Penerapan Prinsip Dan Implementasi Upaya Pencegahan Penularan Kel 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENERAPAN PRINSIP DAN IMPLEMENTASI UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Manajemen Pasien Safety Dosen Pembimbing : Maulida N.O., S. Kep. Ns, MPH



Disusun oleh Kelompok 5 1. Via Putri Setianingrum



(1440120064)



2. Villah Haikal Fahresy



(1440120065)



3. Vivin Faidatus Sholehah



(1440120067)



4. Wafiq Wahyu Saputra



(1440120068)



5. Wahyuningsih



(1440120069)



AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI 2021/2022



KATA PENGANTAR Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Pasien Safety. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai salah satu metode pembelajaran bagi mahasiswa sekolah tinggi D-III Keperawatan Akademi Kesehatan Rustida Krikilan. Makalah ini kami susun berdasarkan pengamatan kami dari buku dan internet. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan pihak tertentu. Oleh karena itu, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini. Kami berharap agar tulisan ini dapat diterima dan dapat berguna bagi semua pihak. Kami mengharapkan adanya kritik dan saran membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Krikilan, 5 Desember 2021



Penyusun



2



DAFTAR ISI SAMPUL KATA PENGANTAR...............................................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................................................1 1.1



Latar Belakang..........................................................................................................1



1.2



Tujuan........................................................................................................................2



1.2.1



Tujuan Umum....................................................................................................2



1.2.2



Tujuan Khusus...................................................................................................2



1.3



Manfaat......................................................................................................................2



BAB 2. PEMBAHASAN..........................................................................................................3 2.1



Cuci Tangan...............................................................................................................3



2.2



Menggunakan Alat Proteksi Diri.............................................................................5



2.3



Cara Bekerja Di Ruang Isollasi................................................................................7



2.4



Cara Melakukan Desinfeksi...................................................................................12



2.5



Cara Melakukan Sterilisasi....................................................................................14



BAB 3. PENUTUP..................................................................................................................19 3.1



Simpulan...................................................................................................................19



3.2



Saran.........................................................................................................................19



DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20



3



4



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah Sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan. Rumah sakit juga dimanfaatkan sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian serta melakukan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa. Petugas-petugas tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan terhadap pasien mempunyai kemungkinan untuk tertular penyakit, apabila kurang memperhatikan aspek sanitasi yang menimbulkan citra negatif dan mempunyai dampak terhadap timbulnya infeksi nosokomial. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pembarian pelayanan yang bermutu. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) ssangat penting untuk melindungi pasien, petugas dan pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tujuan dari program PPI adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi, melindungi sumber daya manusiakesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya, serta menurunkan angka kejadian infeksi Nosokomial. Salah satu upaya dalam mencegah dan mengendalikan infeksi adalah dengan penerapan kewaspadaan standar. Salah satu metode yang paling efektif adalah kebersihan tangan, pemilihan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan lainlain. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dilaksanakan terhadap semua pasien dan semua fasilitas pelayanan kesehatan.(Depkes 2001) Kebersihan tangan, pemilihan dan penggunaan APD merupakan komponen terpenting dari kewaspadaan standart dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. 1



1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan 1.2.2 Tujuan Khusus Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat memahami: 1. Cuci tangan 2. Menggunakan alat proteksi diri 3. Cara berkerja di ruang isolasi 4. Cara melakukan desinfeksi 5. Cara melakukan sterilisasi 1.3 Manfaat Adapun manfaat berdasarkan makalah tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan pembaca yang berhubungan dengan penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan 2. Menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan.



