Naspub Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERBANDINGAN TASK-ORIENTED TRAINING DENGAN SENSORY INTEGRATION THERAPY TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI BERDIRI PADA PENDERITACEREBRAL PALSY DI KOTA MALANG



Naskah Publikasi



Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fisioterapi



Oleh: YOGA ANTONIYUS 201410490311028



PROGRAM STUDI STRATA 1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018



PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI Naskah Publikasi ilmiah dengan judul Perbandingan Task-Oriented Training dengan Sensory Integration Therapy (SIT) Terhadap Peningkatan Koordinasi Berdiri Pada Penderita Cerebral Palsy (CP) di Kota Malang.



Naskah Publikasi ini Telah Di Setujui oleh Pembimbing Skripsi Untuk di publikasikan di Universitas Muhammadiyah Malang



Oleh: YOGA ANTONIYUS 201410490311028



Pembimbing



Atika Yulianti, SST. Ft., M. Fis NIDN.0729078801



Mengetahui, Kepala Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang



Atika Yulianti, SST. Ft., M. Fis NIP.UMM.11414100531



1



Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama NIM Fakultas/Jurusan Jenis Penelitian Judul



: YOGA ANTONIYUS : 201410490311028 : Ilmu Kesehatan / S1 Fisioterapi : Skripsi : PERBANDINGAN TASK-ORIENTED TRAINING DENGAN SENSORY INTEGRATION THERAPY TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI BERDIRI PADA PENDERITA CEREBRAL PALSY DI KOTA MALANG



Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk: 1. Memberikan hak bebas royalty kepada Perpustakaan UMM atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/ pengalihan formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya serta menampilkan dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMM, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta 3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UMM, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.



Demikian pernyataan dari saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat dipergunakan sebagai mana mestinya.



Malang, 26 November 2018 Yang Membuat Pernyataan



Yoga Antoniyus Nim.201410490311028



PERBANDINGAN TASK-ORIENTED TRAINING DENGAN SENSORY INTEGRATION THERAPY TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI BERDIRI PADA PENDERITA CEREBRAL PALSY DI KOTA MALANG Yoga Antoniyus1*, Atika Yulianti2* 1



Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Bandung 1 Malang 65145 Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Bandung 1 Malang 65145 * Coresponding author: [email protected]



2



ABSTRAK Latar Belakang : Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak tidak terlepas dari pengaruh neurosensomotorik. Namun, tidak setiap anak mengalami proses tumbuh kembang secara normal ataupun optimal, banyak gangguan-gangguan perkembangan dan pertumbuhan pada anak salah satunya adalah Cerebral Palsy (CP), dimana terdapat gangguan lesi atau anomali otak sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada kontrol motorik dan biasanya timbul pada tahap awal perkembangannya. Metode Penelitian : Desain Penelitian pada penelitian ini menggunakan desain Quasi Experimental dengan pendekatan 2 grup Pre-test and Post-test Design tanpa menggunakan grup kontrol. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang anak (22 Laki-laki dan 8 Perempuan) Penderita Cerebral Palsy di Kota Malang dengan teknik sampling menggunakan purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa Coordination Tabel Test. Aplikasi uji analisis data menggunakan SPSS 16.0 dengan menggunakan metode uji Independent T-Test. Responden dibagi menjadi 2 kelompok dengan pemberian intervensi yang berbeda. Kelompok A mendapatkan intervensi berupa Task-Oriented Training dan kelompok B mendapatkan Sensory Integration Therapy. Hasil didapatkan seketika setelah pemberian intervensi. Hasil : Hasil perhitungan dengan uji Independent TTest didapatkan signifikansi 0.075 (p>0.05) dengan thitung = 1.852 < ttabel = 2.048 maka H0 diterima, tidak ada perbedaan pengaruh Task Oriented-Training dan Sensory Integration Therapy Terhadap Peningkatan Koordinasi Penderita Cerebral Palsy Di Kota Malang. Kesimpulan : Dari hasil uji Independent T-Test maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan Perbandingan TaskOriented Training dengan Sensory Integration Therapy (SIT) Terhadap Peningkatan Koordinasi Berdiri Pada Penderita Cerebral Palsy (CP) di Kota Malang Kata kunci : Task Oriented Training, Sensory Integration Therapy, Cerebral Palsy, Koordinasi



