Nodul Plica Vocalis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



JULI 2018



UNIVERSITAS HALU OLEO



NODUL PLICA VOCALIS



PENYUSUN : Winda Velintia, S.Ked K1A1 11 084



PEMBIMBING : dr. Nur Hilaliyah, M.Kes, Sp.THT-KL



KEPANITERAAN KLINIK THT-KL RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018



0



NODUL PLICA VOCALIS Winda Velintia, Nur Hilaliyah



I.



Pendahuluan Nodul plica vocalis (vocal nodule) adalah pertumbuhan yang menyerupai jaringan parut dan bersifat jinak pada pita suara. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara dalam waktu lama, seperti pada soang guru, penyanyi, dan sebagainya sehingga terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul pita suara termasuk screamer’s nodule, singer’s nodule, atau teacher’s nodule.1,2 Nodul plica vocalis merupakan penyebab tersering disfonia menetap pada anak-anak. Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara yang disebabkan oleh kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau kelainan laring. Salah satu penyebab disfonia tersering, yaitu nodul pita suara.3 Prevalensi nodul plica vocalis pada populasi umum tidak diketahui pasti tetapi telah dilaporkan bahwa hal ini menyebabkan suara serak pada 23,4% anakanak, 0,5- 1,3% pasien klinik THT, dan 6% pasien klinik phoniatric. Pada sebuah studi, prevalensi yang ditemukan adalah 43% dari 218 kasus disfoni dari 1046 guru wanita di Spanyol. Para guru rata-rata berbicara selama 102 menit per 8 jam. Pada penyanyi yang bersuara serak, 25% mengalami nodul pita suara.3



II.



Epidemiologi Prevalensi nodul plica vocalis pada populasi umum tidak diketahui pasti tetapi telah dilaporkan bahwa hal ini menyebabkan suara serak pada 23,4% anakanak, 0,5%-1,3% pasien klinik THT, dan 6% pasien klinik phoniatric.3 Nodul plica vocalis sering terjadi diantara populasi umum; dengan prevalensi



1



dilaporkan pada 2,29%-16,9% dari populasi dunia saat ini yang mengalami masalah suara.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh Seong Jun Won dkk dengan menggunakan data dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional Korea 2008 hingga 2011, prevalensi nodul plica vocalis adalah 1,31% (n = 258), diantara faktor-faktor variabel, usia, tingkat pendidikan, dan gangguan suara terkait dengan adanya nodul plica vocalis (P < 0,05). Faktor-faktor lain, termasuk seks, alkohol, merokok, aktivitas fisik, hipertensi, obesitas, lingkar pinggang dan sindrom metabolik, hiperkolesterolemia, kalsium serum, dan vitamin D tidak menunjukkan hubungan yang berarti dengan keberadaan nodul plica vocalis dalam penelitian ini. Insiden nodul plica vocalis dalam penelitian ini ditemukan lebih banyak pada peserta yang relatif muda daripada peserta yang lebih tua, dan daripada mereka dari tingkat pendidikan tinggi, terutama pada mereka yang menyelesaikan kuliah. Prevalensi gangguan suara umumnya dilaporkan lebih tinggi pada wanita daripada pada pria, juga tingkat kelainan lipatan pita suara jinak lebih tinggi pada wanita. 4 Prevalensi gangguan suara diantara individu yang sedang berobat telah terbukti dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan pekerjaan. Prevalensi lebih tinggi pada wanita dewasa dibandingkan pada pria dewasa, dengan rasio dilaporkan 1,5: 1,0. Pada anak-anak, gangguan suara secara signifikan lebih umum pada laki-laki daripada perempuan. Usia prevalensi telah dilaporkan lebih tinggi pada orang dewasa lanjut usia dengan perkiraan mulai dari 4,8% hingga 29,1% dalam studi berbasis populasi. Pada populasi pediatrik, prevalensi gangguan suara yang dilaporkan berkisar antara 1,4% hingga 6,0%. Kelompok pekerjaan yang tampaknya paling berisiko untuk mengembangkan gangguan suara termasuk guru, pekerja pabrik, salesperson, dan penyanyi. Perkiraan prevalensi laporan masalah suara saat ini lebih tinggi pada guru (11,0%) daripada yang bukan guru (6,2%).5



