Nogi Wakaba Wa Yuusha de Aru Takusareta Baton [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Takusareta Baton (Tongkat Yang Diwariskan)



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Tambahan Sebenarnya ini adalah Extra Chapter dari Light Novel Nogi Wakaba wa Yuusha de Aru Volume 2 ( LN Nogi Wakaba wa Yuusha de Aru ~ Volume 2 -Extra Chapter- )



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Api yang berkedip-kedip di atas tempat api di dalam kuil yang redup itu. Sumber cahaya itu bersinar pada sekelompok orang yang duduk dalam lingkaran di dalam kegelapan. Mereka yang berkumpul terutama adalah imam Shinto yang tergabung dalam Taisha (Amnesti). Orang dengan pengaruh sangat tinggi pada saat itu. Namun pendeta berpangkat tinggi itu bukan yang bertanggung jawab di sini. Kehormatan itu jatuh pada seorang gadis SMP - Uesato Hinata. Hinata adalah orang yang mengumpulkan para imam hari ini, dia mengatakan bahwa dia memiliki urusan yang sangat penting dengan mereka. Dan mereka tegang. Dengan berhasil membimbing satu-satunya pahlawan yang masih hidup, Nogi Wakaba, Uesato Hinata telah mendapat pengaruh besar. Selanjutnya, dia baru saja mendapatkan lebih banyak kekuatan di dalam Taisha dengan mengumpulkan beberapa Miko terkemuka lainnya, dimulai dengan Aki Masuzu. Memiliki otoritas tertinggi sebagai miko, gadis itu duduk dengan tenang di posisi seiza formal dengan mata terpejam, sama sekali tidak terintimidasi oleh orang dewasa yang mengelilinginya. Sikapnya yang diam membisu membuat heining seluruh tempat suci tersebut, dengan nada tekanan yang membebani para imam. Mereka benar-benar ditaklukkan oleh martabat seorang gadis yang jauh lebih muda dari mereka. Ditempatkan di hadapan masing – masing pastor adalah setumpuk kertas. Api lilin yang berkedip-kedip. Keheningan yang menakjubkan. Tekanan yang luar biasa. Para pastor menatap miko itu, menunggu kata – katanya. Akhirnya, Uesato Hinata perlahan membuka matanya. Dan mulai bicara. "Sekarang, tolong baca halaman pertama dari proposal tersebut. Hari ini kita akan membahas metode yang diusulkan untuk membuat inovasi dan pembaharuan baru pada Yuusha System (Sistem Pahlawan), yang berjudul „Proyek Meningkatkan Motivasi Pahlawan‟. Silahkan lanjutkan ke halaman kedua." Sesuai dengan kata – kata Hinata, para imam dengan sungguh – sungguh membalik halaman demi halaman tentang proposal yang ditempatkan di depan mereka. Pada saat yang sama, slideshow



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



presentasi diproyeksikan ke layar di depan mereka. Beberapa pastor yang lebih tua tersentak kagum pada teks animasi yang mengisi layar karena mereka yang tak terbiasa dengan komputer. Hinata melanjutkan garis besar proyek itu. "Proyek ini akan menjadi upaya besar untuk menjaga kesehatan mental para pahlawan -" Dua hari sebelumnya. "Sebuah rencana untuk memperkuat Yuusha System (Sistem Pahlawan) ...?" Hinata ada di kamar Wakaba untuk membersihkan telinganya saat Wakaba mengemukakan saran mengenai Yuusha System (Sistem Pahlawan). "Ya, ku pikir akan sangat penting jika kita bisa membantu pahlawan masa depan, bahkan walau hanya sedikit saja. Dan aku tidak hanya membicarakan tentang peningkatan kekuatan senjata. Disini aku membicarakan tentang menambahkan sistem pendukung kesehatan mental." Pertarungan seorang pahlawan tidak hanya bersifat fisik, tapi mental juga. Pahlawan mungkin fisiknya kuat, tapi secara mental, mereka hanyalah gadis normal. Sensitif, rapuh, mudah kacau. Penyebab tragedi Chikage sebenarnya adalah ketidakberdayaan emosionalnya. "Dukungan kesehatan mental ya ... Itu akan dibutuhkan jika memungkinkan." Pikiran adalah hal yang kompleks. Jika kalian bertanya kepada 1000 psikolog bagaimana cara mempertahankan pikiran yang sehat, Kalian mungkin akan menerima 1000 jawaban. "Aku juga tidak memiliki gagasan mengenai apa yang akan dibutuhkan, tapi ... aku punya sedikit saran, bagaimana dengan ini? Ketika kau berubah, Kau bisa mendengar suaraku dimana pun kau berada."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"...!" Setelah mendengar saran itu, tubuh Hinata membeku, dan dia berhenti sebentar dari membersihkan telinga Wakaba. "... Jika aku bisa mendengar suara Wakaba-chan dari mana saja, itu akan sedikit, tidak ... sangat indah." "Be-Begitu ya!?" Kita juga bisa menggunakan rekaman semua suara pahlawan. " "Kedengarannya bagus, aku tahu ini akan meningkatkan kekuatanku setidaknya 100 kali lipat. Dan itu hanya pemutaran suara, jadi aku yakin itu mungkin bisa." "Baiklah, kalau begitu mari kita coba!" "Ja-jadi ... Wakaba-chan ... Persis seperti apa yang akan kau katakan?" Hinata menatap Wakaba dengan penuh harap. Setelah lama mempertimbangkan dengan matang, Wakaba memberikan jawaban penuh kemenangan : "'Jangan menyerah!' 'Bangun!' 'Kalian bisa melakukannya!' „Kalian tahu, banyak hal baik yang akan terjadi lagi dan lagi!" Mata Hinata berkilauan mendengarkan kata – kata Wakaba. "Oh, itu sangat indah ...!" "Begitukah!?" "Ku yakin ini akan memotivasi pahlawan masa depan sehingga tidak ada yang bisa mengalahkan mereka!" "Ya, Ya! Sebaiknya aku bilang begitu pada diriku sendiri!" "Ayo cepat kita ke Taisha! Kita bisa menulis proposal sekarang! Kita bisa melakukannya semalaman! Ayo kita buat semua proposal untuk menyelesaikannya!"



