NEU-Buku Ajar Neurologi Jilid 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

l 1 N I \'f~ I IA'



I NI"X ) '\!1' 1



K ED O KTERAN



BDKD I



G EDITOR tARA AN'N 'T A WtNNUGROHO WlRATMAN



AKU T



DEPARTEMEN NEUROLOGl S KEDOKTERAN UNIVERSJT AS JNDO Scanned for Pablo



ESIA



Buku Ajar Neurologi



Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit.



BUKU AJAR NEUROLOGI



18x23 Halaman : i -xii 1342



Diterbitkan pertama kali oleh: DEPARTEMEN NEUROLOGI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo



Jakarta, 2017



Cetakan pertama : Maret, 2017



Dicetak pertama kali oleh: PENERBIT KEDOKTERAN INDONESIA Tangemng



Email. [email protected]



ISBN: 978-602-74207-4-8



ii Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



KONTRIBUTOR Adre Mayza Ahmad Yanuar Safri AI Rasyid Amanda Tiksnadi Astri Budikayanti Darma Imran Diatri Nari Lastri Eva Dewati Fitri Octaviana Freddy Sitorus Henry Riyanto Sofyan Jan Sudir Purba Luh Ari Indrawati Manfaluthy Hakim Mohammad Kurniawan Ni Nengah Rida Ariarini Pukovisa Prawiroharjo Rakhmad Hidayat Riwanti Estiasari Salim Harris Siti Airiza Ahmad Taufik Mesiano Teguh AS Ranakusuma Tiara Aninditha Winnugroho Wiratman Yetty Ramli Zakiah Syeban Ade Wijaya Dyah Tunjungsari Kartika Maharani Ramdinal Aviesena Zairinal Rima Anindita Primandari Wiwit Ida Chahyani



SEKRETARIS Intan Nurul Azni Mumfaridah



ILUSTRATOR Marshal Sumampouw Ni Nengah Rida Ariarini Uti Nilam Sari



COVER Ni Nengah Rida Ariarini



iii Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pencipta semesta alam, karena atas berkat RahmatNya kita diberi kesempatan dan kemampuan mempelajari ciptaanNya, ilmu Neurologi yang menakjubkan. Ilmu ini sangat sempurna dan sangat khusus, yaitu susunan saraf pusat, susunan saraf otonom, dan susunan saraf tepi, serta hubungan timbal balik sistem dan organ (brain-mind-behaviour dan brain-neural-vascular-network-system-organs) dalam keadaan sehat maupun sakit akibat berbagai faktor, yaitu vaskular, inflamasi, trauma, autoimun, metabolik, iatrogenik, dan neoplasma (VITAMIN). Para ahli penyandang ilmu saraf atau neurologi, disebut neurolog, mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, dan kesehatan (IPTEKDOKKES). Oleh karena itu, setiap neurolog wajib mempelajari ilmu itu secara tuntas, dalam keadaan sehat maupun sakit dan cacat, sebagai upaya mempertahankan maupun meningkatkan kualitas hidupnya. Proses tersebut perlu mengikutsertakan semua strata penyedia kesehatan dalam masyarakat, antara lain pasien sendiri, keluarga, kerabat kerja, perawat, dokter layanan pertama, sistem kedaruratan medis, neurolog umum dan subspesialis, serta penyandang disiplin ilmu lainnya, dalam tim yang terpadu struktural dan nonsktuktural di kehidupan masyarakat dan bernegara. Maka melalui buku ajar ini, seseorang mendapat kesempatan mengetahui, memahami, dan menghayati ilmu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan Sang Pencipta sebagai bekal menjalani kehidupan yang berguna untuk dirinya, orang lain, dan dunia lingkungannya. Mempelajari neurologi bagaikan menyusun kepingan-kepingan puzzle dari anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis yang sistematis untuk membentuk suatu gam bar yang utuh dan memiliki makna. Kepingan kepinganan tersebut berupa simtom (gejala dan keluhan) serta tanda-tanda berbagai penunjang baik klinis, laboratorium, radiologis, dan lain-lain sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Gambaran yang utuh akan membawa ke tegaknya suatu diagnosis, yang tentunya harus diikuti dengan langkah tata laksana yang cepat, tepat, cermat, akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.



v Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



Semoga melalui buku ajar yang berhasil disusun dari berbagai sumber aktivitas profesional di Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini dapat menambah khazanah literatur ilmu kedokteran dan kesehatan serta pengetahuan pembaca sekalian dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Teruslah belajar, jangan pemah berhenti. Karena ilmu berlimpah telah disediakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang pada umat dan alam semestaNya. Belajarlah-bacalah-pikirkanlah... iqra, iqra. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita, aamiin.



Teguh A.S. Ranakusuma Guru Besar Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia



vi Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT karena buku ini dapat selesai atas pertolongan dan rahmatNya. Kami sangat menghargai kerja keras para penyusun dan pihak-pihak lain yang berkontribusi terhadap terbitnya buku ini. Untuk semua perjuangan yang panjang, kami ucapkan terima kasih. Insya Allah buku ini menjadi investasi amal yang terus mengalir sepanjang kegunaannya. Perkembangan ilmu neurologi terus berkembang setiap saat. Selain itu, anggapan selama ini yang ada di kalangan mahasiswa atau ternan sejawat adalah ilmu neurologi sulit untuk dipahami. Kebutuhan akan ketersediaan sumber kepustakaan yang mudah dimengerti merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, Departemen Neurologi FKUI/RSCM menyusun buku ajar ini, yang diharapkan setelah membacanya, ilmu neurologi menjadi lebih dimengerti dan semakin tertarik untuk mendalaminya. Buku ajar ini adalah persembahan dari kami untuk seluruh mahasiswa kedokteran, peserta program studi dokter spesialis saraf, dan ternan sejawat, serta orang yang tertarik mempelajari ilmu neurologi. Dengan adanya buku ini, semoga kita dapat bersama-sama memajukan ilmu neurologi dan meningkatkan kualitas pelayanan pasien.



