Paper Analisis Sistem Pemasaran Tomat [PDF]

  • Author / Uploaded
  • fitri
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATA KULIAH PEMASARAN DAN RANTAI PASOK AGRIBISNIS Analisis Pemasaran Tomat Studi Kasus di Desa Labuan Toposo, Kelurahan Boyaoge, dan Desa Nupabomba



Disusun Oleh : Fennie Oktavirsa H351190411 Fikri Mauli Utomo H351190561 Fitri Hidayah Laila Pohan H351190531



MAGISTER SAINS AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR



2019 ANALISIS SISTEM PEMASARAN TOMAT (Studi Kasus di Desa Labuan Toposo, Desa Boyaoge, dan Desa Nupabomba) Oleh : (Fennie Oktavirsa, Fikri Mauli Utomo, Fitri Hidayah Laila Pohan) PENDAHULUAN Sektor yang dapat diandalkan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi nasional adalah sektor pertanian, karena sebagian besar penduduk bangsa Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian merupakan salah satu basis yang sangat di harapkan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang. Olehnya itu pembangunan di sektor pertanian perlu mendapat perhatian yang serius dari beberapa pihak, mengingat bahwa hampir sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dan bermata pencaharian sebagai petani. Komoditi hortikultura merupakan komoditi yang mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat maupun perekonomian negara. Pengembangan produksi hortikultura sebagai sumber gizi ditingkatkan untuk pertumbuhan manusia di Indonesia yang sehat dan berkembang tinggi dalam memikul tugas pembangunan yang semakin berat (Sudiyono, 2004). Usahatani holtikultura sebagai subsektor pertanian merupakan usaha yang cukup menjanjikan untuk perbaikan kondisi ekonomi baik sebagai sumber penghasilan pokok maupun penghasilan tambahan, yaitu salah satu diantaranya adalah tomat. Tomat sebagai salah satu komoditi pertanian bukan merupakan jenis tanaman baru bagi masyarakat Indonesia, karena buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, misalnya tomat segar dapat diolah menjadi saus, bahan kosmetik dan obatobatan, Selain itu tomat juga biasa dijadikan sayuran, jus atau sebagai campuran bumbu masakan (Mujiburahmad, 2011). Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill), berasal dari daerah Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik. Namun pada waktu itu tanaman tomat dianggap sebagai tanaman beracun dan hanya ditanam sebagai tanaman hias dan obat kanker. Tanaman tomat ditanam di Indonesia sesudah kedatangan orang Belanda, hal ini menandakan bahwa tanaman tomat sudah tersebar di seluruh dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik (Cahyono, 1998). Namun seiring berkembangnya zaman, dan kepadatan jumlah penduduk khususnya di Indonesia, berbagai macam komoditi holtikultura seperti bayam, kangkung, kacang panjang, tomat dan terong merupakan jenis sayuran yang diminati untuk dikonsumsi oleh penduduk.



Tabel 1. Estimasi Konsumsi Nasional Tomat Sayur (dalam setahun)



Komiditi Sayur



Satuan



Kangkung Kg Buncis Kg Kacang Kg Panjang Tomat Kg Terong Kg Tauge Kg Sawi Kg Hjau Sumber : BPS 2017



2015 4.44 1.14



2016 4.78 1.16



2015 254.89 254.90



2016 257.89 257.90



Perkiraan Total Konsumsi Nasional (dlm Juta) 2015 2016 1132.77 1232.05 291.26 297.96



3.34



3.34



254.91



257.91



852.28



860.24



4.18 2.74 0.88



4.46 2.87 0.93



254.92 254.93 254.94



257.92 257.93 257.94



1065.42 699.63 223.55



1149.16 740.81 240.34



2.09



2.09



254.95



257.95



532.37



539.80



Estimasi Perkapita Setahun



Penduduk (Juta Jiwa)



Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2017) menunjukkan bahwa estimasi konsumsi tomat sayur secara nasioal dalam setahun tertinggi ke dua setelah sayuran kangkung. Dimana pada tabel diatas merupakan jenis sayuran-sayuran yang sehati-hari dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Pulau Sulawesi merupakan salah satu sentra produksi tanaman holtikultura khususnya tomat. Komoditi ini mempunyai peranan penting dalam perekonomian yang diarahkan untuk peningkatan hasil, mutu produksi dan peningkatan pendapatan masyarakat terutama petani tomat. Kabupaten Donggala dan Palu merupakan salah satu daerah penghasil tanaman hortikultura, khususnya tomat yang terdapat di Provinsi Sulawesi. Mengusahakan tanaman tomat khususnya jenis tomat sayur, diharapkan pendapatan petani dapat meningkat. Tingginya produksi tanaman tomat yang diperoleh persatuan luas lahan belum menjamin tingginya pendapatan yang akan diterima petani, hal ini disebabkan karena penerimaan petani dipengaruhi oleh harga, dan berpengaruh terhadap layak tidaknya tanaman tersebut untuk diusahakan. Selain itu terbatasnya infrastruktur dan fasilitas produksi serta regulasi yang tidak berpihak ke petani mengakibatkan lemahnya sistem tataniaga yang kurang menguntungkan petani tomat. Oleh karn itu, kajian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana saluran, margin pemasaran tomat yang ada di desa-desa tersebut. Berapa persentase farmer’s share di setiap desa tersebut dengan salur pemasaran yang berbeda-beda dan apakah efisien dala sistem pemasaranya.



TINJAUAN PUSTAKA Saluran Pemasaran Saluran pemasaran (marketing channel) merupakan sekelompok organisasi saling tergantung yang membantu membuat produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis (Kotler dan Armstrong 2008). Levens



(2010) mendefinisikan saluran pemasaran sebagai jaringan semua pihak yang terlibat dalam menggerakkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen atau pelanggan bisnis. Pendapat lainnya, menurut Antara (2012) Saluran pemasaran terdiri dari sekelompok individu atau lembaga yang mempunyai hak kepemilikan atas barangbarang yang dipasarkan dan membantu dalam penyampaian hak kepemilikan tersebut dari produsen ke konsumen. Dalam proses pengaliran atau pergerakan barang dari tangan produsen sampai ke tangan konsumen terdapat banyak kegiatan-kegiatan yang saling bekerjasama. Fungsi-Fungsi Pemasaran Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang mencakup proses pertukaran serta serangkaian kegiatan yang terkait pada proses pemindahan produk baik berupa barang ataupun jasa dari sektor produsen ke konsumen. Beragam kegiatan produktif yang terdapat di dalam sistem pemasaran disebut dengan fungsi pemasaran. Pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran akan menetukan efisiensi dari pelaksanaan suatu sitem pemasaran. Tujuan dari pelaksanaan fungsi pemasaran adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Kemampuan suatu produk untuk memuasakan keinginan konsumen dapat diukur dengan utilitas yang mampu diberikan oleh produk tersebut. Utilitas merupakan nilai guna suatu produk yang meliputi nilai guna bentuk, nilai guna tempat, nilai guna waktu dan nilai guna kepemilikan. Secara umum Kohls dan Uhl (2002) membagi fungsi pemasaran ke dalam tiga golongan sebagai berikut: 1. Fungsi pertukaran (exchange function) yang meliputi aktivitas menyangkut pertukaran kepemilikan secara hukum atas produk diantara pembeli dan penjual. Fungsi ini terdiri atas penjualan dan pembelian. 2. Fungsi fisik (phisycal function) merupakan aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk dan turunannya. Fungsi ini meliputi pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan. 3. Fungsi fasilitas (facilitating function) merupakan fungsi pendukung dari fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan standarisasi dan grading produk, informasi pasar, fungsi pembiayaan serta fungsi penangulangan risiko. Efisiensi Pemasaran Pemasaran merupakan kegiatan penyampaian barang dari tingkat produsenke tingkat konsumen dengan usaha untuk memperoleh barang yang diperlukan. Syarat lain sutau sistem pemasaran dikatakan efisien yaitu mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir (Rasyaf, 1994). Kepuasan merupakan salah satu ukuran sari efisiensi, baik itu kepuasan di tingkat konsumen, produsen, atau pihak yang terbat dalam distribusi produk atau jasa. Adapun ukuran kepuasan sulit untuk dianalisis dan sangat relatif, sehingga para ahli menggunakan ukuran efisiensi secara operasional, harga dan relatif untuk mengukur efisiensi tersebut (Dahl dan Hammond 1977; Kohls dan Uhl 2002; Asmarantaka 2014). Efisiensi secara operasional digunakan sebagai ukuran untuk mengukur produkstivitas dari input pemasaran yang digunakan. Selisih harga di tingkat petani dan konsumen atau marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya merupakan ukuran yang digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara operasional. Marjin pemasaran yang rendah, nilai farmer’s share yang tinggi, dan rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu mengindikasikan bahwa pemasaran tersebut



