Pendidikan Jasmani Adaptif [PDF]

  • Author / Uploaded
  • hany
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF Dosen pengampu mata pelajaran Asim M.Pd OLEH : Bela Ayu Agustina (150154600357) Nadya Andini (150154603673) Nurul Khikmah Maulidiyah (150154605605)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA Maret 2016 Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif yang berjudul “ Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Tunanetra di SDLB N 3 Bandaran”. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Asim selaku dosen mata kuliah Pendidikan Jasmani Adaptif. 2. Semua pihak yang membantu penulisan makalah ini hingga dapat diselesaikan. Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oeh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu diharapkan. Atas saran dan kritiknya saya mengucapkan terima kasih.



Malang, April 2016



Penulis,



DAFTAR ISI Kata pengantar…………………………………………………………………..………i Daftar isi………………………………………………………………………….………ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………..1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...………….1 1.3 Tujuan Pembahasan……………………………………………………………….2 1.4 Ruang Lingkup Pembahasan……………………………………………….……..2 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Tunanetra………………………………………………………………...3 2.2 Lingkup………………………………………………………………………...…5 2.3 Klasifikasi Tunanetra…………………………………………………………..…6 2.4 Karakteristik dan Strategi Instruksional………………………………………….7 2.5 Aktivitas yang Disarankan dan Tidak Disarankan……………………...……….11 BAB III LAPORAN OBSERVASI 3.1 Siswa yang di observasi……………………………………………………….…16 3.2 Guru Pengajar……………………………………………………………………16 3.3 Metode Pembelajaran DIKJAS……………………………………….…………17 3.4 Aktivitas yang diberikan Untuk Siswa Tunanetra………………….……………17 3.5 Aspek yang dikembangkan dari DIKJAS……………………………………….19 3.6 Justivikasi Hasil Survei…………………………………………………………..19 BAB IV PENGEMBANGAN PERMAINAN 4.1 Ular Naga Hitam…………………………………………………………………21 4.2 Krincingan Estafet……………………………………………………….………23 4.3 PAHKU B2N……………….……………………………………………………25 BAB V (PENUTUP) 5.1 Kesimpulan………………….………………………………………………….26 5.2 Saran……………………………………………………………………………26 5.3 Lampiran………………………….…………………………….………………27 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..……………………..28



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang-orang awam pada umumnya tentu tidak akan banyak memperhatikan dan mempertanyakan siapa itu anak tunanetra. Mungkin mereka malah memandang seseorang yang tunanetra itu dengan sebelah mata, dan mengucilkannya. Akibat dari perbuatan itu dapat berdampak buruk bagi seseorang yang mengalami tunanetra tersebut. Ia bisa saja trauma jika secara terus menerus mendapatkan perlakuan yang seperti itu.



Tetapi kita sebagai seorang guru, khususnya guru yang lebih mendalami ilmu-ilmu untuk anak yang memiliki hambatan seperti tunanetra itu dapat membantu mereka dengan segenap kemampuan. Salah satunya yaitu membantu mereka untuk mengoptimalkan bagaimana cara mereka berolahraga. Mungkin masih ada di suatu sekolahan, seorang guru yang menemui anak didiknya tunanetra dan pada saat pelajarab olahraga malah tidak di ikut sertakan pelajaran. Alasanya beragam, mulai dari kasihan melihat mereka tidak bisa mengikuti kegiatan dengan baik dan juga memperlambat jalannnya kegiatan. Seharusnya kia sebagai guru tidak diperbolehkan dengan sangat tegas untuk memiliki suatu pemikiran seperti itu. Bagaimanapun juga seorang anak tunanetra itu juga membutuhkan untuk berolahraga. Mereka juga ingin merasakan seperti apa rasanya bermain bola, dan juga kegiatan-kegiatan lainnya. Sangat tidak adil sekali jika kita membedakan mereka. Jika mereka merasa kesusahan untuk berolahraga secara normal, maka tugas kita adalah membantu mereka untuk berolahraga dengan cara kita memodifikasi sebuah olahraga agar bisa dimainkan oleh anak tunanetra agar mereka tidak terlalu kesusahan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana definisi dan lingkup tentang tunanetra? 1.2.2 Bagaimana pengklasifikasian pada anak tunanetra? 1.2.3 Bagaimana karakteristik dan strategi instruksional pada anak tunanetra? 1.2.4 Apa saja aktivitas yang disarankan atau tidak disarankan untuk anak tunanetra? 1.2.5 Bagaimana pembelajaran pendidikan jasmnai unuk tunanetra di SDLB N 3 Bandaran? 1.2.6 Permainan apa saja yang perlu dikembangkan untuk anak tunanetra? 1.3 Tujuan Pembahasan 1.3.1 Mengetahui definisi dan lingkup tentang tunanetra 1.3.2 Mengenal pengklasifikasian pada anak tunanetra 1.3.3 Memahami karakterisitik dan strategi instruksional pada anak tunanetra 1.3.4 Mengetahui aktivitas yang disarankan atau tidak disarankan untuk anak tunanetra 1.3.5 Mengetahui proses pembelajaran pendidikan jasmnai unuk tunanetra di SDLB N 3 Bandaran 1.3.6 Mengenal berbagai macam permainan yang akan dikembangkan untuk anak tunanetra 1.4 Ruang Lingkup 1.4.1 Siswa Tunanetra 1.4.2 Karakteristik dan strategi instruksional tunanetra 1.4.3 Pendidikan jasmani untuk tunanetra 1.4.4 Laporan hasil observasi siswa tunanetra di SDLB N 3 Bandaran 1.4.5 Justivikasi hasil observasi dengan teori 1.4.6 Pengembangan permainan untuk tunanetra



