Pembuatan Fenol Fajar Yudith [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Paper Proses Industri Petrokimia Pembuatan Fenol



Disusun Oleh : Fajariswan Nurrahman (3335141120) Yudith Raka Aditya (3335140314) Kelas B



Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun Ajaran 2015/2016



Pembuatan Fenol 1. Pendahuluan Fenol yang juga dikenal sebagai hydroxybenzene, carbolic atau phenic acid yang merupakan bahan kimia yang banyak digunakan pada industri polycarbonate dan printing inks. Tetapi dari semua itu penggunaan fenol yang paling utama adalah dalam industri fenolic resin adhesives. Permintaan dunia akan fenol semakin lama semakin meningkat. Pada saat ini penjualan fenol di dunia mencapai 10,7 juta ton/tahun. Sebagai contoh beberapa negara di asia timur seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan mengkonsumsi sekitar 35% dari kebutuhan dunia sementara itu Amerika Serikat dan Kanada mengkonsumsi sekitar 30% dari kebutuhan dunia. Diperkirakan setiap tahunnya kebutuhan dunia akan fenol bertambah sekitar 4,5%. Di Indonesia sendiri fenol diprediksi menjadi salah satu dari dua puluh bahan kimia yang paling prospektif untuk diproduksi. Kebutuhan Fenol atau asam karbolat dalam negeri diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan industri-industri yang menggunakannya sebagai bahan baku. Derivatif dari fenol banyak digunakan sebagai bahan baku pada berbagai industri kimia dan farmasi. Fenol adalah senyawa turunan benzena yang salah satu atom hidrogennya tersubstitusi oleh gugus hidroksi (-OH). Dengan semikian fenol mempunyai rumus molekul C6H5OH. Fenol dapat mengalami reaksi-reaksi melalui gugus (-OH) antara lain nitrasi, sulfonasi, halogenasi, nitrosasi, asilasi dan lain-lain. Walaupun mempunyai gugus fungsi alkohol, sifat fenol berbeda dengan alkohol. Fenol mempunyai gugus hidroksi yang terikat pada karbon tak jenuh. Fenol mempunyai keasaman yang tinggi karena cincin aromatik yang bergandengan kuat dengan oksigen dan cenderung memutuskan ikatan antara oksigen dan hidrogen. Fenol banyak digunakan untuk pembuatan bisfenol-A dengan mereaksikannya dengan aseton. Selain itu, fenol juga berpotensi sebagai desinfektan. Dalam bidang farmasi, fenol banyak digunakan untuk membuat beberapa jenis obat, diantaranya obat faringitis. 2. Teknologi Proses Pembuatan Fenol Fenol dapat diperoleh dari beberapa proses diantaranya : a. Pembuatan Fenol dengan Cumene Hidroperoksida Process (Hock Process) b. Pembuatan Fenol dengan Oksidasi Asam Benzoat



c. Pembuatan Fenol dari Klorobenzen dan NaOH d. Pembuatan Fenol dengan Proses Raschig e. Pembuatan Fenol dengan Proses Sulfonasi Benzen 2.1 Pembuatan Fenol dengan Cumene Hidroperoksida Process (Hock Process) Pada proses ini Cumene di oksidasi menggunakan oksigen yang berasal dari udara menjadi cumene hidroperoksida. Cumene hidroperoksida yang terbentuk dengan cepat terdekomposisi menjadi fenol dan acetone, dengan menggunakan katalis asam kuat. Reaksi dari pembentukan fenol dari cumene adalah sebagai berikut:



Reaksi oksidasi cumene berlangsung pada temperatur 130 oC dan tekanan 1 atm dimana cumene direaksikan dengan udara dan ditambahkan larutan alkali sebagai zat pengemulsi membentuk CHP. Larutan yang mengandung CHP, cumene yang tidak bereaksi dan alkali dilarutkan ke reaktor yang ke dua. Reaksi yang terjadi dalam reaktor berpengaduk ini adalah dekomposisi CHP menjadi aseton dan fenol, dengan menambahkan katalis H 2SO4 pada temperatur 95oC dan tekanan 3 atm. Crude fenol yang dihasilkan dari rekator kedua ini selanjutnya didinginkan dalam cooler sebelum dipisahkan dari produk sampingnya dengan



melewati beberapa proses pemurnian dengan proses destilasi untuk memperoleh kemurnian 99,9% yield yang dihasilkan dari proses cumene ini adalah 93%. Pada proses ini untuk memproduksi 1 ton fenol dibutuhkan cumene sebanyak 2860 lb selain itu juga dibutuhkan udara dan asam sulfat. Pada proses ini reaksi oksidadi dijalaknkan pada suhu 75-90°C dan tekanan 1-3 atm, sedangkan pada reaksi pemecahan cumene hidroksida menjadi fenol dan acetone pada suhu optimal 70-80°C pada tekanan 1-2 atm.



