Objek Dakwah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai, bahwa tata cara mwmberikan lebih penting dari sesuatu yang diberikan itu sendiri. Semangkok teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengn cara sopan, ramah dan tanpa sikap yang dibuat-buat, akan lebih terasa enak dicicipi. Dalam konteks ini tata cara atau metode lebih penting dari materi, yang dalam Bahasa Arab dikenal dengan Al-Thariqah Ahammu min Al-Maddah. Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan dakwah. Betapapun sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isuisu yang disajikan,tetapi bila disampaikan dengan cara yang sembrono, tidak sistematis dan sembarangan, akan menimbulkn kesan yang tidak simpatik dan berujung kesia-siaan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana dan isu-isu yang disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara yang menarik dan menggugah, maka hasilnya akan impresif dan melahirkan manfaat. Dan salam pengejawantahan ajaran Islam, tentunya diperlukan format dakwah yang benar yang bermuarah kepada pencerdasan dan pendewasaan keagamaan, melihat problematika umat yang dihadapi dewasa ini sangat kompleks, akan tentunya membutuhkan pemecahannya. Untuk itu dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontektstual dalam artu relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat, kesemuanya ini dilakukan demi untuk mewujudkan khairu ummah. Kehadiran makalah ini diharapkan dapat membantu memberikan landasan teori bagi pelaksanaan dakwah. Sehingga para da’i memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap aktifitas dakwah, dan mempermudah Da’i dalam mengetahui tipologi dan klasifikasi masyarakat serta kemampuan berfikir terhadap sasaran dakwah secara tepat. Sebab seiap sasaran atau object dakwah memiliki suatu ciri-ciri tersendiri yang memerlukan suatu kebijakan dakwah dalam penyampaian, baik menyangkut masalah metodologis maupun kerangka konseptualnya. Dengan demikian, diharapkan umat akan memahami bahwa tuga dakwah baik secra individu, maupun berorganisasi, sehingga ajaran Islam tetap membumi sebagi pegangan hidup umat. B. RUMUSAN MASALAH 1) Apakah Objek dakwah itu? 2) Apa konsep al-Qur’an dalam menyikapi respon mad’u? 3) Bagaimana memahami objek dakwah



1



C.TUJUAN 1) Memahami apa itu objek dakwah. 2) Memahami konsep al-quran dalam menyikapi respo mad’u. 3) Memahami bagaimna objek dakwah.



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Apakah Mad’u (Object Dakwah) itu? Object Dakwah (mad’u) adalah merupakan sasaran dakwah. Yang tertuju pada masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun tidak ; dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sejalan dengan firman Allah dalam QS. Saba’ 28 : “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (QS. Saba’:28) Terkait dengan ayat di atas memberi kejelasan bahwa dakwah itu diajukan kepada seluruh umat manusia. Menurut pandangan Abdul Munir Mulkhan, bahwa Object akwah ada dua sasaran, yaitu umat dakwah dan umat ijabah. Umat dakwah yang dimaksud adalah masyarakat luas non Muslim, sementara umat ijabah adalah mereka yang sudah menganut Agama Islam. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti Agama Islam ; sedangkan bagi orang-orang yang telah beragana Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas Iman, Islam dan Ihsan. Hal yang sama juga dikemukakan Muhammad abu Al-Fatl al Bayanuni, mengelompokkan mad’u dalam dua rumpun besar, yaitu rumpun muslim atau umat ijabah (umat yang telah menerima dakwah) dan non Muslim atau umat dakwah (umat yang belum sampai kepada mereka dakwah Islam). Umat ijabah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: pertama, Sabiqun bi al-khaerat (orang yang saleh dan bertaqwa), kedua, Dzalimun linafsih (orang fasih dan ahli maksiat), ketiga, muqtashid (mad’u yang labil keimanannya). Sedangkan umat dakwah dibagi dalam empat kelompok, yaitu: Ateisme, Musyrikun, ahli kitab, dan munafiqun. Moh. Ali Aziz mengemukakan bahwa bagi orang yang menerima dakwah itu lebih tepat disebut mitra dakwah dari pada sebutan object dakwa, sebab sebutan object dakwah lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain sebagai kawan berfikir tentang keimanan, syari’ah, dan akhlak kemudian untuk diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama. Menurtu hemat penulis baik sebutan object ataupun mitra dakwah itu sama saja, yang terpenting adalah bagaimana seorang dai mampu mengkomunikasikan dakwah secara baik dan tepat kepada mad’unya sehingga mad’u dapat memahami dan mengamalkan isi pesan yang disampaikan. M. Bahari Gazali, melihat object dakwah dari tinjauan segi psikologinya, yaitu : 1. Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologisnya berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota serta masyarakat marjinal dari kota besar. 2. Sasaran dakwah yang menyangkut golongan dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat dari kalangan pemerintah dan keluarga.



