PDF Makalah Thaharah Kelompok 1 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STRATEGI THAHARAH DAN TATA CARA MENGHILANGKAN NAJIS Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah: “Pembelajaran Fiqh”



Dosen Pengampu: M. Alim Khoiri, S.H.I, M.Sy



Disusun oleh: Zurista Risqiana



932101117



Afdi Putu Adnan



932102117



Siti Na’imatul Jannah



932102417



Haris Setyawan



932133417 Kelas A



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI 2020



Kata Pengantar Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya saya mampu untuk menyelesaikan makalah dengan judul “Strategi Thaharah dan Tata Cara Menghilangkan Najis” ini. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan Nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syari’ah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan. Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Demikianlah yang dapat saya haturkan, saya berharap supaya makalah yang telah saya buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.



Kediri, 2 Maret 2020



Penyusun



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar .............................................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii BAB I............................................................................................................................. 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 A.



Latar Belakang .................................................................................................. 1



B.



Rumusan Masalah ............................................................................................. 2



C.



Tujuan Masalah ................................................................................................ 2



BAB II ........................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3 A.



Pengertian Thaharah ........................................................................................ 3



B.



Hukum Thaharah .............................................................................................. 3



C.



Macam-macam Thaharah ................................................................................. 4



D.



Jenis-jenis Najis dan Cara Mensucikannya ...................................................... 7



E.



Macam-macam Air Untuk Bersuci ................................................................... 8



F.



Hikmah Thaharah ........................................................................................... 11



BAB III ........................................................................................................................ 13 PENUTUP ................................................................................................................... 13 A.



Kesimpulan ...................................................................................................... 13



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 14



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai mana kita ketahui bahwa unsur utama yang harus di penuhi untuk memenuhi syarat-syarat ibadah seperti sholat dan lain sebagai nya hendak lah di awali dengan bersuci. Bersuci adalah syarat utama untuk mendirikan sholat atau thawaf di baitullah al-haram. Bersuci bukan hanya menjadi pintu gerbang utama dalam melakukan ibadah kepada Allah SWT. berwudhu, mandi junub atau tayammum adalah cara bersuci yang allah terangkan dalam al qur’an dengan jelas. Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam thaharah, kita sebagai muslim harus dan wajib mengatahui cara-cara bersuci karna bersuci adalah dasar ibadah bagi ummat islam, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari halhal yang kotor sehingga sebelum memulai aktifitas kita menghadap tuhan atau beribadah haruslah dimulai dengan bersuci baik dengan cara berwudhu, mandi maupun bertayammum. kalau kita melihat dan membaca dengan teliti hamper seluruh kitab-kitab fiqih akan diawali dengan bab thaharah ini menunjukan kan kepada kita betapa thaharah menjadi hal yang mendasar dan menjukkan kepada kita betapa pentingnya masalah thaharah ini. Namun, walau pun menjadi hala yang mendasara bagi ummat islam namun masih banyak dari ummat islam yang tidak faham tentang thaharah, najis-najis dan jenis-jenis air yang di gunakan untuk bersuci. makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih ibadah sekaligus mudah-mudahan dapat membuat temanteman Perbandingan Mazhab paham masalah yang mendasar ini dan media belajar dan mempelajari masalah-masalah thaharah.



1



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian dan hukum Thaharoh? 2. Apa saja macam-macam Thaharoh? 3. Apa saja jenis najis dan cara mensucikannya? 4. Apa saja macam-macam air untuk bersuci? 5. Apa saja Hikmah dari Thaharoh?



C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian dan hukum Thaharoh. 2. Untuk mengetahui macam-macam Thaharoh. 3. Untuk mengetahui apa saja jenis najis dan cara mensucikannya. 4. Untuk mengetahui macam-macam air untuk bersuci. 5. Untuk mengetahui hikmah dari Thaharoh.