Diatri Nari Lastri



Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia



vii Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



KATA PENGANTAR



Guru Besar



Teguh AS Ranakusurna



v



Ketua Departemen



Diatri Nari Lastri ..............................................................



vii



1. Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis ......



3



Tiara Aninditha, Ni Nengah Rida Ariarini, Pukovisa Prawiroharjo



NEUROLOGI UMUM



2. Penurunan Kesadaran .....................................



16



Tiara Aninditha, Pukovisa Prawiroharjo



3. Peningkatan Tekanan Intrakranial.............



36



Taufik Mesiano



4. Pungsi Lumbal dan Analisis Cairan Serebrospinal ........................................



45



Riwanti Estiasari, Ramdinal Aviesena Zairina/, Kartika Maharani



5. Evaluasi Neurologis Perioperatif..................



53



Mohammad Kurniawan



6. Bangkitan dan Epilepsi ...................................



EPILEPSI



75



Fitri Octaviana, Astri Budikayanti, Winnugroho Wiratman, Luh Ari lndrawati, Zakiah Syeban



7. Status Epileptikus ............................................. Luh Ari lndrawati, Winnugroho Wiratman, Astri Budikayanti, Fitri Octaviana, Zakiah Syeban



ix Scanned for Pablo



98



Buku Ajar Neurologi



8. Penyakit Parkinson ......................................... 109 Eva Dewati, Dyah Tunjungsari, Ni Nengah Rida Ariarini



GANGGUAN GERAK



9. Hemifasial Spasme ........................................... 136 Amanda Tiksnadi



10. Neurobehavior Dasar dan Pemeriksaannya ................................................ 149 Adre Mayza, Diatri Nari Lastri



NEUROBEHAVIOR



11. Afasia .................................................................. 181 Pukovisa Prawiroharjo, Amanda Tiksnadi, Diatri Nari Lastri



12. Mild Cognitive Impairment ........................... 195 Yetty Ramli



13. Demensia .......................................................... 205 Diatri Nari Lastri



14. Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat ...................................... 227 Darma lmran



NEUROINFEKSI DAN NEUROIMUNOLOGI



15. lnfeksi Oportunistik Susunan SarafPusat pada AIDS................ 239 Darma Jmran, Riwanti Estiasari, Kartika Maharani



16. Multipel Sklerosis .......................................... 249 Riwanti Estiasari



17. Neuromielitis Optik ...................................... 2 58 Riwanti Estiasari



X



Scanned for Pablo



Buku Ajar Neuro/ogi



18. Vertigo Vestibular Sentral ........................... 267 Eva Dewati



19. Vertigo Vestibular Perifer ........................... 271 NEUROOFTALMOLOGI· NEUROOTOLOGI



Freddy Sitorus, Ni Nengah Rida Ariarini, Kartika Maharani



20. Gangguan Gerakan Bola Mata ................... 285 Ni Nengah Rida Ariarini



INDEKS



xi Scanned for Pablo



NEUROLOGI UMUM Pendekatari. Klinis Gangguan Neurologis Penurunan Kesadaran Peningkatan Tekanan lntrakranial Pungsi Lumbal dan Analisis Cairan Serebrospinal Evaluasi Neurologis Perioperatif



Scanned for Pablo



1



PENDEKATAN KLINIS GANGGUAN NEUROLOGIS Tiara Aninditha, Ni Nengah Rida Ariarini, Pukovisa Prawiroharjo



sistem persarafan itu demikian luas, maka defisit neurologis dapat bersinggungan dipelajari di disiplin ilmu kedokteran lain. Bahkan defisit neurologis pada fungsi luhur dipelajari juga di luar disiplin ilmu kedokteran dan kesehatan, seperti Psikologi, Ilmu Pendidikan, Ilmu Manajemen, dan sebagainya.



PENDAHULUAN Seperti halnya di dalam ilmu kedokteran, pendekatan klinis gangguan neurologis sangat ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis terutama bertujuan untuk mendapatkan ada tidaknya defisit neurologis yang kemudian dibuktikan secara obyektif pada pemeriksaan fisik. Berbeda dengan organ lainnya, pembuatan diagnosis pada gangguan neurologis juga disertai dengan diagnosis topis untuk dugaan letak lokasi penyebab munculnya gejala klinis, serta diagnosis etiologi dan patologis untuk kemungkinan mekanisme penyebab kelainannya. Hal ini dapat dibuat bahkan sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang dengan mengikuti prinsip cara kerja otak yang sangat sistematis. Oleh karena itu, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti yang menghasilkan diagnosis klinis, topis, etiologis, dan patologis akan sangat membantu menentukan pemeriksaan yang dibutuhkan serta tata laksana yang tepat.



Secara umum berdasarkan keterlibatan sistem saraf, defisit neurologis dapat dibagi menjadi fokal maupun global. Defisit neurologis fokal adalah gejala dan tanda akibat kerusakan dari sekelompok sel saraf atau jarasnya di suatu area tertentu (fokal). Misalnya pada pasien yang mengalami kelemahan (paresis) sesisi tubuh kanan, maka kemungkinan ada gangguan di sistem piramidalis mulai dari korteks motorik primer hingga jarasnya ke otot. Karena sistem piramidalis hanyalah bagian dari seluruh sistem saraf, maka kelemahan sesisi sebagai gangguan sistem motorik dikategorikan sebagai defisit fokal. Defisit neurologis lainnya yang dapat dikategorikan defisit neurologis fokal di antaranya:



DEFISIT NEUROLOGIS Defisit neurologis adalah istilah yang dipakai untuk suatu gejala dan tanda yang muncul pada pasien akibat gangguan di sistem persarafan, baik sel otaknya (neuronfsel glia) hingga jarasnya (akson) dari reseptor untuk sistem sensorik, maupun ke target organ dalam sistem motorik dan otonom. Karena



1. Paresis dengan berbagai polanya, di an-



taranya hemiparesis sesisifalternans/ dupleks, tetraparesis, paraparesis, paresis pada miotom saraf tertentu, paresis pada polineuropati, dan sebagainya.