salah satunya adalah Cerebral Palsy (CP), dimana terdapat gangguan lesi atau anomali otak sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada kontrol motorik dan biasanya timbul pada tahap awal perkembangannya (Kumar Chandan, 2016). (Nelson & Ellenberg, 1982 dalam Pamilih, 2014) mengatakan Cerebral Palsy (CP) adalah gangguan pada postur dan kontrol gerakan yang bersifat non progresif yang disebabkan oleh kerusakan atau



PENDAHULUAN Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak tidak terlepas dari pengaruh neurosensomotorik. Hal ini dikenal dalam bentuk perkembangan dan selanjutnya berpengaruh terhadap motorik dan volunternya (Widodo 2008, dalam Luhur 2016). Namun, tidak setiap anak mengalami proses tumbuh kembang secara normal ataupun optimal, banyak gangguangangguan perkembangan dan pertumbuhan pada anak 3



kelumpuhan pada sistem saraf pusat. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi selama berada dalam kandungan (prenatal), pada saat proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (postnatal). Barnes (2013), mengemukakan klasifikasi Cerebral Palsy (CP) paling tinggi adalah tipe spastik yaitu 70%, sedangkan ataksia (10%), dan campuran (10%). Pada kelainan pada anggota badannya dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu diplegi, hemiplegi dan quadriplegi. Pada kasus Cerebral Palsy (CP) juga menunjukkan beberapa gejala klinis yang khas dan timbul pada usia-usia tertentu yaitu pada masa neonatal dan masa umur lebih dari 1 tahun. Gejala klinis tersebut diantaranya terdapat paralisis yang berbentuk hemiplegi, quadriplegi, diplegi, atau bahkan monoplegi dan triplegi. Selain paralisis, biasanya juga terdapat spastisitas, ataksia serta menetapnya reflex primitive, gangguan penglihatan, bicara dan keseimbangan (Soetjiningsih, 1997 dalam Hardiman, 2013). Di Indonesia sendiri menurut Soetjiningsih (1995) dalam Libryani (2015) belum dapat dikaji secara pasti, tetapi prevalensi penderita Cerebral Palsy (CP) diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000 kelahiran hidup. Anak laki-laki lebih rentan terserang penyakit ini dibandingkan dengan anak perempuan dan seringkali terjadi pada anak pertama. Hal tersebut dapat disebabkan karena kelahiran pertama lebih sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya akan lebih tinggi pada bayi yang terlahir dengan berat badan rendah dan kelahiran kembar. Selain berat badan bayi ketika lahir, usia ibu saat melahirkan yang lebih dari 40 tahun menjadi sangat beresiko (Maimunah, 2013 dalam Libryani, 2015). (Sridadi, 2011 dalam Tuntari, 2014), koordinasi merupakan kemampuan seseorang untuk merangkai dan melakukan beberapa unsur gerak menjadi sebuah gerakan selaras yang sesuai dengan tujuannya atau kemampuan melakukan fungsi gerak dengan luwes dan akurat yang melibatkan perasaan dan serangkaian