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Kedua gadis itu berhasil mengatasi badai. Hinata mulai menyusun proposal di komputernya, dan keesokan paginya, mereka telah menghasilkan sebuah proposal dengan puluhan halaman. Dan tanpa ada yang tidur di antaranya, dia meninggalkan Kastil Marugame dan menuju ke Taisha. Sementara itu, Wakaba memikirkan kata – kata apa yang harus ditinggalkannya kepada para pahlawan masa depan, dia berkonsentrasi serius seperti saat sedang latihan. Dan sekarang, Hinata mempresentasikan pekerjaan mereka kepada para imam Taisha. Setelah menyelesaikan halaman terakhir dari proposal tersebut, Hinata menunduk. "Dan itu adalah usulan saya, saya menyatakan ini sebagai hal penting untuk ditambahkan pada Grand Design Yuusha System (Sistem Pahlawan). Terima kasih atas perhatiannya." Keesokan harinya, Hinata kembali ke Istana Marugame. Dengan ekspresi sangat kecewa di wajahnya. "Mereka menolaknya ..." "Kenapa!?" Wakaba telah menulis 50 kata yang akan diberikan kepada para pahlawan masa depan. Dia berencana untuk merekam kata-katanya sebagai dorongan untuk beberapa situasi yang berbeda : Untuk pertempuran pertama. Ketika mendapat kemenangan. Ketika menggunakan teknik (jurus). Ketika menyerang musuh melalui sebuah celah. Ketika mundur karena takut pada musuh yang kuat. Ketika membenci orang lain. Ketika sedih.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Ketika lapar. Dan sebagainya. "Mereka bilang ... Kau tidak akan bisa berkonsentrasi jika terus mendengar suara sepanjang pertempuran." "Ugh ...! Ah, itu mungkin benar ..." "Dan bahwa mereka yang dipilih sebagai pahlawan setidaknya harus bisa melawan tanpa dorongan semacam itu." "Ugh ..." Bahkan Wakaba pun tidak membantah hal tersebut. Dia mendesah. "Wah ... Yah, tidak ada yang bisa kita lakukan untuk itu. Biarlah, kurasa." "Tidak, kita tidak perlu melepaskannya!" Hinata mencondongkan tubuhnya ke depan Wakaba sambil berteriak. "Proposal itu mungkin telah ditolak, tapi tidak ada yang salah tentang ide pada peningkatan sistem pahlawan walau hanya sebagai tambahan! Ketika aku pertama kali mendengar saranmu, semuanya seperti sesuatu yang tepat!" "Wah, kau juga berpikir begitu, Hinata!?" "Tentu saja, di situlah aku membuat rencana yang mungkin bisa berguna." "... rencana seperti apa?" Tanya Wakaba. Sambil menatap tajam tatapan teman masa kecilnya, Hinata berdeham (batuk kecil).