3 Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



Defisit neurologis global adalah jika pada gejaIa dan tanda diakibatkan oleh kerusakan saraf yang luas, difus, atau menyeluruh. Meskipun nantinya pada analisis lanjutan dari sintesis diagnosis topis yang paling cocok ternyata hanya suatu Iesi fokal tertentu yang mengakibatkan gejala dan tanda ini terjadi.



2. Gangguan gerak motorik meliputi gerakan involunter (misalnya tremor; balismus, dan sebagainya) dan gangguan koordinasi otot (misalnya diskinesia, dis metria, dan sebagainya). 3. Gangguan pola pernapasan. 4. Kejang fokal, misal mulut mencong ke satu sisi, salah satu tangan bergerak-gerak, dan lain-lain.



Beberapa gejala dan tanda yang dikategorikan defisit neurologis global di antaranya adalah:



5. Gangguan sensorik eksteroseptif hipestesi atau hiperestesi seperti hiperalgesia dan alodinia, maupun proprioseptif.



1. Penurunan kesadaran, karena salah satu diagnosis topis bandingnya adalah kerusakan hemisfer serebri bilateral, meskipun dapat pula disebabkan Iesi fokal pada ascending reticular activating system (ARAS).



6. Gangguan sensorik proprioseptif, misalnya hipestesi untuk sensasi getar dan posisi. 7. Gangguan sensorik khusus akibat gangguan sistem saraf, seperti sistem visual (pola hemianopia, kuadranopia, buta kortikal, dan sebagainya), sistem penghidu (hipojanosmia, kakosmia, dan sebagainya), sistem pendengaran (tuli perseptif dan sebagainya), dan sistem pengecapan.



2. Delirium, sebagai bagian dari penurunan kesadaran. 3. Kejang umum, misal kaku atau kelojotan pada kedua sisi ekstremitas secara bersamaan. 4. Nyeri kepala yang difus, karena bisa akibat perangsangan serabut peka nyeri intrakranial yang difus.



8. Gangguan keseimbangan misalnya vertigo dan ataksia. 9. Nyeri fokal seperti nyeri Ieber, punggung bawah, dan sebagainya.



5. Sindrom peningkatan tekanan intrakranial. 6. Demensia, karena salah satu diagnosis bandingnya adalah atrofi serebri menyeluruh.



10.Gangguan otonom misalnya sindrom Horner; hipo atau hiperhidrosis, hipotensi ortostatik, inkontinensia atau retensi uri dan alvi, serta gangguan ereksi dan ejakulasi akibat gangguan sistem saraf.



Untuk melatih cara berpikir; pada pembuatan diagnosis neurologis pada kegiatan akademik, tidak hanya memerlukan diagnosis klinis, tetapi juga dianalisis Iebih Ianjut menjadi diagnosis yang khas berupa: diagnosis klinis, topis, etiologis, dan patologis.



11. Gangguan fungsi luhur fokal, seperti afasia, akalkulia, amnesia, dan seterusnya. 12.Gangguan neuropsikiatrik fokal, misalnya agitasi, depresi, dan sebagainya. 13.Sindrom neurologis yang bersifat fokal, misalnya sindrom lobus frontal dan sebagainya.



Maka langkah-langkah merangkai defisit neurologis menjadi suatu kajian diagnosis yang Iengkap diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.



4 Scanned for Pablo



Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis



ANAMNESIS



pertolongan. Pasien dibiarkan menjelaskan keluhan dengan istilahnya sendiri, kemudian diarahkan dengan lebih spesifik oleh dokter pemeriksa. Namun dalam neurologi, pemeriksa harus bisa mendapatkan 3 hal dari anamnesis, yaitu durasi dan perjalanan penyakit, lesi bersifat fokal atau difus (menyeluruh), serta kemungkinan komponen sistem saraf yang terkena. Hal ini disebabkan oleh kerja sistem saraf pusat (SSP) yang sangat rapi dan sistematis. Setiap area di SSP sudah mempunyai fungsi tersendiri, sehingga kerusakan di area tertentu sudah pasti akan menyebabkan gejala yang khas sesuai dengan fungsinya, apapun penyebabnya. Dengan mengetahui durasi waktu, serta daerah dan perkiraan luasnya lesi, maka anamnesis saja sudah dapat membantu perkiraan diagnosis dan kemungkinan penyebab dengan lebih seksama.



Pada anamnesis perlu dilakukan beberapa langkah penting, yaitu: a. lnventarisasi keluhan (gejala yang dirasakan secara subyektif oleh pasien). b. Dari inventarisasi keluhan itu turut dipilah jika ada yang masuk ke dalam suspek (kecurigaan) defisit neurologis. c. Keluhan termasuk defisit neurologis dianalisis dari sisi kronologis waktu (durasi, awitanfonset), kemunculan (insidens, frekuensi), intensitas gejala (progresivitas memburuk, membaik, atau acak), dan faktor yang memperburuk atau mengurangi gejala. d. Riwayat penyakit dahulu, termasuk pada anak adalah riwayat tumbuh kembang, kehamilan dan persalinan, dan vaksinasi. Perdalam anamnesis tentang analisis faktor risiko tertentu, misalnya hipertensi, diabetes melitus atau penyakit jantung koroner pada pasien yang dicurigai etiologinya vaskular.



