Panduan Teknis DDDT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan



PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA



Pengenalan Metode dan Panduan Teknis



Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem



KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA



Pengenalan Metode dan Panduan Teknis Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem Tim Penyusun Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si (Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera) Penanggung Jawab Ahmad Isrooil, SE Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc. Penyusun: Suharyani, SP., M.Si. Nurul Qisthi Putri, SH Sunardi, S.Kom., S.IP. Fran David Yuni Ayu Annysha Tenaga Ahli: Dr. Luthfi Muta’ali, S.Si. MSP. (UGM) Dr. Ir. H. Deni Efizon (UNRI) Ir. Rusliadi, M.Si. (UNRI) Asisten Tenaga Ahli: Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM) Rival Juniadi, S.Pi. (UNRI)



Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru Telepon/Fax(0761) 62962



Kata Pengantar Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti UndangUndang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai basis perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kebutuhan penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup disuatu wilayah menjadi sangat mendesak dan strategis. Untuk menyusun daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut tentunya diperlukan dukungan sistem metodologi dan teknik yang jelas yang mampu mengakomodasi kebutuhan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Oleh sebab itu, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera perlu menginisiasi pembuatan Buku Pengenalan Metode dan Panduan Teknis Penyusunan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem ini. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehandakNya Buku Pengenalan Metode dan Panduan Teknis Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem ini dapat kami selesaikan.



Walaupun diskusi dan perdebatan tentang metode penyusunan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup sampai saat ini masih berlangsung, kami memandang kehadiran buku ini merupakan langkah awal yang baik yang dapat memperkaya wawasan kita semua tentang daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam perspektif spasial. Pengintegrasian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan. Manfaat dari tersusunnya Buku Panduan Teknis Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem ini diantaranya adalah sebagai pedoman bagi pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam memetakan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup, serta sebagai dasar bagi proses standarisasi pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup pada skala informasi yang bersesuaian. Dengan terbitnya buku panduan teknis ini diharapkan pemerintah daerah mampu melakukan sendiri proses pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayahnya. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya buku panduan teknis ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih.



Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,



Drs. Amral Fery, M.Si



Daftar Isi Halaman Kulit Tim Penyusun Kata Pengantar Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 3 1.3. Manfaat ...................................................................................................................... 3 1.4. Ruang Lingkup .......................................................................................................... 3 1.5. Keluaran ..................................................................................................................... 4 1.6. Landasan Hukum...................................................................................................... 6 Bab 2 Konsep 2.1. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem .................................................................................................................. 7 2.2. Ekoregion Berbasis Bentanglahan (Landscape)...................................................... 8 2.3. Penutup Lahan (Landcover) ................................................................................. 12 2.4. Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) .................................................................. 14 Bab 3 Metode 3.1. Pendekatan Kajian .................................................................................................. 17 3.2. Ruang Lingkup Wilayah ......................................................................................... 18 3.3. Alat dan Intrumen .................................................................................................. 20 3.4. Data dan Indikator ................................................................................................. 21 3.5. Tahapan Kajian dan Pengolahan .......................................................................... 22 3.6. Teknik Analisis Data dan Pemetaan .................................................................... 23 Bab 4 Penggunaan Software ArcGIS 10.1 4.1. Skoring ..................................................................................................................... 39 4.2. Tumpang Susun (Overlay) ....................................................................................... 47 4.3. Pengkelasan Hasil Skoring..................................................................................... 48 4.4. Penyajian Peta ......................................................................................................... 54



Lampiran: 1  Kuesioner FGD Tim Ahli Lampiran: 2  Sistem Klasifikasi Peta



1 Bab



P3E SUMATERA



PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk berdampak kepada peningkatan laju penggunaan sumberdaya alam, termasuk pemanfaatan ruang bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Hal ini mengakibatkan kualitas dan kuantitas lingkungan hidup di sejumlah kawasan di Ekoregion Sumatera mengalami penurunan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup penting untuk diketahui, dipahami dan dijadikan dasar dalam perencanaan pemanfaatan sumber daya alam, perencanaan pembangunan dan perencanaan pemanfaatan ruang. Penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang dalam sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pula pada Pasal 19, yang menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya 1



P3E SUMATERA



tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari dari kegiatan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup. Disamping UUPLH Nomor 32/2009, daya dukung dan daya tampung lingkungan juga sudah menjadi dasar pertimbangan utama dalam perencanan tata ruang dan pembangunan sektor. Sebagai contoh antara lain: 1. UUNo. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 20, 23 dan 25 menyiratkah bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional / provinsi / kabupaten /kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 2. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa pembangunan kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam pendayagunaan sumber daya Kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. 3. UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,pasal 6 poin 1 huruf d menyatakan bahwa perencanaan perkebunan dilakukan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. 4. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba,pasal 32 huruf c (termasuk juga pasal 18 dan 28), menyatakan bahwa kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah Daya Dukung Lingkungan. 5. UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 7 huruf c menyatakan bahwa perencanaan pangan harus memperhatikan daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan Fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, kebutuhan penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup disuatu wilayah sangat mendesak dan strategis. Oleh karena itu diperlukan dukungan sistem metodologi yang jelas dan mampu mewadahi semua kepentingan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Pendekatan jasa ekosistem memberikan solusi bagi penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang komprehensif sehingga digunakan dalam inventarisasi ini. Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari suatu eksosistem. Manfaat ini termasuk jasa penyediaan (provisioning), seperti pangan dan air; jasa pengaturan (regulating) seperti pengaturan terhadap banjir, kekeringan, degradasi lahan dan penyakit; jasa pendukung (supporting), seperti pembentukan tanah dan silkus hara; serta jasa kultural (cultural), seperti rekreasi, spiritual, keagamaan dan manfaat nonmaterial lainnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera, yang salah satu tugas pokok dan fungsinya adalah 2



P3E SUMATERA



melakukan inventarisasi daya dukung dan daya tampung lingkungan, memandang perlu menyiapkan standarisasi dalam bentuk buku panduan teknis sebagai pegangan dalam proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem terutama bagi pemerintah daerah.



1.2. Maksud dan Tujuan Maksud Memberikan petunjuk teknis dan standarisasi pemetaan daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem Ekoregion Sumatera pada skala 1 : 250.000. Tujuan 1. Menyusun panduan teknis Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup secara sistematis dan terstruktur, 2. Menyusun standarisasi pemetaan terkait simbol, huruf, dan layout.



1.3. Manfaat Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan merupakan amanat UUPPLH Nomor 32 tahun 2009. Manfaat tersusunnya Panduan Pemetaan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera diantaranya : 1.



Sebagai pedoman bagi setiap Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam rangka memetakan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup berbasis Jasa Ekosistem



2.



Sebagai dasar bagi proses standarisasi pemetaan Daya Dukung Lingkungan pada skala informasi yang bersesuaian.



1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup dan tahapan penyusunan panduan Pemetaan Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera sebagai berikut: 1. Proses pengumpulan data spasial (peta dan citra) dan non spasial (tabuler) dan penyusunan peta input skala 1:250.000, yaitu : 3



P3E SUMATERA







Peta Ekoregion dan







Peta Liputan lahan (Landcover)



2. Panel Ahli untuk transformasi data spasial ekoregion dan liputan lahan menjadi jenis daya dukung lingkungan jasa ekosistem. Panel ahli menghasilkan nilai skoring hasil penilaian peran ekoregion dan liputan lahan terhadap nilai jasa ekosistem. 3. Proses analisis data hasil panel ahli dengan menggunakan prinsip AHP yaitu Pairwise Comparation untuk menghasilkan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE) 4. Proses pengolahan dan analisis spasial berupa pembuatan Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, untuk 20 jenis jasa ekosistem, pada Skala 1:250.000



1.5. Keluaran Keluaran yang diharapkan dari panduan teknis Pemetaan Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera Tahun 2015 adalah : 1. Tersedianya panduan penyusunan peta dan deskripsi Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH) Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion untuk 20 Jenis Jasa Ekosistem dengan kedalaman analisis skala 1 : 250.000, sebagai basis perencanaan lingkungan dan pengendalian pembangunan. 2. Tersusunnya Basis Data Spasial dalam bentuk Album peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, yang meliputi 2 jenis Peta Input dan 20 Jenis peta output Jasa Ekosistem. No Peta A Peta Input B



Jenis peta Hasil 1. Peta Ekoregion 2. Peta Liputan Lahan Peta Output Peta Jasa Ekosistem 1. Peta Jasa Ekosistem 1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyedia Ekosistem Penyediaan Pangan 2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih 3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Serat 4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Energi



4



P3E SUMATERA



No Peta



Jenis peta Hasil 5. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Sumberdaya Genetik 2. Peta Jasa Ekosistem 6. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan Ekosistem Pengaturan Iklim 7. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan tata aliran air dan pengendali banjir 8. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana Alam 9. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemurnian Air 10. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengolahan dan Penguraian Limbah 11. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemeliharaan Kualitas Udara 12. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination) 13. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengendalian Hama dan Penyakit 3. Peta Jasa Ekosistem 14. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya Ekosistem Tempat Tinggal dan Ruang Hidup 15. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekoturism 16. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika Alam 4. Peta Jasa Ekosistem 17. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung Ekosistem Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan Kesuburan 18. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Siklus hara (nutrient cycle) 19. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Produksi Primer 20. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Biodiversitas 5. Peta Komposit 21. Peta Ekosistem Penting 22. Peta Jasa Ekosistem Dominan