2



Orang-orang yang banyak menggunakan suara cenderung untuk mendapatkan nodul pada pita suara mereka. Nodul pita suara merupakan kelainan yang sering terjadi pada anak laki-laki



dan wanita dewasa. Nodul



terjadi dua sampai tiga kali lebih sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, yaitu usia 8-12 tahun. Suara serak yang kronis terjadi > 5% pada anak-anak sekolah. Anak-anak biasanya tidak peduli pada suara seraknya. Dari anak-anak tersebut yang menderita suara serak yang kronis, nodul adalah penyebab sebanyak 38-78%. Ini membuat nodul pita suara sebagai penyebab tersering gangguan suara pada anak-anak usia sekolah. Pada dewasa, wanita lebih sering terkena dari laki-laki. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara yang tertekan sewaktu vibrasi yang berlebihan.1,6



III.



Etiologi Nodul pita suara biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan pemakaian suara (vocal abuse) dalam waktu lama, berlebihan dan dipaksakan, misalnya seperti pada seorang guru, penyanyi, anak-anak dan lain-lain. Pada awalnya terdapat edema dan vasodilatasi (diatesis prenodular) pada pita suara, sehingga menyebabkan penambahan massa namun tidak terlalu memengaruhi ketegangan pita suara. Vocal abuse menjelaskan perlakuan suara (vocal behaviour) yang berhubungan dengan kualitas suara normal yang seringkali menyebabkan abnormalitas pita suara dan menghasilkan disfonia. Vocal abuse bercirikan suara yang berangsurangsur menurun, terutama disebabkan oleh latihan suara yang berlebihan, menghabiskan banyak waktu bekerja di studio, bernyanyi terlalu keras, dan bernyanyi di luar kapasitas suara sang penyanyi. Berteriak atau berbicara di area dengan suasana berisik (misalnya: restoran atau lapangan terbang) juga dapat menjadi salah satu penyebab. Nodul pita suara dapat juga disebabkan oleh infeksi, alergi, dan refluks. Kebiasaan merokok dinyatakan sebagai faktor tambahan.3,7,8



3



Faktor-faktor penyebab laringitis kronis sangat berpengaruh di sini. Tetapi penggunaan suara yang berlebihan secara terus menerus merupakan faktor pencetus yang terpenting. Akibatnya lesi paling sering terdapat pada pemakai suara profesional.1,2,6



IV.



Anatomi & Fisiologi Anatomi Laring Laring adalah organ yang dilewati oleh udara respirasi dan mengalami modifikasi untuk dapat menghasilkan suara. Dibentuk oleh cartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa. Terletak di sebelah hipofaring, berhadapan dengan vertebra servikalis 3-6. Berada disebelah caudalis dari os hyoideum, lingua dan berhubungan lansung dengan trachea. Disebelah ventral ditutupi oleh kulit dan fascia, di kiri kanan linea mediana terdapat otot-otot infrahyoideus. Disebelah posterior terdapat faring, yang memisahkan daripada otot-otot prevertebralis. Posisi laring dipengaruhi gerakan kepala, gerakan menelan dan fonasi.9 Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid dan beberapa buah tulang rawan, seperti kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago



aritenoid, kartilago kornikulata,



kartilago kuneiformis, dan kartilago tritisea.2 Seperti tampak pada gambar di bawah ini.