3



3. Sasaran dakwah yang berupa kelompok dilihat dari segi sosial kultur berupa golongan priyayi, abangan, dan santri. Klasifikasi ini terutama dalam massyakat Jawa. 4. Sasaran dakwah yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan dewasa. 5. Dilihat dari segi profesi dan pekerjaan. Berupa golongan petani, pedagang, buruh, pegawai, dan administrator. 6. Dilihat dari jenis kelamin berupa golongan pria dan wanita. 7. Golongan masyarakat dilihat dari segi khusus berupa tuna susula, tuna karya. nara pidana, dan sebagainya. Selain itu M. Bahri Ghazali, juga mengelompokkan mad’u berdasarkan tipologi dan klasifikasi masyarakat, yang dibagi dalam lima tipe, yaitu: 1.Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memiliki keiginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah. 2.Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima pembaharuan dalam membawa perubahan yang positif. Untik menerima atau menolak ide pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu. 3.Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas kemasyarakatan. 4.Tipe pengikit akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan, karena faktor kehati-hatian yang berlebihan, maka setiap gerakan pembaharuan memerlikan waktu dan pendekatan yang sesuai untuk bisa masuk. 5.Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya. Mad’u bisa juga dilihat dari segi kemampuan berfikirnya sebagai berikut : a. Umat yang berfikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya. b. Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru tanpa mempertimbangkan secara mantap apa yang dikemukakan padanya. c. Umat bertaklid, yaitu golongan yang fanatik, buta brerpegang pada tradisi, dan kebiasaan turun-temurun tempat menyelidiki kebenarannya.



4



Pembagian Objek Dakwah Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surah as-Saba’ (34) ayat 28 َ‫اس ال َي ْعلَ ُمون‬ ً ‫اس بَشِي ًرا َونَذ‬ ِ َّ‫ِيرا َولَ ِك َّن أ َ ْكث َ َر الن‬ ِ َّ‫س ْلنَاكَ إِال كَافَّةً ِللن‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬



“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S.As-Saba' (34 ):28)



Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa objek dakwah atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek. Secara khusus sebagai berikut : 1.



Aspek Usia



Anak-anak,Remaja, dan Orang tua. 2.



Aspek Kelamin



Laki-laki, ataupun Perempuan 3.



Aspek Agama



Islam, dan Kafir atau non muslim 4.



Aspek Sosiologis



Masyarakat terasing,Masyarakat pedesaan,Masyarakat serta Masyarakat marjinal dari kota besar 5



Aspek Struktur Kelembagaan



Priyayi, Abangan, dan Santri 6.



Aspek Ekonomi



Golongan kaya,Golongan menengah, dan miskin 7.



Aspek Mata Pencarian



Petani, Peternak, Pedagang,Nelayan,Pegawai, dll.



5



kota



kecil



dan



kota



besar,



8.



Aspek Khusus



Golongan masyarakat tuna susila,Golongan masyarakat tuna netra, Golongan masyarakat tuna rungu, dan Golongan masyarakat tuna wisma. 9.



