Nota Keberatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NOTA KEBERATAN (EKSEPSI) Dalam Perkara Pidana Atas Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum No. Reg.Perk PDS : 16/DENPA/11/2017



Atas Nama Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU



Diajukan oleh tim Penasehat Hukum: Budiman Darwin E. Siagian, SH., MM., CLA. Hendri David, SH., CLA.



Disampaikan pada Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar pada Pengadilan Negeri Denpasar Hari Selasa, 13 Februari 2018



DIDAKWA : • PRIMAIR : Sebagaimana di atur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. • SUBSIDAIR : Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 3 UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tinak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



1



Kepada YTH, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Denpasar Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Di,Denpasar



Perihal : KEBERATAN (EKSEPSI) Terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor : Reg.Perk PDS : 16/DENPA/11/2017 tanggal 02 Januari 2018 atas nama Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU



A. PENDAHULUAN Majelis Hakim Yang Terhormat, Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati Serta Sidang yang kami muliakan Terlebih dahulu perkenankan kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Januari 2018 No. : 007/PID/I/2017 bertindak untuk dan atas nama terdakwa MINHADI NOER SJAMSU, pada kesempatan ini kami memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa dengan ini kami selaku penasehat hukum terdakwa menyampaikan terimakasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan untuk mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi) terhadap Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara atas nama MINHADI NOER SJAMSU, Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal yang prinsipal yang perlu kami sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan dan demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi Hak Asasi Manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 14 (1) Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi UndangUndang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Convenant on Civel and Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik), pasal 27 (1), pasal 28 D (1) UUD 1945, pasal 7 dan pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang adalah sama dimuka hukum dan tanpa diskriminasi apapun serta berhak atas perlindungan hukum yang sama. 2



Pengajuan Eksepsi atau keberatan ini juga didasarkan pada hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang mengatur sebagai berikut: "Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan". Pengajuan eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga pekerjaanya, serta juga pengajuan eksepsi ini tidak semata–mata mencari kesalahan dari dakwaan jaksa penuntut umum ataupun menyanggah secara apriori dari materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Namun ada hal yang sangat fundamental untuk dapat diketahui Majelis Hakim dan saudara Jaksa Penuntut Umum demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat Caelum. Pengajuan eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses peradilan ini, sebagaimana disebutkan dalam Asas Trilogi peradilan. Namun sebagaimana disebutkan diatas, bahwa pembuatan dari eksepsi ini mempunyai makna serta tujuan sebagai Penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang. Kami selaku penasihat hukum terdakwa percaya bahwa majelis hakim akan mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba untuk menggugah hati nurani majelis hakim agar tidak semata–mata melihat permasalahan ini dari kacamata atau sudut pandang yuridis atau hukum positif yang ada semata namun menekankan nilai nilai keadilan, dimana pameo yang ada saat ini bahwa seorang tersangka tindak pidana korupsi dianggap sudah pasti bersalah tanpa melihat pelaku sebagai korban kongkalikong atau korban administratif atas kesalahan orang lain. Sebelum melangkah pada proses yang lebih jauh lagi maka perkenankan kami selaku kuasa hukum untuk memberikan suatu adagium yang mungkin bisa dijadikan salah satu pertimbangan majelis hakim yaitu “dakwaan merupakan unsur penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan memeriksa surat itu”. Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan, apakah sudah cukup berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah fakta tersebut tidak seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan merupakan tindak pidana. Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadil adilnya dan hukum menjadi panglima untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami mengajak majelis hakim yang terhormat dan jaksa penunutut umum bisa melihat 3



permasalahan secara menyeluruh (komprehensif) dan tidak terburu-buru serta bijak, agar dapat sepenuhnya menilai ulang MINHADI NOER SJAMSU, sebagai terdakwa dalam perkara ini dan kami selaku kuasa hukum juga memohon kepada Majelis Hakim dalam Perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil adilnya.



B. KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM Majelis Hakim Yang Terhormat, Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati Serta Sidang yang kami muliakan M. Yahya Harahap mengatakan bahwa “pada dasarnya alasan yang dapat dijadikan dasar hukum mengajukan keberatan agar surat dakwaan dibatalkan, apabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 atau melanggar ketentuan Pasal 144 ayat (2) dan (3) KUHAP”. (Pembahasan dan penerapan KUHAP, pustaka Kartini, Jakarta, 1985, hlm. 663-664). Berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara saksama mengingat di dalam Surat dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan. Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa ingin mengajukan keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan alasan sebagai berikut : I.