BAB II Kajian Teori 2.1 Definisi Tunanetra Istilah tunanetra pasti sudah awam dikalangan masyarakat umum. Namun banyak orang yang tidak memahami betul pengertian dari tunanetra. Hanya pada beberapa kalangan yang berhubungan dengan bidang-bidang tertentu saja yang memahami pengertian tunanetra secara tepat. Ada beberapa macam pengertian tunanetra yang berbeda-beda definisinya. Dari sudut bahasa, istilah tunanetra berasal dari kata tuna dan netra. Tuna artinya luka atau rusak sedangkan netra artinya rusak matanya atau buta. Sedangkan menurut Sundari dalam buku Orientasi dan Mobilitas, tunanetra adalah orang yang mengalami penyimpangan atau kecacatan mata sehingga fungsi penglihatannya mengalami kelainan. Tunanetra dapat digolongkan, mereka yang buta total dan kurang lihat, meliputi ringan atau berat. Menurut French dan Jansma (1982:199) dalam Abdullah, kelainan penglihatan memiliki definisi pendidikan dan hukum. Berdasarkan undang-undang dan peraturan di Amerika : “kelainan penglihatan berarti suatu penglihatan yang kabur yang walaupun dengan koreksi, secara tidak menguntungkan akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan dari peserta didik. Istilah ini mencakup baik peserta didik yang setengah buta maupun yang buta sama sekali” Dari beberapa pengertian tunanetra diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi tunanetra bisa dilihat dari sudut medis ataupun pendidikan, sesuai dengan ruang lingkup masing-masing kebutuhan. Jadi, tunanetra adalah suatu kondisi dari seseorang yang memliki hambatan dalam penglihatannya, sehingga membutuhkan modifikasi yang sesuai dengan kebutuhannya dalam pembelajaran untuk meraih prestasi sesuai kemampuan anak. 2.2 Klasifikasi Tunanetra Menurut Efendi (2006:31) derajat tunanetra berdasarkan distribusinya berada dalam rentanngan yang berjenjang, dari yang ringan sampai yang berat. Berat ringannya jenjang ketunanetraan didasarkan kemampuannya untuk melihat bayangan benda dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut : 1. Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optic tertentu. Tunanetra pada klasifikasi ini memiliki ketajaman 6/6 – 6/15 atau 20/20 – 20/50. Anak pada tingkatan ini disebut dengan tunanetra ringan karena masoh dapat mempergunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan pada umumnya. 2. Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi dengan pengobatan atau alat optic tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti kelas regular sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk mengganti kekurangannya. Anak yang mengalami kelainan penglihatan dalam kelompok kedua, dapat dikategorikan sebagai anak tunanetra ringan sebab ia masih bisa membedakan bayangan dalam praktis percakapan sehari-hari anak yang masuk dalam kelompok kedua ini lazim disebut anak tunanetra sebagian (partially seeingchildren). Tunanetra pada klasifikasi ini disebut dengan tunanetra kurang lihat atau low vision yang memiliki ketajaman 6/20 – 6/60 atau 20/70 – 20/200.



3. Anak yang mengalami kelainan pengihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optic apapun, karena anak tidak mampu lagi memanfaatkan indra penglihatannya. Ia hanya dapat dididik melalui saluran lain selain mata. Dalam percakapan sehari-hari, anak yang memliki penglihatan daalam kelompok ini dikenal dengan sebutan buta (tunanetra berat). Pada tingkat ini anak memiliki ketajaman pengihatan 6/60 lebih atau 20/200 lebih. 2.4 Karakteristik dan Strategi Instruksional Para guru pendidikan jasmani, khususnya pendidikan jasmani untuk tunanetra, memerlukan keterampilan dalam memahami berbagai karakteristik dan kebutuhan siswa tunanetranya dalam melaksanakan proses pembelajaran pendidikan jasmani untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan efektif. Dalam memahami berbagai macam karakteristik dan kebutuhan siswanya, guru harus cermat dalam observasi dan asesmen peserta didiknya. Guru harus mengetahui kemampuan masingmasing siswanya mulai dari aspek psikomotor, afektif maupun kognitifnya. Pertama-tama guru harus mengidentifikasi muridnya terlebih dahulu, kemudian menyusun program individual untuk masing-masing peserta didik. Guru melakukan asesmen untuk mengetahui pembelajaran yang akan diberikan kepada siswanya. Selain itu, sebenarnya guru harus mengetahui keadaan medis dari siswanya, dengan cara bekerja sama dengan pihak medis atau dokter spesialis mata. Atau bisa dengan cara bekerja sama dengan orang tua siswa, untuk diminta memeriksa mata siswa tunanetra kepada dokter spesialis mata. Dengan memahami karakteristik dan potensi masing-masing siswa, guru pendidikan jasmani akan menyusun aktivitas jasmani sesuai dengan struktur instruksional. Dengan begitu guru akan lebih mudah dalam memberikan aktivitas jasmani kepada peserta didiknya yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswanya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari tunanetra dengan instruksional yang perlu dikembangkan oleh guru pada siswa tunanetra : NO Karakteristik tunanetra Instruksional 1. Memiliki kendala dalam Memberikan orientasi dan pembelajaran mobilitas perkembangan psikomotor. didalam dan diluar ruang sedini mungkin. Contohnya menunjukkan denah sekolah dimana kamar mandi, kelas, kantin, dan semua tempat. 2. Kurang pengalaman gerak dan Memberikan latihan aktivitas perkembangan gerak kesulitan dalam orientasi dasar. Contohnya orientasi ruang, keseimbangan, ruang. gerak maju, koordinasi mata/lengan dan tungkai. 3.