2



BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Cuci Tangan Mencuci tangan merupakan teknik yang paling penting dan paling mendasar dalam mencegah dan mengendalikan penularan infeksi. Hand hygiene atau mencuci tangan adalah tindakan membersihkan tangan menggunakan menggunakan handrub atau handsoap untuk menghilangkan mikroorganisme yang menempel di tangan secara efektif. Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, mulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan(Mustikawati 2017). Hand Hygienis merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Mata rantai yang paling mudah untuk diputus adalah penularan. Dalam lingkungan perawatan kesehatan, mencuci tangan adalah merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan hospital infection. Tujuan melakukan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba yang ada saat itu serta mencegah perpindahan organism multi resisten dari lingkungan rumah sakit ke pasien dan dari pasien ke petugas kesehatan begitu juga sebaliknya Menurut (Mustikawati 2017) mencuci tangan direkomendasikan dalam situasi sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum memakai sarung tangan steril dan sebelum melakukan prosedur invasive seperti pemasangan kateter intravascular atau kateter menetap, setelah kontak dengan kulit klien (misalnya, ketika mengukur tekanan darah atau nadi, dan mengangkat klien), setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (darah atau cairan tubuh, membrane mukosa, kulit yang tidak utuh, melakukan membalut luka walaupun tangan tidak terlihat kotor), ketika berpindah saat tubuh terkontaminasi ke bersih selama perawatan, setelah kontak dengan bendabenda (misalnya peralatan medis) yang bersangkutan atau terkontaminasi dengan klien, dan setelah melepaskan sarung tangan. Hand hygiene harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan meskipun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain. Indikasi hand hygiene harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadinya perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran dan setelah melakukan



3



tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran. Menurut WHO (2009) ada 5 moments hand hygiene, yaitu: 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic 3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi 4. Setelah kontak dengan pasien 5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Keuntungan mencuci tangan cuci tangan akan memberikan keuntungan sebagai berikut : 1. Dapat mengurangi infeksi nosokomial 2. Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan. 3. Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu cuci tangan medikal (medical hand washing), cuci tangan surgical (surgical hand washing), dan cuci tangan operasi (operating theatre hand washing). Mencuci tangan dengan benar mesti dilakukan dengan menggunakan sabun dan air bersih mengalir. Bila tidak ada keran, kita bisa menggunakan timba atau wadah lain untuk mengalirkan air. Adapun prinsip-prinsip penting terkait cuci tangan pakai sabun (Kemenkes RI 2020) 1. Mencuci tangan dengan air saja tidaklah cukup untuk mematikan kuman penyebab penyakit. 2. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir adalah cara yang paling hemat biaya untuk melindungi kita dari penyakit menular, termasuk COVID-19. 3. Mencuci tangan pakai sabun selama minimal 40-60 detik dan dengan mengikuti semua langkah yang dianjurkan terbukti efektif mematikan kuman penyakit. 4. Mencuci tangan pakai sabun dapat efektif bila tersedia sarana CTPS, dilakukan pada waktu-waktu penting, dan dilakukan dengan cara yang benar. Cara mencuci tangan dengan sabun dan air dilakukan selama 40-60 detik. Langkah-langkah dalam melakukan perilaku cuci tangan menurut (Kemenkes RI 2020) yaitu: 1. Basuh tangan dengan air yang bersih yang mengalir 2. Gunakan sabun pada tangan seecukupnya 3. Gosok tangan yang satu ke telapak tangan lainnya 4



4. Gosok punggung tangan dan sela jari 5. Gosok telapak tangan dan sela jari dengan posisi saling bertautan 6. Gosok punggung jari ke telapak tangan dengan posisi jari saling bertautan 7. Genggam dan basuh ibu jari dengan posisi memutar 8. Gosok bagian ujung jari ke telapak tangan agar bagian kuku terkena sabun 9. Gosok tangan yang bersabun dengan air yang mengalir 10. Keringkan tangan dengan lap sekali pakai atau tisu 2.2 Menggunakan Alat Proteksi Diri 1. Definisi Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan Alat Pelindung Diri (APD) adalah pakaian khusus atau peralatan yang digunakan oleh karyawan untuk perlindungan diri dari bahan yang menular (Centers for Disease Control and Prevention). APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan APD. APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. APD digunakan untuk melindungi kulit dan membran mukosa petugas kesehatan dari resiko terpaparnya darah, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien. Jenis-jenis tindakan beresiko yang menggunakan alat-alat seperti perawatan gigi, tindakan bedah tulang, otopsi dan tindakan rutin (Pratiwi 2020). 2. Tujuan menggunakan APD Alat pelindung diri bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu, yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan pekerjaan dan sebagai usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinana cedera atau sakit (Pratiwi 2020). Alat pelindung diri merupakan komponen utama personal precaution beserta penggunaannya yang biasa digunakan perawat sebagai kewaspadaan standar (standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan. 3. Syarat- syarat APD Menurut ketentuan Balai Hiperkes (Falamy 2018) 1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja. 5