Aspek Komunitas Masyarakat



Seniman,Pemusik, Peseni lukis,Pseni pahat, Peseni tari, dll. Para Da'i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek dakwah atau sasaran dakwah itu sendiri. Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll. A.Mengenal strata mad’u Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keragaman makhluk tang bernama manusia, Allah SWT. berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat:13) Dalam ayat lain Allah berfirman : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” Ayat ini menjelaskn kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selanjutnya menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok yang berbeda. Mengenal tipologi manusia adalah salah satufaktor penentu suksesnya tugas dakwah, dan merupakan salah satu fenomena alam yang hanya bisa ditangkap oleh orang alim. 1.Mengenal Strata Mad’u Sebagai Landasan Normatif Salah satu makna hikma dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Di sat terjun ke sebuah komunitas, atau melakukan kontak engan seorang mad’u, da’i yang baik harus mempelajari terlebih dahulu data riil tentang komunitas atau pribadi yang bersangkutan.



6



Berikut ini beberapa landasan normatif tentang pola komunikasi dan interaksidengan beragam manusia :  Allah berfirman : “Dan di atas tiap orang-orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui” Hasan al Bashri berkata: “tidak ada seorang alim pun kecuali di atasnya orang alim lagi sampai berakhir kepada Allah.” Ayat ini memberikan informasi kepada kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia bertingkat. Informasi ini sekaligus isyarat kepada kita bagaimana membangun komunikasi dengan level manusia tersebut.  Ali bin Abi Thalib berkata: “Berbicaralah dengan orang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka, apakah engkau suka Allah dan Rasul-Nya didustakan?” Ali sangat memahami karakter manusia, dakwah yang dilakukan tanpa memandang strata mad’ubisa berakibat fatal, ayat Allah dan sabda Rasul bisa menjadi bahan olok-olokkan orang yang tidak paham.  Dari Aisyah ra., beliau berkata : “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk menempatkan manusia sesuai dengan kedudukannya.”  Ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW. membekali beliau dengan ilmu dakwah. Rasulullah SAW. bersabda : “Rasulullah berkata kepada Mu’adz bin Jabal sebelum beliau melepasnya ke Yaman :”sesungguhnya engkau akan mendatangi negeri yang penduduknya Ahli Kitab. Jika kamu telah sampai ke sana, dakwahilah mereka untuk mengikrarkan kalimat syahadat. Jika mereka merespon dakwahmu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaati perintah ini, sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada merekazakat yang diambil dari orang kaya untuk didistribusikan kepada orang miskin di antara mereka. Jika mereka menaati perintah ini, maka berhati-hatilah dengan harta-harta berharga mereka, dan berhati-hatilah dengan doa orang yang terzalimi, karena doa mereka tidak terhijab untuk sampai kepada Allah.” Rasulullah membekali Mu’adz dengan informasi mad’u yang akan dihadapi Mu’adzda apa yang harus disampaikan, dan bagaimana langkah setelah mereka merespon ajakan pertama atau menolak.  Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah : “Wahai Aisyah, andaikan bukan karena kaummu baru masuk Islam, pasti aku akan merombak ka’bah, dan aku jadikan dua pintu, pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar.”



