Paper Sosiologi Hukum UGM [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP KASUS PROYEK GEOTHERMAL DI KABUPATEN SERANG (Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum Program Pascasarjana Bidang Hukum Litigasi Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Kampus Jakarta)



Oleh : Nama



: Rosdayana Khairuummah



NPM



:19/448183/PHK/10692



Kelas



:Hukum Litigasi



MAGISTER ILMU HUKUM KAMPUS JAKARTA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hukum dan keadilan merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tujuan dari bernegara adalah untuk tercapainya suatu keadilan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali, hal ini merupakan jaminan yang harus diwujudkan oleh suatu bangsa yang menyatakan dirinya berlandaskan suatu Negara Hukum. Sebagaimana yang sudah disepakati pula secara yuridis konstitusional, Indonesia sebagai Negara Hukum, berdasarkan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Demikian pula secara historis, jauh sebelum termuat dalam UUD 1945 (perubahan), negara hukum (rechtsstaat) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) sebagaimana dituangkan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang sistem pemerintahan negara yang menyatakan bahwa; “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat)”.1 Namun demikian, Satjipto Rahardjo, dalam tulisannya di Konferensi Negara hukum menyatakan, bahwa membangun negara hukum itu bukanlah sekedar menancapkan papan nama. Ia adalah proyek raksasa yang menguras tenaga. Dalam satu dasawarsa terakhir, Indonesia telah banyak melakukan upaya perubahan untuk mewujudkan negara hukumnya. Amandemen konstitusi, pembuatan sejumlah peraturan perundang-undangan, pembentukan lembaga-lembaga negara baru, pembenahan institusi dan aparat penegak hukum telah dilakukan. Namun,



1



Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni, 1992, hlm. 27.



keberhasilan membangun negara hukum tidak semata-matadiukur dari kemampuan memproduksi legislasi dan menciptakan atau merevitalisasi institusi hukum.2 Mengenai konsep negara hukum, dalam segala aspek dan setiap peristiwa yang terjadi di negara Indonesia berarti haruslah berdasarkan dengan hukum yang pasti dan masyarakat yang menjadi komponen negara haruslah patuh akan hukum yang berlaku di negara Indonesia tanpa terkecuali, adapun penerapan hukum yang terintegrasi dengan konsep negara hukum itu sendiri harus dimaknai dengan penerapan serta realisasi yang baik pula dalam tatanan pemerintahan maupun masyarakat itu sendiri. Hukum mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, keseimbangan dan berkeadilan. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat, diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.3 Kehadiran hukum menurut Satjipto Rahardjo diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa berbenturan antara kepentingan yang satu dengan lainnya.4 Integrasi antara konsep negara hukum dan realisasi dari konsep tersebut berupa terciptanya hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat seperti undang-undang, yang bersumber dari banyak hal seperti kebiasaan dalam masyarakat, budaya, serta masalah yang timbul di dalam tatanan sosial dalam masyarakat membuat hukum tidak serta merta dapat berdiri sendiri, salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan penerapan hukum itu sendiri yaitu bersumber



2



https://journal.trunojoyo.ac.id/dimensi/article/viewFile/3736/2737 Mochtar Kusumaatmadja, Mochtar Kusumaatmadja dan Teori Hukum Pembangunan, Epistema Institute dan Huma, Jakarta, 2012, hlm. 15. 4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 53. 3



