Pedoman Pedoman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGELOLAAN TEMPAT PENCUCIAN LINEN (LAUNDRY) by Healthcare and Hospital Consultant



Pengertian Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan mesin setrika.



Persyaratan 1. Suhu air panas untuk pencucian 70oC dalam waktu 25 menit atau 95oC dalam waktu 10 menit. 2. Penggunaan jenis deterjen dan disinfektan untuk proses pencucian yang ramah lingkungan agar limbah cair yang dihasilkan mudah terurai oleh lingkungan. 3. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung 6 x 10 3 spora spesies Bacillus per inci persegi.



Tata Laksana 1. Di tempat laundry tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang memadai, air panas untuk disinfeksi dan tersedia disinfektan. 2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda. 3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non infeksius. 4. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. 5. Laundry harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen. 6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus mengikuti persyaratan dan tatalaksana yang telah ditetapkan. 7. Perlakuan terhadap linen:



8. Pengumpulan, dilakukan : 



Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastik sesuai jenisnya serta diberi label.







Menghitung dan mencatat linen di ruangan.



Penerimaan  



Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan non infeksius. Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.



Pencucian  



Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan disinfektan. Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah, dan muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan disinfektan.







Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya. Pengeringan, Penyetrikaan dan Penyimpanan







Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya.







Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.







Pintu lemari selalu tertutup.



Distribusi Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.



Pengangkutan







Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor. Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan disinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.







Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.







Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.











Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus menggunakan mobil khusus.



Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis B.



Pengelolaan Limbah Rumah Sakit by Healthcare and Hospital Consultant



Pengertian 1. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. 2. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. 3. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah Sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. 4. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. 5. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. 6. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik. 7. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.



8. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. 9. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. 10. Minimisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle).



Persyaratan Limbah Medis Padat Minimisasi Limbah  Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.  Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. 



Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.







Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.



Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang  



Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.







Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.







Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.







Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi sesuai Tabel I.10 Untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.



Tabel I.10 Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali



Metode Sterilisasi



Suhu



· Sterilisasi dengan panas 160ºC



-Sterilisasi kering dalam oven “Poupinel”



Waktu Kontak



120 menit



170ºC 60 menit 121ºC 30 menit



-Sterilisasi basah dalam otoklaf · Sterilisasi dengan bahan kimia –Ethylene oxide (gas) –Glutaraldehyde (cair)



3-8 jam 50ºC-60ºC 30 menit –











Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel I.10. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label seperti pada Tabel I.10







Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.







Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”.



Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di Lingkungan Rumah Sakit



 



Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.



Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit  



Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat. Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.



Pengolahan dan Pemusnahan 



Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.







Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan



Limbah Non Medis Padat Pemilahan dan Pewadahan  



Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam. Tempat pewadahan 1. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang “domestik” warna putih. 2. Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian lalat. 3. Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan







Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.







Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.



Pengolahan dan Pemusnahan



Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.



Limbah Cair Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep–58/MENLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.



Limbah Gas Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.



Tata Laksana Limbah Medis Padat Minimisasi Limbah 



Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.







Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.







Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.







Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.







Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.







Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.







Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.







Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.







Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.



Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang 











Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Tempat pewadahan limbah medis padat : o



Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.



o



Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non-medis.



o



Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.



o



Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman.



o



Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.



Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.







Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi seperti pins, needles, atau seeds.







Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide, maka tanki reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi kurang efektif secara mikrobiologi.







Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran spongiform encephalopathies.



Tempat Penampungan Sementara  



Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.



Transportasi







Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.







Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :







1. Topi/helm; 2. Masker; 3. Pelindung mata; 4. Pakaian panjang (coverall); 5. Apron untuk industri; 6. Pelindung kaki/sepatu boot; dan 7. Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).



Pengolahan, Pemusnahan dan Pembuangan Akhir Limbah Padat



Limbah Infeksius dan Benda Tajam 1. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara disinfeksi. 2. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam. 3. Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika residunya sudah aman. Limbah Farmasi 1. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi. 2. Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu di atas 1.000 0 Limbah Sitotoksis 1. Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum. 2. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distributornya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kedaluarsa atau tidak lagi dipakai. 3. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200ºC dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. 4. Insinerator pirolitik dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200ºC dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000ºC dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu. 5. Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu di atas 850ºC. 6. Insinerator dengan satu tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis. 7. Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga untuk pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian pelindung.



8. Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalium permanganat (KMnO 4) atau asam sulfat (H2SO4), penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi dengan nikel dan aluminium. 9. Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk pengolahan limbah, tumpahan atau cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik. 10. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.



Limbah Bahan Kimiawi Pembuangan Limbah Kimia Biasa



Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur ulang seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada seperti bahan melayang, suhu, dan pH. Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil



Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill). Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar



Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas. 1. Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya dengan aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk mengolahnya.



Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia berbahaya:   



Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan. Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah. Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah terbakar.







Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang berwenang.







Limbah dengan Kandungan Logam Berat Tinggi 1. Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah. 2. Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.







Kontainer Bertekanan 1. Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya. 2. Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.







Kontainer yang masih utuh



Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah:  



Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi. Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi







Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas elpiji, dan asetilin.







Kontainer yang sudah rusak



Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke landfill. 



Kaleng aerosol



Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.







Limbah Radioaktif 1. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. 2. Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi. 3. Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan. 4. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap waktu. 5. Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah: 



Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya umur paruh 0 dengan cara abatisasi. Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan predator.







Melakukan oiling untuk memberantas larva/jentik







Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.



Kecoa 







Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan. Pemberantasan kecoa



Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi. 1. Secara fisik atau mekanis: 



Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul.







Menyiram tempat perindukan dengan air panas.







Menutup celah-celah dinding.



1. Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan, bubuk, semprotan, dan



Tikus Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.



Lalat



DEKONTAMINASI MELALUI DISINFEKSI DAN STERILISASI DALAM RUMAH SAKIT by Healthcare and Hospital Consultant



Pengertian 1. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. 2. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikro-organisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi. 3. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.



Persyaratan 1. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan sanitasi 80 0C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan memasak 800C dalam waktu 1 menit. 2. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada. 3. Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik. 4. Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan kuman pada lantai dan dinding 0-5 cfu/cm 2, bebas mikroorganisme patogen dan gas gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar, dan laundry) sebesar 5-10 cfu/cm2



5. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan O O pemanasan pada suhu + 121 C selama 30 menit atau pada suhu 134 C selama 13 menit dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan. 6. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan. 7. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan menguasai prosedur sterilisasi yang aman. 8. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus bebas dari mikroorganisme hidup.



Tata Laksana 1. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya. 2. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui persiapan, meliputi: 1. Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai. Penataan – Pengemasan – Pelabelan – Sterilisas 2. Persiapan sterilisasi instrumen baru: Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan) – Pelabelan – Sterilisasi. 3. Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama : Desinfeksi – Pencucian (dekontaminasi) – Pengeringan (pelipatan bila perlu) – Penataan – Pelabelan – Sterilisasi. 3. Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi : 1. Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang dimasukkan ke dalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum digunakan. 2. Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi, pipa endotracheal harus disterilkan/didisinfeksi dahulu sebelum digunakan. 3. Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan tubuh, darah atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril sebelum dipergunakan. 4. Semua benda atau alat yang akan disterilkan/didisinfeksi harus terlebih dahulu dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik (darah dan jaringan tubuh) dan sisa bahan linennya.



5. Sterilisasi (132oC selama 3 menit pada grativity displacement steam sterilizier) tidak dianjurkan untuk implant. 6. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya karena dibersihkan, disterilkan atau didisinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh karena itu hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan keadaan toxin atau mengganggu keamanan dan efektivitas peralatan. 7. Jangan menggunakan bahan seperti linen, dan lainnya yang tidak tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahannya mudah sobek, basah, dan sebagainya. 8. Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat (lemari) khusus setelah dikemas steril pada ruangan: 9. Dengan suhu 180C– 22oC dan kelembaban 35%-75%, ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi partikular antara 90%-95% (untuk particular 0,5 mikron). 10. Dinding dan ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan mudah dibersihkan. 11. Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm -24 cm. 12. Lantai minimum 43 cm dari langit-langit dan 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penempelan debu kemasan. 13. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan petunjuk dari pabriknya dan harus dikalibrasi minimal 1 kali satu tahun. 14. Peralatan operasi yang telah steril jalur masuk ke ruangan harus terpisah dengan peralatan yang telah terpakai. 15. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja pelayanan medis dan penunjang medis.



Panduan Penanggulangan Kebakaran di Rumah Sakit by Healthcare and Hospital Consultant



BAB I KETENTUAN UMUM



PENGERTIAN



1. Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. Sedangkan mengenai klasifikasi bangunan gedung sesuai dengan Keputusan Menteri PU no. 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan Lingkungan. 2. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensional dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hinga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkannya. 3. Exit atau jalan keluar adalah : 4. Salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan keluar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 



Bagian dalam dan luar tangga,







Ramp







Lorong yang dilindungi terhadap kebakaran







Bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka



1. Jalan keluar horizontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke exit horizontal. 2. Jalan akses adalah jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan ke atau didalam bangunan yang cocok digunakan untuk/oleh orang cacat sesuai dengan standar aksesibilitas. 3. Jalan penyelamatan/evakuasi adalah jalur perjalanan yang menerus (termasuk jalan keluar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan termasuk di dalam unit hunian tunggal ketempat yang aman. 4. Tempat aman adalah : 5. Suatu tempat yang aman di dalam bangunan, yakni: 



Yang tidak ada ancaman api, dan







Dari sana penghuni bisa secara aman berhambur setelah menyelamatkan dari keadaan darurat menuju ke jalan atau ruang terbuka, atau



1. Suatu jalan atau ruang terbuka. 2. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran.



3. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. 4. Waktu penyelamatan/Evakuasi adalah waktu bagi pengguna/penghuni bangunan untuk melakukan penyelamatan ke tempat aman yang dihitung dari saat dimulainya keadaan darurat hingga sampai ke tempat yang aman.



MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Ketentuan teknis pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan oleh penyedia jasa dan pemilik/pengelola bangunan gedung, serta pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung, melalui mekanisme perijinan, pemeriksaan, dan penertiban oleh pemerintah untuk mewujudkan bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran. 2. Tujuan Ketentuan ini bertujuan untuk mengatur dan menetapkan upaya teknis teknologis agar dapat terselenggaranya pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung secara tertib, aman dan selamat.



RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari ketentuan ini meliputi 1. Ketentuan umum 2. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran 3. Sarana penyelamatan 4. Sistem proteksi pasif 5. Sistem proteksi aktif 6. Pengawasan dan pengendalian



BAB II PERENCANAAN TAPAK UNTUK PROTEKSI KEBAKARAN



1. LINGKUNGAN BANGUNAN Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran. Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran, harus disediakan jalur akses dan ditentukan jarak antar bangunan.



AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE LINGKUNGAN 1. Lapis perkerasan dan jalur akses masuk 2. APAR



AKSES PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN KE BANGUNAN GEDUNG 1. Akses petugas pemadam kebakaran ke dalam bangunan Akses petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan. Akses petugas pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah atau kuning dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dinding dan diberi tulisan “AKSES PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm. 2. Akses petugas pemadam kebakaran di dalam bangunan Diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari penundaan dan untuk memperlancar operasi pamadaman.



BAB III



SARANA PENYELAMATAN



TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam bab ini adalah mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi. 2. Fungsi Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. 3. Persyaratan Kinerja Sarana atau jalan ke luar dari bangunan harus disediakan agar penghuni bangunan dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri. Jalan keluar harus ditempatkan terpisah. Agar penghuni atau pemakai bangunan dapat menggunakan jalan ke luar tersebut secara aman, maka jalur ke jalan luar harus memiliki dimensi yang di tentukan berdasarkan : 1. Jumlah, mobilitas dan karakter-karakter lainnya dari penghuni atau pemakai bangunan 2. Fungsi atau pemakaian bangunan



PERSYARATAN JALAN KELUAR Setiap bangunan harus mempunyai sedikitnya 1 eksit dari setiap lantainya. Eksit yang disyaratkan sebagai alternatif jalan ke luar harus : 1. Tersebar merata di sekeliling lantai yang dilayani sehingga akses ke minimal dua eksit tidak terhalang dari semua tempat termasuk area lif di lobby, dan 2. Jarak tidak kurang dari 9 m antar eksit, dan 3. Terletak sedemikian rupa sehingga alternatif jalur lintasan tidak bertemu, sehingga jarak antar eksit kurang dari 6 m.



KONSTRUKSI EKSIT 1. Pintu Suatu pintu dalam bangunan yang berfungsi sebagai eksit atau membentuk bagian dari eksit atau setiap pintu untuk area perawatan pasien harus : 1. Bukan pintu berputar 2. Bukan pintu gulung 3. Tidak boleh dipasang pintu sorong 4. Pengoperasian gerendel pintu Pintu pada eksit yang disyaratkan membentuk bagian dari eksit atau jalur yang menuju ke eksit harus siap dapat dibuka tanpa kunci dari sisi dalam yang menghadap ke jalur penyelamatan dengan satu tangan, dengan mendorong melalui alat yang dipasang pada ketinggian antara 0,9 – 1,2 m dari lantai. 3. Rambu pada pintu Untuk memberi tanda pada orang bahwa operasi pintu-pintu tertentu harus tidak di halangi, harus dipasang di tempat yang mudah dilihat atau dekat dengan pintu kebakaran yang memberikan akses langsung ke eksit yang dilindungi terhadap kebakaran. Rambu tersebut harus dibuat dengan huruf besar minimal tinggi huruf 20 mm, warna kontras dengan warna latar belakang.



BAB IV SISTEM PROTEKSI PASIF



TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan Tujuan dari persyaratan yang tercantum dalam Bab ini adalah untuk: 1. Melindungi manusia yang sakit ataupun cedera akibat terjadinya kebakaran dalam bangunan maupun saat penyelamatan 2. Menyediakan fasilitas untuk menunjang kegiatan yang dilakukan petugas pemadam kebakaran 3. Menghindari penyebaran kebakaran antar bangunan



4. Melindungi benda atau barang lainnya terhadap kerusakan fisik akibat keruntuhan struktur bangunan saat terjadi kebakaran. 5. Fungsi 6. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur selama kebakaran untuk: 



Memberikan waktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri secara aman







Memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk beroperasi







Menghindarkan kerusakan benda atau barang akibat kebakaran



1. Suatu bangunan harus dilindungi terhadap penyebaran kebakaran 



Sehingga penghuni bangunan mempunyai cukup waktu untuk melakukan evakuasi secara aman tanpa dihalangi oleh penyebaran api dan asap kebakaran







Untuk memberikan kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran beroperasi



3. Persyaratan Kinerja Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang sesuai dengan: 1. Fungsi bangunan 2. Beban api 3. Intensitas kebakaran 4. Potensial bahaya 5. Ketinggian bangunan 6. Kedekatan dengan bangunan lain 7. Sistem protektif aktif yang terpasang dalam bangunan 8. Ukuran kompartemen kebakaran 9. Tindakan petugas pemadam kebakaran 10. Elemen bangunan lainnya yang mendukung 11. Evakuasi penghuni



Ruang perawatan pasien harus dilindungi terhadap penjalaran asap dan panas serta gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk dapat memberikan waktu cukup agar evakuasi penghuni bisa berlangsung secara tertib pada saat terjadi kebakaran. Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan penyebaran api pada bukaan, sambungan-sambungan, tempat-tempat penembusan struktur untuk utilitas harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang memadai dari elemen tersebut.



BAB V SISTEM PROTEKSI AKTIF



TUJUAN, FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 1. Tujuan 2. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka, dengan memperingatkan kepada penghuni akan adanya suatu kebakaran, sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman. 3. Melindungi penghuni dari kecelakaan atau luka pada waktu melakukan avakuasi pada saat kejadian kebakaran. 4. Fungsi Suatu bangunan dilengkapi dengan proteksi kebakaran sedemikian rupa sehingga: 1. Penghuni diperingatkan akan adanya suatu kebakaran dalam bangunan sehingga dapat melaksanakan evakuasi dengan aman. 2. Penghuni mempunyai waktu untuk melakuikan evakuasi secara aman sebelum kondisi pada jalur evakuasi menjadi tidak tertahankan oleh akibat kebakaran. 3. Persyaratan Kinerja 4. Dalam suatu bangunan yang menyediakan akomodasi tempat tidur, harus disediakan sistem peringatan otomatis pada sistem deteksi asap, sehingga mereka dapat berevakuasi ke tempat yang aman pada saat terjadi kebakaran. 5. Pada saat terjadi kebakaran pada bangunan gedung, kondisi pada setiap jalur evakuasi harus dijaga untuk periode waktu yang diperlukan penghuni untuk melakukan evakuasi dari bagian bangunan, sehingga : 



Temperatur tidak membahayakan jiwa manusia







Jalur/rute evakuasi masih dapat terlihat jelas







Tingkat keracunan asap tidak membahayakan jiwa manusia



1. Periode waktu yang diperlukan untuk melakukan evakuasi harus memperhitungkan: 



Jumlah, mobilitas, dan karakteristik lain dari penghuni, dan







Fungsi bangunan







Jarak tempuh dan karakteristik lainnya dari bangunan







Beban api







Potensi intensitas kebakaran







Tingkat bahaya kebakaran







Setiap sistem konstruksi kebakaran aktif yang terpasang dalam bangunan







Tindakan petugas pemadam kebakaran



Persyaratan tersebut tidak berlaku untuk ruang parkir terbuka atau panggung terbuka.



SISTEM PEMADAMAN KEBAKARAN MANUAL 1. Alat Pemadam Api Portabel (APAP) 2. Lingkup Spesifikasi ini menjelaskan instalasi dan pengoperasian Alat pamadam api portabel (APAP) yang meliputi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Api Beroda (APAB) 1. Tujuan Instalasi APAP harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadam api pada tahap awal 1. Persyaratan kinerja Alat pemadam api portabel harus dipilih dan ditempatkan sesuai ketentuan dalam SNI 03-3987edisi terakhir, tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan Pemadaman Api Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. 1. Ketentuan istalasi APAP 



Jenis APAP



Jenis APAP yang digunakan harus dari jenis yang teruji menurut SNI 03-3988-edisi terakhir, tentang pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan. 











Instalasi APAP harus memenuhi SNI 03-3987 edisi terakhir tentang tata cara perencanaan, pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Penempatan APAP harus pada lokasi yang mudah ditemukan, mudah dijangkau, dan mudah di ambil dari tempatnya untuk dibawa ke lokasi kebakaran. Instalasi APAP yang terpasang harus diperiksa secara berkala seperti yang diatur dalam SNI 03-3987-edisi terakhir tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan pemadaman api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.



PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN 1. Pemberlakuaan persyaratan 2. Persyaratan kinerja Pengendalian asap harus disediakan pada bangunan. Suatu bangunan bangunan yang mempunyai atrium, atau yang terpisah/secara khusus. Ketentuan sistem pembuangan asap serta ventilasi asap dan panas dari bagian ini tidak berlaku untuk setiap area yang tidak digunakan oleh penghuni untuk jangka waktu lama antara lain: gudang dengan luas lantai kurang dari 30 m², ruang sanitasi, ruang mesin atau sejenis. 1. Ketentuan umum Suatu sistem deteksi asap harus dipasang guna mengoperasikan sistem pengendalian asap terzona dan sistem penahan udara otomatis (pressurization) pada sarana jalan keluar yang aman kebakaran. 1. Persyaratan untuk bahaya khusus Upaya tambahan dalam pengendalaian asap mungkin diperlukan untuk:  



Karakteristik khusus bangunan, Penggunaan khusus bangunan







Tipe material yang khusus, jumlah yang khusus dari bahan yang disimpan, dipamerkan atau dipakai dalam bangunan.



2. Sistem deteksi asap dan alarm



3. Lingkup Persyaratan ini menjelaskan pemasangan dan pengoperasian sistem deteksi asap dan alarm otomatis 1. Sistem alarm asap Sistem alarm asap harus terdiri dari alarm asap yang memenuhi ketentuan yang berlaku. Bila alarm asap dipasang di dapur dan di area lainnya yang sering mengakibatkan terjadinya alarm asap palsu, maka alarm panas boleh dipasang sebagai pengganti alarm asap. Jika di dapur dan di area lain tersebut di pasang sprinkler, maka alarm panas tidak diperlukan lagi. 1. Sistem deteksi asap Sistem deteksi asap harus memenuhi SNI 03.3689 edisi terakhir. Di dapur dan di area lainnya, dimana penggunaan area tersebut sering mengakibatkan terjadinya alarm asap palsu, alarm boleh di pasang sebagai pengganti alarm asap. Apabila di dapur dan di area lain tersebut di pasang sprinkler, maka alarm panas tidak perlu di pasang. Untuk ruang pasien harus dipasang detektor asap tipe photo elektrik dan tipe ionisasi secara berselang-seling. Di pasang alat manual pemicu alarm pada jalur evakuasi, sedemikian rupa sehingga setiap titik pada bangunan mempunyai alat manual pemicu alarm yang berjarak tidak kurang dari 30 m. 1. Deteksi asap untuk sistem pengendalian asap kebakaran Detektor asap yang diperlukan untuk mengaktifkan sistem penekanan udara untuk jalan keluar (eksit) yang aman dari kebakaran (fire, isolated exit) dan sistem pengendalian asap yang terzona harus:  



Dipasang penggunaan sistem tata udara mekanis untuk pengendalian asap menurut ketentuan yang berlaku. Mempunyai detektor asap tambahan yang dipasang di dekat setiap deretan pintu lif pada jarak tidak lebih dari 3 m dari bukaan pintu.