2



3



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Thaharah Menurut bahasa thaharah artinya bersuci. Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, tempat dari segala jenis kotoran (najis) dan hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam. Kotoran, najis, dan hadats yang dimaksud adalah yang dapat membuat tidak sah nya ibadah seperti shalat dan ibadah lainnya. Thaharah merupakan kedudukan yang paling utama dalam beribadah, karena jika tidak melakukan thaharah semua amal ibadah yang kita kerjakan tidak sah. Apabila seseorang dapat memahami thaharah maka sangatlah mudah ia untuk beribadah kepada allah swt. Karena setiap orang yang ingin melakukan shalat, diwajibkan terlebih dahulu untuk berthaharah. Seperti halnya wudhu, tayamum atau mandi wajib. Karena hukum thaharah itu wajib terutama saat sebelum kita melaksanakan ibadah. Maka kita sebagai seorang mukmin wajib untuk selalu memperhatikan dan mempelajari thaharah. B. Hukum Thaharah Dalam perspektif hukum, maka Ulama’ sepakat mengatakan bahwa seseorang mukmin diwajibkan mensucikan badan, pakaian dan tempat pelaksanaan ibadah dari beberapa macam najis. Kalau menghilangkan najis dari pakaian dan tempat, dari najis hukumnya wajib maka mensucikan badan dari najis lebih utama. Diwajibkannya bersuci tersebut apabila hendak menjalani perintah sholat karena sucinya badan, tempat dan pakaian merupakan syarat sahnya sholat.1 Usaha-usaha menjaga kebersihan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar, dan yang paling utama ialah menjaga kebersihan tempat ibadah. Yang tidak kalah 1



Zulkifli, Fiqih Ibadah,,(Yogyakarta: Kalimedia, 2017), hlm. 29-32.



4



pentingnya ialah menjaga kebersihan badan dan pakaian karena seseorang dapat dikatakan bersih apabila dapat menjaga kebersihan badan dan pakaian. Maka umat Islam harus selalu menjaga kebersihan karena kebersihan akan mewujudkan kesehatan jasmani dan rohani. Semua usaha yang ditunjukkan kepada kebersihan akan mendapat imbalan dari Allah SWT.2 Sebagaimana terungkap dalam Q.S. alMuddatstsir:



)٥( ‫الر جْ َز فَا ْه ُج ْر‬ ُّ ‫) َو‬٤( ‫َوثِيَا بَكَ فَ َط ِه ْر‬ Artinya: “Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” Membersihkan pakaian menurut



sebagian para ahli tafsir



ialah



membersihkan rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela. Ringkasnya, ayat itu memerintahkan agar diri, pakaian, dan lingkungan dibersihkan dari segala najis, kotoran, dan sebagainya. Di samping itu, juga diperintahkan agar kesucian selalu dijaga. Demikian pula dengan menanamkan sikap hidup bersih terhadap peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Firman Allah SWT. dalam Q.S. al-Baqarah ayat 222:



‫ب ا ْلتَّ هو بِي َْن َويُ ِح ُّب ا ْل ُمتَ َط ِه ِري َْن‬ ُّ ‫ّٰللاَ يُ ِح‬ ‫ا َِّن ه‬ Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang orang yang suci (bersih dari kotoran jasmani maupun rohani. C. Macam-macam Thaharah 1. Wudhu Secara bahasa, kata wudhu berasal dari kata al-wadha’ah yang artinya bersih dan cerah. Jika kata ini dibaca al-wudhu artinya aktifitas wudhu, sedangkan jika di baca al-wadhu artinya air yang dipakai untuk berwudhu Menurut istilah, wudhu adalah membersihkan anggota tubuh tertentu (wajah, dua tangan, kepala dan kedua kaki) dengan menggunakan air, dengan tujuan 2



Aisyah Ma’awiyah. Thaharah Sebagai Kunci Ibadah. Jurnal Syariah - Agustus 2011, hlm. 1-2.