JAKSA PENUNTUT UMUM TELAH SALAH DALAM MENERAPKAN PASAL 84 AYAT (2) KUHAP TENTANG WEWENANG MENGADILI TERDAKWA DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR Bahwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum di halaman pertama telah menyebutkan sebagai berikut : “…….., pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi secara pasti dalam bulan September 2015 atau setidak-tidaknya dalam kurun waktu tahun 2015, yang berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) KUHAP bahwa Terdakwa ditahan di Lapas Kerobokan Denpasar dan sebagian besar saksi yang dipanggil bertempat tinggal di Denpasar, dengan demikian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar berwenang mengadili perkara Terdakwa….” Bahwa dalam penjelasan M. Yahya Harahap pada bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 96), menjelaskan bahwa pada dasarnya masalah sengketa kewenangan mengadili yang diatur 4



pada Bagian Kedua, Bab XVI adalah kewenangan mengadili secara relatif. Artinya, Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi mana yang berwenang mengadili suatu perkara. Landasan pedoman menentukan kewenangan mengadili bagi setiap Pengadilan Negeri ditinjau dari segi kompetensi relatif, diatur dalam Bagian Kedua, Bab X, Pasal 84, Pasal 85, dan Pasal 86 UndangUndang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Bertitik tolak dari ketentuan yang dirumuskan dalam ketiga pasal tersebut, ada beberapa kriteria yang bisa dipergunakan Pengadilan Negeri sebagai tolak ukur untuk menguji kewenangannya mengadili perkara yang dilimpahkan penuntut umum kepadanya. Kriteria-kriteria yang dimaksud antara lain adalah: a.



Tindak pidana dilakukan (locus delicti)



Bahwa dalam Pengadaan Lanjutan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014, Jaksa Penuntut Umum telah salah mengadili Terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar, dikarenakan perbuatan yang diduga terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakawa di luar wilayah hukumnya yaitu kedudukan Terdakwa ada di Jakarta. Bahwa kontrak pada Pengadaan Lanjutan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014 ditanda tangani di Jakarta tanggal 18 September 2015 antara Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan yang di wakili oleh Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU dengan CV. FUAD PRATAMA PERKASA yang diwakili oleh FUAD BACHTIAR. Bahwa dalam pengerjaan Pengadaan Lanjutan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014 dimana pelaksana yaitu CV Fuad Pratama Perkasa yang beralamat Jl. Raya Pendidikan Blok G5/5 Makassar untuk pengerjaannya menggunakan galangan kapal milik PT F1 Perkasa yang berlokasi di Banyuwangi – Jawa Timur. Berdasarkan Surat Perjanjian/Kontrak Nomor : 2801/PL.110/D2.KPA/IX/2015 tanggal 18 September 2015 dimana salah satu Syarat Kualifikasi (Summary Report) adalah Surat pernyataan sanggup mengerjakan kelanjutan pembangunan kapal di galangan kapal di Banyuwangi – Jawa Timur untuk Inkamina Bali. Bahwa jelas sudah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar pada Pengadilan Negeri Denpasar tidak berwenang mengadili karena diluar wilayah hukumnya, oleh karena itu dakwaan terhadap MINHADI NOER SJAMSU tidak dapat diterima atau batal demi hukum. Bahwa menurut M. Yahya Harahap (ibid hal. 96-97), inilah asas atau kriteria yang pertama dan utama. Pengadilan Negeri berwenang mengadili setiap perkara pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: 5



“Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.” Asas atau kriteria yang dipergunakan pada pasal ini adalah “tempat tindak pidana dilakukan” atau disebut locus delicti. M. Yahya Harahap mengatakan bahwa prinsip dimaksud didasarkan atas tempat terjadinya tindak pidana. Di tempat mana dilakukan tindak pidana atau di daerah hukum Pengadilan Negeri mana dilakukan tindak pidana, Pengadilan Negeri tersebut yang berwenang mengadili. Asas ini merupakan ketentuan umum dalam menentukan kewenangan relatif. Yang pertama-tama diteliti menentukan berwenang tidaknya memeriksa suatu perkara yang dilimpahkan penuntut umum berdasar “tempat terjadinya” tindak pidana.”



b. Tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil Bahwa Jaksa Pununtut Umum telah salah menerapkan Pasal 84 ayat (2) mengenai wewenang mengadili berdasarkan sebagian besar saksi, karena berdasarkan Berkas Perkara Nomor : BP-05/Fd.1/05/2017 dimana saksisaksi yang di periksa paling banyak bertempat tinggal diluar Bali, berikut penjelasannya : No.