4



1. Perbatasan area anatomis laring Secara anatomis laring dibagi menjadi area supraglotis, area glotis dan area subglotis. Area supraglotis : dari margo superior laring sampe margo superior pita suara, mencakup fasies lingual epiglotis, margo bebas epiglotis, fasies laringea epiglotis, plika ari-epiglotik bilateral, area kartilago aritenoid bilateral, plika ventrikular bilateral dan ventrikulus laringeus bilateral.2 Area glotis : mencakup kedua pita suara, komisura anterior dan posterior Area subglotis : area ini mencakup margo inferior pita suara dan margo inferior kartilago krikoidea.



Gambar 1. Pembagian regio Anatomi laring1,2



5



Gambar 2. Kerangka laring dan ligamentum serta membrananya (penampang posterior)1



Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan otot intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas os hioid (suprahioid) dan yang terletak di bawah os hioid (infrahioid). Otot ekstrinsik suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan infrahioid menarik laring ke atas. Otot intrinsik laring terdiri dari otot aduktor yang berfungsi mendekatkan kedua pita suara ke tengah, dan otot abduktor yang berfungsi menjauhkan kedua pita suara ke lateral.2 2. Struktur penyangga Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak. Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan 6



dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing – masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior. Tendon dan otot – otot lidah, mandibula, dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus kedua prosesus. Saat menelan kontraksi otot – otot ini mengangkat laring. Namun, bila laring dalam keadaan stabil, maka otot – otot tersebut akan membuka mulut dan akan berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai). Kedua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk “jakun” (Adam apple). Pada tepi masing – masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan antara kartilago tiroidea dan krikodea.10 Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat disebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa.10 Pada permukaan superior lamina, terletak pasangan kartilago aritenoidea masing – masing berbentuk seperti piramid bersisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada artikulasio krikoaritenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus, prosesus vokalis 7



anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dan masing – masing prosesus vokalis dan berisensi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus membentuk dua perlima bagian belakang dari korda vokalis. Sementara ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian laring diatasnya disebut supraglotis dan dibawahnya subglotis. Terdapat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan diatas menutupi aritenoid. Disebelah lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika terletak kartilago kuneiformis.10 Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas keatas dibelakang korpus hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring. Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring terdapat membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral kartilgo aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik lainnya adalah konus elastikus (membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membran kuadrangularis, dan meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing – masing sisi. Jadi 8



konus elaktikus terletak dibawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.10



Gambar 3. Kartilago pada laring tampak anterior, posterior, dan anterosuperior.11



Gambar 4. Kartilago pada Laring10



9



3. Otot-otot laring Otot-otot laring dibagi dalam dua kelompok. Otot ekstrinsik yang terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara berbagai struktur-struktur laring sendiri. Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot depresor atau otot-otot leher omohioideus, sternotiroideus, sternohioideus berasal dari bagian inferior. Otot elevator milohioideus, geniohiodeus, genioglosus, hioglosus, digastrikus dan stilohioideus meluas dari os hioideum ke mandibula, lidah dan prosesus stiloideus pada kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot-otot leher, terutama berfungsi sebagai elevator. Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah otot konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring di sebelah posterior dan berfungsi pada saat menelan.Serat-serat paling bawah dari otot konstriktor inferior berasal dari krikoid, membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esofagus superior.10 Anatomi otot-otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mengaitkan fungsinya.Serat-serat otot interaritenoideus aritenoideus transversus dan oblikus meluas di antara kedua kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser kearah garis tengah, mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior lamina krikoidea untuk berinsersi ke dalam prosesus muskularis aritenoidea. Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan tiroaritenoideus yang hampir tidak dapat dipisahkan. Pada individu lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroaritenoideus agak berkurang. Otot-otot laring utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari arkus krikoidea di sebelah anterior dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas. Kontraksi otot ini menarik kartilago tiroidea ke depan, 10



meregang, dan menegangkan korda vokalis. Kontraksi ini secara pasif juga memutar arytenoid ke medial sehingga otot krikotiroideus juga dianggap sebagai otot aduktor. Secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga otot aduktor, dan tiga otot tensor, seperti dibawah ini:10 Abduktor