5



untuk menghilangkan hadas kecil atau hal-hal yang dapat menghalangi seorang muslim melaksanakan ibadah salat atau ibadah lainnya. 2. Tayamum Menurut bahasa, kata tayammum berarti sengaja. Sedangkan menurut istilah (syariat) tayammum berarti beribadah kepada Allah SWT. yang secara sengaja menggunakan debu yang bersih dan suci untuk mengusap wajah dan tangan dibarengi niat menghilangkan hadas bagi orang yang tidak mendapati air atau tidak bisa menggunakannya. Kemudian Tata cara tayammum sama halnya dengan berwudhu yang masing-masing memiliki cara tertentu dalam pelaksanaannya, yang harus diketahui oleh seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, apabila hendak melaksanakannya. Berikut ini cara-cara dalam tayammum: a) Membaca basmalah dengan berniat b) Meletakkan kedua tangan ke tanah atau debu yang suci, apabila tidak ada tanah yang khusus disediakan, maka boleh ke dinding atau jendela atau kaca yang dianggap ada debunya, boleh pasir, batu atau yang lainnya c) Debu yang ada di tangan kemudian ditiup dengan tiupan ringan, baru mengusapkan debu ke wajah sekali usapan. d) Apabila seseorang menambah usapan ke lengan sampai siku, maka kembali diletakkan tangan ke debu kemudia diusapkan kedua telapak tangannya ke lengannya hingga ke siku. Dan jika hanya mengusap kedua telapak tangannya saja, maka hal itu dianggap sudah cukup baginya. 3. Mandi Wajib Mandi secara umum dapat berarti meratakan air ke seluruh anngota tubuh dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki. Sedangkan menurut syariat Islam mandi berarti: “Bersuci dengan air sebagai alat bersuci dengan cara meratakan air yang suci lagi menyucikan ke seluruh tubuh dari ujung kepala sehingga ujung telapak kaki menurut tata cara tertentu yang disertai niat yang ikhlas karena Allah untuk menyucikan diri.



6



Dengan demikian, mandi wajib atau janabat dapat diartikan sebagai proses penyucian diri seseorang dari hadas besar yang menempel (baik terlihat atau tidak terlihat) di badan, dengan cara menggunakan atau menyiramkan air yang suci lagi menyucikan ke seluruh tubuh. Tata cara mandi bagi orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan apabila telah berada dalam keadaan berhadats besar, maka wajiblah baginya untuk mandi. Namun dalam prakteknya harus sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Rasulullah saw. yang dilanjutkan oleh para sahabat-sahabatnya serta para fuqaha atau ulama-ulama yang memiliki pengetahuan tentangnya. Berikut ini penjelasan tentang tata cara mandi wajib: a) Niat dalam hati, telah dijelaskan sebelumnya bahwa segala amalan harus disertai dengan niat. b) Membaca basmalah c) Diawali dengan membasuh kedua telapak tangan tiga kali. d) Membasuh kemaluan dengan tangan kiri, yakni membersihkan kotoran yang terdapat padanya. e) Membersihkan tangan kiri, sebab tangan kiri sudah digunakan membasuh kemaluan dan membersihkan kotoran. f) Berwudhu, yakni mengambil air whudu sebagaimana berwudhu ketika ingin melaksanakan salat. g) Menyiram tubuh bagian sebelah kanan terlebih dahulu, kemudian menyiram tubuh bagian sebelah kiri, dilanjutkan dengan menyelahnyelah rambut secara merata atau menggosoknya sampai menyentuh kulit kepala dan menyiramkan air ke kepala, masing-masing tiga kali siraman. h) Meratakan guyuran air ke seluruh tubuh sambil menggosok seluruh badan i) Bergeser dari tempat semula kemudian membasuh kaki. Apabila mandi wajib sudah dilaksanakan, maka seseorang boleh melaksanakan ibadah seperti shalat, sebab di dalam mandi janabah sudah terdapat wudhu sebagai syarat sahnya salat, selama yakin bahwa dalam proses