Nama Saksi



Alamat Tempat Tinggal Saksi



1



Made Wijaya Kusuma, ST



Perum Griya Nambi Permai 2/B Jl. Patih Nambi Kel. Ubung Kaja, Denpasar Utara – Bali



2



Ni Nyoman Trisnawati, ST



Jl. Kaswari No. 31 Denpasar – Bali



3



I Gusti Ngurah Dwi Suwariantha, SST.M.AP



Jl. Sentanu 1 No. 10 Denpasar – Bali



4



Gede Ogiana ST



Jl. Batu Intan Kab Gianyar – Bali



5



Ir. I Nyoman Artabudi M.Si



Jl. Drupadi VI No. 12 Denpasar Timur – Bali



6



Drs. I Nyoman Sutadi



Jl. Sedap Malam No. 15 Denpasar Timur – Bali



7



Dr. Ir. Gellwynn D. H. Yusuf MSc



Jl. Taman Lebak Bulus 1 Cilandak Jakarta Selatan – Jakarta



8



L. Narmoko Prasmadji SH



Jl. Batu 1 Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan – Jakarta



9



Ir. Ida Wardhaningsih



Jl. Bumi Pratama Timur Kramat Jati – Jakarta



Kusuma



6



10



Ir. Ratnawita



Jl. Pangrango 5 Kec. Cibinong – Bogor Jawa Barat



11



Agus Wahyu Santoso, M.T



Perum. Kemang Swatama Depok – Jawa Barat



12



Moch Idmillah, ST



Ponokawan Kab. Sidoarjo Prov. Jawa Timur



13



Fuad Bachtiar Bau Agiel



Jl. Raya Pendidikan No. 5 Makassar



14



Ngadimin, S.Sos



Jl. Dadap 5 Kec. Bojong Gede Kab. Bogor – Jawa Barat



15



Banar Ujo Wicaksono



Perum. Ciputat Baru Tangerang Selatan



16



Rudi Yuswara



Jl. Puri Kartika No. 22 Kodya Tangerang – Jawa Barat



17



Wasisanto



Jl. Cendana 2 No. 17 Matraman Jakarta Timur – Jakarta



18



Hasan El Fakhri



Bogor Baru Blok D5 No. 4 Bogor – Jawa Barat



19



Mat Aris



Jl. Warga Indah 2/52 Kab Kota Tangerang Banten – Jawa Barat



20



I Wayan Sabar



Br. Kaja Kel Serangan Denpasar – Bali



Bahwa jelas dan nyata tidak terbantahkan dimana para saksi sebagian besar bertempat tinggal dari 20 (dua puluh) jumlah saksi 13 (tiga belas) diataranya bertempat tinggal di JADEBOTABEK (Jakarta Depok Bogor Tangerang Bekasi). Oleh karena itu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar tidak berwenang mengadili sebagaimana disebutkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka dakwaan terhadap MINHADI NOER SJAMSU tidak dapat diterima atau batal demi hukum



M. Yahya Harahap (Ibid, hal. 99-100) menjelaskan bahwa asas kedua menentukan kewenangan relatif berdasar tempat tinggal sebagian besar saksi. Jika saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri maka Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan mengadili. Asas ini diatur dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP (dan sekaligus mengecualikan atau menyingkirkan asas locus delicti) yang berbunyi: “Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman 7



sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.” Bahwa lebih lanjut, M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa penerapan asas tempat kediaman, dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut : 1) Apabila terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri di mana sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal. Agar asas ini dapat diterapkan, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi: a. Terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. b. Sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan negeri tersebut. Dengan dipenuhinya kedua syarat tersebut, kewenangan relatif mengadili terdakwa atau memeriksa perkara, beralih dari Pengadilan Negeri tempat di mana peristiwa pidana terjadi ke Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa bertempat tinggal. 2)



Tempat kediaman terakhir terdakwa



Syarat yang harus dipenuhi: a. Terdakwa berkediaman terakhir di daerah hukum suatu Pengadilan Negeri. b. Sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan Negeri tersebut. Jadi, apabila terdakwa melakukan tindak pidana di suatu daerah hukum Pengadilan Negeri, akan tetapi ternyata terdakwa berkediaman terakhir di daerah hukum Pengadilan Negeri yang lain. Demikian pula, saksi-saksi yang hendak dipanggil sebagian besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan daerah hukum Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir terdakwa, asas locus delicti dapat dikesampingkan, dan yang berwenang mengadili ialah Pengadilan Negeri tempat kediaman terakhir terdakwa.