2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan. 3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel 4. Bentuknya harus cukup menarik. 5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama 6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya. 7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada. 8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. 4. Jenis APD a. Sarung tangan Melindungi tangan dari bahan infeksius dan mellindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas (Falamy 2018). Menurut Tiedjen ada tiga jenis sarung tangan yaitu: 1) Sarung tangan bedah, dipaka sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan. 2) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin. 3) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. b. Masker Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masik kedalam hidung atau mulut petugas kesehatan (Falamy 2018). c. Respirator Masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang dianjurkan dalam situasi memfilter udara yang tertarik nafas dianggap sangat penting (umpamanya, dalam perawatan orang dengan tuberculosis paru) (Falamy 2018) 6



d. Kacamata (Googles) Melindungi petugas kesehatan kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yan jernih. Kacamata pengaman, pelindung muka. Kacamata yang dibuat dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai (Falamy 2018) e. Tutup Kepala Penutup kepala atau topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga mencegah mikroorganisme yang terdapat di rambut dan kulit kepala tidak masuk atau jatuh ke daerah atau alat yang steril. Kap harus dapat menutup semua rambut. Topi digunakan untuk melindungi petugas kesehatan dari darah atau cairan tubuh yang menyemprot atau terpercik. (Falamy 2018) f. Gaun Gaun digunakan untuk melindungi seragam atau baju petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi, serta digunakan untuk menutupi pakaian atau seragam saat merawat pasien yang atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara. Gaun pelindung harus dipakai bila kontak dalam ruang isolasi ada indikasi misalnya saat membersihkan luka, melakukan tindakan drainase, membuang cairan terkontaminasi, mengganti pembalut, menangani pasien pendarahan massif, melakukan tindakan bedah, otopsi dan perawatan gigi. Saat membuka gaun harus berhati-hati untuk meminimalkan kontaminasi terhadap tangan dan seragam (Falamy 2018). g. Apron Terbuat dari bahan karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian depan dari petugas kesehatan (Falamy 2018). h. Boots Sepatu pelindung adalah sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja diruangan tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang pemulasaran, dan petugas sanitasi, tidak boleh dipakai ke ruangan lainnya. Tujuannya untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan (Falamy 2018). 7



2.3 Cara Bekerja Di Ruang Isollasi 1. Definisi Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/penyebaran kuman pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain (Anggraini and Damanik 2021). Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang diperlukan meliputi (Anggraini and Damanik 2021): a. Kewaspadaan standar Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien maupun alat-alat yang terkontaminasi secret pernapasan. b. Kewaspadaan kontak 1) Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien 2) Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, thermometer, tensimeter, dan lain-lain. c. Perlindungan mata Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada pada jarak 1 meter dari pasien d. Kewaspadaan airborne Tempatkan pasien di ruang isolasi airborn, gunakan masker N95 bila memasuki ruang isolasi 2. Ruang lingkup a. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang mengidap penyakit infeksi yang menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya b. Pelaksanaan panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan keluarga 3. Prinsip a. Setiap pasien dengan penyakit infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat di ruang terpisah dai pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi b. Penggunaan alat pelindung diri (APD) diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi 8



c. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan system imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit d. Pasien yang tidak termasuk kriteria di atas dirawat di ruang rawat biasa e. Pasien yang dirawat di ruang isolasi, dapat dipindahkan ke ruang rawat inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter penanggung jawab pasien. 4. Kewajiban dan tanggung jawab a. Seluruh staff rumah sakit Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi b. Perawat instalasi rumah sakit 1) Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolasi 2) Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan 3) Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau pasien yang dirawat di kamar isolasi c. Dokter penanggung jawab pasien 1) Menetapkan diagnose pasien dan menentukan apakah pasien memerlukan perawatan di ruang isolasi 2) Memastikan pasien membutuhkan perawatan di ruang isolasi mendapat perawatan secara benar d. Kepala instalasi/kepala ruangan 1) Memastikan peraturan di ruang isolasi terlaksana dengan baik 2) Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam ruang isolasi dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insiden tersebut e. Direktur 1) Memantau dan memastikan peraturan di ruang isolasi terlaksana dengan baik 2) Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau menagtasi setiap masalah yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perwatan pasien di ruang isolasi 5. Tujuan panduan ruang isolasi a. Tujuan umum



9



Sebagai pedoman bagi manajemen rumah sakit untuk dapat melaksanakan isolasi pada pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit b. Tujuan khusus 1) Sebagai pedoman pelaksanaan isolasi pada pasien yang merupakan salah satu upaya rumah sakit dalam mencegah infeksi nosocomial 2) Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan 3) Mencegah terjadinya infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya tahan tubuh 6. Tata laksana a. Syarat kamar isolasi 1) Lingkungan harus tenang 2) Sirkulasi udara harus baik 3) Penerangan harus cukup baik 4) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan pembersihannya 5) Tersedianya toilet dan kamar mandi 6) Kebersihan lingkungan harus dijaga 7) Tempat sampah harus tertutup 8) Bebas dari serangga 9) Tempat alat tenun kotor harus ditutup 10) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan b. Ruang perawatan isolasi ideal terdiri dari: 1) Ruang ganti umum 2) Ruang bersih dalam 3) Stasi perawat 4) Ruang rawat pasien 5) Ruang dekontaminasi 6) Kamar mandi petugas c. Kriteria ruang perawatan isolasi ketat yang ideal 1) Perawatan isolasi (isolation room) a) Zona pajanan primer/pajanan tinggi b) Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system



10



c) Pengkondisian udara keluar melalui vaccum luminar air suction system d) Air sterilizer system dengan burning dan filter e) Modular minimal= 3 x 3 m2 2) Ruang kamar mandi perawatan isolasi (isolation rest room) a) Zona pajanan sekunder/pajanan sedang b) Pengkondisian udara masuk dengan open circulation system c) Pengkondisian udara keluar melalui vaccum luminar air suction system d) Modular minimal= 1,50 x 2,50 m2 3) Ruang bersih dalam (ante room/foyer air lock) a) Zona pajanan sekunder/pajanan sedang b) Pengkondisian udara masuk dengan AC open circulation system c) Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruang rawat isolasi d) Modular minimal= 3 x 2,50 m2 4) Area sirkulasi (circulation corridor) a) Zona pajanan tersier/pajanan rendah/ tidak terpajan b) Pengkondisian udara masuk dengan AC open circulation system c) Pengkondisian udara keluar dengan system exhauster d) Modular minimal = 2,40 m 5) Ruang stasi perawat (nurse station) a) Zona pajanan tersier /pajanan rendah/tidak terpajan b) Pengkondisian udara masuk dengan AC open circulation system c) Pengkondisian udara keluar dengan system exhauster d) Modular minimal= 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat) d. Syarat petugas yang bekerja di kamar isolasi 1) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi 2) Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi 3) Berbicara seperlunya 4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 5) Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan dan sandal khusus 6) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi 11