koordinasi otot yang mempengaruhi gerakan. Sejalan dengan Suharno, menurut Sajoto (Sridadi, 2011 dalam Tuntari, 2014), koordinasi awalnya berasal dari kata coordination yaitu kecakapan seseorang dalam mengintegrasikan suatu gerakan yang berbeda-beda ke dalam sebuah pola pergerakan tunggal secara efektif. Paul (2009) dalam Libryani (2015) menjelaskan bahwa untuk mengurangi gangguangangguan diatas, dapat diberikan beberapa terapi seperti terapi konvensional, neuro structure, metode bobath, Sensory Integration Therapy (SIT) dan bentuk treatment lainnya. Selain metode yang dijelaskan sebelumnya, telah banyak diteliti dan dikembangkan oleh para ilmuwan, termasuk metode treatment neurophysiological berupa Task-Oriented Training. Sensory Integration Therapy (SIT) adalah pengorganisasian sensasi untuk penggunaan sebuah proses yang berlangsung di dalam otak yang memungkinkan kita memahami dunia kita dengan menerima, mengenali, mengatur, menyusun dan menafsirkan informasi yang masuk ke otak melalui indra kita. Pengintegrasian sensoris merupakan dasar untuk memberikan respon adaptif terhadap tantangan yang dihasilkan oleh lingkungan dan pembelajaran (Waluyo dan Surachman, 2012 dalam Hazmi, 2013). Dari hasil penelitian Sensory Integration Therapy (SIT) Terapi diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan motorik dan keterampilan kasar pada anak Cerebral Palsy (CP), diukur dengan menggunakan Gross Motor Function Measure (GMFM) (Devi et al, 2016). Metode lain yang dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan pada anak Cerebral Palsy (CP) salah satunya adalah dengan metode Task-Oriented Training, menurut Kwon & Yoon (2016) TaskOriented Training merupakan suatu pendekatan fisioterapi terbaru yang bertujuan untuk memperbaiki kekuatan otot dan fungsi tubuh pada pasien dengan gangguan neurologis. Dan pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pemberian terapi ini 4



dapat memberikan latihan-latihan yang menarik bagi anak-anak penderita Cerebral Palsy (CP) dalam aspek fungsional objektif, dan pelatihan yang dilakukan secara berulang di lingkungan penderita dapat merangsang aktivitas dan partisipasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja motorik. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimental dengan Pretest dan Posttest design without control Penelitian ini dilakukan di beberapa Yayasan dan Rumah Sakit di Kota Malang. Penelitan ini dilakukan pada bulan Juni 2018. Sampel penelitian ini adalah Penderita Cerebral Palsy secara umum dengan gangguan koordinasi berdiri, penderita yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 orang. Skala koordinasi ini menggunakan Coordination Table Test. Jumlah item dalam skala ini adalah 7 item. Kategori penelitiannya adalah 0-4 (koordinasi kurang baik), 4-8 (koordinasi cukup baik), 8-11 (koordinasi baik) dan 1114 (koordinasi amat baik). Penelitian ini menggunakan analisis Paired T-Test. HASIL DAN PEMBAHASAN. Diagram 1 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin Data Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada diagram dibawah seperti berikut :



27% 73%



Perempuan



Laki-laki



Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa 73% atau 22 anak dari total 30 sampel berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 8 anak berjenis kelamin perempuan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa anak lakilaki lebih berpotensi menderita Cerebral Palsy. Anak laki-laki memiliki kemungkinan lahir prematur 14 persen lebih lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Ini menurut angka baru yang menunjukkan tambahan 5.700 anak laki-laki secara prematur tiap



tahun di Inggris (Lawn, 2012). Data hasil penelitian London School of Hygiene dan Tropical Medicine (LSHTM) tahun 2012 menunjukkan, 34.400 anak laki-laki lahir sebelum usia 37 minggu dalam kandungan, dibandingkan dengan 28.700 perempuan. Penelitian ini memang masih dilakukan di Inggris, namun cukup menunjukkan indikasi kuat. Analisis baru menunjukkan, anak lakilaki juga memiliki tingkat kematian dan kecacatan yang tinggi akibat lahir terlalu dini. Bayi laki-laki memiliki kemungkinan infeksi, sakit kuning, komplikasi kelahiran, dan kondisi bawaan yang lebih tinggi. Tapi, risiko terbesar bagi bayi laki-laki adalah karena kelahiran sebelum waktunya (Lawn, 2012). Sejalan dengan penelitian Libryani (2015) bahwa anak laki-laki lebih rentan terserang penyakit ini dibandingkan dengan anak perempuan dan seringkali terjadi pada anak pertama. Hal tersebut dapat disebabkan karena kelahiran pertama lebih sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya akan lebih tinggi pada bayi yang terlahir dengan berat badan rendah dan kelahiran kembar. Selain berat badan bayi ketika lahir, usia ibu saat melahirkan yang lebih dari 40 tahun menjadi sangat beresiko. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki dan pada kelahiran pertama berpotensi lebih tinggi mengalami kelahiran macet dan menderita Cerebral Palsy dari pada anak perempuan. Diagram 2 Karakteristik sampel berdasarkan usia Data karakter responden berdasarkan usia dengan pembagian kategori menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009 dengan jumlah sampel 30 orang dapat dilihat dalam diagram dibawah sebagai berikut : 7% 30% 63%