II.



TIDAK MENJALANKAN AMANAT KUHAP PASAL 146 AYAT (1) Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 146 ayat (1) KUHAP, yang mengatakan : ”Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai”. 8



Dalam eksepsi kami ini, yang kami ajukan keberatan adalah menyangkut hak terdakawa yaitu surat pemanggilan, yang faktanya sampai hari ini disidangkan terdakwa belum pernah menerima surat pemanggilan sidang oleh Jaksa Penuntut Umum, oleh karena itu berkaitan dengan persyaratan formil sebagaimana diharuskan Pasal 146 ayat (1) KUHAP, khususnya yang mensyaratkan bahwa surat panggilan harus diterima oleh terdakwa selambatlambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai. Bahwa Jaksa Penuntut Umum telah lalai dan tidak cermat cenderung mengabaikan peraturan yang telah ditegaskan dalam KUHAP pasal 146 ayat (1), sehingga merugikan dan menghilangkan Hak sebagai Terdakwa untuk diberitahukan tiga hari sebelum sidang.



III. SURAT DAKWAAN TIDAK CERMAT, KABUR DAN TIDAK RINCI DALAM MENENTUKAN KERUGIAN NEGARA Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam membuat dakwaannya tidak cermat dan kabur, sebagaimana disebutkan dalam dakwaannya pada hal 11 sebagai berikut : “Dengan demikian terdakwa Minhadi Noer Sjamsu telah memperkaya orang lain yakni Fuad Bachtiar Agiel sebesar Rp. 3.438.174.873, 00,- (tiga milyar empat ratus tiga puluh delapan juta seratus tujuh puluh ribu delapan ratus tujuh puluh tiga rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.” Bahwa atas dasar apa atau hasil audit mana sehingga Jaksa Penuntut Umum dapat menentukan Terdakwa Minhadi Noer Sjamsu telah memperkaya orang lain yakni Fuad Bachtiar Agiel sebesar Rp.3.438.174.873, 00,- (tiga milyar empat ratus tiga puluh delapan juta seratus tujuh puluh ribu delapan ratus tujuh puluh tiga rupiah), sedangkan hasil audit BPKP Perwakilan Bali atas Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Bantuan Kapal Nelayan Pada Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Tahun Anggaran 2014 Nomor : SR-474/PW22/5/2017 tanggal 10 November 2017 menyebutkan kerugian negara sebesar Rp. 8.465.300.294.00,- (delapan miliar empat ratus enam puluh lima juta tiga ratus ribu dua ratus sembilan puluh empat rupiah). Bahwa untuk Majelis Hakim ketahui untuk Pengadaan Lanjutan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014 Terdakwa ditetapkan menjadi Tersangka pada tanggal 21 Maret 2017 No : Print-08/P.1/Fd.1/03/2017, sedangkan hasil Audit dari BPKP perwakilan Provinsi Bali keluarkan pada tanggal 10 November 2017 Nomor : SR-474/PW22/5/2017, lalu dari mana Jaksa Penuntut Umum menetapkan



9



sesorang menjadi Tersangka sedangkan hasil Audit BPKP dikeluarkan 8 (delapan) bulan kemudian setelah di tetapkan menjadi tersangka..????



KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NOMOR 25/PUU-XIV/2016 MENGHAPUS KATA “DAPAT” DALAM PASAL 2 AYAT (1) DAN PASAL 3 UU NO 31 TAHUN 1999 SEPERTI TELAH DIUBAH DENGAN UU NO 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Bahwa dengan begitu, delik korupsi yang selama ini sebagai delik formil berubah menjadi delik materil yang mensyaratkan ada akibat yakni unsur kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata/pasti. Oleh karena itu keputusan MK “Menyatakan kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bahwa dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor terkait penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya akibat (delik materil). Unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) dalam tipikor. “Pencantuman kata ‘dapat’ membuat delik kedua pasal tersebut menjadi delik formil. Padahal, praktiknya sering disalahgunakan untuk menjangkau banyak perbuatan yang diduga merugikan keuangan negara termasuk kebijakan atau keputusan diskresi atau pelaksanaan asas freies ermessen yang bersifat mendesak dan belum ditemukan landasan hukumnya. Ini bisa berakibat terjadi kriminalisasi dengan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang,” sebut Mahkamah dalam pertimbangannya. Bahwa demikian pula terkait bisnis, ketika dipandang kedua pasal ini sebagai delik formil menyebabkan pejabat publik takut mengambil kebijakan atau khawatir kebijakan yang diambil akan dikenakan tipikor. Akibatnya, bisa berdampak stagnasi proses penyelenggaraan negara, rendahnya penyerapan anggaran, dan terganggunya pertumbuhan investasi. Bahwa penetapan sesorang menjadi tersangka tanpa audit yang jelas dapat menjadi “Kriminalisasi”. Ini terjadi karena ada perbedaan pemaknaan kata ‘dapat’ dalam unsur merugikan keuangan negara oleh aparat penegak hukum, sehingga seringkali menimbulkan persoalan mulai perhitungan jumlah kerugian negara sesungguhnya hingga lembaga manakah yang berwenang menghitung kerugian negara,” BPK atau BPKP dalam menentukan kerugian negara..??? Bahwa menurut Mahkamah Konstitusi pencantuman kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor menimbulkan ketidakpastian hukum dan 10



secara nyata bertentangan dengan jaminan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Selain itu, kata “dapat” ini bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis (lex scripta), harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta), dan tidak multitafsir (lex certa). “Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum seperti ditentukan Pasal 1 ayat (3) UUD 194,” lanjutnya. Bahwa jelas sudah berdasarkan penjelasan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan kerugian Negara telah salah dan kabur, oleh karena itu batal demi hukum (van rechtswegenietig) disebabkan karena bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dimana keseluruhan Dakwaan Jaksa baik Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair, apabila disusun/diuraikan tidak secara cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, yang mengakibatkan dakwaan tersebut kabur (obscuur libel).



IV. SURAT DAKWAAN TIDAK SEMPURNA KARENA TIDAK CERMAT KARENA JAKSA PENUNTUT UMUM KELIRU DALAM MERUMUSKAN DAKWAAN, DIMANA KAPASITAS TERDAKWA MINHADI NOER SJAMSU HANYA SEBAGAI PPK PENGGANTI SEBELUMNYA Bahwa dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada halaman 2 menyebutkan : - Bahwa berawal pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mendapata dana sebesar Rp. 10.500.000.000,- (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan mekanisme Tugas Pembantuan, yang bersumber dari APBN untuk Pembangunan & unit Kapal Penangkap Ikan dan Alat Penangkap Ikan ukuran ≥ 30 GT (Inka Mina) sesuai DIPA No. : SP DIPA032.03.4.229110/2014 tanggal 05 Desember 2013. Dan sebagai tindaklanjutnya, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan RI menerbitkan Surat Keputusan Nomor : Kep.28/MEN/KU.611/2014 tanggal 04 Februari 2014 tentang perubahan kedelapan atas Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.211/MEN/KU.611/2013 tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Pengangkatan Bendahara Pengeluaran pada Satuan Kerja Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Dana Tugas Pembantuan Lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, yang menunjuk : 1. Pengguna Anggaran (PA) yaitu Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Perikanan dan Kelautan; 2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yaitu I Made Gunaja selaku Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali; 11