5



P3E SUMATERA



1.6. Landasan Hukum 1. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Kebencanaan 4. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 5. Undang-UndangRI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba; 6. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; 8. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 9. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan; 10. Undang-UndangRI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 13. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 14. Permen LHK Nomor 18 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja;



6



2



P3E SUMATERA



Bab



KONSEP 2.1. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Sebagai kesimpulan dari berbagai pertemuan dan rapat koordinasi antara Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan stakeholder, termasuk kalangan perguruan tinggi, disepakati identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Indonesiya diukur dengan pendekatan jasa ekosistem (ecosystem services) sebagaimana yang dilakukan dalam Millenium Ecosystem Assessment – United Nation. Asumsinya, semakin tinggi jasa ekosistem semakin tinggi kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jasa ekosistem pada habitat bumi ditentukan oleh keberadaan faktor endogen dan dinamika faktor eksogen yang dicerminkan dengan dua komponen yaitu kondisi ekoregion dan penutup lahan (land cover / land use) sebagai penaksir atau proxy. Dengan demikian terdapat empat konsep penting dalam penyusunan daya dukung lingkungan. Beberapa batasan konsep diantaranya adalah : 



Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.







Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penetapan batas ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan bentang alam, Daerah Aliran Sungai, Keanekaragaman Hayati dan sosial budaya (UU 32 Tahun 2009). Dalam operasionalisasinya penetapan ekoregion menggunakan pendekatan bentanglahan (landscape) dengan mengikuti sistem klasifikasi yang digunakan Verstappen. Selanjutnya jenis-jenis bentanglahan (landscape) akan dijadikan salah satu komponen penaksir atau proxy jasa ekosistem (landscape based proxy)



7



P3E SUMATERA







Penutup Lahan adalah tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati, merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakukan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut. Dalam operasionalisasinya, digunakan sistem klasifikasi penutup lahan dari SNI 76452010, dimana jenis-jenis penutup lahan tersebut dijadikan salah satu komponen penaksir atau proxy jasa ekosistem (landcover/landused based proxy)







Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem yang dikelompokkan ke dalam empat macam manfaat yaitu manfaat penyediaan (provisioning), produksi pangan dan air; manfaat pengaturan (regulating) pengendalian iklim dan penyakit; manfaat pendukung (supporting),seperti siklus nutrien dan polinasi tumbuhan; serta manfaat kultural (cultural), spiritual dan rekreasional. Sistem klasifikasi jasa ekosistem tersebut menggunakan standar dari Millenium Ecosystem Assessment (2005)



Berdasarkan batasan konsep tersebut, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diukur dengan pendekatan jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai jasa ekosistem, maka semakin tinggi pula kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Untuk memperoleh nilai jasa ekosistem digunakan dua penaksiran yaitu landscape based proxy dan landcover/landused based proxy, yang selanjutnya digunakan dasar untuk melakukan pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.



2.2. Ekoregion Berbasis Bentanglahan (Landscape) UU Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara eksplisit mengamanatkan pentingnya penggunaan ekoregion sebagai azas dalam pengelolaan lingkungan. Selanjutnya dalam UU penataan ruang juga menegaskan pentingnya penggunaan ekoregion sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah. Ekoregion merupakan wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion adalah bentuk metode perwilayahan untuk manajemen pembangunan yang mendasarkan pada batasan dan karakteristik tertentu (deliniasi ruang). Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan batas wilayah diantara kesamaan karakteristik : a. karakteristik bentang alam; b. daerah aliran sungai; c. iklim;



8



P3E SUMATERA



d. e. f. g. h.



flora dan fauna; sosial budaya; ekonomi; kelembagaan masyarakat; dan hasil inventarisasi lingkungan hidup



Kompleksnya karakteristik lingkungan yang dijadikan sebagai dasar penentuan wilayah ekoregion menyulitkan proses delinieasi ekoregion. Diperlukan pendekatan yang lebih praktis untuk penyusunan ekoregion. Widiyanto, dkk, (2008) dalam tulisannya tentang bentang lahan (landscape) untuk pengenalan fenomena geosfer pendekatan teknik bentuk Lahan (landform). Persamaan antara ekoregion dengan bentuk lahan tersebut dapat dicermati dari definisi berikut : 



Bentanglahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistemsistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interdepen-densi antara bentuklahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara, tetumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi dan manusia dengan segala aktivitasnya yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982).







Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya, yang mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atributatribut yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983).







Bentanglahan adalah bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya. (Verstappen, 1983)



Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan bentang lahan diantara kesamaan karakteristik a. b. c. d. e. f. g. h.



Geomorfik (G), Litologik (L), Edafik(E), Klimatik (K) Hidrologik (H), Oseanik (O) Biotik (B) flora dan fauna Antropogenik (A)



Berdasarkan perbandingan dua pengertian tersebut di atas (ekoregion dan bentang lahan), maka terdapat kesamaan substansi antara keduanya, Oleh karena itu pendekatan bentang lahan dapat digunakan sebagai teknik penyusunan ekoregion. 9



P3E SUMATERA



Menurut Tuttle (1975), bentanglahan (landscape) merupakan kombinasi atau gabungan dari bentuklahan (landform). Dengan kata lain untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuklahan (landform). Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 macam bentuklahan asal proses, yaitu: (a) Bentuklahan asal proses vulkanik (V), merupakan kelompok besar satuan



bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunungapi. Contoh bentuklahan ini antara lain: kawah, kerucut gunungapi, kaldera, medan lava, lereng kaki, dataran, dataran fluvial gunungapi. (b) Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan



bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan (monoklinal/homoklinal), kubah, Graben, gawir, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural. (c) Bentuklahan asal fluvial (F) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan



yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran alluvial, kerucut alluvial, kipas alluvial, dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam, gosong sungai merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini. (d) Bentuklahan asal proses solusional (S) merupakan kelompok besar satuan



bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batugamping dan dolomite karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini. (e) Bentuklahan asal proses denudasional (D) merupakan kelompok besar satuan



bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi, seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.



(f)



Bentuklahan asal proses eolian (E) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barkhan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.



(g) Bentuklahan asal marine (M) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan



yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi kedua proses itu disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio-marine ini antara lain delta dan estuari.



(h) Bentuklahan asal glasial (G) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan



yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan marine. 10



P3E SUMATERA



(i)



Bentuklahan asal organik (O) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah pantai mangrove, gambut, dan terumbu karang.



(j)



Bentuklahan asal antropogenik (A) merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik. Gambar berikut adalah contoh bentang lahan yogyakarta.



Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dibuat klasifikasi ekoregion berbasis bentuklahan kedalam beberapa kelompok sesuai dengan skala petanya. Tabel : Klasifikasi Ekoregion berdasarkan bentuklahan Pada Skala Nasional dan Pulau/Provinsi Tingkatan Skala Nasional 1: (Ekoregion) 1.000.000



Pulau dan Kepulauan (Ekonusa)



1 : 500.000



Dasar Klasifikasi Bentanglahan Bentanglahan Klasifikasi Bentanglahan didasarkan atas kenampakan morfologi dan batuan secara umum, serta kedudukannya terhadap Geotektonik Indonesia, sehingga disebut sebagai ”Morfologi Bentanglahan”, yang terdiri atas:  Bentanglahan Dataran (Lereng 0 - 15%)  Bentanglahan Perbukitan (Lereng 15 - 45%)  Bentanglahan Pegunungan (Lereng >45%)  Batuan malihan, beku, sedimen, aluvium Dasar Klasifikasi: Thornbury (1954); Lobeck (1969); dan Verstappen (2000) Klasifikasi Bentanglahan didasarkan atas kenampakan morfologi dan asal proses utama (genetik), sehingga disebut sebagai ”Morfogenetik Bentanglahan”, yang terdiri atas:  Bentanglahan Fluvial (F, aliran sungai);  Bentanglahan Marin (M, gelombang laut);  BentanglahanAeolian (A, aktivitas angin);  Bentanglahan Volkanik (V, aktivitas gunungapi);  Bentanglahan Struktural (S, aktivitas tektonik);  Bentanglahan Denudasional (D, aktivitas degradasional);  Bentanglahan Solusional (K, aktivitas pelarutan batuan);  Bentanglahan Glasial (G, aliran es dan gletser);  Bentanglahan Organik (O, aktivitas organisme); dan  Bentanglahan Antropogenik (H, aktivitas 11