Aduktor



Tensor



Krikoaritenoideus



Interaritenoideus



Krikotiroideus (eksterna)



posterior



Vokalis (interna) Krikoaritenoideus lateralis Tiroaritenoideus (interna) Krikotiroideus



Gambar 5. Otot-otot pada laring tampak superior dan lateral4



Gambar 5. Otot-otot pada laring tampak posterior dan lateral11



11



Gambar 6. Otot-otot pada laring tampak superior dan lateral11 4. Struktur Laring Dalam Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorius. Namun, bagian – bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius.10 Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglottis. Tiga pita mukosa (satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis) meluas dari epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan setiap pita lateral terdapat suatu kantong kecil, yaitu valekula. Dibawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing – masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika ariepiglotika, 12



merupakan suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya dibagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot – otot lateral yang melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.10 Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda vokalis palsu atau pita ventricular, dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di inferior tepi bebas membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati (plika vokalis) adalah batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mucus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal sebagai laringokel.10



13



Gambar 7. Struktur yang penting dilihat pada pemeriksaan laringofaring10



Rongga laring Rongga laring meluas dari aditus laring (batas atas rongga laring) yang merupakan sarana untuk berhubungan dengan laringofaring, sampai setinggi tepi bawah kartilago krikoid untuk beralih ke lumen tenggorok.12 Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis. Sedangkan, antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring menjadi 3 bagian; vestibulum laring (supraglotik), glotik, dan subglotik.2,13 Glottis merupakan ruang antara plika vokalis. Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis hingga ke tulang hioid (supraglottis), dan subglotik merupakan rongga laring yang



14



terletak 1 cm di bawah glotik hingga batas bawah dari kartilago krikoid3,13, seperti tampak pada gambar di bawah ini:



Gambar 8. Potongan koronal laring memperlihatkan 3 bagian laring1



5. Persarafaan, Perdarahan, dan Drainase limfatik Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik. Dua saraf laringeus superior dan dua inferior atau laringeus rekurens saraf laringeus merupakan cabang – cabang saraf vagus. Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat dibawah ganglion nodusum melengkung ke anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik eksterna. Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk persarafan sensorik valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda vokalis sejati. Masing – masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja, yaitu otot krikotiroideus. Disebelah inferior,



15



saraf rekurens berjalan naik dalam alur diantara trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat dibelakang artikulasio krikotiroideus, dan sebagai persarafan motorik semua otot interinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens juga mempersarafi sensasi jaringan dibawah korda vokalis sejati (regio subglotis) dan trakea superior. Oleh karena perjalanan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.10 Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya. Arteri dan vena laringea superior merupakan cabang – cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus neurovaskuler superious. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.10 Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi tumor ganas. Terdapat dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi supraklavikularis, dan bahkan nodi mediastinalis superior.10



16



Gambar 9. Persarafan laring tampak lateral kanan11



Gambar 10. Persarafan laring tampak anterior11 Fisiologi Laring Laring berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan udara dan menjaga agar jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu menelan. Laring juga berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk pembentukan suara.12 Selain itu, laring juga berfungsi untuk refleks batuk dan emosi.2



17



Fungsi fonasi terjadi akibat aduksi pita suara yang menghasilkan daerah yang berkonstriksi di mana tekanan udara berkurang saat berjalan dari paru ke arah faring (fenomena Bernouilli). Akibatnya mukosa pita suara terhisap dan menyebabkan peningkatan tekanan subglotik yang memaksa pita suara terpisah kembali (abduksi). Siklus ini terus terjadi untuk menghasilkan vibrasi/getaran dan suara. Perubahan volume suara diakibatkan oleh perubahan tekanan subglotik, sedangkan perubahan nada (pitch) terjadi dengan merubah panjang dan ketegangan pita suara. Kualitas baku dari suara yang dihasilkan laring diubah lebih lanjut oleh kavitas resonansi dari faring, mulut dan hidung. Pada akhirnya, suara merupakan hasil dari interaksi artikulator-artikulator; gigi, lidah dan mulut.13



V.