7) Kuku harus pendek 8) Tidak memakai perhiasan 9) Pakaian rapi dan bersih 10) Mengetahui prinsip aseptic/antiseptic 11) Harus sehat e. Alat-alat 1) Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia 2) Selalu dalam keadaan steril 3) Dari bahan yang mudah dibersihkan 4) Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan 5) Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali 6) Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup f. Prosedur keluar ruang perawatan isolasi 1) Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan alat perlindungan diri (APD) 2) Pakaian bedah/masker tetap dipakai 3) Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaian umum, masukkan dalam kantung binatu berlabel infeksius 4) Mandi dan cuci rambut (keramas) 5) Sesudah mandi kenakan pakaian biasa 6) Pintu keluar dari ruang perawatan isolasi harus terpisah dari pintu masuk 2.4 Cara Melakukan Desinfeksi 1. Definisi Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri



dan



virus,



juga



untuk



membunuh



atau



menurunkan



jumlah



mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Disinfeksi adalah proses mematikan semua mikroorgnisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi. Proses ini diupayakan untuk dapat mematikan semua sel-sel vegetatif penyebab infeksi, tetapi belum tentu selalu mematikan spora kumannya. Disinfektan adalah suatu bahan, biasanya zat kimia yang mematikan sel vegetatif, tetapi belum tentu mematikan spora mikroorganisme penyebab penyakit. Desinfeksi suatu proses untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pathogen, dengan perkecualian spora bakteri dari suatu benda mati. 12



2. Metode-Metode Desinfeksi 1. Metode Pengepelan Cara desinfeksi ini menggunakan bahan desinfektan yang dicairkan ke dalam air, dan dilaukan dengan cara membasahi lantai. Keunggulan dari cara ini efektif dalam menurunkan angka kuman lantai, dan dapat menjangkau seluruh sudut ruangan lantai. Akan tetapi cara ini mempunyai kelemahan yaitu dapat mencelakai siapapun yang tida berhati – hati melewati bagian yang basah, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk kering. 2. Metode Pengkabutan (Fogging) Cara desinfeksi ini sering sekali dilakukan di berbagai sarana kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit di Indonesia. Desinfeksi ini menggunakan bahan desinfektan, dan dengan metode pengkabutan ruangan menggunakan fogger. Keunggulan dari cara ini adalah dapat menjangkau seluruh ruangan dan sudut ruang. Bahan desinfektan yang berupa kabut dapat membunuh mikroorganisme di udara, dinding ataupun lantai. Akan tetapi kelemahan dari cara ini, dapat menimbulkan noda atau bercak pada dinding, dan petugas harus terpapar langsung. 3. Ozonisasi Cara sterilisasi ini menggunakan gas O3 yang dikeluarkan dari alat tersebut. Gas ini dapat menurunkan kuman udara dengan variasi waktu yang diinginkan. Alat ini dapat menjangkau semua sudut ruangan, namun alat ini hanya dapat membunuh kuman non pathogen. 3. Cara Desinfeksi Desinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat menyebabkan infeksi. Desinfeksi biasanya dilakukan dengan menggunakan zatzat kimia seperti fenol, formaldehide, klor, iodium atau sublimat. Pada umumnya disinfeksi dimaksudkan untuk mematikan sel-sel vegetatif yang lebih sensitif tetapi bukan spora-spora tahan panas (Irianto 2007). Sistem yang paling sering digunakan adalah pedoman Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang diterbitkan pada taun 1981 dan 1985 mengenai pencucian tangan dan pengendalian lingkungan rumah sakit. Sistem ini terdiri atas tiga tingkat : a. Desinfeksi tingkat tinggi