Selalu mendapatkan skor jauh Melakukan modifikasi untuk siswa tunanetra pada tes dibawah rata-rata pada pendidikan jasmani. Sehingga siswa tunanetra aktivitas jasmani. dapat mengikuti tes sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Contohnya lari bolak-balik dan melempar bola softball.



4.



Kurangnya pada keseimbangan Memberikan beberapa aktivitas keseimbangan statik tubuh. dan dinamik yang meningkat dari tingkat yang rendah ke yang tinggi. Contohnya mengayunkan tangan dan berjalan lurus pada suatu lintasan.



5.



Gerakkan kaku untuk meraba Memberikan latihan untuk meningkatkan kekuatan sesuatu objek. otot-otot dalam keadaan relaks atau santai. Contohnya mengulurkan paha, dan mempelajari beberapa model meraba dengan relaks.



6.



Kurang baik dalam berlari dan Mengajarkan secara lisan teknik-teknik berlari dengan melempar. beberapa modifikasi. Ada beberapa cara dalam membantu siswa tunanetra dalam berlari: 1. Latihan lari ditempat untuk mula-mula. 2. Lari menempuh jarak tertentu dengan dengan mengikuti sumber suara. 3. Lari dengan memegang tali dengan jarak tertentu. 4. Lari dengan mengaitkan kedua tangan siswa tunanetra dengan tangan dua teman yang ada disebelah kanan dan kirinya. Sedangkan untuk melempar, adalah keterampilan yang paling tidak dikuasainya. Walaupun peserta didik tunanetra dapat mengembangkan keterampilan melempar yang baik dengan latihan tertentu, energi dan waktu yang digunakan mungkin lebih baik digunakan untuk melatih keterampilan gerak lain.



7.



Kelebihan berat badan.



Mengusahakan agar peserta didik banyak mengikuti berbagai macam aktivitas jasmani. Tidak hanya diam dan duduk saja.



8.



Tidak percaya diri.



Mengembangkan sikap positif pada anak, dengan mengajari banyak keterampilan dan pengalaman gerak sehingga memperbaiki rasa percaya diri.



9.



Perkembangan sosial cenderung terlambat.



yang Memberikan permainan-permainan yang berkelompok untuk melatih kerjasama sesama teman sebayanya, dan kekompakkan dalam kelompoknya.



10.



Bergantung pada orang lain.



Jika sudah mendapatkan orientasi padalingkungnnya, maka biarkanlah siswa tunanetra melakukan berbagai macam aktivitas tanpa dibantu.



Selain itu, prasyarat yang paling utama dalam pengajaran adalah mempunyai sikap yang baik dan persepsi positif kepada masing-masing peserta didiknya. Satu faktor yang mungkin adalah mengetahui bagaimana berkomunikasi dan berinteraksi dengan mereka yang mempunyai masalah penglihatan. 2.5 Aktifitas yang disarankan dan di larang. Ada beberapa aktivitas jasmani yang disarakan untuk siswa tunanetra. Diantaranya adalah : 1. Lari Mengajarkan secara lisan teknik-teknik berlari dengan beberapa modifikasi. Beberapa cara dalam membantu siswa tunanetra dalam berlari diantaranya adalah:  Latihan lari ditempat untuk mula-mula.  Lari menempuh jarak tertentu dengan dengan mengikuti sumber suara.  Lari dengan memegang tali dengan jarak tertentu.  Lari dengan mengaitkan kedua tangan siswa tunanetra dengan tangan dua teman yang ada disebelah kanan dan kirinya. 2. Menyepak. Keterampilan menyepak dapat menggunakan indra pendengaran. Latihan menyepak kaleng kosong yang membuat suara yang cukup keras pada lantai keras dan jarak utuk memperolehnya kembali tidak jauh. 3. Melompat Meloncat dan melompat dapat diajarkan di trampolin dengan melekatkan lonceng pada pusat trampoline. Lompat jauh dapat diterapkan pada siswa tunanetra dengan tanpa awalan. Dengan lompat jauh perubahan sifat permukaan tanah dapat memberikan daerah peringatan untuk melakukan tumpuhan. 4. Senam Senam tentu saja bisa siterapkan untuk tunanetra. Aktivitas jasmani senam dapat mengasah konsentrasi dan daya ingat siswa tunanetra. Siswa tunanetra juga dapat melatih indra pendengarannya dengan menghafal beberapa gerak dalam senam yang sesuai dengan irama musik. Pertama-tama guru harus mengajarkan gerakan satu persatu kepada siswa samapai siswa menghafal gerakannya. Setelah itu guru mengajari siswa dengan musik dan gerakan yang tepat. 5. Gulat Gulat adalah aktivitas jasmani untuk tunanetra yang sudah berumur. Gulat dapat diterapkan untuk tunanetra yang sudah berumur. 6. Berbagai macam permainan tradisional yang dimodifikasi untuk tunanetra a. Kesegaran jasmani dan gerak Peserta didik berpenglihatan terbatas seharusnya membutuhkan kesegaran yang lebih dari pada yang berpenglihatan normal, karena bagi yang berpenglihatan terbatas melakukan satu gerak memerlukan usaha yang lebih banyak dari pada diperlukan (Buell,1973). Cara-cara meningkatkan kekuatan :