Patogenesis Asal nodul pita suara berhubungan dengan anatomi pita suara yang khas. Nodul dapat bilateral dan simetris pada pertemuan sepertiga anterior dan dua pertiga posterior pita suara. Pada daerah ini terjadi kerja maksimal yang membebani pita suara, seperti aktivitas berteriak dan bernyanyi. Bagian pita suara yang berperan dalam vibrasi hanya 2/3 anterior (bagian membranosa), karena kartilago aritenoidea terdapat pada 1/3 posterior bukaan glotis (glottic aperture). Vibrasi yang berkepanjangan atau terlalu dipaksakan dapat menyebabkan kongesti vaskular setempat dengan edema bagian tengah membranosa pita suara, tempat kontak tekanan paling besar. Lesi biasanya berasal dari trauma pada mukosa pita suara sewaktu vibrasi yang berlebihan dan dijumpai adanya daerah penebalan mukosa yang terletak pada pita suara.3,6,13 Akumulasi cairan pada submukosa akibat vocal abuse menyebabkan pembengkakan submukosa (terkadang disebut insipien atau nodul awal). Vocal abuse yang lama dapat mengakibatkan hialinisasi Reinke’s space dan penebalan epitelium dasar. Perubahan massa mukosa mengurangi kemampuan ketegangan pita suara dan penutupan glotis yang tidak sempurna.3 18



Reinke’s space mudah diinfiltrasi oleh cairan edema atau darah, dan mungkin inilah yang terjadi pada lesi yang disebabkan oleh trauma akibat penggunaan suara berlebih. Karena nodul merupakan reaksi inflamasi terhadap trauma mekanis, terlihat perubahan inflamasi yang progresif. Nodul yang baru biasanya lunak dan berwarna merah. Ditutupi oleh epitel skuamosa dan stroma di bawahnya mengalami edema serta memperlihatkan peningkatan vaskularisasi, dilatasi pembuluh darah dan pendarahan sehingga menimbulkan nodul polipoid dalam berbagai tingkat pembentukan. Jika trauma atau penyalahgunaan suara ini berlanjut, maka nodul menjadi lebih matang dan lebih keras karena mengalami fibrosis dan hialinisasi. Nodul yang matang seperti pada penyanyi profesional tampak pucat dan fibrotik. Epitel permukaannya menjadi tebal



dan timbul



keratosis, akantosis, dan parakeratosis. Nodul yang fibrotik dan matang jarang ditemukan pada anak-anak dan biasanya ditemukan terlambat.2,13



VI.



Diagnosis 1. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita nodul pita suara3: 1) Suara terdengar kasar, serak dan pecah; 2) Menghilangnya kemampuan bernyanyi nada tinggi dengan halus; 3) Menurunnya kemampuan modulasi suara; 4) Meningkatnya pengeluaran udara saat berbicara (breathiness) dan suara parau; 5) Pada saat bernyanyi terasa seperti memaksa; 6) Pemanasan suara yang lebih lama; 7) Peningkatan tegangan otot leher dan masalah tenggorokan. Pada pasien dengan nodul berukuran sedang sampai besar, suara saat berbicara umumnya lebih rendah daripada biasanya, dalam, dan berat (husky), parau, dan breathy. Sedangkan, pasien dengan pembengkakan yang tidak terlihat sampai sedang biasa bersuara normal. Suara saat berbicara kurang sensitif dibandingkan dengan suara saat bernyanyi.3



19



Pada pasien dengan pembengkakan yang tak terlihat sampai kecil, terdapat limitasi vokal saat dilakukan penilaian vokal (seperti diplophonia, tidak dapat bernyanyi nada tinggi dengan suara yang lembut atau keterlambatan onset bersuara).3 2.