Kelebihan dari proses ini adalah didapatkan fenol yang lebih banyak daripada proses lainnya, karena proses berada pada tekanan rendah dan suhu yang rendah sehingga proses berlangsung lebih aman, proses lebih cepat sehingga dapat menghasilkan fenol lebih banyak. Kekurangan dari proses ini adalah karena menggunakan katalis cair maka katalis susah dipisahkan sehingga dibutuhkan biaya pemisahan yang tinggi, perlunya unit pengolahan tambahan untuk mengolah air bekas pencucian. 2.2 Pembuatan Fenol dengan Oksidasi Asam Benzoat Toluena cair dioksidasi dengan udara di dalam reaktor pada tekanan 40-70 p.s.i menggunakan katalis kobalt yang suhunya dijaga pada 150 °C. Lalu terbentuk Asam benzoat dan air yang. Reaksi diatas adalah reaksi eksotermik yang suhunya di jaga deganan pendinginan luar. Asam benzoat larut pada suuh 150-200 °C, kemudian ditransfer dari reaktor ke kolom distilasi, di mana pemisahan asam benzoat dari toluena yang tidak bereaksi menghasilkan air. Toluena dipisahkan dan didaur ulang ke reaktor



oksidasi pertama. Asam benzoat murni diumpankan ke reaktor kedua, di mana ia teroksidasi menjadi fenol dengan menggunakan udara dan uap di bawah 20-25 p.s.i pada suhu 230 °C menggunakan katalis benzoat tembaga atau dapat di gantikan dengan mangan. Hasil dari reaksi dari reaktor kedua di alirkan dalam ekstraktor secara berkala, di mana di dalam ekstrakstor dibersihkan dengan air untuk menghilangkan zat yang tidak di inginkan seperti tar, dan asam benzoat, kemudian uap dikembalikan ke reaktor kedua. Fenol, air dan asam benzoat yang tidak bereaksi di alirkan ke dua kolom distilasi. Pada kolom pertama, crude Fenol dipisahkan dari asam benzoat yang tidak bereaksi, kemudian asam benzoat didaur ulang ke reaktor oksidasi kedua. Fenol murni diperoleh pada kolom distilasi kedua sebagai produk. Hasil fenol pada asam benzoat adalah sekitar 75- 80%.



2.3 Pembuatan Fenol dari Klorobenzen dan NaOH Pada proses ini khlorobenzen di hidrolisis menggunakan NaOH pada reaksi pembentukan fenol melalui proses ini menggunakan suhu tinggi sekitar 140-160°C dan tekanan sekitar 25 atmosfer. Reaksi pembentukan fenol melalui proses ini adalah sebagai berikut: C6H5Cl + NaOH → C6H5ONa +H2O +NaCl C6H5ONa + HCl →C6H5OH + NaCl Pada proses ini untuk memproduksi 1 ton fenol dibutuhkan khlorobenzen sebanyak 2500 lb dan membetuhkan soda api sebanyak 2740 lb. Kelebihan dari proses ini adalah tidak diperlukan katalis sehingga lebih hemat, metode ini sangat cocok untuk sintesis fenol



Kerugian dari proses ini adalah hasil fenol yang dihasilkan kurang banyak. Selain itu, karena menggunakan suhu tinggi dan tekanan tinggi proses ini kurang aman digunakan Proses yang dipilih dalam perancangan pabrik fenol adalah proses pembentukan fenol dengan menggunakan bahan baku NaOH dan Khlorobenzen karena bahan yang diperoleh lebih murah dan pertimbangan safety.