7



Dalam menjelaskan hadist ini, Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata : “Orang Quraisy sangat mengagungkan Ka’bah. Rasulullah SAW berencana untuk merubah bangunannya, tetapi beliau khawatir disangka maca m-macam oleh penduduk Quraisyyang baru masuk Islam, akhirnya beliau mengurumgkan rencananya. Inilah beberapa contoh aplikatif Rasulullah SAW melaksanakan perinitah Allah agar berdakwah dengan hikmah. 2. Mengenal Rumpun Mad’u Tidak ada kesepakatan di antara peneliti dakwah tentang jumlah dari rumpun mad’u. Beberapa pendapat yang dapat kami himpun sebagai berikut : 1.Di awal surah al-Baqarah, mad’u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu: mukmin, kafir dan munafiq. Mujahid berkata : “empat ayat di surah al-Baqaarah mendeskripsikan tentang sifat orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat berikutnya mendeskripsikan sifat orang munafiq…”. dalam istilah M. Natsir, kelompok mad’u ada tiga, yaitu : “kawan yang setia sehidup semati, dari awal sampai akhir,dan lawan yang ecara terangterangan memusuhinya dari awal sampai akhir; dan lawan yang bermain pura-pura menjadi kawan, samnil menunggu saat untuk menikan dari belakang”. 2. Secara umum mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan dalam delapan rumpun, yaitu : a. Para ulama b. Ahli zuhud dan ahli ibadah c. Penguasa dan pemerintah d. Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya e. Fakir miskin dan orang lemah f. Anak istri, dan kaum hamba g. Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat h. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. 3. Abdul Karim Zaidan dalam ushul al-Da’wah mengelompokkan mad’udalam empat rumpun, yaitu : al-mala’ (penguasa), jumbur al-nas (mayoritas masyarakat), munafikun dan ahli maksiat. 4. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani melakukan pembagian yang hampir sama dengan alBayanuni, yaitu membagi mad’u dengan kategori muslim dan non-muslim. Mad’u dalam rumpun muslim dibagi menjadi dua, yaitu : Muslim yang cerdas dan siap menerima kebenaran.



8



Dan Muslim yang siap menerima kebenaran, tetapi mereka sering lalai dan kalah dengan hawa nafsu. Sedangkan non-muslim, pembagiannya sama dengan al-Bayanuni, teetapi beliau tidak memasukkan munafik dalam kelompok non-muslim. 2.2. Konsep Al-quran dalam menyikapi respon mad’u Bahasa dakwah yang diperintahkan Al-Quran sunyi dari kekasaran, lembut, indah, santun, juga membekas pada jiwa, memberi pengharapan hingga mad’u dapat dikendalikan dan digerakkan perilakunya olah da’i. Term Qoulan Sadida merupakan persyaratan umum suatu pesan dakwah agar dakwah persuasif memilih kata yang tepat mengenai sasaran sesuai dengan field of experience dan frame of reference komunikan telah dilansir dalam beberapa bentuk oleh al-Quran diantaranya: 1.Qoulan Baligha (perkataan yang membekas pada jiwa) Ungkapan Qoulan Baligha terdapat pada surah an-Nisa ayat 63 dengan firmannya: “mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hai mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada merekaperkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” Yang dimaksud ayat di atas adalah perilaku orang munafik. Ketika diajak untuk memahami hukum allah, mereka menghalangi orang lain untuk patuh (ayat 61). Kalau mereka mendapat musibah atau kecelakaan karena perbuatan mereka sendiri, mereka datang mohon perlindungan atau bantuan. Mereka inilah yang perlu dihindari, diberi pelajaran, diberi pelajaran, atau diberi penjelasan dengan cara yan berbekassatau ungkapan yang mengesankan. Karena itu, Qoulan Baligha dapat diterjemahkan ke dalam komunikasi yang efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang akan mengesankan atau membekass pada hatinya. Sebab di hatinya banyak dusta, khianat dan ingkar janji. Kalau hatinya tidak tersentuh sulit menundukkannya. Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qoulan baligha tersebut menjadi dua, qoulan baligha terjadi bila da’i (komunikator) menyesuaikan pembicarannya dengan sifat-sifat khalayakyang dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua, qoulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknyapada hati dan otaknya sekaligus. 2 . Qoulan Layyinan (perkataan yang lembut) Term qoulan layyinanterdapat dalam surah Thaha ayat 43-44 secara harfiyah berarti komunikasi yang lemah lembut (Layyin). “pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui bata; maka berbicaralah kamu berdua kepadanyaengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Berkata lembut tersebut adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun supaya menyampaikan Tabsyier dan Inzar kepada Fir’aun dengan “Qoulan Layyinan”karena ia telah menjalani kekuasaan melampaui batas, Musa dan Harun sedikit khawatir menemui Fir’aun yang kejam. Tetapi Allah tahu dan memberi jaminan



