! BLACK-OUT



Adegan VI RUMAH – MALAM HARI IBU YANG



TERTIDUR



DIPANGKUAN



BAPAK



TIBA-TIBA



TERBANGUN



DENGAN KAGET BAPAK IBU BAPAK



: Ada apa Bu? : Tama Pak. : MENGHELA NAFAS BERAT LALU BERDIRI MENGAMBILKAN IBU MINUM Minum Bu, tenangin diri dulu. IBU MEMINUM AIR YANG DIBERIKAN BAPAK.



BAPAK IBU BAPAK IBU



BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK IBU BAPAK IBU



: Ibu kenapa? : Tadi Ibu mimpi Tama, Pak. : Mimpi Tama Bu? : MENJELASKAN DENGAN MENAHAN TANGIS Iya Pak, Ibu melihat Tama diikat dan kepalanya ditutup. Ada dua orang yang sedang menyiksa Tama. Tama terus berteriak minta tolong, Pak. Dia kesakitan. : Ibu tenang, mungkin hanya ilusi Ibu saja. : Benar Pak, Ini bukan ilusi. : Lalu Ibu mimpi apalagi? : Tama di akhir senyum sama Ibu dan Tama bilang “Ini bukan salah Bapak”. : BINGUNG Maksudnya, Bu? : Ibu juga tidak tahu Pak maksudnya apa, hanya itu yang Ibu ingat. : Ya sudah, Bu. Yang bisa kita lakukan sekarang hanya berdoa agar Tama dan kawan-kawannya selamat. : Tapi Pak, mimpi ini pasti tanda dari Tuhan, Pak. : Iya Bu, Bapak rasa juga demikian. MENATAP LEKAT IBU Sekarang kita kembali istirahat saja ya Bu, besok Bapak akan kembali ke rumah Bayu lagi, semoga sudah ada kabar. : Iya Pak BLACK-OUT



Adegan VII RUMAH – PAGI HARI BAPAK TERLIHAT SEDANG MERAPIKAN DAGANGANNYA DAN IBU DATANG DENGAN SECANGKIR KOPI UNTUK BAPAK IBU BAPAK IBU



: Ini kopinya, Pak. : Terima kasih ya, Bu. MENYERUPUT KOPINYA Nanti Bapak ke rumah Bayu, coba nanti Ibu tanya kabar Tama, semoga sudah ada kabar ya Bu. : Iya Pak. BAPAK SIAP-SIAP BERDAGANG. IBU MEMAKAIKAN TOPINYA BAPAK DAN MEMBANTU MEMASANG DAGANGAN ASONGANNYA.



BAPAK



: Bapak berangkat ya, Bu. IBU SALIM PADA BAPAK. TIBA-TIBA DARI ARAH LUAR MASUK BAYU DAN BIMA YANG DALAM KEADAAN MUKA PENUH MEMAR DAN LUKA



BAYU BAPAK



: Permisi Pak, Bu. : BAYU!? BAYU DAN BIMA LANGSUNG SALIM KEPADA BAPAK DAN IBU



IBU



: CEMAS Bayu.. Bima.. kenapa kalian hanya berdua? Tama mana, Nak? Bukankah Tama bersama kalian? BAYU DAN BIMA SALING BERTATAP LANTAS MENUNDUK



BAPAK IBU BAYU



: MEMPERSILAKAN DUDUK Bayu, Bima, silakan duduk dulu. : BERTANYA KHAWATIR Jadi, bagaimana Nak? Di mana Tama? : Sebelumnya maaf sekali Pak, Bu. Kami akan memberitahu kabar Tama, namun Bapak dan Ibu tolong sekali maafkan kami sebelumnya. MENDENGAR ITU, BAPAK DAN IBU SALING MENGERATKAN GENGGAM TANGAN. SALING MENGUATKAN UNTUK BISA MENERIMA KABAR BAIKBURUKNYA