3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yaitu Ir. I Gusti Ngurah Made Sumantri, M.Si. - Bahwa kemudian Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP.33/MEN/KU.611/2015 tentang Perubahan kelima atas Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. : KEP.199/MEN/KU.611/2014 tentang Penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatanganan Surat Perintah Membayar (SPM) dan Pengangkatan Bendahara Pengeluaran dan/atau Bendahara Penerimaan pada Satuan Kerja Pusat dilingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, yang menunjuk : a) Dr. Gellwyn Yusuf sebagai Kuasa Pengguna Anggaran; b) Ida Kusuma Wardani / Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Bahwa untuk diketahui oleh Majelis Hakim kapasitas Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU dalam Pengadaan Lanjutan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014 hanya melanjutkan dari PPK sebelumnya, dimana pelaksanaan tender penunjukan pemenang hingga spesifikasinya ditetapkan oleh PPK sebelumnya, yaitu Ir. I Gusti Ngurah Made Sumantri, M.Si. dan Ida Kusuma Wardani, sehingga bagaimana mungkin Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU ditetapkan menjadi tersangka dikarenakan pengadaan 7 kapal yang tidak sesuai spesifikasi, sedangkan spesifikasi ditetapkan oleh PPK sebelumnya…???? Bahwa jelas sudah Jaksa Penuntut Umum dalam membuat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil yaitu tidak cermat, Apakah terdakwa berkemampuan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya menurut hukum? Bahwa menurut Pasal 143 KUHAP, surat dakwaan selain memenuhi syarat formil juga harus memenuhi syarat materiil, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 143 ayat (2) b KUHAP, surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan, dengan menyebut waktu (tempos delicti) dan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti). Adapun pengertian cermat adalah : Cermat berarti dalam surat dakwaan itu dipersiapkan sesuai dengan UndangUndang yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan/kekeliruan. Penuntut Umum sebelum membuat surat dakwaan selain harus memahami jalannya peristiwa yang dinilai sebagai suatu tindak pidana, juga hal hal yang dapat menyebabkan batalnya surat dakwaan yaitu apakah terdakwa berkemampuan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya menurut hukum? 12



(Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002) Maka sebagaimana ditegaskan pada Pasal 143 ayat 3 “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) huruf b batal demi hukum” yang dimana salah satu syarat materiilnya yaitu terdakwa berkemampuan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya menurut hukum.



V. DAKWAAN TERDAKWA SENGKETA PERDATA



MINHADI



NOER



SJAMSU



MENGANDUNG



Majelis Hakim Yang Terhormat, Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati Serta Sidang yang kami muliakan Hukum adalah sebuah upaya dalam melembagakan norma dan nilai dalam rangka menjamin keberlangsungan masyarakat. Normatif artinya adalah unsur apa “yang seharusnya”, apa yang “diharapkan”, terkait dengan kepatutan. Sedangkan nilai (value) merupakan dasar bagi sebuah norma, merupakan sebuah ukuran yang disadari atau tidak disadari untuk menetapkan apa yang benar, yang baik, dan sebagainya. Bahwa norma hukum akan menjadi aturan hukum apabila berbentuk dalam rumusan tertentu, Misalkan pasal 338 KUHP berbunyi “ Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara setinggi-tingginya 15 tahun” Norma yang terkandung adalah orang dilarang membunuh. Nilai yang menjadi dasar norma itu adalah kelangsungan hidup atau kasih sayang terhadap sesama hidup. Apa ukuran bagi pembentuk dan pelaksana undang-undang untuk menetapkan sesuatu tindak menjadi tindak pidana atau dengan kata lain apa ukuran untuk mengadakan kriminalisasi? Kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana (diberikan sangsi pidana). Kriminalisasi dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, bisa dalam aspek ketertiban dan yang saat ini menjadi fokus adalah dalam sektor ekonomi khususnya pengadaan barang jasa. Perlu dipahami bahwa sifat pidana adalah ultimum remedium (upaya terakhir), yang tidak perlu digunakan kecuali dalam kondisi yang memerlukan. Syarat-syarat pengenaan pidana di antaranya adalah azas legalitas dan azas culpabilitas (kesengajaan dan kealpaan)



13



Bahwa pada prinsipnya ketentuan pengadaan barang dan jasa terutama di pemerintah merupakan ketentuan bagi para penyelenggara negara dalam melakukan aktivitas ekonomi negara yang disebut belanja. Dalam konsep besarnya dikenal merupakan bagian dari hukum ekonomi. (Economic Law, Sociaal Economisch Recht). Sedangkan definisi hukum ekonomi adalah keseluruhan peraturan, yang dibuat pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk mempengaruhi perbandingan ekonomi terkait adanya permintaan dan penawaran, penjualan dan pembelian dan yang terkait dalam pasar. Bahwa sehingga jelas sekali bahwa pengadaan barang jasa merupakan bagian dari hukum ekonomi. Sedangkan hukum ekonomi merupakan hukum administrasi dan hukum perdata, sehingga perlu dikembalikan kepada subtansi penegakan hukum yang semestinya. Apabila terjadi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa maka perlu diukur terlebih dahulu melalui sistem hukum administrasi dan hukum perdata. Bahwa hukum pidana apalagi pidana khusus korupsi dalam pengadaan barang jasa pemerintah dapat diterapkan dalam hal memang terjadi peristiwa pidana. Definisi tindak pidana korupsi secara garis besar dinyatakan sebagai berikut : “Setiap orang yang secara hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.” Dalam membantu upaya penegakan hukum pemberantasan korupsi dapat disimpulkan secara sederhana dalam bagan berikut ini. No Unsur Tipikor 1 Orang / Subjek 2 3 4