efisien. Input-input pemasaran merupakan penggunaan sumber daya yang dipergunakan dalam sistem pemasaran, contohnya yaitu penggunaan tenaga kerja, alat atu mesin, pengemasan, dan hal lain yang diperlukan dalam penanganan fungsi atau jasa yang dipasarkan tersebut, baik itu waktu, tempat, bentuk ataupun kepemilikan yang dilakukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen serta memberikan keuntungan terhadap pihak yang terlibat. Pemasaran agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator antara lain: (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yan tinggi terhadap produk agribisnis, (2) menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran (perusahaan) yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan), (3) marketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer’s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi di tingkat usahatani. Efisiensi harga terkait pada kemampuan suatu sistem pemasaran dalam melakukan alokasi sumber daya serta melakukan koordinasi dengan hasil pertanian serta proses distribusi hasil pertnian tersebut sehingga efisien. Adapun untuk melihat apakh pasar efisien secara harga yaitu menggunakan analisis keterpaduan pasar. Efisiensi Operasional Efisiensi operasional diukur berdasarkan analisis margin pemasaran dan farmer’sshare. a. Margin Pemasaran Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengukur perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir. Perbedaan margin pada setiap lembaga pemasaran dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan dan penanganan produk atau perbedaanfungsi pemasaran yang dilakukan, sehingga terdapat perbedaan biaya pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Margin pemasaran tomat adalah selisih harga yang dibayarkan petani atauprodusen tomat dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Dari hasil analisis margin dimaksudkan untuk mengetahui biaya pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran dalam proses produksi jual beli tomat. Harga yang dibayar konsumen akhir merupakan harga di tingkat pedagang pengumpul. Perhitungan margin pemasaran digunakan untuk mengetahui aliran biaya pemasaran pada lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran (Bagus, 2011). Besarnya margin pemasaran, dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada (Arinong dan Kadir, 2008) sebagai berikut. M = Hp- Hb Keterangan : M = Margin Pemasaran Hp = Harga Penjualan Hb = Harga Pembelian Sobrini (2009) merumuskan bahwa menghitung margin total pemasaran (MT) dari semua kelembagaan pemasaran yangterkait dalam pemasaran tomat,dapat di hitang dengan rumus: MT = MI + M2 + M3…Mn Keterangan : MT = Margin total pemasaran



M1 = Lembaga Pemasaran 1 M2 = Lembaga Pemasaran 2 M3 = Lembaga Pemasaran 3 Mn = Margin Pemasaran Lainnya Farmer’ Share Nilai Farmer’ share merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemasaran produk-produk pertanian. Farmer’ share (F’S) merupakan rasio antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibeli oleh konsumen akhir atau retail untuk produk pangan dan serat. Farmer’s share dihitung untuk mengetahui berapa besar bagian yang diterima petani atas harga yang dibeli/dibayar oleh konsumen akhir. Secara matematis farmer’ share dapat ditulis sebagai berikut (Asmarantaka 2014) : 𝐹′𝑆 =



𝑃𝑓 × 100% 𝑃𝑟



Keterangan : F’S : farmer’ share 𝑃𝑓 : merupakan harga di tingkat petani 𝑃𝑟 : merupakan harga di tingkat retail/konsumen akhir Besaran farmer’ share berbeda-beda bergantung pada biaya relatif pemasaran yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah waktu, bentuk, dan tempat. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila kegiatan peningkatan nilai tambah utilitas pada suatu komoditas lebih banyak dilakukan oleh petani maka nilai farmer’ share yang didapatkan petani akan lebih tinggi. Namun sebaliknya, bila kegiatan peningkatan nilai utilitas komoditas tersebut lebih banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran lain, secara umum akan memberikan nilai farmer’s share yang lebih rendah bagi petani. Besarnya nilai dari farmer’ share tidak selalu menunjukkan bahwa sistem pemasaran yang dilakukan berjalan dengan efisien. Besar atau kecilnya nilai dari farmer’ share tidak dapat menjadi acuan untuk melihat ukuran dari efisiensi pemasaran karena perlu memerhatikan kompleksitas penanganan produk yang dilakukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Artinya untuk melihat efisiensi pemasaran suatu produk pertanian harus memperhitungkan bentuk, fungsi, dan atribut-atribut produk hingga sampai ke konsumen akhir. Meskipun nilai farmer’ share rendah, margin pemasaran tinggi, dan saluran pemasaran panjang, tetapi terjadi kenaikan kepuasan konsumen maka sistem pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien (Kohls dan Uhl 2002). Selain itu, secara teori bila dalam satu sistem pemasaran margin pemasaran yang dihasilkan semakin tinggi maka nilai farmer’ share akan semakin rendah, begitupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa antara margin pemasaran dengan farmer’s share memiliki hubungan yang negatif. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan Pemasaran 𝜋 =M−C