P3E SUMATERA



Tingkatan



Skala



Dasar Klasifikasi Bentanglahan Bentanglahan manusia). Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983) Klasifikasi Bentanglahan didasarkan atas morfologi Provinsi 1 : 250.000 lebih rinci, komplek proses (multigenetik), dan (Ekodistrik) struktur sehingga disebut sebagai ”Morfostruktur Bentanglahan”, yang terdiri atas:  Bentanglahan Fluvial: Dataran Aluvial, Fluviovulkan, dan Fluviomarin  Bentanglahan Marin: Pantai dan Pesisir  BentanglahanAeolian: Gumukpasir  Bentanglahan Volkanik: Kerucut, Lereng, dan Kaki Gunungapi  Bentanglahan Struktural: Perbukitan/Pegunungan Lipatan / Patahan, dan Lembah Sinklinal, Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan Patahan  Bentanglahan Denudasional: Perbukitan/Pegunungan Denudasional, dan Lembah antara Perbukitan/Pegunungan Denudasional  Bentanglahan Solusional / Karst: Perbukitan/Pegunungan Karst, Lembah antar Perbukitan/Pegunungan Karst  Bentanglahan Glasial: Pegunungan Glasial dan Lembah Glasial  Bentanglahan Organik: Dataran Gambut dan Dataran Terumbu  Bentanglahan Antropogenik: Dataran Reklamasi Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983) Sumber : Langgeng Wahyu Santoso (2013)



2.3. Penutup Lahan (Landcover) Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2004). Landcover atau tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Landcover menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan. Land cover adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. 12



P3E SUMATERA



Dalam pembahasan tentang jasa ekosistem, landcover memiliki posisi penting untuk dibaca dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa ekosistem dikarenakan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Landcover budidaya juga bentukan hasil kreasi interaksi bentang alam dan bentang budaya, sehingga membentuk pola dan cirinya sendiri. Pengelompokan penutup lahan dapat diamati dari jenis klasifikasi penutup lahan diantaranya adalah batasan pengertian tentang penutup lahan menurut SNI 76452010 adalah sebagai berikut : Tabel : Sistem klasifikasi penutup lahan berdasarkan SNI 7645-2010



Skala 1 : 1.000.000 – 1:500.000



Skala 1:250.000



Nasional



Provinsi



V



DAERAH BERVEGETASI



DAERAH BERVEGETASI



VP



DAERAH PERTANIAN



DAERAH PERTANIAN



1. Sawah 2. Ladang, tegal, atau huma 3. Perkebunan



1. 2. 3. 4. 5. 6.



VBP DAERAH BUKAN PERTANIAN



Sawah Sawah pasang surut Ladang, tegal, atau huma Perkebunan Perkebunan campuran Tanaman Campuran



DAERAH BUKAN PERTANIAN 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Hutan lahan kering Hutan lahan kering Primer Hutan lahan kering Sekunder Hutan lahan basah Hutan lahan basah Primer Hutan lahan basah Sekunder Semak belukar Padang rumput, alang-alang, dan sabana 15. Rumput rawa



4. 5. 6. 7.



Hutan lahan kering Hutan lahan basah Semak belukar Padang rumput, alang-alang, dan sabana 8. Rumput rawa



VTB DAERAH TAK BERVEGETASI



DAERAH TAK BERVEGETASI



13



P3E SUMATERA



9. Lahan Terbuka



Lahan Terbuka 16. 17. 18. 19.



Lahan dan lava Hamparan pasir Beting pantai Gumuk pasir



Permukiman Dan Lahan Bukan Pertanian Yang Berkaitan



Permukiman Dan Lahan Bukan Pertanian Yang Berkaitan



10. Permukiman 11. Lahan Terbangun Non Permukiman (Infrastruktur)



20. 21. 22. 23. 24.



Perairan



Perairan



12. 13. 14. 15. 16.



25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.



Danau atau waduk Rawa Sungai Anjir pelayaran Terumbu karang



Permukiman Bangunan industri Pertambangan Tempat penimbunan sawah Lahan Terbangun Non Permukiman (Infrastruktur)



Danau atau waduk Tambak Rawa Sungai Anjir pelayaran Terumbu Karang Gosong pantai



2.4. Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) Ekosistem adalah entitas yang kompleks yang terdiri atas komunitas tumbuhan, binatang dan mikroorganisme yang dinamis beserta lingkungan abiotiknya yang saling berinteraksi sebagai satu kesatuan unit fungsional (MA, 2005). Fungsi ekosistem adalah kemampuan komponen ekosistem untuk melakukan proses alam dalam menyediakan materi dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung (De Groot, 1992). Jasa ekosistem adalah keuntungan yang diperoleh manusia dari ekosistem (MA, 2005). Daya dukung merupakan indikasi kemampuan mendukung penggunaan tertentu, sedangkan daya tampung adalah indikasi toleransi mendukung perubahan penggunaan tertentu (atau pengelolaan tertentu) pada unit spasial tertentu. Untuk menghitung daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perlu beberapa pertimbangan. Adapun pertimbangan tersebut adalah (a) ruang dan sifatnya, (2) tipe pemanfaatan ruang, (c) ukuran produk lingkungan hidup utama (udara dan air), (d) penggunaan/penutupan lahan mendukung publik (hutan), (e) penggunaan tertentu untuk keperluan pribadi.



14



P3E SUMATERA



Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem dari Millenium Ecosystem Assessment (2005), jasa ekosistem dikelompokkan menjadi empat fungsi layanan, yaitu jasa penyediaan(provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting), dan jasa kultural (cultural), dengan rincian sebagai berikut: Klasifikasi Layanan Ekosistem



Defenisi Operasional



Fungsi Penyediaan (Provisioning) 1.



Pangan



Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan hewan), hasil pertanian dan perkebunan untuk pangan, hasil peternakan



2.



Air Bersih



Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas penyimpanannya), penyediaan air dari sumber permukaan



3.



Serat (fiber)



Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan perkebunan untuk material



4.



Bahan bakar (fuel)



Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil



Fungsi Pengaturan (Regulating) 1.



Pengaturan iklim



Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, pengendalian gas rumah kaca dan karbon



2.



Pengaturan tata aliran air dan banjir



Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk penyimpanan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan air



3.



Pencegahan dan perlindungan dari bencana



Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami



4.



Pemurnian air



Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai dan menyerap pencemar



5.



Pengolahan dan penguraian limbah



Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan menyerap limbah dan sampah



6.



Pemeliharaan kualitas udara



Kapasitas mengatur sistem kimia udara



7.



Pengaturan penyerbukan alami



Distribusi habitat spesies pembantu



15



P3E SUMATERA



8.



(pollination)



proses penyerbukan alami



Pengendalian hama dan penyakit



Distribusi habitat spesies trigger dan pengendalihama dan penyakit



Fungsi Budaya (Cultural) 1.



Spiritual dan warisan leluhur



Ruang dan tempat suci, peninggalan sejarah, peninggalan leluhur



2.



Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place)



Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar “kampung halaman” yang punya nilai sentimental



3.



Rekreasi dan ecotourism



Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang menjadi daya tarik wisata



4.



Ikatan budaya, adat, pola hidup



Keterikatan komunitas dan hubungan sosial, pelestarian keragaman budaya (misalnya komunitas nelayan, komunitas adat, masyarakat pedalaman, dll.)



5.



Estetika



Keindahan alam yang memiliki nilai jual



6.



Pendidikan dan pengetahuan



Memiliki potensi untuk pengembangan pendidikan dan pengetahuan



Fungsi Pendukung (Supporting) 1.



Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan



Kesuburan tanah



2.



Siklus hara (nutrient)



Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian



3.



Produksi primer



Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies



16



3



P3E SUMATERA



Bab



METODE 3.1. Pendekatan Kajian Metode dalam mengoperasionalisasi konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sudah disepakati oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada forum koordinasi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE) seluruh Indonesia yaitumenggunakan konsep jasa ekosistem (ecosisystem services). Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem (MA, 2005). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting) (MA, 2005). Berdasarkan empat kategori ini dikelaskan ada 23 kelas klasifikasi jasa ekosistem, yaitu (De Groots, 2002) : A. Jasa penyediaan : (1) bahan makanan, (2) air bersih, (3) serat, bahan bakar dan bahan dasar lainnya (4) materi genetik, (5) bahan obat dan biokimia, (6) spesies hias. B. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara, (8) Pengaturan iklim, (9) Pencegahan gangguan, (10) Pengaturan air, (11) Pengolahan limbah, (12) Perlindungan tanah, (13) Penyerbukan, (14) Pengaturan biologis, (15) Pembentukan tanah. C. Budaya : (16) Estetika, (17) Rekreasi, (18) Warisan dan indentitas budaya, (19) Tempat tinggal dan ruang hidup, (20) Spiritual dan keagamaan, (21) Pendidikan. D. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak, (23) Perlindungan plasma nutfah Berdasarkan pengertian dan klasifikasi di atas, terdapat kesamaan substansi pengertian jasa ekosistem dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dimana pengertian jasa penyediaan, budaya lebih mencerminkan konsep daya dukung lingkungan dan jasa pengaturan memiliki kesamaan susbtansi dengan daya tampung lingkungan. Sedangkan jasa pendung bisa bermakna dua yaitu daya dukung maupun daya tampung lingkungan Secara operasional, kajian ini menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan pendekatan konsep jasa ekosistem, dengan pengembangan asumsi dasar sebagai berikut :



17



P3E SUMATERA







Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya (lihat jasa penyediaan, budaya, dan pendukung)







Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya (lihat jasa pengaturan)



Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem tersebut di atas, secara operasional dilakukan dengan menggunakan pendekatan keruangan yaitu menyusun peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup jasa ekosistem sebanyak jenis jasa ekosistem yang dikaji (20 jasa ekosistem). Dengan dihasilkannya peta tersebut dapat diketahui luasan, distribusi, dan indek daya dukung jasa lingkungan. Proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan jasa ekosistem dijelaskan pada bagian berikut.



