Pemicu 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN INDIVIDU PEMICU 1 BLOK 14 Dedi pingsan



Disusun Oleh : Rasbina Anggriani Beru Sembiring Pandia 190600091 Kelompok 12



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi berlebihan, tidak diinginkan yang dihasilkan oleh sistem imun. Reaksi hipersensitivitas pada tiap orang berbeda - beda faktor pemicunya. Salah satu contoh reaksi hipersensitivitas ialah shock anafilaktik akibat pemberian anestesi lokal. Shock anafilaktik merupakan reaksi alergi berat yang dapat mengancam nyawa. Anestesi lokal sangatlah erat dalam kedokteran gigi. Maka dari itu, seorang dokter gigi harus mengetahui bagaimana penanganan darurat terhadap pasien shock anafilaktik dan mengetahui bagaimana gejala yang ditimbulkannya agar dokter gigi dapat langsung menangani dan mengurangi kemungkinan pasien menderita lebih parah. B. Deskripsi Topik Nama Pemicu: Dedi pingsan Penyusun: Ahyar Riza,drg.,Sp.BM(K), Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM(K), dr. Wulan Fadinie, M.Ked(An).,Sp.An. Hari/Tanggal : Jumat/30 April 2021 Waktu : 07.30-09.30 Kasus : Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke RSGMP USU dengan keluhan nyeri gigi geraham belakang kanan. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan gigi 46 karies profunda pulpa terbuka yang didiagnosis pulpitis. Sesaat setelah pemberian anestesi lokal, pasien merasa tingling, mengeluhkan gatal, bibir dan lidah terasa bengkak, sesak, suara serak kemudian terjatuh dari dental unit. Lalu pasien ditidurkan dan dilakukan pemeriksaan fisik dan hemodinamik ditemukan tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 120 x/menit, pernafasan 34x/menit, akral pucat dan basah serta pasien tampak seperti orang kebingungan. Pertanyaan : 1. Tentukan diagnosa pada kasus diatas!



2. Jelaskan tindakan awal pada kasus diatas? 3. Jelaskan tanda-tanda adanya sumbatan jalan nafas dan penatalaksanaanya ? 4. Jelaskan prosedur kerja yang harus dilakukan pada kondisi oral diatas? 5. Jelaskan perawatan post op serta instruksi pada pasien tersebut! BAB II PEMBAHASAN 1. Tentukan diagnosa pada kasus diatas! Jawab : Berdasarkan skenario dikatakan pasien mengalami symptom sampai terjatuh ke di dental unit sesaat setelah pemberian anestesi lokal. Reaksi yang dialami pasien tersebut ialah reaksi hipersensitivitas akan anestesi lokal yang diberikan kepada pasien tersebut. Reaksi hipersensitivitas yang dialami pasien ini ialah shock anafilatik. Pada syok anafilaksis atau reaksi alergi yang berlebihan, terjadi reaksi alergi di seluruh sistem pembuluh darah serta pada jaringan-jaringan yang berhubungan. Pada fase tersebut, histamin yang nantinya dilepaskan ke dalam sistem sirkulasi oleh sel Mast akan menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang terjadi di seluruh tubuh disertai dengan penurunan jumlah plasma dalam kapiler akibat dari peningkatan permeabilitas. Syok anafilaktik ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps sirkulasi. Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan manifestasi kardiovaskular yang dapat terjadi pada anafilaktik. Salah satu aritmia yang dapat terjadi adalah takikardi Supraventrikular yang menyebabkan peningkatan denyut jantung melebihi 100x per menit. Takikardi supraventrikular dapat terjadi akibat pelepasan histamin oleh sel mast jantung yang merangsang aritmia dan memblok konduksi atrioventrikular. Gejala di kulit biasanya berupa gatal, edema pada lidah, batuk, sesak, rasa tercekik, suara serak. Diagnosis anafilaktik ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul segera setelah terpajan alergen atau faktor pencetus lainnya. Diagnosis anafilaktik berdasarkan kriteria Sampson yaitu onset akut (dalam hitungan menit sampai beberapa jam) dengan melibatkan jaringan kulit dan mukosa atau keduanya dan minimal salah satu didapatkan keluhan sistem respirasi atau penurunan tekanan darah, kolaps, sinkope atau inkontinensia, penurunan tekanan darah segera pasca paparan yaitu tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih dari 30% dari



