Nematoda Jaringan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Caca
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PARASITOLOGI 1 Nematoda Jaringan (Loa – loa , Mansonella ozardi, Oncocherca volvulus)



Dosen pengampu : Darmadi, SKM, M. Boimed



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3 1. ANISYA



(1913453007)



2. DEVA SASGIA RESMA



(1913453017)



3. DESTYA ANGGRAINI



(1913453016)



4. JETRI ULFIANA



(1913453029)



5. VIVI ASTRI PRATIWI



(1913453067)



PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ABDURAB



PEKANBARU 2020



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.



Pekanbaru, 03 April 2020



Kelompok 3



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Tujuan.........................................................................................................1 1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3 2.1 NEMATODA............................................................................................3 2.2 NEMATODA JARINGAN / DARAH......................................................3 2.2.1 JENIS-JENIS NEMATODA JARINGAN / DARAH.............................4 1. Loa – loa (Cacing Loa / Cacing Mata).................................................4 2. Onchocerca volvulus (Vilaria Volvulus)..............................................6 3. Monsonella Ozzardi..............................................................................10 BAB III PENUTUP .........................................................................................12 Kesimpulan ......................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Nematoda adalah hewan multiseluler yang paling banyak jumlahnya di



bumi dan terdapat hampir di seluruh habitat dan beberapa juga terdapat di tempat yang tidak biasa seperti sumber mata air panas, es, laut dalam, dan lingkungan berasam dan dengan kadar oksigen rendah. Kelimpahannya mencapai jutaan individu per m2 tanah pada tanah dan sedimen dasar perairan. Nematoda memiliki fungsi yang sangat penting dalam menjaga kelestarian tanah, salah satunya adalah sebagai dekomposisi material racun atau secara istilah disebut bioremediasi. Nilai nematoda sebagai bioremediasi tanah ini sangatlah penting. Jika dihitung dengan rupiah maka akan didapatkan seberapa pentingnya hewan kecil ini bagi tanah dan tentunya bagi manusia. Nematoda Darah / Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan. Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa adalah di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe hewan yang menjadi hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektornya.



1.2 Tujuan 1. Mengetahui daur hidup dan morfologi nematode.



1



2. Mengetahui macam-macam jenis nematode jaringan / darah. 3. Mengetahui penyakit dan gejala yang ditimbulkan, serta pengobatannya.



1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana daur hidup dan morfologi dari nematoda ? 2. Apa saja macam-macam dari nematoda jaringan / darah ? 3. Apa penyakit dan gejala yang ditimbulkan dari masing-masing jenis nematoda jaringan / darah? 4. Bagaimana cara mengobati penyakit yang ditimbulkan nematoda jaringan / darah?



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 NEMATODA Nematoda (cacing bulat) mempunyai bentuk bulat panjang dan tidak bersegmen. Mempunyai jenis kelamin jantan dan betina. Cacing jantan lebih kecil daripada yang betina dan melengkung kearah ventral. Ukurannya bervariasi dari beberapa millimeter (misalnya: Trychinella spiralis) sampai 35 (tiga puluh lima) cm (misalnya: Ascaris lumbricoides) bahkan ada yang mendekati 1 (satu) meter (misalnya : Dracunculus medinensis). Bentuk telurnya bermacam-macam bergantung jenis cacingnya. Nematoda mempunyai jumlah species yang terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbedabeda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship). Morfologi dan daur hidupnya beragam; ada yang panjangnya beberapa millimeter dan ada pula yang melebihi satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding, dan rongga badan dan alat-alat gerak lain yang agak lengkap. Biasanya system pencernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak secara parthenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai 200.000 butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit. Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara; ada yang masuk secara aktif, ada pula yang tertelan atau dimasukkan oleh vector melalui gigitan. Hampir semua nematoda mempunyai daur hidup yang telah diketahui dengan pasti.



3



2.2 NEMATODA JARINGAN / DARAH Nematoda yang infeksinya di jaringan tubuh biasanya bersifat parasitic pula pada hewan, misalnya pada kucing dan anjing.



4



2.2.1



JENIS-JENIS NEMATODA JARINGAN / DARAH



1. Loa – loa (Cacing Loa / Cacing Mata) Sejarah Untuk pertama kalinya Morgin pada tahun 1770 mengeluarkn cacing dewasa loa – loa dari mata seorang wanita Negro di Santo Domingo, Hindia Barat.



Hospes dan nama penyakit Parasit ini hanya ditemukan pada manusia, penyakitnya disebut loaiasis atau calabar swelling (fugtive swelling) Loaiasis terutrama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah dan Sudan.