Onset yang bersifat akut (dalam hitungan menit atau jam) dimungkinkan oleh kelainan vaskular atau kejang. Kelainan vaskular berupa cerebrovascular disease atau stroke berlangsung akut saat pasien sedang beraktivitas atau bangun tidur. Gejala dapat sangat bervariasi tergantung pada pembuluh darah otak yang terkena, hingga menyebabkan gangguan pada bagian otak tertentu. Pasien akan mengalami gejala yang bersifat fokal, seperti kelemahan tubuh sesisi (hemiparesis), rasa baalfkesemutan pada tubuh sesisi (hemihipestesiafhemiparestesia), kesulitan menelan (disfagia), bicara cadel (disartria), dan sebagainya secara mendadak.



e. Riwayat penyakit keluarga; beberapa penyakit neurologis bersifat genetik yang terdapat riwayat keluraga yang sama, seperti amyotrophic lateral sclerosis (ALS), epilepsi, migren, dan sebagainya. f. Riwayat pajanan, sosial ekonomi, budaya, dan kebiasaan yang relevan; pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah misalnya, perlu diketahui faktor sosio-ekonomi dan kebiasaan untuk menentukan penyebab nyerinya serta edukasi untuk pencegahan nyeri berikutnya. Anamnesis neurologi pada dasarnya sama dengan anamnesis pada umumnya, dimulai dengan gejala yang menyebabkan pasien datang atau dibawa untuk mendapatkan



Kadang gejala tidak segera disadari baik oleh pasien maupun lingkungannya, seperti gangguan fungsi kognitif. Pasien bisa mendadak terlihat linglung atau tidak mengerti pembicaraan orang (afasia sensorik) atau tidak



5 Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



dapat mengeluarkan kata-kata dengan jelas (afasia motorik). Apalagi jika gejala bersifat singkat, tidak sampai 24 jam sudah terjadi perbaikan sempuma, yang disebut sebagai transient ischemic attack. Namun pada prinsipnya, seminimal apapun kelainan yang muncul selama berlangsung mendadak, baik membaik sempuma atau menetap, maka dapat dicurigai sebagai suatu serangan stroke.



nesis khusus lengkap dapatdilihatpada topiktopik yang terkait selanjutnya. Berdasarkan anamnesis, seorang dokter harus sudah dapat memperkirakan apakah kelainan yang terjadi bersifat lokal atau difus. Hal ini cukup mudah dengan mempertimbangkan prinsip kerja SSP yang bersifat simetris, bahwa kedua sisi otak akan bekerja bersama-sama memberi impuls yang sama kuatnya ke kedua sisi. Sifat simetris ini yang menyebabkan seseorang dapat berdiri tegak di tengah, pergerakan bola mata yang seiring dan seirama saat melirik ke arah manapun, ekspresi wajah yang sama kuatnya saat pasien berbicara atau tersenyum, dan sebagainya.



Gejala stroke dapat berat jika meliputi area otak yang luas akibat besamya pembuluh darah yang tersumbat pada stroke iskemik atau besamya hematoma seperti atau stroke hemoragik Hal ini menyebabkan pasien bisa mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Pada perdarahan subaraknoid pasien didahului dengan sakit kepala hebat yang belum pemah dialami sebelumnya.



Oleh karena itu, setiap hal yang tidak simetris harus dicurigai sebagai adanya kelainan di satu sisi. Adanya defisit neurologis fokal, seperti bicara cadel, wajah terlihat mencong, berjalan miring ke satu sisi, atau penglihatan dobel (diplopia) menunjukkan lesi di satu sisifbagian otak Demikian pula jika seseorang dilaporkan kejang dengan pergerakan pada hanya satu sisi tubuh atau wajah tertarik ke satu sisi akan dianggap sebagai suatu lesi fokal.



Pada onset akut akibat kejang, gejalanya biasanya khas berupa pergerakan abnormal tubuh baik sebagian atau kedua sisi tubuh sekaligus secara involunter yang tidak dapat dihentikan oleh pasien. Kejang dapat didahului dengan aura, seperti halusinasi, terlihat bingung, mengecap-ngecap, atau sensasi aneh di epigastrium. Kalaupun kejang berlangsung lama hingga hitungan jam, maka pasien biasanya akan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. Harus dibedakan juga dengan malingering pada gangguan psikiatri, yang biasanya serangan selalu terjadi saat ada orang lain yang memerhatikan, tidak pemah saat pasien sedang sendirian, serta terdapat stresor sebelumnya. Pada onset yang subakut (berjam-jam hingga harlan) terjadi pada reaksi inflamasi (meningitis, abses serebri, sindrom Guillain Barre) yang biasanya didahului oleh demam. Onset yang lebih kronik mengarah kepada neoplasma. Anam-



Sebaliknya jika bersifat difus, kelainan justru akan bersifat simetris. Misalnya pada kejang akan terlihat pergerakan pada kedua tangan dan kakinya sekaligus, yang disebut sebagai kejang umum. Kelainan yang difus biasanya lebih menyebabkan penurunan kesadaran tanpa adanya defisit fokal, seperti gangguan metabolik (syok hipovolemik, hiperfhipoglikemia, hiper/hiponatremia, dan sebagainya) yang mengganggu kerja otak secara keseluruhan. Terakhir, dalam anamnesis sudah harus dapat diperkirakan, sistem SSP bagian mana yang terkena. Secara umum, sistem saraf ter-



6 Scanned for Pablo



Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis



bagi dalam 4 area kerja yang berbeda, yaitu: sistem sarafperifer; medula spinalis, intrakranial fossa posterior (termasuk batang otak), dan hemisfer serebri (Gambar 1). Hal ini sangat penting, sebagaimana seorang internis yang tidak mengetahui organ tubuh pasien yang terganggu, apakah di paru, lambung, atau ginjal, sehingga tidak dapat ditentukan diagnosis dan tata laksananya.



nesis kekuatan ekstremitas yang mengalami kelemahan. Jika kekuatan tangan sama dengan kaki, maka dipikirkan lesi di daerah subkorteks akibat berkumpulnya jaras motorik dari daerah tangan dan kaki. Namun jika kekuatan tangan dan kaki ada yang lebih dominan, kemungkinan lesi di korteks motorik, sesuai dengan homonkulus perbedaan area ekstremitas atas dan bawah. Hal ini ditunjang dengan adanya kejang akan lebih sesuai untuk lesi di daerah korteks.