13



Desinfeksi tingkat tinggi adalah suatu proses yang mengeliminasi semua organisme kecuali sebagian besar populasi endospora bakteri. Sebagian desinfektan tingkat tinggi juga dapat digolongkan sebagai sterilant apabila kontak berkepanjangan dapat membunuh semua endospora bakteri. b. Desinfeksi tingkat sedang Desinfeksi tingkat sedang menyebabkan inaktivasi bakteri vegetatif, termasuk mikrobakterium (Mycobacterium tuberculosis), sebaian besar virus dan sebagian besar jamur, tetapi tidak membunuh spora bakteri. Desinfeksi tingkat rendah dan sedang digunakan untuk permukaan dan alat – alat nonkritis dalam pelayanan kesehatan. c. Desinfeksi tingkat rendah Desinfeksi tingkat rendah membunuh semua bakteri vegetatif serta sebagian virus dan jamur, tetapi tida diharapkan mampu membunuh mikrobakterium atau spora. 2.5 Cara Melakukan Sterilisasi 1. Definisi Sterilisasi merupakan suatu langkah atau tindakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi, maupun penularan penyakit infeksi. Sterilisasi merujuk pada kata steril (suci hama) adalah keadaan bebas dari segala mikroba baik patogen atau nonpatogen. Sterilisasi merupakan suatu tindakan untuk membuat suatu benda menjadi steril. Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua bentuk kehidupan mikroba, termasuk bakteri, virus, mikroplasma, dan spora yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. 2. Metode-metode Sterilisasi Sterilisasi dapat dilakukan melalui cara fisik dan kimia. Cara sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan pemberian suhu panas baik panas kering maupun panas basah, radiasi, dan filtrasi. Ada berbagai sterilisasi yang sesuai untuk fasilitas kesehatan termasuk sterilisasi uap (autoklaf), sterilisasi panas kering, dan proses sterilisasi suhu rendah (etilena oksida, asam perasetat, dan plasma hidrogen peroksida) (Nurlaily 2018). a. Sterilisasi Panas Kering (Dry heat sterilization) Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan organisme dengan cara mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim. Metode ini 14



tidak dapat digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik. Sterilisasi panas kering hanya digunakan secara minimal dalam fasilitas perawatan kesehatan saat ini. Cara ini memerlukan suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sterilisasi pemanasan basah. Pema nasan dengan udara panas (oven). Alat yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah benda logam, bahan seperti bubuk, talk, vaselin, dan kaca. Peralatan yang akan disterilisasi harus dicuci, disikat, dan didesinfeksi terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan lap, dan diatur menurut kegunaannya, serta perlu pemberian indikator pada setiap alat yang berbeda kegunaannya. Bila menggunakan pembungkus, dapat memakai kertas alumunium foil. Oven harus dipanaskan dahulu sampai temperatur yang diperlukan. Kemudian alat dimasukkan dan diperhatikan derajat pemanasannya (suhu 170C selama satu jam atau 140C selama dua jam). Untuk pendinginannya, bila suhu mencapai 100C, oven jangan dibuka sebab peralatan dari kaca akan pecah pada pendinginan yang mendadak. Pemanasan dengan nyala api (pemijaran/flambir) dapat dipakai langsung, sederhana, cepat, dan dapat menjamin sterilisasinya, hanya penggunaannya terbatas pada beberapa alat saja, seperti peralatan dari logam, kaca (pipet), dan porselen (Raudah, Zubaidah, and Santoso 2017). b. Sterilisasi Panas Basah (Wet heat sterilization) Sterilisasi panas basah menggunakan suhu di atas 100 C dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf, alat serupa pressure cooker dengan pengatur tekanan dan pengaman. Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi yang lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan keadaan kering. Proses sterilisasi dengan autoklaf ini dapat membunuh mikroorganisme dengan cara mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme. Proses ini juga dapat membunuh endospora bakteri. Sterilisasi uap (steam sterilization) melibatkan penggunaan uap bertekanan, diberikan pada suhu tertentu untuk waktu yang tepat. Sterilisasi terjadi sebagai akibat kondensasi panas dipindahkan ke beban menyebabkan menjadi panas yang cepat. Peralatan yang disterilkan harus dibungkus dan dikemas dan benar-benar kering sebelum pengangkatan dari autoklaf dan prosedur ini harus tetap di tempat untuk memantau proses sterilisasi. Lamanya pemanasan tergantung pada tekanan uap yang 15