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Seirei System (Sistem Peri), Wakaba-chan, Seirei System (Sistem Peri)." Mata Wakaba melebar. "Tapi kupikir mereka akan menghapus fungsi itu, karena berbahaya membiarkan peri masuk ke tubuhmu kan?" "Itu benar, tapi kalau kita menggunakan buatan ... seperti, Pseudo-Seirei (Peri Semu), tidak ada salahnya, bukankah begitu?" Wakaba dengan cepat menangkap apa yang dimaksudkan Hinata. "Aku mengerti, jadi aku bisa menjadi Seirei (Peri) seperti Yoshitsune, ya, begitu ya, aku mengerti, dengan begitu aku akan bisa untuk terus berjuang bersama dengan pahlawan masa depan!" Wakaba membayangkan bagaimana penampilannya sebagai Seirei (Peri). Konon, bahkan para pahlawan pun tidak bisa melihat Seirei (Peri), jadi dia hanya membayangkannya. Dia membayangkan dirinya sebagai roh wali yang anggun melihat para pahlawan masa depan disisi mereka. ... Tentu saja, Wakaba tidak menyadari penampilan Seirei (Peri) akan mirip seperti maskot karena itu membutuhkan waktu sekitar 300 tahun untuk dapat direalisasikan. "Mmm, itu akan keren. Dan itu akan meyakinkan pahlawan masa depan bahwa aku juga berjuang bersama mereka juga. Mereka akan tahu mereka tidak sendirian .. Baiklah, ayo lakukan ini!" "Maafkan saya, tapi tidak ada teknik untuk menjadi Seirei (Peri) seperti yang kalian pikirkan." "Ugh, begitukah ..." Penolakan secara cepat itu sekali lagi membuat Wakaba sedih. "Tapi menciptakan Pseudo-Seirei (Peri Semu) mungkin bisa dilakukan. Bukan Seirei (Peri) dengan kemampuan atau apa, tapi lebih seperti gambar video yang bisa kau putar ulang."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Putar ulang ...?" "Cobalah untuk mengingat semua pertempuranmu sejauh ini, kumpulan kegelapan dari Seirei (Peri) menghasilkan suara dan gambaran negatif, kan? Tapi Pseudo-Seirei (Peri Semu) Wakaba-chan akan menghasilkan suara dan gambaran positif." "Jadi ... hanya suara dan gambaran, ya?" "Ya, itu mungkin bisa." "Tapi ... kalau memang begitu, bukankah itu akan menghalangi jalannya pertempuran?" Hinata tersenyum dan menjawab. "Itulah mengapa kita akan membatasinya hanya pada saat – saat yang tepat. Seperti saat seorang pahlawan kalah pada serangan psikologis musuh atau ketika seorang pahlawan sakit secara emosional karena pertempuran. Pada saat seperti itu, Yokai dirimu akan muncul dan mendorong mereka. " "Dengan cara pertempuran, ya."



itu



tidak



akan



terjadi



gangguan



dalam



"Memang, aku yakin penampilan mendadak dari Pseudo-Seirei (Peri Semu) mu akan menjadi dampak besar pada pahlawan pada saat seperti itu ... Baiklah, aku bisa mengatakan itu seperti Yokai yang masuk ke kepala mu, mungkin itu akan berhasil." "Itu pasti berhasil!" Hinata tersenyum dan berkata "Ini adalah lelucon" untuk mencoba dan menenangkan semangat Wakaba. Jelas, Wakaba mengerti itu adalah sebuah lelucon, tapi itu tidak membuatnya marah. Karena begitulah mereka kedua. "Tapi sebelum kau berharap, Wakaba-chan, aku ingin kau memastikan bahwa kau mengerti bahwa ini hanyalah sedikit dari rekaman motivasimu. Aku yakin ini akan berhasil sebagai dorongan hangat, tapi hanya itu saja, tidak lebih. Dan tidak ada jaminan bahwa



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



semua suara dan gambaranmu nantinya akan sampai pada mereka ... Bahkan mungkin tidak lebih dari gambaran abstrak ... Pada akhirnya, itu masih tergantung pada diri pahlawan yang sedang kacau itu sendiri untuk dapat bangkit kembali." Wakaba mengangguk. "Baiklah kalau begitu, jika ada sedikit pun hal yang bisa ku bantu ... maka aku akan melakukannya." Dengan demikian, rencana Wakaba, “Proyek Pseudo-Seirei (Peri Semu)” mulai berjalan, bahkan mendapatkan persetujuan Taisha. Beberapa anggota Taisha menyatakan keraguan pada keefektifan rencana tersebut, namun Hinata dengan tegasnya terus mencoba untuk mendapatkan persetujuan. Keesokan harinya setelah menerima persetujuan Taisha, Hinata pergi ke kelas di Kastil Marugame, tapi Wakaba belum tiba. Biasanya, Wakaba akan tiba lebih awal dan menyiapkan kapur untuk papan tulis dan menyirami vas bunga. Hinata duduk di kursinya dan mengamati sekeliling ruang kelas. Sekarang, hanya dia dan Wakaba yang hadir. Namun jumlah meja tetap sama. Yaitu 6. Kelas 6 siswa. Bahkan jika mereka telah meninggal, mereka tetaplah masih teman sekelas. "Wakaba belum sampai ya! Tama yang pertama!" "Maafkan aku, Tamacchi-senpai ... tapi Hinata-san sampai di sini sebelum Tamacchi-senpai." "Gaahh!" "Tidak apa-apa, Tama-chan, selalu ada hari esok!"



