6 0 171 KB
5.2 Pembahasan Percobaan 2 5.2.1 Heat Cured dengan Cold Cured Heat Cured Material heat curing digunkan hampir pada semua penggunaan denture base. Energi panas dibutuhkan untuk polimerisasi sehingga material ini bisa digunakan dengan menggunakan waterbath atau microwave oven. Heat cured umumnya beebentuk powderliquid. Pada powder mengandung polymethyl methacrylate dan sejumlah kecil benzoyl peroxide yang bertanggung jawab dalam memulai proses polimerisasi. Sedangkan liquidnya mengandung monomer nonpolymerized methyl methacrylate dengan sedikit hydroquinone. Hydroquinone ditambahkan sebagai inhibitor yang mencegah setting atau polimerisasi pada saat penyimpanan liquid. Inhibitor juga meningkatkanworking time. Cross-linking agent juga bisa ditambahkan pada liquid. Misalnya Glycol dimethacrylate yang secara struktur dan kimiawi mirip dengan methyl methacrylate, sehingga bisa digunakan untuk mengembangkan rantai polimer. (Anusavice et al. 2012, p. 475)
Gambar heat-activated resin. Pada umumnya resin heat-activated tersedia dalam bentuk powder-liquid. (Anusavice et al. 2012, p. 475) Cold Cured (autopolymerizing material) Ketika konstruksi denture base dari autopolymerizing material seperti powder dan liquid dicampur bersamaan sama seperti pada produk heat curing. Pencampuran diikuti dengan peningkatan perlahan-lahan dari kekentalan hingga mencapai fase dough. Peningkatan kekentalan ini dikarenakan kombinasi perubahan fisik dan kimiawi selama pencampuran. Umumnya, material ini mencapai fase dough sedikit lebih cepat dan tetap bisa digunakan dalam waktu yang singkat. Selama beberapa menit pencapaian proses dough, tingkat polimerisasi meningkat dengan cepat sehingga menyebabkan peningkatan suhu yang
tinggi dan material menjadi keras dan tidak bisa dimanipulasi lagi. Pada permasalahan ini, semakin tinggi sisa residu monomer pada resin cold curing maka penggunaannya dalam repairing
dan
relining
denture
tidak
dianjurkan
dalam
jumlah
banyak.
Untuk
memperbaikinya, cairan resin cold curing digunakan yaitu dengan “wetting” sehingga kelebihan monomer bisa dikurangi. (McCabe, 2008, p. 116-117) Perbedaan Heat Cured dan Cold Cured Self Cured
Heat Cured
Pemanasan tidak perlu untuk curing
Pemanasan perlu untuk curing
Porositas lebih banyak
Porositas dari material sedikit
Memiliki berat molekuler dibawah rata- Memiliki berat molekuler lebih tinggi rata Memiliki monomer sisa yang lebih banyak
Memiliki monomer sisa yang lebih sedikit
Sifat reologi : -
Menunjukkan distorsi lebih banyak Memiliki deformasi inisial yang
-
lebih banyak Penyebaran
meningkat
-
Menunjukkan
yang
lebih
sedikit - Memiliki deformasi inisial yang lebih
dan
recovery lambat
distorsi
-
sedikit Penyebaran kurang dan recovery cepat
Stabilitas warna jelek
Stabilitas warna bagus
Mudah untuk deflask
Sulit untuk deflask
Difusi monomer tingkatnya lebih rendah
Difusi monomer tingkatnya lebih tinggi di suhu yang lebih tinggi
Kelebihan Cold-Cured dengan Heat-Cured (Anusavice et al. 2012, p. 483) 1. Cold-cured memiliki sedikit penyusutan dibanding dengan heat-cured. 2. Ketepatan dimensi lebih besar dibanding dengan heat-cured. 3. Working time lebih singkat dibanding dengan heat-cured. Kekurangan Cold-Cured dengan Heat-Cured (Anusavice et al. 2012, p. 483) 1. Proses polimerisasi tidak bisa sempurna seperti pada heat-cured. 2. Monomer yang tidak bereaksi lebih banyak daripada heat-cured. Monomer sisa tersebut bersifat merugikan. Pertama, bisa bersifat plasticizer yang menghasilkan penurunan kekuatan denture base. Kedua, dapat menyebabkan iritasi jaringan.
5.2.2 Analisis Hasil Praktikum Apabila partial denture base dari resin akrilik seorang pasien patah/fraktur, maka ada dua alternatif dalam menangani kasus tersebut. Pertama, pasien dapat dibuatkan partial denture base yang baru lagi, akan tetapi harga pembuatan relatif mahal dan membutuhkan waktu yang relatif lama pula. Kedua, dilakukan reparasi pada partial denture base pasien. Reparasi dapat menggunakan self cured acrylic resin. Monomer sisa pada self cured acrylic resin bersifat racun, sehingga penggunaannya harus dilakukan seminimal mungkin. Pada percobaan kedua ini dilakukan terhadap akrilik yang fraktur dengan menggunakan teknik salt and pepper dan wet packing. Sebelum melakukan reparasi partial denture base, pada teknik salt and pepper dan wet packing perlu dilakukan grinding. Pada grinding, makin luas daerah yang dikurangi memang pelekatan semakin kuat. Akan tetapi, resin yang digunakan adalah resin akrilik self cured yang bersifat toksik. Oleh sebab itu, grinding yang tepat tidak memerlukan pengurangan daerah yang terlalu luas agar dapat menekan resiko buruk terhadap kesehatan. Selain itu, melakukan grinding pada resin akrilik membentuk seperti huruf “V” serta, titik bertemu dari masing-masing patahan resin terletak pada dasar denture base. Gambar ilustrasi grinding yang tepat adalah sebagai berikut.
Perbedaan dari salt and pepper dan wet packing adalah pada cara pencampuran polimer dan monomernya. Pada salt and pepper, kita memberikan setetes cairan monomer pada daerah akrilik yang fraktur terlebih dahulu, lalu diberi polimer berupa bubuk. Bubuk diratakan ketengah pada daerah fraktur kemudian ditetesi lagi dengan cairan monomer. Hal
ini diulang- ulang hingga daerah fraktur sudah diperbaiki dengan bagus. Sedangkan pada wet packing, pencampuran polimer dan monomer dilakukan di pada pot karet terlebih dahulu dan diaduk, lalu dimasukkan pada daerah yang fraktur. Teknik yang berbeda memberikan hasil reparasi yang berbeda. Teknik salt and pepper memberikan hasil reparasi yang lebih halus dan tidak banyak menghabiskan polimer dan monomer. Sedangkan teknik wet packing memberikan hasil reparasi yang kurang halus dan lebih banyak menghabiskan polimer dan monomer. Kekurangan dari salt and pepper dibandingkan wet packing yaitu kemungkinan terdapat udara yang terjebak (porous) lebih tinggi dan waktu yang dibutuhkan lebih lama.