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laringoskopi sering menunjukkan penutupan glotis yang tidak sempurna, dengan bentuk menyerupai jam pasir dan aduksi pada pita suara palsu saat fonasi. Laringoskopi menunjukkan adanya lesi kecil berbatas tegas pada pita suara. Lesi-lesi ini dapat dibedakan dari pita suara normal karena warnanya putih dan umumnya ditemukan pada 2/3 posterior pita suara. Lesi nodul ini tidak timbul secara unilateral, walaupun ukuran yang satu dapat lebih besar daripada yang lain. Secara histologi, ditemukan jaringan fibrotik dengan penebalan epitel dan proliferasi jaringan submukosa. Struktur penting yang dilihat pada pemeriksaan laringofaring adalah valekula, epiglotis, plika ariepiglotika, lipatan ventrikular (pita suara palsu), pita suara asli. Pemeriksaan mikrolaringskopi dilakukan apabila pada keadaan sebagai berikut: 1) Pada anak yang dicurigai memiliki nodul pita suara tetapi tidak dapat diajak bekerja sama untuk pemeriksaan lain; 2) Pada orang dewasa jika perlu operasi mikro eksisi nodul atau saat diagnosis masih belum jelas. Nodul dapat dieksisi dengan menggunakan instrumen operasi mikro yang tepat atau teknik vaporisasi menggunakan laser CO2.3,8



Gambar 11. Nodul pita suara yang terletak pada pertemuan anterior dan sepertiga tengah pita suara3 20



VII.



Differential diagnosis Berikut ini merupakan jenis-jenis tumor pita suara non-neoplastik yang sering dijumpai dan perlu dibedakan dengan nodul pita suara1: 1. Reinke’s Edema Tipikal terjadi pada wanita perokok setelah masa menopause. Umumnya kelainan ini muncul ditandai dengan suara serak yang makin berat dalam kurun waktu bertahun-tahun.



Gambar 12. Reinke’s edema pada wanita perokok (sebelum dan setelah operasi)14 2. Polip pita suara Polip ini merupakan ekstensi lamina propia, dapat mempunyai dasar yang luas atau tangkai yang sempit. Kelainan ini bersifat unilateral dan lokasinya terletak di 1/3 anterior pita suara. Warna polip bervariasi, mulai dari merah hingga translusen.



Gambar 13. Polip pita suara15 21



3. Kista pita suara Kista ini terletak di lapisan lamina propia. Terdapat 2 tipe kista, yaitu: kista retensi mukus (mucous retention cyst) dan kista epidermoid atau keratin (epidermoid/keratin cysts). Kista ini terlihat seperti massa berbentuk oval (spheroid masses) dan opak di lapisan epitel. Sering ditemukan unilateral, dengan atau tanpa edema kontralateral.



Gambar 14. Kista pita suara16



4. Laryngeal papilloma Kelainan ini perlu dipikirkan menjadi salah satu diagnosis banding disfonia pada anak. Angka prevalensinya tinggi pada usia 2 tahun dan 4 tahun. Pada orang dewasa biasanya ditemukan lesi tunggal. Sedangkan, pada anak ditemukan lesi multipel yang menyebar ke trakea dan sistem bronkial.



Gambar 15. Laryngeal papilloma3 22



5. Contact Granuloma Keluhan pasien yang tipikal adalah suara serak, adanya sensasi benda asing dan nyeri tenggorok. Contact Granuloma sering berkaitan dengan laryngeal reflux.



Gambar 16. Contact granuloma17



VIII.