Keterangan : M = Marjin Pemasaran C = Biaya Pemasaran/ satuan barang Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada lembaga pemasaran, dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan Li = Biaya Ci Keterangan: Li = Keuntungan Lembaga Pemasaran Ci = Biaya Pemasaran Efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran di ketiga daerah penelitian dapat dilihat dari efisiensi operasional. Efisiensi operasional yang terdiri atas farmer’s share dan margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya. Untuk lebih lanjut, reviewers akan mengkaji pada bab pembahasan. PEMBAHASAN Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan sebagai proses aliran produk dari produsen higga ke tangan konsumen. Saluran pemasaran terdiri dari sekelompok individu atau lembaga yang mempunyai hak kepemilikan atas barang-barang yang dipasarkan dan membantu dalam penyampaian hak kepemilikan tersebut dari produsen ke konsumen (Antara, 2012). Saluran Pemasaran Tomat Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Rizka, Made, dan Abdul pada Jurnal 1 bahwa saluran pemasaran tomat pada Desa Labuan Toposo terdiri dari dua saluran yaitu: 1. Saluran 1 : petani  pedagang pengumpul  pedagang pengecer  konsumen 2. Saluran 2 : petani  pegadang pengecer  konsumen Saluran Pemasaran Usahatani Tomat Kelurahan Boyaoge Kecamatan Tatanga Kota Palu Saluran pemasaran pada penelitian Elisa, Handayani, dan Effendy pada jurnal ke dua bahwa terdapat 2 (dua) saluran pemasaran Tomat Kelurahan Boyaoge Kecamatan Tatanga dilihat pada Gambar 1.



Saluran 2



Saluran 1 Petani



Pedagang Pengengecer



Konsumen



Pedagang Pengumpul



Pedagang Pengecer



Konsumen Gambar 1. Saluran Pemasaran Tomat Kelurahan Boyaoge Pada saluran pemasaran satu merupakan pola saluran yang relatif lebih panjang dari saluran dua. Pada saluran 1, petani menjual tomat pada pedagangan pengumpul, pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengecer kemudian pedagang pengecer menjual ke konsumen. Sedangkan saluran pemasaran 2, petani menjual tomat ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual ke konsumen akhir. Saluran Pemasaran Usahatani Tomat Tomat Desa Nupabomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reski, Dance, dan Arifuddin pada jurnal ke tiga, kelembagaan pemasaran yang terlibat di Desa Nupabomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala dalam menyalurkan komoditi tomat dari produsen ke konsumen terdiri atas 2 saluran antara lain : 1. Saluran 1 : petani  pedagang pengumpul  pedagang pengecer  konsumen 2. Saluran 2 : petani  pedagang pengecer  konsumen Dari ketiga jurnal diatas, jurnal 1, jurnal 2 dan jurnal 3 dapat disimpulkan bahwa perbedaan masing-masing tempat/lokasi penelitian sistem pemasaran tomat dalam satu provinsi di Sulawesi Selatan terdapat persamaan saluran pemasaran baik saluran 1 dan saluran 2 dengan indikator fungsi lembaga yang sama. Dimana saluran 1 masingmasing wilayah relatif lebih panjang dibandingkan saluran ke 2 (dua) yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Selain itu, pada jurnal 1,2, dan 3 menyarankan menggunakan saluran 2 dalam pemasaran tomat karena pada saluran II lebih efisien dibandingkan dengan saluran I, sehingga dengan memperpendek saluran pemasaran memberi peluang peningkatan bagian harga ditingkat petani. Marjin Pemasaran Margin Pemasaran Tomat Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala Margin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan petani atau produsen tomat dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Dari hasil analisis margin oleh Rizka, dkk, dimaksudkan untuk mengetahui biaya pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran dalam proses produksi jual beli tomat. Harga yang dibayar konsumen akhir merupakan harga di tingkat pedagang pengumpul. Perhitungan