Penjelasan Pengelola Pengadaan (PA, KPA, PPK, PP, ULP, PPHP dll) Perbuatan Melawan Hukum Ditegaskan dengan pelanggaran prosedur oleh Ahli, Dokumen, Surat-surat Memperkaya diri sendiri, Adanya transaksional haram orang lain atau korporasi Kerugian Negara Dinyatakan oleh Auditor Sah Negara



Bahwa suatu tindak pidana korupsi dalam bidang pengadaan barang jasa, haruslah memenuhi unsur-unsur di atas, terutama adanya transaksional haram diantara pihak-pihak yang terlibat. Adapun beberapa beberapa konstruksi penegakan hukum tindak pidana korupsi yang sering dipaksakan di antaranya : a) Ketidak akuratan dalam penentuan hak, kewajiban dan tanggung jawab para pihak, yang tidak sesuai ketentuan peraturan pengadaan.



14



b) Ketidakmauan dan ketidakmampuan dalam membuktikan niat dan perbuatan jahat korupsi, dimana antara niat dan perbuatan adalah dua hal yang harus ada. c) Ketidak akuratan dalam dalam menentukan transaksional haram dalam proses pengadaan barang dan jasa. d) Ketidak sesuaian dalam menentukan auditor yang berwenang menghitung kerugian negara, termasuk metodologinya. Bahwa hubungan keperdataan yang dimaksud secara ekplisit dinyatakan secara tegas dalam regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Perpres No. 4 Tahun 2015 (Perubahan Keempat Perpres No. 54 tahun 2010) yang mana ditegaskan bahwa sebelum dimulainya pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa antara para pihak baik itu Penyedia maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dalam hal tidak adanya personil yang memenuhi syarat sebagai PPK (Vide pasal 20 ayat 12.2b Perpres No. 70 tahun 2012 perubahan kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa) wajib menandatangani kontrak Pengadaan Barang dan Jasa. Artinya bahwa tidak mungkin ada permasalahan hukum Pengadaan Barang dan Jasa tanpa didahului hubungan kontraktual antara Penyedia dengan Panitia Pengadaan sehingga pristiwa hukum tersebut menjadi relevan apabila diselesaikan atau ditegakkan melalui Pengadilan Perdata bukan Pengadilan Pidana. Bahwa perlu diketahui juga bahwa pemerintah Indonesia sejak tahun 2010 dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa telah merubah regulasi Pengadaan Barang dan Jasa sebanyak 4 (empat) kali ditambah 2 (dua) Perka LKPP dan 1 (satu) Juknis Peraturan Presiden. Regulasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: Peraturan Presiden 1. Peraturan Presiden RI Barang dan Jasa (Pertama) 2. Peraturan Presiden RI Barang dan Jasa (Kedua) 3. Peraturan Presiden RI Barang dan Jasa (Ketiga) 4. Peraturam Presiden RI Barang dan Jasa (Keempat)



Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Nomor 35 Tahun 2011 tentang Pengadaan Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Nomor 172 Tahun 2014 tentang Pengadaan



Perka LKPP 1. Perka LKPP No. 4 Tahun 2016 tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang dan Jasa 15



2.