Penatalaksanaan Kunci dari penatalaksanaan adalah membuat pasien mengerti bahwa penyalahgunaan suara adalah penyebab dari nodul. Secara keseluruhan terapi dari nodul pita suara mencakup : 1. Istirahat suara total Hal ini adalah penting untuk penanggulangan awal. Dengan istirahat suara, nodul yang kecil dapat dengan sendirinya dan hilang seluruhnya. Karena istirahat bersuara merupakan salah satu teknik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.1 2. Behavioral Voice Therapy (Terapi Wicara)3,8 Terapi behavioral ini diberikan pada sebagian besar nodul pita suara karena behavior dan pada pasien yang mengalami gangguan suara karena infeksi saluran pernapasan atas. Terapi ini sebaiknya menjadi pengobatan lini pertama, terutama pada anak dan dewasa. Dokumentasi foto nodul di klinik



23



suara (voice clinic) dapat digunakan untuk menilai kemajuan pengobatan dan kepatuhan pasien selama terapi wicara. Sesi terapi dilakukan oleh ahli terapi wicara pada pasien dengan kelainan mukosa pita suara jinak, seperti nodul pita suara, yang sering disebabkan penggunaan vokal yang berlebihan. Nodul ini diharapkan dapat menghilang, mengecil atau setidaknya stabil dalam regimen peningkatan vocal hygiene dan produksi suara yang optimal. Terapi dinyatakan berhasil jika pasien mencapai suara yang dalam dan berat (husky voice) tanpa episode suara serak yang parah atau afonia sebelumnya dan resolusi limitasi suara secara komplit. Operasi dapat menjadi pilihan saat nodul belum menghilang sepenuhnya, pasien mengalami gejala residual, dan limitasi vokal yang tidak dapat diterima oleh pasien. Terapi wicara juga dapat memaksimalkan hasil operasi dengan mengurangi risiko rekurensi pasca operasi. Selama evaluasi, ahli terapi wicara mengumpulkan informasi kebiasaan pasien yang mempengaruhi perubahan suara serta membuat program untuk mengeliminasi kebiasaan tersebut. Ahli terapi wicara memberikan contoh deretan kata-kata dan nyanyian vokal sebagai pertimbangan persepsi auditori dalam menentukan tipe dan derajat kerusakan serta efisiensi produksi suara untuk berbicara dan bernyanyi. Ahli terapi wicara juga membantu pasien mengoptimalkan intensitas suara, pitch, karakter resonansi, kualitas suara, postur vocal tract, dan respiratory support untuk produksi suara. Beberapa klinisi atau teknisi suara mendokumentasikan beberapa aspek keluaran vocal tract, dengan menggunakan analisis akustik, pengukuran kekuatan pernapasan dengan



spirometri,



pengukuran



frekuensi



dan



tingkat



kekerasan,



translaryngeal air flow rates, dan pengukuran lainnya untuk kondisi tertentu. Ahli terapi wicara dapat menggunakan alat-alat ini sebagai umpan balik (misalnya



menggunakan



visual



electronic



frequency



readout



untuk



memodifikasi pitch dalam berbicara pada pasien yang tidak mengenal nada (tone-deaf). 24