Detektor asap dipasang pada jarak : Antar detektor tidak lebih dari 20 m dan tidak berjarak lebih dari 10 m dan asap dinding, dinding pemisah (bulkhead) atau tirai asap. Detektor asap mempunyai kepekaan: Sesuai dengan standar penggunaan sistem pengolah udara mekanis sebagai pengendalian untuk ruangan selain dari koridor. Detektor asap yang dipasang untuk mengaktifkan sistem pengendalian asap kebakaran harus:



Merupakan bagian dari sistem pendeteksian asap atau kebakaran bangunan yang memenuhi SNI 03-3689 edisi terakhir, atau merupakan sistem berdiri sendiri yang dilengkapi dengan peralatan kontrol dan indikator dengan fasilitas verifikasi alarm dan memenuhi persyaratan yang berlaku. 1. Sistem Peringatan Bahaya Bagi Penghuni Gedung Bunyi suatu sistem peringatan bahaya bagi penghuni bangunan dapat terdengar pada seluruh bagian bangunan yang dihuni harus sesuai persyaratan yang berlaku (SNI-03-3689 edisi terakhir). Dalam suatu bangunan pada suatu ruang perawatan pasien, sistem peringatan bahaya: harus ditata untuk memberikan tanda bahaya bagi petugas rumah sakit dan dalam bangsal perawatan keras bunyi alarm dan isi pesan dari tanda bahaya harus diatur untuk meminimalkan trauma berkaitan dengan jenis dan kondisi penghuni. 1. Pemantauan sistem Instalasi berikut ini harus dihubungkan secara permanen ke suatu pos instansi pemadam kebakaran, atau peralatan pemantauan yang diperbolehkan lainnya dengan suatu hubungan data langsung ke suatu pos instansi pemadam kebakaran. 3. Sistem pembuangan asap 4. Spesifikasi ini menjelaskan syarat-syarat untuk sistem pembuangan asap secara mekanis. 5. Kapasitas pembuangan asap Fan pembuangan asap harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghisap lapisan asap: berada di dalam reservoir asap, yang tepi bawahnya tidak kurang dari 2 m diatas permukaan lantai tertinggi. Di atas puncak setiap bukaan yang menghubungkan reservoir-reservoir asap yang berbeda. 1. Fan pembuangan asap Setiap fan pembuangan asap berikut kelengkapannya: Mampu beroperasi terus menerus pada titik kerja yang ditentukan pada temperatur 200º C untuk selang waktu tidak kurang dari 60 menit, beroperasi terus menerus pada temperatur 300º C untuk selang waktu 30 menit untuk gedung yang tidak dilindungi sistem sprinkler. Karakteristik fan ditentukan berdasarkan temperatur udara luar. Bila fan dilengkapi dengan alat pengaman temperatur tinggi maka alat tersebut akan diabaikan secara otomatis selama sistem pembuangan asap beroperasi.



PENCAHAYAAN DARURAT DAN TANDA PENUNJUK ARAH 1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penerapan persyaratan ini adalah untuk menyelamatkan penghuni dari kecelakaan ataupun ancaman bahaya dengan: 1. Menyediakan pencahayaan yang memadai 2. Memberikan petunjuk/rambu-rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan keluar (eksit) dan alur pencapaian menuju eksit 3. Memberikan peringatan kepada penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya keadaan darurat. 4. Tuntutan Fungsi Suatu bangunan harus dilengkapi: 1. Pencahayaan yang cukup memadai bila sistem pencahayaan buatan yang normal pada bangunan tidak berfungsi saat keadaan darurat 2. Pencahayaan yang cukup diartikan masih mampu berfungsi untuk: 



Memperingatkan penghuni/pengguna bangunan untuk menyelamatkan diri







Mengatur proses evakuasi







Mengenali tanda eksit dan jalur menuju ke eksit



3. Persyaratan Kinerja 4. Suatu tingkat pencahayaan (iluminasi) untuk pelaksanaan evakuasi yang aman pada saat keadaan darurat harus disediakan pada bangunan disesuaikan dengan: 



Fungsi atau peruntukan bangunan







Luas lantai bangunan







Jarak tempuh ke eksit



1. Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang cocok atau cara lain untuk dapat mengenali, sampai pada tingkat yang diperlukan, harus: 



Dipasang pencahayaan darurat untuk mengidentifikasi lokasi eksit







Dapat memandu penghuni/pengguna bangunan ke eksit







Dapat terlihat secara jelas







Dapat beroperasi saat sumber daya untuk sistem pencahayaan tidak berfungsi, untuk waktu yang cukup hingga penghuni bangunan terevakuasi dengan selamat.



1. Untuk mengingatkan penghuni/pengguna bangunan akan terjadinya kondisi darurat, maka sistem peringatan dini dan interkomunikasi darurat harus disediakan sampai pada tingkat yang diperlukan, disesuaikan dengan: 



Luas lantai bangunan







Fungsi atau penggunaan bangunan







Ketinggian bangunan.



4. Persyaratan Teknis Pencahayaan Darurat Suatu sistem pencahayaan darurat harus dipasang: 1. Disetiap tangga, ramp dan jalan terusan yang dilindungi terhadap kebakaran, 2. Di setiap jalan terusan, koridor, jalur penghubung di ruangan besar (hall) atau semacamnya yang menjadi bagian dari jalur perjalanan ke eksit,setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari 100 m² yang tidak membuka ke arah koridor atau ruang yang mempunyai pencahayaan darurat atau ke jalan umum atau ke ruang terbuka, setiap ruangan yang mempunyai luas lantai lebih dari 300 m² 3. Desain Sistem Pencahayaan Keadaan Darurat 4. Setiap sistem pencahayaan keadaan darurat harus: 



Beroperasi otomatis







Memberikan pencahayaan yang cukup tanpa penundaan yang tidak perlu dalam upaya menjamin evakuasi yang aman di seluruh daerah dalam bangunan di lokasi atau tempat yang dipersyaratkan







Dilindungi terhadap kerusakan akibat kebakaran bila sistem pencegahan darurat tersebut merupakan sistem yang tersentralisasi.



1. Pencahayaan darurat harus memenuhi standar yang berlaku. 2. Tanda keluar (Eksit) Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri eksit dan harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap:



1. Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai ke: 



Tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api, yang berfungsi sebagai sksit yang memenuhi persyaratan







Tangga luar, jalan terusan atau ramp yang memenuhi syarat sebagai eksit







Serambi atau balkon luar yang memberikan akses menuju ke eksit.



1. Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka 2. Eksit horisontal 3. Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan pada lantai bangunan yang harus dilengkapi dengan pencahayaan darurat. 4. Tanda penunjuk arah Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh penghuni atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan di pasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hllways), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan. 8. Perkecualian Untuk Pemasangan Tanda Penunjuk Arah Ke Luar 9. Desain dan Pengoperasian Tanda Penunjuk Arah Keluar 10. Setiap tanda eksit harus: 



Jelas dan pasti serta mempunyai huruf dan simbol berukuran tepat







Diberi pencahayaan yang cukup agar jelas terlihat setiap waktu saat bangunan dihuni atau dipakai oleh setiap orang yang berhak untuk memasuki bangunan







Dipasang sedemikian rupa sehingga bila terjadi gangguan listrik, maka pencahayaan darurat segera menggantikannya







Bila diterangi dengan sistem pencahayaan darurat, maka komponen pengkabelan dan sumber daya dan lain-lain harus memenuhi syarat.



1. Tanda penunjuk arah ke luar harus memenuhi standar yang berlaku. 2. Sistem Peringatan dan Interkomunikasi Darurat Suatu sistem pemberitahuan atau peringatan dan interkomunikasi darurat sesuai dengan standar yang berlaku harus dipasang pada:



Bangunan dengan tinggi efektif lebih dari 25 m



SISTEM DAYA DARURAT 1. Umum 2. Sumber daya listrik darurat digunakan antara lain untuk mengoperasikan: 



Pencahayaan darurat







Sarana komunikasi darurat







Lif kebakaran







Sistem deteksi dan alarm kebakaran







Hidran kebakaran







Sprinkler kebakaran







Alat pengendali asap







Pintu tahan api otomatis







Ruang pusat pengendali kebakaran.



1. Ketentuan penggunaan sumber daya darurat untuk kebutuhan mengoperasikan pencahayaan darurat, sarana komunikasi darurat, lif kebakaran, sistem deteksi dan alarm kebakaraan, alat pengendali asap dan pintu tahan api otomatis diatur dalam ketentuan tersendiri. 2. Instalasi listrik sistem daya darurat harus memenuhi SNI tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik edisi terakhir. 3. Sumber Daya Daya yang disuplai untuk mengoperasikan sistem daya darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari dua sumber sebagai berikut: 1. Sumber Daya Listrik dapat diperoleh: 



PLN, dan atau







Sumber darurat berupa:



1. Batere 2. Generator



3. 4. sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatir apabila sumber daya utama tidak bekerja dan harus dapat bekerja setiap saat. 5. Bangunan atau ruangan yang sumber daya utamanya dari PLN harus dapat juga dilengkapi dengan generator sebagai sumber daya darurat dan penempatannya harus memenuhi TKA yang berlaku. 6. Jaringan Catu Daya 7. Semua instalasi kabel yang melayani sumber daya listrik darurat harus memenuhi kabel tahan api selama 60 menit. 8. Alat Proteksi Daya Suplai Apabila alat proteksi daya suplai (pengaman lebur, pemutus daya) dipasang dalam sirkit daya suplai dari gardu sendiri dan sambungan PLN di depan sirkit feeder pompa kebakaran, alat tersebut harus mampu selalu terhubung pada saat menerima arus locked rotor dari motor pompa kebakaran dan beban listrik maksimum bangunan. 1. Jaringan pembagi (Ampacity jaringan) Konduktor antara sumber daya dan motor pompa kebakaran ukurannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



PUSAT PENGENDALI KEBAKARAN 1. Umum 2. Spesifikasi ini menjelaskan mengenai konstruksi dan sarana yang disyaratkan dalam pusat penegndali kebakaran. 3. Sarana yang ada di pusat pengendali kebakaran dapat digunakan untuk: 



Melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan kebkaran atau penanganan kondisi darurat lainnya.







Melengkapi sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel, peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan dalam penanganan kondisi kebakaran.



1. Pusat pengendali kebakaran tidak digunakan untuk keperluan lain selain: 



Kegiatan pengendalian kebakaran







Kegiatan lain yang berkaitan dengan unsur keselamatan atau keamanan bagi penghuni bangunan.



2. Lokasi ruang Pusat Pengendali Ruang pusat pengendali kebakaran haruslah ditempatkan sedemikian rupa pada bangunan, sehingga jalan keluar dari setiap bagian pada lantai ruang tersebut kearah jalan atau ruang terbuka umum tidak terdapat perbedaan ketinggian permukaan lantai lebih dari 30 cm. 3. Konstruksi Ruang pusat pengendali kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya lebih dari 50 meter, haruslah berada pada ruang terpisah, dengan syarat: 1. Konstruksi pelindung penutupnya dibuat dari beton, tembok atau sejenisnya yang mempunyai kekokohan yang cukup terhadap keruntuhan akibat kebakaran dan dengan nilai TKA tidak kurang dari 120/120/120; 2. Bahan lapis penutup, pembungkus atau sejenisnya yang digunakan dalam ruang pengendali harus memenuhi persyaratan tangga kebakaran yang dilindungi 3. Peralatan utilitas, pipa-pipa, saluran-saluran udara dan sejenisnya yang tidak diperlukan untuk berfungsinya ruang pengendali, tidak boleh melintasi ruang tersebut 4. Bukaan pada dinding, lantai atau langit-langit yang memisahkan ruang penegndali dengan ruang dalam bangunan dibatasi hanya untuk pintu, ventilasi dan lubang perawatan lainnya khusus untuk melayani fungsi ruang pengendali tersebut. 5. Pintu ‘KELUAR’ 6. Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka kearah dalam ruang tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang menggunakan jalur evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi atau menutup jalan masuk ke ruang pengendali tersebut 7. Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari dua arah; 



Satu dari arah pintu masuk di depan bangunan







Satu langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang dilindungi terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai TKA tidak kurang dari -/120/30.



5. Ukuran dan Sarana 6. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya:







Panci indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran, kipas pengendali asap, dan peralatan pengaman kebakaran lainnya yang dipasang di dalam bangunan







Telepon yang memiliki sambungan langsung







Sebuah papan tulis berukuran tidak kurang dari 120 cm x 100 cm







Sebuah papan tempel (pin-up board) berukuran tidak kurang dari 120 cm x 100 cm







Sebuah meja berukuran cukup untuk menggelar gambar dan rencana taktis







Rencana taktis penanggulangan kebakaran yang ditetapkan dan diberi kode warna.



1. Sebagai tambahan di ruang pengendali dapat disediakan: 



Panel pengendali utama, panel indikator lif, sakelar pengendali jarak jauh untuk gas atau catu daya listrik dan genset darurat







Sistem keamanan bangunan, sistem pengamatan, dan sistem manajemen jika dikehendaki terpisah total dari sistem lainnya.



1. Sustu ruang pengendali harus: 



Mempunyai luas lantai tidak kurang dari 10 m² dan panjang dari sisi bagian dalam tidak kurang dari 2,5 m







Jika hanya menampung peralatan minimum, maka luas lantai bersih tidak kurang dari 8 m² dan luas ruang bebas di antara depan panel indikator tidak kurang dari 1,5 m²







Jika dipasang peralatan tambahan, maka luas bersih daerah tambahan adalah 2 m² untuk setiap penambahan alat dan ruang bebas di antara depan panel indikator tidak kurang dari 1,5 m²



6. Ventilasi dan Pemasok Daya Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara: 1. Ventilasi alami dari jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang membuka langsung ke ruang pengendali dari jalan atau ruang terbuka 2. Sistem udara bertekanan pada sisi yang hanya melayani ruang pengendali, 



Dipasang sesuai ketentuan yang berlaku sebagai ruangan adalah tangga kebakaran yang dilindungi







Beroperasi secara otomatis melalui aktivitas sistem isyarat bahaya kebakaran (fire alarm) atau sistem sprinkler yang dipasang pada bangunan dan secara manual di ruang pengendali







Mengalirkan udara segar ke dalam ruangan tidak kurang dari 30 kali pertukaran udara per jamnya pada waktu sistem sedang beroperasi dan salah satu pintu ruangan terbuka







Mempunyai kipas, motor, dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian dari sistem, tetapi tidak berada di dalam ruang penegndali dan diproteksi oleh dinding yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dari 120/120/120







Mempunyai catu daya listrik ke ruang penegndali atau peralatan penting bagi beroperasinya ruang pengendali dan yang dihubungkan dengan pasokan daya dari sisi masuk saklar hubung bagi daya dari luar bangunan, dan tidak ada sarana/peralatan yang terbuka kecuali pintu yang diperlukan, pengendali pelepas tekanan (pressure control relief) dan jendela yang dapat dibuka oleh kunci yang menjadi bagian dari konstruksi ruang pengendali.



7. Tanda Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali harus diberi tanda dengan tulisan sebagai berikut: ‘RUANG PENGENDALI KEBAKARAN’ Dengan huruf tidak lebih kecil dari 50 mm tingginya dan dengan warna yang kontras dengan latar belakangnya. 8. Pencahayaan Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat pengendali, tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux. 9. Peralatan yang tidak diperbolehkan ada di ruang Pengendali Kebakaran Beberapa peralatan seperti motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan sambungansambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh dipasang dalam ruangan-ruangan yang dapat dicapai dari ruang pengendali terssebut. 10. Tingkat Suara Lingkungan (ambient). Tingkat suara di dalam ruang pengendali kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung tidak melebihi 65 dBA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan di dalam bangunan.



BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN



UMUM Pada bab ini dimuat rangkaian sistematis dan menerus dalam upaya pengawasan dan pengendalian pengaman terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan baik terhadap bangunan baru maupun bangunan lama agar bangunan laik fungsi serta aman bagi penghuni atau pengguna bangunan tersebut. Dengan demikian jaminan keselamatan terhadap bahaya kebakaran baik pada penghuni bangunan dan lingkungan yang terjadi sewaktu-waktu dapat terpenuhi baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan atau kostruksi/instalasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan.



PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PERENCANAAN Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang berwenang serta konsultan perencana dalam rangka pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku, melalui pengawasan dan pengendalian terhadap gambar-gambar perencanaan. Hasil pemeriksaan pada tahap ini akan menentukan diperolehnya rekomendasi dalam rangka memperoleh ijin mendirikan bangunan.



PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PELAKSANAAN Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pengecekan oleh instansi teknis yang berwenang serta konsultan pengawas dalam rangka pengawasan dan pengendalian agar spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan seluruh instalasi sistem proteksi kebakaran baik pasif maupun aktif serta sarana penyelamatan sesuai dengan hasil perencanaannya. Pada tahap ini dilakukan pengecekan material, pengecekan beroperasinya seluruh sistem instalasi kebakaran, tes persetujuan, tes kelikan fungsi serta melakukan laporan berkala. Pelaporan sistem proteksi kebakaran:



1. Laporan sistem proteksi kebakaran memuat informasi mengenai sistem proteksi yang terdapat atau terpasang pada bangunan termasuk komponen-komponen sistem proteksi dan kelengkapannya. 2. Laporan sistem proteksi kebakaran ini disusun atau dibuat sebagai pegangan bagi pemilik atau pengelola bangunan serta menjadi salah satu dokumen yang harus diserahkan kepada instansi teknis yang berwenang, dalam rangka memperoleh ijin-ijin yang telah ditetapkan. Substansi atau materi laporan ini mencakup sekurang-kurangnya: 1. Identifikasi bangunan 2. Konsep perancangan sistem proteksi kebakaran 3. Aksesibilitas untuk mobil pemadam kebakaran 4. Sarana jalan ke luar yang ada atau tersedia 5. Persyaratan struktur terhadap kebakaran yang dipenuhi 6. Sistem pengendalian asap 7. Sistem pengindera dan alarm kebakaran 8. Sistem pemadam kebakaran (media air, kimia, khusus) 9. Pembangkit tenaga listrik darurat 10. Sistem pencahayaan untuk menunjang proses evakuasi 11. Sistem komunikasi dan pemberitahuan keadaan darurat 12. Lif kebakaran 13. Daerah dengan resiko atau potensi bahaya kebakaran tinggi 14. Skenario kebakaran yang mungkin terjadi 15. Eksistensi manajemen penanggulangan terhadap kebakaran. Pihak yang berwenang melakukan inspeksi dan memberikan rekomendasi adalah Instansi Pemadam Kebakaran. Bila Instansi Pemadam Kebakaran belum cukup mampu melaksanakan tugas tersebut diatas, maka dapat dibantu oleh konsultan perseorangan yang profesional atau pihak perguruan tinggi yang tergabung dalam suatu tim dengan ijin Kepala Daerah.



PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TAHAP PEMANFAATAN / PEMELIHARAAN



Pengawasan dan pengendalian pada tahap ini dilaksanakan selain oleh penilik bangunan juga instansi teknis yang berwenang serta konsulkan dibidang perawatan bangunan gedung dan lingkungan, agar bangunan selalu laik fungsi. Aspek yang diperiksa selain melakukan pemeriksaan terhadap seluruh instalasi dan konstruksinya juga seluruh penunjang yang mendukung beroperasinya sistem tersebut. Pemeriksaan dilakukan secara berkala, termasuk tes beroperasinya seluruh peralatan yang ada. Diwajibkan secara berkala melaksanakan “latihan kebakaran”. Bagi pengelola/pengguna bangunan diharuskan melaksanakan seluruh ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran perkotaan, khususnya menyangkut pada bangunan gedung dan lingkungan sesuai yang diatur dalam ketentuan teknis tersebut.



JAMINAN KEANDALAN SISTEM 1. Kinerja sistem proteksi kebakaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu seperti pemilihan standar dan sistem desain, kualitas instansi serta aspek pemeliharaan. 2. Perancangan dan pemilihan sistem proteksi kebakaran perlu memperhitungkan potensi bahaya kebakaran pada bangunan yang mencakup beban api, dimensi serta konfigurasi ruang, termasuk ventilasi, keberadaan benda-benda penyebab kebakaran dan ledakan, jenis peruntukan bangunan, serta kondisi lingkungan sekitar termasuk lokasi instansi kebakaran dan sumber-sumber air untuk pemadaman (water supplies), serta memenuhi ketentuan dan standar yang berlaku. 3. Pelaksanaan pekerjaan serta instalasi sistem proteksi kebakaran harus memenuhi ketentuan dan standar pelaksanaan konstruksi melalui penerapan dan pengendalian kualitas bahan, komponen, terutama ditinjau dari unsur kombustibilitas bahan dan nilai TKA, serta pelaksanaan pekerjaan dengan baik disamping penyediaan sarana proteksi yang aman disaat pekerjaan konstruksi berlangsung. 4. Unsur manajemen pengamanan kebakaran (Fire Safety Management), terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan berkala, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan. 5. Hal-hal yang berkaitan dengan masalah proteksi kebakaran, meliputi latihan dan pengertian bagi pengelola dan penghuni bangunan terhadap: 6. Potensi bahaya kebakaran, dan menghindarkan terjadinya kebakaran 7. Tindakan pemadaman dan pengamanan saat terjadinya kebakaran 8. Tindakan penyelamatan baik bagi benda maupun jiwa.



PENGUJIAN API 1. Dalam hal menentukan sifat bahan bangunan dan tingkat ketahanan api (TKA) komponen struktur bangunan dalam rangka desain maupun evaluasi keandalan sistem proteksi kebakaran pada suatu bangunan, harus terlebih dahulu dilakukan pengujian api atau mengacu kepada hasil-hasil pengujian api yang telah dilakukan di laboratorium uji api. 2. Pelaksanaan pengujian, pengamatan dan penilaian hasil uji dilakukan sesuai ketentuan dan standar metode uji yang berlaku. 3. Dalam hal pelaksanaan uji tidak dapat dilakukan di Indonesia berhubung dengan prosedur standar, sumber daya manusia maupun kondisi peralatan uji yang ada, maka evaluasi dilakukan dengan mengacu kepada hasil pengujian yang telah dilakukkan oleh lembaga uji yang terakreditasi baik di dalam negeri ataupun di luar negeri.



PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN Pemeliharaan dan pengoperasian sistem proteksi kebakaran termasuk menjaga berfungsinya semua peralatan/perlengkapan pencegahan api (fire stop) 1. Umum Pedoman ini menetapkan persyaratan minimum pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi kebakaran. Jenis sistem meliputi: 1. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping) 2. Sarana jalan ke luar (means of access). 3. Sistem deteksi dan alarm kebakaran dan sistem komunikasi suara darurat. 4. Alat pemadan api ringan (APAR) (fire extinguisher). 5. Sistem pompa kebakaran terpasang atap 6. Sistem pipa tegak dan slang atau hidran bangunan. 7. Sistem sprinkler otomatik. 8. Sistem pemadam kebakaran terpasang tetap lain. 9. Sistem pengendalian dan manajemen asap. 10. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran (fire safety housekeeping)



11. Kerumahtanggaan keselamatan kebakaran meliputi: 



Pemeliharaan dan perawatan bangunan, termasuk:







Lantai: perawatan umum lantai seperti pembersihan, penanganan dan sebagainya dapat memberikan bahaya kebakaran bila pelarut atau pelapis yang mempunyai sifat mudah terbakar digunakan, atau bila sisa (residu) yang mudah terbakar dihasilkan.