Gejala di intrakranial dapat berupa gangguan di hemisfer serebri atau fossa posterior. Daerah fossa posterior yang terdiri dari serebelum dan batang otak sangat khas. Serebelum merupakan pusat keseimbangan, sehingga akan muncul keluhan seperti pusing berputar (vertigo) a tau sensasi bergoyang (dizziness). Pada pasien dengan gangguan batang otak dapat muncul keluhan dari sarafsaraf kranialis seperti diplopia, disfagia, atau disartria. Kesemua ini sangat berbeda dengan gejala di hemisfer serebri yang biasanya didominasi dengan nyeri kepala, kelemahan tubuh sesisi, atau gangguan fungsi kognitif.



Gejala akibat gangguan di sistem saraf perifer dan medula spinalis biasanya berupa kelemahan dan gangguan sensasi di anggota gerak tertentu. Gangguan di sistem ini tidak akan menyebabkan keluhan sakit kepala atau nervus kranialis yang menunjukkan keluhan berasal dari kelainan di intrakranial. Gangguan pada medula spinalis bisa disertai nyeri lokal atau menjalar di area yang terganggu, atau gangguan berkemih dan huang air besar. Adapun lesi di ssaraf perifer dapat menyebabkan paresis yang fokal, misalnya pada 1 ekstremitas atau area otot tertentu. Anamnesis khusus selengkapnya dapat dilihat pada Bab Saraf Tepi.



Daerah hemisfer serebri dapat disebabkan oleh lesi di daerah korteks dan subkorteks. Hal ini dapat dibedakan berdasarkan anam-



7 Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



Terminologi yang digunakan oleh pasien juga harns dipastikan sama dengan yang diketahui oleh dokter pemeriksa. Misalnya istilah 'kepala pusing' yang dimaksud oleh pasien apakah nyeri kepala atau pusing berputar. Oleh karena diagnosis banding keduanya sangat jauh berbeda. Demikian pula dengan keluhan 'kejang'. Banyak gejala yang mirip kejang, namun yang khas pada kejang adalah kejadiannya yang mendadak, gerakannya biasanya ritmis sekejap dalam hitungan menit, serta berpola.



Setelah mendapatkan gejala neurologis yang saat ini muncul, harns ditanyakan pula riwayat gangguan neurologis atau penyakit lain dan hasil pemeriksaan sebelumnya. Pada pasien dewasa dengan kejang, perlu ditanyakan apakah itu kejang pertama kali atau sudah mengalami kejang sejak kecil. Pada pasien dewasa atau tua dengan kejang pertama kali harns dipikirkan adanya lesi struktural barn seperti infeksi, neoplasma, atau stroke. Namun jika sudah ada riwayat kejang sejak kecil, maka bisa diperkirakan pasien tersebut adalah penderita epilepsi. Pada penderita seperti ini harns ditanyakan apakah sudah mendapat terapi yang adekuat serta pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) sebagai penunjangnya.



PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Fisik Umum a. Pemeriksaan tanda vital; dapat menggambarkan defisit neurologis misalnya pola nafas tertentu dan hipotensi ortostatik Informasi tanda vital lainnya dapat membantu penegakan diagnosis pasien dengan penting. b. Pemeriksaan skrining nyeri misalnya menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) atau Visual Analogue Scale (VAS), dan risiko jatuh.



Pasien dengan kecurigaan stroke harus ditanyakan pernah mengalami serangan sernpa sebelumnya atau tidak Jadi gejala klinis yang muncul mernpakan gejala yang betul-betul barn pertama kali muncul atau sudah pernah sebelumnya. Apabila sudah pernah, juga harns dipastikan apakah gejala sebelumnya segera pulih dalam waktu kurang dari 24 jam atau menetap lebih dari itu. Jika pasien pernah mengalami stroke sebelumnya, perlu ditanyakan gejala sisa yang dialami dan sejauh apa pasien bisa beraktivitas.



c. Pemeriksaan fisik umum lainnya akan sangat membantu diagnosis. Pada kasus trauma, perlu dilakukan pemeriksaan terkait organ yang terkena dampak trauma secara teliti, sehingga mencegah perburukan yang biasanya terjadi secara drastis. d. Inventarisasi beberapa faktor risiko dan komplikasinya pada organ non neurologis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik ini. Pada pasien dengan stroke, karena etiologinya vaskular, perlu diperhatikan secara umum ada tidaknya efek fak-



Hal ini penting untuk memastikan apakah gejala yang muncul saat pasien datang merupakan gejala yang sam a atau lebih berat dibanding sisa serangan stroke sebelumnya sehingga dianggap stroke bernlang. Jika pasien membawa hasil CT scan atau MRI yang memang memastikan adanya riwayat stroke, akan lebih mudah bagi Dokter untuk menegakkan diagnosis stroke bernlang, oleh karena kemungkinannya sangat tinggi pada yang sudah pernah stroke sebelumnya. 8



Scanned for Pablo



Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis



tor risiko vaskular terhadap organ target lain. Misalnya pada pasien stroke dengan hipertensi, perlu diketahui kelainan pada jantung, ginjal, dan retina. Pada pasien trauma, perlu diperiksa kemungkinan trauma di organ lain. Demikian pula pasien neoplasma dan infeksi, sesuai dengan patogenesisnya masing-masing.



dalamnya distribusi dan karakteristik nyeri seperti hiperalgesia dan alodinia Untuk menilai tingkat baal dan tingkat nyeri dapat menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) 0-10 dan dilaporkan per regio yang mengalami baaljnyeri. e. Pemeriksaan otonom, seperti adakah inkontinensiajretensio uri et alvi, gangguan ereksi/ejakulasi terkait neurologi, hipo/hiperhidrosis, dan berbagai sindrom defisit otonom lainnya.