7



mandi tadi wudhu tidak batal. Akan tetapi, apabila ragu batal atau tidaknya wudhu dalam proses mandi janabah, maka ia harus mengulang wudhu setelah mandi. 4. Istinja’ Istinja’ adalah bersuci dengan air atau yang lainnya untuk membersihkan najis yang berupa kotoran yang ada atau menempel pada tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur) seperti berak dan kecing. Jadi segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah sesuatu yang dianggap kotor dan wajib dibersihkan atau dihilangkan, dengan menggunakan air atau yang lainnya.3 D. Jenis-jenis Najis dan Cara Mensucikannya Adapun jenis-jenis najis yang terkait dengan bahasan diatas dan cara mensuciksnnya. Terlihat dari tingkatan najis, maka dapat dibagi menjadi tiga bagian : 1. Najis Ringan (Mukhafafah) Yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan kecuali air susu ibunya. Dan cara mensucikannya, cukup memercikkan air pada tempat yang terkena najis. 2. Najis Berat (Mughallazah) Yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2tahun dan belum pernah makan kecuali air susu ibunya. Dan cara mensucikannya, cukup memercikkan air pada tempat yang terkena najis. 3. Najis Sedang (Muutawassithah) Yaitu selain dari kedua diatas seperti kotoran dan najis yang ada di sekitar kita. Dan dilihat dari wujudnya, maka najis sedang dapat lagi dikategorikan menjadi dua bagian. Najis Ainiyyah dan Najis Hukmiyyah. Najis ainiyyah ialah najis yang berwujud yang dapat dilihat dengan mata kepala tanpa 3



Abu Yusuf Baihaqi, Buku Pintar Sholat Lengkap, (Jakarta, Jalamitra Media, 2009), hlm. 35-36.



8



menggunakan alat pembesar. Sedangkan najis hukmiyyah adalah najis yang tidak dapat dilihat wujud dan bendanya dengan mata, misalnya bekas kencing yang masih ada aroma baunya, arak yang sudak kering dan lainnya. Cara mensucikan benda yang terkena najis dengan cara menghilangkan sifat-sifat dari najis tersebut, yaitu rasa, warna dan baunya. Jika najisnya tergolong hukmiyyah maka menghilangkannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis. 4 E. Macam-macam Air Untuk Bersuci 1. Air Suci dan Mensucikan (Muthlaq) Yaitu air suci yang menyucikan, maksudnya adalah air yang masih murni baik sifat, bau maupun rasanya, dan dapat dikatakan sebagai air yang benarbenar bebas dari kotoran dan kuman, dalam hukum fiqh air tersebut disebut dengan air suci yang menyucikan, artinya, air tersebut halal diminum dan dapat untuk dipakai menghilangkan najis, baik mukhafafah, mutawasithah, maupun mughaladzah. Yang termasuk dalam kategori air mutlaq adalah air hujan, air laut, air sungai, salju yang telah cair menjadi air, air embun, air sumur atau air mata air. 2. Air Suci dan Tidak Mensucikan (Musta’mal)



‫عن ابى هريره رصى هللا عنه ان النبى صلى هللا علىه و سلم قال ال يغسل احدكم فى‬ )‫يا اباهريره كيف يفعل ؟ يتناوله تناوال(رواه مسلم‬:‫الماءالدائم وهوجنب فقالوا‬ Artinya: dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda : tidak seorang pun diantara kalian mandi dalam air tergenang dalam keadaan junub.orangorang bertanya : hai Abu Hurairah bagaimana nabi mandi, ia menjawab : beliau mengambil air dengan hati-hati (HR-Muslim 283)



Abi Hamid bin Muhammad al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet. Ke-1, 2012), hlm. 186. 4