Debu dan kain tiras (dust & lint): dalam banyak fungsi/hunian bangunan diperlukan prosedur pembersih/pembuangan debu dan kain tiras mudah terbakar yang terakumulasi dari dinding, langit-langit, lantai dan komponen struktur terbuka. Kecuali prosedur ini dijalankan dengan aman menggunakan penyedot debu (vacuum cleaner) atau sistem penggerak udara (blower & exhaust system), dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan. Pada beberapa kasus di mana atmosfir penuh dengan debu, peralatan penyedot hartus dilengkapi dengan motor tahan penyalaan (ignition-proof motor) untuk menjamin operasi yang aman.







Kerumahtanggaan hunian dan proses, kuncinya di sini adalah tidak memberikan kebakaran tempat untuk mulai:







Pembuangan sampah







Tempat sampah yang terbuat dari bahan tidak mudah terbakar harus digunakan untuk pembuangan limbah dan sampah.







Pemilahan/segresi limbah: sebaiknya sampah yang mudah terbakar dipisahkan dari sampah yang tidak mudah terbakar.







Pengendalian/kontrol sumber penyalaan







Kontrol kebiasaan merokok







Kontrol listrik statik







Kontrol friksi/gesekan







Kontrol bahaya elektrikal







Pembuangan limbah cair mudah terbakar dan korosif: pembuangan limbah cair yang mudah terbakar sering menjadi masalah yang menyusahkan. Setiap bahan limbah yang cair dan korosif (pH 12), atau cair dan mempunyai titik nyala pada temperatur 60ºC atau kurang, adalah termasuk Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).







Tumpahan cairan mudah terbakar: Tumpahan cairan mudah terbakar dapat diantisipasi di daerah dimana cairan semacam itu ditangani dan digunakan, dan cara mengatasinya harus tersedia, meliputi tersedianya material penyerap dan peralatan khusus untuk membatasi penumpahan.







Penyimpanan cairan mudah terbakar: cairan mudah terbakar harus disimpan di ruang terpisah.







Praktek kerumahtanggaan halaman: kerumahtanggaan yang baik adalah sama pentingnya untuk di dalam maupun di luar bangunan. Kerumahtanggaan halaman yang tidak memenuhhi syarat dapat mengancam keamanan struktur bagian luar banguunan dan barang-barang yang disimpan di halaman. Akumulassi barang bekas dan sampah dan tumbuhnya rumput, ilalang dan belukar yangg tinggi bersebelahan dengan bangunan atau barang-barang yang disimpan adalah bahaya yang biasa ditemui. Penting adanya sebuah program berkala untuk mengawasi halaman. Kerrumahtanggaan halaman meliputi:







Pengendalian/kontrol rumput dan ilalang







Penyimpanan barang di halaman secara aman







Pembuangan sampah di halaman secara aman



1. Inspeksi Inspeksi / pemeriksaan harus didefinisikan dengan baik, dan harus meliputi:  



Lokasi / daerah yang diperiksa Frekuensi pemeriksaan







Apa kinerja yang dapat diterima







Siapa yang akan melakukan pemeriksaan



3. Sarana jalan keluar (means of egress). 4. Sarana jalan keluar meliputi eksit, eksis ke akses dan exit pelepasan, tanda jalan keluar, penerangan darurat dan fan presurisasi tangga kebakaran 5. Inspeksi harus dilakukan secara berkala setiap bulan, atau lebih sering tergantung kondisi, untuk 



Pintu:







Tidak boleh dikunci atau di gembok







Kerusakan pada penutup pintu otomatik (door closer)







Terdapat ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu terbuka, pada pintu yang harus selalu pada keadaan tertutup.







Halangan benda dan lain-lain di depan pintu eksit







Tangga kebakaran:







Terdapatnya ganjal atau ikatan yang membiarkan pintu tangga terbuka.







Bersih, dan tidak digunakan untuk tempat istirahat/merokok penghuni/karyawan, serta tidak digunakan untuk gedung







Tidak boleh dipakai untuk tempat peralatan seperti panel, unit AC dan sejenisnya







Kerusakan pada lantai dan pegangan tangga.







Koridor yang digunakan sebagai jalur untuk keluar







Bebas dari segala macam hambatan







Tidak digunakan untuk gudang







Eksit pelepasan di lantai dasar yang menuju ke jalan umum atau tempat terbuka di luar bangunan harus tidak boleh dikunci.







Tanda eksit:







Jelas kelihatan tidak terhalang







Lampu penerangannya hidup



4. Alat pemadam api ringan (APAR) 5. Alat pemadam api ringan meliputi alat pemadam portabel/jinjing dan yang memakai roda. 6. Prosedur inspeksi/pemeriksaan, pengujian hidrostatik dan pemeriksaan berkala mengikuti SNI 03-3987-1995 tata cara perencanaan dan pemasangan alat pemadam api ringan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung 7. Inspeksi 



Inspeksi/pemeriksaan harus dilakukan pada saat pertamakali dipasang/digunakan, dan selanjutnya setiap bulan.







Inspeksi/pemeriksaan meliputi:







Lokasi di tempat yang ditentukan







Halangan akses atau pandangan (Visibilitas)







Pelat nama instruksi operasi jelas terbaca dan menghadap keluar terisi penuh ditentukan dengan di timbang atau dirasakan dengan di angkat.







Pemeriksaan visuil untuk kerusakan fisik, karat, kebocoran atau nozel tersumbat.







Bacaan penunjuk atau indikator tekanan menunjukkan pada posisi dapat dioperasikan.







Untuk yang memakai roda, kondisi dari roda, kereta, slang dan nozel







Terdapat label (tag) pemeliharaan.







Catatan inspeksi bulanan, berisi alat pemadam api ringanyang di inspeksi, tanggal dan paraf personil yang melakukan, harus di muat dalam label (tag) pemeliharaan yang dilekatkkan pada alat pemadan api ringan tersebut.



1. Pemeliharaan 



Pemeliharaan yang dilakukan setiap tahun oleh manufaktur, perusahaan jasa pemeliharaan alat pemadam api ringan, atau oleh personil yang terlatih







Prosedur pemeliharaan harus termasuk pemeliharaan menyeluruh dari elemen dasar alat pemadam api ringan seperti berikut:







Bagian mekanikal dari semua alat pemadam api ringan.







Media pemadam







Cara penghembusan media pemadam







Pengisian kembali: semua alat pemadam api ringan yang dapat diisi kembali, harus di isi kembali setelah stiap penggunaan atau seperti ditunjukkan oleh hasil inspeksi atau pemeliharaan.



BAB VIII PENUTUP Ketentuan teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan oleh pengelola gedung, penyedia jasa konstruksi, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran, guna menjamin keamanan dan keselamatan bangunan gedung dan lingkungan terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta penyesuaian Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan kelembagaan di daerah. Sebagai pedoman/petunjuk pelengkapan dapat digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait lainnya



Panduan Penyusunan File Kepegawaian Rumah Sakit by Healthcare and Hospital Consultant



BAB I PENDAHULUAN



LATAR BELAKANG Dalam rangka penyelenggaraan managemen pegawai dilingkungan Rumah Sakit Islam Namira diperlukan pengelolaan arsip pegawai berdasarkan pada suatu pola penataan dan penyusunan arsip file kepegawai yang seragam dan standar. Penyusunan file kepegawaian dilingkungan Rumah Sakit Islam Namira berdasarkan satuan kerja dan berdasarkan tahun, bulan dan tanggal pengangkatan serta nomor urut pegawai, Sehingga dengan demikian akan memudahkan dalam pencarian file masing-masing pegawai.



RUANG LINGKUP 1. Sarana dan Pemeliharaan penataan file pegawai 2. Prosedur penataan file pegawai 3. Penyusunan file pegawai 4. Peminjaman dan penemuan kembali file pegawai



MAKSUD DAN TUJUAN Maksud



Petunjuk teknis tata cara Penyusunan file kepegawaian ini dimaksud sebagai pedoman bagi pengelola dalam melaksanakan kegiatan penyusunan dan penataan kepegawaian dilingkungan Rumah Sakit Islam Namira. Tujuan 2. Menyeragamkan dalam penyusunan file kepegawaian 3. Memudahkan pengelola file kepegawaian dalam penataan file 4. Mewujudkan terciptanya penyusunan file kepegawaian yang efektif dan efisien sehingga memudahkan dalam penemuan kembali.



PENGERTIAN Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. File adalah tempat untuk menyimpan arsip atau dokumen kepegawaian 2. Lemari arsip adalah tempat untuk menyimpan file pegawai 3. Buku Peminjaman File adalah buku catatan untuk mengetahui file kepegawaian yang dikeluarkan atau dipinjam.



BAB II SARANA DAN PEMELIHARAAN FILE KEPEGAWAIAN



SARANA 1. Map arsip 2. Lemari 3. Buku Kendali 4. Vacum cleaner 5. Obat pencegah/pembasmi kutu 6. Sapu 7. Kemoceng



PEMELIHARAAN 1. Pemeliharaan meliputi kebersihan ruang file, almari file,map arsip 2. Pemeliharaan dilakukan dengan menyapu, menyedot debu, memelihara peralatan/sarana penataan file, penyemprotan rayap atau kutu lainnya yang merusak file



BAB III PENATAAN FILE KEPEGAWAIAN BAHAN Bahan yang diperlukan dalam penataan file kepegawaian meliputi : 1. Tenaga klinis Dokter Umum 



Daftar Isi







Foto copy Ijazah Sekolah Dasar







Foto copy Ijazah Sekolah Menengah Pertama







Foto copy Sekolah Menengah Atas







Foto Copy Ijasah Sarjana Kedokteran







Foto copy Ijazah Kedokteran Umum







Foto copy Transkripsi Nilai Ijazah Terakhir







Kurikulum Vitae







Foto copy Akta Kelahiran







Foto copy Kartu Tanda Penduduk







Foto copy Kartu Keluarga







Foto copy Akta Nikah ( kalau sudah menikah )







Surat Tanda Registrasi







Surat Izin Praktek Dokter







Surat Penugasan Klinis (SPK)







Rincian Kewenangan Klinis (RKK)







SK Pengangkatan Karyawan







SK Kontrak







Surat Perjanjian Kontrak



2. Tenaga klinis Dokter Spesialis 



Daftar Isi







Foto copy Ijazah Sekolah Dasar







Foto copy Ijazah Sekolah Menengah Pertama







Foto copy Sekolah Menengah Atas







Foto Copy Ijasah Sarjana Kedokteran







Foto copy Ijazah Kedokteran Umum







Foto copy Ijazah Spesialis







Foto copy Transkripsi Nilai Ijazah Terakhir







Kurikulum Vitae







Foto copy Akta Kelahiran







Foto copy Kartu Tanda Penduduk







Foto copy Kartu Keluarga







Foto copy Akta Nikah ( kalau sudah menikah )







Surat Tanda Registrasi







Surat Izin Praktek Dokter







Surat Penugasan Klinis (SPK)







Rincian Kewenangan Klinis (RKK)







SK Pengangkatan Karyawan







SK Kontrak







Surat Perjanjian Kontrak



3. Tenaga klinis Perawat Diploma III dan Bidan







Daftar Isi







Foto copy Ijazah Sekolah Dasar







Foto copy Ijazah Sekolah Menengah Pertama







Foto copy Sekolah Menengah Atas







Foto copy Ijazah Diploma III, Sarjana Keperawatan, Ners







Foto copy Transkripsi Nilai Ijazah Terakhir







Kurikulum Vitae







Foto copy Akta Kelahiran







Foto copy Kartu Tanda Penduduk







Foto copy Kartu Keluarga







Foto copy Akta Nikah ( kalau sudah menikah )







Surat Tanda Registrasi







Surat Izin Praktek Perawat atau Bidan







Surat Penugasan Klinis (SPK)







Rincian Kewenangan Klinis (RKK)







SK Pengangkatan Karyawan







SK Kontrak Tahunan







SK Karyawan Tetap







Surat Perjanjian Kontrak



4. Tenaga klinis Profesi Lain 



Daftar Isi







Foto copy Ijazah Sekolah Dasar







Foto copy Ijazah Sekolah Menengah Pertama







Foto copy Sekolah Menengah Atas







Foto Copy Ijasah Diploma III / Sarjana







Foto copy Transkripsi Nilai Ijazah Terakhir







Kurikulum Vitae







Foto copy Akta Kelahiran







Foto copy Kartu Tanda Penduduk







Foto copy Kartu Keluarga







Foto copy Akta Nikah ( kalau sudah menikah )







Surat Tanda Registrasi







Surat Izin Praktek







Surat Penugasan Klinis (SPK)







Rincian Kewenangan Klinis (RKK)







SK Pengangkatan Karyawan







SK Kontrak Tahunan







SK Karyawan Tetap







Surat Perjanjian Kontrak



5. Tenaga Non Klinis 



Daftar Isi







Foto copy Ijazah Sekolah Dasar







Foto copy Ijazah Sekolah Menengah Pertama







Foto copy Sekolah Menengah Atas







Kurikulum Vitae







Foto copy Akta Kelahiran







Foto copy Kartu Tanda Penduduk







Foto copy Kartu Keluarga







Foto copy Akta Nikah ( kalau sudah menikah )







Surat Tugas







Uraian Tugas







SK Pengangkatan Karyawan







SK Kontrak Tahunan







SK Karyawan Tetap







Surat Perjanjian Kontrak



CARA PENATAAN FILE Untuk memudahkan penyusunan file yang diperlu dilakukan adalah : 1. Pengelompokan Satuan Kerja 2. Dikelompokkan berdasarkan Tahun, bulan,tanggal dan nomor urut masuk menjadi karyawan tetap Rumah Sakit Islam Namira



BAB IV PEMINJAMAN DAN PENEMUAN FILE KEMBALI



PEMINJAMAN FILE Layanan peminjaman file pegawai dapat dilakukan dengan datang sendiri ke bagian manajemen. Dari cara tersebut yang penting bahwa yang dipinjam dapat diawasi secara terus menerus dan jelas peminjamnya. Ketentuan Peminjaman file : 1. Yang dapat dipinjam adalah isi file yang diperlukan oleh peminjam dalam arti tidak dibenarkan meminjam file seutuhnya dengan mapnya. 2. Peminjam file mengisi dan menandatangani buku peminjaman file. 3. Setelah mengisi buku peminjaman file petugas yang ditunjuk mengmbil file yang dipinjam dan menyerahkan kepada peminjam. 4. Apabila peminjam sudah mengembalikan file yang dipinjam petugas memaraf dan mencatat tanggal dikembalikan.



PENEMUAN KEMBALI FILE PEGAWAI Keberhasilan pelaksanaan managemen file akan nampak dengan jelas bilamana semua bahan yang dibutuhkan mudah ditemukan kembali dan mudah pula dikembalikan ke tempat semua.



Karena penemuan atau pencarian file merupakan salah satu kegiatan dan bidang kearsipan, yang bertujuan untuk menemukan kembali file karena dapat dipergunakan dalam proses penyelenggaraan administrasi. Menemukan kembali berarti memastikandimana suatu file yang akan dipergunakan itu disimpan dan dalam kelompok berkas apa file itu berada, disusun menurut setiap sistem apa, dan bagaimana cara mengambilnya kembali.



BAB V PENYUSUTAN FILE Penyusutan file adalah kegiatan pengurangan file yang telah secara resmi dinyatakan oleh pejabat yang berwenang telah pensiun, berhenti, meninggal dunia ( in aktif) filenya disusutkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalan menyusutan file meliputi : 1. Dibuatkan daftar pegawai yang dinyatakan in aktif sebagai dasar penyusutan 2. File in aktif dikeluarkan kemudian dibuatkan berita acara penghapusan file. 3. Berkas dapat dimusnahkan dengan cara pengepakan kemudian dimusnahkan ditempat pemnbuangan sementara untuk selanjutnya akan dibawa ke tempat pembuangan akhir pada pihak ketiga.



BAB VI PENUTUP Petunjuk teknis tata cara penyusutan file kepegawaian dilingkungan Rumah Sakit merupakan pedoman dalam penataan dan penyusunan arsip pegawai yang memiliki nilai efektivitas dan efisiensi dalam menemukan file pegawai. Pedoman teknis ini juga menjadi instrumen penting yang mendukung petugas pelaksana an dalam kelancaran pelaksanaan tugasnya.



BERITA ACARA PENGHAPUSAN ARSIP KEPEGAWAIAN Pada hari ini jumat tanggal delapan bulan Januari tahun dua ribu enam belas kami yang bertanda tangan dibawah ini, Nama



:



Jabatan



:



NIK



:



Nama



:



Jabatan



:



NIK



:



Berdasarkan surat tugas Nomor telah memusnahkan file pegawai sebagaimana yang tercantum dalam daftar pertelaan arsip terlampir pada acara ini Pemusnahan dilakukan dengan kerjasama dengan Berita acara ini dibuat dengan sesungguhnya dalam rangkap dua disampaikan kepada



BERITA ACARA UPDATE ARSIP KEPEGAWAIAN Pada hari ini jumat tanggal delapan bulan Januari tahun dua ribu enam belas kami yang bertanda tangan dibawah ini, Nama



:



Jabatan



:



NIK



:



Nama



:



Jabatan



:



NIK



:



Berdasarkan surat tugas Nomor telah mengupdate file pegawai sebagaimana yang tercantum dalam daftar arsip kepagawaian terlampir pada acara ini Berita acara ini dibuat dengan sesungguhnya dalam rangkap dua disampaikan kepada



Panduan Pelayanan Radiologi Posted on April 26, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



BAB I PENDAHULUAN



Latar Belakang Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol. Pelayanan terbaik yang bisa diberikan kepada customer sehingga kebutuhan/keinginan/harapan customer dapat terpenuhi (pelanggan puas), Penilaian Mutu pelayanan dapat untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan pelayanan dengan demikian akan dapat menghargai keberhasilan dan memperbaiki kegagalan. Pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada Organisasi Pelayanan Kesehatan. Pelayanan terbaik, melebihi, melampaui, mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau pelayanan waktu lalu .Pelayanan prima dapat diwujudkan jika ada standar dan dipatuhi memberi yang terbaik bahkan melebihi adanya terobosan untuk memuaskan pelanggan (inovasi). Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodanya.



Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan radiologi khususnya radiologi diagnostik, maka dibuat pedoman Pelayanan Instalasi Radiologi Diagnostik di RS QIM sebagai acuan bagi sarana pelayanan kesehatan dalam melakukan pelayanan radiologi diagnostik dan untuk keperluan pembinaan.



Ruang Lingkup 1. Pelayanan radiodiagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, antara lain pelayanan X-ray konvensional, dan Computed Tomography Scan/CT Scan. 2. Pelayanan imejing diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG).



Batasan Operasional Dalam meningkatkan pelayanan radiologi pada pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan CT – Scan dilakukan oleh radiogrefer, sedangkan pada pemeriksaan ultrasonografi ( USG ) dilakukan oleh Radiolog.



Landasan Hukum Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Standar pelayanan radiologi diagnostic di sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat undang-undang dasar 1945 diana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat undang-undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, akan pelayanan radiologi sudah selayaknya diberikan pelayanan yang berkualitas.



BAB II STANDAR KETENAGAAN



Kualifikasi Sumber Daya Manusia Ketenagakerjaan adalah segala hal yg berhubungan dg tenaga kerja pd waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja, setiap orang yg mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan yg penting sebagai pelaku sekaligus tujuan pembangunan, adanya peningkatan kualitas dan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai harkat dan martabat manusia. Kualifikasi tenaga dalam penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostic, USG dan CT Scan terdiri dari satu dokter spesialis radiologi yang berkompeten sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku, PPR bidang kesehatan atau diagnostic, dua radiographer D III teknik radiologi dan tenaga IT. Standar Ketenagaan ditentukan berdasarkan 1. Jenis sarana kesehatan 2. Kemampuan / kompetensi 3. Beban kerja 4. Jumlah peralatan (pesawat)



Distribusi Ketenagaan Tugas dr Sp.Rad 1. Menyusun & mengevaluasi secara berkala SOP tindakan medis radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensional serta melakukan revisi bila diperlukan 2. Melaksanakan dan mengevaluasi tindakan radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensional sesuai SOP 3. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan floroskopi bersama dengan radiografer 4. Menjelaskan dan menandatangani informed consent (izin tindakan medis) kepada pasien / keluarga pasien 5. Membaca hasil pemeriksaan radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensional 6. Melaksanakan teleradiologi dan konsultasi radiodiagnostik, imejing diagnostik dan radiologi intervensional 7. Memberikan layanan konsultasi thd pemeriksaan yg akan dilaksanakan



8. Menjamin pelaksanaan seluruh aspek proteksi radiasi thd pasien 9. Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin utk mendptkan citra radiografi yg seoptinal mungkin dg mempertimbangkan tingkat panduan paparan medic 10. Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau intervensional dg mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya 11. Mengevaluasi kecelakaan radiasi dari aspek klinis 12. Meningkatkan kemampuan diri sesuai perkembangan IPTEK radiologi



Tugas Radiografer 1. Mempersiapkan pasien, obat-2an & peralatan utk pemeriksaan dan pembuatan foto radiologi 2. Memposisikan pasien sesuai dg teknik pemeriksaan 3. Mengoperasionalkan peralatan radiologi sesuai SOP, khusus utk pemeriksaan dg kontras dan floroskopi, pemeriksaan dikerjakan bersama dr. sp.rad 4. Melakukan kegiatan prosesing film (kamar gelap dan work station) 5. Melakukan penjaminan & kendali mutu 6. Memberikan proteksi radiasi thd pasien, diri sendiri dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-X 7. Menerapkan teknik dan prosedur yg tepat utk meminimalkan paparan yg yg diterima pasien sesuai kebutuhan 8. Merawat dan memelihara alat pemeriksaan radiologi scr rutin



Tugas tenaga PPR 1. Membuat program proteksi dan keselamatan radiasi 2. Memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi 3. Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi radiasi dan memantau pemakaiannya 4. Meninjau scr sistematik dan periodik, program pemantauan di semua tempat dimana pesawat sinar-X digunakan



5. Memberikan konsultasi yg terkait dg proteksi dan keselamatan radiasi 6. Berpartisipasi dlm mendesain fasilitas radiologi 7. Memelihara rekaman 8. Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan 9. Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian keterangan dlm hal kedaruratan 10. Melaporkan kpd pemegang izin setiap kejadian kegagalan operasi yg berpotensi kecelakaan radiasi 11. Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi serta verifikasi keselamatan yg diketahu PI utk dilaporkan kepada Ka. Bapeten. 12. Melakukan inventarisasi zat radioaktif



Tugas tenaga IT 1. Memasukkan dan menyimpan data secara elektronik dg rutin 2. Memelihara dan memperbaiki alat-alat IT



BAB III STANDAR FASILITAS Denah Ruang Persyaratan ruang pemeriksaan radiologi : 1. Luas ruangan minimal 3 m x 4 m x 2,8 m dengan tinggi jendela minimal 2 m dari lantai sebelah luar. 2. Tebal dinding 15 cm beton atau bata 25 cm plesteran atau setara dengan 2 mm Pb. 3. Pintu diberi penahan radiasi Pb 2 mm. 4. Paparan radiasi yang diperkenankan pada daerah yang dihuni mayarakat sekitar tidak lebih dari 0,25 mSv/jam. 5. Mempunyai fasilitas tanda bahaya radiasi berupa lampu merah sebagai tanda pesawat sedang dioperasikan.