3.2. Ruang Lingkup Wilayah 1.



Ruang Lingkup Wilayah dan Unit Analisis



Ruang lingkup wilayah kajian penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera meliputi areal seluas 443.065,8 km2yang meliputi sepuluh Provinsi di Sumatera yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Secara geografis ekoregion Sumatera terletak pada koordinat geografis 95o0’0” BT - 110o0’0”BT hingga 6o7’0” LU - 6o40’0” LS . Gambaran Ekoregion Sumatera disajikan pada Gambar 1. Sesuai dengan skala dan cakupan area, unit analisis data yang digunakan dalam kajian ini meliputi administrasi dan ekoregion. Unit admistrasi yang digunakan adalah Provinsi, sedangkan unit ekoregion mencakup 13 jenis ekoregion, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



Dataran Denudasional Kompleks Bangka Belitung – Natuna Dataran Fluvial Sumatera Dataran Gambut Sumatera Dataran Pantai Timur Sumatera Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan Dataran Vulkanik Jalur Bukit Barisan Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan Perbukitan Denudasional Bangka Belitung – Natuna Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan Perbukitan Struktural Kompleks Kepulauan Riau Perbukitan Struktural Kompleks Mentawai



18



P3E SUMATERA



13. Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan



Gambar 1 Peta Wilayah Ekoregion Sumatera



Skala peta yang digunakan dalam lingkup kajian ekoregion baik peta input maupun peta output adalah 1:250.000. 2. Ruang Lingkup Substansi Materi Dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera terdapat tiga substansi materi input, proses dan output, yaitu: a. Materi Input, berupa penyusunan peta liputan lahan dan peta ekoregion b. Materi Proses, berupa penilaian tim panel pakar terhadap peran liputan lahan dan ekoregio terhadap jenis-jenis jasa ekosistem c. Materi Output, terdiri dari (1) penyusunan peta 20 jenis jasa ekosistem, (2) identifikasi luasan klasifikasi jenis-jenis jasa ekosistem, (3) indek 20 jenis jasa



19



P3E SUMATERA



ekosistem, (4) indek komposit jasa ekosistem. Adapun jenis jasa ekosistem tersebut adalah sebagai berikut :



No



Jenis Jasa Ekositem



1



Jasa Penyediaan (Provisioning)



2



Jasa Pengaturan (Regulating)



Jenis 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



3



4



Jasa Budaya (Cultural)*



Jasa Pendukung (Supporting)



8. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.



Pangan Air bersih Serat (fiber) Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil Sumberdaya genetik Pengaturan iklim Pengaturan tata aliran air dan banjir Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam Pemurnian air Pengolahan dan penguraian limbah Pemeliharaan kualitas udara Pengaturan penyerbukan alami (pollination) Pengendalian hama dan penyakit Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place) Rekreasi dan ecotourism Estetika (Alam) Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan Siklus hara (nutrient cycle) Produksi primer Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)



3.3. Alat dan Instrumen Beberapa alat dan instrumen yang digunakan dalam penyusunan Peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem diantaranya : 1. 2.



Peta Ekoregion skala 1:250.000, yang bersumber dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2013 Peta Liputan Lahan skala 1:250.000 yang dikeluarkan atau bersumber dari Badan Planologi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan telah diverifikasi menjadi one map policy oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2013 20



P3E SUMATERA



3.



Kuesener atau daftar pertanyaan yang diajukan kepada panel pakar tentang kontribusi atau peran ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem. Komputer dengan software GIS yaitu Arc GIS 10 (atau yang terkini) untuk melakukan analisis spasial dan pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem. Komputer dengan softwareExpert Choice untuk melakukan proses pengolahan data hasil kuesener panel pakar analisis spasial untuk menghasilkan koefisien ekoregion, koefisien liputan lahan dan koefisien jasa ekosistem.



4. 5.



3.4. Data dan Indikator Data dan indikator yang digunakan dalam penyusunan panduan teknis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera terdiri dari dua konsep input data yang meliputi liputan lahan dan ekoregion dan satu konsep output yaitu jasa ekosistem. Selengkapnya data dan indikator ketiga kosep tersebut disajikan dalam klasifikasi berikut (Tabel ). Sistem klasifikasi ekoregion mengikuti Verstappen dan klasifikasi liputan lahan menggunakan SNI dan one map policy. Ketiga data tersebut diilustasikan pada tabel berikut dengan mengambil contoh skala 1:250.000. Tabel : Tiga konsep dan data utama dalam penyusunan Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Tiga Konsep Utama Ekoregion * 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



Kerucut Gunungapi Lereng Gunungapi Kaki Gunungapi Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Lerengkaki Patahan Lerengkaki Lipatan Lembah antar Patahan Lembah antar Lipatan Dataran Fluvio Gunungapi 13. Dataran Aluvial



Liputan Lahan * 1. Bangunan Bukan Permukiman 2. Bangunan Permukiman /Campuran 3. Danau/Telaga 4. Hutan Lahan Rendah (Hutan lahan basah) 5. Hutan Lahan Tinggi (HutanLahan Kering) 6. Hutan Mangrove 7. Hutan Rawa/Gambut 8. Hutan Tanaman 9. Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan



21



Jasa Ekosistem 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Pangan Air bersih Serat (fiber) Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil Sumberdaya genetik Pengaturan iklim Pengaturan tata aliran air dan banjir Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam



P3E SUMATERA



14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.



22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.



Dataran Fluviomarin Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Pegunungan Denudasional Perbukitan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/Pegunungan Denudasional Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Denudasional Gumuk Pasir Padang Pasir Pantai (Shore) Pesisir (Coast) Pegunungan Glasial Perbukitan Glasial Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Glasial Dataran Gambut Dataran Terumbu Dataran Reklamasi



dan semusim) 10. Kolam air asin/payau 11. Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 12. Lahan Terbuka Diusahakan 13. Perkebunan 14. Pertambangan 15. Rawa Pesisir 16. Rawa Pedalaman 17. Savana/Padang rumput 18. Semak dan belukar 19. Sungai 20. Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 21. Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 22. Waduk dan Danau Buatan 23. Tambak/Empang



9. Pemurnian air 10.Pengolahan dan penguraian limbah 11.Pemeliharaan kualitas udara 12.Pengaturan penyerbukan alami (pollination) 13.Pengendalian hama dan penyakit 14.Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place) 15.Rekreasi dan ecotourism 16.Estetika (Alam) 17.Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan 18.Siklus hara (nutrient cycle) 19.Produksi primer 20.Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)



Keterangan : *) Untuk di Ekoregion Sumatera tidak semua jenis klasifikasi penutup lahan dan ekoregion ada.



3.5. Tahapan Kajian dan Pengolahan Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup subtansi materi dari penyusunan “Panduan Teknis Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem” dapat dirumuskan beberapa garis besar tahapan pelaksanaan kegiatan, yaitu : a. Persiapan 



Review terhadap studi-studi mengenai daya dukung lingkungan dan jasa ekosistem khususnya dalam lingkup wilayah kajian.



22



P3E SUMATERA







Mempelajari kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan program pembangunan yang berkaitan dengan wilayah kajian.







Menyusun sejumlah indikator atau kriteria mengenai Jasa Ekosistem yang akan digunakan dalam penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem.







Menyusun rencana kerja dan metodologi yang akan digunakan



b. Pengumpulan Data Sekunder dan FGD 



Melakukan penelusuran terhadap data spasial Ekoregion Sumatera (Data Collecting). Data ini nantinya akan dijadikan materi atau bahan utama dalam Pemetaan Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, yaitu data ekoregion dan tutupan lahan.







Pengumpulan berbagai macam kebijakan dan pembangunan dari Instansi, lembaga/SKPD terkait.







Penggalian informasi yang lebih mendetail melalui FGD (Focus Group Disscussion ) ataupun Indepth interview dengan pakar/ahli berbagai bidang menggunakan kuesioner.







Pengisian kuesioner dari parameter Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera



program-program



c. Pengolahan dan Analisis data 



Input data atau pemasukan nilai berdasarkan penentuan pakar kedalam data spasial yang telah disiapkan dengan teknik skoring.







Pengolahan dan analisis data, dalam penyusunan peta-peta diantaranya: (1) Peta Input yaitu Peta Ekoregion dan Peta Liputan Lahan, dan (2) Peta Output berupa peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, sebanyak 20 Jenis jasa ekosistem







Hasil Pengolahan dan Analisis Data akan menghasilkan 20 jenis Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem.