Kanak-kanak (5-11 Tahun) Remaja Awal (12-16 Tahun) Remaja Akhir (17-25 Tahun)



Diagram diatas memaparkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia dengan total responden 30 orang yaitu kategori usia kanak-kanak sebanyak 19 orang (63%), kategori remaja awal 9 orang (30%), dan kategori remaja akhir sejumlah 2 orang (7%) sedangkan pada kategori dewasa tidak terdapat sampel. Dapat disimpulkan bahwa frekuensi tertinggi mengalami permasalahan cerebral palsy terjadi pada rentang usia 5-11 tahun. Pada rentang usia tersebut merupakan kelompok usia kanakkanak yang berpotensi mengalami kelemahan serta kelumpuhan yang disebabkan gangguan pada bagian otak akibat infeksi pada saat didalam kandungan, letak janin tidak normal, mengalami anoksia/hipoksia pada saat kelahiran prematuritas dan postmaturitas, serta serangan berbagai macam penyakit pada saat bayi dan balita (Pamilih, 2014). Pernyataan tersebut sejalan dengan ungkapan Saputri (2015) yang menyatakan bahwa United Cerebral Palsy (CP) Association merumuskan Cerebral Palsy (CP) sebagai suatu kumpulan keadaan pada masa kanakkanak, yang ditandai dengan kelemahan, kelumpuhan, dan tidak adanya koordinasi pada fungsi motorik yang disebabkan gangguan dibagian pusat kontrol motorik di otak.



pendapat Abdul Salim, 2007 dalam Hardiman, 2013 menjelaskan bahwa Cerebral Palsy (CP) mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami kekakuan kekakuan otot; terdapat gerakangerakan yang tidak terkontrol pada kaki, tangan. lengan, dan otot-otot wajah; hilangnya keseimbangan yang ditandai dengan gerakan yang tidak terorganisasi; otot mengalami kekakuan sehingga seperti robot apabila sedang berjalan; adanya gerakan-gerakan kecil tanpa disadari; dan anak mengalami beberapa kondisi campuran. Dalam penelitian (Utomo, 2013) menyatakan. Laki-laki lebih banyak dari perempuan (1,4 : 1,0), dengan rata-rata 70 % ada pada tipe spastik, 15% tipe atetotik, 5% ataksia, dan sisanya campuran. Menurut Pearson (1985), 7 per 1000 populasi 1,3 per 1000 kelahiran 25% anak cerebral palsy dengan berat badan lahir 0.05 maka H0 diterima Tidak terdapat perbedaan pengaruh Pemberian Task-Oriented Training dan Sensory Integration Therapy terhadap peningkatan koordinasi berdiri penderita Cerebral Palsy. Dalam proses berdiri diperlukan beberapa komponen seperti Stimulasi sensory, keseimbangan, koordinasi serta kekuatan otot panggul dan trunk. TaskOriented Training merupakan pendekatan berorientasi tugas yang dimana latihan ini lebih berfokus kepada penguatan otot-otot berdiri seperti otot kaki pangggul serta trunk, keseimbangan dan koordinasi berdiri (Kumban et.al, 2013). Sensory Integration Therapy merupakan suatu metode terapi yang bertujuan untuk meningkatkan



DAFTAR PUSTAKA Al Hazmi, D.F.D.I. (2013) Kombinasi Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration lebih baik daripada hanya Neuro Developmental Treatment untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak Down Syndrome. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 2,