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Itu terlalu naif, Takashima-san ... Selalu ada hari esok ... aku akan melakukannya esok ... esok pasti ... saat kamu mengatakan hal seperti itu, esok tak akan datang ..." "Jangan pedulikan itu! Esok pasti Tama akan menjadi yang pertama di sini!" Hinata merasa seolah masih bisa mendengar suara seperti itu. Dia duduk diam di kelas sendirian. Akhirnya 10, 15 menit telah berlalu. "... Ini aneh..." Homeroom akan segera dimulai, tapi Wakaba belum sampai. Bahkan di SD pun hal seperti itu tak pernah terjadi. Hinata mulai khawatir. Setelah dia memikirkannya, dia juga tidak melihat Wakaba di kafetaria pagi ini. Pada saat itu, dia mengira Wakaba sudah pergi ke sekolah lebih awal sehingga dia tidak terlalu memikirkannya. Hinata belum bertemu dengannya sejak mereka mengucapkan selamat malam tadi malam. Sudah lebih dari 10 jam sejak saat itu. Apa pun bisa saja terjadi dalam waktu itu. Mungkinkah serangan Vertex mendadak terjadi? Selama invasi Vertex, Hinata bahkan tidak menyadari bahwa para pahlawan sedang bertarung. Bagaimana jika Wakaba bertempur sendiri, dan tewas --? Tidak, lupakan tentang serangan Vertex. Wakaba bisa saja jatuh sakit. Dia bisa saja sakit dan tiba – tiba meninggal dalam tidurnya. Atau dia sakit dan kemudian roboh, tidak dapat berbicara, kemudian – Atau bagaimana jika dia kecelakaan? Wakaba kadang – kadang pergi keluar. Atau mungkin dia tertidur di bak mandi dan – Kematian karena pertempuran. Kematian karena sakit. Kematian karena kecelakaan. Kematian karena segala macam kejadian yang tak terduga.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Semua orang bisa mati dengan mudahnya. "... !!" kelas.



Hinata berdiri dari kursinya dan berlari menuju pintu masuk



(Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak!!! Aku tidak bisa kehilangan Wakaba-chan juga ... !!!) Kenapa dia meninggalkan Wakaba-chan semalam? Seharusnya dia terus bersamanya. Dia seharusnya tidak membiarkannya lepas dari pandangannya. Yuuna telah meninggal. Chikage telah meninggal. Tamako telah meninggal. Anzu telah meninggal. Mereka semua telah meninggal. Dalam 1 tahun yang singkat, empat di antaranya telah meninggal. Jika dia kehilangan Wakaba juga ... dia akan sendirian. Dan jika dia sendirian, dia tak tahu ... apakah dia masih memiliki keinginan untuk tetap hidup. "Wakaba-cha--" "Uwahh!" Saat Hinata membuka pintu kelas, dia menemukan Wakaba berdiri tepat di depannya. Wakaba juga tampak terkejut. Mungkin dia sendiri baru mau membuka pintunya. "Apa ada yang salah, Hinata? Kau terlihat begitu pucat." "Wa ... Wakaba-chan ..." Wakaba tak memperhatikan suara Hinata yang gemetar. "Syukurlah, aku masih tepat waktu kan? Aku sangat sibuk memikirkan apa yang harus ku katakan pada pahlawan masa depan bahkan aku tidak bisa tidur tadi malam. Jadi aku kesiangan." "Ugh, ughhh ... uwaaaaahhhhhh !!"