Ruang pemeriksaan radilogi terletak diantara ruang laboratorium dengan ruang bersalin, dan tidak jauh dari ruang gawat darurat dan poli klinik sehingga mudah dicapai pasien untuk meningkatkan pelayanan. Ruang pemeriksaan instalasi radiologi RS QIM terdiri dari : 1. 1 ( Satu ) ruang pemeriksaan pesawat konvensional dengan luas panjang 5 m , lebar 3,5 m tinggi 3m bahan dinding pemeriksaan sinar X terbuat dari tembok bata dengan tebat 15cm deng pb 3mm, pintu ruan pesawat sinar X terbuat dari kayu atau triplek denga ketebalan 4 cm dan dilapisi timbale atau pb dengan ketebalan 3mm sebagai proteksi radiasi. 1. Pemeriksaan ekstremitas. 2. Pemeriksaan pelvis. 3. Pemeriksaan thorax. 4. Vertebra 5. Pemeriksaan menggunakan media kontras ( BNO IVP, Colon In Loop, OMD, Cystografi dll ) 6. Pemeriksaan radiologi dari rawat inap 2. 1 (satu) ruang pemeriksaan pesawat CT Scan dengan luas panjang 6m,lebar 5m, tinggi 3m, bahan dinding pemeriksaan sinar X terbuat dari tembok bata dengan tebat 15cm deng pb 3mm, pintu ruan pesawat sinar X terbuat dari kayu atau triplek denga ketebalan 4 cm dan dilapisi timbale atau pb dengan ketebalan 3mm sebagai proteksi radiasi. 3. Pemeriksaan CT Kepala, CT Scan Abdomen, CT Scan Thorak, CT Scan Orbita, CT Scan Sinus Paranasal, CT Scan Vertebra dll Non Kontras 4. Pemeriksaan CT Kepala, CT Scan Abdomen, CT Scan Thorak CT Scan Orbita, CT Scan Sinus Paranasal, CT Scan Vertebra dll dengan menggunakan media Kontras 5. 1 ( Satu ) ruang pesawat ultrasonografi ( USG ) dengan luas………………. 6. Ruangan Pelengkap 7. Ruang tunggu pasien 8. Ruang radiographer 9. Kamar gelap 10. Ruang baca foto 11. Kamar mandi/WC



Standar Fasilitas Standar fasilitas yang dimiliki berupa peralatan pesawat radiologi dan peralatan pendukung untuk pelayanan di instalasi radiologi, Semua peralatan sudah mempunyai izin dari BAPETEN, dilengkapi pengatur diafragma dan lampu kolimator, dan dilakukan kalibrasi serta pemeliharaan secara berkala, peralatan yang dimiliki berupa : 1. Pesawat X-ray Konvensional 2. Pesawat CT Scan 3. Pesawat Ultrasonografi ( USG ) 4. Autometic Prosesor 5. Prinetr Dry view 6. Kaset dan Grid 7. Standar infus 8. Apron 9. Gonad 10. Kaca Mata PB



BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN



Pendaftaran Pemeriksaan Pasien datang sendiri ke bagian radiologi atau ditemani perawat dengan membawa surat rujukan dari dokter / blangko permintaan pemeriksaan. Kemudian petugas radiologi mencatat identitas pasien di Log Book Operasi setelah selesai kemudian pasien di siapkan untuk pemeriksaan sesuai dengan permintaan di blangko pemeriksaan.



Persiapan Pemeriksaan



Persiapan pasien tidak semuanya pemeriksaan menggunakan perisapan, hanya sebagian pemeriksaan yang menggunakan persiapan seperti pemeriksaan yang menggunakan media kontras ( BNO IVP, Colon In Loop dll ), Persiapan untuk pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur tetap yang sudah ditentukan. Sedangkan pemeriksaan ekstremitas tidak perlu persiapan khusus hanya saja instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur pemeriksaan harus diberitahukan dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda aksessoris seperti gigi paslu, rambut palsu, anting – anting, penjepit rambut dan alat bantu pendengar harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak. Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut.



Pelaksanaan Pemeriksaan Pelayanan dan tindakan radiodiagnostik dilakukan hanya berdasarkan permintaan dokter secara tertulis dan mencantumkan diagnosa klinis dan hasil pemeriksaan medis lain yang terkait, seperti hasil laboratorium, karepa pada pemeriksaan tertentu seperti pemeriksaan BNO IVP harus mengetahui hasil laboratorium terlebih dahulu. Pasien datang ke bagian radiologi dengan membawa surat permintaan rontgen maka pemeriksaan langsung bisa dilaksanakan.



Pencucian Film Pencucian film pada konventional x-ray masih menggunakan sistem pengolahan film secara autometik di proses dikamar gelap. Pengolahan film di kamar gelap dimulai dengan mengeluarkan film dari kaset, kemudian kertas identitas pasien diletakkan pada ID camera, setelah itu film dimasukkan pada mesin prosesing. Sedangkan pada flim CT Scan proses pencetakan gambar sudah menggunakan printer yang otomatis langsung akan keluar dalam bentuk gambaran slice sesuai yg diinginkan.



Pemberian Expertise Hasil pemeriksaan dan tindakan radiodiagnostik dalam tanggung jawab dokter spesialis radiologi. Semua foto harus dibaca/diekspertise dengan jelas dan ditanda tangani oleh dokter spesialis radiologi. 



Di Dalam Jam Kerja



Pada jam kerja dokter radiology akan membaca semua hasil foto ronsen di ruangan baca dokter yaitu antara jam 08.00 WIB sampai jam 21.00 WIB 



Di Luar Jam Kerja



Jika diluar jam kerja atau pasien Cito dan harus dibacakan oleh dokter radiologi maka petugas radiologi akan membawa / mengantarkan foto rontgen ke tempatnya / kerumahnya yaitu antara jam 21.00 WIB sampai dengan jam 07.00 WIB



Penyerahan Hasil Hasil radiograf rawat jalan merupakan milik pasien sepenuhnya dan dapat diambil satu hari setelah pemeriksaan, setelah hasil radiograf dibaca oleh dokter radiolog. Pada pasien IGD dan Rawat jalan hasil radiograf langsung diambil oleh pengantar pasien ( perawat ). Prosedur pengambilan hasil pemeriksaan radiologi, setiap pasien yang datang untuk mengambil hasil pemeriksaan radiologi, harus membawa kuitansi / bukti pembayaran atau kartu pengambilan hasil. Hasil pemeriksaan radiologi dapat diambil di bagian radiologi.



Pengarsipan Pengarsipan di instalasi radiologi berupa permintaan dan hasil bacaan disusun berdasarkan nomor urut pasien. Laporan pembukuan pengambilan hasil radiograf di instalasi radiologi dilakukan pertahun. Laporan ini meliputi jenis pemeriksaan, jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap, jumlah pemakaian film dan kerusakan filim.



BAB V LOGISTIK



Bertanggung jawab terhadap terselenggaranya tertib administrasi dalam bidang logistik Instalasi Radiologi, peralatan dan Rumah tangga, untuk menyusun rencana kebutuhan dan pengadaan bahan-bahan keperluan dan peralatan Instalasi radiologi dalam rangka pelaksanaan tugas pelayanan radiologi, menyusun rencana pemeliharaan peralatan di Instalasi Radiologi,



menyiapkan program-program pengembangan pelayanan Radiologi menyusun laporan secara berkala tentang keadaan bahan kebutuhan dan peralatan Instalasi, membuat evaluasi dan usulan tentang penggunaan bahan-bahan / pertengkapan dan peralatan (efisiensi, efektifitas, dan menyimpan, mengelola bahan-bahan / peralatan / barang Inventaris Perkantoran Instalasi Radiologi.



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



Pengertian Keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik, Dalam menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Keselamatan pasien harus menjadi ruh dalam setiap pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tuntutan akan keselamatan pasien harus direspons secara proaktif oleh semua pihak dan harus menjadi sebuah gerakan yang didasari pertimbangan moralitas dan etik. Patient safety harus jadi suatu gerakan menyeluruh dari semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Ini membutuhkan keterlibatan semua pihak, yaitu manajemen dan tenaga kesehatan. Keduanya harus menyadari pentingnya patient safety. Kalau hanya satu pihak akan sia-sia saja. Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum atau pasien yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi, dalam Radiologi dapat membantu mencegah kesalahan medis dan membantu meningkatkan keselamatan pasien. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan (OSHE) manajemen di rumah sakit merupakan upaya dalam mewujudkan keamanan, kenyamanan dan kebersihan lingkungan kerja, melindungi dan meningkatkan kesehatan.



Tujuan Memahami pentingnya patient safety di rumah sakit dan mengembangkan budaya safety tersebut demi keamanan dan kenyamanan pasien dalam pemeriksaan rontgen.



Tata Laksana Keselamatan Setiap pemeriksaan dengan pesawat Sinar-X hanya diperlukan setelah memperhatikan kondisi pasien untuk menghindari paparan radiasi yang tidak perlu. Semua upaya agar dilakukan untuk menjaga dosis pasien sekecil mungkin yang dapat dicapai secara teknis, seperti penggunaan kombinasi screen film dengan efisiensi tinggi, ukuran medan radiasi minimum, waktu dan arus minimum serta pengalaman dalam adaptasi terhadap kegelapan. Pemeriksaan radiologi pada perut bagian bawah dan pelvis wanita hamil harus diberikan hanya bila dianggap sangat diperlukan, dalam hal ini harus diusahakan agar janin menerima dosis radiasi sedikit mungkin. Dalam hal pemberian penyinaran jenis lain pada wanita hamil maka perut bagian bawah dan janin harus dilindungi dengan pelindung.



BAB VII KESELAMATAN KERJA



Pemanfaatan sinar-X diagnostik meliputi disain ruangan, pemasangan dan pengoperasian setiap pesawat Sinar-X sesuai dengan spesifikasi keselamatan alat, perlengkapan proteksi radiasi, keselamatan operasional, proteksi pasien, dan uji kepatuhan (compliance test). Keselamatan kerja yang diterapkan antara lain : 1. Dilakukan pengujian pesawat sinar-x dan CT Scan / kalibrasi setiap satu tahun sekali 2. Pesawat Sinar-X dan Pesawat CT Scan dalam kondisi yang baik dan dirawat dengan program jaminan kualitas. 3. Ruangan Sinar-X harus dibangun dengan cukup kuat untuk menahan beban perlatan yang ada di dalamnya dan dibangun sedemikian, sehingga memberikan proteksi yang cukup terhadap operator (petugas) dan orang lain yang berada di sekitar ruangan pesawat SinarX. 4. Ruang operator terdapat tabir Pb dan dilengkapi dengan kaca intip dari Pb sehingga dapat melindungi operator dari radiasi bocor dan hamburan.. 5. Pintu ruang pesawat Sinar-X dan Pesawat CT Scan terdapat penahan radiasi yang cukup sehingga terproteksi dengan baik.



6. Lampu merah sebagai tanda radiasi harus terpasangdi atas pintu, yang dapat menyala pada saat pesawat Sinar-X digunakan dan terdapat tanda peringatan radiasi seperti berikut : ” AWAS SINAR-X”



1. Apron pelindung yang mempunyai ketebalan minimum yang setara dengan 0,25 mm Pb dengan ukuran yang cukup pada bagian badan dan gonad untuk pemakai dari radiasi langsung. 2. Sarung tangan pelindung harus mempunyai ketebalan yang setara dengan 0,25 mm Pb dengan ukuran yang cukup dari radiasi langsung yang mengenai tangan dan pergelangan tangan. 3. Terdapat fasilitas untuk imobilisasi pasien, untuk mengurangi pergerakan pasien pada saat pemeriksaan dengan Sinar-X dan CT Scan. 4. Tersedia peralatan untuk mencegah atau mengendalikan bahaya konvensional seperti kebakaran, banjir, dan kedaruratan yang berkaitan dengan listrik. 5. Arah berkas utama dari pesawat Sinar-X tidak diarahkan ke panel kontrol. 6. Orang yang membantu memegang pasien anak-anak atau orang yang lemah pada saat penyinaran dilakukan oleh orang dewasa / keluarga dengan menggunakan apron, tidak dilakukan oleh petugas. 7. Usaha yang dilakukan dalam melaksanakan penyinaran Sinar-X sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang baik dengan paparan minimum pada pasien atau petugas. 8. Selama penyinaran, tidak seorangpun kecuali petugas yang berhubungan dan pasien berada dalam ruang penyinaran. 9. Pesawat Sinar-X dilarang dioperasikan oleh petugas yang tidak berwenang. 10. Apabila terjadi kerusakan pesawat, perbaikan peralatan Sinar-X dilakukan oleh teknisi yang telah diberi mandat oleh penguasa yang berwenang. Teknisi tersebut mempunyai keahlian dan latar belakang proteksi radiasi untuk mengerjakan pekerjaannya dengan aman. 11. Terdapat peralatan monitoring personil yaitu film badge untuk memantau paparan radiasi yang diterima setiap satu bulan sekali



BAB VIII



PROTEKSI RADIASI



Proteksi radiasi merupakan cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan pada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat adanya paparan radiasi. Tujuan proteksi radiasi adalah untuk mencegah terjadinya efek deterministik yang membahayakan dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik. Selain itu proteksi radiasi bertujuan melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi lain. Prinsip dasar proteksi radiasi yang diterapkan yaitu pengaturan waktu dimana seorang pekerja radiasi yang berada di dalam medan radiasi akan menerima dosis radiasi yang besarnya sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di dalam medan radiasi, pengaturan jarak ( Paparan radiasi berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber radiasi ), dan Penggunaan perisai radiasi untuk penanganan sumber-sumber radiasi dengan aktifitas sangat tinggi. Setiap kegiatan yang mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian yang mendalam dan manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya, paparan radiasi dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin, dan dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Upaya Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, Petugas dan Masyarakat Umum 1. Pemeriksaan dengan sinar-X hanya dilakukan atas permintaan dokter. 2. Pemakaian perisai maksimum pada sinar primer. 3. Pemakaian teknik kV tinggi. 4. Jarak fokus ke pasien tidak boleh terlalu dekat. 5. Daerah yang disinari harus sekecil mungkin, 6. Organ reproduksi dilindungi sebisanya. 7. Pasien yang hamil, terutama trimester pertama tidak boleh diperiksa secara radiologis. 8. Selama penyinaran berlangsung, petugas berdiri di belakang penahan radiasi. 9. Sedapat mungkin petugas tidak berada dalam kamar pesawat sinar-X pada waktu dilaksanakan radiografi. 10. Pintu berpenahan radiasi timbal selalu ditutup selama dilakukan penyinaran.



11. Selama penyinaran berlangsung, setiap orang termasuk perawat yang menyertainya harus berlindung di balik penahan radiasi.



BAB IX PENGENDALIAN MUTU



Mutu pelayanan radiologi dilaksanakan untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelayanan radiologi, meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan serta sebagai bahan acuan dalam perencanaan dan pengembangan pelayanan radiologi. Untuk meningkatkan mutu pelayanan Radiologi perlu adanya evaluasi sistem dan prosedur pelayanan, fasilitas dan penyelenggaraan pelayanan, penyelenggaraan pelayanan radiologi, hasil penyelenggaraan pelayanan dan perbaikan sarana yang dilaksanakan secara intern dan rutin melalui rapat intern radiologi. Program Peningkatan Mutu adalah cakupan keseluruhan Program menejemen yang di terapkan untuk menjamin keprimaan mutu pelayanan kesehatan melalui suatu kegiatan secara sistematis yang bertujuan untuk menjamin terlaksananya pelayanan radiologi yang prima sesuai standar, dapat memberikan informasi diagnostik yang tepat, dengan dosis radiasi yang serendahrendahnya dan biaya yang sekecil-kecilnya. Pelaksana dari program peningkatan mutu adalah tim yang bibentuk oleh instalasi radiologi dan disahkan oleh direktur. Penyusunan tim melibatkan staf instalasi radiologi. Pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu mencakup : 1. Program peningkatan mutu berfokus pada standar input (SDM, peralatan, ruangan, bahan habis pakai dan lain-lain). 2. Program peningkatan mutu berfokus pada proses, yaitu pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan. 3. Program peningkatan mutu berfokus pada output, yaitu evaluasi terhadap hasil-hasil yang sudah dilaksanakan (hasil radiograf, hasil bacaan, reject analisis, kepuasan pasien dan lain-lain).



BAB X PENUTUP



Pelayanan radiologi diagnostic merupakan bagian dari salah satu meningkatkan mutu pelayanan dalam suatu Rumah Sakit untuk mewujudkan kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang, dan melakukan perbaikan berkesinambungan. Dalam upaya mencapai pelayanan radiologi yang bermutu dan aman selain dilakukan pelayanan-pelayanan untuk pasien juga perlu untuk petugas antara lain penampilan fisik yang prima seperti tata rambut, pakaian seragam,make up, kuku, sepatu, postur tubuh, berat badan, kebersihan diri, kerapihan, cara senyum, cara berjalan, cara bertutur kata, penggunaan dan kepekaan thd bahasa tubuh, Delivery of services yang prima seperti kerelaan untuk melayani, kepedulian, kecepatan memberi respons dalam pelayanan, kesediaan untuk membantu klien, percaya diri, dan kesabaran, profesional dalam menyampaikan pelayanan, ketaatan pada prosedur, serta meningkatkan produktivitas dan hasil kerja yang prima. Dalam penyelenggaraan pelayanan radiologi diagnostIK untuk sarana pelayanan kesehatan yang bermutu, maka diperlukan pedoman pelayanan radiologi yang dapat dipakai sebagai acuan dan sarana pelayanan kesehatan khususnya di instalasi radiologi.



Skip to content  Home







About Us







Healthcare Accreditation







Healthcare Design







Hospital Accreditation







Hospital Design







Strategic Management



← Panduan Pelayanan Radiologi Panduan Pengadaan Alkes di Rumah Sakit →



Panduan Pelayanan Resiko Tinggi di Rumah Sakit Posted on April 27, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



BAB 1 DEFINISI







PENGERTIAN



Pelayanan yang memerlukan peralatan yang kompleks untuk pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, risiko bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat beresiko tinggi. 



TUJUAN



Pelayanan pada pasien beresiko tinggi berorientasi untuk dapat secara optimal memberikan pelayanan dan perawatan pasien dengan menggunakan sumber daya, obat-obatan dan peralatan sesuai standard an pedoman yang berlaku. Panduan ini disusun dalam rangka penyelenggaraaan pelayanan pasien berisiko tinggi yang berkualitas dan mengedepankan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.



BAB III RUANG LINGKUP PELAYANAN



Kelompok pasien yang berisiko atau pelayanan yang berisiko tinggi antara lain 1. Penanganan kasus emergensi; 2. Penanganan Resusitasi; 3. Pasien dengan life support atau dalam kondisi koma; 4. Restraint 5. Pasien lansia, cacat atau yang berisiko untuk diperlakukan tidak senonoh.



BAB III TATA LAKSANA



Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran: 1. Pasien Rawat Jalan 2. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila diperlukan. 3. Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien untuk dilakukan pemeriksaan sampai selesai. 4. Pasien Rawat Inap 5. Penempatan pasien di kamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar perawat. 6. Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur. 7. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat digunakan 8. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak yang ditunjuk dan dipercaya. 9. Tata Laksana perlindungan terhadap penderita cacat: 10. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses selesai dilakukan. 11. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.



12. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien dapat menggunakan bel tersebut. 13. Perawat memasangdan memastikan pengaman tempat tidup pasien. 14. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak 15. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan, ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga. 16. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tua apabila akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan. 17. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien. 18. Pemasangan CCTV di ruang perinatologi hanya kepada ibu kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain. 19. Tata Laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti (risiko penyiksaan, napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah tangga): 20. Pasien ditempatkan di kamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor perawat. 21. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas di kantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain yang satu kamar perawatan dengan pasien beresiko. 22. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien. 23. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan. 24. Daftar Kelompok Pasien berisiko adalah sebagai berikut: 25. Pasien dengan cacat fisik dan mental. 26. Pasien usia lanjut 27. Pasien bayi dan anak-anak. 28. Pasien korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 29. Pasien narapidana, korban dan tersangka tindak pidana 30. Pasien dengan penyakit kronis seperti pasien dialisis, pasien khemotherapy, pasien stroke.