9



“Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Mendengar dan Melihat.” (QS. Thaha:46) Berhadapan dengan penguasa yang tiran, al-Qur’an mengajarkan agar dakwah kepada mereka haruslah bersifat sejuk dan lemah lembut , tidak kasar dan lantang, perkataan yang lantang kepada penguasa tiran dapat memancing respon yamng lebih keras dalam waktu spontan, sehingga menghilangkan peluang untuk berdialog atau komunikasi antar kedua belah pihak, da’i dan penguasa sebagai mad’u. 3.Qoulan Ma’rufan (Perkataan yang baik) Qoulan ma’rufan dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Salah satu pengertian ma’rufan secara etimologis adalah al-khaer atau ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qoulan ma’rufan mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang pantas dan baik. Di dalam alQur’an ungkapan qoulan ma’rufan ditemukan pada surah al-Baqarah 2:235, 2 ayat pada surah an-Nisa ayat 5 dan 8, serta satu ayat lagi terdapat pada surah al-Ahzab ayat 32. Semua ayat ini turun pada periode Madinah seperti diketahuikomunitas Madinah lebih heterogen ketimbang Makkah. Dalam ayat 235 surah al-Baqarah ini qoulan ma’rufan mengandung beberapa pengertian antara lain rayuan halusterhadap seorang wanita yang ingin dipinang untuk istri. Jadi, ini merupakan komunikasi etis dalam menimbang perasaan wanita, apalagi wanita yang diceraikan suaminya. Dalam ayat 5 surah an-Nisa ‘ qoulan ma’rufan berkonotasi kepada pembicaraan-pembicaraan yang pantas bagi seorang yang belumdewasa atau cukup akalnya atau orang dewasa tetapi tergolong bodoh. Kedua orang ini tentu tidak siap menerima perkataan bukan ma’rufkarena otaknya tidak cukup siap menerima apa yang disampaikan, justru yang menonjol adalah emosinya. Sedangkan pada ayat 8, surat yang sama lebih mengandung arti bagaimana menetralisir perasaan famili anak yatim, dan orang miskin yan hadir ketika ada pembagian warisan. Meskipun mereka tidak tercantumdalam daftar sebagai yang berhak menerima warisan. Namun, Islam mengajarkan agar mereka diberi sekadarnya dan diberi dengan perkataan yang pantas. Artinya, jika diberi tetpi diiringi dengan perkataan yang tidak pantas, tentu perasaan mereka tersinggung atau terhiba hati, apalagi tidak diberi apa-apaselain ucapan-ucapan kasar. Pada ayat 32 durah al-Ahzab qoulan ma’rufan berarti tuntunan kepada wanita istri Rasul agar berbicara yang wajar-wajarsaja tidak perlu bermanja-manja, tersipi-sipu, cengeng, atau sikap berlebihanyng akan mengundang nafsu birahilawan bicara. Jalaluddin Rahmat menjelaskan bahwa qoulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika bicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau orang kuat terhadap orang-orang yang miskinatau lemah. Qoulan ma’rufan berartipembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan pemecahan terhadap kesulutan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material, kita harus dapat membantu psikologi.