9



Yakni air yang sudah dipakai, artinya air yang sudah dipakai untuk menghilangkan hadats kecil maupun hadats besar. Hukumnya tidak dapat menyucikan dari hadats atau najis, kecuali lebih dari dua kullah. 3. Air Makruh Tapi Mensucikan (Musyammas) Yaitu air yang terjemur sinar matahari, hukumnya suci menyucikan pada benda lain akan tetapi makruh menggunakannya. Menurut fiqh Islam menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari dalam tempat logam yang terbuat dari seng (besi), tembaga, baja, alumunium tidak dianjurkan karena benda-benda tersebut mudah berkarat. 4. Air Mutaghayyar Yakni air mutlaq yang sudah berubah salah satu dari bau, rasa atau warnanya. Perubahan tersebut terkadang berubah karena bercampur dengan benda suci, dan terkadang bercampur dengan benda najis. Apabila air itu berubah karena benda najis maka menjadi air mutanajis, tapi apabila bercampur dengan benda suci maka perubahan tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, yakni berubah dengan sebab tempatnya seperti air yang mengalir di batu belerang, berubah karena lama terletak seperti air kolam, berubah karena sesuatu yang terjadi padanya seperti berubah karena ikan,berubah dengan sebab tanah yang suci atau daun kering yang jatuh ke dalamnya. hukum air tersebut adalah suci menyucikan tetapi kalau perubahan itu sudah menjadi sangat kotor maka hukumnya tidak menyucikan. 5. Air Mutanajis Yakni air mutlaq yang sudah berubah salah satu dari bau, rasa atau warnanya. Perubahan tersebut terkadang berubah karena bercampur dengan benda suci, dan terkadang bercampur dengan benda najis. Apabila air itu berubah karena benda najis maka menjadi air mutanajis, tapi apabila bercampur dengan benda suci maka perubahan tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, yakni berubah dengan sebab tempatnya seperti air yang mengalir di batu belerang, berubah karena lama terletak seperti air kolam, berubah karena sesuatu yang terjadi padanya seperti berubah karena ikan,berubah dengan



10



sebab tanah yang suci atau daun kering yang jatuh ke dalamnya. hukum air tersebut adalah suci menyucikan tetapi kalau perubahan itu sudah menjadi sangat kotor maka hukumnya tidak menyucikan. a) Najis yang memasuki air tersebut adalah najis yang tidak dapat dilihat dengan mata normal b) Air tersebut kemasukan bangkai yang tidak memiliki darah mengalir seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu binatang, kutu rambut, kalajengking dan lain-lain. Kecuali jika bangkai tersebut mengubah air tersebut, atau bangkai tersebut sengaja dilemparkan kedalam air. Jika bangkai dilemparka dalam keadan hidup maka air tidak menjadi najis meskipun pada akhirnya ia mati dalam air tersebut. c) Jilatan kucing pada air menggenang atau pada air yang mengalir. Ini dikarenakan kucing bukanlah hewan najis. d) Asap dari barang najis dalam kadar yang sedikit. e) Debu najis dari kotoran binatang. Debu kotoran tidak dapat menajiskan anggota tubuh yang basah. Jika najis padat yang masuk dalam air yang mencapai dua qullah, maka menurut pendapat yang azhar, diperbolehkan bagi seseorang mengambil air tersebut dari sisi mana saja, tidak wajib menghindari sisi yang kena najis, karena keseluruhan air tersebut hukumnya suci. Jika air tersebut merubah sifat air, maka menurut pendapat yang shohih yaitu:jika jumlah air yang tersisa tidak berubah sifatnya namun air tersebut kurang dari dua qullah maka hukum air itu adalah najis. Jika sia air tersebut tidak berubah dan mencapai dua qullah atau lebih, maka air tersebut suci.5



Mohammad Shodiq Ahmad, Thaharoh Ma’na Jawahir dan Bawathin Dalam Bersuci, Jurnal Ilmu Syariah, Vol 2 No.1 Juni 2014. 5