tekanan darah sebelumnya segera setelah pasien terpapar alergen tanpa ditemukan penyebab syok lainnya. Hal ini terjadi pada pasien yaitu dimana tekanan darah pasien menjadi dibawah normal 90/60 Nadi 120 x/menit, pernafasan 34x/menit sesaat setelah pemberian anestesi lokal yang diawali dengan rasa gatal, bibir dan lidah terasa bengkak, sesak, suara serak Penurunan tekanan darah atau hipotensi ini lah juga yang dapat membuat pasien terjatuh di kursi dental. 2. Jelaskan tindakan awal pada kasus diatas? Jawab : Tindakan pertama yang paling penting dilakukan menghadapi pasien dengan syok anafilaktik adalah menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Kemudian pasien dibaringkan pada alas yang datar. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. Jika pasien merasa sesak maka berikan oksigen. Kemudian salah satu penanggulangan anafilaktik syok dengan medikamentosa adalah dengan pemberian adrenalin (epinefrin). Pada dewasa diberikan dosis 0,5 mg (0,5 ml) secara intramuskular dengan perbandingan 1: 1000, usia 6 – 12 tahun diberikan dosis 0,3 mg (0,3 ml) secara intramuskular dan dibawah 6 tahun diberikan dosis 0,15 mg (0,15 ml) secara intramuskular. 3. Jelaskan tanda-tanda adanya sumbatan jalan nafas dan penatalaksanaanya ? Jawab: Sumbatan jalan napas dapat parsial dan total. Sumbatan jalan napas parsial ditandai dengan adanya stridor, retraksi otot napas didaerah supraklaikula, suprasternal, sela iga, dan epigastrium selama inspirasi. Napas paradoksal (saat inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukan mengembang atau membesar). Napas makin berat dan sulit. Ada tanda sianosis yang merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan napas yang berat. Sedangkan tanda usmbatan jalan napas total, serupa dengan obstruksi parsial akan tetapi gejala lebih hebat dan stridor menghilang. Retraksi lebih jelas, gerakan paradoksal lebih jelas, kerja otot napas tambahan meningkat dan makin jelas. Sianosis lebih cepat timbul. Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia, henti napas, dan henti jantung dalam waktu 5-10 menit bila tidak dikoreksi. Sumbatan parsial berisik dan harus pula segera dikoreksi



karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung. Tanda-tanda adanya sumbatan dapat mendengkur (snoring) berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi chin lift, jaw thrust, pemasangan pipaorofaring/nasofaring, pemasangan endobronkial. Seperti berkumur (gargling) ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi dengan finger sweep, pengisapan. Stridor (crowing) sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi dengan cricotirotomi, trakeostomi. 4. Jelaskan prosedur kerja yang harus dilakukan pada kondisi oral diatas? Jawab : Pada kasus, gigi 46 pasien mengalami karies profunda pulpa terbuka yang didiagnosis pulpitis. Maka perawatan yang dilakukan untuk indikasi kasus ini ialah perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar (PSA) merupakan perawatan edodontik. Kasus dengan pulpitis irreversible tanpa lesi periapikal dapat dilakukan perawatan saluran akar satu kali kinjungan. Prinsip perawatan saluran akar satu kali kunjungan meliputi preparasi biomekanis/pembersihan dengan cara membuka jalan masuk menuju kamar pulpa dari arah koronal, pembentukan dan desinfeksi sistem saluran akar yang diikuti dengan pengisian saluran akar pada kunjungan yang sama. Pada kunjungan



pertama



dilakukan anamnesis,



diagnosis,



kemudian



menjelaskan rencana perawatan yang akan dilakukan kepada pasien, kemungkinan kegagalan dan mengisi formulir evaluasi pra-anastesi serta menandatangani informed consent. Setelah itu, Setelah pemeriksaan tanda vital maka dilanjutkan anestesi menggunakan larutan anestesi lokal secara infiltrasi dan intra pulpal dengan larutan anastesi lokal (Articaine HCL 4% dan Epinephrine 1:100.000) selanjutnya, dilakukan pemasangan isolasi karet, pembukaan akses dengan bur Endoaccess (Dentsply) pada permukaan oklusal gigi sampai mencapai kamar pulpa. Pembukaan atap kamar pulpa dilanjutkan dengan menggunakan bur Diamendo (Dentsply) sampai didapatkan akses yang lurus ke orifis. Setelah orifis terbuka, dilakukan irigasi dengan menggunakan NaOCl 2,5%, dan dilakukan pembuatan dinding buatan, pengukuran panjang kemudian preaparasi saluran akar. Setelah selesai preparasi akar, kemudian pengepasan guta perca. Teknik pengisian saluran akar dengan menggunakan sealer berbahan resin yang dimasukkan ke dalam saluran akar menggunakan lentulo. Point guta perca dimasukkan ke dalam