1.



Angkat beban menggunakan alat Universal (mulai dengna tanpa beban agar terlebih dahulu menguasai mekanika mengangkat dan setelah itu di beri beban) 2. Latihan Isometrik 3. Memanjat tali atau jala yang digantungkan. Perlu diingat bagi penderita glaucoma, karena aktivitas itu dapat meingkatkan tekanan pada bola mata. Aktivitas kunci dari kardiovaskuler yang dapat dilakukan secara aman dan berhasil bagi peserta didik berpenglihatan terbatas dapat berupa :  Lari ditempat  Gunakan sepeda latihan (sepeda yang berada di tempat)  Gunakan mesin mendayung  Lari menempuh jarak tertentu (ada pelari marathon yang buta) Cara- cara membantu dalam lari : Cukup banyak cara yang berguna untuk membantu peserta didik berpenglihatan terbatas dalam lari jarak jauh. Pelari berpenglihatan terbatas dapat mendengar suara dari pelari berpenglihatan normal (usahakan agar suara-suara yang lain tidak mengganggu suara atau tanda dari yang melihat normal): Memegang siku pembatu yang berpenglihatan normal (pelari yang berkelainaan ½ langkah kesamping dan ½ langkah di belakang pelari yang normal matanya): memegang tali atau kabel yang di pegang oleh pelari yang normal matanya: ikuti garis kuning atau orange (bagi berpenglihatan residual) . Namun, alat apapun yang harus dipegang oleh pelari yang berpenglihatan terbatas akan menghalangi lengan yang normal berayun dalam lari yang efisien. Satu alternatif lain adalah menyuruh teman yang dapat melihat bersepeda disamping pelari yang berpenglihatan terbatas. Teman yang bersepeda itu dapat berbicara, satu alat yang dapat berbunyi di pasang disepeda (Gallagher,1977) untuk memberi arah. Akhirnya, semakin hilang penglihatan semakin telihat penyimpangan mekanika tubuh. Satu teknik untuk melatih mekanika tubuh adalah menyuruh yang berkelainan memeriksa dengan cara meraba boneka atau menekuni bagian-bagiannya dapat bergerak. Satu teknik lain adalah menggunakan kipas angin. Udara yang dihembuskan oleh kipas angin yang besar ke bagian depan dari tubuh dapat merangsang kesadaran tentang bagian-bagian tubuh: umpamanya yang bersangkutan dapat diminta untuk mengangkat atau menundukkan kepalanya untuk mendapat terpaan angin. b. Keterampilan dan pola gerak dasar Kelas pendidikan jasmani perlu mencakup berbagai macam aktivitas jasmani yang tidak rumit yang dapat mengembangkan kedua kebutuhan tersebut disamping keseimbangan. Berbagai macam aktivitas ini dapat berupa: 1. Menyebutkan bagian-bagian tubuh. 2. Menggerakkan bagian-bagian tubuh secara terpisah. 3. Mengkoordiansikan gerak dari dua bagian tubuh. 4. Menggerakkan benda dengan berbagai bagian tubuh. 5. merasakan ukuran dari berbagai bagian tubuh. 6. Mengidentifikasi bagian-bagian tubuh dari teman yang lain. 7. Memelihara keseimbangan di atas balok keseimbangan yang rendah. Keterampilan gerak berpindah tempat :