8



Oktober 2013. Fisioterapis-STIKES Aisyiah, Yogyakarta. 8-57 Al Hazmi, D.F.D.I., Tirtayasa, K. & Irfan, M. (2014) Kombinasi Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration lebih baik daripada hanya Neuro Developmental Treatment untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak Down Syndrome. Sport and Fitness Journal Volume 2, No. 1 : 56 – 71, Maret 2014. Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta. 3-7 Dutt, A. (2013) Efficacy of Task-Oriented Training on Balance in Children With Cerebral Palsy Gross Motor Functional Clasiffication Scale (GMFCS I-III). Tesis. Kempegowda Institute of Physiotherapy, Puram, Bangalore. 2-8 Hardiman, B (2013) Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Quadriplegi Dengan METODE Neuro Developmental Treatment ( NDT). Naskah publikasi. Yayasan Sayap Ibu, Yogyakarta. 1-15 Irvan, M (2017) Gangguan Sensori Integrasi Pada Anak Dengan Autism Spectrum Disorder. Jurnal Buana Pendidikan Tahun XII, No. 23. Februari 2017. Program studi PGPAUD Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya. 2-8 Kumar, C & Ostwal, K. (2016) Comparison between Task - Oriented Training and Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Exercises on Lower Extremity Function in Cerebral Palsy-A Randomized Clinical Trial. Journal of Novel Physiotherapies. Department of Physiotherapy, School of Allied Health Sciences, Sharda University, India. 1-3 Kwon, H.Y, & Ahn, S.Y. (2016). Effects of task-oriented training and highvariability practice on gross motor performance and activities of daily living in children with spastic



diplegia. The Journal of Physical Therapy Science. Departement of Physical Therapy, College of Nursing and Healthcare Science, Dong-eui University, Republik of Korea. 1-6 Moon, J.H, Jung, J.H, Hahm, S.C & Cho, H.Y. (2017). The effects of taskoriented training on hand dexterity and strength in children with spastic hemiplegic cerebral palsy: a preliminary study. The Journal of Physical Therapy Science. Department of Rehabilitation Standard and Policy, National Rehabilitation Research Institute, National Rehabilitation Center: 58 Samgaksan-ro, Gangbukgu, Seoul 01022, Republic of Korea. 1-3 Notoatmodjo, P. D. S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (2nd ed). Jakarta : PT. Rineka Cipta. Prasaja, K. (2017) Perbandingan Antara Neuro Developmental Treatment (NDT) Dengan Kombinasi NDT dan Sensory Integration Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Keterapian Fisik, Volume 2, No 1. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Okupasi Terapi, Surakarta. 2-3 Salem, Y & Godwin, E.M. (2009) Effects of task-oriented training on mobility function in children with cerebral palsy. IOS Press Journal. Division of Physical Therapy, Long Island University, Brooklyn, NY, USA. 1-2 Shaju, F.M.K. (2017). Study on Efficacy of Task Oriented Training on Mobility and Balance among Spastic Diplegic Cerebral Palsy Children. Open Access Journal of Neurology & Neurosurgery. Department of Physiotherapy, RVS College of Physiotherapy, India. 1-3 Shamsoddini, A. (2010). Comparison Between The Effect Of



Neurodevelopmental Treatment And Sensory Integration Therapy On Gross Motor Function In Children With Cerebral Palsy. Iran Journal Child Neurology Vol4 No1 June 2010. Master of Occupational Therapy, Faculty of Medicine, Baqiyatallah University of Medical Sciences, Tehran, Iran. 1-4 Song, C.S. (2014). Effects of Task-oriented Approach on Affected Arm Function in Children with Spastic Hemiplegia Due to Cerebral Palsy. J. Phys. Ther. Sci. Vol. 26, No. 6, 2014. Department of Occupational Therapy, Chungnam Provincial Cheongyang College: 55 Haksa-gil, Cheongyangeup, Cheongyang-gun, Chungcheongnam-do 345-702, Republic of Korea. 1-3



10