Distribusi geografik Parasit ini tersebar di daerah khatulistiwa di hutan yang berhujam (rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik bagian Barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah sungai Kongo, Republik Kongo sendiri, Kamerun dan Nigeria bagian selatan.



Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 5070 mm x 0,5 mm dan yang jantan 30-34 mm x 0,35-0,43 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-paru. Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 - 300 mikron x 6 - 8,5 mikron,



5



dapat ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria. Patologi dan gejala klinis Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak sehingga mengganggu penglihatan. Secara psikis, pasien menderita. Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Kelainan yang khas ini dikenal dengan Calabar swelling atau fugitive swelling. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi hipersensitif hospes terhadap parasit. Masalah utama adalah bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis. Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang menderita meningoensefalitis.



Diagnosis Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau menemukan cacing dewasa di konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.



6



Pengobatan Selama lebih dari 40 tahun dietilkarbamasin (DEC) merupakan obat pilihan, diberikan dengan disis 2 mg/KgBB/hari, 3 kali/3hari selama 14 hari. DEC membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa; juga di pakai untuk profilaksis akan tetapi efek sampingnya berat. Saat ini ivermektin merupkan obat pilihan untuk loaiasis. Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan pembedahan dilakukan oleh seorang yang ahli.



Prognosis Prognosis biasanya baik bila cacing dewasa dapat dikeluarkan dari mata apabila pengobatan berhasil dengan baik.



Epidemiologi Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan



Chrysops



dimidiata yang mempunyai tempat perindukan di hutan yang berhujan dengan kelembababn tinggi. Lalat – lalat ini menyerang manusia, yang sering masuk ke hutan, maka penyakitnya lebih banyak di temukan pada pria dewasa. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pembarian obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut – turut.



2. Onchocerca volvulus (Vilaria Volvulus) Sejarah



7



O’ Neill meneliti mikrofilaria parasite ini di dalam kulit seorang penderita di Afrika barat pada tahun 1875. Kemudian seorang dokter Jerman menemukan cacing di dalam benjolan kulit dari orang Negro di Ghana, Afrika barat, lalu dinamakan sebagai Filaria volvulus oleh Leuckard 1893. Tahun 1915 Robles menemukan cacing Onchocerca caecutiens, tetapi kemudian dinamakan cacing Onchocerca volvulus.



Hospes dan nama penyakit Penyakit ini ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut onkoserkosis, onkosersiasis , river blindness, blinding filariasis.



Distribusi geografik Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika dari panta barat Sierra Leone menyebar keRepublik Kongo, Angola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah Terbatas di dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium . Di Amerika selatan terdapat di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela.



Morfologi dan daur hidup Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat ; melingkar satu dengan lainnya seperti benang kusut dalam benjolan (tumor). Cacing betina berukuran 33,5 – 50 cm x 270 – 400 mikron dan cacing jantan 19 – 42 mm x 130 x 210 mikron. Bentukny seperti kawat berwrna putih, opalesen dan transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam jaringan subkutan, kemudian mikrofilaria meninggalkan jringn subkutan mencari jalan ke kulit. Mikrofilaria mempunyai dua macam ukuran yaitu 285 – 368 x 6 – 9 mikron dan 150 – 287 x 5



8



– 7 mikron. Bagian kepala dan ujung ekor tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung. Bila lalat simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia maka mikrifilaria akan terhisap oleh lalat, kemudian mikrofilaria menembus lambung lalat, masuk kedalam otot toraks. Setelah 6 – 8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif masuk ke dalam proboscis lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan mikrofilaria.



Patologi dan gejala klinis Ada dua tipe onkosersiasis 1. Tipe Forest dimana kelainan kulit lebih dominan 2. Tipe savanna dimana kelainan mata yang dominan Manifestasi Onkosersisis terutama berupa kelainan pada kulit, sistem limfatik dan mata . Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh parasite ini, pertama oleh cacing dewasa yang hidupdalam jaringan ikat yang merangsang pembentkan serat serat yang mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh mikrofilaria yang dikeluarkan oleh cacing betina dan ketika mikrofilaria beredar dalamjaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi mengenai kulit dan mata. Kelainan yang di sebabkan oleh cacing dewasa berupa benjolan – benjolan dalam jaringan subkutan yang dikenal sebagai onkoserkoma. Ukuran benjolan bermacam macam dari yang kecil hingga sebesar lemon. Jumlah benjolan pun bermacam – macam mulai dari sedikit sampai lebih dari seratus. Letak benjolan biasanya diatas tonjolan – tonjolan tulang seperti scapula, iga, tengkorak , siku – siku, krista iliaka, lutut dan sacrum dan menyebabkan kelainan kosmetik. Benjolan dapat digerak – Gerakan dantidak terasa sakit (nyeri).