Peserta didik bepenglihatan tebatas sering terbelakang dalam perkembangan keterampilan gerak berpindah tempat yang baik. Sejumlah mereka berjalan dengan dua tungkai terpisah lebar (mengangkang). Kebiasaan ini memperlebar tumpuan tubuh dan hal ini mungkin berkaitan dengan kurang percaya diri dalam gerak dan juga karena kesimbangan kurang. Mereka ini juga cenderung membuat langkah yang lebar dan tinggi seakan-akan melangkahi suatu objek yang tidak diketahui. Sering kesalahan yang sama terlihat pada keterampilan lain seperti lari. Peserta didik yang mempunyai kebiasaan ini perlu diberi tahu tentang masalah yang dihadapinya dan berlatih berjalan dengan baik sehinggga mereka memiiki umpan balik kinestetik yang tepat dan membentuk pola gerak baru. Untuk mengkoreksi kaki mengarah ke luar dan berjalan di atas papan dengan lebar terbatas atau berjalan diantara dua papan atau tongkat atau tali yang diletakkan di lantai, yang cukup lebar untuk megakomodasi dua kaki. Belajar berjalan dalam satu arah yang lurus juga penting bagi peserta didik berpenglihatan terbatas. Gerak dasar khusus lainnya dapat diajarkan kepada peserta diidk yang cacat penglihatannya. Melempar adalah ketrampilan yang paling tidak dikuasainya. Bila dianalissi secara teliti, gerak melempar merupakan keterampilan yang rumit, bahkan juga bagi mereka yang memperoleh keuntungan dari contoh melempar. Walaupun peserta didik yang buta dapat mengembangkan pola melempar yang baik dengan latihan tertentu,energi dan waktu yang digunakan mungkin lebih baik dimanfaatkan untuk melatih keterampilan gerak lain yang dapat digunakan sepanjang hidup. Menyepak, melompat, meloncat dan berlari dapat diajarkan dengan sedikit penyesuaian (adaptasi). Latihan menyepak kaleng kosong yang membuat suara yang cukup keras pada lantai keras dan jarak utuk memperolehnya kembali tidak jauh. Meloncat dan melompat dapat diajarkan di trampolin dengan melekatkan lonceng pada pusat trampolin. Lari dapat diajarkan dengan mengaitkan kedua tangan penderita dengan tangan dua teman yang bergerak di kiri dan kanannya, jadi menyalurkan perintah kinestetik secara terus menerus . teknik ini dapat pula dipakai untuk anak tuna rungu. Karena peserta didik berpenglihatan terbatas tidak dapat menerima masukan visual, harus tergantung pada informasi yang kurang tepat dari sumber indera lain. Informasi ini tidak segera dapat digunakan untuk meniru gerak keterampilan dasar. Sebab itulah maka latihan gerak dasar harus dilakukan dalam jangka waktu yang lama. c. Aktivitas individu dan kelompok French dan Jansman memberikan beberapa pedoman untuk mengadaptasikan permaianan agar peserta didik berpenglihatan terbatas dapat ambil bagian secara aman dan sukses (1981:211212) 1. Tempatkan alat yang berbunyi dalam bola, pada keranjang, pada gawang, dan pada tempat hinggap (base). 2. Gunakan for757 masi rantai (rabaan). 3. Aktivitas dimulai dari tempat yang tetap. 4. Manfaatkan keadaan permukaan tempat bermain (rumput yang tingginya berlainan, pasir, tanah) untuk menyatakan batas lapangan permainan dan daerah luar batas permainan. 5. Ubah susunan (tekstur) dari alat. 6. Gunakan dinding yang telah dilapisi/ditutup dengna bahan yang empuk.



7.



Gunakan warnah yang cerah dari objek aktivitas dan tanda batas-batas. 8. Gunakan sempritan, memanggil atau meneriakka nama. 9. Ukuran lapangan permainan diperkecil. 10. Batasi jumlah peserta dari kedua tim. 11. Bermain dengan gerak lambat bila memperkenalkan permainan baru. 12. Gunakan tanda atau bau sebagai tanda dalam situasi tertentu. 13. Beritahu pemain yang tunanetra apabila seorang pemain kunci meninggalkan lapangan atau daerah permainan. Contoh aktivitas yang disesuaikan Berikut ini diberikan beberapa contoh aktivitas yang disesuaikan yang dapat digunakan bagi peserta tunanetra yang lebih berumur. 1. Dalam gulat, hubungna harus selalu ada dalam pertandingan. Peserta didik tunanetra ada yang menonjol prestasinya dalam gulat antar sekolah. 2. Peserta didik tunanetra dapat sukses dalam atletik seperti dalam nomor tolak peluru, lempar cakram, lompat jauh dengan dan tanpa awalan. Dalam tolak peluru dan lempat cakram, temannya yang tidak buta membantu peserta tunanetra untuk mengambil pisisi yang baik untuk setiap melakukan tolakan ataulemparan. Dalam melakukan lompat jauh perubahan sifat permukaan tanah dapat memberikan daerah peringatan dan tempat melakukan tumpuan lompatan. 3. mengendarai sepeda tamdem dapat berhasil bila peserta didik tunanetra duduk di sadel belakang. Aktivitas yang tidak disarankan untuk anak tunanetra. Ada beberapa aktivitas yang tidak disarankan untuk tunanetra, seperti permainan tenis dan squas; aktivitas yang memerlukan kelincahan: aktivitas yang mengharuskan peserta lari dari arah yang berlawanan: aktivitas jungkir-balik (tumblig) bagi penderita lucoma.