BAB IV DOKUMENTASI



1. Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi 2. Formulir Observasi Pasien



PENUTUP



Demikian Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman dan pegangan seluruh karyawan rumah sakit. Penyusunan Buku Buku Panduan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi ini adalah langkah awal suatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan



← Panduan Re Use Alkes di Rumah Sakit Panduan Pembuatan Clinical Pathway →



Panduan Rawat Inap Rumah Sakit Posted on April 23, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



BAB I PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan perbaikan di segala bidang, misalnya: Bidang ekonomi, pendidikan, sosial budaya, terutama bidang kesehatan. Karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak dipenuhi, sebelum



memenuhi kebutuhan yang lain. Perbaikan di bidang kesehatan ini meliputi ; segi pelayanan, tenaga kesehatan, dan fasilitas yang memadai. Rumah sakit sebagai suatu badan usaha, tentu mempunyai misi tersendiri sama seperti badan usaha lainnya. Produk utama rumah sakit adalah (a) Pelayanan Medis, (b) Pembedahan, dan (c) Pelayanan perawatan orang sakit, sedangkan sasaran utamanya adalah perawatan dan pengobatan nyawa dan kesehatan para penderita sakit. Sebagai salah satu bagian dari rumah sakit, maka Unit Rawat inap dirumah sakit juga perlu diperhatikan dalam bidang pelayanan terhadap pasien. Dengan disusun buku panduan rawat inap ini maka diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pelayanan di seluruh aspek rumah sakit terutama di ruang rawat inap untuk mencapa kepuasan bagi pasien dan keluarga yang mendapatkan pelayanan.



Tujuan Rumah sakit memberikan pelayanan yang baik dan efisien terhadap pelayanan rawat inap, baik pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.



Ruang Lingkup Ruang lingkup dari panduan pelayanan rawat ini diberlakukan pada semua staf pemberi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.



Definisi Rawat Inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997 yang dikutip dari Suryanti (2002)).



BAB II TATALAKSANA PANDUAN RAWAT INAP



1. Pasien yang membutuhkan perawatan inap atas sesuai indikasi medis akan mendapatkan surat perintah rawat inap dari dokter spesialis atau dari UGD. 2. Surat perintah rawat inap akan ditindak lanjuti dengan mendatangi bagian pendaftaran untuk konfirmasi ruangan sesuai hak peserta dengan membawa KTP asli dan fotocopy sehingga peserta bisa langsung dirawat. 3. Bila ruang perawatan sesuai hak peserta penuh, maka ybs berhak dirawat 1 (satu) kelas diatas/dibawah haknya. Selanjutnya peserta dapat pindah menempati kamar sesuai haknya dan bila terdapat selisih biaya yang timbul maka peserta membayar selisih biaya perawatan. 4. Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan atau tindakan medis, maka yang bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti Pemeriksaan dan Tindakan setiap kali dilakukan. 5. Setiap selesai rawat inap, peserta/orangtua peserta bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti Rawat Inap dan pasien akan mendapatkan perintah untuk kontrol kembali ke spesialis yang bersangkutan. 6. Pasien akan membawa surat perintah kontrol kembali dari dokter spesialis ke dokter PPK I untuk mendapatkan Surat Rujukan PPK I ke dokter spesialis di RS yang ditunjuk. 7. Selanjutnya berlaku prosedur rawat jalan dokter spesialis di RS. 8. Jawaban rujukan dari dokter spesialis dapat diberikan kembali kepada dokter keluarga di PPK I. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan proses pelayanan yang seragam. Pasien yang masuk ke rumah sakit dan memerlukan rawat inap, harus diregrestasi terlebih dulu. Tujuan selain untuk mendata pasien, yang lebih penting adalah untuk menyiapkan perkembangan medis atau catatan perkembangan penyakitnya melalui file rekam Medik. Untuk itu tiap pasien memiliki nomor rekam medik tersendiri. Sehingga jika ada pasien yang sebelumnya sudah tercatat di rumah sakit tertentu, untuk kunjungan mereka berikutnya cukup dengan menunjukkan nomor rekam medic melalui kartu berobat yang diberikan sebelumnya oleh pihak rumah sakit. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian pelayanan yang seragam sesuai dengan undangundang dan peraturan yang terkait. Pada pendataan pasien ketika akan dirawat inap, selain identitas pasien seraca lengkap penting pula untuk dicantumkan penanggungjawab, yang biasanya memiliki hubungan keluarga dengan pasien, seperti orang tua, saudara atau paman dan lain-lain. Selain penanggungjawab ini, perlu pula dipastikan identitas seorang yang bertanggungjawab terhadap pembiayaan selama dirawat di rumah sakit. Hal ini terutama diperlukan bagi pasien yang tidak ditanggung asuransi. Pemberian pelayanan yang seragam memenuhi maksud dan tujuan, yaitu:



1. Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan. 2. Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu. 3. Ketepatan (aculty) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien. 4. Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama diseluruh rumah sakit. 5. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit. Informasi umum yang wajib diketahui pasien atau keluarganya harus disampaikan saat pendaftaran tersebut. Hak-hak apa yang didapat pasien dan kewajiban apa yang harus dipenuhi serta aturan rumah sakit yang harus diketahui untuk dipatuhi pasien atau keluarganya. Ketika ini pula pasien / keluarga diberikan keluluasaan untuk menentukan kelas perawatan yang dipilih. Tentu sebelumnya dijelaskan pula oleh petugas apa perbedaan pada masing-masing kelas perawatan. Jika pasien merupakan anggota dari suatu rekanan kerja sama dengan rumah sakit atau menjadi salah satu tanggungan asuransi kesehatan, mestinya sudah didata sejak awal. Dan jika penderita merupakan pasien yang sudah dirujuk untuk dilakukan tindakan medis, seperti pembedahan, informasi prakiraan pembiayaan tindakan tersebut sudah dapat diberikan saat pasien melakukan regristrasi di tempat pendaftaran pasien rawat inap. Sebelum pasien diantar untuk masuk kamar perawatan, pasien akan ditempatkan dulu di ruang tertentu, sambil menunggu kesiapan kamar yang akan ditempatinya. Terutama ruangan ini juga biasa diperlukan untuk pasien yang menjalani preoperatif sesaat setelah terdaftar sebagai pasien rawat inap.



BAB III DOKUMENTASI Pelayanan rawat inap di Rumah Sakit didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Hal-hal yang didokumenasikan antara lain: 1. Mulai dengan nama pasien dan berikan latar belakang pasien sebagai informasi dasar kemudian berikan gambaran umum yang sesuai. 2. Pencatatan laporan secara sistematik menurut hasil kegiatan dan urutan kronologi



3. Semua tindakan medik atau prosedur kesehatan yang istimewa, misal ketuban yang dipecahkan dengan sengaja ataupun spontan dengan jam,dan jumlahnya di dokumentasikan dengan benar dan hati-hati. 4. Kegiatan akhir dari pendokumetasian adalah pelaporan, variasi laporan menurut tingkat kebutuhan, misalnya : 1. Laporan shift atau giliran jaga 2. Laporan ini biasanya dibuat dan disampaikan pada setiap pergantian gilir jaga. Laporan ini terutama mengenai kondisi dan perkembangan pasien. Selain itu laporan gilir jaga juga dapat berupa serah terima obat-obatan. Dapat juga pelaporan mengenai peralatan yang sudah terpakai atau dalam persediaan. 3. Laporan harian, biasa berupa jumlah pasien masuk, pasien keluar, pasien meninggal, pasien tanggungan perusahaan, pasien BPJS dan pasien umum. 4. Laporan bulanan, triwulan atau tahunan.



BAB IV PENUTUP Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 1997 yang dikutip dari Suryanti (2002)). Panduan rawat inap ini dibuat untuk menjadi acuan bagi seluruh staf dalam melakukan pelayanan kepada pasien Rumah Sakit . Panduan ini mencakup penjabaran tentang rawat inap dan tatalaksananya serta pendokumentasian. Semoga dengan adanya panduan ini dapat meningkatkan layanan yang sesuai prosedur terhadap pasien di Rumah S



Panduan Code Blue Rumah Sakit



Posted on April 18, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



BAB I DEFINISI



1. DEFINISI Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang harus segera diaktifkan jika ditemukan seseorang dalam kondisi cardiaerespiratory arrest di dalam area rumah sakit. Code blue response team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit. Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest. Resusitasi jantung paru merupakan serangkaian tindakan untuk meningkatkan daya tahan hidup setelah terjadinya henti jantung. Meskipun pencapaian optimal dari resusitasi jantung paru ini dapat bervariasi, tergantung kepada kemampuan penolong, kondisi korban, dan sumber daya yang tersedia, tantangan mendasar tetap pada bagaimana melakukan resusitasi jantung paru sedini mungkin dan efektif. Bantuan hidup dasar menekankan pada pentingnya mempertahankan sirkulasi dengan segera melakukan kompresi sebelum membuka jalan napas dan memberikan napas bantuan. Perubahan pada siklus bantuan hidup dasar menjadi C-A-B (compression — airway — breathing) ini dengan pertimbangan segera mengembalikan sirkulasi jantung sehingga perfusi jaringan dapat terjaga. Rantai pertama pada rantai kelangsungan hidup (the chain of survival) adalah mendeteksi segera kondisi korban dan meminta pertolongan (early access), rantai kedua adalah resusitasi jantung paru (RJP) segera (early cardiopulmonary resuscitation), rantai ketiga adalah defibrilasi segera (early defibrillation), rantai keempat adalah tindakan bantuan hidup lanjut segera (early advanced cardiovascular life support) dan rantai kelima adalah perawatan paska henti jantung (post cardiac-arrest care).



Figure 1 ANA ECC Adult Chain of Survival The inks n the neo., AHA ECG Adult Chain of



SuruiveA areas folluw5. 1. Immediate recognition of cardiac arrest and activation of the emergency response system 2. Early CPA with an emphasis on chest compressions 3.



Rapid dellbrialtdion



4. Effective advanced life support 5. Integrated postcardiac arrest care



TUJUAN Tujuan dari panduan ini adalah : 1. Untuk memberikan panduan baku bagi tim code blue dalam melaksanakan tugastugasnya sebagai tim reaksi cepat jika code blue diaktifkan. 2. Membangun respon seluruh petugas di RS Islam Jemursari pada pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat. 3. Mempercepat respon time kegawatdaruratan di rumah sakit untuk menghindari kematian dan kecacatan yang seharusnya tidak perlu terjadi.



BAB II RUANG LINGKUP Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua kondisi cardiac respiratory arrest tertangani dengan resusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap, yaitu:



1. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit baik medis ataupun non medis yang berada di sekitar korban. 2. Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue. Adapun area penanganan cardiac respiratory arrest di Rumah Sakit terbagi atas: 1. Area satu yaitu area lantai satu dan lantai dua di Rumah Sakit, yaitu: 2. Area kantor 3. Instalasi Gawat Darurat dan area sekitarnya 4. Instalasi Rawat Jalan lantai I dan area sekitarnya 5. Area dua yaitu area lantai satu di Rumah Sakit, yaitu: 6. Ruang Mawar dan area sekitarnya 7. Ruang Neonatus dan area sekitarnya 8. Ruang Azzara 1 dan area sekitarnya 9. Instalasi Perawatan Intensif dan area sekitarnya 10. Hemodialisa dan area sekitarnya 11. Ruang Zahira dan area sekitarnya 12. Instalasi Radiologi dan area sekitarnya 13. Instalasi Laboratorium dan area sekitarnya 14. Unit Logistik dan area sekitarnya 15. Gizi dan area sekitarnya 16. Unit K3 dan area sekitarnya 17. Kamar Jenasah dan area sekitarnya 18. Laundry dan area sekitarnya 19. Gudang Farmasi dan area sekitarnya 20. Pengadaan dan area sekitarnya 21. Area tiga yaitu area lantai dua di Rumah Sakit, yaitu: 22. Instalasi Rawat Jalan lantai II dan area sekitarnya 23. Ruang Melati dan area sekitarnya



24. Ruang Azzara II dan area sekitarnya 25. Ruang Dahlia dan area sekitarnya 26. Ruang Teratai dan area sekitarnya 27. Instalasi Bedah Sentral dan area sekitarnya 28. Area empat yaitu diluar area satu, dua, dan tiga, yaitu meliputi: 29. Area parkir Rumah Sakit 30. Pujasera Rumah Sakit 31. Masjid Rumah Sakit 32. IPS



BAB III TATA LAKSANA PROSEDUR CODE BLUE 1. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka perawat ruangan (I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu: 2. Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban. 3. Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan. 4. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu. 5. Meminta bantuan pertolongan perawat lain (II) atau petugas yang ditemui di lokasi untuk mengaktifkan code blue. 6. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code blue 7. Perawat ruangan yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi operator telepon “8600” untuk mengaktifkan code blue, dengan prosedur sebagai berikut: 8. Perkenalkan diri. 9. Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue. 10. Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas, yaitu: area ….. (area satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan. 11. Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama ruangan ….. nomor …. “.



12. Waktu respon operator menerima telepon “8600” adalah harus secepatnya diterima, kurang dari 3 kali deringan telepon. 13. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat jalan, setelah menghubungi operator, perawat ruangan II segera membawa troli emergensi (emergency trolley) ke lokasi dan membantu perawat ruangan I melakukan resusitasi sampai dengan tim Code Blue datang. Operator menggunakan alat telekomunikasi Handy Talky (HT) atau pengeras suara mengatakan code blue dengan prosedur sebagai berikut: 14. “Code Blue, Code Blue, Code Blue, di area …..(satu/dua/tiga/empat), nama lokasi atau ruangan…..”. 15. Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan: “Code Blue, Code Blue, Code Blue, nama ruangan ….. nomor kamar …..”. 16. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera menghentikan tugasnya masing-masing, mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan tim code blue di lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5 menit. 17. Sekitar 5 menit kemudian, operator menghubungi tim code blue untuk memastikan bahwa tim code blue sudah menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest 18. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat manusia (public area) maka petugas keamanan (security) segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur. 19. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi dihentikan oleh ketua tim code blue. 20. Untuk pelaksanaan code blue di area empat, Tim code blue memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien kemudian segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat. 21. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu: 22. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju. 23. Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh maka pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas 24. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan. 25. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan bagian bina rohani, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.



26. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan DPJP. 27. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien. 28. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.



PENGORGANISASIAN TIM CODE BLUE Tim code blue di Rumah Sakit terbagi atas: 1. Tim code blue satu yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area satu. 2. Tim code blue dua yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area dua. 3. Tim code blue tiga yaitu tim Code Blue yang bertanggung jawab terhadap area tiga.



Tim code blue terdiri dari: 1. Ketua tim code blue yaitu satu orang dokter umum. 2. Anggota tim code blue yang terdiri dari satu orang perawat senior (supervisi) dan satu orang perawat.



Struktur tim code blue di Rumah Sakit adalah sebagai berikut: 1. Ketua Tim Code Blue 2. Ketua tim code blue adalah dokter umum ( jaga ruangan / jaga IGD ) 3. Kualifikasi: 



Memiliki SIP yang masih berlaku.







Memiliki ATLS atau ACLS.







Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.



2. Anggota Tim Code Blue



Anggota tim code blue terdiri dari: 1. Supervisi Kualifikasi:



 



Memiliki SIP yang masih berlaku. Memiliki sertifikat PPGD.







Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.



1. Perawat IGD/Resusitasi/IPI/IBS dan perawat ruangan terkait (Katim dan anggota tim) yang bertanggung jawab saat itu. 



Memiliki SIP yang masih berlaku.







Memiliki sertifikat PPGD.







Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis.



1. Petugas Binroh 2. Security 3. Farmasi URAIAN TUGAS TIM CODE BLUE 1. Ketua Tim Code Blue 2. Memimpin pelaksanaan code blue di area Rumah Sakit, meliputi: 



Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 WIB):



1. Ketua tim code blue di area satu adalah dokter jaga IGD. 2. Ketua tim code blue di area dua adalah dokter jaga ruangan. 3. Ketua tim code blue di area tiga adalah dokter jaga ruangan. 4. Ketua tim code blue di area empat adalah dokter jaga IGD. 



Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB):



1. Ketua tim code blue di area satu adalah dokter jaga IGD. 2. Ketua tim code blue di area dua adalah dokter jaga ruangan. 3. Ketua tim code blue di area tiga adalah dokter jaga ruangan. 4. Ketua tim code blue di area empat adalah dokter jaga IGD. 



Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB):



Ketua tim code blue di semua area adalah dokter jaga IGD yang bertugas jaga pada shift malam. 1. Memimpin pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP). 2. Menentukan tindak lanjut pasca resusitasi. 3. Melakukan koordinasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). 4. Sebagai pengambil keputusan dalam kondisi emergensi atau kondisi jika DPJP tidak ada di tempat atau sulit dihubungi. 5. Melakukan edukasi dengan keluarga pasien. 6. Melakukan koordinasi dengan bagian pelayanan medis dan keperawatan terkait jadwal jaga tim code blue. 7. Melakukan koordinasi dengan bagian/unit yang lain untuk pelaksanaan code blue, misalnya dengan bagian farmasi untuk pengadaan obat dan alat kesehatan (alkes) emergensi. 8. Bekerja sama dengan diklat Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas tim code blue.



2. Anggota Tim Code Blue 3. Supervisi 



Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 W1B) : Pelaksana code blue di semua area.







Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB) : Pelaksana code blue di semua area.







Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB) : Pelaksana code blue di semua area.



1. Perawat 



Shift pagi (jam 07.00 — 14.30 W1B) :



1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift pagi. 2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah perawat IPI dan Res/IGD shift pagi. 3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift pagi. 



Shift sore (jam 14.30 — 22.00 WIB) :



1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift sore. 2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah perawat IPI dan Res/IGD shift sore.



3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift sore. 4. Perawat pelaksana code blue di area empat adalah perawat jaga Res/IGD shift sore. 



Shift malam (jam 22.00 — 07.00 WIB) :



1. Perawat pelaksana code blue di area satu adalah perawat jaga Res/IGD shift malam. 2. Perawat pelaksana code blue di area dua adalah IPI dan Res/IGD shift malam. 3. Perawat pelaksana code blue di area tiga adalah perawat jaga IBS dan Res/IGD shift malam. 4. Perawat pelaksana code blue di area empat adalah perawat jaga Res/IGD shift malam. 5. Binroh : Pelaksana code blue di semua area. 6. Security : Pelaksana code blue di semua area. 7. Farmasi : Pelaksana code blue di semua area. 8. Anggota tim code blue segera mengambil alih tindakan resusitasi yang sedang berjalan dan melanjutkan tahapan resusitasi jantung paru, meliputi: 



Dokter pelaksana code blue bertugas:



Berkoordinasi dengan perawat ruangan (I) atau .first responder dalam hal: 1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas (Airway): 



Tekan dahi angkat dagu (head tilt — chin lift) bila tidak ada trauma.







Mendorong rahang bawah (jaw thrust) bila ada trauma.







Pemasangan Oropharyngeal airway.







Persiapan pemasangan LMA.



1. Bertanggung jawab terhadap keadequatan pemafasan pasien (Breathing). 



Memberikan bantuan pernafasan melalui Bag-Valve-Mask.







Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.







Perawat pelaksana code blue bertugas :



1. Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation) pasien







Memasang monitor EKG/Defibrilator.







Monitoring Tekanan Darah dan Nadi.



1. Bertanggung jawab membawa “resusitasi kit”. 2. Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrilator. 3. Bertanggung jawab dalam penggunaan obat-obatan emergensi. 4. Bertanggung jawab terhadap penggunaan peralatan emergensi termasuk defibrilator. 5. Bertanggung jawab terhadap dokumentasi. Semua ketua dan anggota tim code blue memiliki alat komunikasi (HT) yang harus selalu dinyalakan dan standbye.



ALGORITME CODE BLUE



Bila ada kondisi “ code blue ” pasien dengan henti nafas / henti jantung First resporder / penemu pertama memanggil bantuan First resporder melakukan BHD awal Penolong kedua mengaktifkan Code Blue melalui nomer telepon darurat dengan ext.00 Operator menerima telepon “00” ( 1000



10



10



4. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan) dan titik pengambilan sampel masingmasing pada tempat penampungan (reservoir) dan keran terjauh dari reservoir. 5. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar bersalin, kamar bayi dan ruang makan, tempat penampungan (reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang sistem distribusi, pada sumber air, dan titiktitik lain yang rawan pencemaran. 6. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut di atas dikirim dan diperiksakan pada laboratorium yang berwenang atau yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat. 7. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan. 8. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam rangka pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada sarana penyediaan air minum dan atau air bersih rumah sakit untuk diperiksakan pada laboratorium. 9. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih yang berasal dari sistem perpipaan dan atau pengolahan air pada titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran. 10. Petugas sanitasi atau penganggung jawab pengelolaan kesehatan lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemeriksaan laboratorium. 11. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai parameter yang menyimpang.



12. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan sarana



PENYEHATAN AIR RUMAH SAKIT →



Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan Minuman Posted on April 12, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



A. Pengertian 1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan; makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit. 2. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci piring, membuang bagian makanan yang rusak. 3. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain



B. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan 1. Angka kuman E. Coli pada makanan jadi harus 0/gr sampel makanan dan pada minuman angka kuman E. Coli harus 0/100 ml sampel minuman. 2. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm 2 permukaan dan tidak ada kuman E. Coli. 3. Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas lebih dari 65,5 0C atau dalam suhu dingin kurang dari 40 Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan dalam suhu – 5 0C sampai – 10C. 4. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10 0 5. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :



Tabel I.8 Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Bahan Makanan



Jenis Bahan Makanan Digunakan untuk 3 hari atau kurang



1 minggu atau kurang



1 minggu atau lebih



Daging, ikan, udang dan olahannya



-50C sampai 00C



-100C sampai -50C



Kurang dari -100C



Telur, susu dan olahannya



50C sampai 70C



-50C sampai 00C



Kurang dari -50C



Sayur, buah dan minuman



100C



100C



100C



Tepung dan biji



250C



250C



250C



6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan: 80 – 90%. 7. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut : 8. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm. 9. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm. 10. Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm.



C. Tata Cara Pelaksanaan 1. Bahan Makanan dan Makanan Jadi 1. Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan berkualitas baik. 2. Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari Instalasi Gizi atau dari luar rumah sakit/jasaboga harus diperiksa secara fisik, dan laboratorium minimal 1 bulan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. 3. Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum dihidangkan. 4. Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merek serta dalam dalam keadaan baik. 2. Bahan Makanan Tambahan



Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis buatan) harus sesuai dengan ketentuan.



3. Penyimpanan Bahan Makanan dan Makanan Jadi



Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain. Bahan Makanan Kering 1. o Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang tinggi. o



Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air (air bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran.



o



Tidak ada drainase di sekitar gudang makanan.



o



Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan ketinggian rak terbawah 15 cm – 25 cm.



o



Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22 0



o



Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga.



o



Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga sirkulasi udara.