9



Kelainan yang ditimbulkan oleh mikrofilaria lebih hebat daripada oleh cacing dewasa karena mikrofilaria dapat menyerang mata dan menimbulkangangguan pada saraf-saraf optik dan retina mata. Ada beberapa anggapan tentang patologi kelainan mata, yaitu 1) reaksi mekanik atau reaksi sekret yang dikeluarkan oleh mikrofilaria hidup, 2) toksin yang dihasilkan oleh mikrofilaria mati, 3) toksin dari cacing dewasa dan 4) penderita supersensitif terhadap parasit. Pertama-tama gejala yang timbul ialah fotofobia, lakrimasi, blefarospasmus dan sensasi dari benda asing. Kelainan mata lebih banyak ditemukan pada penduduk dengan banyak benjolan di bagian atas badan. Reaksi radang tidak begitu hebat bila mikrofilaria masih dalam keadaan hidup tetapi reaksi radang makin hebat bila mikrofilaria banyak yang mati. Hal ini perlu diperhatikan pada waktu pengobatan. Sering ditemukan limbitis dengan pigmentasi coklat. Pada kasus menahun dapat terjadi keratitis berbintik, glaukoma, atrofi yang berakhir dengan kebutaan. Pruritic dermatitis disebabkan oleh karena gerakan mikrofilaria dan toksin yang dilepaskannya dalam kulit. Timbul rash yang berupa lingkaran lingkaran papel kecil-kecil yang berdiameter 1-3 mm. Kemudian timbul edema kulit, kulit menebal dan terjadi likenifikasi. Kulit kehilangan elastisitasnya dan menimbulkan keadaan yang disebut hanging groin, yaitu kulit menggantung dalam lipatanlipatan di bawah inguinal.



Diagnosis Klinis: adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul (leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbitis, uveitis dan adanya mikrofilaria dalam kornea. Parasitologik: menemukan mikrofilaria atau cacing dewasa dalam benjolan subkutan. Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni menyayat kulit (skinsnip) dengan pisau tajam atau pisau silet kira-kira 2 - 5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa. Untuk menemukan cacing dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor), mikrofilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi



10



sekarang



sedang



digalakkan



untuk



menunjang



diagnosis



onkoserkosis.



Ultrasonografi nodul: untuk menentukan beratnya infeksi (worm burden). Pelacak DNA : menggunakan teknik multiplikasi DNA (Polymerase Chain Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik. Mazotti test: dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1 - 24 jam untuk mengetahui adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.



Pengobatan 1. Ivermectin merupakan obat pilihan dengan dosis 150 ug/kg berat badan,diberikan satu atau dua kali per tahun pada pengobatan masal. Untuk pengobatan individu, dapat diberikan pada dosis 100 - 150 ug/kg berat badan dan diulang setiap 2 minggu, bulan atau 3 bulan hingga mencapai dosis total 1,8 mg/kg berat badan. Obat ini tidak diberikan kepada anak-anak dibawah 5 tahun atau beratnya kurang dari 15 kg, ibu hamil, menyusui atau orang dengan sakit berat. Ivermectin (Mectizan) mempunyai efek yang kuat dalam membunuh mikrofilaria. Efek samping (mirip dengan Mazotti reaction pada pemberian DEC), jarang terjadi dan jauh lebih ringan berupa : gatal-gatal, erupsi kulit, nyeri otot tulang, edema tungkai dan wajah, demam, pembesaran kelenjar disertai nyeri. Efek samping dapat diatasi dengan analgesik dan kortikosteroid. Pada pemberian selanjutnya efek samping semakin berkurang. Ivermectin mempunyai efek yang kuat dalam membunuh mikrofilaria tapi tidak terhadap cacing dewasa. 2. Suramin merupakan satu-satunya obat yang membunuh cacing dewasa 0.volvulus tetapi jarang dipakai mengingat cara pemberiannya yang relative sulit dan toksiksitasnya tinggi. Penggunaanya hanya :



11



a. Untuk pengobatan kuratif yang selektif di daerah yang tak ada transmisi atau pada orang yang meninggalkan daerah endemik O.volvulus. b. Pada kasus-kasus onkodermatitis hiperreaktif dan berat dimana gejala-gejala tak dapat dikendalikan dengan ivermectin dosis berulang.