2.4 Pembuatan Fenol dengan Proses Raschig Proses ini dikembangkan di Jerman pada tahun 1940. Pertama Benzene diubah menjadi Chlorobenzene dengan melewati campuran uap benzena, uap asam klorida dan udara di bawah tekanan normal sekitar 23 °C dengan katalis besi tembaga, dan alumina. Reaksi eksotermik di alam dan suhu dijaga konstan dengan pendinginan eksternal. Benzene yang terkonversi yaitu 10%. Setelah pemisahan Chlorobenzene dari reaktan, kemudian dihidrolisis menjadi fenol dengan panas steam pada sekitar 400500 °C menggunakan katalis silika. Pada langkah ini konversinya sekitar 10%. Hidrogen klorida yang bebas didaur ulang. Crude Fenol (97%) diperoleh dari proses Rasching di atas, lalu dimurnikan dengan distilasi di bawah vakum. Yield nya adalah sekitar 75-85% dari benzena. Sejumlah kecil HCl cukup untuk mengkonversi jumlah besar benzena menjadi fenol. Dengan HCl yang sedikit, cukup untuk mengkonversi Benzene dalam jumlah yang besar menjadi fenol. 2.5 Pembuatan Fenol dengan Proses Sulfonasi Benzen



Proses ini merupakan salah satu metode tertua dalam pembuatan fenol. Pertama Asam benzen sulfonat di lewatkan uap benzena menjadi asam sulfat pekat pada suhu sekitar 150-170 °C. Air yang terbentuk selama proses sulfonasi disuling karena asam sulfat akan diencerkan dan di kondisikan unutk reaksi balik proses. Asam benzen sulfonat dinetralisir dengan di reaksikan dengan larutan natrium sulfit untuk membentuk garam asam benzen sulfonat. Garam natrium disaring, kemudian menyatu dengan kaustik di sebuah vessel pada suhu sekitar 340-380 °C dalam rasio (1: 3) selama sekitar 5-6 jam. Hasilnya, natrium fenat terbentuk. Natrium fenat didinginkan, diekstraksi dengan air dan kemudian diasamkan dengan sulfur dioksida. Reaksi pengasaman ini diperoleh sebagai hasil dari netralisasi asam benzen sulfonat dengan natrium sulphite dan di peroleh 2 lapisan. Lapisan atas crude fenol disuling di bawah vakum untuk mendapatkan fenol murni. Di dapatkan kemurniannya adalah sekitar 80-90% dari benzena. Sedangkan lapisan bawah mengandung natrium sulfit yang dipisahkan dan digunakan untuk netralisasi asam benzen sulfonat.



Pada proses ini terdapat empat tahapan proses, yaitu sulfonasi benzen dengan asam sulfat, netralisasi asam benzen sulfonat, reaksi garam Na dalam cairan NaOH dan proses pembentukan fenol. Reaksi secara keseluruhan yang terjadi adalah sebagai berikut: C6H6 + H2SO 4 C6H5SO3H + H20 C6H5SO3H + Na2SO3 2 C6H5SO3Na + H20 + SO2 C6H5SO3Na + 2 NaOH C6H5ONa + Na2SO3 + H20 2 C6H5ONa +SO2 + H20 C6H5OH + Na2SO3



Proses pembuatan fenol menggunakan proses ini menguntungan untuk kapasitas produksi yang rendah. Namun, proses ini sudah tidak banyak digunakan dalam industri karena kurang menguntungkan bila digunakan dalam skala besar. 3. Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembentuk Fenol A. Cumene Sifat Fisik Cumene Rumus C 9 H 12 Massa molar 120,19 g mol -1 Penampilan cairan tak berwarna Density 0,862 g cm -3, cairan -96 ° C (177 K) Titik lebur 152 ° C (425 K) Titik didih Kelarutan dalam air larut Viscosity 0,777 cP pada 21 ° C Sifat Kimia Cumene a. Bersifat Karsinogenik (Racun) b. Senyawa nonpolar c. Tidak begitu reaktif, tetapi mudah terbakar d. Lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripada reaksi adisi B. Toluene Rumus Molekul C7H8 (C6H5CH3) Massa molar 92,14 g/mol Penampilan Cairan tidak berwarna Densitas 0,8669 g/mL, zat cair Titik lebur -93 oC Titik didih 110,6 oC Kelarutan dalan air 0,47 g/l (20-25 oC) Viskositas 0,590 cP at 20 oC C. Benzene Sifat Fisik Benzena memiliki struktur yang lebih simetris dibandingkan dengan senyawa alifatik serupa, dengan susunan yang lebih rapat sebagai kristal. Hal ini menjelaskan mengapa titik leleh benzena (6 oC) lebih tinggi dibandingkan heksana (-95 oC). Untuk turunan benzena, sifat fisikanya tergantung dari jenis subtituennya. Simak tabel di bawah ini dan bandingkan titik leleh, titik didih, dan kerapatan dari beberapa turunan benzena. Sifat Kimia a. Sukar melakukan reaksi adisi b. Dapat melakukan reakssi substitusi