3.6. Teknik Analisis Data dan Pemetaan Diantara beberapa tahapan kajian di atas, khusus untuk analisis data dan proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diperlukan penjelasan yang lebih rinci. Beberapa teknik analisis yang digunakan dalam



23



P3E SUMATERA



penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem diantaranya:



A. Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Landcover Dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System) dilakukan input, pengolahan dan penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Liputan lahan. 



Peta Ekoregion, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit yang memuat beberapa informasi tentang kemiringan lereng, ketinggian tempat, geomorfologi, dan geologi. Dalam penyusunan peta ekoregion Sumatera skala 1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah disusun oleh BIG dan KLH, dengan jumlah klasifikasi sebanyak 13 ekoregion yaitu: 1. Dataran Denudasional Kompleks Bangka Belitung – Natuna 2. Dataran Fluvial Sumatera 3. Dataran Gambut Sumatera 4. Dataran Pantai Timur Sumatera 5. Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan 6. Dataran Vulkanik Jalur Bukit Barisan 7. Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan 8. Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan 9. Perbukitan Denudasional Bangka Belitung – Natuna 10. Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan 11. Perbukitan Struktural Kompleks Kepulauan Riau 12. Perbukitan Struktural Kompleks Mentawai 13. Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan







Peta Liputan Lahan, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit sehingga dihasilkan jenis-jenis liputan lahan. Jenis-jenis liputan lahan sangat berpengaruh terhadap jasa ekosistem. Dalam penyusunan peta liputan lahan Sumatera skala 1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah disusun oleh BIG dan KLHK (Dirjen Planologi) one map policy, dengan jumlah klasifikasi sebanyak 21 jenis liputan lahan yaitu : 1. Bangunan Bukan Permukiman 2. Bangunan Permukiman/Campuran 3. Danau/Telaga 4. Hutan Lahan Rendah 5. Hutan Lahan Tinggi 6. Hutan Mangrove 7. Hutan Rawa/Gambut 8. Hutan Tanaman 9. Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) 24



P3E SUMATERA



10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.



Kolam Air Asin/Payau Lahan Terbuka Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Rawa Pedalaman Rawa Pesisir Sabana Semak dan Belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah Tanaman Semusim Lahan Kering Waduk dan Danau Buatan



Peta ekoregion dan peta liputan lahan menjadi peta input dalam proses penyusunan peta daya dukung lingkungan berbasis jasa ekosistem.



B. Penilaian Peran Ekoregion dan Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem dengan Metode Expert Based Valuation Perolehan data untuk penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem dilakukan dengan metode expert based valuation yaitu penilaian peran masing-masing jenis tipe liputan lahan dan ekoregion yang dilakukan oleh sejumlah pakar yang berkompeten di bidangnya. Metode expert based valuation pada dasarnya mirip dengan penerapan metode Delphi merupakan suatu metode yang dilakukan dengan membentuk suatu kelompok atau komunikasi grup yang terdiri dari para ahli untuk membahas suatu permasalahan. Umumnya para ahli yang dilibatkan merupakan para ahli yang memiliki keahlian di bidang permasalahan yang sedang dibahas dan sangat mengenali wilayah kajian (Sumatera). Metode Expert Based Valuation dalam penyusunan Peta Daya Dukung Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera dilakukan oleh tujuh pakar, mulai dari akademisi sampai praktisi yang ada di wilayah Sumatera. Para pakar mengisi daftar pertanyaan tentang peran dan kontribusi ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem. Berikut disajikan contoh hasil penilaian pakar untuk peran jenis liputan lahan terhadap jasa ekosistem biodiversitas (tabel).



25



P3E SUMATERA



Tabel : Hasil Penilaian Pakar Untuk Peran Jenis Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan JENIS PENUTUPAN LAHAN



PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR 1 2 3 4 5 6 7



infrastruktur jalan, bandar udara, dan lahan terbangun non pemukiman



0



0



0



O



1



0



2



Bangunan Permukiman/Campuran



1



4



1



0



3



0



4



Danau/Telaga



8



5



3



5



7



8



5



Hutan Lahan Rendah



7



7



5



8



7



3



5



Hutan Lahan Tinggi



7



6



5



10



7



2



4



Hutan Mangrove



8



4



5



7



7



8



4



Hutan Rawa/Gambut



8



6



5



8



5



3



3



Hutan Tanaman



7



1



3



5



6



3



5



Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim)



8



4



4



4



5



7



8



Kolam Air Asin/Payau



8



5



7



4



5



8



3



Lahan Terbuka (Hamparan Pasir, Lava)



3



1



5



4



2



0



5



Perkebunan



7



6



3



5



7



5



3



Pertambangan



1



1



0



1



2



1



4



Rawa Pesisir



7



5



2



6



5



6



5



Rawa Pedalaman



7



4



2



7



5



1



6



Savana/Padang Rumput



5



6



7



4



5



1



2



Herbal/Rumput



5



2



6



5



5



1



5



Semak dan Belukar



5



1



6



6



7



5



3



Sungai



6



5



5



8



6



5



7



Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah)



8



9



9



10



9



10



9



Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang)



8



7



8



5



7



8



9



Waduk dan Danau Buatan



8



6



7



10



5



8



7



Tambak/Empang



8



7



7



10



6



9



7



Keterangan : Skala penilaian 0=tidak memiliki peran/tidak berhubungan. 1-2 (sangat rendah), 3-4 (Rendah), 5-6 (Sedang), 7-8 (Tinggi), 9-10 (Sangat Tinggi)



Selanjutnya seluruh hasil dan jawaban atau penilaian dari panel pakar tersebut diolah dengan analisis pairwise comparation yang hasilnya dianalisis dengan sistem informasi geografi sehingga dihasilkan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem yang selanjutnya dipresentasikan kembali oleh tim kepada para panel pakar untuk dilakukan koreksi dan penyimpulan akhir terhadap peta yang telah dibuat.



26



P3E SUMATERA



C. Teknik Analisis Pairwise Comparation Analisis Pairwise Comparation, menjadi bagian awal dari proses pelaksanaan metode AHP yang menghasilkan indek atau bobot suatu variabel dalam proses pengambilan keputusan. Matrik pairwise memberikan perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusirelatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Dalam hal ini peran masing-masing jenis liputan lahan atau ekoregion. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau “judgment” dari panel pakar dengan menilai tingkat kepentingan suatu variabel jenis liputan lahan atau ekoregion dibandingkan jenis lainnya dalam kaitannya dengan jasa ekosistem tertentu. Beberapa langkah-langkah dalam membuat matrik pairwise atau Pairwise



Comparation, diantaranya adalah : 1.



Membuat matrik perbandingan berpasangan, antara penilaian pakar terhadap jenis-jenis ekoregion dan liputan lahan. Model berpasangan ini melakukan penilaian peran suatu variabel terhadap kepentingan tertentu dilakukan dengan cara membandingkannya variabel lain secara berpasangan. Sebagai contoh dalam penilaian peran ekoregion terhadap jasa ekosistem pangan, maka tiap jenis ekoregion dibandingkan kepentingannya terdapat jasa pangan. Demikian pula untuk jenis liputan lahan dibandingkan antar jenis dan perannya terhadap jasa ekosistem pangan.



2.



Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.



3.



Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan software Matlab maupun manual dengan excel



4.



Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan



27



P3E SUMATERA



5.



Menguji konsistensi hirarki. (consistency ratio). Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensian. Saaty (1990) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik ber ordo n dapat diperoleh dengan rumus : CI = (λmaks-n)/(n-1) Keterangan: CI = Indeks Konsistensi (ConsistencyIndex) λmaks = Nilai eigenterbesar dari matrik berordo n Nilai eigenterbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI).Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Rasio konsistensi dapat dirumuskan: CR = CI/RI Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian pendapat masih dianggap dapat diterima.Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.