BAPAK BAYU



: Iya lanjutkan, Nak. : LIRIH, MENCOBA MENJELASKAN Semua berawal dari rencana kita untuk melakukan aksi di Jakarta, seperti yang Ibu dan Bapak tahu, beberapa hari kami melakukan aksi di Yogya tidak sama sekali di gubris oleh pemerintah daerah. Setelah semua siap, berangkat lah kami ke Jakarta bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya. Hari pertama, Tama melakukan orasi yang bisa dibilang sangat berani. Saya, Bima dan kawan-kawan lainnya pun sama kagetnya dengan keberanian Tama. Sampai jam 2 subuh saat kita bermalam di rumah salah satu kawan kita yang menetap di Jakarta, ada yang mengetuk keras di pintu depan rumahnya. Awalnya kami kira itu apparat, namun salah satu mereka bilang dia adalah RT setempat yang ingin meminta laporan bagi yang bermalam di sana. Ternyata saat dibuka, benar saja mereka adalah apparat dan langsung mencari Tama dan Bima. Esok harinya tersebar berita mahasiswa yang diculik di seluruh kabar berita, radio, maupun televisi. Di hari yang sama orang tua saya pun menelpon saya, dan saya menjelaskan mengani Tama. Orang tua saya pun langsung ke Jakarta untuk menjemput saya, Bima, dan beberapa rekan saya. Pada siang harinya, ada yang menelpon saya,dan itu adalah Bima. BAYU MEMPERKENALKAN BIMA YANG DUDUK DISAMPINGNYA.



BAYU BIMA



: Bima ini adalah mahasiswa yang dibebaskan dari penculikan Bu, Pak. : Perkenalkan Bu, Pak, saya Bima. MENDENGAR PENJELASAN BAYU, BAPAK DAN IBU BEGITU TERPUKUL. APA YANG MEREKA KHAWATIRKAN SELAMA INI MENJELMA NYATA. IBU MENAHAN PERIH. BAPAK BERUSAHA UNTUK TETAP KUAT



BAPAK BIMA



: Di mana Tama sekarang, Nak? : Saya berusaha untuk menjelaskan secara detail ya Bu, Pak BAPAK DAN IBU MENGANGGUK DENGAN SALING BERPEGANG TANGAN UNTUK MENGUATKAN



BIMA



: DENGAN RAGU, TAKUT, CEMAS, DAN PENUH TRAUMA BIMA BERUSAHA MENJELASKAN SEMUANYA Seperti yang sudah dijelaskan Bayu, malam itu ada yang mengetuk pintu rumah kediaman kami di Jakarta. Ternyata benar, mereka adalah aparat. Saya buka pintu, mereka langsung gerombolan masuk, sekitar 10 orang. Kebetulan pada malam itu Tama sedang tidak bersama kami, Tama sedang di luar bersama mahasiswa lain untuk merencanakan pergerakan kami untuk hari berikutnya. MENAHAN GETIR YANG GEMURUH DIDADANYA SEBAB BELUM SELURUHNYA HILANG TRAUMA Malam itu saya langsung dibawa, dituntun masuk kendaraan. Baju saya dibuka untuk menutup mata. Saya tidak tau dibawa kemana, karena saya tidak mendengar suara kendaraan lain selama perjalanan. Kemudian mobil berhenti, baru turun 3 langkah dari mobil itu, saya mendengar suara cambuk. Berdiri, langsung ditanya. “Kamu tinggal sama siapa?” / “Saya sendirian pak” Langsung saya dihajar. “Kamu bohong! Saya tau kamu tinggal sama siapa! Sebutkan siapa saja temanmu, siapa saja yang ada disitu” Saya tahu yang mereka maksud adalah Tama, jadi saya bungkam. Karena terus diam, itu saya dihajar. Jatuh, diinjak. Kemudian disuruh buka celana. Buka baju. Cuma pakai celana dalam. Terus saya ditidurkan. Diikat 2 tangan, 2 kaki. Dan saya baru tau, suara yang seperti cambuk itu rupanya setruman. Karena itu berbunyi setiap menempel kaki saya. Belum selesai saya diintrogasi dan disiksa, ada orang diintrogasi lagi disebelah kiri saya. Orangnya menjerit-jerit. Dan ternyata itu suaranya Naratama. IBU YANG MENDENGAR ITU TERKEJUT. BAPAK YANG MELIHATNYA LANGSUNG MENGAMBIL AIR UNTUK IBU. BIMA YANG MELIHAT ITU HENDAK MENGURUNGKAN NIATNYA UNTUK MELANJUTKAN BERCERITA