12



Prognosis Prognosis baik bila tidak terjadi kerusakan mata



Epidemiologi Tempat perindukan vektor (Simuliunt) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air sungai yang deras. Lalat ini suka menggigit manusia di sekitar sungai tempat perindukannya. Penyakit ditemukan baik pada orang dewasa maupun pada anak. Infeksi yang menahun seringkali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan sungai. makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh karena itu penyakit ini dikenal dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan lalat Simulium atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh tubuh.



3. Monsonella Ozzardi



kingdom : animalia filum : nematoda kelas : secrennentea ordo : spirurida famili : filariodea genus : mansonella spesies : mansonella ozzardi a.



13



Distribusi Geografi cacing ini tersebar di Amerika tegah & Amerika selatan serta beberapa pulau di india barat. b. Penyebaran parasit ini menyebabkan penyakit filaria ozzardi. Dalam fase dewasa cacing hidup pada rongga tubuh yaitu mesentrium dan jaringan lemak viscera. Larva hidup di peredaran darah tepi



Morfologi Cacing dewasa memiliki kutikulum yang halus. Cacing jantan berukuran 38 mm, cacing betina berukuran 81 mm. Pada fase mikrofilaria panjang 240µ ,tidak memiliki selubung,dan inti sel tubuh tidak mencapai ekor



Siklus Hidup Hospes Hospes definitif pada manusia. Hospes perantara adalah lalat(Culicoides furens). Pertama lalat menggigit manusia yang terkena ozzardi. Larva baru menjadi larva infektif (dalam tubuh lalat) pada hari ke 6. Pada hari ke 8, larva bermigrasi ke probosis lalat. Manusia sehat tergigit lalu larva menuju ke darah tepi, lalu bermigrasi ke rongga tubuh(cavum peritonium). Setelah itu menjadi dewasa di mesentrium danjaringan lemak. Lalu manusia hospes definitif digigit lalat,sikluspun berulang.



14



Patogenesis cacing ini jarang menimbulkan gejala yang bearrti. karena hiduo di mesentrium dan jaringan lemak, sehingga jarang di perhatikan. e.



Pengobatan Dan Pencegahan setalah diagnosis pemeriksaan darah tepi di temukan mikrofilaria dan positif mengidap filaria ozzardi.



15



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Morfologi dan daur hidupnya beragam; ada yang panjangnya beberapa millimeter dan ada pula yang melebihi satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding, dan rongga badan dan alat-alat gerak lain yang agak lengkap. Biasanya system pencernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak secara parthenogenesis. Macam macam nematode jaringan / darah yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi. Brugia timori, Loa loa dan Onchocerca volvulus.



16



DAFTAR PUSTAKA Williams SA, et al. A polymerase chain reaction assay for the detection of Wuchereria bancrofti in blood samples from French Polynesia. Trans R Soc Trop Med Hyg, 1996; 90:387-9. Freedmann DO, et al. Lymphoscintigraphic analysis of lymphatic abnormalities in symptomatic and asimptomatic human filariasis. J Infect Dis. 1994;170:92733. Weil GJ, et al. A monoclonal antibody-based enzyme immunoassay for detecting parasite antigenemia in bancroftian filariasis. J Infect Dis, 1987;350-55. WHO (1994). Lymphatic filariasis infection and disease : Control strategies, TDR/CTD/FIL/Penang/94. More SJ and Copeman DB. A highly specific and sensitive monoclonal antibody based ELISA for the detection of circulating antigen in bancroftion filariasis. Trop Med Parasitol, 1990;41:403-6. Bundy DAP, Grenfell BT, Rajagopalan PK. Immuno-epidemiologi of lymphatic filariasis: The relationship between infection and diseases. Immunoparasitol Today, 1991:A71-A75. Partono F. Maizels RM and Purnomo. Towards a filariasis-free community: Evaluation of filariasis control over an eleven year period in Flores, Indonesia. Trans R Soc Trop Med Hyg, 1989;83:821-26. Weil GJ, Lammie PJ, Weiss N. The ICT filariasis test: a rapid-format antigen test for diagnosis of bancroftian filariasis. Parasitol Today, 1997;13:401-4. Dreyer G, Amaral F, Noroes J, Medeiros Z, Addis D. A new tool to assess the adulticidal efficacy in vivo of anti filarial drugs for bancroftian filariasis. Trans R Soc Trop Med Hyg, 1995;89:225-8.



17



Craig. Faust. Clinical Parasitology, 8th ed. Lea and Febiger, Philadelphia, 1971. Katz M, Despommier DD, Gwadz R. Parasitic Diseases. Springer-Verlag New York, USA, 1982. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003. Parasitologi kedokteran .Jakarta: FKUI Fitriani dan Muniroh. Parsitologi.:BUKU KEDOKTERAN



18