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Hinata berpegangan pada Wakaba dan mulai menangis. "He-hei, apa ada yang salah Hinata ...?" Wakaba tampak bingung dengan perubahannya yang mendadak. "Aku tak bisa - Aku tak bisa menahannya ...! Wakaba-chan ... Kau ... tidak datang, jadi aku ... aku ... *mengendus* Ku pikir aku akan kehilangan .. Kupikir aku akan kehilanganmu juga ... uwaaaahhh !! " "Hinata ..." Wakaba agak terkejut, saat melihat Hinata memeluknya sambil menangis. Hinata sepertinya selalu bisa mengendalikan emosinya. Setelah Anzu dan Tamako meninggal, saat Chikage meninggal, dan saat Yuuna meninggal ... dia mungkin berduka secara pribadi, tapi dia tidak pernah terlihat hancur seperti ini di hadapan orang lain. Karena dia tidak bisa ikut bertarung, dia berusaha sekuat tenaga agar tidak membuat orang di sekitarnya lebih tertekan. Karena kedua alasan itulah Wakaba dan orang dewasa di sekitarnya mengira ... bahwa Uesato Hinata adalah seorang gadis dewasa yang akan tetap tenang tidak peduli pada kondisi apapaun. Tapi tidak mungkin itu benar. Dia telah kehilangan Anzu dan Tamako. Dia telah kehilangan Chikage. Dia telah kehilangan Yuuna. Satu per satu, teman-temannya meninggal. Kegelisahan. Ketakutan. Kesedihan. Kegelisahan. Kegelisahan. Kegelisahan. Bahwa nanti suatu hal yang berharga baginya hari ini „ada‟ dan kemudian besoknya „tak ada‟.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Hinata sanagat ketakutan, bahkan untuk hal yang paling sepele. Dan itulah sebab kegelisahannya meledak – ledak, membuatnya berpikir "Empat teman ku telah meninggal! Dan tidak ada jaminannya bahwa tak ada lagi yang akan meninggal nantinya!" itu membuatnya menangis seperti seorang anak kecil. "Ugh, * mengendus * ... uugh ..." "... maafkan aku, aku pasti sudah membuatmu khawatir." Wakaba dengan lembut membelai kepala Hinata. "Itu benar ... * mengendus * Kau membuatku ... khawatir ..." "Tenang saja, aku tidak akan kemana – mana, aku akan selalu di sampingmu." "Ya ... tolong tetaplah bersamaku ... selamanya ..." "Ya, kita akan bersama selamanya. Bahkan setelah kita lulus Bahkan setelah kita tumbuh ... Bahkan setelah kita menjadi wanita tua, kita akan tetap bersama." "Janji ... Berjanjilah ...!" "Aku janji." Wakaba mengelus kepala Hinata sampai dia berhenti menangis.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Sepulang sekolah pada hari itu, Wakaba dan Hinata pergi ke ruang penyiaran untuk merekam pesan untuk para pahlawan di masa depan. Data suara Wakaba kemudian diserahkan ke Taisha agar proses spiritual dapat ditambahkan ke dalam Yuusha System (Sistem Pahlawan). Wakaba duduk di posisi seiza tepat di depan mikrofon yang menempel di komputer. Hinata duduk di depan komputer untuk mengoperasikan Software perekaman. "Ya ampun, ini pertama kalinya aku melihatmu menangis sebanyak itu, Hinata." "... Tolong jangan nahas itu lagi, itu memalukan ..." Hinata tersipu saat ia menyalakan komputer. "Kita juga harus berfoto, ya, lagipula, kau selalu memotretku, jadi -" "Wakaba-chan? Kau membuatku marah, tahu?" Hinata berbicara sambil tersenyum. "... Maaf." Naluri Wakaba menyuruhnya untuk mundur dari masalah itu. Wakaba berdeham dan berbalik ke mikrofon. "... Sudah lama aku tidak menggunakan mikrofon ini, dulu aku hampir setiap hari menggunakannya saat berhubungan dengan Shiratori-san." Hal itu membuatnya merasa sedikit kesepian. "Itu benar ... Rasanya sudah lama sekali." Tidak peduli berapa banyak waktu yang berlalu, rasa sakit tetap ada di hati saat memikirkan teman – temannya yang telah meninggal. Terkadang meringkuk dalam kesedihan bisa membuatmu mengembalikan



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



sentimentalitas manis. Tapi kau tidak boleh membiarkan masa lalu menelanmu.