BIMA BAPAK BIMA



: Bu, Pak maaf, sebaiknya Ibu atau Bapak bertanya saja apa yang ingin di ketahui. : SAMBIL TERUS MENGUATKAN IBU DAN DIRI SENDIRI Tidak nak, lanjutkan ceritamu. : MELANJUTKAN CERITA DENGAN SUARA BERAT Selama berhari-hari saya, Tama, dan beberapa orang lainnya yang ikut diculik diintrogasi dan mengalami berbagai siksaan. Disetrum, dipukul, ditendang, diinjak, mata disengat semut besar,



BAPAK BIMA



tubuh ditelanjangi dan dibaringkan di atas balok es besar semalaman. Kemudian di satu hari ada orang yang memotret kegiatan penyiksaan diruangan itu. Sekilas saya melihat orang itu, orang yang begitu saya kenali. Dia adalah Daniel. Kawan kami yang ikut merencanakan dan melakukan segala gerakan yang kami lakukan. Setelah kami cari tahu ternyata Daniel adalah anak dari salah seorang jendral. Kami terlalu fokus dengan pergerakan sehingga lengah dan tidak mencium pengkhianatan itu. KEMARAHAN TERDENGAR JELAS DARI SUARANYA Dan di satu malam, Tama tiba-tiba berkata kepada saya, jika saya dikembalikan sedangkan dirinya tidak, dia ingin saya mengatakan kalau dia sangat rindu dengan masakan dirumahnya dan mencintai ibu dan bapak. : MENAHAN SESAK Kenapa kamu bisa lolos, Nak? : Saya sendiri tidak tahu dengan jelas bagaimana cara mereka memilih siapa yang dibebaskan dan mana yang tidak, Pak. Namun yang pasti, di pagi yang masih gelap kami semua dibawa keluar dari tempat itu. Saya berada disatu mobil yang sama dengan Tama. Tangan kami diikat dan mata kami ditutup. Kemudian di tengah jalan, mobil tiba-tiba berhenti. Tama diturunkan oleh 2 orang yang berbadan besar, sedangkan saya tidak. Saya tidak tau berada di mana pada saat itu. Tapi yang pasti, saya mencium aroma laut dan mendengar bunyi ombak yang cukup keras terdengar. Sejak saat itu saya terpisah dengan Tama. Saya diturunkan ditempat semula saya diculik, tak lama kemudian saya bertemu dengan Bayu dan kawan-kawan lain yang mencari saya dan Tama selama berharihari. BERAT UNTUK MENGATAKAN Sampai dengan hari ini. Saya tidak lagi dapat kabar dan tidak menemukan keberadaan Tama. Dihadapan bapak dan ibu, saya ingin menyampaikan pesan Tama dimalam terakhir saya bersamanya: bahwa Tama sangat merindukan rumah dan akan terus mencintai Bapak dan Ibu. TERIRIS. AIR MATA TUBUHNYA HENING. TANGISAN



HATI BAPAK DAN IBU HANCUR LEBUR. TANGIS PECAH DAN MELUNCUR TUMPAH. MEREKA SALING MERANGKUL MESKIPUN TERASA RONTOK KETIKA MENDENGAR CERITA ITU TIDAK ADA SUARA DI RUMAH ITU KECUALI IRAMA YANG MELOLONG MENEMBUS DASAR KELAM



BLACK-OUT



Adegan VIII RUMAH – MALAM HARI TERLIHAT BAPAK DAN IBU SEDANG BERADA DI MEJA MAKAN. IBU MENYIAPKAN 3 PIRING, MENGISI PIRING ITU DENGAN NASI DAN TEMPE GORENG. BAPAK YANG MELIHAT IBU MENYIAPKAN 3 PIRING LANGSUNG BERDIRI MENGAMBIL 1 PIRING YANG BERADA DITEMPAT TAMA BIASA MAKAN. BAPAK HENDAK MEMBAWA DAN MENARUH PIRING ITU KEMBALI KE RAK, BELUM JAUH MELANGKAH IBU MENGAMBIL PIRINGNYA DAN MENARUHNYA KEMBALI DITEMPAT SEMULA. BAPAK



: Mau sampai kapan begini Bu?