BAB III Hasil Survei



3.1 Siswa yang diobservasi Terdapat 2 siswi tunanetra di SDLB N 3 Bandaran. Kedua siswi tersebut termasuk dalam golongan low vision atau tunanetra ringan.  Nama siswa 1 : Indah Kumala Ningsih Kelas : 6 SD Karakteristik fisik : kondisi mata yang berbeda dengan anak yang lain (mata sebelah kiri tidak bisa membuka dan terlihat lebih kecil), postur tubuh tegak, badan tidak terlalu gemuk, kepekaan pendengaran dan perabaan yang baik, gerakkan agak kaku dan kurang fleksibel.  Nama siswa 2 : Nia Anggraini Kelas : 4 SD Karakteristik fisik : kondisi mata berbeda dengan anak lain (juling), postur tubuh kecil, badan kurus, kepekaan pendengaran dan perabaan yang baik, gerakan kaku dang kurang fleksibel. 3.2 Guru Pengajar. Di SDLB N 3 Bandaran terdapat 10 guru. Karena waktu pembelajaran pendidikan jasmani pada seluruh kelas semuanya sama, yaitu pukul 07.00 sampai 09.00 , maka seluruh guru di SDLB N 3 Bandaran menjadi guru olahraga. Terdapat satu guru laki-laki yang bernotabe dalam pendidikan tunanetra, yaitu Bpk. Santo, beliau mengetahui seluk beluk pendidikan jasmani pada tunanetra, strategi pembelajaran pada tunanetra, bahkan ajang perlombaan keolahragaan bagi tunanetra. Guru secara objektif menyusun strategi instruksional dengan kebutuhan khusus dan karakteristik dari peserta didik yang berpenglihatan terbatas. 3.3 Metode pembelajaran pendidikan jasmani untuk anak tunanetra yang dilakukan di SDLB N 3 Bandaran. Guru langsung menjelaskan dan mempraktikan kepada siswa tentang permainan yang akan diterapkan. Siswa memperhatikan apa yang dijelaskan dan dilakukan oleh guru. Siswa tunanetra turut antusias dalam permainan, baik permainan yang khusus untuk tunanetra maupun permainan untuk seluruh siswa yang dimodifikasi untuk tunanetra. Siswa tunanetra dibiarkan mengikuti kelas olahraga dengan siswa lainnya. 3.4 Aktivitas Jasmani yang diberikan untuk Tunanetra di SDLB N 3 Bandaran. Pendidikan jasmani di SDLB N 3 Bandaran dilakukan setiap hari jum’at. Pembelajaran tersebut di awali dengan senam pagi yang di ikuti oleh seluruh siswa. Sebelum senam pagi dimulai, siswa berbaris di lapangan dan berdo’a bersama. Dua anak tunanetra yang terdapat di SDLB N 3 Bandaran pun juga antusias untuk mengikutinya. Di karenakan ke dua anak tunanetra tersebut tergolong pada klasifikasi low vision, maka anak tersebut masih bisa mengikuti senam pagi dengan baik tanpa kendala. Setelah melakukan senam pagi, guru membuat beberapa permainan yang diikuti oleh seluruh siswa, secara bergantian, baik permainan yang beregu maupun yang individu. Permainan tersebut bertujuan untuk membuat anak melakukan aktivitas-aktivitas jasmani dengan gembira dan antusias. Terdapat lima permainan yang diterapkan di SDLB N 3 Bandaran, yaitu: bendera warna, yang diikuti oleh seluruh siswa, lompat ban dan bocce, yang diikuti oleh siswa tunagrahita, ikuti suara ini dan jalan lurus yang diikuti oleh siswa tunanetra. 1. Bendera warna.



Bendera warna adalah permainan beradu kecepatan yang dilakukan oleh 3 sampai 4 anak setiap babaknya. Alat yang digunakan : 3 botol berwarna merah, kuning, dan biru, 3 bendera warna merah, kuning, dan biru, 1 botol berisi 3 bendera yang di bawa masing masing anak Aturan permainan : setelah ada instruksi untuk mulai, anak mengambil satu bendera warna yang ada didepan, lalu berlari menuju botol warna yang sesuai dengan warna bendera, kemudian anak memasukkan ke botol tersebut. Hal itu dilakukan berulang kali sampai bendera warnanya habis. Siapa yang paling cepat habis, dialah yang menang. Modifikasi untuk tunanetra low vison: anak diberi arahan, masing masing bendera yang berbeda warna juga berbeda bentuk untuk membedakannya. Anak diberi tahu letak masingmasing botol warna. Dan setiap botol warna ada masing-masing anak yang menunggu. 2. Temukan suaraku. Permainan ini diterapkan guru secara individual dan khusus untuk siswa tunanetra. Yang bertujuan untuk melatih indra pendengaran pada anak tunanetra, meatih ketangkasan, dan melatih konsentrasi anak tunanetra. Aturan permainan ini yaitu siswa berada di belakang guru dangan jarak kurang lebih 1 meter. Setelah diberi aba-aba untuk mulai, guru berlari dan menepuk tangannya, kemudian siswa berlari mengikuti suara tepuk tangan tersebut. 3. Jalan lurus Sistem pada permainan ini sama dengan permainan yang sebelumnya, yaitu secara khusus dan individual. Permainan ini bertujuan untuk melatih keseimbangan pada anak tunanetra. Alat yang digunakan hanya garis lurus. Aturan permainannya yaitu siswa tunanetra di beri instruksi untuk jalan mengikuti garis lurus tersebut. Sebenarnya permainan ini, adalah permainan yang paling sederhana, namun bagi siswa tunanetra, permainan ini sangat berperan untuk melatih keseimbangan. Macam–macam aktivitas jasmani dilakukan di SDLB N 3 Bandaran, untuk mencapai tujuan dari pendidikan jasmani. Siswa tunanetra juga diberi kesempatan yang sama dengan siswa lainnya. Aktivitas jamani yang tidak bisa diterapkan pada siswa tunanetra, maka tidak akan diterapkan pada siswa tunanetra. Lalu karena itu terdapat beberapa permainan khusus yang diterapkan pada siswa tunanetra. Namun ada juga beberapa permainan yang diterapkan pada seluruh siswa tanpa terkecuali, yang hanya membutuhkan modifikasi pada permainan tersebut untuk diterapkan pada siswa tunanetra. 3.5 Aspek yang dikembangkan dari pendidikan jasmani untuk siswa tunanetra di SDLB N 3 BANDARAN Pendidikan jasmani mengutamakan aktivitas jasmani dan pembiasaan hidup sehat yang menjadi penunjang pertumbuhan dan pengembangan siswa. Hal tersebut terlihat pada beberapa aspek yang dikembangkan dari pendidikan jasmani yang dilaksanakan sekali setiap minggunya. Mengembangkan aspek psikomotorik (keterampilan fisik) dengan berbagai macam keterampilan gerak, mulai dari berlari, melompat, melempar bola, dll. Khususnya pada siswa tunanetra, siswa dilatih keterampilan gerak, konsentrasi juga keseimbangannya. Mengembangkan aspek kognitif dengan siswa di arahkan untuk memahami peaturan permainan dan menciptakan strategi untuk menang. Pembelajaran pendidikan jasmani di