Bahan Makanan Basah/Mudah Membusuk dan Minuman  Bahan makanan seperti buah, sayuran dan minuman, disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling) 100C – 150  Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali disimpan pada suhu peyimpanan dingin (chilling) 40C-100 



Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam disimpan pada peyimpanan dingin sekali (freezing) dengan suhu 00C-40







Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu < 00







Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan suhu.







Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus tertutup.







Pengambilan dengan cara First In First Out (FIFO), yaitu yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak ada makanan yang busuk.



Makanan Jadi  Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.  Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan tertutup serta segera disajikan.



4. Pengolahan Makanan Unsur-unsur yang terkait dengan pengolahan makanan : Tempat Pengolahan Makanan  Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur) sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan ruangan dapur.  Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu dibersihkan dengan antiseptik. 



Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan sungkup asap.







Intensitas pencahayaan diupayakan tidak kurang dari 200 lux.



Peralatan Masak



Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pegolahan makanan.  



Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan. Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.







Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan.







Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan.







Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor.



c. Penjamah Makanan  



Harus sehat dan bebas dari penyakit menular. Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang.







Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelindung pengolahan makanan.dapur.







Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil.



Pengangkutan Makanan



Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya yaitu  



Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup, dan bersih. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak.







Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan/barang kotor.



e. Penyajian Makanan  



Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang dipakai harus bersih. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.







Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C dan 40C untuk makanan dingin.







Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.







Makanan jadi harus segera disajikan.







Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.



Pengawasan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman



Pengawasan dilakukan secara : Internal



Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit. Pemeriksaan paramater mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap, air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah. Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal dua kali dalam setahun.



Bila terjadi keracunan makanan dan minuman di rumah sakit maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan minuman untuk diperiksakan ke laboratorium.



Ekternal



Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas



Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan Minuman Posted on April 12, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



A. Pengertian 1. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien dan karyawan; makanan dan minuman yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit. 2. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci piring, membuang bagian makanan yang rusak.



3. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain



B. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan 1. Angka kuman E. Coli pada makanan jadi harus 0/gr sampel makanan dan pada minuman angka kuman E. Coli harus 0/100 ml sampel minuman. 2. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman sebanyak-banyaknya 100/cm 2 permukaan dan tidak ada kuman E. Coli. 3. Makanan yang mudah membusuk disimpan dalam suhu panas lebih dari 65,5 0C atau dalam suhu dingin kurang dari 40 Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan dalam suhu – 5 0C sampai – 10C. 4. Makanan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10 0 5. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :



Tabel I.8 Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Bahan Makanan Jenis Bahan Makanan Digunakan untuk 3 hari atau kurang



1 minggu atau kurang



1 minggu atau lebih



Daging, ikan, udang dan olahannya



-50C sampai 00C



-100C sampai -50C



Kurang dari -100C



Telur, susu dan olahannya



50C sampai 70C



-50C sampai 00C



Kurang dari -50C



Sayur, buah dan minuman



100C



100C



100C



Tepung dan biji



250C



250C



250C



6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan: 80 – 90%. 7. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut : 8. Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm. 9. Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm. 10. Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm.



C. Tata Cara Pelaksanaan 1. Bahan Makanan dan Makanan Jadi 1. Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan berkualitas baik. 2. Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari Instalasi Gizi atau dari luar rumah sakit/jasaboga harus diperiksa secara fisik, dan laboratorium minimal 1 bulan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. 3. Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum dihidangkan. 4. Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan merek serta dalam dalam keadaan baik. 2. Bahan Makanan Tambahan



Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis buatan) harus sesuai dengan ketentuan. 3. Penyimpanan Bahan Makanan dan Makanan Jadi



Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain. Bahan Makanan Kering 1. o Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang tinggi. o



Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air (air bersih maupun air limbah) untuk menghindari terkena bocoran.



o



Tidak ada drainase di sekitar gudang makanan.



o



Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan ketinggian rak terbawah 15 cm – 25 cm.



o



Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 22 0



o



Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga.



o



Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat untuk menjaga sirkulasi udara.



Bahan Makanan Basah/Mudah Membusuk dan Minuman  Bahan makanan seperti buah, sayuran dan minuman, disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling) 100C – 150  Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali disimpan pada suhu peyimpanan dingin (chilling) 40C-100 



Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam disimpan pada peyimpanan dingin sekali (freezing) dengan suhu 00C-40







Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku (frozen) dengan suhu < 00







Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan suhu.







Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus tertutup.







Pengambilan dengan cara First In First Out (FIFO), yaitu yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak ada makanan yang busuk.



Makanan Jadi  Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.  Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau dikemas dan tertutup serta segera disajikan.



4. Pengolahan Makanan Unsur-unsur yang terkait dengan pengolahan makanan : Tempat Pengolahan Makanan  Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur) sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan ruangan dapur.  Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu dibersihkan dengan antiseptik. 



Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan sungkup asap.







Intensitas pencahayaan diupayakan tidak kurang dari 200 lux.



Peralatan Masak



Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pegolahan makanan. 



Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan.







Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.







Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan.







Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan.







Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering dan disimpan pada rak terlindung dari vektor.



c. Penjamah Makanan  



Harus sehat dan bebas dari penyakit menular. Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa kesehatannya oleh dokter yang berwenang.







Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan pelindung pengolahan makanan.dapur.







Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil.



Pengangkutan Makanan



Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya yaitu  



Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong yang tertutup, dan bersih. Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang gerak.







Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur untuk mengangkut bahan/barang kotor.



e. Penyajian Makanan  



Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang dipakai harus bersih. Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.







Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C dan 40C untuk makanan dingin.







Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian bersih.







Makanan jadi harus segera disajikan.







Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.



Pengawasan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman



Pengawasan dilakukan secara : Internal



Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit. Pemeriksaan paramater mikrobiologi dilakukan pengambilan sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap, air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah. Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan sampel minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran, daging, ikan laut. Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan minimal dua kali dalam setahun. Bila terjadi keracunan makanan dan minuman di rumah sakit maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan minuman untuk diperiksakan ke laboratorium.



Ekternal



Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil atau mendadak untuk menilai kualitas



PENYEHATAN RUANG BANGUNAN DAN HALAMAN RUMAH SAKIT Posted on April 10, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



Pengertian 1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit. 2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. 3. Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara segar di dalam ruang bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan. 4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. 5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.



Persyaratan Lingkungan Bangunan Rumah Sakit 1. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas. 2. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan, sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.



3. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya. 4. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok. 5. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup. 6. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek atau tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman. 7. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah. 8. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah. 9. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu lainnya.



Konstruksi Bangunan Rumah Sakit Lantai   



Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan.



Dinding Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat. Ventilasi  



Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik. Luas ventilasi alamiah minimum 15% dari luas lantai.







Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis.







Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukan ruangan.



Atap  



Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang penganggu lainnya. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.



Langit-langit  



Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.







Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap.



Konstruksi Balkon, beranda dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes. Pintu Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Jaringan Instalasi 







Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem penghawaan, sarana komunikasi dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan. Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.



Lalu Lintas Antar Ruangan 







Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi. Penggunaan tangga atau elevator dan lif harus dilengkapi dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh



pemakainya, atau untuk lif 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD (Automatic Reserve Divided) yaitu alat yang dapat mencari lantai terdekat bila listrik mati. 



Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar



Fasilitas Pemadam Kebakaran Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ruang Bangunan Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut : Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi: ruang administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan.  



Permukaan dinding harus rata dan berwarna terang. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus.







Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.







Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.







Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster).







Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.



Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi; ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah. Zona dengan Risiko Tinggi



Zona risiko tinggi meliputi: ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut : 



Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang. 1. Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang. 2. Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette.







Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus.







Langit-langit terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.







Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.







Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.



Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko sangat tinggi meliputi: ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut :  



Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl setinggi langit-langit atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang. Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.







Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.







Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna terang.







Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.







Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai.







Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke



bawah. Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System. 



Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.







Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka dan ditutup.







Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas langit-langit.







Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.



Kualitas Udara Ruang 1. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak) 2. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-rata pengkuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 mg/m 3, dan tidak mengandung debu asbes.



Indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel berikut: Konsentrasi Maksimum



No. Ruang atau Unit



Mikro-organisme per m3 Udara (CFU/m3)



1



Operasi



10



2



Bersalin



200



3



Pemulihan/perawatan 200-500



4



Observasi bayi



200



5



Perawatan bayi



200



6



Perawatan premature



200



7



ICU



200



8



Jenazah/Autopsi



200-500



9



Penginderaan medis



200



10



Laboratorium



200-500



11



Radiologi



200-500



12



Sterilisasi



200



13



Dapur



200-500



14



Gawat darurat



200



15



Administrasi, pertemuan



200-500



16



Ruang luka bakar



200



Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam tabel berikut



Tabel I.2 Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah Sakit Parameter No.



Kimiawi



Rata-rata Waktu Pengukuran



Konsentrasi Maksimal sebagai Standar



8 jam



10.000mg/ m3



1



Karbon monoksida (CO)



2



Karbon dioksida (CO2) 8 jam



1 ppm



3



Timbal (Pb)



1 tahun



0,5mg/ m3



4



Nitrogen Dioksida (NO2)



1 jam



200mg/ m3



5



Radon (Rn)







4 pCi/liter



6



Sulfur Dioksida (SO2)



24 jam



125mg/ m3



7



Formaldehida (HCHO) 30 menit



100 g/m3



8



Total senyawa organik yang mudah menguap – (T.VOC)



1 ppm



Pencahayaan Pencahayaan, penerangan dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai dengan peruntukannya seperti dalam tabel berikut:



Tabel I.3 Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit



No.



Ruangan atau Unit



Intensitas Cahaya



Keterangan



(lux) Ruang pasien



1



– saat tidak tidur



100 – 200



– saat tidur



maksimal 50



R. operasi umum



300 – 500



Meja operasi



10.000 – 20.000



Warna cahaya sedang



2 3



Warna cahaya sejuk atau



Sedang tanpa bayangan Anestesi, pemulihan 300 – 500



4 Endoscopy, lab



75 – 100



Sinar X



minimal 60



Koridor



minimal 100



Tangga



minimal 100



5 6 7 8 Administrasi/Kantor minimal 100



9 Ruang alat/gudang



minimal 200



Farmasi



minimal 200



Dapur



minimal 200



10 11 12



malam hari



Ruang cuci



minimal 100



Toilet



minimal 100



13 14 Ruang isolasi khusus



0,1 – 0,5



Warna cahaya biru



15 Penyakit tetanus Ruang luka bakar



100 – 200



16 Penghawaan Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut: 1. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut. 2. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit. 3. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut: 4. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku).



Tabel I.4 Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit Suhu No.



Ruang atau Unit



Kelembaban



o



( C)



Tekanan



(%) 1



Operasi



19 – 24



45 – 60



positif



2



Bersalin



24 – 26



45 – 60



positif



3



Pemulihan/perawatan 22-24 45 – 60



seimbang



4



Observasi bayi



21 – 24



45 –60



seimbang



5



Perawatan bayi



22 – 26



35 – 60



seimbang



6



Perawatan prematur



24 – 26



35 – 60



positif



7



ICU



22 – 23



35 – 60



positif



8



Jenazah/Autopsi



21- 24 –



negatif



9



Penginderaan medis



19 – 24



45 – 60



seimbang



10



Laboratorium



22 – 26



35 – 60



negatif



11



Radiologi



22 – 26



45 – 60



seimbang



12



Sterilisasi



22 – 30



35 – 60



negatif



13



Dapur



22 – 30



35 – 60



seimbang



14



Gawat darurat



19 – 24



45 – 60



positif



15



Administrasi, pertemuan



21 – 24







seimbang



16



Ruang luka bakar



24 – 26



35 – 60



positif



Kebisingan Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti tabel 15.



Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi seperti pada tabel 16. Jumlah Tempat Tidur Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut: Ruang bayi:  



Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur. Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur.



Ruang dewasa:  



Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur. Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur.



Lantai dan Dinding Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut:  



Ruang operasi : 0 – 5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangren Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm2







Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm2







Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm2



Tabel I.5 Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit



Maksimum Kebisingan



No.



Ruangan atau Unit



(waktu pemaparan 8 jam dan satuan dBA)



Ruang pasien



1



– saat tidak tidur



45



– saat tidur



40



Ruang Operasi, umum



2



45 Anestesi, pemulihan



45



3 4



Endoskopi, laboratorium



65



Sinar X



40



Koridor



40



Tangga



45



Kantor/loby



45



Ruang alat/gudang



45



Farmasi



45



Dapur



78



Ruang cuci



78



5 6 7 8 9 10 11 12



Ruang isolasi



40



Ruang Poli gigi



80



13 14 Tabel I.6 Indeks Perbandingan Jumlah Tempat Tidur, Toilet, dan Jumlah Kamar Mandi



Jumlah Tempat Jumlah Kamar Jumlah Tidur Mandi Toil No. et



1



s/d 10



1



1



2



s/d 20



2



2



3



s/d 30



3



3



4



s/d 40



4



4



Setiap penambahan 10 tempat tidur harus ditambah 1 toilet & 1 kamar mandi



Tabel. I.7 Indeks Perbandingan Jumlah Karyawan Dengan Jumlah Toilet dan Jumlah Kamar Mandi.



No.



Jumlah karyawan



Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi



s/d 20



1



1



s/d 40



2



2



s/d 60



3



3



s/d 80



4



4



s/d 100



5



5



1 2 3 4 5 Setiap penambahan 20 karyawan harus ditambah 1 toilet & 1 kamar mandi



Panduan Penyakit Menular Posted on March 6, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) BAB I DEFINISI



1. PENYAKIT MENULAR Penyakit Menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vektor atau melalui lingkungan. Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. (Widoyono, 2011: 3). Cara-cara penularan penyakit : 1. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit) Jenis Penyakit yang ditularkan antara lain : 1. Penyakit kelamin 2. Rabies 3. Trakoma 4. Skabies 5. Erisipelas 6. Antraks



7. Gas-gangren 8. Infeksi luka aerobik 9. Penyakit pada kaki dan mulut pada penyakit kelamin seperti GO, sifilis, dan HIV, agen penyakit ditularkan langsung dan seorang yang infeksius ke orang lain melalui hubungan intim. 2. Melalui Media Udara Penyakit yang dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui udara pernapasan disebut sebagai airborne disease. Jenis penyakit yang ditularkan antara lain : 1. TBC Paru 2. Varicella 3. Difteri 4. Influenza 5. Variola 6. Morbili 7. Meningitis 8. Demam skarlet 9. Mumps 10. Rubella 11. Pertussis 3. Melalui Media Air Penyakit dapat menular dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai water borne disease atau water related disease. Agen Penyakit : 1. Virus : hepatitis virus, poliomielitis 2. Bakteri : kolera, disentri, tifoid, diare 3. Protozoa : amubiasis, giardiasis 4. Helmintik : askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit hidatid 5. Leptospira : penyakit Weil Pejamu akuatik :







Bermultiplikasi di air : skistosomiasis (vektor keong)







Tidak bermultiplikasi : Guinea’s worm dan fish tape worm (vektor cyclop)



Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air, dapat dibagi dalam 4 kelompok menurut cara penularannya, yaitu : 1. Waterborne mechanism Kuman patogen yang berada dalam air dapat menyebabkan penyakit pada manusia, ditularkan melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh kolera, tifoid, hepatitis virus, disentri basiler dan poliomielitis. 2. Water washed mechanism Jenis penyakit water washed mechanism yang berkaitan dengan kebersihan individu dan umum dapat berupa :  



Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma.







Penyakit melalui gigitan binatang pengerat, seperti Ieptospirosis.



3. Water based mechanism Jenis penyakit dengan agen penyakit yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai pejamu intermediate yang hidup di dalam air. Contoh skistosomiasis, Dracunculus medinensis. 4. Water related insect vector mechanism Jenis penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh filariasis, dengue, malaria, demam kuning (yellow fever).



2. PENYAKIT IMUNOSUPPRESED Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-sel fagositik, limfosit B, limfosit T atau komplemen. Imunodefisiensi dapat diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan komponen yang terkena pada sistem imun tersebut adalah sbb :



1. Imunodefisiensi Primer Imunodefisiensi primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat genetik dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.gejala biasanya timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan oleh antibodi maternal menurun. tanpa terapi, bayi dan anak-anak yang menderita kelainan ini jarang dapat bertahan hidup sampai usia dewasa. Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen pada sistem imun. 2. Imunodefisiensi Sekunder Imunodefisiensi sekunder lebih sering menjumpai dibandingkan defisiensi primer dan kerapkali terjadi sebagai akibat dari proses penyakit yang mendasarnya atau akibat dari terapi terhadap penyakit ini. Penyebab umum imonodefisiensi sekunder adalah malnutrisi, stres kronik, luka bakar, uremia, diabetes mellitus, kelainan autoinum tertentu, kontak dengan obat-obatan serta zat kimia yang imunotoksik. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan imonodefisiensi sekunder yang paling sering ditemukan. Penderita imonosupresi dan sering disebut sebagai hospes yang terganggu kekebalannya (immunocompromised host). Intervensi untuk mengatasi imunodefisiensi sekunder mencakup upaya menghilangkan faktor penyebab, mengatasi keadaan yang mendasari dan menggunakan prinsip-prinsip pengendalian infeksi yang nyaman BAB II RUANG LINGKUP



1. Pengelolaan Pasien dengan Hepatitis B dan C 2. Penanganan Pasien HIV/AIDS 3. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Airborne (Udara) 4. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Droplet (Percikan) 5. Pengelolaan Pasien dengan Kewaspadaan Berbasis Transmisi Kontak 6. Penanganan Pasien dengan Penyakit Menular Melalui Udara



BAB III TATA LAKSANA PENGELOLAAN PASIEN DENGAN HEPATITIS B DAN C



1. Lakukan kewaspadaan universal apabila pasien belum terdiagnosa Hepatitis B atau C; 2. Apabila sudah terdiagnosa Hepatitis B dan C, maka : 1. Lakukan hand hygiene 2. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) antara lain : 



Sarung tangan digunakan :



1. Bila akan menyentuh darah/cairan tubuh lain 2. Bila menangani benda-benda atau alat-alat yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh pasien 3. Bila melakukan tindakan invasif. 



Masker atau pelindung wajah dipakai untuk mencegah pajanan pada mukosa, mulut, hidung dan mata.







Celemek dipakai pada tindakan yang dapat menimbulkan percikan atau tumpahan darah atau cairan.



Setelah pasien dirujuk/meninggal, lakukan : 1. Dekontaminasi seluruh mebelair yang kontak dengan pasien dan petugas dengan clorine 0.5% (tidak direkomendasikan fogging ruangan) 2. Linen yang kontak dengan darah pasien dimasukkan dalam linen infeksius 3. Instrumen yang terkontaminasi dengan darah pasien dilakukan dekontaminasi dengan clorine 0.5% 4. Alat makan sama dengan alat makan pasien umum 5. Alat kesehatan yang digunakan pasien Hepatitis B dan C tidak boleh digunakan untuk pasien lain 6. Setelah ruangan bersih, ruangan siap digunakan. PENANGANAN PASIEN HIV/AIDS 1. Lakukan cuci tangan dengan cara prosedural setiap melakukan tindakan sesuai five moments 2. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan kebutuhan 3. Lakukan penanganan gawat darurat pasien HIV/AIDS yang emergency



4. Rujuk pasien ke Rumah Sakit Rujukan Nasional setelah pasien stabil dengan dilakukan edukasi kepada pasien dan keluarga terlebih dahulu 5. Lakukan pembersihan ruangan sesuai prosedur segera setelah pasien pulang 6. Lakukan perendaman instrumen bekas pasien HIV/AIDS yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh dengan chlorine 0.5% selama 10 menit sebelum dicuci biasa PENGELOLAN PASIEN DENGAN KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI AIRBORNE (UDARA) 1. Tempatkan pasien di ruang isolasi bertekanan negatif 2. Batasi gerakan. Transport pasien hanya kalau diperlukan saja dan berikan masker bedah 3. Pakai APD masker bedah saat melakukan pemeriksaan atau tindakan 4. Batasi jumlah pengunjung 5. Berikan edukasi kepada keluarga pasien bahwa orang yang rentan tidak diperbolehkan masuk ruangan pasien 6. Berikan edukasi kepada keluarga pasien tentang cara pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) masker bedah 7. Berikan edukasi tentang Etika Batuk dan Bersin 8. Google (kaca mata) dipakai saat melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol 9. Lakukan dekontaminasi dan pembersihan ruangan dengan cara : 10. Ganti korden pasien dengan korden yang bersih 11. Bersihkan dengan clorine 0.5% semua dinding, mebelair ruangan yang kontak dengan petugas dan pasien 12. Bersihkan exhaust fan 13. Masukkan linen kotor pada wadah linen non infeksius apabila tidak terkontamionasi dengan cairan tubuh pasien 14. Dokumentasikan dalam Checklist Pembersihan Ruangan Bertekanan Negatif setelah pelaksanaan selesai. PENGELOLAN PASIEN DENGAN KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI DROPLET (PERCIKAN)



1. Tempatkan pasien di ruang terpisah sejauh mungkin atau paling pinggir/pojok, bila tidak mungkin kohorting 2. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi 3. Batasi gerak dan transportasi pasien 4. Batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk menerapkan Hygiene Respirasi/Etika Batuk dengan benar 6. Pakailah masker bedah bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien 7. Peralatan untuk perawatan pasien tidak perlu penanganan khusus, karena mikroba tidak bergerak jarak jauh PENGELOLAN PASIEN DENGAN KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI KONTAK 1. Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, atau letakkan pasien di tempat paling pinggir atau pojok atau diberi jarak > 1 meter antar TT 2. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain 3. Batasi gerak dan transport pasien hanya kalau perlu saja 4. Pakailah sarung tangan bersih non steril jika melakukan tindakan ke pasien 5. Ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius, misalnya feses, cairan drain, dan segera lepas sarung tangan tersebut 6. Lepas sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan dengan antiseptik 7. Pakailah gaun/skort bersih saat masuk ruang pasien untuk melindungi baju dari kontak pasien, permukaan lingkungan, barang di ruang pasien, cairan tubuh pasien. Lepaskan gaun sebelum ke luar dari ruang pasien 8. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain 9. Bila memungkinkan peralatan non kritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan mikroba yang sama 10. Bersihkan dan disinfeksi peralatan sebelum dipakai untuk pasien lain. PENANGANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR MELALUI UDARA 1. Jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan-tindakan pencegahan ini. 2. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri.



3. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah dari kasus yang belum di konfirmasi atau sedang didiagnosis. Bila ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 (dua) meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat. 4. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisien tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit. 5. Jaga pintu tertutup setiap saat. 6. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai yaitu masker. Bila perlu memakai gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan. 7. Bila perlu pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan. 8. Bila perlu pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan. 9. Pada saat akan memasuki dan meninggalkan kamar harus cuci tangan. 10. Semua alat yang terkontaminasi oleh sekresi pasien harus didesinfeksi. BAB IV DOKUMENTASI Dokumentasi pelaporan dan form pelaporan sebagaimana terlampir



← Desain Instalasi Bedah Pusat Terpadu RS Kelas C Panduan Penyakit Menular →



Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit Posted on March 6, 2017 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) I. LATAR BELAKANG Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi daripada bagian – bagian lainnya ( Gershon dan Vlavov 1992 ). Karena resiko yang tinggi ini, panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan tindakan – tindakan ini akan membantu melindungi pasien – pasiennya juga. Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau paraktik – praktik lain ( cuci tangan ) yang disediakan untuk mereka. II. PERLENGKAPAN ALAT PELINDUNG DIRI Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai Perlengkapan Perlindungan Diri ( PPD ), telah digunakan bertahun – tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir – akhir ini, dengan timbulnya AIDS dan HCV dan munculnya kembali Tuberkulosis di banyak Negara, penggunaan PPD manjadi sangat penting untuk melindungi petugas. PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya ( seperti pakaian, topi, dan sepatu tertutup ) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang efektivitasnya ( Larson dkk 1995 ). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa, seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus memakai masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang



diberikan sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian dapat mengkontaminasi luka bedah. Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat digunakan secara efektif dan efisien. III. APA ITU PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa ( engineering ) dari cara kerja yang aman. Kelemahan penggunaan APD : 1. Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna 2. Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker / respirator, pelindung mata ( perisai muka, kacamata ), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara kap, masker, gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, terbuat dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang dapat menahan air atau caran lain ( darah atau duh tubuh ) untuk menembusnya. Bahan – bahan tahan cairan ini, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak Negara, kain katun yang enteng ( dengan hitungan benang 140 / inci² ) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah ( masker, kap dan gaun ) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap ( tidak dapat disterilkan ), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat. IV. JENIS JENIS ALAT PELINDUNG DIRI A. ALAT PELINDUNG KEPALA Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian : 



Topi pengaman ( Safety Helmet )



Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda – benda.







Topi / tudung



Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu, kondisi iklim yang buruk. 



Tutup kepala



Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut dari mesin. Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lain, yaitu:  



Kaca Mata ( gogles ) Penutup muka







Penutup telinga







Respirator, dll



B. ALAT PELINDUNG TELINGA Alat pelindung telinga ada 2 jenis : 



Sumbatan telinga ( ear plug )



Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi tertentu saja. Sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu. 



Tutup telinga (ear muff )



Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya pelindung ( Attenuasi ) berkisar antara 25 – 30 DB. Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar. C. SARUNG TANGAN Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir. JENIS SARUNG TANGAN Ada 3 jenis sarung tangan :



1. Sarung tangan bedah Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan 2. Sarung tangan pemeriksaan Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin 3. Sarung tangan rumah tangga Diapakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan – bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang disebut “ nitril “ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks. Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek. Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal, kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas. KAPAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN DIPERLUKAN Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al. 2001 ) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan ( Bagg. Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001 ) Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika :  







Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar



Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak ( yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol. Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya. HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PERSEDIAAN SARUNG TANGAN TERBATAS Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai, sarung tangan bedah sekali pakai ( disposable ) yang sudah digunakan dapat diproses ulang dengan cara :  



Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit Dicuci dan bilas, serta dikeringkan







Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi ( dengan di kukus )



Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah dilakukan dan sama – sama efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah. Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis. HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG TANGAN 







Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek.







Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi pergelangan tangan.







Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah kulit tangan kering / berkerut.







Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.







Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.







Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.



REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi ( reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang ). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ). Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak. 1. MASKER Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak



terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut. Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan. MASKER DENGAN EFISIENSI TINGGI Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel dengan ukuran ≤ 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95 perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya. Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety dan Health ( NIOSH ), disetujui oleh European CE, atau standard nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95, harus di uji pengepasannya ( fit test ) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya. PEMAKAIAN MASKER EFISIENSI TINGGI Petugas Kesehatan harus : 



Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu,











masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan. Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus menempel dengan baik di semua titik sambungan. Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada ) berada pada tempatnya dan berfungsi dengan baik.



Fit test untuk masker efisiensi tinggi Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :  



Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya gagang kacamata. Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker.







Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker.







Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi tinggi.



KEWASPADAAN Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien. 2. ALAT PELINDUNG MATA Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker. Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya : 1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )



Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung samping. Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan. 2. Gogles Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata. 3. ALAT PELINDUNG PERNAFASAN Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan :  



Respirator yang sifatnya memurnikan udara Respirator yang mengandung bahan kimia







Topeng gas dengan kamister







Respirator dengan cartridge







Respirator dengan filter mekanik







Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi ……… udara berupa saringan / filter







Biasanya di gunakan pada pencegahan debu







Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia







Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Supply udara berasal dari :







Saluran udara bersih atau kompresor







Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )



Biasanya berupa tabung gas yang berisi :  



Udara yang dimampatkan Oksigen yang dimampatkan







Oksigen yang dicairkan







Respirator dengan supply oksigen



Biasanya berupa “ Self …………….. Breathing ………. Yang harus diperhatikan pada respirator jenis tersebut di atas :



 



Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya Pemakaian yang tepat







Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit



1. TOPI Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot. 2. GAUN PELINDUNG Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme. Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti : 



Terhadap Radiasi Panas



Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun, asbes ( kalau sampai 500 ⁰C ). 



Terhadap Radiasi Mengion



Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron. Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi. 



Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.



Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet



4. APRON Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan 5. PELINDUNG KAKI Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal. “ sandal jepit “ aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran. ( Summers et.al. 1992 ) 6. PERANAN DUK Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah ( OR Manager 1990a ). Jenis utama duk ialah : 



DUK KECIL / LAP



Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi – empat ( untuk ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air. 



DUK SEPRAI



Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya memberikan sedikit perlindungan. 



DUK BOLONG



Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur bedah minor ( sayatan kecil ). 



DUK PEMBUNGKUS



Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja. PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “ medan steril “, sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi ) maupun instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain tidak efektif sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril tidak tersedia. Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :  







Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan dipreparasi secara luas. Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati – hati jangan sampai menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan ) Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok atau dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk itu kalau jatuh ke bawah.



PROSEDUR BEDAH MINOR ( INSERSI IMPLAN NORPLANT ATAU PENGANGKATANNYA ATAU LAPAROTOMI – MINI )  



Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit. Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.Pakailah duk bolong



sehingga sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan. ( Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan kering dapat dipakai ) PROSEDUR BEDAH MAYOR ( LAPAROTOMI ATAU SEKSIO SESAREA ) 







Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat insisi ( Belkin 1992 ). Tapi harus bersih dan kering. Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk mempersegikan tempat insisi ( biarkan sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan ).







Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh kulit abdomen kira – kira 5 cm di luar tempat sayatan. Perlahan – lahan letakkan sisa duk pada abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali – kali memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh, kalau ditarik menjauhi insisi.







Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat, seperti dipertunjukkan pada gambar



Persyaratan Sanitasi Lingkungan Posted on April 21, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 3.6.2 Persyaratan. Umum. Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya Persyaratan. Pintu Darurat



 



Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).



Toilet umum.







Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm).







Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.







Pintu harus mudah dibuka dan ditutup.







Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat







Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu minimal 85 cm.







3.7. Toilet (Kamar kecil). Toilet untuk aksesibilitas.  



Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol “penyandang cacat” pada bagian luarnya. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.







Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm)







Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.







Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.







Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.







Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.







Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.







Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.



Sistem Ventilasi Rumah Sakit Posted on April 21, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 4.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (HVAC)



4.5.1 Sistem Penghawaan (Ventilasi) Umum.  



Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.



Persyaratan Teknis 







Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran. Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti Persyaratan Teknis berikut: o



SNI 03 – 6572 – 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.



o



SNI 03 – 6390 – 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung.



4.5.2. Sistem Pengkondisian Udara Umum.  







Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan : o



fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;



o



kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan



o



prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan



Persyaratan Teknis.



Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI 03-6572-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.



Sistem Pengendalian Kebisingan dan Getaran di Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran Kenyamanan terhadap Kebisingan 







No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru.







Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit.







Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan.







Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung.







Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS adalah sebagai berikut : Tabel 4.9 – Tabel Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang atau Unit3 Ruang atau Unit



Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan satuan dBA)



Ruang pasien- saat tidak tidur – saat 45 40 tidur R. Operasi umum 45 Anastesi, pemulihan 45 Endoscopy, lab 65 Sinar X 40 Koridor 40 Tangga 45 Kantor/Lobi 45 Ruang Alat/ Gudang 45



10 11 12 13 14



Farmasi Dapur Ruang Cuci Ruang Isolasi Ruang Poli Gigi



45 78 78 40 80



Kenyamanan terhadap Getaran Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan.



Sistem Instalasi Gas Medik Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) Umum. Sistem gas medik dan vakum medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Persyaratan Teknis.  



Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin. dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas tersebut.







Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.







Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.







Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat harus jelas.







Silinder/tabung dan kontainer yang boleh digunakan harus yang telah dibuat, diuji, dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak berwenang.







Isi silinder/tabung harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempelkan yang menyebutkan isi atau pemberian warna pada silinder/tabung sesuai ketentuan yang berlaku.







Sebelum digunakan harus dipastikan isi silinder/tabung atau kontainer dengan memperhatikan warna tabung, keterangan isi tabung yang diemboss pada badan tabung, label (bila ada). o



Label tidak boleh dirusak, diubah atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh dimodifikasi.



o



Pengoperasian sistem pasokan sentral.



o







Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya.







Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai dengan spesifikasi gas medik.







Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan penandaan yang disyaratkan.







Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau silinder gas medik.







Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medik.







Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut harus dibuang sebelum disimpan.







Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila silinder sedang tidak digunakan.



Perancangan dan pelaksanaan.



Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi persyaratan berikut :  



Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya. Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat dikunci, atau diamankan dengan cara lain.







Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar.







Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu sekurang-kurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam.







Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis yang masih tersedia.







Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh.







Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem kelistrikan esensial.







Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar.



Standar dan pedoman teknis.  



Untuk sistem gas medik pada bangunan gedung, harus dipenuhi SNI 03-7011-2004, tentang ; Keselamatan pada bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, atau edisi terakhir. Dalam hal persyaratan diatas belum ada SNI-nya, dipakai Standar baku dan ketentuan teknis yang berlaku.



Sistem Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit 2 Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 4.7 Sistem Fasilitas Sanitasi 4.7.1 Persyaratan Sanitasi Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 4.7.2 Persyaratan Air Bersih  



Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari.







Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan.







Tersedia penampungan air (;reservoir) bawah atau atas.







Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.







Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan.







Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun sekali.







Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan), titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari







Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi.







RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultra violet.







Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisis.







Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.







Sistem Plambing air bersih/minum dan air buangan/kotor mengikuti persyaratan teknis sesuai SNI 03-6481-2000 atau edisi terbaru, Sistem Plambing 2000.



4.7.3 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.



4.7.4 Sistem Pengaliran Air Hujan Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. Persyaratan Teknis.  



Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.







Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.







Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.







Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.







Pengolahan dan penyaluran air hujan mengikuti persyaratan teknis berikut: o



SNI 03-2453-2002 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.



o



SNI 03-2459-2002 atau edisi terbaru; Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.



o



Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung.



Sistem Pencahayaan Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 4.6 Sistem Pencahayaan Umum. Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. Persyaratan Teknis.



 



Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit.







Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.







Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya sebagai berikut :



Tabel 4.6 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit



No.



Ruang atau Unit



2



Ruang pasien- saat tidak tidur – saat tidur R. Operasi umum



3



Meja operasi



1



4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



Anastesi, pemulihan Endoscopy, lab Sinar X Koridor Tangga Administrasi/kantor Ruang alat/gudang Farmasi Dapur Ruang cuci Toilet R. Isolasi khusus 15 penyakit Tetanus 16 Ruang luka baker



Intensitas Cahaya (lux)



Keterangan



100 – 200 maks. 50



Warna cahaya sedang



300 – 500 10.000 – 20.000



300 – 500 75 – 100 minimal 60 Minimal 100 Minimal 100 Malam hari Minimal 100 Minimal 200 Minimal 200 Minimal 200 Minimal 100 Minimal 100 0,1 – 0,5 100 – 200



Warna cahaya biru



Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan



Sistem Ventilasi Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 4.5 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (HVAC) 4.5.1 Sistem Penghawaan (Ventilasi) Umum.  



Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.



Persyaratan Teknis 







Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran. Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti Persyaratan Teknis berikut: o



SNI 03 – 6572 – 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.



o



SNI 03 – 6390 – 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung.



4.5.2. Sistem Pengkondisian Udara Umum.  







Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan : o



fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan;



o



kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan



o



prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan



Persyaratan Teknis.



Untuk kenyamanan termal pada bangunan gedung harus memenuhi SNI 03-6572-2001 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung



Sistem Listrik Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) Pos darurat. Pos darurat dengan kabel tarik harus disediakan dalam setiap kloset dan setiap pancuran (shower) kamar mandi. Pos darurat ini harus dipasang kurang lebih 50 cm (18 inci) dari kepala



pancurannya (shower head) dan/atau 180 cm (72 inci) di atas lantai jadi. Setiap pos darurat yang di area pancuran atau toilet harus kedap air. Pos darurat harus disediakan dengan : 







kabel tarikan yang diuji tarik dengan gaya sebesar 5 kg ( 10 lbs) dan pendant dihubungkan ke gerakan sakelar ON/OFF pada pos darurat. Kabel tarikan yang gantung yang terbawah harus dipasang 15 cm ( 6 inci) dari lantai jadi. Gaya tarikan untuk mengaktifkan sakelar minimum 0,4 kg. c) Pada pos darurat dilengkapi fungsi “reset/cancel”.







Lampu darurat merah dengan nyala mati-hidup secara bergantian dengan interval waktu 1 detik ditempatkan pada bagian luar dari kamar mandi atau toilet, dipasang pada ketinggian 2 meter dari lantai jadi.







Pada pos darurat , ditempel atau ditempatkan secara permanen dengan plat kalimat “Panggilan Darurat Perawat”. Tinggi huruf minimal 4 mm (1/8 inci).



Armatur Lampu Dome di Koridor. Tutup lampu harus tembus cahaya, tidak berubah warna atau berubah bentuk karena panas, atau rusak karena penggunaan zat pembersih. Lampu dome harus berisi lampu yang cukup membedakan :  



panggilan rutin dari bedside. panggilan darurat dari pos perawat kamar mandi atau toilet.







Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus dibedakan.



Armatur Lampu Dome dengan isi dua lampu di Koridor. Dua lampu dalam satu armatur lampu dome berisi minimum dua lampu untuk mengidentifikasikan panggilan setempat dalam sistem. Sinyal visual untuk panggilan rutin dan panggilan darurat harus jelas perbedaannya. Cordset. Umum. Setiap cordset, harus : 



panjangnya 1,8 meter atau 2,4 meter, jenis kabel fleksibel.







tidak korosif.







apabila cordset dilepas, panggilan darurat harus secara otomatis memberitahukan panel kontrol SPP. Sinyal audible dan visual harus tetap diaktifkan sampai cordset disisipkan kembali, atau alat lain disisipkan yang secara teknis dapat mematikan fitur panggilan otomatis.







gaya tarikan untuk mengaktifkan cordset sebesar 0,5 kg (1 lb).







tidak berubah warna.



Cordset dengan aksi tombol tekan. Setiap cordset harus disediakan :  



sambungan ke kotak kontak bedside cordset. berisi tombol tekan untuk panggilan pada ujung cordsetnya.



Sistem distribusi. Setiap kabel yang digunakan dalam SPP harus asli dan bersertifikat, diberi label pada setiap rel dan disetujui oleh instansi terkait. Perlengkapan Instalasi. 1) Kabel. Kabel harus termasuk semua penyambung, tali pengikat, penggantung, klem dan sebaginya yang dibutuhkan untuk melengkapi kerapihan instalasi. 2) Konduit. Perlengkapan harus termasuk konduit, duct (saluran) kabel, rak kabel, kotak penyambung, roset, plat penutup dan perangkat keras lain yang diperlukan untuk melengkapi kerapihan dan keamanan, dan memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000). (3) Label. Setiap komponen dari sub sistem harus diberi label. (2). Pemasangan peralatan dan instalasi sistem panggil perawat. (a) Pengiriman.



Pengiriman bahan-bahan ke lokasi harus dalam kontainer asli tertutup, jelas terlabel nama pengirim, model peralatan dan nomor erie identifikasi, dan logo standar. Pengawas akan meneliti peralatan SPP pada saat itu dan akan menolak terhadap item yang tidak memenuhi syarat. (b) Penyimpanan. Peralatan SPP harus disimpan dengan benar sebelum dipasang, terlindung terhadap kerusakan. (c) Pemasangan. Umum.  



SPP dan sistem alarm kebakaran tidak boleh diletakkan dalam satu konduit, satu rak kabel atau jalur yang sama. Kontraktor harus menyediakan filter, trap dan pad yang sesuai untuk meminimalkan interferensi dan untuk balansing amplifier dan sitem distribusi. Item yang digunakan untuk balansing dan meminimalkan interferensi harus mampu menyalurkan bunyi, sinyal data dan kontrol dalam kecepatan dan frekuensi yang dipilih, dalam arah yang ditentukan, dengan kerugian gesek yang kecil, isolasi tinggi dan dengan perlambatan minimum dari sistem poling atau subcarrier frequency.







Pasokan daya listrik darurat (contoh : batere, UPS) harus dipasang dalam kabinet/lemari terpisah. Kabinet/lemari ini harus disediakan dekat dengan panel kontrol SPP.







Apabila bedside unit buatan pabrik yang digunakan, kontraktor harus meminta izin pada pengawas untuk melakukan pemasangan instalasi SPP.







Semua peralatan harus dihubungkan sesuai spesifikasi untuk memastikan terminasi, isolasi, dan impedansinya sesuai dan terpasang dengan benar.







Pemasangan semua peralatan untuk setiap lokasi diidentifikasi sesuai dengan gambar.







Semua saluran utama, distribusi dan interkoneksi harus diterminasi pada kondisi dapat memfasilitasi fitur perluasan sistem.







Semua jalur vertikal dan horizontal harus diterminasi sehingga memudahkan perluasan sistem.







Terminasi resistor harus digunakan untuk terminasi semua cabang yang tidak digunakan.



2) Saluran (duct) Konduit dan Sinyal. a) Konduit. 



Instalasi harus dipasang dengan cara yang benar. Ukuran diameter minimum konduit 25 mm ( 1 inci) untuk distribusi primer sinyal dan 19 mm ( 3/4 inci) untuk sambungan jauh (contoh lampu dome, tombol darurat, dan sebaginya).







Semua kabel harus dipasang dalam konduit terpisah. Campuran kabel SPP dan kabel alarm kebakaran tidak dibolehkan.







Isi konduit harus tidak melebihi 40%.







Jalur kabel harus bebas tersambung antara sambungan konduit dan kotak interface dan lokasi peralatan.



1. b) Saluran (duct) sinyal, saluran (duct) kabel dan rak kabel. 



Harus dapat menggunakan saluran (duct) sinyal, saluran (duct) kabel dan/atau rak kabel.







Saluran (duct) sinyal dan/atau saluran (duct) kabel harus berukuran minimal 10 cm x 10 cm ( 4 inci x 4 inci) yang dapat dilepas tutup atas atau sampingnya. Pada sudut-sudut yang tajam harus diberi proteksi.







Rak kabel sepenuhnya harus tertutup, apabila rak kabel juga digunakan untuk sirkit elektronik lainnya, harus biberi partisi.







Tidak diperbolehkan menarik kabel melalui kotak. fiting atau selubung jika terjadi perubahan ukuran konduit. Radius bengkokan harus tepat.







Selubung kabel yang tergores tidak dapat diterima. Ujung tutup kabel yang keluar melalu lubang rangka dari lemari/kabinet, atau rak, selubung, kotak tarikan atau kotak persimpangan harus menggunakan plastik atau bahan nylon grommeting.







Semua persimpangan kabel harus mudah dijangkau. Digunakan tutup kotak persimpangan dengan ukuran minimum 15 cm x 15 cm x 10 cm (6 inci x 6 inci x 4 inci) diletakkan pada saluran (duct) sinyal.



Kabel distribusi sinyal dari sistem. 











Kabel harus dipasang dengan cara yang praktis seperti pemasangan kabel untuk proteksi kebakaran atau sistem darurat yang teridentifikasi. Kabel harus mampu menahan kondisi lingkungan yang merugikan tanpa perubahan bentuk. Apabila pintu konsol, kabinet/lemari atau rak, dibuka atau ditutup, tidak mengganggu pemasangan kabel. Jalannya kabel antara peralatan SPP ke lemari/kabinet, rak , saluran (duct) kabel, saluran (duct) sinyal atau rak kabel harus dipasang dengan konduit yang terpasang pada struktur bangunan. Semua kabel harus terinsulasi untuk mencegah induksi sinyal atau arus yang dibawa oleh konduktor dan 100% terlindung. Pemasangan kabel harus lurus, dibentuk dan dipasang dengan ikatan yang kuat, disesuaikan dalam hubungan horizontal atau vertikal ke peralatan, kontrol, komponen atau terminator.







Penggunaan kabel yang dipilin tidak dibolehkan. Setiap penyambungan kabel harus menggunakan terminator.







Kabel harus dikelompokkan sesuai pelayanannya. Kabel kontrool dan kabel sinyal boleh dijadikan satu kelompok. Kabel harus dibentuk rapih dan posisinya harus tidak berubah dalam kelompok. Kabel yang menggantung tidak diperkenankan. Kabel yang ditempatkan di saluran (duct) sinyal, konduit, saluran (duct) kabel atau rak harus dibentuk rapih, diikat pada jarak antara 60 cm sampai 90 cm (24 inci sampai 36 inci), dan harus tidak berubah posisinya dalam kelompok.







Kabel distribusi harus dipasang dan dikencangkan tanpa menyebabkn bengkokan yang tajam dari kabel terhadap ujung yang tajam. Kabel harus dikencangkan dengan perangkat keras yang tidak akan mengganggu.