"Selama kita hidup, kita tidak boleh berhenti melangkah maju ... Benarkan, Wakaba-chan?" "Ya itu benar." Hinata telah selesai menyiapkan software untuk rekaman. "Sekarang, tataplah mikrofon dan mulailah." "Baik..." Wakaba mulai berbicara dengan wajah yang sedikit tegang. "Salam, sesama pahlawan masa depan, Aku adalah Nogi Wakaba, seorang pahlawan yang memikul tugasnya sejak tahun 2019 Seireki Jidai (Era Masehi) atau lebih tepatnya tahun pertama Shinseki Jidai (Era Ilahi). Kalian mungkin hidup beberapa dekade, atau bahkan berabad-abad setelah diriku, tapi Aku mempercayakan harapan masa depanku kepada Kalian. Sejak pertama kali Vertex datang, banyak hal yang telah direbutnya dari kami. Dan untuk mendapatkan kembali, mereka, kami berdiri melawan musuh yang ganas, dan bertempur. Yang pertama bertarung adalah Shiratori Utano dan Fujimori Mito. Kemudian disusul kami. Takashima Yuuna, Koori Chikage, Doi Tamako, Iyojima Anzu, Uesato Hinata, dan Nogi Wakaba. Sekarang ini, di tahun pertama Shinseki Jidai (Era Ilahi), Shikoku telah terbebas dari perang. Tapi sejak saat aku merekam suara (pesan) ini sampai kalian mendengarnya, banyak pertempuran melawan Vertex yang mungkin atau akan semakin sulit. Banyak pahlawan telah lahir atau mungkin belum lahir. Entah berapa banyak, jika ada, akupun tak tahu. Tapi yang aku tahu adalah, bahwa terkadang, semua pahlawan merasa takut, gelisah, sakit ... Terkadang kita mempertanyakan apa yang sebenarnya sedang kita perjuangkan. Saat kita benar – benar melindungi apa yang ingin kita lindungi.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Para pahlawan generasi kami tidak memulainya dari awal. Shiratori Utano menyerahkan Baton (Tongkat) itu kepada kami. Dan suatu hari, kami akan menyerahkan Baton (Tongkat) itu ke generasi berikutnya. Dan mereka akan menyerahkannya kepada generasi penerusnya. Dan seterusnya, Dan seterusnya. Dan berikutnya, berikutnya, ke generasi berikutnya. Dan selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya, ke generasi selanjutnya. Dari generasi demi generasi, dari waktu ke waktu, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan ... kita akan terus menyerahkan Baton (Tongkat) itu, pasti. Dan nama Baton (Tongkat) itu ... adalah Yuuki (Keberanian). Juga dapat dimaknai sebagai Kibou (Harapan), dan Inori (Doa). Di sini, saat ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk kalian yang ada di masa depan. Aku tak bisa apa – apa selain menyampaikan pesan suaraku ini kepada kalian. Tapi aku ingin kalian percaya. Yang berdiri di belakang kalian adalah semua pahlawan yang pernah membawa Baton (Tongkat) di depan kalian. Aku ingin kalian memperhatikannya. Yang berdiri di samping kalian adalah teman – teman dan keluarga yang telah menghabiskan waktu bersama kalian. Aku ingin kalian tahu bahwa kalian tidaklah sendirian. Kalian tidak pernah sendirian. Kalian mungkin sedang menderita sekarang. Aku mengerti, kalian kesakitan, kalian sedih, kalian putus asa ... Kadang juga seberapa keras kalian mencoba, mencoba, dan terus mencoba pun, kalian tetap tidak bisa melewatinya. Pasti sulit, aku mengerti. Tapi itulah mengapa kalian harus mendengar suaraku saat ini juga. Apa yang ingin ku katakan pada kalian bukanlah "berjuanglah lebih keras" atau "berusahalah lebih keras". Tapi "hiduplah" ... Tolong setidaknya tetaplah hidup. Jika ada yang berharga bagi kalian, aku ingin kalian memikirkannya, kemudian bangkitlah. Aku ingin kalian mengingat bahwa jika kalian menyerah pada hidup kalian sekarang, itu akan membuat mereka sedih.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Aku telah kehilangan begitu banyak teman berhargaku sendiri. Jadi tolong, jangan membuat yang berharga bagi kalian melalui hal yang sama dengan yang ku lakukan. Berjanjilah (bersumpahlah) padaku. Berjanjilah pada mereka, bahwa kalian akan mencobanya kembali" Wakaba menarik napas panjang dan tersenyum puas. "Itu agak panjang, tapi ku rasa aku sudah mengatakan semua yang ingin ku katakan." "Tee hee hee, Kau tidak hanya meninggalkan Yuusha System (Sistem Pahlawan), Kau telah menambahkan bumbu yang sempurna untuk itu." "... Ya, aku ingin membuat sistem sekuat mungkin bagi para pahlawan masa depan." "Memang, tapi ambisi yang meningkat sambil menipu musuh harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Ingat bahwa jika hanya memperkuat pondasi hanya akan memakan banyak waktu ... Jika kau tidak hati-hati, itu bisa menahan semuanya yang ada." Jika dewa surgawi mengetahui bahwa Yuusha System (Sistem Pahlawan) masih ada dan kita kembali diserang sebagai pembalasan, semuanya akan sia – sia belaka. "Aku tahu, aku mendengar akan membutuhkan waktu penelitian yang panjang dan sulit. Tak perlu lagi menambahkan fitur lebih dari ini." "Ya benar, yang paling penting adalah meningkatkan kekuatan dasar." "Tidak perlu terburu-buru, marilah kita membentengi pondasi kita saat kita pergi." Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, mereka akan meninggalkan masa depan dengan memberi kesempatan untuk berjuang - itulah yang ingin diucapkan Wakaba dan Hinata. "Hei, Wakaba-chan, terkadang aku juga membiarkan 'Iblis' memiliki ku."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Huh apa?" "Heheh, sama seperti figur pidato, kadang – kadang orang yang mengelola organisasi harus menjadi teman iblis dan melakukan hal-hal yang tidak kita suka sama halnya seperti menghapus hal-hal dari catatan - bahkan hal – hal yang penting." Hinata berbicara seolah sedang berusaha membujuk dirinya untuk melakukan sesuatu. Dan Wakaba segera tahu apa itu. "... maksudmu Chikage ...?" "Ya, catatannya ... akan terhapus. Jika kita terus membela dia, akan sulit bagi kita untuk bergerak dalam Taisha ..." "... Itu penilaian yang cukup politis." Bahkan saat dia mengatakan itu, Wakaba merasakan perasaan dendam yang mendalam karena membiarkan situasi semacam itu berkembang. "... maafkan aku ... apa ... tidak ada jalan lain ..." Hinata mengelengkan kepalanya yang seolah menghancurkan kata – kata itu. "Pengaruh Taisha sangat besar ... Tapi bukan seolah – olah semua orang dalam organisasi itu adalah orang suci, dan aku yakin nanti beberapa akan terlihat ... karena menyalahgunakan wewenang mereka. Kita tak bisa membiarkan orang – orang seperti itu memiliki akses ke Otoritas Taisha, aku harus menemukan cara untuk melakukan perubahan melalui jajaran Taisha dan melindungi kesehatannya sebagai sebuah organisasi ... " Organisasi yang dikenal sebagai Taisha (Kuil Besar) terlahir kembali menjadi Taisha (Amnesti). Pengurangan personil dan pemodelan ulang kuil dan rekonstruksi, harus diikuti dengan pengaruhnya sebagai sebuah organisasi yang akan terus tumbuh. Taisha mulai berubah. Dan tidak ada jaminan bahwa itu nantinya akan bebas dari korupsi.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Hinata ingat buku harian yang mereka temukan di bawah tanah di Osaka. Tragedi yang disebabkan oleh keegoisan seperti itu, tidak boleh sampai terjadi lagi. Wakaba menatap wajah serius Hinata dan mengangguk. "Ini akan mengandalkanmu. "