2. Pemeriksaan Fisik Neurologis Dasar a. Pemeriksaan kesadaran secara kualitatif (kompos mentis, delirium, somnolen, sopor, atau koma), dan kuantitatif menggunakan Skala Koma Glasgow (SKG) dan atau Four Score (baca topik Penurunan Kesadaran). a. Pemeriksaan pupil yang mendeskripsikan bentuk, isokoriajanisokoria, diameter pupil mata kanan dan kiri, serta bagaimana reaksinya terhadap cahaya langsung dan tak langsung (baca topik Penurunan Kesadaran). b. Pemeriksaan nervus kranialis I sampai XII. Pada pasien tidak sadar, dapat digantikan pemeriksaan refleks-refleks batang otak. c. Pemeriksaan motorik lengkap meliputi kekuatan otot dengan skala 0-5, trofi, tonus, refleks fisiologis tendon dalam, dan refleks patologis. Dijelaskan pula pola distribusi paresisnya, misal hemiparesis, tetra/paraparesis, paresis miotom/otot tertentu. d. Pemeriksaan sensorik lengkap beserta pola distribusi lesinya (misalnya hemihipestesi, hipestesi setinggi dermatom medula spinalis tertentu, hipestesi pada dermatom saraf tertentu, hipestesi pola sarung tangan & kaki). Termasuk di



f. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi otot. g. Pemeriksaan fungsi luhur, setidaknya skrining menggunakan MMSE, Mini Cog, MoCA INA, atau perangkat penapisan fungsi luhur lainnya. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dibuat diagnosis kerja dengan beberapa diagnosis banding yang bersifat umum yang akan jadi acuan pemeriksaan langkahlangkah selanjutnya. Pemeriksaan penunjang termasuk laboratorium dan radiologi, serta penunjang lain yang akan dijelaskan di bab-bab selanjutnya dari buku ini, dilakukan secara prioritas bergantung pada arab diagnosis tersebut. Baru kemudian berdasarkan hasil-hasil penunjang, dibuat diagnosis kerja yang lebih akurat dan diagnosis banding (jika masih dipertimbangkan) yang lebih khusus. Kadang pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan tidak dapat dilakukan secara lengkap, namun perkiraan diagnosis tetap diupayakan untuk dibuat.



DIAGNOSIS NEUROLOGIS Khusus bidang neurologi, dibuat analisis lebih Ianjut dari diagnosis yang dibuat, yaitu diagnosis berdasarkan aspek klinis, topis, patologis, 9



Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



2. Diagnosis (Aspek) Topis Merupakan perkiraan lokasi lesi atau topis paling mungk:in berdasarkan temuan pada diagnosis klinis. Dugaan ini dibuat berdasarkan neuroanatomi dan fisiologi, suatu analisis secara neurologis yang dibuattanpa melihat pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan radiologis dapat membuktikan diagnosis topis dan pemeriksaan penunjang lainnya dalam menggambarkan kondisi pasien secara lebih tepat



dan etiologis. Analisis ini penting untuk menjaga pola berpikir khas neurologis yang akan memudahkan penentuan tata laksana berikutnya. Walaupun biasanya keempat diagnosis tersebut hanya ditulis untuk kepentingan akademik, namun analisisnya harus menjadi bagian dari manajemen pasien sehari-hari dengan prinsip seperti pada Gambar 2.



1. Diagnosis (Aspek) Klinis Berisi semua gejala klinis yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ditulis secara sistematis mulai dari keluhan utama dan keluhan lain, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan neurologis berurutan dari paresis nervus kranialis dan defisit lainnya. Hal ini dimaksudkan agar semua gejala klinis dapat ditulis lengkap, oleh karena diagnosis klinis akan berdampak menentukan diagnosis topis selanjutnya.



Penentuan diagnosis topis sejak awal juga akan membantu menentukan diagnosis kerja, bahwa lesi di daerah tertentu biasanya disebabkan oleh patologis tertentu. Misalnya, sakit kepala yang disertai gangguan lapang pandang hemianopia bitemporal merupakan gajala khas di daerah sella yang biasanya akibat tumor sella, seperti adenoma hipofisis. Diplopia akibat paresis N. VI disertai paresis N. VII perifer sisi yang sama, tanpa adanya gejala lain, menunjukkan-1topis berupa lesi kecil di daerah pons yang umumnya disebabkan oleh stroke.



Misal pasien dengan tumor di serebelum akan mengalami gejala sakit kepala yang kronik progresif dan vertigo, tanpa lateralisasi atau defisit neurologis lainnya. Jika pada diagnosis klinis tidak ditulis vertigo, hanya sakit kepala yang kronik progresif, maka tidak dapat ditentukan secara spesifik lokasi lesinya.



3. Diagnosis (Aspek) Patologis Analisis ini biasanya ditentukan dari gambaran patologi anatomi. Namun, oleh karena pemeriksaan ini tidak memungkinkan dilakukan pada semua pasien, maka diagnosis patologi dapat berdasarkan pengetahuan secara teoritis maupun bukti ilmiah terhadap kasus-kasus umum, dengan membayangkan gambaran jika lesi topis itu dilakukan analisis patologi.