margin pemasaran digunakan untuk mengetahui aliran biaya pemasaran pada lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran (Bagus, 2011). 1. Saluran 1 Margin pemasaran saluran I : Harga Jual Petani : Rp 3000/kg Harga Jual Pedagang Pengumpul : Rp 4000/kg Margin Pemasaran tingkat Pedagang Pengumpul : Rp 1000/kg Harga Beli Pedagang Ecer : Rp 4000/kg Harga Jual Pedagang Ecer : Rp 5000/kg Margin Pemasaran Tingkat Pedagang Ecer : Rp 1000/kg Margin Total dari petani ke konsumen pada saluran I sebesar Rp 2.000/kg 2. Saluran 2 Harga Jual Petani : Rp. 4000/kg Harga Jual Pedagang Ecer : 6000/kg Margin Pemasaran Tingkat Pedagang Ecer : 2000/kg Maka Margin Total dari petani ke konsumen sebesar Rp 2.000/kg. Margin Pemasaran Usahatani Tomat Kelurahan Boyaoge Kecamatan Tatanga Kota Palu Perhitungan margin pemasaran digunakan untuk aliran biaya pada setiap lembaga yang terkait dalam pemasaran. Berikut hasil perhitungan margin berdasarkan penelitian di Jurnal 2. 1. Saluran 1 Harga Jual Petani : 2000/kg Harga Jual Pedagang Pengumpul : 3000/kg Margin total dari petani ke pedagang pengecer sebesar : 1000/kg Harga Jual Pedagang Ecer : 3000/kg Harga Beli Konsumen akhir : 4000/kg Margin Pemasaran Tingkat Pedagang Ecer : 1000/kg Marjin total : Rp 2.000 Margin pemasaran tomat yang diperoleh dari jurnal 2 relatif sama yaitu masingmasing sebesar Rp. 1000. Namun pada jurnal 2 tersebut menyebutkan bahwa margin saluran 2 relatif lebih kecil dibandingkan dengan saluran 1. Margin Pemasaran Tomat Desa Nupabomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala 1. Saluran 1 a. Pedagang Pengumpul M = Hp – Hb = Rp 4.000/kg – Rp 3.000/kg = Rp 1.000/kg b. Pedagang Pengecer M = Hp – Hb = Rp 5.000/kg – Rp 4.000/ kg



= Rp 1.000/kg c. Margin Total MT = M1 + M2 = Rp 1.000/kg + Rp 1.000/kg = Rp 2.000/kg 2. Saluran 2 Pedagang pengecer M = Hp – Hb = Rp 5.000/kg –Rp3.500/kg = Rp 1.500/kg Margin Total = Rp 1.500/kg Margin total pemasaran pada saluran 2 relatif lebih kecil, karena pedagang pengecer membeli tomat langsung dari petani. Kesimpulan yang didapatkan dari jurnal 1, 2 dan 3 tentang margin pemasaran tomat adalah terdapat perbedaan harga jual beli tomat dari tingkat petani sampai konsumen akhir pada tiga Kecamatan di Sulawesi yaitu di Desa Labuan Toposo, Desa Boyaoge, dan Desa Nupabomba. Perbedaan harga pada tiap saluran dikarenakan setiap saluran pemasaran memiliki daerah pemasaran yang berbeda-beda dan permintaan tomat yang berbeda-beda pula disesuaikan dengan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh. Masing-masing memiliki margin yang tidak berbeda jauh antara tiap saluran pemasarannya. Untuk Desa Labuan Toposo (Jurnal 1) diperoleh margin dari saluran 1 yaitu Rp. 2000,- dan saluran 2 Rp. 2000,-. Sedangkan di Desa Boyaoge (Jurnal 2) pada saluran 1, margin pemasarannya Rp. 1000,- dan saluran 2 relatif sama Rp. 1000,-. Desa Nupabomba (Junal 3) diperoleh margin pemasaran saluran 1 sebesar Rp. 2000,- dan saluran 2 yang relatif lebih kecil yaitu Rp. 1500,-. Farmer’s Share Besaran farmer’ share berbeda-beda bergantung pada biaya relatif pemasaran yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah waktu, bentuk, dan tempat. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila kegiatan peningkatan nilai tambah utilitas pada suatu komoditas lebih banyak dilakukan oleh petani maka nilai farmer’ share yang didapatkan petani akan lebih tinggi. Namun sebaliknya, bila kegiatan peningkatan nilai utilitas komoditas tersebut lebih banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran lain, secara umum akan memberikan nilai farmer’s share yang lebih rendah bagi petani. Besarnya nilai dari farmer’ share tidak selalu menunjukkan bahwa sistem pemasaran yang dilakukan berjalan dengan efisien. Besar atau kecilnya nilai dari farmer’ share tidak dapat menjadi acuan untuk melihat ukuran dari efisiensi pemasaran karena perlu memerhatikan kompleksitas penanganan produk yang dilakukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Artinya untuk melihat efisiensi pemasaran suatu produk pertanian harus memperhitungkan bentuk, fungsi, dan atribut-atribut produk hingga sampai ke konsumen akhir. Meskipun nilai farmer’ share rendah, margin pemasaran tinggi, dan saluran pemasaran panjang, tetapi terjadi kenaikan kepuasan konsumen maka sistem pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien (Kohls dan Uhl 2002). Selain itu, secara teori bila dalam satu sistem pemasaran margin pemasaran yang dihasilkan semakin tinggi maka nilai farmer’ share akan semakin rendah, begitupun sebaliknya. Hal ini