menjadi



hal



tersulit



bagimu



kan?"



Aku



"Baiklah, tapi setidaknya mari kita tinggalkan nama Chikage-san di suatu tempat. Nama 'Chikage' nampaknya cukup serbaguna. "... iya." Hinata dan Wakaba meninggalkan Istana Marugame dan kembali ke asrama. Tirai merah jambu matahari terbenam yang melapisi kota mengintip dari dalam benteng. Hinata menatap langit. Shikoku kembali tenang hari ini. Langit luas sejauh mata memandang. Hinata mengangkat tangannya ke arah langit. Tapi tak terlalu tinggi untuk dapat dijangkau siapapun dengan tangan mereka. "Kita manusia hidup di bumi, di bawah tatapan surga di atas sana ... Kita mungkin lemah, tapi karena itulah kita tidak akan pernah menyerah." Wakaba tersenyum. "Ya, kita sudah berjuang, berjuang lama untuk diri kita, tapi ayo kita terus melangkah maju, selangkah demi selangkah. Hinata, selama kau bersamaku, aku bisa terus maju. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan. " "Aku juga", Hinata menjawab sambil tersenyum. "Terima kasih, Hinata, terima kasih untuk semuanya ... dan untuk semua yang akan datang."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Aku harus berterima kasih kepada mu juga, kita berjanji untuk bersama selamanya. Kapanpun itu, tak peduli betapa sulitnya untuk meraih sebuah tujuan, kau mungkin akan berhasil jika kau mencobanya." Dan kemudian mendekati akhir Era Masehi. Perang dengan Vertex mencapai gencatan senjata sementara, namun pertarungan pahlawan dan miko terus berlanjut ... Musim Gugur Tahun 300 Ilahi Anggota Yuusha-bu (Klub Pahlawan) SMP Sanshu, semuanya membantu Nogi Sonoko memilah buku – buku di rumahnya. Sonoko memiliki banyak buku yang dikirim dari rumah orang tuanya sebagai bahan penelitian untuk penulisan novelnya. Di antara buku-buku tersebut, mereka telah menemukan sebuah buku berjudul "Yuusha Gyoki (Catatan Pahlawan)". "No ... gi ... Wa ... ka ... ba ... apakah dia leluhurku ~? Jika dia menulis Yuusha Gyoki (Catatan Pahlawan), apakah itu berarti leluhur ku adalah seorang pahlawan?" "Leluhur Sonocchi menulis Yuusha Gyoki (Catatan Pahlawan) atau lebih tepatnya, sebagai keturunannya, Sonocchi juga menulis catatan dengan nama yang sama, kan?" "Jadi ada pahlawan yang selamat dari masa lalu, ya ... ini juga tak cocok untuk menjadi lelucon, Aneh ya, Yuuna?" "..." Bahkan saat Fuu berbicara dengannya, Yuuna tidak mengatakan apa-apa. Dia terlalu sibuk menatap ke foto Nogi Wakaba yang ditempelkan di halaman terakhir Yuusha Gyoki (Catatan Pahlawan) "Yuuna, ada apa?" Saat dipanggil untuk kedua kalinya, Yuuna akhirnya sadar dan mulai berbicara.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Aku merasa seperti ... aku pernah bertemu dengannya, Nogi Wakaba ... entah kapan." "Hah? Tapi dia itu tinggal berabad-abad yang lalu lho?" Fuu mengerutkan alisnya dengan ragu. Yuuna tampak tidak yakin pada dirinya, saat ia memutar otaknya berusaha untuk mengingatnya, Kemudian "Hmmm ..." "... Oh ya, kalian ingat ketika aku kehilangan kesadaran selama pertempuran terakhir itu? Aku merasa seperti aku bertemu dengannya saat itu ... dia memanggil ku ... atau seperti melakukan sesuatu ...? Mmm, sulit untuk menjelaskannya." Yuuna tersenyum kesal. "Dia memanggilmu? ... Mungkin pahlawan legenda masa lalu itu mencoba menghiburmu?" Tougou melihat foto Nogi Wakaba. Seorang pahlawan masa lalu mendorong pahlawan masa depan. Sepertinya mimpi yang tak masuk akal, tapi pahlawan memiliki kekuatan yang menentang logika. Dalam kasus itu ... mungkin kejadian seperti itu lebih masuk akal daripada yang mungkin terjadi. "Kedengarannya sangat dramatis." Itsuki berkata dengan ekspresi terpesona di wajahnya. "Itsuki menyukai cerita – cerita seperti itu, ya" Kakak perempuannya perempuannya sedikit tersipu.