Perka LKPP No. 6 Tahun 2016 tentang Katalog



Juknis Juknis Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Menggunakan Aplikasi SPSE Bahwa keseluruhan peraturan-peraturan yang telah kami sampaikan di atas, mengatur aspek formil dan materiil dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa. Asepek formil dan meteriil tersebut berfungsi untuk membuat sahnya perbuatan Hukum Perdata/hubungan kontraktual antara Penyedia dengan Pantia Pengadaan Barang dan Jasa. Bagi yang pernah kuliah di fakultas hukum tentu tidak asing dengan istilah PERIKATAN. Sumber hukum perikatan ada 2 (dua) : Perjanjian dan Undang-undang. Suatu perikatan yang lahir dari perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi pasal 1320 KUHPerdata. Bahwa masuknya Hukum Pidana dalam hubungan kontraktual antara individu ataupun antara entitas bisnis menunjukan kediktatoran dan kesewenangan negara dalam proses penegakan hukum bahkan melampaui dimensi hukum yang berbeda tanpa menghiraukan kompetensi hukum dalam dimensinya masing-masing. Penegasan ini merupakan bagian dari kritik terhadap proses penegakan hukum yang tidak tertib hukum sehinggah tersanderanya kepastian hukum, keadilan dan ketertiban umum secara bersamaan. Bahwa selain itu, intervensi Hukum Pidana pada Hukum Perdata merupakan pelanggaran hak Individu/badan hukum sebagai subyek hukum karena tak jarang dengan adanya penangkapan Direktur Perusahaan menyebabkan berubahnya situasi dan kondisi psikis para pihak dalam melaksanaan kontrak dan bahkan terdapat juga pihak yang enggan menandatangani persyaratan formil lainnya dari kontrak tersebut sampai kasus pidananya menjadi terangbenderang. Hal tersebut tentu menimbulkan kerugian bagi individu atau badan hukum lainya yang dengan itikad baik melaksanakan kontrak. Bahwa, berdasarkan Pasal 156 ayat (1) pengajuan keberatan adalah hak dari terdakwa dengan memperhatikan bahwa eksepsi harus diajukan pada sidang pertama yaitu setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan. Eksepsi yang dapat diajukan di luar tenggang waktu tersebut adalah eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana disebut dalam Pasal 156 ayat (7) KUHAP. Oleh karena itu dakwaan tidak dapat diterima karena tindak pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata sehingga apa yang didakwakan sesungguhnya termasuk sengketa perdata yang harus diselesaikan secara perdata berdasarkan Surat Perjanjian/Kontrak Nomor : 2801/PL.110/D2.KPA/IX/2015 tanggal 18 September 2016 yang ditandatangani di Jakarta, dimana dalam isi perjanjiannya apabila para pihak terjadi perselisihan hukum diselesaikan salah satunya melalui badan Arbitrase. 16



Bahwa didalam perjajian tersebut juga mengatur tentang denda keterlambatan, denda ketidaksesuai pekerjaan, dimana perjanjian tersebut menjadi dasar hukum dalam melaksanakan pekerjaan Pengadaan Pembangunan Kapal Inka Mina 30 GT Mini Purse Seine Berbahan Fiberglass 7 Unit Provinsi Bali Tahun 2014 Bahwa oleh karena itu dimanakah letak pidananya sedangkan seluruh admistrasinya berhubungan dengan keperdataan. Apakah keterlambatan pengerjaan sesuatu dalam perikatan disebut sebuah korupsi..??? Apakah ketidaksesuaian spesifikasi barang (dibuat oleh PPK sebelumnya) dalam perikatan disebut sebuah Korupsi..???



C. PERMOHONAN KEPADA MAJELIS HAKIM Majelis Hakim Yang Terhormat, Saudara Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati Saudara Terdakwa dan hadirin yang kami hormati Serta Sidang yang kami muliakan Berdasarkan uraian-uraian yang telah sampaikan diatas maka kami Penasehat Hukum Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU, mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar yang memeriksa dan memutus perkara a quo untuk memberikan putusan : 1. Menerima keberatan (eksepsi) dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Nomor : Reg.Perk PDS : 16/DENPA/11/2017 tanggal 2 Januari 2018 sebagai dakwaan yang batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima (niet Ontvankelijk Verklaard); 3.



Menyatakan perkara aquo tidak diperiksa lebih lanjut;



4. Memerintahkan kepada Penuntut Umum agar membebaskan Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU dari tahanan; 5. Memulihkan harkat martabat dan nama baik Terdakwa MINHADI NOER SJAMSU; 6.



Membebankan biaya perkara kepada negara;



Atau jika majelis hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (et aquo et bono),



17



Demikian Nota Keberatan (Eksepsi) kami bacakan dan di serahkan kepada Majelis Hakim pada hari Selasa, 13 Februari 2018 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar.



Hormat Kami, BUDIMAN DARWIN & ASSOCIATES



Budiman Darwin E. Siagian, SH., MM., CLA.



Hendri David, SH., CLA.



18