menunjukkan bahwa antara margin pemasaran dengan farmer’s share memiliki hubungan yang negatif. Tabel 2. Hasil Farmer’ Share Pemasaran Komoditas Tomat di Desa Labuan Toposo Farmer’ Share (%) Desa/Kelurahan Saluran I Saluran II Labuan Toposo 60 66,67 Boyaoge 50 50 Nupabomba 60 70 1. Farmer’ Share Desa Labuan Toposo, Kabupaten Donggala Nilai Farmer’ share tomat yang terbentuk di Desa Labuan Toposo pada saluran I sebesar 60% dan pada saluran II sebesar 66,67%. Nilai farmer’ share diantara kedua saluran tidak terlalu berbeda jauh dan memiliki nilai margin yang sama yaitu sebesar Rp2000. Namun, pada saluran II didapatkan nilai farmer’ share yang lebih tinggi yaitu sebesar 66,67% yang artinya petani tomat pada saluran II mendapatkan 66,67% dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir tomat. Hal ini disebabkan oleh harga yang diterima petani saluran II lebih tinggi yaitu Rp4000 dan lembaga pemasaran yang terlibat hanya 1 yaitu pedagang pengecer. Sementara pada saluran I harga yang diterima petani sebesar Rp3000 dan terdapat dua lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pemasaran tomat pada saluran II di Desa Labuan Toposo dapat saja dianggap lebih efisien dibandingkan saluran I karena harga yang diterima petani lebih tinggi dan saluran pemasaran yang lebih pendek, meskipun dengan nilai margin yang sama. Namun, untuk menentukan efisiensi pemasaran harus mempertimbangkan fungsi pemasaran, biaya, serta atribut produk. Sehingga sistem pemasaran yang panjang bisa saja dikatakan lebih efisien apabila mampu meningkatkan kepuasan konsumen. 2. Farmer’ Share di Kelurahan Boyaoge, Kota Palu Nilai farmer’ share tomat yang terbentuk di Kelurahan Boyaoge pada saluran I dan saluran II sama-sama menghasilkan nilai farmer’ share sebesar 50%. Artinya petani tomat pada saluran I maupun saluran II mendapatkan bagian dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir yaitu sebesar 50%. Hal ini terjadi karena margin pemasaran yang dihasilkan oleh kedua saluran sama besarnya yaitu Rp2000 serta harga yang diterima petani dan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir juga sama besarnya yaitu masing-masing Rp2000 dan Rp4000. Namun, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan volume penjualan yang dihasilkan oleh kedua saluran berbeda. Pada saluran pemasaran I terdapat 2 lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat diikuti juga dengan besaran volume penjualan yang lebih besar daripada saluran II yaitu sebesar 22.880 kg. Sementara itu, pada saluran pemasaran II hanya terdapat 1 lembaga pemasaran yaitu pedagang pengecer dan volume penjualan yang dihasilkan hanya sebesar 15.200 kg. 3. Farmer’ Share di Desa Nupabomba, Kabupaten Donggala Nilai farmer’ share tomat yang terbentuk di Desa Napubomba pada saluran I sebesar 60% dan pada saluran II sebesar 70%. Dapat diketahui nilai farmer’ share pada saluran II lebih tinggi dibandingkan saluran I yaitu sebesar 70% yang artinya petani