Terapi suara (voice therapy) merupakan salah satu bentuk terapi wicara untuk menangani gangguan suara. Dalam terapi suara secara langsung terdapat 2 tipe yang berkaitan secara spesifik, yakni recovery (penyembuhan) dan training (latihan). Prosedur recovery dilakukan untuk keperluan penyembuhan serta mengembalikan struktur menjadi normal. Prosedur ini berdasarkan prinsip apabila penyalahgunaan suara dihentikan, maka organ vokal dapat kembali berfungsi baik. Untuk mencapai tujuan ini, beberapa rekomendasi umum adalah keheningan total selama satu sampai dua minggu (atau bahkan lebih) dengan tidak berbisik, tidak bernyanyi, berbicara hanya apabila sangat diperlukan, pengurangan intensitas vokal, membatasi latihan fisik dan aktivitas, dan hindari batuk serta berdeham. Prosedur recovery dapat memperbaiki kondisi laring, tetapi kembalinya kebiasaan lama penggunaan suara dapat menyebabkan kekambuhan. Keberhasilan terapi didukung dengan periode latihan yang memodifikasi kebiasaan lama dan menggantikannya dengan penggunaan suara yang efisien. Setelah mempelajari beberapa kelemahan suara pasien secara spesifik, pasien tersebut didorong untuk mencoba memodifi kasi produksi suara dan mengontrol pengeluaran suara. Pada pasien dengan kebiasaan vocal abuse, dapat ditemukan ketegangan otototot laring. Apabila ketegangan ini dapat dikontrol, maka terapi suara dapat mengalami kemajuan. Fokus latihan vokal adalah penggunaan suara lembut. Dalam sesi latihan 5-10 menit, dilakukan latihan menyanyikan sebuah huruf vokal secara lembut dalam pitch yang bervariasi serta membacakan secara lantang sebuah cerita pendek dari majalah atau sumber lainnya. Jika pembacaan lantang tersebut ternyata memaksakan suara, latihan ini ditunda. Latihan vokal membutuhkan konsisten dan kesabaran. Sering pasien merasa jenuh jika tidak ada perkembangan setelah menjalani latihan 3 bulan atau lebih; mungkin dibutuhkan waktu 6 bulan untuk mendapatkan kebiasaan vokal yang baru.



25



Oleh sebab itu, hal paling penting dalam terapi suara ini adalah motivasi pasien. Terapi perilaku terkadang tidak berhasil memberikan perubahan berarti pada nodul lama walaupun dilakukan oleh ahli terapi wicara dengan keahlian tinggi. Korelasi antara perbaikan gejala, berkurangnya limitasi vokal dan perbaikan pada pemeriksaan visual masih belum pasti. Penilaian vokal saat bernyanyi secara umum dapat membantu menentukan indikasi operasi. 3. Terapi Operatif Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika nodul tersebut menetap meskipun sudah mengecil dan pasien merasakan suaranya tetap tidak membaik setelah terapi yang adekuat (umumnya minimum 3 bulan). Beberapa penulis memilih menggunakan teknik microdissection. Vocal fold stripping tidak termasuk dalam operasi nodul.3,8 Lama istirahat pita suara yang diperlukan setelah operasi masih kontroversial. Biasanya pasien diminta beristirahat berbicara selama 4 hari. Pada awal hari ke-4, pasien diperbolehkan menggunakan suara secara perlahan-lahan di bawah supervisi ahli terapi wicara. Cornut dan Bouchayer (1989) menyatakan pada kurang lebih 160 penyanyi yang telah dioperasi mikro laring (laryngeal microsurgery), sebagian besar fungsi suara untuk bernyanyi kembali secara penuh.3



Gambar 17. Tahapan operasi pada penderita nodul pita suara selama lebih dari 2 tahun1



26



IX.



Komplikasi Komplikasi yang paling umum, yaitu mati rasa pada lidah, selera atau perasa pada lidah berubah, dan trauma minor pada gigi, rongga mulut, serta faring saat dilakukan laringoskopi. Risiko yang terkait dengan pharmacrosurgery termasuk potensi kualitas suara yang memburuk, perdarahan, hilangnya rentang vocal, infeksi, trauma gigi, dan cedera orofaring akibat suspensi laring, dan yang paling menonjol adalah pembentukan bekas luka/jaringan parut (scarring) karena reseksi jaringan yang berlebihan.18



X.



Prognosis Prognosis penatalaksanaan nodul pita suara seluruhnya adalah baik. Penggunaan yang berlebihan secara berlanjut dari suara akan menyebabkan lesi ini timbul kembali. Nodul ini dapat dicegah atau disembuhkan dengan istirahat suara dan dengan mempelajari kegunaan suara dengan tepat. Jika kebiasaan yang salah dalam berbicara tidak diubah, maka kesempatan akan tinggi untuk kambuh kembali.6,13



27