Penentuan Koefisien Distribusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA FISIK II “PENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI ” TANGGAL PRAKTIKUM : 5 April 2014



Disusun Oleh : AMELIA DESIRIA 1112016200066



Kelompok 3 : Hanna Aulia Puspa Indah Pratiwi Widya kusumaningrum Sarip Hidayat



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014



ABSTRACT Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat(sampel) didalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur. Percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi I2 dalam sistem air-kloroform. Jika kedalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara kedua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dengan air maka akan terbentuk dua fasa. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga analit menjadi bening. Dalam percobaan ini koefisien distribusi I2 dalam air-kloroform adalah 0,1215 N



I.



INTRODUCTION



Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Vogel, 1985; 140). Bila suatu zat terlarut tidak saling bercampur maka akan membentuk 2 fasa dan diantara fasa tersebut ada hubungannya dengan konsentrasi zat terlarutdalam dua fasa pada kesetimbangan. Hukum distribusi kadang disebut hukum nernst. Bila substansi ekstraksi pelarut mengambil bagian dan kesetimbangankesetimbangan lain dalam salah satu (atau kedua) fasa itu, suatu angka banding Dapat dimanfaatkan, dimana konsentrasi dijumlahkan untuk semua spesies yang relefan dalam kedua fasa itu ( Underwood, 2002 : 481-482 ). Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi (α) dapat diganti c, hingga: K= CA CB Dimana: K : Koefisien distribusi CA : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik



CB : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik



Hukum koefisien distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivasi zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantranya: 1. Temperatur yang Digunakan Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai K. 2. Jenis Pelarut Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi harga K. 3. Jenis Terlarut Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap/higroskopi, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi harga K. 4. Konsentrasi Makin besar konsentrasi suatu zat yang terlarut makin besar pula harga K. (Ayu Maulina Sugianto, 2013) Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarutpelarutorganik yang tidak bercampur seperti eter, CHCl3, CCl4, dan benzene.



Dalam industri ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng dan sebagainya. (Azam Khan, 2012)



II. MATERIAL & METHODS Material : -



Corong pemisah Labu Erlenmeyer Statif, dan klem Buret Gelas ukur Batang pengaduk Gelas kimia Corong Kaca arloji Pipet tetes



- larutan jenuh I2 dalam CHCl3 - aquades - larutan Na2S2O3 0,1 M - indikator amilum



Methods : 1. Mengukur 25 ml larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dan memasukkannya dalam corong pisah 2. Menambahkan 200 ml akuades dalam corong pisah 3. Mengocok campuran tersebut selama 60 menit 4. Mendiamkan larutan tersebut hingga terbentuk 2 lapisan 5. Memisahkan kedua larutan tersebut melalui corong pisah 6. Memipet 5 ml larutan tiap lapisan. Masing-masing lapisan atas 2 kali dan lapisan bawah 2 kali 7. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 N hingga analit bening dengan menggunakan indikator amilum. Mencatat volume titran.



III. RESULT & DISCUSSION Hasil pengamatan :



25 mL larutan jenuh I2 dalam CHCl3 (ungu) + 100 mL H2O (bening) dikocok → terbentuk dua lapisan (lapisan atas : orange, bawah : ungu) →terbentuk dua lapisan (atas : orange (air), bawah : ungu pekat (CHCl3)



Perhitungan : Titrasi I II



V Na2S2O3 0,1 N lapisan atas 0,5 ml 0,8 ml



 Erlenmeyer I Konsentrasi I2 pada lapisan air (Ca) Ca = (Volume x N Na2S2O3) V iod



= (0,5 mL x 0,1 N) 25 mL



= 0,002 N



Konsentrasi I2 pada lapisan kloroform (Cb) Cb = (Volume x N Na2S2O3) V iod = ( 6,5 ml x 0,1 N) 25 mL



= 0,026 N



V Na2S2O3 0,1 N lapisan bawah 6,5 ml 4,9 ml



Kd 1 = CA CB = 0,002 N 0,026 N = 0,076 N



 Erlenmeyer 2 Konsentrasi I2 pada lapisan air (Ca) Ca = (Volume I x N Na2S2O3) V iod



= (0,8 ml x 0,1 N) 25 mL



= 0,0032 N



Konsentrasi I2 pada lapisan kloroform (Cb) Cb = (Volume x N Na2S2O3) V iod



= ( 4,9 ml x 0,1 N) 25 mL



= 0,0192 N Kd 2 = CA CB = 0,0032 N



0,0192 N



= 0,1667 N



Kd rata-rata = 0,167 N + 0,076 N 2 = 0,1215 N Pembahasan : Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu ait dan kloroform, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD).



Pada percobaan, larutan jenuh I2 dalam CHCl3 ditambahkan dengan aquades yang merupakan pelarut yang tidak saling campur dengan CHCl3 dan diperoleh dua lapisan. Adanya perbedaan kepolaran antara iar dan CHCl3 dimana air bersifat polar sedangkan CHCl3 bersifat nonpolar sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas merupakan air dan lapisan bawah adalah kloroform. Hal ini disebabkan karena massa jenis air yakni 1 g/mL lebih kecil dibandingkan massa jenis kloroform yakni 1,48 g/mL sehingga air berada pada lapisan atas dan lapisan bawahnya adalah kloroform. Kemudian dikocok agar I2 terdistribusi dengan maksimal ke kloroform dan air, lalu dipisahkan dan dititrasi dengan Na2S2O3 serta mencatat volume Na2S2O3 yang dipakai hingga tercapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna. Pada lapisan air dari warna orange menjadi bening sedangkan pada lapisan kloroform dari warna ungu menjadi bening. Berdasarkan analisis data, diperoleh KD1 = 0,076, KD2 = 0,1667, dengan Kd rata-rata = 0,1215 N



IV. CONCLUTION Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:



1. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. 2. Koefisien distribusi iod dalam air dan kloroform adalah 0,1215 N



V. REFERENSI



Ayu Maulina Sugianto, 2013. Koefisien distribusi http://id.scribd.com/doc/198990647/Koefisien-distribusi diakses pada tanggal 09 april 2014 pukul 20.00 WIB Azma khan. 2012. Koefisien ditribusi. http://www.mediafire.com/view/951pjdtc6t7cyqt/koefisien+distribusi.pdf diakses pada tanggal 09 april 2014 pukul 20.00 WIB Underwood,A.L. dan R.A.Day,JR.2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke enam.Erlangga.Jakarta Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Secara Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.