dipergunakan, serta besar dan macam benda yang akan disterilkan. Dengan cara ini bentuk vegetatif maupun spora akan mati, sehingga tercapai sterilisasi sempurna. Sterilisasi panas basah dengan perebusan. Sterilisasi dengan panas basah dapat dilakukan dengan merendam dalam air yang mendidih. Cara ini sudah lama dikerjakan orang. Air yang mendidih pada tekanan 1 atmosfir, suhu 100C, dapat membunuh bakteri vegetatif dalam waktu 5-15 menit, bentuk spora akan mati dalam 1-6 jam. Endospora bakteri umumnya resisten terhadap cara perebusan ini. Sterilisasi panas basah digunakan untuk bahan yang sensitif panas, untuk industri makanan berkisar pada temperatur 60-80C, susu pada temperatur 63C selama 30 menit. Lama perebusan panas basah adalah 15-30 menit dan akan lebih baik bila ditambahkan larutan 1-3% Na2CO3, karena mempunyai daya menghancurkan dinding spora. Alat-alat yang sering disterilkan dengan cara ini, antara lain: tabung reaksi, obyek glass, dan cawan petri. Dalam kehidupan sehari-hari cara desinfeksi dengan merebus dipakai untuk desinfeksi botol susu atau dot untuk minum. c. Radiasi Metode sterilisasi dengan menggunakan radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar UV ataupun dengan metode ionisasi. Sinar UV dengan panjang gelombang 260 nm memiliki daya penetrasi yang rendah sehingga tidak mematikan mikroorganisme namun dapat mempenetrasi gelas air dan substansi lain. Radiasi Ulra Violet Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan penyinaran memakai sinar uitraviclet (UV). Panjang gelormbang UV yang membunuh mikroorganisme adalah di antara 220-290nm. Radiasi paling efektif adalah 253,7nm. Factor penghambat dari UV adalah daya peneirasi yang larmah. Untuk mermperoleh hasil yang baik,maka bahan- bahan yang akan disterilkan (cairan.gas atau aerosol) harus dilewatkan ditempatkan langsung di bawah sinar UV dalam lapisan-lapisan yang tipis. Sering dipakai untuk mensterilkan kamar atau ruangan (bedah). Akan tetapi sinar UV tidak dapat menembus butir air karena sinar itu dipantulkan. Oleh karena itu, sebelumnya, ruangan harus dipel sampai kering. Bila menyinari secara terusmenerus, sinar uv dapat merusak kulit dan mata. 3. Cara Sterilisasi 16



Sebelum



proses



sterilisasi



dimulai



mari



perhatikan



persyaratan



mensterilkan alat kesehatan : a. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan pemanasan pada suhu ± 121°C selama 30 menit atau pada suhu 134°C selama 13 menit dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan. b. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan. c. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan manguasai prosedur sterilisasi yang aman. d. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus bebas dari mikroorganisme hidup. Sebelum proses sterilisasi, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi, yakni: a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi. b. Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi. c. Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril d. Tidak boleh menambah alat dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai. e. Memindahkan alat steril ketempatnya dengan korentang steril. f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila dibuka harus dilakukan sterilisasi ulang. Prosedur sterilisasi dapat kita perhatikan seperti langkah-langkah berikut ini : a. Dekontaminasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme pada benda mati (alat) sehingga aman untuk digunakan. b. Pencucian



adalah



suatu



cara



yang



digunakan



untuk



menghilangkan/membersihkan kontaminan (debu, tanah, tinja, darah, pus atau nanah dan sejumlah besar mikroorganisme) yang terdapat pada alat atau bahan yang dicuci. Melakukan pencucian sebelum proses disinfeksi dan sterilisasi adalah sangat diperlukan dan harus diperlukan. c. Disinfeksi adalah suatu cara yang digunakan untuk membunuh / menghilangkan / menghancurkan mikroba tapi dalam proses ini tidak semua mikroba dapat dihilangkan. Metode sterilisasi yang dipilih harus sesuai dengan item yang akan disterilkan untuk menghindari kerusakan. Rekomendasi produsen harus diikuti ketika 17