Berdasarkan proses dan prosedur di atas, berikut disampaikan contoh hasil matrik pairwise untuk salah satu kelompok jasa ekosistem yaitu jasa penyedia, baik untuk Matrik Pairwise Ekoregion maupun Matrik Pairwise Liputan lahan. Semakin tinggi nilai koefisien ekoregion atau liputan lahan maka semakin penting dan besar perannya terhadap besar kecilnya nilai jasa ekosistem Tabel : Matrik Pairwise Ekoregion Dan Nilai Koefisien Tutupan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga



Pangan



JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Serat Bersih Bakar Genetik



0,161



0,171



0,188



0,352



0,145



0,243 1,152



0,241 2,385



0,194 0,478



0,327 1,496



0,187 1,328



28



P3E SUMATERA



Tutupan Lahan Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Pertambangan Rawa Pesisir Rawa Pedalaman Savana/Padang rumput Herbal dan Rumput Semak dan belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang



1,071 0,984 1,111 0,886 0,536



JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Serat Bersih Bakar Genetik 1,779 1,894 1,442 2,593 1,809 1,890 1,184 2,524 1,006 1,683 0,929 2,275 0,802 1,529 1,005 1,817 0,908 2,674 1,026 0,846



0,937



0,709



1,840



1,146



0,995



0,903 0,325 0,571 0,927 0,211 0,709 0,602 0,564 0,502 0,616 1,155



0,405 0,221 0,312 0,548 0,186 0,735 1,009 0,467 0,465 0,516 2,678



0,481 0,348 0,687 1,588 0,340 0,836 0,880 0,468 0,593 0,779 0,361



0,362 0,447 0,490 1,116 1,369 1,042 1,036 0,572 0,365 0,605 2,591



0,785 0,282 0,303 0,638 0,202 0,775 0,858 0,578 0,652 0,677 1,126



3,249



1,222



1,141



0,802



0,780



1,887



0,524



1,173



0,501



0,674



1,746 1,952



2,749 1,154



0,506 0,449



2,343 0,454



1,299 0,660



Pangan



Tabel : Matrik Pairwise Liputan Lahan Dan Nilai Koefisien Ekoregion Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera JASA PENYEDIAAN Ekoregion Air Bahan Sumberdaya Pangan Serat Bersih Bakar Genetik Kaki Gunungapi 1,482 1,315 1,110 1,863 1,568 Dataran Kaki Gunungapi 2,721 2,800 1,465 2,727 1,990 Lembah antar Perbukitan/ 1,575 1,551 0,897 1,320 1,291 Pegunungan patahan (Terban) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain 1,255 1,224 1,468 0,906 1,071 Basin)



29



P3E SUMATERA



Ekoregion Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Aluvial Dataran Fluviomarin Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional Pegunungan Solusional Karts Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional Perbukitan Denudasional Pegunungan Denudasional Gumuk Pasir Pantai (Shore) Pesisir (Coast) Pegunungan Glasial Lahan Gambut (Peat Land) Rataan Terumbu (Reef flat) Dataran Reklamasi



0,458 0,498 0,477 0,515 3,770 3,184 2,349



JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Serat Bersih Bakar Genetik 0,667 1,079 1,097 1,178 0,554 1,189 0,634 1,178 0,522 1,194 1,775 1,443 0,528 1,211 1,086 1,443 3,596 1,071 3,084 1,947 3,227 1,071 2,487 1,834 2,326 1,098 1,472 1,704



1,104



1,417



0,578



0,942



0,827



0,425 0,375



0,374 0,334



0,588 0,647



0,653 0,629



0,635 0,760



1,098



1,043



0,781



0,833



0,901



0,983



0,998



1,057



0,988



0,974



0,432 0,410 0,248 0,568 0,893 0,236 0,695 0,389 0,270



0,487 0,505 0,321 0,270 0,490 1,141 0,400 0,279 0,297



0,543 0,535 2,302 2,463 1,658 0,475 0,514 0,379 0,253



0,772 0,653 0,191 0,719 0,502 0,181 0,720 0,518 0,215



0,967 0,985 0,227 0,606 1,077 0,481 0,820 0,639 0,174



Pangan



Berdasarkan dua nilai koefisien jenis ekoregion dan liputan lahan tersebut disusun Koefisen Jasa Ekosistem (KJE) dengan melakukan perkalian sebagai berikut : 1. Perkalian sederhana KJE basis ekoregion dan KJE basis liputan lahan KJE = kec * klc.. KJE = f { kec , klc} KJE = koefisien jasa ekosistem kec



= koefisien berdasarkan ekoregion



klc



= koefisien berdasarkan liputan lahan



30



P3E SUMATERA



2. Scalling Nilai KJE Proses scalling nilai KJE dilakukan dengan persamaaan sebagai berikut:



Keterangan: IJElc



: Koefisien Jasa ekositem liputan lahan



IKJEEco



: Koefisien Jasa Ekosistem ekoregion



Maks (√IJElc*IJEeco)



: Nilai maksimal dari hasil sintesis indeks



Berikut disampaikan contoh hasil KJE untuk Jasa Penyedia Pangan di Ekoregion Kalimantan 3. Klasifikasi Nilai KJE Rentang nilai KJE yang telah dinormasilasi dalam proses scalling memiliki kisaran nilai antara 0-1, semakin mendekati nilai 1, maka Koefisien Jasa Ekosistem (KJE) suatu wilayah (area) semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan sebaran data nilai KJE dapat dilakukan klasifikasi KJE kedalam 5 tingkat. Klasifikasi KJE ini ditentukan berdasarkan aturan Geometrik yang dapat dituliskan dalam formula sebagai berikut; Xn= B / A X = n√B/A = (0,988/0,08)1/5 X = 1,65 Dimana B = Nilai Maksimum A = Nilai Minimum n = Jumlah Kelas Klasifikasi Rumus Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V



A - Ax Ax - Ax2 Ax2- Ax3 Ax3 - Ax4 Ax4 - Ax5



Interval 0 – 0,1328 0,1328 - 0,2204 0,2204 – 0,3659 0.3659 – 0,6075 0,6075 – 0,9880



31



Keterangan Kelas Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi



P3E SUMATERA



No 1 2 3 4 5



Klasifikasi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi



Warna Merah Tua Oranye Kuning Hijau Muda Hijau Tua



Tiap jasa ekosistem memiliki rentang kelas yang berbeda-beda, akibat dari nilai minimum dan maksimum yang bervariasi. Semua nilai koefisien jasa ekosistem ditampilkan dalam peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem. D. Indek Jasa Ekosistem dan Indek Komposit Indek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil) – 1 (besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion. Nilai Indek Jasa Ekosistem (IJE) pada hakekatnya adalah variasi nilai Koefisien Jasa Ekosistem yang dibobot dengan luas poligon (area). Secara singkat dirumuskan sebagai berikut : IJE i,x = (KJE i,a x LPa) + (KJE i,b x LPb) + (KJE i,c x LPc) + ........ (KJE i,n x LPn) LAtot Keterangan IJE i,x = Nilai Indek Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di wilayah x (misalnya Provinsi atau ekoregion tertentu) KJE i,x = Koefisien Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di poligon a LPa = Luas Poligon a dengan nilai KJE a LAtot = Luas Poligon Total Indek Jasa Ekosistem (IJE) ditampilkan menurut unit analisis wilayah adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi. Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean). Adapun formulasi IKJE adalah sebagai berikut : IKJE i,x = IJE i,x + IJE j,x + IJE k,x + IJE l,x + IJE m,x ∑IJE



32



P3E SUMATERA



Keterangan IKJE i,x= Indek komposit jasa ekosistem kelompok jasa ekosistem i (Penyedia, Pengaturan, Budaya, Pendukung) di wilayah x IJE i,x= Indek jasa ekosistem i (misalnya pangan, air bersih, serat, bahan bakar sumberdaya genetik) , diwilayah x ∑IJE = Jumlah jasa ekosistem (misalnya untuk kelompok jasa pendukung=5 IJE) Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan, budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut dengan indek komposit daya dukung dan daya tampung lingkungan. Indek Komposit Jasa Ekosistem (IKJE) juga ditampilkan menurut unit analisis wilayah adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi. Untuk mempresentasikan nilai IJE maupun IKJE lebih menarik, selain dipetakan, nilai IJE dan IKJE dapat ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.



E. Analisis Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang terjadi di lokasi tersebut. Seluruh tahap penyusunan Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera menggunakan SIG baik untuk pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali informasi, maupun menampilkan suatu data spasial maupun data atribut. SIG mempunyai beberapa langkah yang berurutan dan berkaitan erat mulai dari perencanaan, penelitian, persiapan, inventarisasi, pemetaan tematik, penggabungan peta, editing, hingga pemetaan. Analisa data spasial tersebut menjadi dasar bagi input, proses maupun menghasilkan output peta daya dukung lingkungan yang dilakukan dengan teknik overlay antara peta ekoregion dan peta liputan lahan. Analisis SIG dapat menyajikan data informasi bereferensi geografis sehingga dapat membantu dalam menentukan lokasi-lokasi strategis sesuai dengan variasi nilai jasa ekosistem, baik menurut administrasi, ekoregion ataupun unit analisis lainnya. Penyusunan Peta Daya Dukung Lingkungan berbasis jasa Ekosistem di ekoregion Sumatera dengan memanfaatkan sistem informasi geografis dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) penyusunan peta ekoregion, yang berasal dari overlay peta lereng dan ketinggian tempat DEM, informasi spasial tentang geomorfologi, dan geologi, (2) penyusunan peta tutupan lahan yang berasal dari interpretasi visual citra penginderaan jauh dengan sistem klasifikasi one map policy. Dua jenis data 33



P3E SUMATERA



spasial tersebut digabung dan divaluasi dengan data atribut tentang sumbangan atau peran ekoregion dan tutupan lahan terhadap nilai jasa ekosistem yang diperoleh nilai kuantitatif (skor) dari tim panel pakar (lihat tahap analisis data). Masing-masing komponen ekoregion dan tutupan lahan tersebut memiliki nilai koefisien tertentu dalam mempengaruhi jasa ekosistem (hasil matrik pairwise comparation). Berdasarkan variasi nilai koefisien ekoregion dan tutupan lahan tersebut, dilakukan analisis SIG untuk menentukan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE). Setelah diperoleh koefisisen jasa ekosistem, tahap akhir pemetaan daya dukung adalah pembuatan layout, yaitu proses untuk mengatur data yang digunakan sebagai output, dan bagaimana data tersebut akan ditampilkan. Sistem informasi geografis (SIG) dapat menampilkan berbagai macam informasi sebagai hasil akhir dari suatu operasi. Hasil akhir yang dapat ditampilkan adalah dalam bentuk peta, tabel, dan grafis. Peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem ditampilkan dalam lima bentuk klasifikasi secara ordinal, mulai dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi Dalam analisis SIG ini dibutuhkan bantuan perangkat keras berupa seperangkat komputer (hard ware) dan juga perangkat lunak (soft ware). Dalam panduan teknis ini, digunakan soft ware ArcGis 10 yang dikeluarkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI). ArcGis 10 dapat melakukan pertukaran data, operasioperasi matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemrograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya dengan bantuan extensions.