saluran akar setelah 1/3 apikal diolesi sealer. Setelah itu, Kavitas ditutup dengan tumpatan sementara kemudian dilakukanpemeriksaan radiologis untuk melihat hasil pengisian saluran akar. Kontrol perawatan saluran akar dilakukan 1 minggu kemudian. Jika pasien tidak ada keluhan, maka perawatan dilanjutkan dengan membuat restorasi permanen. 5. Jelaskan perawatan post op serta instruksi pada pasien tersebut! Jawab : Setelah dilakukannya edodonti atau perawatan saluran akar maka akan dievaluasi selama seminggu apakah terjadi infeksi bakteri atau tidak. Adapun kegagalan perawatan saluran akar dapat diakibatkan rekontaminasi dari rongga mulut karena restorasi sementara yang tidak adekuat. Kemudian pembuatan protesa permanen. dokter gigi sebaiknya membuat restorasi permanen yang efektif ketika perawatan saluran akar telah selesai untuk menghindari rekontaminasi bakteri. Selain itu, diperlukan bahan yang adekuat untuk mencegah kebocoran koronal paska perawatan saluran akar. Pasien diinstruksikan untuk kontrol kembali ke dokter gigi dalam jangka waktu dua minggu setelah perawatan. Setelah kontrol, dilakukan evaluasi secara periodik. Evaluasi secara klinis dilakukan setiap 3, 4 atau 6 bulan tergantung pada kebersihan rongga mulut dan faktor risiko masing-masing pasien. Secara radiografi, evaluasi dengan fotoperiapikal diambil pada bulan ke enam setelah perawatan untuk gigi dengan lesi radiolusen. Setelah satu tahun dan seterusnya, pengambilan foto radiografi dilakukan setiap 2 tahun untuk memantau hasil dari terapi endodontik



BAB III KESIMPULAN Shock anafilaktif atau reaksi alergi yang berlebihan, terjadi reaksi alergi di seluruh sistem pembuluh darah serta pada jaringan-jaringan yang berhubungan. Pada reaksi ini terjadi pelepasan histamin ke sitem pembuluh darah. Syok anafilaktik ditandai dengan adanya penurunan tekanan darah dan kolaps sirkulasi. Shock anafilaktf dapat timbul sesaat berkontak dengan alergen. Pada kedokteran gigi, anestesi lokal sering digunakan dalam perawatan. Maka tindakan awal yang dapat dilakukan ketika mendapat kasus seperti pada skenario ialah



menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Kemudian pasien dibaringkan pada alas yang datar. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. Jika pasien merasa sesak maka berikan oksigen. Untuk perawatan karies profunda dengan pulpa yang terbuka yang didiagnosis pulpitis dapat dilakukan perawatan saluran akar satu kali kunjungan. Prinsip perawatan



saluran



akar



satu



kali



kunjungan



meliputi



preparasi



biomekanis/pembersihan dengan cara membuka jalan masuk menuju kamar pulpa dari arah koronal, pembentukan dan desinfeksi sistem saluran akar yang diikuti dengan pengisian saluran akar pada kunjungan yang sama. Pasca perawatan saluran akar maka pasien diintruksikan untuk kontrol kembali ke dokter gigi dalam jangka waktu dua minggu setelah perawatan. Setelah kontrol, dilakukan evaluasi secara periodik. Evaluasi secara klinis dilakukan setiap 3, 4 atau 6 bulan tergantung pada kebersihan rongga mulut dan faktor risiko masingmasing pasien.



DAFTAR PUSTAKA 1. Rengganis I, Sundaru H. Renjatan Anafilaktik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Jakarta. 2009 2. Mangku, G. Diklat Kuliah: Syok, Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RS Sanglah, Denpasar. 2007 3. Nanavati RS, Kumar M, Modi TG. Anaphylactic shock management in dental clinics: An overview. J Clin Dent Res Organization 2013; 5:36-9. 4. Pemayun TPD, Suryana K. Seorang penderita syok anafilaktik dengan manifestasi takikardi supraventrikular. Laporan Kasus. Jurnal Penyakit Dalam Udayana. Udayana Journal of Internal Medicine. 2019 ; 3 (2) : 41-45 5. Salam s. SYOK ANAFILAKSIS. Jurnal Medical Universitas Hassanuddin. 6. Russo CJ, Kassutto Z. Basic Airway Management in Reichman EF, editors. Emergency Medicine Procedures 2nd ed. New York: Mc Graw Hill education Medicine; 2013. P.40-47.



7. Hamlin MP, Tsai MH. Airway Managemen in Parsons PE, Heffner JE, editors Pulmonary Respiratory Therapy 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009. P.473483. 8. Hirshon JM. Basic Cardiopulmonary Resusitation in Adults. In Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS, editors. Emergency Medicine A Comprehensive Study guide 6th ed. American collage of Emergency Physician. New York: McGraw-Hill; 2006. P.6671 9. Prasenohadi. Manajemen jalan napas. In Swidarmoko B, Dwi Santoso A, editors Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2010. p.270-329 10. Santoso L, Kristanti Y. Perawatan saluran akarsatu kunjungan gigi molar kedua kiri mandibulanekrosis pulpadan lesi periapikal. Studi Kasus. MKGK. Agustus 2016; 2(2): 65-71. 11. Sornkul, E. Strength of roots before and after endodontic treatment and restoration. Journal of Endodontics. 1992 : 440-443 12. Pasril Y. Perawatan Saluran Akar pada Gigi Incisivus Sentral dan Lateral Maksila dengan Perbedaan Status Pulpa: Laporan Kasus. Insisiva Dental Journal. 2017 ; 6 (1) 13. Bintang QA. TINGKAT KEBERHASILANPERAWATAN SALURAN AKAR PADA GIGI NON VITAL DI RSGM UNIVERSITAS JEMBER. SKRIPSI. 2019.