Contoh lain pasien dengan stroke hemoragik dapat mempunyai diagnosis klinis: sakit kepala, riwayat penurunan kesadaran, paresis nervus VII dan XII sentral dekstra, serta hemiparesis dekstra. Gejala klinis yang sudah dibuktikan dengan pemeriksaan fisik maka cukup ditulis basil pemeriksaan fisiknya saja. Misal: keluhan bicara pelo yang sudah dibuktikan dengan adanya paresis N. XII, tidak perlu ditulis disartria lagi.



Sebagai contoh, pada kasus tumor intrakranial dengan gejala klinis hemiano-



10 Scanned for Pablo



Pendekatan Klinis Gangguan Neurologis



Diagnosis topis I anatomis



Pengumpulan data kllnls



-+



lnterpretasl gejala Formulas! sindrom dan tanda klinls dan lokalisasilesl secara anatomis -+ {diagnosis topis -+ dan fislologis /anatomis) (diagnosis klinis)



II



+



Onset dan perjalanan penyakit +



Pemeriksaan penunjang yang sesual (diagnosis patologis atau etiologis)



Ill



IV



Gambar 2. Tahap Pembuatan Diagnosis Neurologis Sumber: Rapper AH, dkk. Adams and Victor's principles ofneurologi. 2005.



pia bitemporal dan gangguan endokrin, maka diagnosis patologis yang dapat dipikirkan adalah adenoma hipofisis. Pemeriksaan penunjang berupa MRI adanya dumbell-shape pada daerah sella juga dapat membantu menentukan diagnosis patologi, meskipun belum dilakukan biopsi. Contoh lain, pada kasus stroke iskemik, maka diagnosis patologinya adalah infark parenkim otak, meningitis yaitu inflamasi, dan multipel siderosis berupa demielinisasi.



Pada infeksi intrakranial, diagnosis etiologis adalah dugaan presumtif kuman penyebab yang dapat dibuktikan dengan basil kultur. Misal pada meningitis TB etiologisnya adalah M. tuberkulosis, pada ensefalitis toksoplasma etiologisnya toksoplasma gondii, dan pada multipel siderosis berupa autoimun. Diagnosis Idinis, topis, etiologi, dan patologi harus saling berkesinambungan. Penulisan keempat diagnosis tersebut mumi berdasarkan gejala Idinis, dan basil analisis topis, etiologis, dan patologis, tanpa mencantumkan nama penyakit. Jadi tidak akan ada kata 'stroke, meningitis, atau ensefalitis' di dalam keempat diagnosis itu. Namanama penyakit atau sindrom terse but akan disebutkan secara terpisah dalam diagnosis kerja, yang akan menjadi dasar untuk merencanakan pemeriksaan penunjang dan tata laksana selanjutnya.



4. Diagnosis (Aspek) Etiologis Menganalisis proses patofisiologi mekanisme yang mendasari kelainan pada sistem saraf yang terlibat, yaitu proses penyakit yang berkontribusi menimbulkan gejala dan tanda Idinis. Sebagai contoh, pada stroke iskemik dengan Idinis hemiparesis dektra mendadak dan muncul saat istirahat, maka dipikirkan diagnosis etiologinya adalah sumbatan trombus. Contoh lain pada tumor intrakranial dengan Idinis penurunan kesadaran dan hemiparesis dekstra, maka dipikirkan diagnosis etiologi yakni proses desak ruang akibat tumor dan edema.



Diagnosis topis memuat lokasi anatomi yang terlibat pada suatu penyakit sehingga menyebabkan munculnya gejala dan tanda Idinis tertentu. Dengan demikian, diagnosis



11 Scanned for Pablo



Buku Ajar Neurologi



Pada pasien dengan keluhan utama mulut mencong akibat paresis nervus fasialis perifer, jika diduga sebagai kasus Bell's palsy, maka diagnosis kerjanya yakni paresis nervus fasialis perifer ec Bell's palsy. Pada kasus ini, paresis nervus fasialis dimasukkan dalam diagnosis kerja karena merupakan keluhan utama dan menjadi tujuan utama tata laksana penyakit ini. b. Gejala dan tanda klinis yang memerlukan pemantauan khusus dalam terapi Contoh pada pasien sebelumnya dengan stroke hemoragik, gejala yang perlu dilakukan pemantauan adalah penurunan kesadaran. Adapun gejala paresis N. VII dan N. XII sentral kanan, dan hemiparesis kanan bukan merupakan target pemantauan khusus, karena akan ikut membaik seiring dengan tata laksana stroke hemoragik sebagai penyebabnya.



topis berkorelasi dengan diagnosis klinis. Diagnosis topis membantu menentukan diagnosis banding dan merencanakan pemeriksaan penunjang. Sebagai contoh, adanya klinis paraparesis UMN dengan hipestesi setinggi umbilikus ke bawah, maka diagnosis topis yang dipikirkan adalah medula spinalis segmen torakal 10. Dengan adanya klinis tersebut, tentunya tidak akan dipikirkan lesi intrakranial atau saraf perifer seperti radikulopati atau neuropati. Implikasinya, klinisi akan merencanakan MRI torakal dan somatosensory evoked potential (SSEP), dibandingkan MRI kepala atau konduksi hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG). DIAGNOSIS KERJA Pada akirnya klinisi harus membuat diagnosis kerja. Formulanya adalah memuat gejala dan tanda klinis serta nama penyakit. Namun hal yang perlu ditekankan, tidak seluruh gejala dan tanda penyakit dituliskan dalam diagnosis kerja.