34



P3E SUMATERA



ALUR KONSEP TEKNIK PEMETAAN DDDTLH



PETA PENGGUNAAN LAHAN



PETA EKOREGION



SKOR PENGGUNAAN LAHAN DARI PANEL PAKAR



TUMPANG SUSUN



SKOR EKOREGION DARI PANEL PAKAR



SKOR PENGGUNAAN LAHAN HASIL PAIRWISE COMPARISON



SKOR EKOREGION HASIL PAIRWISE COMPARISON



PETA TUMPANG SUSUN PENGGUNAAN LAHAN DAN EKOREGION



Penyekalaan Koefisien Jasa Ekosistem



Klasifikasi koefisien Jasa Ekosistem kedalam 5 atau 3 kelas



TABEL



PETA



Gambar 2. Diagram alir konsep teknis pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup



35



P3E SUMATERA



F. Batasan Operasional Beberapa batasan penting khususunya konsep dan hasil dalam kajian ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Koefisien Matrik Pairwise Landcover adalah nilai yang diperoleh dari analisis matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap peran tutupan lahan terhadap jenis-jenis jasa ekosistem. b. Koefisien Matrik Pairwise Ekoregion adalah nilai yang diperoleh dari analisis matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap peran ekoregion terhadap jenis-jenis jasa ekosistem. c. Koefisien Matrik Pairwise Jasa Ekosistem adalah nilai yang menunjukkan besar kecilnya nilai jasa ekosistem yang diperoleh dari perhitungan perkalian matrik pairwise landcover dan matrik pairwise landcover serta digunakan untuk melakukan pemetaan jenis-jenis jasa ekosistem (20 jenis jasa ekosistem). d. Indek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil) – 1(besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion. e. Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean). Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan, budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut dengan indek komposit f. Indek Ekosistem Penting adalah nilai yang menunjukkan tingkat kepentingan suatu wilayah atau ekosistem, dibandingkan dengan wilayah atau ekosistem yang lain. Indek Ekosistem Penting diperoleh dengan melakukan penjumlahan terhadap koefisien matrik pairwise jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai indek ekosistem penting, semakin tinggi nilai kepentingannya dalam pengelolaan lingkungan g. Indek Ekosistem Dominan adalah nilai perbandingan dominasi dari Indek 20 jenis Jasa Ekosistem yang dinilai dengan nilai yang tertinggi di masingmasing jenis jasa ekosistem. h. Peta Jasa Ekosistem adalah gambaran visual yang menunjukkan variasi distribusi keruangan besarnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem dalam suatu ekoregion. Nilai jasa ekosistem direpresentasikan dalam bentuk data klasifikasi ordinal sebanyak 5 kelas, mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.



36



4



P3E SUMATERA



Bab



PENGGUNAAN PERANGKAT LUNAK ARCGIS 10.1 Penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem membutuhkan 2 parameter spasial yakni tutupan lahan dan ekoregion. Data spasial pada masing-masing parameter tersebut harus dibuat dengan standar tertentu untuk mempermudah proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan. Standar tersebut meliputi kesamaan sistem proyeksi, kesamaan data atribut, serta kodefikasi data atribut sebagai penciri dari tiap jasa ekosistem. Sistem proyeksi dan sistem koordinat data spasial yang digunakan adalah World WGS 1984 Mercator, koordinat geografis (lintang dan bujur). Sementara itu kodefikasi data atributnya ditunjukkan pada tabel berikut: KODE



CONTOH PADA JASA AIR BERSIH



FORMAT KOLOM



SKOR PENGGUNAAN LAHAN SKOR EKOREGION



PL E



PL_P2 E_P2



FLOAT FLOAT



HASIL TUMPANGSUSUN KLASIFIKASI HASIL TUMPANGSUSUN PERKALIAN LUAS DAN SKOR



O K ID



P_P2 K_P2 ID_P2



FLOAT FLOAT FLOAT



KOLOM/FILD



Secara garis besar langkah teknis pemetaan DDDTL menggunakan perangkat lunak ArcGIS ini dapat dijabarkan dalam diagram alir berikut;



37



P3E SUMATERA



SKORING EKOREGION



SKORING PL



ADD FIELD



INPUT SKOR



ADD FIELD



INPUT SKOR



TUMPANGSUSUN PETA ADD FIELD (20 FIELD) UNTUK SELURUH JASA



KOEFISIEN JASA EKOSISTEM (20 FIELD)



KELAS KOEFISIEN JASA EKOSISTEM (20 FIELD)



PERHITUNGAN & KLASIFIKASI JASA EKOSISTEM PENTING



LAYOUT PETA Gambar 3. Diagram Alir Pemetaan DDDTL menggunakan ArcGIS



38



P3E SUMATERA



4.1. Skoring 1)



Memunculkan data yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan memilih tools add data seperti pada gambar berikut.



Pilih data yang akan digunakan sebagai masukan dalam proses perhitungan daya dukung lingkungan yaitu data Ekoregion skala 1 : 250.000 dan data Tutupan Lahan skala 1 : 250.000 Lokasi Data ada di Folder DATA PANDUAN pada CD Panduan.



39



P3E SUMATERA



2)



Langkah berikutnya adalah, memberikan informasi skor pada data ekoregion dan tutupan lahan. Langkahnya adalah sebagai berikut:  klik kanan pada salah satu parameter  pilih menu Open Attribute



Table. (pada petunjuk dicontohkan pengisian skor pada data tutupan lahan)



 Pilih menu Table Options yang terletak di pojok kiri atas tabel  pilih Add Field....



40



P3E SUMATERA



Setelah muncul tampilan tabel seperti gambar, kemudian tambahkan kolom dengan langkah sebagai berikut;  Lakukan pengisian Name dan Type. Kemudian pilih Ok



Name disesuaikan dengan kodefikasi nama seperti tertera pada tabel dibawah ini;



41



P3E SUMATERA



KODE



CONTOH PADA JASA AIR BERSIH



FORMAT KOLOM



SKOR PENGGUNAAN LAHAN SKOR EKOREGION



PL E



PL_P2 E_P2



FLOAT FLOAT



HASIL TUMPANGSUSUN KLASIFIKASI HASIL TUMPANGSUSUN PERKALIAN LUAS DAN SKOR



O K ID



P_P2 K_P2 ID_P2



FLOAT FLOAT FLOAT



KOLOM/FILD



Tabel Kodefikasi Field pada Tabel Atribut Kolom baru akan bertambah pada sisi kanan table atribut dengan nama yang telah diberikan



Kolom baru yang muncul pada sisi paling kanan tabel nantinya akan berisikan informasi skor tiap jenis tutupan lahan. Cara mengisi kolom PL_P1 dengan skor tutupan lahan adalah sebagai berikut;



42



P3E SUMATERA



 Aktifkan pilihan start editing pada menu Editor, kemudian bubuhkan skor tutupan lahan pada kolom PL_P1 dengan double click pada bagian yang diinginkan.



Jika jumlah id atau baris sangat banyak pada table, maka akan berakibat pada lamanya waktu yang dibutuhkan dalam mengisi informasi skor tiap jenis tutupan lahan, sehingga pemilihan dan pemilahan tiap jenis tutupan lahan sangat penting dilakukan untuk memudahkan dan mempersingkat input skor dalam proses selanjutnya. Berikut ini adalah contoh data yang memiliki jumlah baris yang sangat banyak (ribuan baris/id). Langkah pemilihan dan pemilahan tiap jenis tutupan lahan ini dilakukan sebagai berikut;



43



P3E SUMATERA



 Pilih menu Table Options yang terletak di pojok kiri atas tabel  pilih



Select by Attributes....



Setelah itu pilih pada bagian yang dilingkari seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, (id dengan jenis tutupan lahan yang sama akan terpilah) Pengisian skor dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut;  Arahkan cursor pada kolom Pangan, klik kanan Field Calculator...