Kabel harus diberi label dengan tanda permanen pada terminal dari elektronik dan peralatan pasif dan pada setiap persimpangan dengan huruf pada diagram rekaman.







Pengujian lengkap kabel setelah semua instalasi dan penggantian kabel yang rusak.







Polaritas input dan output sistem seperti direkomendasi pabrik.



Kotak outlet, kotak belakang dan plat muka. 1. a) Kotak outlet. Kotak sinyal, kotak daya, kotak interface, kotak sambungan, kotak distribusi, kotak persimpangan harus disediakan seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem. 1. b) Kotakbelakang. Kotak belakan harus disediakan langsung dari manufaktur seperti dipersyaratkan oleh rancangan sistem yang disetujui. 1. c) Plat muka (atau plat penutup). Plat muka harus dari jenis standar. Konektor dan jack yang muncul pada plat muka harus jelas dan ditandai permanen.  







Setiap konektor haru dirancang untuk ukuran kabel khusus yang digunakan dan dipasang dengan perkakas yang disetujui manufaktur. Daya listrik arus bolak balik. Kabel daya listrik arus bolak balik harus berjalan terpisah dengan kabel sinyal.



Umum. Semua peralatan yang dipasang harus dibumikan untuk mengurangi bahaya kejutan. Total tahanan pembumian maksimal harus 0,1 Ohm.  



Jika tidak ada netral arus bolak balik, salah satu panel daya atau kotak kontak outlet, digunakan untuk kontrol sistem, atau acuan pembumian. Menggunakan konduit, saluran (duct) sinyal atau rak kabel sebagai sistem pembumian listrik tidak dibolehkan. Item ini dapat dipakai hanya untuk pelepasan internal statik yang dibangkitkan.



Kabinet/lemari. Pembumian yang umum menggunakan kabel tembaga solid berukuran #10 AWG harus digunakan pada seluruh kabinet/lemari peralatan dan dihubungkan ke sitem pembumian. Perlu disediakan sambungan pembumian yang terpisah dan terisolasi dari setiap pembumian kabinet/lemari peralatan ke sistem pembumian. Jangan mengikat kabel pembumian peralatan bersama-sama. Sistem Penangkal Petir. Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem Kelistrikan 











Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV atau kurang, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa Rumah Sakit Kelas C mempunyai Kapasitas daya listrik ± 300 KVA s/d 600 KVA, dengan perhitungan 3 KVA per Tempat Tidur (TT). Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain : o



Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar gardu PLN).



o



Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).



o



Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.



o







Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (;grounding).



Tersedia peralatan UPS (;Uninterruptable Power Supply)



1. Harus tersedia peralatan UPS (Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi (Central Operation Theater), Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung (; Intensive Cardiac Care Unit). Persyaratan : o



Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di Gedung COT,ICU, ICCU dan diberi pendingin ruangan. Kapasitas UPS setidaknya 30 KVA.



o



Sistem Penerangan Darurat (emergency lighting) harus tersedia pada ruang-ruang tertentu.



o



Harus tersedia sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS.



o



Sistem kelistrikan RS Kelas C harus dilengkapi dengan transformator isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan- peralatan medis penting (life support medical equipment).



o



Sistem Pembumian (grounding system) harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.



Sistem Komunikasi Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



4.2 Sistem Komunikasi Dalam Rumah sakit Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. T ermasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan sistem panggil perawat. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku. 4.2.1 Sistem Telepon dan Tata Suara. Umum. 











Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku. Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lainlain. Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.







Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang



Persyaratan Teknis Instalasi Telepon. 



Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan : o Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan mudah dikerjakan. o



Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.







Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.







Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.







Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:







o



Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.



o



Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.



o



Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.



Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.



Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara 











Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya. Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir 1) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja. Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.







Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.







Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi: o



UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.



o



PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.



4.2.2 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call) Umum  



Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam kondisi rutin atau darurat. Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat dan pasien dalam bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan sinyal pada kejadian darurat pasien.



Persyaratan Teknis Peralatan Sistem Panggil Perawat (SPP). 1. Panel Kontrol SPP. Panel kontrol SPP harus :  



jenis audio dan visual. penempatannya diatas meja.







perlengkapan yang ada pada panel kontrol SPP sebagai berikut :







o



mempunyai mikrofon. speaker dan handset. Handset dilengkapi kabel dengan panjang 910 mm (3 ft). Handset harus mampu menghubungkan dua arah komunikasi antara perawat dan pos pemanggil yang dipilih. Mengangkat handset akan mematikan mikrofon/speaker.



o



Tombol penunjuk atau layar sentuh dengan bacaan digital



secara visual memberitahu lokasi panggilan dan menempatkannya dalam sistem, meliputi: o



Nomor ruang.



o o



Tempat tidur.







Prioritas panggilan.







Panggilan dari pos darurat yang ditempatkan di dalam toilet atau kamar mandi. o



Mampu menampilkan sedikitnya 4 (empat) panggilan yang datang.



o



Modul mengikuti perawat. Apabila module mengikuti perawat ditempatkan di bedside ruang rawat inap pasien diaktifkan, semua panggilan yang ditempatkan dalam sistem secara visual atau audible diteruskan ke bedside yang dikunjungi.



o



Berfungsi menjawab secara otomatis atau selektif.



o



Fungsi prioritas panggilan yang datang. Sinyal visual atau audible akan menandai adanya suatu panggilan rutin atau darurat dan akan menerus sampai panggilan itu dibatalkan. Panggilan darurat harus dibatalkan hanya di pos darurat setempat.



o



Fungsi pengingat (memory). Dapat menyimpan sementara suatu panggilan yang ditempatkan dan menghasilkan sinyal visual berupa nyala lampu dome di koridor yang dihubungkan dengan bedside dengan cara mengaktifkan fungsi/sirkit pengingat. Sinyal visual ini akan mati dan panggilan yang tersimpan terhapus dari memory ketika panggilan itu dibatalkan di pos setempat.



o



Kemampuan menghasilkan sinyal audible dan visual untuk menandai adanya panggilan yang datang dari pos yang terhubung :







dapat menghentikan atau melemahkan sinyal audible melalui rangkaian rangkaian mematikan/melemahkan saat panel kontrol sedang digunakan untuk menjawab atau menempatkan suatu panggilan. Sinyal audible untuk panggilan yang datang dan tidak terjawab harus secara otomatis disambungkan kembali ketika panel kontrol SPP dikembalikan ke modus siaga.







Sinyal visual untuk panggilan yang datang harus tetap ditampilkan pada setiap saat sampai panggilan terjawab atau dibatalkan pada pos pemanggilan.







Sinyal audible dan sinyal visual untuk panggilan rutin dan darurat harus jelas berbeda.







Tampilan visual untuk menunjukkan lokasi pos panggilan harus muncul pada panel kontrol SPP. o







Tombol sentuh, atau serupa membolehkan perawat memilih pos panggilan dan melakukan komunikasi suara dua arah. Tombol sentuh juga harus memberikan program status prioritas dan kemampuan fungsi lain yang ada, yaitu :



Kemampuan memonitor bedside.







Kemampuan berhubungan minimum 10 pos beside secara serempak.







Mampu menerima panggilan dari 10 pos panggilan terkait secara serempak. Kemampuan untuk menjawab dengan cara : o



Dengan mengangkat handset atau mengaktifkan satu fungsi panggilan untuk menjawab, berikutnya akan secara otomatis mengizinkan perawat untuk berkomunikasi dengan pos berikutnya di dalam urutan prioritas panggilan, atau



o



Dengan memilih jawaban dari setiap pos panggilan yang ditempatkan di dalam urutan.







Sedikitnya ditambahkan 10% untuk mengakomodasi tambahan pasien, dan pos darurat didalam setiap panel kontrol SPP.







Panel Kontrol SPP yang menggunakan daya listrik arus bolak balik haruslah disambungkan ke panel daya listrik darurat arus bolak balik. Suatu UPS harus disediakan di lokasi panel kontrol SPP untuk menyediakan daya darurat.



Peralatan Komunikasi pada Kabinet Bedside (Beside Communication Equipment). 



Setiap bedside harus menyediakan : o microphone/speaker. o



lampu pos pemanggil.



o



tombol reser



o



kotak kontrol untuk cordset.







Setiap microphone/speaker harus mati jika handset disambungkan ke bedside.







Panggilan dari bedside harus menghasilkan sinyal panggilan visual rutin pada lampu dome di koridor.



Sistem Proteksi Kebakaran Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 4.1.1 Sistem Proteksi Pasif Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit.  







Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran. Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat: o



melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.



o



mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.



o



menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran



Proteksi Bukaan



Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.



4.1.2 Sistem Proteksi Aktif Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit. 







Pipa tegak dan slang Kebakaran Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari sumber pasokan air. Hidran Halaman Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.







Sistem Springkler Otomatis. Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler pecah.







Pemadam Api Ringan (PAR) Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,







Sistem Pemadam Kebakaran Khusus. Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus. Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.







Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.







Sistem Pencahayaan Darurat Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator.







Tanda Arah. Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.







Sistem Peringatan Bahaya Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas



PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 3.1. Atap. 3.1.1 Umum. Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.



3.1.2 Persyaratan atap. 1. Penutup atap. 



Penutup atap dari bahan beton dilapis dengan lapisan tahan air, merupakan pilihan utama.







Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.







Mengingat pemeliharaannya yang sulit khususnya bila terjadi kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.



1. Rangka atap. 



Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.







Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.







Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat.



3.2. Langit-langit.



Umum. Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan. Persyaratan langit-langit.







Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di selasar (koridor) minimal 2,40 m. Rangka langit-langit harus kuat.







Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.







3.3. Dinding dan Partisi. 3.3.1 Umum. Dinding harus keras, tidak porous, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Disamping itu dinding harus tidak mengkilap. 3.3.2 Persyaratan dinding pada ruang-ruang khusus. 







Pelapisan dinding dengan bahan keras seperti formika, mudah dibersihkan dan dipelihara. Sambungan antaranya bisa di “seal” dengan filler plastik. Polyester yang dilapisi (laminated polyester) atau plester yang halus dan dicat, memberikan dinding tanpa kampuh ( tanpa sambungan = seamless). Dinding yang berlapiskan keramik/porselen, megumpulkan debu dan mikro organisme diantara sambungannya. Semen diantara keramik/porselin tidak bisa halus, dan kebanyakan sambungan yang diplaster cukup porous sehingga mudah ditinggali mikro organisme meskipun telah dibersihkan.







Keramik/porselin bisa retak dan patah.







Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau membentuk serpihan.







Pelapis lembar/siku baja tahan karat (stailess steel) pada sudut-sudut tempat benturan membantu mengurangi kerusakan.



3.4. Lantai. 3.4.1 Umum.



Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan. 3.4.2 Persyaratan lantai pada ruang-ruang khusus.  



Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan.







Lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari sengatan listrik.







Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus dipasang.







Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis bahan, termasuk vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso. Tahanan listrik dari bahan- bahan ini bisa berubah dengan umur dan akibat pembersihan.







Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.







Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi peralatan yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara peralatan dan petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.







Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu konduktif. Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa sambungan dipergunakan untuk lantai yang non konduktif.







Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah.



3.5. Struktur Bangunan. 3.5.1 Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit. Umum. 



Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur







layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh- pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.







Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.







Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri.







Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.







Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.







Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.



Persyaratan Teknis. 1. Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus. 2. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti : 



SNI 03–1726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencana an ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.







SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.



3.5.2 Struktur Atas Umum. Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton, konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus Persyaratan Teknis, Konstruksi beton Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis yang berlaku, seperti :  



SNI 03–2847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung. SNI 03–3430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung.







SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung.







SNI 03–2834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal.







SNI 03–3976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan dan pengecoran beton.







SNI 03–3449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.



Konstruksi Baja Perencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang berlaku seperti :







SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung. Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi baja .







Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.







Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.







Konstruksi Kayu Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang berlaku, seperti: 



Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung.







Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi kayu.







Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu







SNI 03 – 2407 – 1991 atau edisi terbaru; Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung.



3.5.3 Struktur Bawah Umum. Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah sakit. Persyaratan Teknis. Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus  



Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan teknologi khusus tersebut. Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar teknis padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus tersebut.



Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi Selain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi, standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:  



SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.







SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; T ata cara dasar koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan gedung.







SNI 03–2395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.







SNI 03–2394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit.







SNI 03–2404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.







SNI 03–2405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termitisida.



Pondasi Langsung 1. Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas. 2. Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain. 3. Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai. 4. Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang.



Pondasi Dalam  



Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku. Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah







tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi pedoman teknis dan standar yang berlaku.







Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang.







Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait)







Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.







Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.







Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.







Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.







Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1% dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.



3.6. Pintu. 3.6.1 Umum. Keselamatan Struktur 











Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur. Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.



Keruntuhan Struktur Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.



Persyaratan Bahan Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai



SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang. Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud. Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan. bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan 







Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.



Pintu adalahtempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu).



Perencanaan Bangunan Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) 2.2.1 Prinsip umum. 



Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan terhadap pasien.







Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. Rumah sakit adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat. Jiwa pasien sering tergantung padanya. Waktu yang terbuang akibat langkah yang tidak perlu membuang biaya disamping kelelahan orang pada akhir hari kerja.







Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe pasien, (contoh sakit serius dan rawat jalan) dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.







Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan pengunjung masuk dan ke luar unit. Bayi haru dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU harus dijaga terhadap infeksi. Begitu pula pada kamar bedah.



2.2.2 Prinsip khusus.  



Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak menggunakan air conditioning. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk dan binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar rumah sakit.







RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.







Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini, juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis.







Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.







Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.







Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan.







Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70)







Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.







Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.



Zonasi Bangunan Rumah Sakit Posted on January 26, 2016 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4)



2.1.3 Zonasi. Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan. 











Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari : o area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis. o



area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.



o



area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.



o



area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patolgi.



Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari : o



area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).



o



area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.



o



area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.



Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari : o



Zona Pelayanan Medik dan Perawatan yang terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan (IRJ), Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap (IRNA), Instalasi Perawatan Intensif (ICU/ICCU/PICU/NICU), Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan



o



Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Sterilisasi Pusat (Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).



o



Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang,



Bagian Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT). 



Kebutuhan luas lantai. o



Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit pendidikan disarankan + 110 m2 setiap tempat tidur. 2)



o



Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan) saat ini disarankan 80 m2 sampai dengan 110 m2 setiap tempat tidur. 3)



Pengelolaan Parkir Rumah Sakit Posted on October 27, 2015 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch 4) Interaksi pertama kali keluarga pasien dan pasien serta pengunjung di Rumah Sakit dimulai dari pengelolaan parkir rumah sakit. Kendala dan hambatan dalam penyediaan lokasi parkir yang nyaman, aman dan baik akan meningkatkan angka kunjungan pelayanan pada rumah sakit dan meningkatkan tingkat kepuasan pelayanan. Namun pengelolaan parkir di rumah sakit tidak banyak mendapatkan perhatian yang serius dan proporsional oleh manajemen dan pemilik rumah sakit sehingga proses pelayanan parkir tidak optimal. Dalam kajian arsitektur rumah sakit, pengelolaan parkir dimasukan dalam kajian sirkulasi eksternal rumah sakit, dimana rumah sakit mudah diakses. Perlu ada pembedaan antara akses utama rumah sakit dengan akses gawat darurat sehingga akses gawat darurat tidak terganggu. Pengelolaan parkir perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga secara kualitatif dan kuantitatif memenuhi persyaratan yang ada. Pada umumnya diperlukan 1 parkir mobil bagi tiap 4 bed pasien rawat inap di rumah sakit. Dalam pedoman tehnis pengelolaan parkir jenis parkir dikategorikan : 1. Parkir di badan jalan (on street parking) Parkir badan badan jalan semisal pada tepi jalan tanpa pengendalian parkir dan pada kawasan oarkir dengan pengendalian parkir 2. Parkir diluar badan jalan (off street parking) Parkir diluar badan jalan semisal parkir untuk umum merupakan tempat yang umum berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahajan sebagai kegiatan tersendiri. Bentuk yang kedua adalah tempat yang berupa gedung parkir sebagau fasilitas penunjang yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama. Dalam rumah sakit dikatakan jumlah tempat tidur menentuakan satuan parkir setara dengan 1 mobil penumpang, kementrian perhubungan menjelaskan : 1. 50 tempat tidur membutuhkan 97 Satuan Parkir



2. 75 tempat tidur membutuhkan 100 Satuan Parkir 3. 100 tempat tidur membutuhkan 104 Satuan Parkir 4. 150 tempat tidur membutuhkan 111 Satuan Parkir 5. 200 tempat tidur membutuhkan 118 Satuan Parkir 6. 300, 400, 500 tempat tidur dst Berdasarkan ukuran ruang parkir yang dibutuhkan dalam belum tercantum dalam Satuan Ruang parkir adalah 0,2 sd 1,3 SRP pertempat tidur. Penentuan SRP Penentuan SRP berdasarian hal tersebut dibawah ini : 1. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang 2. Ruang bebas kendaraan parkir 3. Lebar bukaan pintu kendaraan Rata rata SRP untuk rumah sakit adalah : 1. Mobil penumpang ( 2,3 : 2,5 : 3,0 ) x 5,0 m2 2. Sepeda motor 0,75 x 2,0 m2 Desain Parkir di Badan Jalan Penentuan Sudut Parkir Sudur parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh : 1. Lebar jalan 2. Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan 3. Karakteristik kecepatan 4. Dimensi kendaraan 5. Sifat peruntukan lahan sekitarnya 6. Peranan jalan yang bersangkutan Pola Parkir



1. Pola Parkir Parallel 2. Pola Parkir Menyudut 3. Larangan Parkir Disain Parkir diluar Badan Jalan 1. Taman Parkir Kriteria : A. Rencana umum dan tata ruang daerah (RUTRD) B. Keselamatan dan kecepatan lalu lintas C. Kelestarian lingkungan D. Kemudahan bagi pengguna jasa E. Tersedia tata guna lahan F. Letak antara akses jalan utama dan daerah yang dilayani 2. Pola Parkir Mobil Penumpang A. Pola kendaraan satu sisi B. Pola kendaraan dua sisi C. Pola parkir pulau Demikian sekilas pengaturan parkir rumah sakit, masih terdapat beberapa bagian yang belum kami bahas yaitu : pola parkir bus dan truk, pola parkir sepeda motor, jalur sirkulasi gang dan modul, pengaturan jalan masuk dan jalan keluar, kriteria tata letak dan pola parkir yang digunakan, lalu pengorganisasian parkir rumah sakit, penetapan tarif parkir, dan tata cara melakukan parkir, proses pemeliharaan dan penyediaan marka jalan serta fasilitas penunjang parkir. Pengelolaan parkir yang benar dan baik akan meningkatkan kunjungan pelayanan ke rumah sakit oleh karena itu pengelolaan parkir rumah sakit perlu dipikirkan secara serius.



Desain instalasi gizi rs tipe C



Instalasi Gizi Medik merupakan instalasi yang menyediakan kebutuhan gizi dan melakukan terapi gizi di rumah sakit.  



Mudah dicapai, dekat dengan Instalasi Rawat Inap sehingga waktu pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien. Letak dapur diatur sedemikian rupa sehingga kegaduhan (suara) dari dapur tidak mengganggu ruangan disekitarnya.







Tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah dan kamar jenazah.







Mempunyai jalan dan pintu masuk sendiri.



Kebutuhan luas ruangan minimal untuk Instalasi Gizi RS klas C



Alur Pelayanan Instalasi Gizi RS Tipe C



Layout desain Gizi Medik



Advertisements Report this ad



Disain sruangan cssd Sterilisasi adalah proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia dan fisika. Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan berupaya mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien, keluarga pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di bidang perumahsakitan adalah rendahnya angka infeksi nosokomial, atas indikator mutu tersebut maka rumah sakit menerapkan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pusat sterilisasi atau CSSD merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam pengendalian infeksi dan mempunyai peranan dalam menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial. Bila ditinjau dari volume alat dan bahan yang harus disterilkan maka rumah sakit dianjurkan memiliki instalasi pusat sterilisasi yang mandiri dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur/Wakil Direktur Rumah Sakit. Istilah Instalasi Pusat Sterilisasi dikenal juga dengan Central Sterile SupplyDepartement (CSSD) Central Service (CS), Central Supply (CS), Central Processing Departement (CPD) dan lain lain. Kesemuanya mempunyai tugas yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. TUJUAN 1. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah infeksi. 2. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial. 3. Efisiensi tenaga medis / paramedis untuk kegiatan berorientasi pada pelayanan terhadap pasien. 4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. PERAN DAN FUNGSI Peran dan fungsi Pusat Sterilisasi bervariasi menyesuaikan dengan klasifikasi rumah sakit, bentuk struktur organisasi dan proses sterilisasi. Pusat Sterilisasi berperan dalam : 1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien 2. Melakukan proses sterilisasi alat dan bahan 3. Mendistribusikan alat alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi maupun instalasi perawatan lainnya. 4. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu.



5. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien. 6. Melakukan penelitian setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. 7. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. 8. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi secara internal dan eksternal. 9. Mengevaluasi hasil sterilisasi. Profil Ruangan CSSD untuk spesifikasi kebutuhan RS kelas C : 1. 1 ruang ganti karyawan CSSD terbagi menjadi ruang ganti laki-laki dan perempuan 2. 1 ruang pertemuan atau ruang rapat staf CSSD 3. 1 ruang kepala CSSD 4. 1 ruang istirahat petugas 5. 4 WC/toilet petugas 6. 1 ruangan komputer yang memantau proses sterilisasi CSSD 7. 1 ruang dekontaminasi 8. 1 ruang penyimpanan alat dan linen steril 9. 1 ruang pemilahan linen dan instrumen 10. 1 ruang untuk sterilisasi menggunakan sinar gamma 11. 1 ruangan untuk sterilisasi basah 12. 1 ruangan untuk packing instrumen 13. 1 ruangan untuk packing handscoon dan linen 14. 1 ruangan untuk distribusi Berikut salah satu desain ruangan CSSD yang disesuaikan dengan Ped Teknis Ruang CSSD tahun 2009 :



Layout CSSD untuk RS kelas B



Denah Instalasi Sterilisasi Sentral tampak dari samping



denah Instalasi Sterilisasi Sentral tampak dari depan, dengan 3 pintu akses masuk terdiri pintu akses petugas, pintu linen dan instumen kotor dan pintu untuk linen dan instrumen bersih



desain CSSD tampak dari samping



Desain 3D CSSD tampak dari belakang, pembagian dan sekat ruangan CSSD menggambarkan alur pelayanan