tomat pada saluran II mendapatkan bagian dari harga yang dibayarkan konsumen akhir sebesar 70%. Nilai farmer’ share yang tinggi tersebut disebabkan oleh harga yang diterima petani pada saluran II lebih tinggi yaitu sebesar Rp3500 dan lembaga pemasaran yang terlibat hanya 1 yaitu pedagang pengecer. Sedikitnya lembaga pemasaran yang terlibat membuat biaya pemasaran yang dikeluarkan juga semakin kecil. Hal ini dibuktikan pada saluran I dengan 2 lembaga pemasaran mengeluarkan biaya sebesar Rp841,42 dan pada saluran II dengan 1 lembaga pemasaran mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp552,14. Selain itu, margin pemasaran yang dihasilkan saluran II sebesar Rp1500 sementara pada saluran I margin pemasaran yang dihasilkan sebesar Rp2000. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin kecil margin yang dihasilkan maka farmer’ share yang terbentuk akan semakin besar, begitupun sebaliknya. Efisiensi Pemasaran Efisiensi secara operasional digunakan sebagai ukuran untuk mengukur produkstivitas dari input pemasaran yang digunakan. Selisih harga di tingkat petani dan konsumen atau marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan terhadap biaya merupakan ukuran yang digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara operasional. Marjin pemasaran yang rendah, nilai farmer’s share yang tinggi, dan rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu mengindikasikan bahwa pemasaran tersebut efisien. Input-input pemasaran merupakan penggunaan sumber daya yang dipergunakan dalam sistem pemasaran, contohnya yaitu penggunaan tenaga kerja, alat atu mesin, pengemasan, dan hal lain yang diperlukan dalam penanganan fungsi atau jasa yang dipasarkan tersebut, baik itu waktu, tempat, bentuk ataupun kepemilikan yang dilakukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen serta memberikan keuntungan terhadap pihak yang terlibat. Pemasaran agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator antara lain: (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah (value added) yan tinggi terhadap produk agribisnis, (2) menghasilkan keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran (perusahaan) yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan), (3) marketing margin (biaya dan keuntungan) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi atau aktivitas bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmer’s share) yang relatif akan merangsang petani berproduksi di tingkat usahatani. Efisiensi harga terkait pada kemampuan suatu sistem pemasaran dalam melakukan alokasi sumber daya serta melakukan koordinasi dengan hasil pertanian serta proses distribusi hasil pertnian tersebut sehingga efisien. Adapun untuk melihat apakh pasar efisien secara harga yaitu menggunakan analisis keterpaduan pasar. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang dihasilkan.



Keuntungan Pemasaran 𝜋 =M−C Keterangan : M = Marjin Pemasaran C = Biaya Pemasaran/ satuan barang Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada lembaga pemasaran, dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan Li = Biaya Ci Keterangan: Li = Keuntungan Lembaga Pemasaran Ci = Biaya Pemasaran



Total Biaya Pemasaran (C) (Rp/kg)



Total Keuntungan Pemasaran (𝜋) (Rp/kg)



Marjin Pemasaran (%)



Farmer’s share (%)



𝜋/C



Labuan Toposo



1



3.000



5.000



320,65



1.679,35



40



60



5,24



2



4.000



6.000



552,14



1.447,9



33,3



66,7



2,62



Boyaoge



1



2.000



4.000



353,88



1.293,5



50



50



3,66



2



2.000



4.000



282,9



1.717,1



50



50



6,06



1



3.000



5.000



841,42



1.158,58



40



60



1,4



2



3.500



5.000



552,14



944,09



30



70



1,7



Saluran



Harga di Tingkat Pedagang Pengecer (Rp/kg)



Daerah



Harga di tingkat Petani (Rp/kg)



Nupabomba



Tabel 3. Marjin Pemasaran, Farmer’s Share, dan Keuntungan Terhadap Biaya



Marjin pemasaran dapat dinyatakan dalam absolut atau persentase. Analisis marjin pemasaran terhadap tomat di wilayah tersebut dilakukan pada tahun 2015.perbandingan dapat dilakukan dengan menghitung marjin pemasaran secara persentase untuk melihat besarnya marjin, tanpa memerhatikan besar nilainya. Berdasarkan perhitungan marjin secara persentase yang disajikan pada tabel, dapat disimpulkan bahwa marjin pemasaran :