11



F. Hikmah Thaharah 1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan serta memenuhi syarat sah ibadah. 2. Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Tinggal. Kebersihan tidak hanya terbatas pada jasmani dan rohani saja, tetapi juga kebersihan mempunyai ruang lingkup yang luas. Di antaranya adalah kebersihan lingkungan tempat tinggal kita bersama-sama ayah, ibu, kakak, adik, dan sebagainya. Terkadang hal yang sering kita lakukan adalah membuang sampah sembarangan. Lebih parah lagi saat menonton tv sambil memakan makanan ringan dan membuang sampahnya di bawah karpet atau dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, agar kita sehat dan betah tinggal di rumah, maka kebersihan, kerapian, dan keindahan rumah harus dijaga dengan baik. Dengan demikian, kebersihan lingkungan tempat tinggal yang bersih, rapi, dan nyaman menggambarkan ciri pola hidup orang yang beriman kepada Allah Swt. Oleh karena itu, kita semua harus dan wajib menjaga kebersihan, baik di rumah maupun di madrasah, agar kita betah dan terhindar dari berbagai penyakit. 3. Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Ibadah. Kita mengetahui bahwa tempat ibadah seperti masjid, mushalla, atau langgar adalah tempat yang suci. Oleh karena itu, Islam mengajarkan untuk merawatnya supaya orang yang melakukan ibadah mendapatkan ketenang-an, dan tidak terganggu dengan pemandangan yang kotor atau bau di sekelilingnya. Umat Islam akan mendapatkan kekhusyu-an dalam beribadah kalau tempatnya terawat dengan baik, dan orang yang merawatnya akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Dengan demikian, kita akan terpanggil untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan tempat ibadah di sekitar kita. Apabila orang Islam sendiri mengabaikan kebersihan, khususnya di tempat-tempat ibadah, ini berarti



12



tingkat keimanan mereka belum seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. 4. Menjaga Kebersihan Lingkungan Tempat Umum. Menjaga dan memelihara kebersihan di tempat umum dalam ajaran Islam memiliki nilai lebih besar daripada memelihara kebersihan di lingkungan tempat tinggal sendiri, karena tempat umum dimanfaatkan oleh orang banyak. Jika lingkungan umum tampak kumuh maka itu akan menjadi sarang penyakit, khusus nya adalah nyamuk. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa nyamuk sering kali membuat warga sekitar resah karena takut dengan demam berdarah. Kesimpulannya. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak mudah terjangkit penyakit. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin. Oleh karena itu, mari bersama-sama untuk menjaga kebersihan lingkungan umum karena dengan bersihnya lingkungan umum maka akan membuat kita menjadi sehat, tenang. 6



6



HM Suparta dan Djedjen Zainuddin, Fiqih Madrasah Aliyah, (Semarang: PT Karya Toha Putra. 2010), hlm. 151-152.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Thaharah merupakan salah satu syarat sah dalam pelaksanaan ibadah baik Shalat, puasa maupun haji juga ibadah-ibadah -ibadah sunat lainnya.maka ibadah yang paling sering dilaksanakan terutama shalat wajib lima waktu, jika dalam pelaksanaannya shalat tersebut tidak sah kecuali seluruh keadaan, pakaian, badan, tempat dan sebagainya dalam keadaan bersih dan suci, baik suci dari hadas besar, maupun hadas kecil, dan najis. Hadas menghalangi salat, maka bersuci adalah seperti kunci yang diletakkan kepada orang yang berhadas. Jika ia berwudhu, otomatis kunci itu pun terbuka. Hal ini juga ditunjukkan oleh ijtihad para fuqaha dalam tulisan-tulisan mereka yang selalu diawali dengan pembahasan thaharah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya masalah thaharah ini. Untuk itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga harus dipraktekkan secara benar. Dalam kenyataannya, ada sebagian umat Islam yang masih kurang tepat dalam melakukan praktek thaharah. dikarenakan kurangnya pengetahuan atau semata-mata salah dalam pelaksanaannya.



13



DAFTAR PUSTAKA Zulkifli. 2017. Fiqih Ibadah, Yogyakarta: Kalimedia. Aisyah Ma’awiyah. Thaharah Sebagai Kunci Ibadah. Jurnal Syariah - Agustus 2011 Abu Yusuf Baihaqi. 2009. Buku Pintar Sholat Lengkap. Jakarta. Abi Hamid bin Muhammad al-Ghazali. 2012. Ihya ‘Ulum al-Din. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet. Ke-1. Mohammad Shodiq Ahmad, Thaharoh Ma’na Jawahir dan Bawathin Dalam Bersuci, Jurnal Ilmu Syariah, Vol 2 No.1 Juni 2014. HM Suparta dan Djedjen Zainuddin. 2010. Fiqih Madrasah Aliyah, Semarang: PT Karya Putra Toha.



14