SDLB N Bandaran juga mengembangkan aspek kognitif, mulai dari moral, emosional, sosial dan spiritual. Hal tersebut terlihat ketika anak diajarkan ketertiban, kekompakan, dan rutinitas do’a sebelum memulai pembelajaran. Namun, beberapa aktivitas jasmani tidak hanya untuk kebugaran jasmani saja, beberapa indikator pendidikan jasmani seperti anak merasa gembira, berkeringat, kelelahan, kedisiplinan, dan mempelajari gerak olahraga sudah terlaksana dengan baik. 3.6 Justivikasi Hasil Survei Berdasarkan analisis data hasil observasi yang kami lakukan sudah sesuai dengan kajian teori yang telah kami paparkan diatas. Kedua siswi tunanetra di SDLB N 3 Bandaran termasuk dalam golongan kedua, yang ditinjau dari ketajaman utuk melihat bayangan benda. Maka dari itu anak diberi kompensasi pengajaran atau modifikasi untuk mengganti kekurangannya. Beberapa guru memahami karaktristik, strutur instruksional yang benar pada anak tunanetra. meskipun guru tidak membekali teori-teori pengajaran pendidikan jasmani untuk tunanetra, tetapi pengajaran guru terhadap anak tunanetra sudah optimal dan baik. Beberapa hal yang sudah sesuai dengan karakteristik intruksional siswa tunanetra antara lain, yaitu peserta didik dengan penglihatan rendah dibenarkan mengikuti kelas biasa dengan peserta didik yang lebih tua atau lebih muda, guru menggunakan cara tertentu untuk membantu peserta didik berpenglihatan terbatas dalam lari, siswa berpenglihatan terbatas dapat mendengar suara dari guru. Aktivitas yang tidak disarankan untuk anak tunanetra, juga tidak diterapkan dalam pelajaran pendidikan jasmani untuk tunanetra di SDLB N 3 Bandaran. contohnya seperti permainan tenis dan squas, aktivitas yang memerlukan kelincahan, aktivitas yang mengharuskan peserta lari dari arah yang berlawanan dan aktivitas jungkir-balik (tumblig) tidak diterapkan. Namun ada juga hal yang tidak sesuai dengan teori yaitu Aktivitas yang seharusnya dimulai dari yang mudah ke yang sulit, dan dari statik ke dinamik. Tetapi justru sebaliknya. Dilihat dari permainan yang dilakukan di SDLB N 3 Bandaran untuk tunanetra dimulai dari yang sulit ke yang mudah yaitu dari bendera warna, kemudian ikuti suaraku, sampai jalan lurus



BAB IV Pengembangan Permainan



Setelah melakukan survey di SDLB N 3 Bandaran, kami dapat mengetahui beberapa permainan yang diterapkan pada siswa tunanetra. Maka dari itu kami mengembangkan beberapa permainan yang diterapkan untuk tunanetra. Dengan begitu perbendaharaan permainan untuk anak tunanetra semakin banyak, dan tidak monoton. Anak juga tidak akan bosan dengan permainan yang itu-itu saja. 4.1 Ular Naga Hitam



Tujuan



: Melatih Indra Pendengaran dan Kekompakan Antar Anggota Melatih ketangkasan dan konsentrasi Alat dan bahan : 2 Krincingan Cara bermain : 1. Permainan ini di mainkan oleh 6-8 orang anak. 2. Dipilih secara acak dua orang yang akan menjadi pemimpin. Dua orang pemimpin tersebut diberi nama ular dan naga. 3. Dua orang pemimpin itu bergandengan tangan dan di letakkan di atas kepala. 4. Anak lainnya bebaris melingkar mengelilingi ular atau naga sambil bergandengan tangan, dan seluruh anak menyanyikan lagu “bor selebor trimanti dhahar bubur mundur mundur keceblong sumur” sambil berjalan mengelilingi ular atau naga. Saat lagu selesai, ular dan naga menurunkan tangannya, sehingga menangkap satu anak. 5. Anak tersebut memilih ular atau naga, jika memilih ular anak berbaris dibelakang ular, dan begitu sebaliknya. Hal tersebut dilakukan sampai anak terakhir pada barisan. 6. Ular dan naga melakukan suit (batu, gunting, kertas) dengan cara ditempelkan di telapak tangan untuk memperebutkan anggota. Hal tersebut dilakukan terus menerus sampai salah satu dari ular atu naga tidak punya anggota. 7. Ular atau naga yang kalah dan buntut dari ular atau naga yang menang di beri krincingan. 8. Ular atau naga yang kalah harus mengejar buntut.