menggoda,



menyebabkan



adik



"Mari kita coba membacanya sedikit lagi." Tougou membalik halaman dengan ekspresi serius di wajahnya. Lima lainnya juga ikut mengintip buku itu juga.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Halaman-halaman ini semua disensor, ya ... Ah, masih ada tulisan di sekitar sini. Sepertinya catatannya tidak ditulis hanya satu orang saja." Karin menunjukkan beberapa halaman saat mereka membolak – baliknya. Sepertinya ada nama – nama yang telah lolos dari penyensoran. "Doi Tamako ... Iyojima Anzu ... Takashima Yuuna ... Huh, Yuunachan?" Tougou melihat bolak-balik antara Yuuna dan buku itu. "Dia memiliki nama yang sama dengan ku ... Apakah itu sebuah kebetulan?" "Tidak, ku pikir itu bukan hanya sebuah kebetulan ~" "Hah?" Semua mata tertuju pada Sonoko. "Yah - dulu, aku pernah mendengar bahwa nama 'Yuuna' itu spesial. Sejak dulu, bayi diberi nama itu jika mereka melakukan hal seperti ini ~ saat mereka lahir ~" Sonoko mengetuk kedua tangannya yang menandakan sebuah isyarat. "... Jadi, seorang bayi harus melakukan itu secara kebetulan saat bermain ...? Seperti semacam pertanda baik, atau semacamnya ya" "Ya, ya, memang seperti itu Nibosshi, kau memang sangat pintar ya ~" Bayi yang melakukan tindakan khusus saat lahir diberikan nama pahlawan masa lalu, mungkin sebagai pertanda baik. "Jadi nama 'Yuuna' berasal dari nama pahlawan ini, Takashima Yuuna ya, ini adalah tradisi lama dalam sejarah Era Ilahi, ya ..."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



Seperti yang dipikirkan Tougou tentang sejarah bangsa ini, Fuu mengangkat tangannya kemudian dengan pandangannya yang tidak koheren dan berkata : "Aku mengerti ... Yuuki Yuuna ... kau adalah Faktor Yuuna ... kau adalah seorang Yuuna ..." "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, Onee-chan." Semua orang tertawa terbahak-bahak. Tougou melihat catatan pahlawan yang pudar dan berkata "Seseorang mungkin menyembunyikan buku ini karena suatu alasan ..." "Tapi pada akhirnya, itu ditemukan dan disensor, apa ulah pendiri yang nakal ya ... Tapi dari sedikit yang tersisa, kita bisa mengatakan bahwa Era Masehi juga memiliki masa sulitnya juga. Setidaknya kita bisa tahu itu. " Para pahlawan masa lalu khawatir, menderita, dan terluka juga, tapi masih saja mempertaruhkan nyawa mereka untuk menjalani hidupnya. Yuuna menatap tangannya sendiri.



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Alasan kita berada sekarang ini adalah karena perjuangan semua orang di masa lalu, ya ... Kita harus berterima kasih pada mereka." Malam itu, setelah semua orang selesai memilah buku Sonoko dan telah pulang ke rumah. Tougou sendirian di rumah Sonoko untuk berbicara dengannya. "Catatan Pahlawan itu disensor dalam warna hitam, tapi juga ada yang disensor dengan warna merah, jadi kemungkinan telah disensor 2 kali, dan untuk penyensoran yang kedua ... itu hampir menghapus semuanya."



By : Andi GT’z (@AndiGTz)



"Berarti ada satu hal bisa kita menyimpulkan ..., kah ~" "Ya, disposisi Taisha untuk penekanan informasi telah meningkat selama bertahun-tahun." "Peraturan tentang melindungi rahasia besar ... pasti sudah sedikit bengkok dalam penafsiran setelah 100 ... 200 ... 300 Tahun atau lebih, ya ... Sange adalah contoh sempurna untuk itu." 300 tahun. Rentang waktu yang sangat lama. Taisha (Amnesti) dibangun oleh Uesato Hinata dan Nogi Wakaba sebagai pusatnya. Ketika mereka masih berada di sana, itu mungkin sebuah organisasi yang lebih sehat (baik). Tapi tidak ada yang abadi. Sebagai generasi yang terus melahirkan generasi, seiring berjalannya waktu, perubahan pun terjadi. "Ya, mereka berjanji untuk membicarakan semuanya dengan benar mulai sekarang ~" "Ya, mari kita anggap ini sebagai satu langkah untuk maju." Satu langkah untuk maju, tidak peduli seberapa kecil itu. Langkah itu akan menjadi tongkat untuk masa depan.