Oleh karena pada dasarnya diagnosis kerja berfungsi sebagai penentu terapi, maka gejala klinis yang ditulis bersifat fleksibel sesuai dengan perjalanan penyakit pasien. Misal jika selama perawatan pasien stroke hemoragik tersebut merasakan sakit kepala setelah perbaikan kesadaran, maka diagnosis kerja berubah menjadi sefalgia ec stroke hemoragik Oleh karena sefalgia itu merupakan gejala yang dikeluhkan pasien dan dapat menjadi indikator tata laksana peningkatan tekanan intrakranial.



Pada prinsipnya, gejala dan tanda yang perlu dicantumkan adalah: a. Gejala dan tanda klinis yang menjadi keluhan utama atau bersifat kegawatdaruratan Sebagai contoh pada stroke hemoragik dengan manifestasi penurunan kesadaran, paresis N. VII dan N. XII sentral kanan, dan hemiparesis kanan, maka dalam diagnosis kerja cukup dituliskan penurunan kesadaran etcausa (ec) stroke hemoragik Dalam hal ini, penurunan kesadaran merupakan klinis yang membutuhkan tata laksana kegawatdaruratan.



Berikut ini diberikan beberapa contoh skenario klinis dan cara penulisan diagnosis klinis, topis, etiologi, patologi dan diagnosis kerja (Tabell)



12 Scanned for Pablo



Tabel 1. Skenario Klinik dan Penulisan Diagnosis Diagnosis Klinis



Skenario Klinik



Diagnosis Top is



Laki-laki 25 tahun masuk dengan penurunan kesadaran 4 jam Penurunan kesadasebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasca-kecelakaan lalu ran dan hemiparelintas. Pasien sempat sadar, kesan lucid interval. Pemeriksaan sis sinistra fisik ditemukan SKG E2MSV3 dan hemiparesis sinistra.



Diagnosis Etiologi



Diagnosis Patologi



Lesi desak ruang akibat perdara han epidural



Hematoma pada ep idural



Diagnosis Kerja



EDH traumatik dengan penurunan kesadaran Perempuan 27 tahun dibawa ke IGD dengan penurunan Penurunan kesada- Selaput lnfeksi bakteri Peradangan Meningokesadaran bertahap sejak 3 hari SMRS. Pasien juga ter- ran dan meningismeningens dan Mycobacterium pada selaput ensefalitis dapat demam dan memiliki riwayat tuberkulosis (TB) mus parenkim otak tuberculosis meningens TB dengan paru putus obat. Pada pemeriksaan fisik diperoleh SKG dan parenpenurunan E3M6V4 dan kaku kud uk. kim otak kesadaran Laki-laki 31 tahun dibawa ke poliklinik dengan keluhan rasa Disekuilibrium, nyeri Sudut serebelo- Lesi desak Neuroma Tumor CPA bergoyang sejak 1 bulan SMRS yang hanya timbul saat berja- kepala sekundet; pontin ruang tumor akustik dengan ( cerebel/opondan edema Ian. Sejak 2 tahun pasien mengeluh gangguan pendengaran ataksia serebelar, disekuilibrium, diikuti nyeri kepala yang memberat. Pacta pemeriksaan fisik tremor intensi, lesi tine angle/ nyeri kepala ditemukan ataksia serebelar, tremor intensi, lesi nervus V1-3 nervus V1-3 kanan, CPA) sekunder dan kanan, serta tuli sensori neural kanan. dan tuli sensori tuli sensorineural kanan. neural Laki-laki 52 tahun dengan kelemahan sisi kanan mendadak Hemiparesis Kapsula interna Sumba tan Infark Stroke saat sedang beristirahat 6 jam SMRS. Pasien mengidap sinistra dekstra trombus parenkim iskem ik hipertensi dengan kontrol tidak teratur. Pada pemeriksaan otak fisik diperoleh SKG 15 dan hemiparesis sinistra dengan kekuatan ekstremitas atas dan bawah adalah 3. Perempuan 20 tahun dibawa ke IGD dengan kejang bent- Status epil eptikus Lobus temporal Peningkatan sklerosis Epilepsi lobus lang sejak 3 jam SMRS. Kejang berupa kelojotan seluruh dengan bangkitan aktivitas hipokampus temporal tubuh dan sebelumnya tampak bibir mengecap-ngecap, secondary genera llistrik otak dengan status frekuensi 3 kali, selama 15 menit, dan tidak sa dar di an tara ized seizure (SGS) ep ileptikus kejang. Sebelum kejang terdapat rasa tidak nyaman di ulu hati. Kejang seperti ini sudah dialami pasien sejak usia 14 tahun dan pernah kejang demam. Pada pemeriksaan fisik ditem ukan SKG E2MSV3 dan tanpa defisit neurologis fokal.



-



Epidural di regio frontal atau tempo ral dekstra



--



-



--



-



...... w



--



Laki-laki 72 tahun datang ke poliklinik dengan tangan gem- Tremor istirahat, etar yang memberat sejak 6 bulan SMRS. Keluhan dimulai bradikinesia, rigipada tangan kanan sejak 5 tahun yang lalu dan saat ini dii- ditas kuti tangan kiri, pada saat istirahat. Menurut istri pasien, suara pasien mengecil dan tidak berekspresi, langkah kecilkecil dan lam bat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan rigiditas cogwheel. SKG: skala kama Glasgow (Glasgow coma sca/ejGCS); EDH : ep idurah hemato m



-



(Sirkuit) ganglia Basal



Scanned for Pablo



--



Proses neurodegeneratif pada neuron dopaminergik



-



Badan Lewypada substansia nigra pars kompakta



"1:l



::s "'l:l..



6"'



8::s



~



Penyakit Parkinson



25



:;·



c;;· c;") !:)



::s



2g I



I



s::: ::s



!:)