dari aspek sosial, yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dan keadaan masyarakat itu sendiri. Disiplin hukum merupakan suatu sistem ajaran tentang kenyataan yang mencakup ilmu-ilmu hukum, politik hukum dan filsafat hukum. Sebagai cakupan dari beberapa ilmu, maka ilmu-ilmu hukum terdiri dari ilmu tentang kaedah dan ilmu tentang pengertian (yang keduanya merupakan dogmatik hukum) dan ilmu kenyataan. Ilmu kenyataan merupakan ilmu pengetahuan yang menyoroti hukum sebagai perilaku yang etis, teratur dan unik. Hal ini disebabkan oleh karena hukum pada hakekatnya merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang mungkin berwujud kaedah atau perilaku etis sebagaimana disinggung di muka. Ilmu-ilmu kenyataan tadi mencakup sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Sosiologi hukum pada dasarnya merupakan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya, ilmu ini merupakan suatu ilmu pengetahuan yang teoritis-empiris.5 Sosiologi hukum memusatkan perhatiannya pada hukum sebagai gejala social (yakni perilaku ) dengan pengaruh timbal baliknya terhadap gejala social lainnya (yakni perilaku juga). Dengan demikian kemungkinannya adalah, bahwa di satu pihak, hukum dianggap sebagai factor yang mempengaruhi (independent variable) dan dilain pihak hukum dianggap sebagai factor yang dipengaruhi (dependent variable).6 Dalam hal ini, berarti ada keterkaitan erat antara sosiologi hukum dan hukum itu sendiri, yang dapat diartikan bahwa hukum sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tentang bagaimana cara mengatur masyarakat, dan sosiologi hukum mengkaji bagaimana hukum itu salah satunya bersumber dari setiap perubahan dan gejala social yang terjadi dalam masyarakat, dimana jika



5 6



Soerjono Soekanto, Perspektif Sosiologi Hukum Terhadap Pembinaan Hukum, hlm 27 Ibid, hlm. 28



perubahan dan gejala social terjadi maka hukum akan mengikuti perkembangan social tersebut dan antara kedua disiplin ilmu tersebut saling nerkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change. Agent of change atau pelopor perubahan seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lembaga –lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah system sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan, bahkan mungkin menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan system yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social planning.7 Selain sebagai control sosial, hukum juga berfungsi sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau biasa disebut social engineering. Alat pengubah masyarakat yang dimaksudkan oleh Roscoe Pound, dianalogikan sebagai suatu proses mekanik. Roscoe Pound mengemukakan bahwa agar hukum dapat dijadikan sebagai agen dalam perubahan sosial atau yang disebutnya dengan agent of social change, maka endapatnya dikuatkan oleh Williams James yang menyatakan bahwa “ditengah-tengah dunia yang sangat terbatas dengan kebutuhan (kepentingan) manusia yang selalu berkembang, maka dunia tidak akan memuaskan kebutuhan (kepentingan) manusia tesebut. “di sini terlihat bahwa James mengisyaratkan “hak” individu yang selalu dituntut untuk dipenuhi demi terwujudnya suatu keputusan, tidak akan pernah



7



Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hukum, (Jakarta: Rajagrafido Persada, 2004), h. 122



terwujud sepenuhnya, dan akan selalu ada pergeseran-pergeseran antara hak individu yang satu dengan hak individu yang lainnya. Untuk itulah dituntut peran peraturan hukum (legal order) untuk “mengarahkan” manusia menyadari keterbaasan dunia tersebut, sehingga mereka berusaha untuk membatasi diri dengan mempertimbangkan sendiri tuntutan terhadap pemuasan dan keamanan kepentingannya. Tuntutan yang sama juga akan diajukan oleh individu lain sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai atau aberada dalam keadaan keseimbangan (balance).8 Hukum sebagai social engineering berkaitan dengan fungsi dan keberadaan hukum sebagai pengatur penggerak perubahan masyarakat, maka interpretasi analogi Pound mengemukakan hak yang bagaimanakah seharusnya diatur oleh hukum, dan hak-hak yang bagaimanakah dapat dituntut oleh individu dalam hidup bermasyarakat. Pound mengemukakan bahwa yang merupakan hak itu adalah kepentingan atau tuntutan-tuntutan yang diakui, diharuskan dan dibolehkan secara hukum, sehingga tercapai suatu keseimbangan dan terwujudnya apa yang dimaksud dengan ketertiban umum.9



8 9



Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hukum, (Jakarta: Rajagrafido Persada, 2004), h. 122 Ibid, hlm. 25-26