c. Sukar dioksidasi dengan senyawa oksidator, tetapi mudah dibakar d. Kurang reaktif sehingga membutuhkan katalis atau kondisi reaksi tertentu D. Fenol Sifat Fisik a. Merupakan Cairan b. Berat Molekul 94,11 g/mol c. Titik didih 182 oC d. Titik lebur 42 oC Sifat Kimia a. Mudah terbakar dalam suhu tinggi b. Bersifat korosif c. Reaktif dengan oksidator d. Reaktif dengan logam e. Reaktif dengan Asam E. Aseton Rumus molekul CH3COCH3 Massa molar 58,08 g/mol Penampilan Cairan tidak berwarna Densitas 0,79 g/cm3, cair Titik lebur -94,9 oC Titik didih 56,53 oC Kelarutan dalam air Larut dalam berbagai perbandingan Viskositas 0,32 cP pada 20oC 4. Alat – Alat Vital dalam Proses A. Reaktor Berpengaduk Dalam Hock Process, reaktor berpengaduk atau sering disebut reaktor cstr digunakan untuk dekomposisi CHP menjadi aseton dan fenol, dengan menambahkan katalis H 2SO4 pada temperatur 95oC dan tekanan 3 atm.



Reaktor Berpengaduk



Reaktor ini termasuk sistem reaktor kontinyu untuk reaksi–reaksi sederhana. Berbeda dengan sistem operasi batch di mana selama reaksi berlangsung tidak ada aliran yang masuk atau meningggalkan sistem secara berkesinambungan, maka di dalam reaktor alir (kontinyu), baik umpam maupun produk akan mengalir secara terus menerus. Sistem seperti ini memungkinkan kita untuk bekerja pada suatu keadaan dimana operasi berjalan secara keseluruhan daripadab sistem berada dalam kondisi stasioner. B. Ekstraktor Ekstraktor digunakan pada pembuatan fenol dengan oksidasi asam benzoat, di dalam ekstrakstor dibersihkan dengan air untuk menghilangkan zat yang tidak di inginkan seperti tar, dan asam benzoat untuk mendapatkan hasil fenol. C. Chlorinator Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin kedalam air yang telah menjalani proses filtarsi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air dan juga zat yang ingin didapatkan dalam hal ini fenol. 5. Limbah yang ditimbulkan Dari kelima proses pembuatan fenol hampir semuanya tidak menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan. Apabila adapun misalnya adanya limbah cair dari proses dapat dilakukan proses biologi, fisik, maupun kimiawi. Proses biologi dengan menggunakan mikroorganisme seperti pada aeration tank maupun lumpur aktif, proses fisik dengan cara sedimentasi menggunakan prinsip gravitasi yang akan memisahkan antara cairan dengan endapan, proses kimia dengan cara penetralan dengan menambahkan zat penetral. Apabila terdapat limbah padat pun dapat dengan penimbunan ataupun pembakaran. Untuk membuang limbah tersebut harus sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan baru dapat dibuang, karena apabila tidak memenuhi baku mutu dapat dikatakan limbah tersebut dapat mencemari lingkungan dan akan berdampak besar pada kelangsungan hidup manusia. 6. Kesimpulan Saat ini proses produksi Fenol menggunakan bahan baku cumene adalah proses pembuatan fenol yang paling banyak digunakan.Menurut data yang diperoleh pada tahun 2008 lebih dari 97 % produksi fenol di dunia diproduksi dengan proses ini.



Dapat dilihat dari tabel diatas metode pembuatan fenol dengan cumene peroxidation menggunakan bahan bahan seperti cumene, air, asam sulfat, dan pengemulsi. Dari bahan tersebut yield yang didapat sebesar 92%, dari tabel diatas yield yang paling besar yaitu dengan proses clorobenzene caustic hydrolysis dengan 95% namun dari metode tersebut tidak ekonomis. Metode cumene peroxidation sudah cukup efektif untuk menghasilkan fenol apalagi hasil samping dari metode ini berupa aseton. Aseton dapat dimanfaatkan kembali seperti dapat dijadikan untuk menghilangkan cat kuku. Maka dari itu metode yang paling tepat adalah metode pembuatan fenol dengan cumene peroxidation.