Anak ke2 sampai anak no terakhir membawa krincingan



4.2 Krincingan Estafet



Tujuan : 1. Melatih kekompakkan 2. Melatih Indra Pendengaran pada anak 3. Melatih Anak untuk Berjalan dan Berlari Lurus 4. Melatih konsentrasi, ketangkasan dan keseimbangan. Alat dan Bahan



: 1. Tongkat, berat 50gr dan panjang 2cm 2. Tali pembatas dan tali finish 3. Krincingan Cara Bermain : 1. Permainan ini dimainkan berkelompok, 2. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 anak 3. Setiap kelompok berbaris lurus kebelakang dengan jarak 13 meter masing-masing anak. 4. Jarak antara anak 1 dan 2 sekitar 13 meter dan begitu pula seterusya dengan anak 3,4, dan 5 5. Anak pertama membawa tongkat, sedangkan anak ke 2 sampai terakhir membawa krincingan. 6. Wasit memberikan intruksi untuk memulai. Anak no 1 berlari menuju anak no 2 yang membunyikan krincingan. 7. Setelah sampai, anak no 1 memberikan tongkat kepada anak no 2 dan anak no 2 langsung memanggil nama dari anak no 3. 8. Setelah mendengar namanya dipanggil, anak no 3 membunyikan krincingan dan anak no 2 yang membawa tongkat berlari menuju anak no 3 yang membunyikan lonceng. 9. Dan seterusnya sampai garis Finish.



4.3 Terompah Berkaki Tiga



Tujuan : Untuk melatih ketangkasan dan kekompakan anak. Alat dan Bahan : Sandal terompah yang bermuat 3 orang dan tali Cara Bermain : 1. Permainan ini dilakukan dengan berkelompok. 2. Permainan ini dapat dilombakan antar kelompok, 3. Kelompok yang akan bertanding memakai terompah yang telah disediakan dan berbaris di garis yang telah disediakan. 4. Digaris yang telah disediakan itu terdapat tali yang panjang lurus yang sudah di ikat sehingga bisa digunakan oleh setiap kelompok untuk berpegangan agar bisa berjalan lurus sampai garis finish. 5. Kedua kelompok berlomba untuk saling mendahului sampai ke garis finish.



BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan Pengajaran pendidikan jasmani untuk tunanetra di SDLB N 3 Bandaran sudah berlangsung dengan baik. Banyak aktivitas jasmani yang dilakukan untuk siswa tunanetra, baik itu yang khusus maupun general yang harus dimodifikasi. Karena kedua siswa tunanetra di SDLB N 3 Bandaran termasuk dalam golongan kedua ditinjau dari ketajaman untuk melihat bayangan benda, maka anak lebih banyak menyesuaikan aktivitas jasmani dengan siswa lainnya yang berhambatan lain. Hanya perlu beberapa modifikasi supaya anak bisa bergabung dalam beberapa permainan general yang dilakukan oleh siswa lainnya. Guru-guru memberikan beberapa jenis aktivitas jasmani. Terdapat senam kebugaran bersama yang dilakukan oleh seluruh murid di SDLB N 3 Bandaran untuk mengawali pembelajaran pendidikan jasmani. Dan selanjutnya yaitu beberapa permainan yang diikuti tiap siswa. 5.2 Saran Pemerhatian terhadap aktivitas jasmani pada anak tunanetra yang hanya sebagian kecil dari banyak murid di SDLB N 3 Bandaran sudah baik. Permainan yang di berikan pada siswa tunanetra sebaiknya tidak monoton dan lebih berkreasi, supaya anak tidak bosan dan sangat antusias. Pengasaan indra juga perlu diperhatikan dalam beberapa aktivitas jasmani, tidak hanya mengasah indra pendengaran, melainkan indra peraba, pembau dan lainnya juga perlu di aplikasikan pada beberapa aktivitas jasmani untuk siswa tunanetra.



5.3 Lampiran



DAFTAR PUSTAKA Abdoellah, Arma. 1996. Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Smith, David. 2005. Konsep dan Penerapan Pembelajaran Sekolah Inklusif. Bandung: Penerbit NUANSA Wahyuno, Endro. 2013. Orientasi dan Mobilitas. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Harsono Sastraningrat, Frans. 1984. Ortodidaktik Anak Tunanetra. Jakarta: Percetakan Negara RI Jakarta Efendi, Muhammad. 2006. Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara http://nadyaandiniwes.blogspot.com/2016/10/pendidikan-jasmani-adaptif-untuk-anak.html