IBU DIAM TIDAK MENGGUBRIS PERKATAAN BAPAK DAN MELANJUTKAN MENARUH NASI DAN TEMPE GORENG KE MASING-MASING PIRING BAPAK



: GUSAR Bu! Mau sampai kapan? IBU MASIH TERDIAM. BAPAK MENGAMBIL KEMBALI PIRINGNYA. IBU PUN MENGULANGI HAL YANG SAMA SEPERTI SEBELUMNYA



IBU BAPAK



: Sampai Tama Kembali! : SEBELUM SEMPAT MENARUHNYA BAPAK MEREBUT PIRING ITU DAN MEMBANTINGNYA Tama sudah hilang, Bu! Tak usah banyak berharap! TANGIS IBU KEMBALI TUMPAH. MENGAMBIL PIRING YANG DIBANTING BAPAK KEMUDIAN MENDEKAPNYA.



BAPAK



: REMUK Ikhlaskan Bu, biarkan Tama tenang di sana. DENGAN PIRING DIPELUKANNYA, IBU BERJALAN MENUJU PINTU DENGAN LANGKAH LUNGLAI SERAYA MEMANGGIL NAMA ANAKNYA.



BAPAK IBU BAPAK IBU



: Ibu! : BERBALIK KE ARAH BAPAK Pak, sudah 3 bulan Tama tidak ada kabar, Bayu pun tidak tahu keberadaan Tama. : MENGHAMPIRI IBU Sudah Bu. Ikhlaskan. : GETIR Tama masih hidup kan, Pak? BAPAK TERDIAM



IBU BAPAK



: Jawab Ibu Pak. : Bu, Bapak juga tidak tau di mana Tama, Bapak juga masih berharap Tama kembali, Bu. BAPAK MENGAMBIL PIRING YANG MASIH DALAM DEKAPAN IBU. IBU TETAP MENAHAN PIRING ITU WALAUPUN AKHIRNYA PIRING ITU BERALIH KE TANGAN BAPAK DAN BAPAK KEMBALI MEMBANTING PIRINGNYA. IBU MENCOBA MENGAMBIL PIRING. TETAPI BARU SAYA MERUNDUK, TETIBA TUBUHNYA RUNTUH DAN DENGAN SIGAP BAPAK MENANGKAP DAN MENAHANNTA



IBU BAPAK IBU



BAPAK



: DENGAN SUARA GEMETAR. MATA SEAKAN INGIN ERAT MEMEJAM Pak, Ibu sudah tidak kuat : MENGGOYANG DAN MENGGUNCANG TUBUH IBU Bu.. Buuuu. : MELEMAH, GEMETAR DAN TERBATA Tamaa… Ibuu… Dataang... MATA RAPAT TERTUTUP : HISTERIS Tidaakk…



IBU LEPAS BEBAS DARI PENANTIAN DAN KETIDAKPASTIAN YANG SELAMA INI MENGUNGKUNGNYA BLACK-OUT



Adegan IX LAMPU MENYALA MUSIK MENGALUN MEROBEK JIWA BAPAK TERDUDUK DI KURSI POJOK RUANG DENGAN BINGKAI FOTO DALAM PELUKANNYA. DI RUANG TENGAH TERURAI TALI DARI ATAS. BAPAK BERDIRI. BERJALAN KE ARAH TALI ITU DENGAN LANGKAH YANG TIDAK SEGAGAH DAHULU. LAMPU MENJELMA MERAH BAPAK MENARUH BINGKAI DI ATAS MEJA. MENATAP DENGAN NAPASNYA YANG TERENGAH. MATANYA SURUT PADAM. MENAIKI KURSI. MENGALUNGKAN TALI KE LEHERNYA. Semuanya telah hilang Hilang… Hilanggggg… ANGIN PUYUH DARI JAUH DATANG MENUTUP SEJARAH BLACK-OUT -SELESAI-