10



4. Qoulan Maisura (Perkataan yang ringan) Istilah qoulan maisura tersebut dalam al-Isra.kalimat al-Isra berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qoulan maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa komunikasi, qoulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qoulan maisura artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlikan dalil naqli maupun argumen-argumen logika. Dakwah dengan pendekatan Qoulan Maisura harus menjadi pertimbangan mad’u yang dihadapi itu terdiri dari: 1. Orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang sedang menjalani kesedihan lantaran kurang bijaknya perlakuan anak terhadap orang tuanya atau oleh kelompok yang lebih muda. 2. Orang yang tergolong di dzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat. 3. Masyarakat yang secara sosial berada di bawah garis kemiskinan, lapisan masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang panjang, karenanya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah bil hal. 5. Qoulan Karima (Perkataan yang Mulia) Dakwah dengan qoulan karima sasarannya adalah orang yang telah lanjut usia, pendekatan yang mulia, santun, penuh penghormatan dan penghargaantidak menggurui tidak perlu retorika yang meledak-ledak. Term qoulan karima terdapat dalam surat al-Isra ayat 23. Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qoulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut, seorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap prang tua sendiri, yakni hormat adab tidak berkata kasar kepadanya, karena manusia meskipun sudah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah, atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama. Sementara itu kondisi fisik mereka yang mulai melemah membuat mereka mudah tersinggung dan pendekatan dakwah terhadap orang tersebut telah dilandasi dalam al-Qur’an dengan term qoulan karima. Dengan demikian heteroginitas manusia penerima dakwah dalam segi latar belakang sosio ekonomi, agama, budaya, tingkat pengetahuan, kwalitas kwesantrian, serta heterogen dalam bentuk komunikasi kelompoknya. Kesemuanya ini harus dicermati setiap da’i agar dakwa yang dijalankannya lebih komunikatif. Dengan penggunaan metodologi analisis psikologis untuk mengetahui tipologidan klasifikasi masyarakat. Serta kemampuan berfikir terhadap sasaran dakwah secara tepat, sebab setiap sasaran atau objek dakwah memiliki suatu ciri-ciri tersendiri yang memerlukan suatu kebijakan dakwah dalam penyampaian, baik menyangkut masalah metodologis maupun kerangka konseptualnya.



11



2.3 Memahami objek dakwan Kita semua tahu bahwa Agama Islam mampu bertahan sampai sekarang ini, dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, adalah berkat kesuksesan dakwah Nabi Muhammad SAW. Beliau dari seorang diri, mampu mengkader ribuan orang pada masanya untuk tertarik kemudian menjadi pemeluk Islam, dan berikutnya istiqomah dalam menjalankannya. Tentu kesuksesan dakwah beliau SAW tidak begitu saja terjadi, pasti metode dan manajemen dakwah beliau mempunyai andil yang besar, meskipun tentu pertolongan ‫س ْب َحانَهُ َوتَعَالَى‬ ُ ُ‫ اللَّـه‬tidak bisa dipisahkan. Salah satu unsur yang menentukan keberhasilan dakwah Rasulullah SAW adalah beliau mampu memahami objek dakwahnya. Beliau memahami sifat dan karakter orang yang akan beliau dakwahi. Maka, di luar anggota keluarga, yang pertama beliau dakwahi adalah Abu Bakar r.a. Ini bisa kita maklumi karena Abu Bakar r.a. lah sahabat terdekat beliau. Beliau mengenal betul sosok yang didakwahinya, dan yakin akan mudah menerima apa yang dibawanya. Kemudian seperti yang mahsyur diceritakan dalam kisah- kisah siroh nabawiyah, Rasulullah melakukan dakwah sembunyi- sembunyi, dengan menemui kaumnya secara empat mata, ataupun dalam jumlah yang sedikit. Tujuannya adalah menyesuaikan metode ataupun isi dakwah dengan orang yang didakwahi. Seandainya beliau menghadapi banyak orang, tentu saja akan lebih sulit menyesuaikan materi dan metode dakwah beliau, karena masing- masing orang punya karakter dan tingkat pemahaman yang berbeda- beda. Dengan cara ini, beliau berhasil mengajak beberapa orang untuk masuk Islam, dan terbukti kemudian menjadi pemeluk Islam yang sangat kokoh imannya. Jika kita gali, maka akan sangat banyak yang kita pelajari dari manajemen dakwah Rasulullah SAW, namun di sini kita hanya sedikit membahas salah satu metodenya, yaitu berdakwah secara bertahap. Ini sangat erat kaitannya dengan metode turunnya Al Qur'an yang berangsur- angsur. Tujuannya adalah seperti yang difirmankan ‫س ْب َحانَهُ َوتَعَالَى‬ ُ ُ‫ اللَّـه‬dalam Al Qur'an Surat Al Furqan (25): 32 ً ِ‫َٰذَلِكَ ِلنُثَبِِّتَ بِ ِه فُ َؤادَكَ ۖ َو َرت َّ ْلنَاهُ ت َْرت‬ ‫احدَةً ۚ ك‬ ِ ‫يل ََ َوقَا َل الَّذِينَ َكفَ ُروا لَ ْو ََل نُ ِ ِّز َل َعلَ ْي ِه ْالقُ ْرآنُ ُج ْملَةً َو‬



Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS 25: 32) Di sini bisa kita pahami bahwa tujuan diturunkannya Al Qur'an secara berangsur- angsur adalah supaya hati orang- orang yang beriman menjadi kuat, dalam artian tidak kaget (karena menerima sesuatu yang luar biasa), dan untuk mempermudah memahami dan menghafalkannya secara benar. Jika Al Qur'an itu diturunkan atau disampaikan seketika, maka akan sulit diterima karena jauh bertentangan dengan kultur pada saat itu. Demikian pula ketika menyampaikan Al Qur'an (berdakwah), Rasulullah pun menyampaikan secara berangsur- angsur, disesuaikan



12



dengan tingkat pemahaman objek dakwah yang beliau hadapi. Dalam suatu hadits, beliau bersabda,



"Tidaklah engkau mengatakan sebuah perkataan kepada suatu kaum yang akal mereka belum memahami perkataan tersebut, melainkan sebagian mereka akan tertimpa fitnah" (HR Muslim No. 14, Al Muqadimah, Bab An Nahyi 'Anil Hadits Bikulli Ma Sami'a) Dari hadits di atas bisa kita pahami pentingnya memahami kondisi objek dakwah. Bila kita menyampaikan sesuatu yang, katakanlah terlalu jauh untuk dipahami oleh objek dakwah, maka yang akan terjadi malah bisa mencelakakan si objek dakwah karena menentang dakwah yang kita sampaikan. Sebagai gambaran adalah ayat- ayat yang mula- mula turun (fase Mekah) membahas masalah ketauhidan, kebangkitan setelah mati, surga dan neraka. Sangat sedikit ayat yang berhubungan dengan masalah sosial, kenegaraan, dan hukum- hukum. Aisyah r.a pernah menyampaikan, bahwa jika saat itu penduduk mekah dilarang untuk berzina, maka mereka pasti akan bersumpah untuk tidak meninggalkan zina selama- lamanya. Namun karena yang didakwahkan terlebih dahulu adalah pembalasan nanti setelah berbangkit, maka mereka sanggup meninggalkannya. Contoh lain adalah masalah hukum meminum minuman keras atau khamr. Kita bisa menemukan 4 ayat yang berhubungan dengan hukum meminum khamr ini. Secara tertib turunnya, maka tahap- tahap sampai kepada pengharamannya adalah sebagai berikut:



QS An Nahl (16): 67 َ‫يَ ْع ِقلُون‬



‫ِِّلقَ ْو ٍم‬



ً‫ََليَة‬



َ‫َٰذ َلِك‬



‫فِي‬



‫سنًا ۗ ِإ َّن‬ َ ‫َح‬



‫َو ِر ْزقًا‬



‫سك ًَرا‬ َ



ُ‫ِم ْنه‬



َ‫تَت َّ ِخذُون‬



‫ب‬ ِ ‫َو ْاْل َ ْعنَا‬



‫النَّ ِخي ِل‬



‫ت‬ ِ ‫ث َ َم َرا‬



‫َو ِمن‬



Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS 16: 67) QS Al Baqarah (2): 219 ‫اس َو ِإثْ ُم ُه َما أ َ ْكبَ ُر ِمن نَّ ْف ِع ِه َما ۗ َويَ ْسأَلُونَكَ َماذَا يُن ِفقُونَ قُ ِل ْال َع ْف َو ۗ َك َٰذَلِكَ ۖ يَ ْسأَلُونَكَ َع ِن ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر‬ ٌ ‫قُ ْل فِي ِه َما ِإثْ ٌم َك ِب‬ ِ َّ‫ير َو َمنَافِ ُع ِللن‬ َّ َّ ْ َ‫ت لَعَل ُك ْم تَتَفَ َّك ُرون‬ ِ ‫يُ َب ِيِّنُ اللـهُ لَ ُك ُم اَليَا‬ Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS 2: 219)



13



QS An Nisaa (4): 43



‫س ِبي ٍل َحت َّ َٰى ت َ ْغتَ ِسلُوا ۚ َو ِإن ُكنتُم‬ ُ ‫ص َلة َ َوأَنت ُ ْم‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل ت َ ْق َربُوا ال‬ َ ‫َار َٰى َحت َّ َٰى ت َ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنُبًا ِإ ََّل َعا ِب ِري‬ َ ‫سك‬ َ ‫ص ِعيدًا‬ ‫س ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم‬ َ ‫َّم ْر‬ َ ‫ط ِِّيبًا فَا ْم‬ َ ِِّ‫سفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َحد ٌ ِ ِّمن ُكم ِ ِّمنَ ْالغَائِ ِط أَ ْو ََل َم ْست ُ ُم الن‬ َ ‫ض َٰى أ َ ْو َعلَ َٰى‬ َ ‫سا َء فَلَ ْم ت َِجد ُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ َّ َ ُ ُ ‫ورا‬ ً ‫َوأ ْيدِي ُك ْم ۗ إِ َّن اللـهَ َكانَ َعف ًّوا َغف‬ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS 4: 43) QS Al Maidah (5): 90 َ ‫ش ْي‬ َّ ‫س ِ ِّم ْن َع َم ِل ال‬ ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُونَ َو ْال َم ْيس ُِر يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْالخ َْم ُر‬ ٌ ْ‫صابُ َو ْاْل َ ْز ََل ُم ِرج‬ َ ‫َو ْاْلَن‬ ِ ‫ط‬ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS 5: 90)



14



BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Berdasarkan klasifikasi di atas, kami menyimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: Objek dakwah dibedakan menjadi dua : umat ijabah dan umat dakwah.  berdasarkan data-data rumpun mad’u , dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu: a. Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim b. Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengalaman ajaran agamanya, terbagi tiga, dzalimun linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhaerat. c. Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama, pembelajar dan awam d. Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga; pemerintah (al-Mala’), masyarakat maju (al-Mufrathin) dan terbelakang (al-Mustadh’afin). e. Mad’uditinjau dari priorotas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst  Konsep al-Qur’an dalam menyikapi respon mad’u: – Orang munafik dan kafir : perkataan yang membekas di hati qoulan baligha, terdapat dalam QS. An-Nisa:63 – Penguasa Tiran : perkataan yang sejuk dan lembut. Qoulan layyinan, terdapat dalam QS. Thaha:43-44 – Kelompok tertindas atau rakyat. Orang yang dituakan tetapi sudah ketinggalan zaman. Orang yang teraniaya. Masyarakat kumuh di tengah kemakmuran kota : perkataan yang ringan qoulan maisura, terdapat dalam QS. Al-Isra:28 – Manusia lanjut usia atau pensiunan : perkataan yang mulia qoulan karima, terdapat dalam QS. Al-Isra’:23 3.2. SARAN Diharapkan bagi masyarakat Islam secara umum, khususnya kalangan akademisi dakwah dan aktivis dakwah agar dapat mengisi khazanah perbendaharaan buku-buku keislaman tentang dakwah Islam, untuk dijadikan bahan referensidalam melaksanakanatau mengembangkan dakwah.



15