menentukan cara sterilisasi untuk setiap item. Penggunaan satu peralatan sterilisasi merupakan suatu alternatif dalam pengaturan proses sterilisasi yang tidak dapat dilakukan. Jenis peralatan yang dapat di sterilkan, diantaranya adalah : a. Peralatan yang terbuat dari logam, misalnya pinset, gunting, speculum dan lainlain. b. Peralatan yang terbuat dari kaca, misalnya semprit (spuit), tabung kimia dan lainlain. c. Peralatan yang terbuat dari karet, misalnya kateter, sarung tangan, pipa penduga lambung, drain dan lain-lain. d. Peralatan yang terbuat dari ebonit, misalnya canule rectum, kanul trachea dan lain-lain. e. Peralatan yang terbuat dari email, misalnya bengkok (nierbekken), baskom dan lain-lain. f. Peralatan yang terbuat dari porselin, misalnya mangkok, cangkir, piring, dan lainlain. g. Peralatan yang terbuat dari plastik, misalnya selang infus dan lainlain. h. Peralatan yang terbuat dari tenunan, misalnya kain kasa, tempori, doek operasi, baju, sprei, sarung bantal dan lain-lain (Seilia 2016).



18



BAB 3. PENUTUP 3.1 Simpulan Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah Sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan. Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai pengendalian. Tujuan dari pencegahan dan pengendalian infeksi adalah untuk membantu mengurangi penyebaran infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk melindungi pasien, petugas dan pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Salah satu upaya dalam mencegah dan mengendalikan infeksi adalah dengan penerapan kewaspadaan standar. Salah satu metode yang paling efektif adalah kebersihan tangan, pemilihan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan lainlain. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dilaksanakan terhadap semua pasien dan semua fasilitas pelayanan kesehatan. 3.2 Saran Untuk pengembangan lebih lanjut maka penyusun memberikan saran yang dapat membantu penulisan makalah untuk kedepannya. 1. Perlu adanya penambahan lebih dalam mengenai materi penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan. 2. Perlu adanya penambahan gagasan lain terkait penerapan prinsip dan implementasi upaya pencegahan penularan.



19



DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Yanti, and S M Damanik. 2021. Petunjuk Praktikum Manajemen Patient Safety. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia. Falamy, Ryan. 2018. “Alat Pelindung Diri Pengelasan.” Alat Pelindung Diri. Rs Kusta Dr. Rivai Abdullah: 1–16. https://megaperkakas.com/alat-pelindung-diri-pengelasan/. Kemenkes RI. 2020. Panduan Cuci Tangan Pakai Sabun. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Mustikawati, Intan Silviana. 2017. “Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Studi Kualitatif Pada Ibu-Ibu Di Kampung Nelayan Muara Angke Jakarta Utara; Studi Kualitatif.” ARKESMAS (Arsip Kesehatan Masyarakat) 2(1): 115–25. Nurlaily, Ari Pebru. 2018. Modul Ajar Konsep Management Patient Safety. Surakarta: STIKes Kusuma Husada Surakarta. Pratiwi, Novi. 2020. “Penggunaan Alat Pelindung Diri Sebagai Upaya Dalam Memutus Rantai Infeksi Di Rumah Sakit.”. Raudah, Raudah, Tien Zubaidah, and Imam Santoso. 2017. “Efektivitas Sterilisasi Metode Panas Kering Pada Alat Medis Ruang Perawatan Luka Rumah Sakit Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas.” Jurnal Kesehatan Lingkungan: Jurnal dan Aplikasi Teknik Kesehatan Lingkungan 14(1): 425. Seilia, Elisma. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.



20