44



P3E SUMATERA



Tuliskan skor sesuai dengan hasil pairwise dari panel pakar pada bagian seperti gambar disamping. Kemudian pilih ok..



f



45



P3E SUMATERA



 Lakukan langkah yang sama pada data Ekoregion. Pemilihan dan pemilahan tiap jenis ekoregion dapat dilakukan seperti yang dicontohkan atau terdapat pada gambar dibawah



Langkah yang dijabarkan diatas juga berlaku untuk parameter lainnya (Ekoregion). Ingat agar selalu memperhatikan kodefikasi kolom atribut, agar memudahkan dalam proses selanjutnya. Berikut adalah contoh atribut table yang sudah dibubuhkan informasi skor hasil pairwise panel pakar;



46



P3E SUMATERA



4.2. Tumpang Susun (Overlay) 1)



Setelah kedua data (tutupan lahan dan ekoregion) telah berisikan informasi skor untuk tiap jasa, langkah selanjutnya adalah melakukan proses tumpang susun peta. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut;



Pilih menu search pada ArcGis, kemudian ketik keyword “INTERSECT”. Kemudian pilih menu seperti pada gambar contoh yang diberi tanda berwarna hijau



Setelah itu akan muncul menu intersect sepeti gambar dibawah. Masukkan data Ekoregion, Tutupan Lahan dan data Administrasi pada pilihan Input Feature (kotak hijau).Kemudian simpan berkas pada direktori yang diinginkan.Pilihan penyimpanan terdapat pada menu Output Feature Class (kotak merah). Pilihan lainnya gunakan mode default saja  klik Ok..



47



P3E SUMATERA



4.3. Pengkelasan Hasil Skoring 1)



Jika hasil tumpang susun peta telah muncul, langkah selanjutnya adalah melakukan proses perkalian antar skor jasa yang sama pada 2 data yang berbeda, dengan menggunakan formula;



Dimana IJELC = skor tutupan lahan,



IJEeco= skor Ekoregion



Langkahnya adalah sebagai berikut;



48



P3E SUMATERA



 klik kanan pada hasil tumpang susun  pilih menu Open Attribute



Table. Kemudian lakukan penambahan kolom seperti pada langkah skoring yang telah dicontohkan sebelumnya. Untuk pengisian Name dan



Type lakukan seperti ketentuan yang tertera pada tabel 1.1.



Kemudian klik kanan pada kolom yang baru terbentuk, pilih Field Calculator...



Setelah itu klik Ok..



49



P3E SUMATERA



Nilai 3.222 pada gambar diatas diperoleh melalui hasil akar pangkat dua dari perkalian nilai skor maksimum PL dengan skor maksimum Ekoregion pada tiap jasa ekosistem. Secara matematis dapat dituliskan; = 2√𝑚𝑎𝑘𝑠𝑠𝑘𝑜𝑟𝑃𝐿𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠𝑠𝑘𝑜𝑟𝐸𝑘𝑜𝑟𝑒𝑔𝑖𝑜𝑛 2)



Setelah hasil perkalian skor muncul pada tabel, langkah selanjutnya adalah membubuhkan keterangan tingkatan daya dukung. Mulai dari Sangat Rendah, sampai dengan Sangat Tinggi. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut;  Tambahkan kolom barusebagai hasil klasifikasi



Lakukan proses pemilihan dan pemilahan (pengklasifikasian) kelas daya dukung sesuai dengan langkah yang dijabarkan pada proses sebelumnya. Klasifikasi daya dukung ini dilakukan dengan menggunakan metode Interval Geometri. Klasifikasi Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V



Rumus A - Ax Ax - Ax2 Ax2- Ax3 Ax3 - Ax4 Ax4 - Ax5



Interval 0 – 0,1328 0,1328 - 0,2204 0,2204 – 0,3659 0.3659 – 0,6075 0,6075 – 0,9880



50



Keterangan Kelas Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi



P3E SUMATERA



Perhitungan klasifikasi tingkat daya dukung lingkungan berbeda pada masingmasing jasa ekosistem



Setelah salah satu kelas terpilih kemudian klik pada kolom K_P1 klik kanan pilih Field Calculator...



Bubuhkan informasi keterangan kelas pada bagian yang ditandai warna hijau, diikuti dengan tanda “” (petik).



51



P3E SUMATERA



Lakukan langkah tersebut sampai seluruh hasil perhitungan skor komponen jasa ekosistem telah diberikan keterangan kelas.



4.4. Pembuatan Jasa Ekosistem Penting Jasa ekosistem penting dapat digunakan untuk mengetahui potensi daya dukung dan daya tampung pada suatu wilayah. Nilai ekosistem penting dapat diketahui melalui jumlah koefisien daya dukung dan daya tampung. Secara teknis jumlah koefisien daya dukung dan daya tampung dapat diperoleh melalui langkah berikut; 1. Buat 2 Field baru pada layer hasil langkah sebelumnya dimana field pertama diberi nama “DDDT_PTG” dengan type float, sementara itu field kedua diberi nama “KELAS_PTG” dengan tipe data string/text.



2. Menjumlahkan seluruh koefisien jasa ekosistem dengan langkah sebagai berikut;



52



P3E SUMATERA



3. Mengkelaskan hasil penjumlahan dengan sistem pengkelasan geometrik, sesuai dengan langkah yang dijabarkan pada bagian 4.3.



53



P3E SUMATERA



4.5. Penyajian Peta Peta merupakan gambaran permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan. Dalam penyajian peta, harus terdapat unsur-unsur peta, adapun unsur unsur tersebut antara lain :  Judul Peta  Petunjuk Arah  Skala  Legenda  Garis astronomi  Inset Materi petunjuk dalam pelatihan ini sudah disediakan template layout yang disimpan pada. Template layout disediakan dalam orientasi landscape dan potrait (pilih sesuai dengan bentuk wilayah). Langkah yang dilakukan dalam menyajikan peta dalam pelatihan ini adalah sebagai berikut. 1. Buka file template yang telah disediakan pada folderTEMPLATE LAYOUT  TEMPLATE DDDTLH.



2. Tambahkan data yang akan disajikan dalam bentuk peta. Klik kanan group layer Layer -->Add Data. Kemudian pilih data yang akan ditambahkan. (dalam petunjuk ini dicontohkan data hasil intersect PL dan Ekoregion). 54



P3E SUMATERA



Bukalah data-data sesuai daftar yang ada di dalam Template DDDTLH. Setelah seluruh data terbuka, maka tampilannya kurang lebih seperti gambar diatas. Ubah nama layer dengan ketentuan sebagai berikut;



55



P3E SUMATERA



Klik kanan pada layer yang ingin diubah properties  General Ganti nama pada bagian layer name 3. Untuk standardisasi simbol, gunakan template simbol yang telah disediakan. Klik kanan pada parameter yang ingin dilakukan simbolisasi (kecuali ADMIN_KABUPATEN)



Properties







Kemudian pilih nama layer yang bersesuaian.



56



Symbology







Import



P3E SUMATERA



Lakukan langkah ini pada seluruh layer pada Group layer “Layer” Untuk Layer hasil Daya Dukung dan Bathymetri pilih menu symbology sesuai pada gambar berikut;  Layer Daya Dukung (Intersect_Eko_PL)



57



P3E SUMATERA



 Layer Bathymetri



58



P3E SUMATERA



4. Pemerian Label Administrasi Klik kanan pada layer ADMIN_KABUPATEN atau layer administrasi lainnya yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing properties



59



P3E SUMATERA



5. Contoh data yang telah disimbolisasi



Jika ukuran label kurang representatif, maka dapat diubah kembali melalui langkah yang sama pada menu label



6. Editing Layout Setelah format tampilan diubah pada menu View  Layout View, maka tampilan peta akan berubah menjadi sebagai berikut;



60



P3E SUMATERA



Untuk melakukan pembenahan tampilan peta maka yang dilakukan adalah sbb;  Penetapan skala tampilan yang digunakan Pilih menu view  data frame properties..



61



P3E SUMATERA



 Perbaikan legenda Klik kanan pada tampilan legenda properties



62



P3E SUMATERA



Berikut adalah tampilan peta yang telah dilakukan proses editing



63



P3E SUMATERA



7. Mengeskport peta adalah langkah yang dilakukan untuk menyebarkan hasil layout dalam bentuk softcopy denan berbagai macam format. Langkah yang dilakukan adalah FileExport. Pilih Format yang dibutuhkan, dan klik Save.



8. Mencetak Peta Mencetak peta, merupakan langkah yang dilakukan untuk menyebarkan hasil layout dalam bentuk hardcopy. Langkah yang dilakukan adalah File  Print. Pilih Printer yang akan digunakan dan yang sesuai dengan ukuran kerta, serta kualitas cetak yang akan dibutuhkan.



64



P3E SUMATERA



65



P3E SUMATERA



Lampiran 1 Kuesioner FGD Tim Ahli



66



P3E SUMATERA



Lampiran 2 Sistem Klasifikasi Peta



67