1. Daerah Labuan Toposo Marjin pemasaran yang lebih tinggi berada pada saluran 1 jika dibandingkan dengan saluran 2. 2. Daerah Boyaoge Marjin pemasaran yang diperoleh di daerah tersebut pada komoditi tomat memiliki marjin yang sama antara saluran 1 dan saluran 2 yaitu sebesar 50%. 3. Daerah Nupabomba Marjin pemasaran yang diperoleh di daerah tersebut yang paling tinggi berda pada saluran 1 yaitu sebesar 40%, lebih besar 10% jika dibandingkan dengan saluran 1. Marjin pemasaran yang diperoleh pada setiap daerah memiliki persentase yang berbeda-beda. Jika dilihat secara angka, persentase marjin pemasaran yang paling besar berada di kelurahan Boyaoge dengan persentae marjin yang diperoleh sama besar di saluran 1 dan saluran 2 yaitu sebear 50%. Efisiensi pemasaran yang dilihat dari marjin pemasaran, tanpa melihat aspek lainnya, maka daerah yang efisien dalam pemasaran tomat berada di daerah Nupabomba pada saluran 2 dengan lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengecer. Rasio keuntungan terhadap biaya disajikan pada Tabel menginformasikan bahwa seluruh saluran pemasaranmemiliki rasio positif dan nilai lebih dari satu sehingga seluruh saluran pemasaran tersebut memberikan keuntungan. Berdasarkan perhitungan rasio atas keuntungan tehadap biaya dalam pemasaran, dapat disimpulkan bahwa: 1. Daerah Labuan Toposo Dari dua saluran pemasaran, saluran 1 memiliki rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar dibandingkan dengan saluran 2 yaitu sebesar Rp 1.679,35/kg dan juga menanggung biaya pemasaran sebesar Rp 320,65. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada pada saluran ini yaitu 5,24 artinya setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 5.240. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran ini adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. 2. Daerah Boyaoge Dari dua saluran pemasaran, saluran 2 memiliki rasio yang paling besar dibandingkan dengan saluran 1 yaitu sebesar Rp 1.717,1 dan juga menggung biaya pemasaran sebesar Rp 282,9. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya 6,06 artinya setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran maka akan memberikan keuntunga sebesar Rp 6.060. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 2 adalah pedagang pengecer. 3. Daerah Nupabomba Dari dua saluran pemasaran, saluran 2 memiliki rasio yang paling besar dibandingkan dengan saluran 1 yaitu sebesar Rp 944,09 dan juga menanggung biaya pemasaran sebesar Rp 552,14. Nilai rasio keuntungan atas biaya pada saluran ini yaitu sebesar 1,7 artinya setiap Rp 1.000 yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.700. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran 2 adalah pedagang pengecer.



Berdasarkan nilai 𝜋/C, maka pemasran tomat di 3 daerah tersebut yang paling efisien berada di daerah Boyaoge dengan nilai sebesar 6,06, keuntungan pemasaran yang diperoleh sebesar Rp 1.717,1 dengan biaya pemasaran terendah sebesar Rp 282,9. Simpulan



DAFTAR PUSTAKA Antara, M. 2012. Agribisnis dan Penerapannya dalam Penelitian. Edukasi Mitra Grafika.Palu. Arinong, A,R., dan Kadir, 2008. Analisis Saluran dan Margin Pemasaran Kakao di Desa 268 Timbuseng, Kecamatan Pattalassang, Kabupaten Gowa. J. Agribisnis. Vol. 4 No. 2.



Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STTP) Gowa. Vol.



4(2):87-93. Asmarantaka, R.W. 2014. Pemasaran agribisnis (Agrimarketing). Bogor (ID): IPB Press Badan Pusat Statistik. 2017. Konsumsi Buah dan Sayur Susenas Maret 2016. Cahyono. B., 1998.Tomat Budidaya dan Analisis Usahatani. kanisius, Yogyakarta. Dahl, D.C dan J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. The Agriculture Industries. New York: Mc. Graw Hill. Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. New Jersey (US): Prentice-Hall, Inc. Kotler P, Armstrong G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Levens M. 2010. Marketing: Defined, Explained, Applied. New Jersey (US): Pearson Education, Inc.



Mujiburahmad, Agroklimat,



(2011).



Analisisis



Produktivitas



Usahatani



Tomat



BEerbasis



(Kasus Dataran Medium dan Dataran Tinggi). Jurnal Agribisnis,



1(2);2-10, 2011. Unigha. Rasyaf, M. 1994. Memasarkan Hasil Peternakan. Jakarta: Penebar Swadaya. Sobirin, 2009. Efisiensi Pemasaran Pepaya di Kecamatan Subang Kabupaten Bayumas. Sudiyono, A., 2004.Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang.