Pedoman Model Bisnis Bawang Merah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pedoman Model Bisnis Komoditas Bawang Merah



Pedoman Model Bisnis Komoditas Bawang Merah



Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Jl. M. H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 www.bi.go.id



Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia 2019 2019



Pedoman Model Bisnis Komoditas Bawang Merah



Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia 2019



TIM PENYUSUN PUSAT KAJIAN HORTIKULTURA TROPIKA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, Msi Prof. Dr. Ir. Sobir, MSi Dr. Awang Maharijaya, SP, MSi Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM Dr. Heri Harti, SP, MSi Dr. Widyastutik, SE, MSi Mutiara Probokawuryan, SE, MMgt (Econ) Galuh Hanifatiha, SP Ferdhi Isnan Nuryana, SP, MSi Ayuni Nuramalina, SP Santi Sulistya Nugraheni, SE Ardy Gifery, SE



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BANK INDONESIA Wini Purwanti Mira Rahmawaty Melia Oktarina Yovan Hadiatma M. M. Akhmad Jaeroni



Kata Pengantar



Kata Pengantar Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan segala limpahan karunia-Nya, sehingga penyusunan Pedoman Model Bisnis Komoditas Bawang Merah dapat diselesaikan dengan baik. Sejak 2014, Bank Indonesia mengembangkan klaster komoditas pangan strategis sebagai salah satu upaya untuk mendukung peningkatan pasokan komoditas penunjang ketahanan pangan, khususnya komoditas volatile food. Salah satu komoditas volatile food yang dikembangkan adalah bawang merah, komoditas hortikultura strategis yang tingkat konsumsinya cukup tinggi di Indonesia. Untuk mendukung peningkatan produktivitas dan pengembangan usaha komoditas bawang merah, Bank Indonesia bekerja sama dengan Pusat Kajian Hortikultura Tropika – Institut Pertanian Bogor, menyusun Pedoman Model Bisnis Komoditas Bawang Merah. Pedoman ini disusun secara komprehensif dari hulu ke hilir dengan menggunakan pendekatan konsep Business Model Canvas (BMC) yang dikembangkan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010).



Pada kesempatan ini, kami sampaikan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian teknis, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri, serta pihak-pihak lain yang telah berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini. Harapan kami, Pedoman Model Bisnis Bawang Merah ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia dan pihak terkait dalam melaksanakan pembinaan klaster bawang merah serta dapat menerapkan strategi yang tepat untuk pengembangan komoditas tersebut di masa mendatang.



Jakarta, Desember 2019 Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen



Budi Hanoto Direktur Eksekutif



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



iii



Halaman ini sengaja dikosongkan



Daftar Isi



iii v vi vii



Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar



03



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



27



3.1



Value Co-creations



30



(Penciptaan Nilai) 3.2



Customer Segments



(Segmentasi Pelanggan)



01



1



Pendahuluan



3.3



Customer Relationships



(Hubungan dengan Pelanggan)



30 31



1.1



Latar Belakang



3



3.4



Channels (Saluran)



31



1.2



Tujuan



4



3.5



Key Resources (Sumber Daya Kunci)



31



1.3



Sasaran



4



3.6



Key Activities (Aktivitas Kunci)



32



3.7



Key Partners (Mitra Kunci)



37



3.8



Cost Structure (Struktur Biaya)



38



3.9



Revenue Streams



40



02 2.1



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



9



Value Co-creations



(Penciptaan Nilai) 2.2



10



Customer Segments



(Segmentasi Pelanggan) 2.3



5



Customer Relationships



(Hubungan dengan Pelanggan)



10



2.4



Channels (Saluran)



10



2.5



Key Resources (Sumber Daya Kunci)



11



2.6



Key Activities (Aktivitas Kunci)



12



2.7



Key Partners (Mitra Kunci)



23



2.8



Cost Structure (Struktur Biaya)



24



2.9



Revenue Streams



26



(Aliran Pendapatan)



(Aliran Pendapatan)



Daftar Pustaka Lampiran



43 45



Daftar Isi DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



v



Daftar Tabel



Tabel 1.



Syarat Mutu Bawang Merah



9



Tabel 2.



Kode Ukuran Berdasarkan Diameter Umbi untuk Semua Kelas Mutu



9



Tabel 3.



Syarat Tumbuh Optimum Bawang Merah



12



Tabel 4.



Contoh Karakteristik Varietas Bawang Merah Lokal



13



Tabel 5.



Hama Ulat Grayak/Ulat Bawang dan Pengendaliannya



15



Tabel 6.



Hama Thrips dan Pengendaliannya



18



Tabel 7. Hama Ulat tanah dan Pengendaliannya



18



Tabel 8. Penyakit Bercak Ungu dan Pengendaliannya



19



Tabel 9. Penyakit Layu Fusarium dan Pengendaliannya



19



Tabel 10. Penyakit Antraknosa dan Pengendaliannya



20



Tabel 11. Penyakit Embun Bulu dan Pengendaliannya



21



Tabel 12. Struktur Biaya Budidaya Bawang Merah Segar



24



Tabel 13. Teknologi dan Peralatan yang Digunakan dalam Proses Produksi Bawang Goreng



35



Tabel 14. Struktur Biaya Bawang Goreng Skala Industri per Bulan



39



Daftar Tabel vi



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Daftar Gambar



Gambar 1.



Sebaran Klaster Ketahanan Pangan Binaan Bank Indonesia



4



Gambar 2.



Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



8



Gambar 3.



Pemotongan 1/3 Bagian Umbi



15



Gambar 4.



Lahan Bawang Merah Siap Tanam



15



Gambar 5.



Penanaman di Lahan



15



Gambar 6.



Sistem Irigasi (a) Parit (b)



16



Sprinkler



Gambar 7.



Pemupukan



16



Gambar 8.



Pemanenan Bawang Merah



22



Gambar 9.



Pengeringan Bawang Merah Setelah Panen



22



Gambar 10.



Beberapa Contoh Artikel Mengenai Bisnis Bawang Goreng



29



Gambar 11.



Model Bisnis Bawang Goreng



30



Gambar 12.



Proses Produksi Bawang Goreng



33



Daftar Gambar DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



vii



Halaman ini sengaja dikosongkan



01



Pendahuluan



Halaman ini sengaja dikosongkan



Pendahuluan - BAB 01



1.1



Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura strategis di Indonesia. Bawang



merah juga berperan dalam perkembangan industri makanan olahan di Indonesia, terutama sebagai bahan baku bumbu masak. Konsumsi bawang merah relatif tinggi, sehingga seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan bawang merah akan terus meningkat. Komoditas bawang merah memiliki prospek pasar yang baik, namun masih terdapat beberapa kendala dari aspek budidaya maupun pemasaran. Pada aspek budidaya, kendala umumnya berasal dari sulitnya bibit berkualitas, penerapan metode tanam, dan penanganan pascapanen. Selain kendala tersebut, terdapat pula kendala eksternal seperti ketidakpastian iklim dan cuaca, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta faktor eksternal lainnya. Sementara dari aspek pemasaran, umumnya kendala berasal dari distribusi yang kurang optimal dan lemahnya akses pasar sehingga berdampak terhadap fluktuasi harga. Upaya menghasilkan bawang merah secara optimal harus dimulai sejak penyediaan input, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga penanganan pascapanen yang baik dan benar. Diperlukan pengaturan produksi (jadwal tanam) dan distribusi untuk menjaga ketersediaan stok di pasar secara berkesinambungan. Harga bawang merah dipengaruhi ketersediaan pasokan. Apabila pasokan tidak terjaga baik, harga bawang merah akan berfluktuasi, dan dapat diperparah apabila terjadi lonjakan permintaan pada waktu-waktu



tertentu.



Untuk



mengendalikan



fluktuasi



harga



bawang



merah



pemerintah



memperbolehkan impor sesuai kebutuhan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.38/PERMENTAN/HR.60/11/2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Dalam rangka mendukung pencapaian tugas utama Bank Indonesia dalam pengendalian Inflasi, Bank Indonesia melaksanakan program pengendalian inflasi dari sisi supply melalui pendekatan klaster komoditas pangan atau komoditas strategis yang berkontribusi terhadap inflasi. Pengembangan klaster yang dilakukan Bank Indonesia tidak hanya pada komoditas bawang merah, namun dengan komoditas volatile food lainnya antara lain cabai, padi dan bawang putih.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



3



BAB 01 - Pendahuluan



Gambar 1. Sebaran Klaster Ketahanan Pangan Binaan Bank Indonesia



Memahami pentingnya komoditas bawang merah sebagai komoditas volatile food, Bank Indonesia bersinergi dengan Pemerintah Daerah dalam pengembangan klaster bawang merah. Sampai dengan Triwulan II 2019,



sebanyak 30 Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPwBI) telah



memfasilitasi pengembangan 46 klaster bawang merah dengan total luas lahan sebesar 1.716,60 ha. 1.2



Tujuan Secara umum, penyusunan pedoman ini bertujuan untuk:



1. Memberikan panduan penerapan model bisnis bawang merah bagi pelaku usaha. 2. Menjadi sumber informasi pemangku kepentingan untuk pengembangan bisnis bawang merah di Indonesia. 1.3



Sasaran Sasaran pedoman ini adalah berbagai pemangku kepentingan bawang merah di seluruh Indonesia.



Pelaku usaha dapat memanfaatkan pedoman ini sebagai literasi dalam melakukan aktivitas budidaya, pengolahan dan pemasaran bawang merah serta bawang goreng. Pedoman ini juga dapat digunakan oleh dinas dan lembaga terkait sebagai literasi dalam merumuskan kebijakan terkait pelaku usaha, budidaya dan pengolahan bawang merah.



4



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Halaman ini sengaja dikosongkan



02



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



Halaman ini sengaja dikosongkan



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



Pedoman ini merupakan output dari kajian Model Bisnis dan Strategi Pengembangan Komoditas Bawang Merah dan Cabai yang dilakukan oleh Bank Indonesia (2019). Pedoman ini disusun berdasarkan konsep Business Model Canvas (BMC) yang diperkenalkan oleh Osterwalder dan Pigneur (2010) dan dimodifikasi oleh Vargo dan Lusch (2006) dengan 9 elemen kunci yang terdiri dari: 1) Value co-creations (penciptaan nilai) adalah hubungan antara pelanggan dan petani klaster untuk menciptakan value propositions (pernyataan nilai) bawang merah. 2) Customer segments (segmentasi pelanggan), merupakan strategi membedakan pelanggan ke dalam segmen-segmen tertentu, yaitu apakah bawang merah digunakan untuk konsumsi akhir, diolah, dijual kembali, atau diekspor. 3) Customer relationships (hubungan dengan pelanggan), merupakan pembinaan hubungan yang dilakukan petani bawang merah terhadap pelanggannya yang bertujuan untuk mendapatkan pelanggan baru (akuisisi), mempertahankan pelanggan lama (retention), dan menawarkan produk atau jasa lama dan baru pada pelanggan lama. 4) Channels (saluran), merupakan cara petani bawang merah berkomunikasi dengan pelanggan dan menyampaikan value co-creations produknya. 5) Key resources (sumber daya kunci), menggambarkan aset-aset terpenting yang menentukan keberhasilan model bisnis budidaya bawang merah. 6) Key activities (aktivitas kunci), adalah semua aktivitas yang berhubungan dengan upaya menghasilkan bawang merah yang sehat dan berkualitas. 7) Key partners (mitra kunci), merupakan mitra kerja sama pengoperasian model bisnis yang mendorong berjalannya model bisnis bawang merah. Mitra kunci ideal adalah pihak-pihak baik lembaga atau perorangan yang dapat membantu petani, terutama yang terkait dengan penghematan/efisiensi biaya atau pembelajaran dalam melakukan bisnis. 8) Cost structure (struktur biaya), menggambarkan semua biaya yang muncul sebagai akibat dilakukannya model bisnis budidaya bawang merah. 9) Revenue streams (aliran pendapatan), menggambarkan seluruh pendapatan yang muncul akibat implementasi model bisnis bawang merah.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



7



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



Gambar 2 mendeskripsikan Business Model Canvas ideal dalam budidaya bawang merah segar.



KEY PARTNERS 1. Pemilik lahan 2. Produsen benih 3. Pemasok sarana dan prasarana pertanian 4. Penyuluh lapangan 5. Kelompok tani 6. Koperasi 7. Jasa distribusi dan transportasi 8. Lembaga riset dan perguruan tinggi 9. Lembaga keuangan 10. Pemerintah pusat dan daerah 11. Badan pengelola sertifikasi benih



KEY ACTIVITIES



VALUE CO-CREATIONS



CUSTOMER RELATIONSHIPS



CUSTOMER SEGMENTS



1. Penerapan teknologi pra-tanam: sistem tanam monokultur, varietas dan lahan sesuai, ketersediaan air cukup 2. Penerapan teknologi penyiapan benih: umur dan ukuran benih 3. Penerapan persiapan lahan dan penanaman: penggemburan tanah dan dibiarkan 10-15 hari, pengapuran dan pemupukan dasar, penyulaman, serta pengairan sesuai kontur lahan 4. Pemeliharaan tanaman: penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan 5. Pengendalian OPT sesuai dengan rekomendasi 6. Penerapan teknologi panen: umur panen tepat, sortasi dari umbi yang rusak, pengeringan umbi, penyimpanan umbi dalam gudang bersih dan ventilasi yang baik 7. Supervisi kualitas bawang merah 8. Pencatatan keuangan



Menghasilkan bawang merah yang sehat dan berkualitas (aroma, warna, tingkat kepedasan, dan ukuran)



1. Jaminan keaslian benih dan kontinuitas produk 2. Kontrak tertulis atau komitmen kedua belah pihak 3. Kemudahan metode pembayaran (tunai dan non-tunai) 4. Komunikasi yang baik dan tindak lanjut pengaduan



1. Pedagang daerah 2. Pedagang antar pulau 3. Rumah tangga 4. Ritel modern dan Horeka 5. Industri olahan 6. BUMD, BUMDes dan Koperasi



CHANNELS



KEY RESOURCES



1. Saluran pemasaran konvensional 2. Internet dan media sosial (marketplace pertanian) 3. Toko Tani Indonesia 4. Pameran tingkat regional maupun nasional



1. Benih bermutu 2. Pupuk dan pestisida (organik dan anorganik) 3. Sumber air 4. Lahan yang sesuai agroklimat 5. Tenaga kerja 6. Teknologi, peralatan produksi, pascapanen dan sarana transportasi 7. Permodalan 8. SOP budidaya



COST STRUCTURE



REVENUE STREAMS



1. Biaya sewa lahan 2. Biaya tenaga kerja (pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen) 3. Biaya input produksi (benih, pupuk dan pestisida) 4. Biaya lainnya (transportasi, biaya bunga, alat dan mesin)



Penjualan bawang merah konsumsi



Gambar 2. Model Bisnis Kanvas Budidaya Bawang Merah



8



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



2.1



Value Co-creations (Penciptaan Nilai) Petani klaster melibatkan pelanggan dalam menciptakan nilai (value co-creations) bawang merah,



yaitu bawang merah yang sehat dan berkualitas berdasarkan aroma, warna, tingkat kepedasan dan ukuran. Kriteria bawang merah yang sehat dan berkualitas mengacu pada SNI bawang merah yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu SNI 3159: 2013. Bawang merah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Umbi sehat dan utuh b. Penampilan segar c. Padat d. Layak konsumsi e. Bersih, bebas dari kotoran f. Bebas dari hama dan penyakit g. Bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu ekstrem h. Bebas dari kerusakan karena kelembapan yang berlebihan i. Bebas dari bau asing j. Memenuhi ketentuan devitalisasi (panjang tangkai umbi minimum 2 cm dari leher umbi dan umbi bebas dari tunas dan akar) k. Umbi panen memenuhi kriteria panen sesuai karakteristik varietas dan lokasi tanam. Persyaratan khusus bawang merah dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Bawang Merah KELAS MUTU



PERSYARATAN



Kelas Super



Bebas dari kerusakan



Kelas 1



Kerusakan 10% dari jumlah



Kelas 2



Kerusakan 15% dari jumlah



Kode ukuran ditentukan berdasarkan diameter umbi dengan minimum diameter 1,5 cm sesuai dengan Tabel 2. Tabel 2. Kode Ukuran Berdasarkan Diameter Umbi untuk Semua Kelas Mutu KODE UKURAN



DIAMETER UMBI (CM)



1



>2,5



2



>2-2,5



3



1,5-2



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



9



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



Ketentuan mengenai toleransi mutu dan ukuran yang ditetapkan harus tertera pada setiap kemasan (atau pada kemasan curah) untuk menghindari ketidaksesuaian kelas mutu. 2.2.



Customer Segments (Segmentasi Pelanggan)



Segmentasi pelanggan merupakan strategi membedakan pelanggan ke dalam segmen-segmen tertentu, apakah produk bawang merah digunakan sebagai konsumsi akhir, diolah, dijual kembali atau diekspor. Pengelompokan pelanggan dalam segmen-segmen tersebut dapat memaksimalkan potensi penjualan. Segmentasi konsumen bawang merah ideal adalah sebagai berikut: a. Pedagang daerah, yang akan mendistribusikan bawang merah ke pasar lokal. Bawang merah yang dibutuhkan tidak memiliki standar tertentu yang harus dipenuhi. Yang penting, bawang merah telah melewati proses sortasi, sehat dan berkualitas. b. Pedagang antar pulau, akan mendistribusikan bawang merah ke luar pulau. Jenis bawang merah yang dibutuhkan sama dengan pedagang daerah. c. Rumah tangga, merupakan konsumen akhir, di mana bawang merah langsung diolah untuk dikonsumsi sendiri. d. Ritel modern dan Horeka (Hotel, Restoran dan Katering). Untuk segmen ini, bawang merah harus memenuhi kelas mutu tertentu, dari kelas super sampai dengan kelas 1 dan kelas 2. e. Industri olahan, membutuhkan bawang merah yang sehat dan berkualitas. f. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Koperasi, membutuhkan bawang merah yang sehat dan berkualitas untuk dijual kembali. g. Eksportir, membutuhkan bawang merah kelas mutu super, bebas dari kerusakan dan memiliki kode ukuran 1 (diameter umbi >2,5 cm). 2.3.



Customer Relationships (Hubungan dengan Pelanggan) Customer relationships merupakan pembinaan hubungan yang dilakukan petani bawang merah



dengan pelanggannya. Idealnya, petani bawang merah dapat membina hubungan dengan pelanggan dengan memberikan: a. Jaminan kualitas dan kontinuitas produksi bawang merah sesuai permintaan. b. Memiliki kontrak tertulis atau komitmen kedua belah pihak. c. Kemudahan metode pembayaran (tunai dan non-tunai). d. Komunikasi yang baik dan tindak lanjut pengaduan akan ketidakpuasan pelanggan. 2.4.



Channels (Saluran) Channels merupakan cara petani bawang merah berkomunikasi dengan pelanggan dan



menyampaikan value co-creations produknya. Untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan potensial, saluran-saluran yang dapat dikembangkan oleh petani bawang merah antara lain:



10



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



a. Saluran pemasaran langsung atau konvensional, misalnya pemasaran kolektif melalui kelompok tani ataupun koperasi, atau langsung kepada pedagang besar. b. Internet (marketplace pertanian) dan media sosial. Contoh marketplace pertanian yaitu regopantes.com atau Tanihub.



c. Bermitra dengan Toko Tani Indonesia (TTI), untuk memperpendek rantai pasok produk pertanian dari produsen ke konsumen. d. Pameran produk pertanian tingkat regional maupun nasional. Selain channel offline, petani dapat memanfaatkan internet dan media sosial untuk memperluas jangkauan pasar, sumber informasi atau sebagai database. Perusahaan penyedia informasi dan marketplace yang semakin berkembang di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk tujuan ini. Beberapa



produk/aplikasi digital penyedia informasi yang dapat diunduh melalui smartphone antara lain aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) atau Layanan Informasi Desa (Lisa) dari 8villages. Pemasaran bawang merah secara online dapat diterapkan dengan memanfaatkan e-commerce dengan model bisnis Business to Business (B2B) untuk pembeli partai besar. Petani dapat menginformasikan rencana panen dan hasil panen yang belum terjual. Untuk ini, Gapoktan dapat memfasilitasi petani untuk menjual melalui marketplace/startup B2B (petani tidak berhubungan secara individu dengan marketplace). Di Indonesia terdapat beberapa marketplace pertanian yang dapat dimanfaatkan petani untuk menjual produk pertaniannya. 2.5.



Key Resources (Sumber Daya Kunci)



Sumber daya kunci menggambarkan aset-aset terpenting yang menentukan keberhasilan pengoperasian model bisnis budidaya bawang merah. a. Benih bermutu. Benih bawang merah harus memiliki kesesuaian dengan karakteristik agroklimat daerah yang akan ditanam. b. Pupuk dan pestisida (organik dan anorganik) dengan dosis sesuai anjuran. c. Sumber air dapat berasal dari irigasi sungai, sumur pompa, irigasi tetes, dan sebagainya. d. Lahan yang luas dan sesuai dengan agroklimat. e. Tenaga kerja yang terampil di bidangnya, mampu dan bersedia mengadopsi teknologi baru, serta memiliki motivasi yang tinggi untuk menghasilkan bawang bermutu. f. Teknologi modern dan tepat guna, peralatan produksi, pascapanen dan sarana transportasi. g. Modal, harus disediakan sebelum musim tanam dimulai, terutama untuk persiapan pembelian benih unggul. Modal dapat bersumber dari dana sendiri atau dari pihak lain (misalnya lembaga keuangan atau koperasi).



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



11



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



h. Standar Operational Procedures (SOP) budidaya bawang merah yang aplikatif. 2.6.



Key Activities (Aktivitas Kunci) Key activities merupakan semua aktivitas yang berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan



produk bawang merah yang sehat dan berkualitas. Kegiatan utama petani adalah menghasilkan value co-creations bawang merah.



a. Penerapan teknologi pra-tanam: sistem tanam monokultur,



varietas dan lahan sesuai, serta



ketersediaan air yang cukup. Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan ketersediaan air yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman di musim kemarau biasanya dilakukan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan (Sumarni dan Hidayat, 2005). Tabel 3. Syarat Tumbuh Optimum Bawang Merah NO



KOMPONEN BIOFISIK



SESUAI



SESUAI BERSYARAT



TIDAK SESUAI



24 – 28



28 – 34



< 20



4–5



2–3 5–6



6



1000 – 1500



2000 – 2500



< 1000 > 2500



Baik



Sedang



Sangat cepat Sangat lambat



1



Suhu (0 C)



2



Jumlah Bulan Kering (< 100 mm/bln)



3



Curah Hujan (mm/tahun)



4



Kelas Drainase Tanah



5



Tekstur Tanah



Lempung



Liat berpasir



Liat pasir kerikil



6



Struktur Tanah



Remah



Sedang



Rendah



7



Kedalaman Tanah (cm)



> 60



40 – 60



< 40



8



Kesuburan



Baik



Sedang



Rendah



9



pH (H20)



6,0 – 6,5



5,0 – 6,0 6,5 – 7,0



7



10



Lereng (%)



25



11



Elevasi dpl



< 250



250 – 1000



> 1000



b. Penerapan teknologi penyiapan benih: umur dan ukuran benih Sebelum menanam, sebaiknya petani mengetahui kesesuaian karakteristik benih dengan agroklimat daerah yang akan ditanam. Kualitas benih yang ditanam akan mempengaruhi budidaya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, varietas yang ditanam harus yang sudah dilepas/didaftarkan serta sudah disertifikasi.



12



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



Tabel 4. Contoh Karakteristik Varietas Bawang Merah Lokal POTENSI HASIL (TON/HA)



VARIETAS



UMUR PANEN (HARI)



KEUNGGULAN



Pikatan



55



Tahan simpan hingga 6 bulan



6,20-23,31



Trisula



55



Tahan simpan hingga 5 bulan



6,50-23,21



Pancasona



57



Tahan simpan hingga 3-4 bulan



6,90-23,70



Mentes



58



Tahan simpan hingga 3-4 bulan



7,10-27,58



Tajuk



59



Beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dan tahan terhadap musim hujan



20,00-25,00



Bima Brebes



60



Cukup tahan terhadap umbi busuk



9,90



Maja Cipanas



60



Cukup tahan terhadap umbi busuk



10,90



GAMBAR



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



13



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



POTENSI HASIL (TON/HA)



VARIETAS



UMUR PANEN (HARI)



KEUNGGULAN



Kuning



56-66



Cocok ditanam di dataran rendah



6,00-21,39



54-56



Baik untuk dataran rendah pada musim kemarau



9,00-24,40



60



Baik untuk dataran rendah pada musim kemarau



17,60



Sembrani



Katumi



GAMBAR



Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kementan



Benih bawang merah yang biasa digunakan oleh petani diantaranya benih dalam bentuk umbi. 1) Benih umbi berasal dari tanaman yang tua (umur 70 – 80 HST) dengan ukuran sedang (bobot 5 – 10 g/umbi). 2) Umbi sudah siap tanam jika telah disimpan selama 2 – 4 bulan sejak panen. Pemotongan 1/3 bagian ujung umbi diperlukan jika tunas dalam benih baru muncul sekitar 50 – 60%. Jika tunas sudah muncul 80%, maka tidak diperlukan pemotongan umbi. Pemotongan dimaksudkan untuk mempercepat pertunasan umbi bawang merah. Benih bersih dari kulit kering, kotoran, atau hama dan penyakit. Penampilan umbi segar, sehat, bernas (padat) dan berwarna cerah. 3) Sebelum tanam, benih bawang merah yang sudah dipotong 1/3 bagian umbi diberi perlakuan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). PGPR adalah bakteri-bakteri yang menguntungkan di



sekitar perakaran yang memicu pertumbuhan tanaman dan bersifat antagonis bagi patogen tumbuhan. PGPR secara komersial tersedia dalam bentuk bubuk. Campur PGPR dengan sedikit air, kemudian umbi bawang merah dilumuri dengan PGPR dan didiamkan selama 1 malam dengan dosis 10 kg/ha. 4) Selain menggunakan umbi, perbanyakan bawang merah dapat menggunakan biji botani (True Shallot Seeds/TSS). Teknologi TSS masih belum banyak digunakan petani dan hanya digunakan petani



penangkar.



14



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



Gambar 3. Pemotongan 1/3 Bagian Umbi Sumber: www.kabartani.com



c. Penerapan persiapan lahan dan penanaman



Gambar 4. Lahan Bawang Merah Siap Tanam



Gambar 5. Penanaman di Lahan



1) Persiapan Lahan a) Pembersihan lahan yang akan digunakan dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain. b) Penggemburan lahan menggunakan cangkul/bajak/cultivator sedalam ± 30 cm dan dibiarkan selama 10 – 15 hari. c) Membuat bedengan dengan panjang sesuai lahan yang dimiliki, lebar 80 – 100 cm, tinggi 30 – 60 cm (musim hujan) atau 10 – 20 cm (musim kemarau), dan jarak antar bedengan 50 cm. d) Jarak antar baris 15 – 20 cm, sedangkan jarak dalam baris 15 cm. e) Mengoptimalkan pH tanah dengan menabur dolomit (dosis 150 – 200 g/m2 atau 1,5 – 2 ton/ha). f) Pemberian pupuk organik dengan dosis 10 – 20 ton/ha dan NPK 15-15-15 sebanyak 150 kg/ha. Pada saat musim hujan, dosis pupuk organik dianjurkan pada dosis maksimal (20 ton/ha) agar kebutuhan bahan organik, hara dan mikroorganisme menguntungkan di dalam tanah terpenuhi. g) Pemberian karbofuran dengan dosis 20 kg/ha. 2) Penanaman a) Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari untuk mengurangi terjadinya penguapan. b) Setelah ditanam, tanah di sekitar perlu ditekan agar akar menyatu dengan tanah. c) Rekomendasi jarak tanam: 15 x 20 cm



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



15



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



d. Pemeliharaan tanaman: penyulaman, penyiraman, dan pemupukan susulan 1) Penyulaman Penyulaman perlu dilakukan sesegera mungkin, selambat-lambatnya pada umur 7 hari setelah tanam (HST) agar pertumbuhan seragam. 2) Penyiraman Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi kelembapan tanah. Jika tanah di sekitar perakaran kering maka harus segera dilakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari. Tanaman disarankan untuk disemprot dengan air bersih jika terpercik tanah setelah hujan. Penyiraman bawang merah di dataran rendah bisa menggunakan parit seperti di daerah Brebes dan Nganjuk. Pada dataran tinggi, penyiraman biasa dilakukan hanya satu kali setiap hari. Pada petak pertanaman bawang merah di dataran tinggi biasanya digali sumur untuk keperluan penyiraman. Pengairan dapat juga menggunakan sprinkler.



(a)



(b)



Gambar 6. Sistem Irigasi (a) Parit (b) Sprinkler



3) Pemupukan susulan Berikut merupakan dosis pemupukan: a) Pemupukan susulan pertama (2 minggu setelah tanam/MST): - SP36 110 kg/ha - Urea 150 kg/ha - KCl 100 kg/ha b) Pemupukan susulan kedua (5 MST): - ZA 100 kg/ha - SP36 50 kg/ha - KCl 100 kg/ha



Gambar 7. Pemupukan



Jika bedengan menggunakan mulsa, pemupukan dilakukan dengan cara dikocor.



16



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



e. Pengendalian OPT sesuai dengan rekomendasi 1) Pengendalian gulma Penyiangan gulma sekaligus pembumbunan tanaman dilakukan agar tanaman bawang merah dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan menghasilkan umbi dengan kualitas yang diinginkan. 2) Pengendalian Hama a) Ulat Grayak/Ulat Bawang (Spodoptera exigua) Tabel 5. Hama Ulat Grayak/Ulat Bawang dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Daun berupa bercak berwarna putih transparan. Serangan lebih lanjut dapat menyebabkan daun terkulai dan mengering.



FAKTOR CUACA



Serangan muncul pada musim kemarau.



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman bukan inang. 2. Melakukan penanaman secara serentak. 3. Mengumpulkan kelompok telur dan ulat bawang, dikumpulkan dan dimusnahkan. 4. Untuk mengendalikan imago/klaper ulat bawang dapat menggunakan perangkap lampu (light trap) yang dipasang secara serentak pada satu hamparan. Light trap merupakan teknologi ramah lingkungan dan menghemat biaya. Light trap menggunakan tenaga listrik. 5. Menggunakan Spodoptera exigua Nuclear polihydrosis Virus (Se-NPV). 6. Menggunakan shading net. 7. Menggunakan insektisida berbahan aktif antara lain Beta-siflutrin, Deltametrin, Fenobukarb, Karbosulfan, Lambda-sihalotrin, Metomil. Chlorfenapir, Emmamectin, Abamektin, dan Spinoteramendure secara bijaksana.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



17



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



b) Thrips (Thrips sp.) Tabel 6. Hama Thrips dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Daun berubah menjadi putih keperakperakan. Pada serangan hebat, seluruh areal pertanaman berwarna putih dan akhirnya tanaman mati.



FAKTOR CUACA



Serangan hebat dapat terjadi pada suhu udara di atas normal serta kelembapan udara lebih dari 70%.



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Menggunakan insektisida. 2. Menggunakan cendawan Verticillium lecanii sebagai musuh alami. 3. Menggunakan pestisida nabati/alami yang terbuat dari daun sirsak dan deterjen (bahan: 50 – 100 lembar daun sirsak,15 g detergen/sabun colek, dan 5 L air).



Sumber: www.ilmubudidaya.com



4. Menggunakan pestisida buatan yakni insektisida kimia dicarzol 25SP (1 – 2 g/L air) atau dengan menggunakan Regent 50SC. 5. Dapat menggunakan insektisida dengan bahan aktif antara lain Abamektin, Klorpirifos, Piraklofos, Permetrin dan Kartap Hidroklorida.



c) Ulat Tanah (Agrotis ipsilon) Tabel 7. Hama Ulat tanah dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Serangan dilakukan pada malam hari. Dalam waktu semalam seekor ulat dapat merusak sejumlah tanaman dengan menyerang leher batang dengan memotongmotong bagian tersebut dan ditarik/dibawa ke tempat persembunyiannya.



18



FAKTOR CUACA



Serangan sering muncul pada musim kemarau.



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman bukan inang. 2. Melakukan pengolahan tanah sebaik-baiknya sehingga pupa maupun ulat mati terkena sinar matahari. 3. Memusnahkan ulat yang dijumpai di sekitar tanaman inang. 4. Menggunakan lampu perangkap seperti pengendalian pada ulat bawang. 5. Menggunakan insektisida berbahan aktif antara lain Karbosulfan.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Sumber: www.fac-pt.com



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



3) Pengendalian Penyakit a) Bercak Ungu (Alternaria porrii) Tabel 8. Penyakit Bercak Ungu dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Bercak melekuk pada daun, berwana putih atau kelabu, selanjutnya berupa cincin ungu/kelabu. Serangan berat menyebabkan umbi mengering dan berwarna gelap.



FAKTOR CUACA



Serangan sering kali muncul pada musim hujan dan kelembapan udara tinggi.



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman bukan inang. 2. Menggunakan benih yang bebas penyakit. 3. Drainase dijaga sebaik mungkin. 4. Jika terjadi hujan pada siang hari, tanaman disiram dengan air bersih untuk menghindari patogen. 5. Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan. 6. Dapat menggunakan fungisida dengan bahan aktif Benomil, Azoksistrobin, Fenarimol dan Mankozeb.



b) Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) Tabel 9. Penyakit Layu Fusarium dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Daun bawang menguning dan terpelintir layu serta tanaman akan mudah tercabut.



FAKTOR CUACA



Serangan sering kali muncul pada musim hujan dan kelembapan udara tinggi.



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman bukan inang. 2. Menggunakan benih yang bebas penyakit. 3. Menggunakan pupuk organik dengan penambahan agens hayati Gliocladium sp. atau Trichodherma. 4. Drainase dijaga sebaik mungkin.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



19



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



GEJALA SERANGAN



FAKTOR CUACA



PENGENDALIAN



GAMBAR



5. Menjaga tanaman/umbi jangan sampai terluka akibat perlakuan sewaktu pemeliharaan maupun panen. 6. Dapat menggunakan fungisida dengan bahan aktif antara lain Benomil, Mankozeb dan Propineb.



c) Antraknosa (Colletotrichum sp.) Tabel 10. Penyakit Antraknosa dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



Bercak putih pada daun yang terserang dengan ukuran antara 1 – 2 mm. Tanaman dapat mati mendadak karena daun bagian bawah pangkal mengecil, umbi mengering berwarna gelap



FAKTOR CUACA



Serangan sering kali muncul pada musim hujan dan kelembapan udara tinggi.



PENGENDALIAN



1. Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman bukan inang. 2. Menggunakan benih yang bebas penyakit. 3. Drainase dijaga sebaik mungkin. 4. Melakukan sanitasi dan pemusnahan tanaman sakit. 5. Apabila masih ditemukan gejala serangan, dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan. 6. Fungisida yang dapat digunakan adalah fungisida dengan bahan aktif antara lain Benomil, Metiram, Azoksistrobin + Difenokonazol, Mankozeb dan Propineb.



20



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



GAMBAR



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



d) Embun Bulu (Downy Mildew) Tabel 11. Penyakit Embun Bulu dan Pengendaliannya GEJALA SERANGAN



FAKTOR CUACA



Di dekat ujung daun berupa bercak hijau pucat. Terlihat bulu-bulu halus berwarna kelabu keunguan yang merupakan sporangiofor dan sporangium, kemudian seluruh daun menguning dan akhirnya mati.



Serangan sering kali muncul pada musim hujan di dataran tinggi



PENGENDALIAN



GAMBAR



1. Melakukan pergiliran tanaman. 2. Pemupukan dan pengairan yang tepat dan seimbang. 3. Menggunakan bibit yang sehat dan bebas penyakit. 4. Melakukan sanitasi dan pemusnahan tanaman sakit. 5. Perlakuan bibit sebelum tanam dengan mencelupkan bibit ke dalam larutan PGPR. 6. Dapat menggunakan fungisida dengan bahan aktif antara lain Tiram, Mankozeb, Propineb dan Benomil secara bijaksana.



Sumber: www.sedulurtani.com



f. Penerapan teknologi panen dan pascapanen: umur panen tepat, sortasi dari umbi yang rusak, pengeringan umbi, penyimpanan umbi dalam gudang bersih dan ventilasi yang baik. 1) Panen Mutu umbi bawang merah yang terbaik dapat diperoleh melalui penentuan saat panen yang tepat. Penentuan saat panen dilakukan dengan cara memantau atau melihat keadaan fisik tanaman untuk menentukan saat panen yang tepat. Waktu panen umbi untuk dataran rendah dilakukan pada umur 60 hari, pada dataran tinggi dilakukan pada umur 80 hari. Ciri-ciri fisik tanaman: a) 80% daun mengalami rebah dan menguning b) Leher batang kosong c) Umbi muncul ke atas permukaan tanah dan sudah berwarna merah d) Panen dilakukan setelah 75% daun bagian atas rebah. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman secara perlahan agar umbi tidak rusak atau tertinggal di dalam tanah. Panen dapat juga dibantu dengan alat seperti kayu atau bambu. Umbi yang telah dipanen dikumpulkan ke dalam keranjang atau karung yang kemudian diikat dengan tali dan diangkut ke tempat penyimpanan.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



21



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



Gambar 8. Pemanenan Bawang Merah



2) Pascapanen Kegiatan pascapanen yang baik diperlukan agar umbi siap disimpan atau dijual. Umbi yang baru dipanen perlu mengalami pelayuan dan pengeringan. Pelayuan dilakukan dengan cara menjemur umbi di bawah sinar matahari dengan menggunakan alas dari anyaman bambu (alas kepang) selama 2 – 3 hari.



Gambar 9. Pengeringan Bawang Merah Setelah Panen Sumber: Sumarni dan Hidayat, 2005



Jika tidak terdapat sinar matahari pada musim penghujan, umbi dapat dikering-anginkan selama 2 – 4 minggu sampai daun menjadi setengah kering. Pada saat pelayuan sebaiknya umbi tidak terkena matahari langsung sehingga hanya daun dan leher umbi yang layu. Pengeringan dilakukan dengan cara digantung di atas para-para dan dibalik setiap 2 hari. Setelah itu umbi dibersihkan dari kotoran seperti tanah, kerikil, rumput, akar dan kotoran lain yang masih menempel. Umbi disortir dengan cara memisahkan antara umbi yang berkualitas baik dengan umbi yang buruk (cacat fisik dan busuk). Ciri-ciri umbi berkualitas baik: a) Umbi yang bernas b) Tidak terdapat cacat fisik atau busuk pada permukaannya c) Berukuran seragam



22



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



Umbi yang berkualitas baik diikat menjadi satu kemudian ikatan diketuk atau dihentakkan dengan pelan untuk melepaskan kotoran yang masih menempel. Agar dapat digantung di para-para, dua ikat umbi yang berkualitas baik dan telah dibersihkan disatukan untuk kemudian digantung.



3) Penyimpanan dan pergudangan Dengan metode penggantungan, bawang merah dapat disimpan selama 2 bulan. Apabila petani menginginkan waktu penyimpanan lebih panjang, maka metode penyimpanan cold storage dapat dilakukan dengan periode penyimpanan selama 3 bulan. Apabila bawang merah memerlukan waktu penyimpanan lama, dapat menggunakan cold storage atau Control Atmosphere Storage (CAS). g. Supervisi kualitas bawang merah Bawang merah sangat mudah mengalami perubahan mutu seperti susut bobot, terkena jamur dan busuk yang dapat mempengaruhi kesegarannya. Untuk itu, supervisi kualitas harus dilakukan setiap minggu. Bawang yang rusak harus dibuang agar tidak menular ke bawang yang lainnya. Umbi disortir dengan cara memisahkan umbi yang berkualitas baik dengan umbi yang buruk (cacat fisik dan busuk). Umbi berkualitas baik memiliki ciri antara lain: bernas, tidak terdapat cacat fisik atau busuk pada permukaan, dan berukuran seragam. Apabila bawang merah disimpan untuk dijadikan benih, harus ditaburi kapur agar tidak berjamur. h. Pencatatan keuangan usahatani Untuk mengetahui jumlah pengeluaran dan pendapatan, perlu dilakukan pencatatan keuangan khususnya biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga pengeluaran dapat dikelola dengan baik. Untuk mempermudah pencatatan keuangan, petani dapat memanfaatkan aplikasi keuangan, misalnya Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK). 2.7.



Key Partners (Mitra Kunci) Key partners merupakan jaringan supplier dan kemitraan yang mendukung berjalanan model



bisnis bawang merah. a. Pemilik lahan, khususnya bagi petani yang menyewa lahan untuk menjalankan kegiatan produksinya. b. Produsen benih sangat penting karena jumlah penangkar benih masih terbatas. c. Pemasok sarana dan prasarana pertanian, termasuk pemasok pupuk organik yang sangat dibutuhkan untuk usahatani bawang merah. d. Penyuluh lapangan, untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan budidaya, pascapanen, dan pemasaran bawang merah. e. Kelompok tani, dapat menjadi sarana untuk pembelian input secara kolektif, manajemen budidaya, penerapan teknologi baru, pemasaran komoditi secara kolektif, dan perolehan bantuan dan subsidi dari pemerintah atau pihak lain.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



23



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



f. Koperasi, dapat membantu penyediaan input atau sarana prasarana produksi. g. Jasa distribusi dan transportasi, untuk mempercepat waktu distribusi hasil panen. h. Lembaga riset seperti Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran (Balitsa), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam inovasi budidaya maupun pascapanen, misalnya: 1) Mengembangkan teknologi inovasi di sektor hulu maupun hilir. 2) Melakukan kerja sama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan usaha dan pengembangan diri. i. Lembaga keuangan, menjadi sumber dana eksternal bagi petani untuk meningkatkan skala usahanya. j. Pemerintah pusat dan daerah berperan penting khususnya terkait kebijakan yang mendukung, misalnya sarana produksi, lahan, tenaga kerja, mesin dan peralatan, teknologi dan R&D, serta harga dan pemasaran. k. Badan pengelola sertifikasi benih menjadi partner kunci dikarenakan menentukan mutu benih yang dihasilkan. Kinerja lembaga ini menjadi penentu peningkatan produktivitas dan mutu komoditi bawang merah yang dihasilkan petani. 2.8.



Cost Structure (Struktur Biaya)



Untuk budidaya bawang merah, cost structure diasumsikan mencakup biaya yang dikeluarkan selama 1 musim untuk 1 hektar lahan. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya sewa lahan, biaya tenaga kerja (pengolahan lahan, pemeliharaan dan panen), biaya input produksi (benih, pupuk dan pestisida) dan biaya lainnya (transportasi, bunga, alat dan mesin). Teknologi yang disarankan bukanlah teknologi tertinggi, namun teknologi tepat guna yang terjangkau dan dapat diimplementasikan oleh petani bawang secara umum di Indonesia, antara lain: a. Penggunaan benih unggul bawang merah dalam bentuk umbi G1. b. Pengaplikasian PGPR. c. Penggunaan pestisida yang diminimalisir. d. Penanaman di musim kemarau. e. Tidak menggunakan mulsa dengan jarak tanam 15 x 20 cm.



Tabel 12. Struktur Biaya Budidaya Bawang Merah Segar



NO I



II A B



24



URAIAN PENERIMAAN Bobot panen TOTAL PENERIMAAN PENGELUARAN Sewa lahan Biaya Tenaga Kerja



SATUAN



JUMLAH SATUAN



kg



16.000



ha



1



HARGA SATUAN



JUMLAH



12.000



192.000.000 192.000.000



12.000.000



12.000.000



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



-



(%)



10.85



Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah - BAB 02



JUMLAH SATUAN



HARGA SATUAN



JUMLAH



(%)



10.000.000



10.000.000



9,04



HKW HKW HKP HKW HKP HKW HKW HKW



1 160 150 20 50 50 30 50 120



40.000 40.000 70.000 40.000 70.000 40.000 40.000 40.000



6.400.000 6.000.000 1.400.000 2.000.000 3.500.000 1.200.000 2.000.000 4.800.000 37.300.000



5,79 5,43 1,27 1,81 3,16 1,09 1,81 4,34 33,73



kg kg kg kg kg kg kg kg unit kg



1.000 10.000 250 160 150 200 50 20 1 10



40.000 500 2.500 3.000 12.000 15.000 15.000 20.000 5.000.000 100.000



40.000.000 5.000.000 625.000 480.000 1.800.000 3.000.000 750.000 400.000 5.000.000 1.000.000 58.055.000



36,17 4,52 0,57 0,43 1,63 2,71 0,68 0,36 4,52 0,90 52,50



paket 7%KUR paket



5 0,0146 1



400.000 50.000.000 500.000



2.000.000 730.000 500.000 3.230.000



1,81 0,66 0,45 2,92



NO



URAIAN



SATUAN



1 2 3 4 5 6 7 8 9



Pengolahan lahan Penyiangan Penanaman oleh wanita Penanaman oleh pria Penyiraman Penyemprotan Pemupukan Pemeliharaan Biaya panen, ikat+jemur Sub Total Biaya Input Produksi Beli umbi benih Pupuk kandang Urea/ZA TS/SP non subsidi NPK non subsidi KCl Kalium/Magnesium KNO3 Pestisida PGPR Sub Total Biaya Lainnya Transportasi Biaya bunga atau marjin Alat dan mesin Sub Total Total Pengeluaran KEUNTUNGAN Biaya rata-rata (Rp/kg) Rasio penerimaan/biaya (R/C)



borongan



C 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 D 20 21 22



110.585.000 81.415.000 6.911,56 1,73



Catatan penting: HKW = Hari Kerja Tenaga Wanita HKP = Hari Kerja Tenaga Pria Apabila petani menggunakan alat penyiraman sprinkler maka akan menambah biaya investasi dan operasional seperti biaya listrik. Kelebihannya yaitu dapat mengurangi biaya tenaga kerja penyiraman. Teknik penyiraman yang dilakukan dalam budidaya bawang merah merupakan optional atau pilihan yang disesuaikan dengan kemampuan personal dan kondisi lahan. Pada lahan dataran tinggi seperti di Kabupaten Enrekang, sebagian besar petani menggunakan sprinkler untuk irigasi tanaman.



Berdasarkan Tabel 5, bila diurut dari biaya yang terbesar, biaya dalam budidaya bawang merah sebagai berikut : a. Biaya input produksi yang terdiri dari benih, pupuk dan pestisida sebesar Rp58.055.000,- (52,50%). b. Biaya tenaga kerja sebesar Rp37.300.000,- (33,73%). c. Biaya sewa lahan sebesar Rp.12.000.000,- per musim tanam (10,85%).



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



25



BAB 02 - Pedoman Model Bisnis Budidaya Bawang Merah



d. Biaya lainnya yang terdiri dari biaya transportasi dan bunga pinjaman sebesar Rp3.230.000,- (2,92%). Biaya bunga pinjaman atau marjin sebesar Rp730.000,-. Penetapan bunga pinjaman dengan asumsi petani menggunakan KUR (Kredit Usaha Rakyat) sebesar Rp50.000.000,- yang harus dibayar dalam waktu satu musim, dengan bunga 7% pertahun. Beban bunga diasumsikan untuk 2,5 bulan (satu musim tanam) sehingga total bunga sebesar Rp730.000,-. Total biaya usahatani bawang merah per musim tanam per hektar sebesar Rp110.585.000,-. Dengan asumsi produktivitas per hektar 16 ton dan harga jual di level petani Rp12.000,-/kg, maka total penerimaan dapat mencapai Rp192.000.000,-. Dengan demikian, keuntungan per musim tanam per hektar Rp81.415.000,- dan Average Total Cost (ATC) atau biaya rata-rata Rp6.911,56,-/kg. Struktur biaya budidaya bawang merah didasarkan atas beberapa asumsi yaitu: a. Kapasitas produksi adalah 16 ton/ha umbi basah. b. Pada beberapa lokasi terdapat petani yang menggunakan sprinkler air untuk proses penyiraman. Penggunaan alat ini membutuhkan tambahan dana investasi namun dapat mengurangi biaya tenaga kerja pada proses penyiraman. Hal ini tergantung kondisi sumber air dan kebiasaan petani pada lokasi-lokasi tertentu. c. Perhitungan hanya merupakan penjualan bawang merah segar (konsumsi). d. Penjualan dilakukan di lokasi petani. Pembeli (biasanya pengepul desa) datang ke lahan dan mengangkut bawang merah petani (transportasi ditanggung pengepul). e. Biaya transportasi yang ditanggung petani hanya transportasi input. f. Harga-harga yang tercantum adalah harga pada bulan September 2019 dan di lokasi tertentu. Harga dapat berubah sewaktu-waktu. g. Pembelian satu paket light trap sebesar Rp500.000,- untuk digunakan selama 1 tahun (3 - 4 musim). Biaya ini dikategorikan biaya pestisida. 2.9.



Revenue Streams (Aliran Pendapatan)



Revenue streams (aliran pendapatan) menggambarkan seluruh pendapatan yang muncul akibat



implementasi model bisnis bawang merah. Pendapatan petani diperoleh dari penjualan bawang merah sehat dan berkualitas. Dengan asumsi menggunakan teknologi ideal, produktivitas sebesar 16 ton per ha, dan harga jual di level petani yaitu Rp12.000,-/kg, maka total penerimaan mencapai Rp192.000.000,-.



26



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



03



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



Halaman ini sengaja dikosongkan



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



Bisnis bawang merah goreng di Indonesia saat ini mulai berkembang baik skala kecil maupun besar. Rata-rata pelaku usaha bawang goreng merupakan UMKM. Pelaku usaha dapat menyuplai kebutuhan industri pangan olahan berskala besar untuk memproduksi bawang goreng sebagai pelengkap produk seperti mie instan.



Gambar 10. Beberapa Contoh Artikel Mengenai Bisnis Bawang Goreng Sumber: Kompas.com, finance.detik.com.



Prospek bisnis bawang goreng di Indonesia cukup baik, khususnya untuk meningkatkan nilai tambah bawang merah yang produksinya melimpah saat panen raya. Pengembangan industri pengolahan bawang merah dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani bawang dan masyarakat secara umum. Untuk itu adanya pedoman pengolahan bawang goreng yang mengacu kepada model bisnis kanvas secara umum, dapat memberikan gambaran dan manfaat yang jelas mengenai bisnis pengolahan bawang goreng.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



29



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



Berikut adalah Business Model Canvas ideal pengolahan bawang merah menjadi bawang goreng. KEY PARTNERS



KEY ACTIVITIES



1. Pemasok bawang merah segar 2. Pemasok bahan penolong, kemasan, peralatan dan mesin 3. Pendamping/ konsultan untuk adopsi teknologi 4. Jasa distribusi dan transportasi 5. Koperasi 6. BPOM dan lembaga sertifikasi halal 7. Lembaga keuangan 8. Pemerintah pusat dan daerah 9. Lembaga riset dan perguruan tinggi



1. Perencanaan bahan baku dan bahan penolong 2. Pembelian bawang merah segar di saat panen raya 3. Proses pengolahan dengan teknologi tepat guna 4. Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat 5. Pelatihan SDM untuk pengolahan 6. Pasca pengolahan: pengemasan, pelabelan, pengepakan 7. Supervisi kualitas bawang goreng 8. Pengelolaan keuangan



VALUE CO-CREATIONS Menghasilkan bawang goreng yang sehat dan berkualitas



1. Jaminan mutu bawang goreng 2. Adanya kontrak tertulis atau komitmen kedua belah pihak 3. Kemudahan metode pembayaran (tunai dan non-tunai) 4. Komunikasi yang baik dan tindak lanjut pengaduan



CUSTOMER SEGMENTS 1. Industri besar pangan 2. Ritel modern dan horeka 3. Rumah tangga 4. Sentra oleh-oleh 5. BUMD dan BUMDes



CHANNELS



KEY RESOURCES



1. Saluran pemasaran konvensional ke industri dan ritel 2. Internet dan media sosial (marketplace produk olahan) 3. Pameran tingkat regional maupun nasional



1. Bawang merah segar 2. Mesin dan peralatan yang tepat guna 3. Tenaga kerja 4. Permodalan 5. SOP Pengolahan



COST STRUCTURE 1. Biaya input dan kemasan 2. Biaya tenaga kerja 3. Biaya transportasi, pemasaran dan promosi 4. Biaya sertifikasi 5. Biaya lainnya (biaya alat dan mesin serta pemeliharaannya)



CUSTOMER RELATIONSHIPS



REVENUE STREAMS Penjualan bawang merah goreng



Gambar 11. Model Bisnis Kanvas Bawang Goreng



3.1.



Value Co-creations (Penciptaan Nilai) Value co-creations yang dimiliki pelaku usaha adalah menghasilkan bawang goreng yang sehat



dan berkualitas. Pengolah perlu menciptakan nilai bawang goreng sesuai segmen pelanggan yang dituju. Penciptaan nilai bawang goreng harus menunjukkan keunikan yang ditawarkan sebagai nilai jual produk, yaitu bawang goreng yang sehat dan tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. 3.2.



Customer Segments (Segmentasi Pelanggan)



Untuk memaksimalkan potensi penjualan pengolah, pengolah sebaiknya memiliki beberapa segmen konsumen, antara lain: industri besar pangan, ritel modern dan Horeka (Hotel, Restoran dan Katering), rumah tangga, sentra oleh-oleh, BUMD dan BUMDes. a. Industri besar pangan. Kerja sama dapat dilakukan melalui kontrak yang menyebutkan jumlah dan kualitas yang harus dipenuhi oleh produsen. 30



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



b. Ritel modern dan Horeka (Hotel, Restoran dan Katering). Kerja sama dapat dilakukan melalui kontrak yang menyebutkan jumlah, harga, frekuensi pengiriman produk, dan kualitas produk (termasuk sertifikasi produk misalnya BPOM atau sertifikasi halal). c. Rumah tangga. Dapat dijangkau dengan menjual produk ke toko, warung terdekat dan sentra oleh-oleh. d. Sentra oleh-oleh, dapat membantu memasarkan produk bawang goreng di wilayah sentra bawang merah. e. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan koperasi, dapat membantu pengolah memasarkan produk. 3.3.



Customer Relationships (Hubungan dengan Pelanggan)



Pelaku usaha harus berupaya menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan, baik pelanggan lama maupun calon pelanggan. Secara umum, yang harus dilakukan pengolah dalam rangka menjalin hubungan baik dengan pelanggan adalah layanan purna jual dan menjaga kesetiaan pelanggan. Untuk membina hubungan ini, pengolah perlu melakukan aktivitas atau pelayanan tertentu kepada pelanggan, misalnya: a. Jaminan mutu bawang goreng. b. Adanya kontrak tertulis atau komitmen dengan pelanggan dalam jangka waktu tertentu. c. Kemudahan metode pembayaran (tunai dan non tunai). Pengolah sebaiknya dapat melayani pelanggan yang membayar tunai maupun non-tunai. Penerapan sistem tunda bayar dapat dinegosiasikan dengan pelanggan. d. Komunikasi yang baik dan tindak lanjut pengaduan konsumen. Komunikasi langsung dengan konsumen akhir dapat menjadi evaluasi kualitas produk maupun pelayanan yang diberikan. 3.4.



Channels (Saluran)



Untuk mengenalkan dan mendistribusikan produk bawang goreng kepada konsumen, pengolah memerlukan media atau saluran yang tepat. Agar mendapatkan pelanggan potensial lebih banyak, saluran-saluran yang dapat dikembangkan antara lain: a. Memasarkan secara langsung (konvensional) ke industri dan ritel. b. Memanfaatkan internet (marketplace) dan media sosial (Instagram, Twitter, Facebook, dan lain-lain) untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan penjualan. c. Ikut serta dalam kegiatan pameran tingkat regional maupun nasional, untuk memperkenalkan produk kepada calon pelanggan. 3.5.



Key Resources (Sumber Daya Kunci) Key resources menggambarkan aset-aset terpenting yang menentukan keberhasilan model bisnis



pengolahan bawang goreng. Aset-aset tersebut tidak hanya fisik, namun juga hal-hal seperti kemitraan dengan pemasok atau pelanggan, pengetahuan, dan sebagainya.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



31



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



a. Pasokan bawang merah segar berkualitas sesuai kebutuhan. b. Mesin dan peralatan dengan teknologi tepat guna dan sesuai dengan skala usaha. c. Tenaga kerja yang terampil dalam teknologi pengolahan. Tenaga kerja dapat diberi pelatihan pengetahuan dan keterampilan untuk mengoperasikan teknologi pengolahan secara efektif dan efisien. d. Modal usaha, dapat bersumber dari modal pribadi atau pinjaman dari lembaga keuangan formal (bank). Modal diperlukan untuk meningkatkan skala usaha, misalnya dengan membeli peralatan dan mesin yang lebih besar atau menerapkan teknologi baru. e. Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan untuk menghasilkan bawang goreng yang berkualitas dan memenuhi Good Manufacturing Processing (GMP). 3.6.



Key Activities (Aktivitas Kunci) Key activities merupakan kegiatan inti yang menentukan keberhasilan model bisnis pengolahan



bawang goreng. Berikut ini adalah aktivitas-aktivitas yang perlu dilaksanakan oleh para pengolah bawang goreng agar bisnisnya berjalan dengan baik: a. Perencanaan bahan baku dan bahan penolong Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan bahan baku dan bahan penolong: 1) Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku utama adalah bawang merah segar kualitas dua. Selain lebih murah, ukuran bawang merah tidak berpengaruh karena akan diiris dengan mesin perajang. Bahan penolong yang dibutuhkan dalam proses produksi bawang goreng adalah tepung tapioka atau tepung gaplek. 2) Tenaga Listrik dan Air Listrik sangat dibutuhkan untuk pengolahan bawang goreng, karena proses produksi bawang goreng menggunakan berbagai mesin yang membutuhkan daya cukup besar. Jika listrik padam, pengolahan harus tetap dilakukan dengan menggunakan generator. Selain listrik, pengolahan bawang goreng juga membutuhkan air untuk proses pencucian bawang merah. Air dapat berasal dari sumber PDAM dan sumur. Sumber air dari PDAM digunakan untuk pencucian bawang merah, sedangkan air sumur digunakan pada proses perendaman bawang merah. 3) Tenaga Kerja Jumlah karyawan disesuaikan dengan skala usaha. Jenis pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga, seperti pengayakan, pengirisan, pencucian, penggorengan, dan pencampuran dikerjakan oleh karyawan laki-laki. Sedangkan pekerjaan seperti sortasi bawang merah, sortasi bawang goreng dan pengemasan dikerjakan oleh karyawan perempuan. 4) Fasilitas Infrastruktur Akses jalan yang bagus dapat memperlancar jalannya usaha pengolahan bawang goreng, misalnya mempermudah pemasok mengirim bahan baku dan mempermudah pengiriman bawang goreng. 5) Hukum dan Peraturan Pemerintah Idealnya, kegiatan usaha telah memperoleh izin usaha. Kegiatan usaha pengolahan bawang goreng harus didukung oleh Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Dinas Perdagangan.



32



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



6) Sikap Masyarakat Usaha pengolahan bawang goreng dapat berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, karena dapat menyerap tenaga kerja. 7) Skala Produksi Skala produksi menunjukkan jumlah produksi yang dilakukan untuk mencapai keuntungan optimal. Skala produksi harus disesuaikan dengan kapasitas mesin dan permintaan. b. Pembelian bawang merah segar di saat panen raya dalam kuantitas lebih banyak untuk menjaga kualitas dan harga terjangkau. c. Proses pengolahan dengan teknologi tepat guna Proses produksi bawang goreng melalui beberapa tahap mulai dari pemilihan bahan baku hingga proses pengemasan.



Bawang Merah Pengayakan bawang merah dan sortasi Perendaman bawang merah Pencucian bawang merah Pengurangan air hasil pencucian pada bawang merah dan sortasi Pengirisan bawang merah Pencampuran bawang merah sebagai pelengkap Penggorengan bawang merah Pengurangan kadar minyak pada bawang goreng Pengayakan bawang goreng Pengemasan tepung dan kulit bawang



Pengecekan logam



Pengecekan



Penggilingan bawang Sortasi manual Pengemasan



Gambar 12. Proses Produksi Bawang Goreng



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



33



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



1) Memilih bahan baku bawang merah dengan prinsip FIFO (First In First Out). Bawang merah yang pertama masuk gudang penyimpanan akan diolah terlebih dahulu. 2) Bawang merah yang telah dipilih selanjutnya diayak. 4) Setelah diayak, bawang merah disimpan pada meja sortasi untuk memisahkan kotoran, akar bawang, dan daun yang menempel pada bawang merah. 5) Setelah disortir, bawang merah dimasukkan ke dalam bak perendam, agar kulit yang menempel keras pada bawang merah bisa mudah terkelupas. 6) Bawang merah yang sudah direndam kemudian dimasukkan ke dalam mesin pencuci bawang merah. 7) Setelah melewati tahap pencucian, bawang merah dialirkan pada sebuah bak penampungan, kemudian dimasukkan ke dalam spinner agar air yang ada pada bawang merah dapat berkurang. 8) Bawang merah disimpan pada bak penampungan, kemudian diiris dengan menggunakan mesin pengiris bawang. 9) Bawang iris kemudian dicampur dengan bahan baku lainnya, seperti tepung tapioka atau tepung gaplek dengan komposisi yang sesuai (10 – 50 gram untuk 1 kg bawang merah). Bawang merah jenis Bima Brebes memiliki nisbah tepung lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya, karena mengandung lebih banyak air. Untuk jenis ini, tepung yang digunakan sebanyak 50 gram untuk 1 kg bawang merah. Pencampuran bahan baku dilakukan pada mesin pengaduk. Sebelum dicampur dengan bawang merah iris, tepung tapioka atau tepung gaplek diayak terlebih dahulu dengan mesin pengayak. 10) Bawang yang sudah dicampur tepung tapioka atau tepung gaplek ditampung di meja dan diangkut ke penggorengan. 11) Setelah digoreng, bawang ditiriskan dan dimasukkan ke dalam spinner kemudian didinginkan. 12) Bawang goreng yang telah dingin dimasukkan ke dalam plastik kemasan 20 kg. Bawang goreng yang sudah dikemas disebut Work in Process (WIP), artinya baru melewati setengah dari seluruh proses produksi yang harus dilalui. WIP disimpan dalam gudang penyimpanan maksimal satu bulan. 13) Selanjutnya, memilih bawang goreng WIP dengan prinsip FIFO untuk dilakukan pengayakan dengan mesin pengayak. Terdapat empat jenis produk yang dihasilkan dari proses pengayakan, yaitu tepung bawang, kulit bawang, bawang goreng besar dan bawang goreng bagus. Tepung dan kulit bawang dikemas dalam plastik 20 kg, bawang goreng ukuran besar dimasukkan dalam mesin crusher, sedangkan bawang bagus dimasukkan ke dalam mesin metal detector. 14) Pada mesin metal detector, ketika ada logam yang terdeteksi maka bawang goreng akan terpisah secara otomatis. Bawang yang terdapat logam kemudian diproses pada mesin metal detector kedua, untuk memisahkan logam dari bawang goreng. Bawang goreng yang sudah bersih dari logam dimasukkan ke dalam plastik ukuran 20 kg. 15) Setelah melewati metal detector, dilakukan sortasi manual pada bawang goreng untuk memisahkan bawang goreng dari benda asing lainnya dan memisahkan bawang yang hangus. 16) Tahap yang terakhir adalah pengemasan bawang goreng dalam plastik 6 kg. Setelah dikemas, setiap dus bawang goreng diberi tanggal produksi dan kedaluwarsa.



34



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



Proses produksi bawang goreng mengacu pada proses produksi skala industri sehingga alat-alat yang digunakan bervariasi. Untuk industri skala kecil atau rumah tangga, dapat dilakukan dengan lebih sederhana. d. Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat 1) Pemilihan teknologi dan peralatan Saat ini, teknologi dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi bawang goreng cukup lengkap, antara lain: mesin pengayak bawang merah, mesin pengayak tepung, mesin pengayak bawang goreng, mesin perajang, mesin pencuci, mesin pengaduk, konveyor, mesin metal detector, spinner, mesin crusher, sealer, timbangan digital, timbangan manual, blower, tape dispenser dan troli. Tabel 13. Teknologi dan Peralatan yang Digunakan dalam Proses Produksi Bawang Goreng



NO



NAMA TEKNOLOGI



KETERANGAN



1



Mesin Pengayak



Berfungsi untuk memisahkan tanah yang menempel pada bawang merah. Mesin ini dapat memisahkan kulit bawang merah yang mudah lepas. Kapasitas mesin 100 – 150 kg/jam.



2



Mesin Pencuci Bawang Merah



Berfungsi untuk membersihkan bawang merah dari kulit dan kotoran dengan menggunakan air mengalir. Kapasitas mesin pencuci bawang merah 600 kg/jam.



3



Spinner



Berfungsi mengurangi air hasil pencucian. Selain itu, spinner juga berfungsi untuk meniriskan minyak pada bawang goreng. Kapasitas spinner 10 kg per proses.



4



Mesin Pengaduk



Mesin ini berfungsi mencampur tepung tapioka atau tepung gaplek dengan bawang merah yang sudah dicacah. Kapasitas mesin sebesar 400 kg/ jam.



GAMBAR



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



35



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



NAMA TEKNOLOGI



NO



KETERANGAN



5



Mesin Crusher



Mesin crusher berfungsi untuk menghaluskan atau mengecilkan ukuran bawang goreng yang tertahan pada mesh tiga. Kapasitas mesin crusher 600 kg/jam.



6



Mesin Perajang



Mesin perajang berfungsi untuk mencacah bawang merah. Kapasitas mesin perajang 20 – 50 kg/jam.



7



Metal Detector



Metal detector S+S berfungsi untuk mendeteksi berbagai macam logam. Kapasitas metal detector 100 kg/jam.



8



Kompor



Berfungsi untuk menggoreng adonan bawang merah dengan tepung tapioka atau tepung gaplek. Terdapat penyusutan pada proses penggorengan, sehingga bawang goreng yang dihasilkan hanya sekitar 10 – 12 kg.



GAMBAR



Sumber Gambar: Devi FD/Skripsi/IPB (2015)



2) Layout Layout merupakan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas untuk mendukung efisiensi



produksi. Ruangan untuk proses produksi antara lain meliputi: ruang pengayakan bawang merah, sortasi bawang merah, perendaman bawang merah, pencucian bawang merah, pengurangan air pada bawang merah, pengirisan bawang merah, pengadonan, pengayakan tepung, penggorengan bawang merah, pengurangan kadar minyak, pengayakan bawang goreng, sortasi metal detector, sortasi



36



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



manual, dan pengemasan. Selain itu dibutuhkan juga ruangan penunjang (penyimpanan gas, penyimpanan tepung gaplek dan tepung tapioka, penyimpanan bawang merah, penyimpanan bawang goreng WIP dan bawang goreng jadi atau final goods (FG)), ruang tamu, ruang loker karyawan, toilet, mushola, ruangan manajer operasional dan manajer produksi, dan ruangan pemilik perusahaan. Penempatan mesin dan peralatan disusun berdasarkan urutan proses produksi bawang goreng. Mesin yang dibutuhkan adalah mesin pengayak bawang merah, kompor, pencuci bawang merah, spinner, pengiris bawang merah, pengadonan, mesin pengayak bawang goreng, crusher, metal detector, timbangan, dan sealer. e. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia terkait teknologi pengolahan. Beberapa kompetensi SDM yang perlu ditingkatkan antara lain higienitas produksi, prosedur operasional mesin dan peralatan, dan pengemasan. f. Kegiatan pasca pengolahan seperti pengemasan, pelabelan, dan pengepakan produk, terutama bagi pengolah skala kecil yang memasarkan produk dalam volume kecil. Bagi pengolah skala besar, kegiatan lebih banyak pada pengemasan dan distribusi. Pengemasan bawang goreng dilakukan dalam plastik 6 kg, kemudian disegel dan dimasukkan ke dalam kardus, untuk selanjutnya diberi tanggal produksi dan kedaluwarsa. g. Supervisi kualitas bawang goreng, dilakukan oleh lembaga terkait untuk memeriksa kualitas dan standar mutu tertentu untuk mendapatkan sertifikasi. Contoh: izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), izin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan sertifikasi halal. h. Pengelolaan keuangan, perlu dilakukan secara baik dan transparan sehingga dapat dialokasikan untuk keperluan produksi dan sesuai target. Pencatatan seluruh biaya yang dikeluarkan dan pendapatan harus dilakukan untuk mengetahui laba/rugi yang dihasilkan. Sebagai contoh, biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong, biaya transportasi, gaji karyawan, dan biaya bunga (apabila mendapatkan kredit dari perbankan). Untuk mempermudah pencatatan keuangan, dapat memanfaatkan aplikasi keuangan, misalnya Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK). 3.7.



Key Partners (Mitra Kunci) Key partners mendeskripsikan jaringan pemasok dan kemitraan yang membuat model bisnis



bawang goreng dapat berjalan. Berikut ini adalah mitra kunci yang perlu dimiliki oleh pengolah dalam menjalankan kegiatannya untuk mencapai kondisi yang optimal. a. Pemasok bawang merah segar (petani, kelompok tani, atau gabungan kelompok tani). Kemitraan menjadi kunci utama kontinuitas pasokan bawang merah segar bermutu sesuai dengan kebutuhan. b. Pemasok bahan penolong, kemasan, peralatan dan mesin. Untuk meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas bawang goreng, diperlukan mesin dan peralatan pengolahan dengan teknologi tepat guna dan sesuai dengan kapasitas/skala usaha. c. Pendamping/konsultan untuk penyuluhan dan adopsi teknologi (teknologi proses pengolahan, teknologi mutu, dan sebagainya).



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



37



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



d. Jasa distribusi dan transportasi. Pengolah dapat menjalin kerja sama dengan penyedia jasa distribusi dan transportasi sehingga dapat menghemat biaya dan waktu distribusi. e. Koperasi, dapat menjadi mitra untuk pengadaan bahan baku, modal/pinjaman, pemasaran produk, maupun pertukaran informasi. f. Lembaga sertifikasi atau perizinan untuk melakukan supervisi kualitas, serta mengeluarkan izin dan sertifikasi. Misalnya: Dinas Kesehatan (izin PIRT), BPOM (izin edar), dan lembaga sertifikasi halal. g. Lembaga keuangan untuk mendukung pengembangan skala usaha pengolahan melalui penyediaan modal/pinjaman, misalnya untuk membeli peralatan dan mesin dengan kapasitas yang lebih besar. h. Pemerintah pusat dan daerah, melalui kebijakan atau penyelenggaraan kegiatan yang mendukung pelaku usaha, misalnya pelatihan dan pemberian bantuan mesin. i. Lembaga riset dan perguruan tinggi, dapat memberikan dukungan secara tidak langsung untuk pengembangan inovasi dan teknologi. 3.8.



Cost Structure (Struktur Biaya)



Untuk produksi bawang goreng skala industri, cost structure diasumsikan mencakup biaya yang dikeluarkan selama satu bulan dengan kapasitas usaha 500 kg bawang goreng per bulan. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari : a. Biaya input dan kemasan. Biaya input dan kemasan terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya kemasan dan biaya penunjang (air dan listrik). Biaya produksi dan kemasan dapat mempengaruhi harga pokok penjualan produk bawang goreng. b. Biaya tenaga kerja, untuk menggaji karyawan yang melakukan pengolahan/pembuatan bawang goreng. c. Biaya transportasi, pemasaran dan promosi. Dalam memasarkan bawang goreng, pengolah memerlukan biaya transportasi, pemasaran dan promosi. Umumnya pengolah tidak memperhitungkan biaya transportasi, karena menggunakan kendaraan pribadi untuk membeli bahan baku dan pemasaran bawang goreng. d. Biaya pengujian dan sertifikasi. Biaya ini diperlukan sebagai jaminan mutu untuk meningkatkan daya saing produk. e. Biaya lainnya, biaya ini terdiri dari biaya alat dan mesin serta biaya pemeliharaannya. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan cost structure adalah a. Skala usaha bawang goreng dalam skala industri adalah 500 kg bawang goreng per bulan. Untuk bawang goreng tepung, perbandingan bahan baku dan hasil adalah 3:1, sehingga untuk menghasilkan 500 kg bawang goreng per bulan membutuhkan bahan baku bawang merah segar sebanyak 1,5 ton bawang merah segar.



38



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng - BAB 03



b. Harga yang disebutkan berlaku pada saat kajian dilakukan (September, 2019). Harga dapat berubah sewaktu-waktu dan di lokasi tertentu. Tabel 14. Struktur Biaya Bawang Goreng Skala Industri per Bulan



NO I



II A 1 2 3 4 5 6 7 8 B C D E 1 2



URAIAN PENERIMAAN Penjualan bawang goreng Total PENERIMAAN PENGELUARAN Biaya produksi dan kemasan Bawang merah Tepung gaplek Minyak goreng Gas Kardus Kemasan 1 kg Listrik Air Sub Total Biaya tenaga kerja



SATUAN



JUMLAH SATUAN



kg



500



kg kg liter tabung pcs pcs paket paket



Biaya transportasi, pemasaran, dan promosi Biaya Sertifikasi Biaya lainnya Biaya alat dan mesin Biaya pemeliharaan mesin Sub Total Total PENGELUARAN KEUNTUNGAN Biaya rata-rata (Rp/kg) Rasio penerimaan/biaya (R/C)



HARGA SATUAN



JUMLAH



(%)



140.000



70.000.000 70.000.000



1.500 229 512 21 96 500 1 1



12.000 9.800 12.000 160.000 11.000 1.000 1.000.000 750.000



paket



1



3.000.000



18.000.000 2.244.200 6.144.000 3.360.000 1.056.000 500.000 1.000.000 750.000 33.054.200 3.000.000



46,40 5,78 15,84 8,66 2,72 1,29 2,58 1,93 85,20 7,73



paket



1



1.000.000



1.000.000



2,58



paket



1



22.222



22.222



0,06



paket paket



1 1



1.419.597 300.000



1.419.597 300.000 1.719.597 38.796.019 31.203.981 77.592 1,80



3,66 0,77 4,43 100,00



Berdasarkan Tabel 14, bila diurut dari biaya yang terbesar, biaya dalam bisnis bawang goreng sebagai berikut: a. Biaya produksi dan kemasan yang terdiri dari biaya bahan baku, bahan penolong, kemasan dan biaya penunjang (air dan listrik) sebesar Rp33.054.200,- (85,2%). b. Biaya tenaga kerja sebesar Rp3.000.000,- (7,73%). c. Biaya lainnya (biaya alat dan mesin serta pemeliharaannya) sebesar Rp1.719.597,- (4,43%). d. Biaya transportasi, pemasaran dan promosi sebesar Rp1.000.000,- (2,58%). e. Biaya sertifikasi sebesar Rp22.222,-.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



39



BAB 03 - Pedoman Model Bisnis Bawang Goreng



Total biaya usaha bawang goreng dalam skala 500 kg per bulan adalah sebesar Rp38.796.019,-. Dengan asumsi harga jual bawang goreng Rp140.000,-/kg, maka total penerimaan dapat mencapai Rp70.000.000,-. Dengan demikian, keuntungan per bulan Rp31.203.981,- dan Average Total Cost (ATC) atau biaya rata-rata Rp77.592,-/kg. 3.9.



Revenue Streams (Aliran Pendapatan) Revenue



streams



menggambarkan



seluruh



pendapatan



yang



muncul



sebagai



akibat



dioperasikannya model bisnis pengolahan bawang goreng. Dalam industri bawang goreng, produk utama yang memberikan pendapatan adalah penjualan bawang goreng. Untuk skala industri, dengan produksi 500 kg bawang goreng/bulan dengan harga jual Rp140.000,-/kg, maka penerimaan yang dihasilkan sebesar Rp70.000.000,-/bulan, sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp31.203.981,-.



40



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Daftar Pustaka



Halaman ini sengaja dikosongkan



Daftar Pustaka



DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. 2019. “Model Bisnis dan Strategi Pengembangan Komoditas Bawang Merah dan Cabai”. Bank Indonesia. Osterwalder, A., & Pigneur, Y. 2004. “An Ontology for e-Business Models." in Value Creation from E-Business Models. W. Currie, Butterworth-Heinemann: Oxford.



Vargo, S.L., & Lusch, R.F. 2006. ‘Service-dominant Logic: What It Is, What It Is Not, What It Might Be’, in. S. L. Vargo and R. F. Lusch (eds) The Service-dominant Logic of Marketing. Dialog, Debate, and Directions, pp. 43–56. M.E. Sharpe, Armonk: New York.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



43



Halaman ini sengaja dikosongkan



Lampiran



LAMPIRAN • Lampiran Standar Nasional Indonesia (SNI) Bawang Merah : SNI 3159:2013 Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan ketentuan tentang mutu dan higienitas pada bawang merah (Allium cepa var ascalonicum) famili Alliaceae untuk konsumsi.



2. Acuan normatif Untuk acuan normatif tidak tertanggal berlaku edisi terakhir (termasuk revisi dan atau amandemennya). • SNI 0428, Petunjuk pengambilan contoh padatan • SNI 2896, Cara uji logam dalam makanan • SNI 4866, Cara uji arsen dalam makanan • SNI 7313:2008, Batas maksimum residu pestisida hasil petanian • SNI 7387:2009, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan • SNI CAC/RCP 1:2011, Rekomendasi Nasional Kode Praktik-Prinsip umum higiene pangan • CODEX STAN 1-1985, Amd 2010, Codex general standar for labelling of prepackage food • CAC/GL 21-1997, Principles for the establishment and application of microbiological criteria for food • CAC/RCP 44-1995, Amd. 1-2004, Recommended international code of practice for packaging and transport of tropical fresh fruit and vegetables



• CAC/RCP 53-2003, Code of hygienic practice for fresh fruits and vegetables • OECD, 2005. Guidance on objective tests to determine quality of fruits and vegetables and dry and dried produce



• Pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, 2006 3. Istilah dan definisi 3.1. Bawang merah Umbi lapis tanaman bawang merah (Allium cepa var ascalonicum) yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar, sehat dan bersih. 3.2. Bau asing Aroma dan rasa yang menyimpang selain khas bawang merah.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



45



Lampiran



3.3. Bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrem Umbi bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang mencolok dalam penyimpanan. 3.4. Bebas dari kelembapan eksternal yang berlebihan Umbi bebas dari penyimpanan pada lingkungan yang mengalami perubahan kelembapan sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan kerusakan fisik atau kimia buah. 3.5. Devitalisasi Suatu prosedur yang dilakukan agar tumbuhan atau hasil tumbuhan tidak mampu berkecambah, tumbuh atau bereproduksi. 3.6. Diameter umbi Garis tengah (horizontal) dari potongan umbi secara melintang sesuai dengan teknik pengujian. 3.7. Karakteristik varietas Bawang merah dalam satu kemasan yang terdiri atas satu macam varietas sesuai dengan deskripsi varietas. 3.8. Kerusakan umbi Umbi yang mengalami kerusakan atau cacat yang disebabkan oleh fisiologis, biologis atau mekanis. 3.9. Keseragaman ukuran Bawang merah yang mempunyai kesamaan varietas, asal produksi, mutu dan ukuran. 3.10. Kotoran Semua bahan bukan bawang merah atau benda asing lainnya yang menempel pada umbi atau berada dalam kemasan. Catatan : bahan penyekat/pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran 3.11. Kriteria panen Kondisi perkembangan pertanaman umbi siap panen, misalnya: batang sudah kering, pangkal daun lemas, umbi tampak di permukaan. 3.12. Pengkelasan Penggolongan bawang merah berdasarkan kelas mutu. 4. Pengkelasan Bawang merah diklasifikasi dalam 3 (tiga) kelas mutu yaitu: a. Kelas super; b. Kelas 1; c. Kelas 2.



46



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Lampiran



5. Persyaratan mutu 5.1. Persyaratan umum Untuk semua kelas bawang merah, persyaratan umum yang harus dipenuhi adalah : a. Umbi sehat dan utuh; b. Penampilan segar; c. Padat (firm); d. Layak konsumsi; e. Bersih, bebas dari kotoran; f. Bebas dari hama dan penyakit; g. Bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrem; h. Bebas dari kerusakan karena kelembapan yang berlebihan; i. Bebas dari bau asing; j. Bentuk, warna, dan rasa sesuai karakteristik varietasnya; k. Memenuhi ketentuan devitalisasi (panjang tangkai umbi minimum 2 cm dari leher umbi dan umbi bebas dari tunas dan akar); l. Umbi dipanen setelah memenuhi kriteria panen sesuai karakteristik varietas dan lokasi tanam. 5.2 Persyaratan khusus Persyaratan khusus bawang merah seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu bawang merah KELAS MUTU



PERSYARATAN



Kelas Super



Bebas dari kerusakan



Kelas 1



Kerusakan 10% dari jumlah



Kelas 2



Kerusakan 15% dari jumlah



6. Ketentuan mengenai ukuran Kode ukuran ditentukan berdasarkan diameter umbi dengan minimum diameter 1,5 cm, sesuai Tabel 2. Tabel 2. Kode ukuran berdasarkan diameter umbi untuk semua kelas mutu KODE UKURAN



DIAMETER UMBI (CM)



1



>2,5



2



>2-2,5



3



1,5-2



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



47



Lampiran



7. Ketentuan mengenai toleransi Toleransi yang diberikan untuk mutu dan ukuran yang ditetapkan harus tertera pada setiap kemasan (atau kemasan curah) untuk menghindari ketidaksesuaian kelas mutu. Toleransi mutu dan ukuran bawang merah tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Batas toleransi



KELAS MUTU



TOLERANSI MUTU



Kelas super



5%



Kelas 1



10%



Kelas 2



15%



UKURAN



10%



8. Ketentuan mengenai penampilan 8.1. Keseragaman Isi setiap kemasan umbi bawang merah harus seragam, baik varietas, asal produksi, mutu dan ukuran. 8.2. Pengemasan Bawang merah dikemas dalam karung jaring sesuai dengan CAC/RCP 44-1995, Amd. 1-2004. Kemasan harus bermutu bersih, berventilasi dan tahan selama pengangkutan, distribusi dan menjaga kesegaran umbi bawang merah. Kemasan harus bebas dari bahan dan benda asing untuk menjamin kesesuaian penanganan dan pengiriman untuk mempertahankan mutu. 9. Penandaan dan pelabelan 9.1. Kemasan eceran Penandaan dan pelabelan pada kemasan harus memenuhi standar kemasan CODEX STAN 1-1985, Amd 2010. Apabila isi kemasan tidak tampak dari luar, maka kemasan harus diberi label yang berisi informasi mengenai nama umbi dan ditulis sebagai nama varietas. 9.2. Kemasan bukan eceran Setiap wadah kemasan harus menggunakan tulisan pada sisi yang sama, mudah dibaca dan tidak dapat dihapus serta tampak dari luar atau ditunjukkan pada dokumen yang menyertai pengiriman barang. Untuk umbi bawang merah yang diangkut dalam bentuk curah, label harus ditunjukkan pada dokumen yang menyertainya.



48



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



Lampiran



Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan: a. Nama varietas umbi bawang merah b. Nama dan alamat perusahaan eksportir/importir, pengemas dan/atau pengumpul c. Asal umbi bawang merah d. Kelas mutu e. Ukuran (kode ukuran atau kisaran bobot dalam gram) f. Berat umbi bawang merah 10. Rekomendasi 10.1. Logam berat Bawang merah harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum cemaran logam berat sesuai dengan SNI 7387:2009. 10.2. Residu pestisida Bawang merah harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum residu pestisida sesuai dengan SNI 7313:2008. 11. Higienis Bawang merah dianjurkan untuk memenuhi syarat higienis sesuai prinsip dasar higienis makanan (SNI CAC/RCP 1:2011, CAC/RCP 53-2003) atau ketentuan lainnya yang relevan. Bawang merah harus memenuhi syarat mikrobiologi sesuai dengan ketentuan standar mikrobiologi untuk makanan (CAC/GL 21-1997) atau ketentuan lain yang relevan. 12. Metode pengambilan contoh Pengambilan contoh dilakukan sesuai SNI 0428 dan dilakukan oleh petugas pengambil contoh yang kompeten. 13. Metode pengujian 13.1. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik dalam ketentuan ini dilakukan secara visual sesuai dengan OECD, 2005. 13.2. Uji residu pestisida Pengujian residu pestisida dalam ketentuan ini harus sesuai dengan pedoman pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian. 13.3. Uji cemaran logam berat Pengujian cemaran logam berat dalam ketentuan ini harus sesuai dengan SNI 2896 dan SNI 4866.



DEPARTEMEN PENGEMBANGAN UMKM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN - BANK INDONESIA



49